HUKUM

Audit Satgasus Merah Putih Polri, Segera!

Oleh Marwan Batubara | TP3-UI Watch KASUS pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat (9/7/2022) telah terungkap lebih dari dua bulan. Namun hasil penyelidikan tak kunjung tuntas untuk segera disidik Kejaksaan Agung. Tampaknya perkara seksual terus digiring untuk dijadikan sebagai motif pembunuhan, dan terus dipaksakan untuk diterima publik. Padahal selama proses penyelidikan berlangsung, terungkap pula berbagai dugaan kasus kejahatan sistemik skala besar modus mafia, yang sangat tidak layak dilakukan aparat kepolisian sebagai dan pencegah dan pembrantas kejahatan. Aparat Satgasus bertindak sebaliknya: membunuh rakyat dengan sadis dan terlibat pula dalam berbagai dugaan kasus kriminal sistemik modus mafia, yang antara lain adalah sbb: 1. Operasi sebar dana puluhan miliar Rp oleh Sambo kepada sejumlah oknum pejabat negara dan lembaga/komisi negara, untuk merekayasa skanario palsu dan menutup kasus sebenarnya, yang dapat dikategorikan sebagai suap/gratifiksasi (17/8). IPW menyampaikan bahwa guyuran dana Sambo juga mengalir ke DPR (18/8); 2. Ibarat praktek gank mafia, “pendukung” Sambo di tubuh Polri masih terus melakukan perlawanan baik untuk “menolong” Sambo dan juga mengamankan berbagai kepentingan, termasuk tentang Dana BESAR. Terjadi perang kepentingan di tubuh Polri (3/9); 3. Komisioner Kompolnas membenarkan penemuan Rp 900 miliar di rumah Sambo. Kadiv Humas Polri membantah adanya bungker di rumah Sambo. Namun Polri tidak membatah temuan sejumlah besar uang dalam penggeledahan rumah Sambo (30/8); 3. Menurut Pengacara Keluarga Yosua, Kamarudin Simanjuntak, ada aliran dana Rp 800 miliar - Rp 1 triliun per bulan antara Sambo dan ajudan. Dana tersebut bisa saja mengalir hingga jauh ke oknum-oknum lembaga negara, yang dapat tersandera mafia Sambo (15/8); 4. Konsorsium 303 yang dipimpin Ferdy Sambo diduga kuat sebagai pelindung bandar judi. Kode angka 303 merujuk pasal 303 KUHP tentang tindak pidana perjudian (29/8); 5. PPATK mendeteksi dana Rp155 Triliun dari judi online mengalir ke sejumlah kalangan, mulai dari polisi, ibu rumah tangga, hingga PNS (13/9); 6.Dengan besarnya dana yang dikompilasi, terpantau adanya jejak Sambo yang mendukung seorang politisi tertentu (belakangan sedikit “redup”) untuk menjadi Capres 2024 (20/9); 7. Adanya hubungan antara Sambo, dana judi online sebesar Rp155 triliun milik Konsorsium 303, dengan pengusaha RBT dan Yoga Susilo dalam kaitan pemberian dukungan kepada Capres 2024 tertentu (20/9); 7. Diduga ada gratifikasi penggunaan privat jet milik pengusaha RBT oleh Brigjen Pol. Hendra Kurniawan dkk., dalam perjalanan ke Jambi (11/7) menemui keluaga Yosua (19/9). Karena yang terlibat dugaan pembunuhan sadis Yosua dan berbagai kasus lain yang terungkap di atas, serta adanya jajaran perwira tinggi terlibat merekayasa skenario palsu, dan bahkan hingga melibatkan lembaga-lembaga dan sejumlah komisi negara, maka kejahatan seputar kasus Sambo dapat dikatakan sebagai ultimate crime against humanity and the nation. Kasus Sambo yang melibatkan Satgasus dapat dikatakan sebagai kejahatan puncak terhadap kemanusiaan dan negara. Maka penuntasan kasus-kasusnya pun bukan sekedar basa-basi dan retorika! Apalagi yang menyelidiki hanyalah diri/lembaga sendiri, meskipun disebut Timsus Polri. Presiden sudah empat kali meminta agar kasus pembunuhan Yosua diusut tuntas. Kata Jokowi: \"Sejak awal saya sampaikan, usut tuntas, jangan ragu-ragu, jangan ada yang ditutup-tutupi, ungkap kebenaran apa adanya\" (9/8/). Namun kita belum pernah mendengar sikap Presiden khusus terkait penuntasan dugaan kasus kriminal sistemik berkategori mafia, yang dilajukan Satgasus, yang meliputi peredaran narkoba, perlindungan perjudian on dan offline, perizinan tambang, dan lain-lain, yang secara keseluruhan bernilai puluhan hingga ratusan triliun Rp. Padahal kejahatan-kejahatan ini jenis dan dampaknya kepada negara dan rakyat jauh lebih besar dibanding kasus pembunuhan. Jenis, skala dan level kejahatan Konsorsium 303 dan Satgasus jelas lebih tinggi, besar dan berat, terutama karena menyangkut dana ratusan triliun Rp yang didapat dari cara HARAM, bebas kewajiban PAJAK dan dikontrol pula oleh lembaga berkategori MAFIA yang bernama Satgasus Polri.  Apalagi tampaknya dana tersebut sedang dipersiapkan untuk mendukung politisi dan pejabat tertentu memenangkan Pilpres 2024. Maka, jangan-jangan pemenang Pilres 2024 adalah pasangan calon dukungan Konsorsium 303, Satgasus dan oknum-oknumpenguasa yang berkuasa saat ini. Nama paslon tersebut sempat beredar luas di sosial media, seperti disinggung di atas. Karena itu, sangat wajar jika rakyat menuntut agar Presiden Jokowi mengambil posisi terdepan untuk mengusut kejahatan berkategori MAFIA yang dilakukan Satgasus. Tak cukup bagi Jokowi hanya berbasa-basi dan retorika memerintahkan pengusutan tuntas kasus Yosua. Memang Presiden Jokowi sudah mengeluarkan perintah tersebut sebanyak empat kali. Jika penyelidikan kasus Yosua tak kunjung selesai dan digiring pula menjadi kasus minimalis sebagai perkara seksual, maka rakyat bisa mengartikan Presiden telah dilecehkan bawahan, yakni Timsus/Polri. Namun rakyat bisa pula mengartikan bahwa Presiden hanya beretorika. Persepsi spekulatif rakyat ini antara lain bisa saja disebabkan karena penyelesaian kasus hanya dilakukan Polri, pembiaran penanganan yang berlarut-larut, hukuman tak tegas kepada aparat pelaku obstruction of justice, terlibat dalam pembentukan Satgasus, dll. Bahkan muncul pula spekulasi bahwa sikap tak tegas Presiden Jokowi disebabkan karena “mendapat manfaat dari keberadaan Satgasus”. Spekulasi yang berkembang di masyarakat bisa sangat beragam dan sarat kecurigaan. Hal tersebut bisa pula menjadi keyakinan rakyat. Spekulasi ini lumrah terjadi karena faktanya penanganan kasus Yosua sangat tidak optimal. Bahkan kasus-kasus Satgasus malah coba diredam dan disembunyikan.  Apa pun itu, kita menuntut Presiden Jokowi untuk bersikap jelas dan tegas, terutama atas kejahatan sistemik berkategori mafia yang dilakukan Satgasus. Hal ini juga untuk memperjelas bahwa Presiden Jokowi tidak terlibat kasus-kasus kejahatan Satgasus. Maka, Pak Jokowi, terbitkanlah  perintah agar Satgasus Polri diaudit secara menyeluruh oleh Auditor Independen. Terungkap adanya dana yang diduga mengalir ke DPR. Karena itu, DPR perlu mengklarifikasi dan sekaligus mengkonter isu tersebut dengan meminta Auditor Independen untuk segera mengaudit Satgasus. Dengan lingkup dan skala kejahatan sistemik kategori mafia oleh Satgasus Polri, termasuk Konsorsium 303, maka tidak benar dan sangat absurd, sarat rekayasa dan dapat dikategorikan sebagai kejahatan pula oleh penyelenggara negara yang berkuasa saat ini, jika penyelesaiannya hanya sebatas proses hukum atas pembunuhan Brigadir Yosua. Apalagi, sejauh ini, yang melakukan penyelidikan adalah Polri sendiri, dan motifnya pun telah diarahkan hanya karena masalah seksual. Indonesia bisa hancur![]

Belum Ada Rencana Gelar Perkara Kasus Formula E

Jakarta, FNN - Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, membantah, pernyataan yang menyebutkan lembaganya akan gelar perkara kasus dugaan korupsi penyelenggaraan Formula E di DKI Jakarta melainkan masih pada tahap penyelidikan.\"Belum ada rencana ekspose,\" kata dia, dalam keterangannya pada Kamis. Ia mengatakan pengusutan kasus dugaan korupsi Formula E saat ini masih tahap penyelidikan. \"Iya benar masih penyelidikan,\" ucap dia.Sebelumnya, KPK juga telah membantah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, ditetapkan sebagai tersangka kasus itu. \"Saya sampaikan di sini tidak benar,\" kata dia, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/9) menjawab pertanyaan soal isu Anies disebut sebagai tersangka kasus Formula E.Baswedan memenuhi panggilan tim penyelidik KPK pada Rabu (7/9) untuk dimintai keterangan terkait dengan penyelenggaraan Formula E yang telah digelar pada Juni 2022 lalu.\"Tadi kami diminta untuk memberikan bantuan keterangan dan sudah disampaikan. Insya Allah dengan keterangan yang tadi kami sampaikan akan bisa membuat menjadi terang sehingga isu yang sedang di dalami akan bisa menjadi terang benderang dan memudahkan dalam KPK menjalankan tugas,\" kata dia, saat itu.Ia enggan merinci lebih lanjut apa yang telah diklarifikasi oleh penyelidik KPK. Ia hanya menyampaikan senang kembali dapat membantu KPK. \"Saya ingin sampaikan senang sekali bisa kembali membantu KPK dalam menjalankan tugasnya. Kami selalu berusaha untuk bisa membantu KPK bahkan sebelum ketika bertugas di pemerintahan. Ketika kami bertugas di kampus kami menjadikan mata kuliah anti korupsi menjadi mata kuliah wajib dan satu-satunya kampus yang menjadikan itu mata kuliah wajib,\" tuturnya.Saat bertugas di Pemprov DKI Jakarta pun, kata dia, pihaknya juga telah membentuk komisi pencegahan korupsi ibu kota untuk membantu dalam pencegahan korupsi.KPK pun menghargai kehadiran gubernur DKI Jakarta itu. \"Hari ini, benar yang bersangkutan sudah hadir. Kami tentu hargai atas kehadirannya di Gedung Merah Putih KPK memenuhi undangan tim penyelidik dalam rangka permintaan keterangan dan klarifikasi dimaksud,\" kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri.Namun, KPK tidak dapat menyampaikan materi permintaan keterangan kepada Baswedan itu karena masih dalam tahap penyelidikan. (Ida/ANTARA)

Sejumlah Isu Stratagis Menjadi Sorotan Rakernas BEM SI di Bali

Denpasar, FNN - Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) ke-15 di Bali menyoroti sejumlah isu strategis, seperti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu, dan kebebasan sipil.Koordinator Pusat BEM SI Bidang Kerakyatan Abdul Holic di Denpasar, Bali, Kamis mengatakan, Rakernas BEM SI kali ini menyoroti kebijakan pemerintah yang mencabut subsidi BBM di tengah pandemi COVID-19 yang masih terjadi.Padahal, lanjut dia, pemerintah bisa menghentikan sementara pembangunan megaproyek Ibu Kota Negara (IKN), kereta cepat dan ratusan Proyek Strategis Nasional (PSN) karena proyek-proyek tersebut menelan biaya ribuan triliun rupiah dari negara.\"Proyek-proyek tersebut sebenarnya bisa diberhentikan ketimbang menaikkan harga BBM bersubsidi yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat,\" kata Abdul Holic.Selain itu, kata dia, Rakernas BEM SI juga menyoroti kemunduran penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan penerapan demokrasi karena kebebasan masyarakat terus dikungkung, suara-suara kritis dibungkam dan ruang sipil dipersempit dengan legitimasi produk-produk hukum seperti RKUHP dan UU ITE yang isinya mengekang kebebasan sipil.BEM SI juga menyayangkan sikap pemerintah yang belum menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu karena sejumlah pelakunya masih mendapat tempat dan berpolitik praktis.Oleh karena itu, kata dia, mahasiswa dalam Rakernas BEM SI sepakat akan menggelar aksi unjuk rasa di sejumlah wilayah Indonesia pada 30 September nanti. \"Setidaknya untuk sementara total anggota BEM SI yang baru tervalidasi berjumlah 265 kampus akan menggelar aksi serentak turun ke jalan menggelar aksi demonstrasi. Ada 12 wilayah yang kita jadikan tempat aksi,\" ujarnya.Seruan aksi tersebut, kata dia, merupakan hasil kesepakatan bersama BEM SI sebagai wujud kekecewaan mahasiswa terhadap respon yang diberikan oleh pemerintah dalam aksi mahasiswa di sejumlah wilayah. \"Dari setiap wilayah sebetulnya sudah bergerak, tetapi tidak kunjung ada respon untuk memberikan jawaban ataupun kepastian. Makanya, akan ada ribuan mahasiswa yang turun,\" kata Abdul Holic.Dia pun mengajak elemen sipil lainnya yang ada di Jakarta untuk melakukan aksi serupa pada 30 September 2022 dan menjadikan hasil Rakernas BEM SI di Bali sebagai tuntutan kepada pemerintah.\"Sebagai pembuka isu yang pasti isu BBM, kenaikan harga. Begitu pun isu RKUHP, penyelesaian HAM masa lalu, termasuk isu korupsi, konflik agraria dan macam-macam hal lainnya tentu jadi pemantik. Maka hari ini Rakernas kita membawa isu kolektif itu yang kita angkat bersama di wilayah maupun di tingkat nasional,\" tutur Abdul Holic.Dia berharap dengan adanya aksi unjuk rasa tersebut, maka berbagai isu dan pelanggaran HAM di Indonesia dapat segera diselesaikan oleh pemerintah. (Ida/ANATARA)

Terkait Kasus Brigadir J, AKP Idham Fadilah Diberi Sanksi Demosi Satu Tahun

Jakarta, FNN - Pimpinan Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) menjatuhkan sanksi mutasi bersifat demosi selama satu tahun kepada AKP Idham Fadilah, mantan Panit II Unit III Den A Ropaminal Divpropram Polri, karena tidak profesional menjalani tugas dalam penanganan kasus Brigadir J.“Sidang KKEP memutuskan saksi administratif berupa mutasi yang bersifat demosi selama satu tahun sejak dimutasi ke Yanma Polri,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol. Nurul Azizah di Jakarta, Kamis.Selain sanksi demosi, Sidang KKEP juga memutuskan pelanggaran yang dilakukan AKP Idham Fadilah sebagai perbuatan tercela. Ia diwajibkan untuk meminta maaf secara lisan di hadapan Sidang KKEP dan atau secara tertulis kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan.“Kemudian kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan mental kepribadian, kewajiban, keagamaan dan pengetahuan profesi selama satu bulan,” kata Nurul.Hasil putusan sidang AKP Idham Fadilah disampaikan sehari setelah sidang etiknya digelar pada Rabu (21/9) kemarin. Sidang etik berlangsung selama enam jam dipimpin oleh Kombes Pol. Rachmat Pamudji, Kombes Pol Satius Ginting, dan Kombes Pol Pitra Andreas Ratulangi.Total ada lima saksi yang dihadirkan dalam sidang etik tersebut, yaitu Kombes Pol Agus Nur Patria, Iptu Hardista Pramana Tampubolon, Iptu Januar Arifin, Briptu Sigid Mukti Hanggono dan satunya berinisial Aiptu SA.Pimpinan Sidang KKEP memutuskan AKP Idham Fadilah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf c, Pasal 6 ayat (2) huruf b Peraturan Polisi (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri. Wujud perbuatannya adalah tidak profesional dalam melaksanakan tugas. “Atas putusan tersebut pelanggar dinyatakan tidak banding,” kata Nurul.Sidang etik kembali berlanjut siang ini pukul 13.00 WIB, Komisi Kode Etik Polri menyidangkan Iptu Hardista Pramana Tampubolon, mantan Panit I Unit 1 Den A Ropaminal Divpropam Polri.Nurul mengatakan ada enam sanksi yang dihadirkan di persidangan, yakni inisial Kombes Pol. AMP, AKP IF, Iptu CA, Iptu SMH, Aiptu SA dan Aipda RJ.“Adapun wujud perbuatannya adalah ketidakprofesionalan di dalam melaksanakan tugas. Dan pasal-pasal yang disangkakan yaitu Pasal 5 ayat (1) huruf c, Pasal 6 ayat (2) huruf b Perpol Nomor 7 Tahun 2022,” kata Nurul.Seperti sidang sebelumnya, putusan sidang terhadap Iptu Hardista Pramana Tampubolon bakal disampaikan keesokan harinya, Jumat (23/9).Hingga hari ini total sudah 15 anggota Polri yang disidang etik karena tidak profesional dalam menjalankan tugas penanganan kasus Brigadir J.Mereka yang telah disidang etik, yakni Ferdy Sambo, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, Kombes Pol. Agus Nur Patria, AKBP Jerry Raymond Siagian. Kelimanya dijatuhi sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH).Kemudian, AKP Dyah Chandrawathi, Bharada Sadam, Briptu Firman Dwi Ardiyanto, Briptu Sigid Mukti Hanggono, AKP Idham Fadilah. Kelimanya dijatuhi sanksi mutasi bersifat demosi selama satu tahun.Lalu, Brigadir Frillyan Fitri Rosadi, Iptu Januar Arifin, dijatuhi sanksi demosi selama dua tahun. Selanjutnya, AKBP Pujiyarto dijatuhi sanksi meminta maaf kepada pimpinan sidang KKEP dan pimpinan Polri.Satu pelanggar atas nama Ipda Arsyad Daiva Gunawan, putusan sidang ditunda pada Senin (26/9) mendatang karena salah satu saksi atas nama AKBP Arif Rahman Arifin mengalami sakit sehingga tidak bisa dimintai keterangan. (Ida/ANTARA)

LSM Konsumen Cerdas Hukum: Alvin Lim Dijerat ITE, Kejaksaan Muka Buruk Cermin Dibelah

Jakarta, FNN – Maria, Ketua Umum LSM Konsumen Cerdas Hukum (KCH) buka suara terkait ramai-ramai jaksa melaporkan Alvin Lim ke kepolisian atas dasar ITE mencemarkan Kejaksaan. “Justru oknum kejaksaan, dalih membela kejaksaan malah merusak reputasi, karena memperlihatkan sikap arogan, anti kritik kepada masyarakat yang peduli Adhyaksa,” tegasnya. Kejaksaan seharusnya berkaca dan membaca komentar masyarakat di media massa, Detik.com berjudul Persatuan Jaksa DKI Polisikan Alvin Lim soal Konten \'Kejaksaan Sarang Mafia\'. Hampir semua komentar menghujat kejaksaan dan membela Alvin Lim. Berikut komentar Netizen di detik.com: Fahrizal Anwar: Cicak di dinding pun tau, kl dstu tempatnya Mafia. I Gede Rai: Hancur hukum kita karena ulah para penegaknya sendiri. MLT: Kenapa harus dilaporkan? yg disebut kejaksaan koq bukan menyebut seseorang. Itu mungkin yg dirasakan masyarakat. Jika Jaksa yg dimaksud bukan mafia tdk perlu kebakaran jenggot. Udinkeple: Buat apa memperkarakan hal umum yg sdh diketahui masyarakat luas, kecuali bila ada yg mengatakan kejaksaan sarang orang baik berintegritas, kredibel dan jujur, maka sangat pantas bila pemberi pernyataan itu dituntut berat, krn telah menyebarkan fitnah. Alek Jarene: Lha memang iya to? Tikuspun tau. Danny Prisetyawan: Ga ada jaksa hartanya cuma dari gaji pemerintah. Isinya peghasilan gratifikasi, hadiah, KKN, jual beli perkara. Di kota wisata cibubur perumahan mewah banyak asn, polisi, tni punya aset. Yoppy Bernady: Sseorg bila dituduh sesuatu (aib nya dibongkar) apabila tdk benar atau hoax pasti cuex bebex alias bodo amat... Toh ga merasa... Tp bila merasa dan tdk mau kebuka aib nya pasti akan melakukan sesuatu... Dgn cara apapun agar aib nya tertutup rapat... Soebandrio: Setuju.. Laporin saja.. Wong contohnya jaksa Pinangki itu hidupnya sederhana, sholehah, suka menyumbang, dan tidak suka duit suap.... šŸ¤£ Yudo Soedarmo: Semua tahu kalian dan keluarga makan uang haram. Masih ngeles? Doyan: Jiaahhhh... satu indonesia juga sudah tahu kali, apalagi yg pernah berurusan sama hukum. Alvin Lim ini sangat cerdas, dia berhasil membuktikan bahwa slogan Jaksa Agung dan Jampidum yang digaungkan Restorative Justice hanya pepesan kosong karena nyatanya Kejaksaan lebih peduli dengan pencitraan, terhadap orang yang kritik kejaksaan, langsung gunakan langkah pidana. “Padahal Jaksa Agung dan Jampidum, jualan kecap bahwa Pidana adalah ultimum remedium atau langkah terakhir. Nyatanya ketika dikritik langsung para jaksa berteriak bak pahlawan kesiangan membela Kejaksaan, dan lupa bahwa gaji mereka berasal dari uang masyarakat,” ujar Maria dengan kecewa. Statement Alvin Lim bahwa oknum Jenderal Jaksa banci justru telah terbukti, bahwa satu orang Alvin Lim haruslah dikeroyok jaksa-jaksa di seluruh daerah. “Harusnya jika jantan, jaksa satu lawan satu dan debat terbuka. Di mata masyarakat, kejaksaan hancur dan hilang kredibilitasnya, terlepas dari naeknya Rating kejaksaan, masyarakat sudah hilang kepercayaan terhadap kejaksaan,” katanya dalam rilis Rabu (21/9/2022). “Seharusnya masyarakat yang kritik kejaksaan diterima dan didengarkan oleh kejaksaan, jika ada pernyataan yang tidak benar tentang kejaksaan, dibantah oleh Kapuspenkum. Bukannya dengan pengecut, rame-rame mengeroyok seorang advokat yang ikhlas dan mewakili suara kekecewaan masyarakat,\" kritik Maria dengan raut kecewa. Alvin Lim tahu resiko dia besar bicara, namun demi perbaikan institusi penegakan hukum dia rela berkorban, ini justru sikap yang harus dimiliki setiap pejuang dan rakyat untuk membela negara ini. Karena benar kata Soekarno, perjuangan jaman sekarang melawan bangsa sendiri, berupa pejabat dan penguasa korup dan sewenang-wenang, bukan penjajah asing. #PercumaAdaJaksa. (mth)

Putri Candrawathi Tak Ditahan, IPW Ungkap Ferdy Sambo Pegang Kartu Truf

Jakarta, FNN – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengungkapkan alasan sebenarnya tak ditahannya istri mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Hal itu tidak lain karena Ferdy Sambo memegang rahasia atau kartu truf para perwira tinggi Polri. Alasan itulah yang menurut IPW menjadi dugaan kuat mengapa Putri Candrawathi tidak ditahan meski ditetapkan sebagai tersangka. “Ditangan Sambo, data kesalahan polisi itu banyak,” kata Sugeng saat jadi narasumber pada seminar online dan offline yang bertajuk ‘Audit Satgassus Merah Putih Polri, Segera!’ pada Rabu, (21/9/22) di Hotel Sofyan Soepomo, Tebet, Jakarta Selatan. Kemudian, Sugeng juga menyebut bahwa IPW telah memegang beberapa data jenderal-jenderal di tangannya Sambo. “Kami juga memegang beberapa data, bahwa ada beberapa data jenderal-jenderal ditangannya Sambo,” ungkapnya. Menurutnya, data-data kesalahan petinggi polisi ditangan Ferdy Sambo memiliki keterkaitan dengan fakta-fakta soal Putri Candrawathi tidak ditahan sampai sekaramg. Selain itu, cerita pelecehan seksual masih terus digadang dan semua itu menurut IPW bargainingnya yang dimainkan. Kartu truf itulah yang dimainkan oleh Ferdy Sambo untuk melakukan perlawanan dalam bentuk bargaining-bargaining agar kasusnya dapat dikompromikan. Alhasil membuat penyidik yang menangani kasus Ferdy Sambo ketakukan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menyebutkan penyidik ketakutan saat memeriksa Ferdy Sambo. Seperti diketahui sebelumnya, dari lima tersangka kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat, hanya istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi yang sampai saat ini tidak ditahan, padahal ancaman hukumnnya mati. (Lia)

IPW Desak Jokowi Segera Audit Satgassus Merah Putih

Jakarta, FNN - Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mendesak untuk audit Satgasus Merah Putih yang dipimpin oleh mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, setelah dibubarkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit. Berdasarkan informasi yang diperolehnya, Sugeng membeberkan mengenai latar belakang pembentukan hingga tugas dari Satuan Tugas Khusus (Satgasussus) Merah Putih. Satgassus Merah Putih itu telah terbentuk saat Jenderal Polisi Tito Karnavian menjadi Kapolri dan telah berjalan selama tiga periode. Sugeng mengatakan Ferdy Sambo telah menjadi Ketua Satgassus selama tiga periode. Hal ini disampaikannya sebagai salah satu narasumber dalam seminar online dan offline yang bertajuk “Audit Satgassus Merah Putih Polri, Segera!” di hotel Sofyan Soepomo, Jakarta Selatan, Rabu (21/9/22). Hadir juga sebagai narasumber dalam seminar tersebut, DR. Anton Permana (Alumni LEMHANAS), Haris Azhar (LOKATARU), Irma Hutabarat (Aktivis Senior), dan Benni Akbar Fatah (FNP). Selanjutnya Sugeng menjelaskan, pada 2019, Satgassus diketuai oleh Idham Azis dan Ferdy Sambo menjadi sekretarisnya. Kemudian saat Idham Azis menjadi Kapolri, Ferdy Sambo kemudian menjadi ketua Satgassus sampai Satgas tersebut dibubarkan oleh Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Menurut Sugeng, Satgassus Merah Putih memiliki kewenangan yang begitu besar dan menangani tindak pidana yang masuk kategori mewah. Lebih lanjut, Sugeng menyampaikan empat alasan Satgassus dibubarkan. Pertama, Satgassus tersebut adalah polisi elite. Kedua, terjadi demoralisasi di kalangan polisi yang bukan merupakan anggota Satgassus. Ketiga, adanya tumpang tindih kewenangan karena penyelidikan dan penyidikan sebetulnya kewenangan Satker Reserse. Keempat, Satgassus itu tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Diketahui sebelumnya, Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo resmi membubarkan Satuan Tugas Khusus (Satgasus) yang diketuai oleh mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo per 11 Agustus 2022. Adapun pembubaran tersebut dilakukan pasca Ferdy Sambo ditetapkan menjadi tersangka atas pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat. (Lia)

Sidang Pelanggaran HAM Paniai Dipantau Lembaga Amnesty Internasional

Makassar, FNN - Direktur Eksekutif Lembaga Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid memantau langsung proses sidang perdana kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai, Provinsi Papua Barat yang disidangkan di Pengadilan HAM, Ruangan Prof Bagir Manan, Pengadilan Negeri Kelas I Khusus Makassar, Sulawesi Selatan.\"Nampaknya persiapannya (sidang) tidak matang, bahkan tadi dari jadwal 180 hari (pelaksanaan sidang), tapi ini sudah (molor) termakan waktu 90 hari lebih,\" ujarĀ UsmanĀ kepada wartawan usai memantau sidang, di Makassar, Rabu.Hal ini berkaitan atas penetapan satu orang sebagai terdakwa yakni Mayor TNI (Purn) Isak Sattu selaku Perwira Penghubung (Pabung) Komando Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai di Kabupaten Paniai saat itu posisinya sebagai perwira tertinggi yang dianggap bertanggung jawab dalam insiden penembakan warga.Kejadian tersebut pada Senin, 8 Desember 2014 sekitar pukul 11.00 WIT di Lapangan Karel Gobay dan Kantor Komando Rayon Militer (Koramil) 1705-02/Enarotali di Jalan Karel Gobay, Kampung Enarotali, Distrik Paniai yang mengakibatkan 14 orang korban, 10 orang luka-luka serta empat di antaranya meninggal dunia.Menurut dia, yang paling penting adalah substansi perkaranya, benar tidak peristiwa di Paniai itu memang terjadi akibat perbuatan terdakwa. Ia menghormati proses hukum, walaupun menimbulkan pertanyaan publik, apa benar terdakwa pelaku sesungguhnya. Sebab, banyak hal yang meragukan bahwa pelakunya hanya satu orang.\"Dalam sidang, diduga banyak yang hilang kronologisnya terutama siapa yang melakukan penganiayaan terhadap anak-anak (korban), itu siapa. Harus dibuktikan dulu, itu menurut saya,\" kata mantan Koordinator Komite untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) ini menekankan.Selain itu, sebelum kejadian penembakan pada Senin, 8 Desember 2014, ada dugaan tindak kekerasan dan penganiayaan warga oleh oknum aparat pada Minggu, 7 Desember 2014 sesuai uraian dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).Bahwa di Jalan Enarotali-Madi Kilometer 4 sempat terjadi cekcok mulut antara warga Ipakiye Tanah Merah diduga nyaris ditabrak oknum aparat saat melintas ketika mereka meminta sumbangan dari pengguna jalan untuk acara perlombaan Pondok Natal Desember 2014. Buntutnya, usai kejadian itu, diduga terjadi penganiayaan warga setempat.\"Ada penganiayaan di tanggal tujuh itu dan ada penembakan di tanggal delapan. Hari pertama itu kan mengakibatkan luka fatal, tapi tidak menyebabkan kematian, tetapi siapa pelakunya, itu tidak ada,\" ujarĀ UsmanĀ pula.Pihaknya berharap, sidang berikutnya segala celah kosong yang ada harus diisi dalam pembuktian, apalagi agendanya menghadirkan saksi fakta maupun ahli. Sedari awal, kata dia, pihak keluarga masih ragu apakah perintah sidang itu sungguh-sungguh memberikan keadilan atau hanya sebatas formalitas.\"Tentunya, kami harus menerima kenyataan bahwa sidang ini akhirnya digelar. Kami ingin melihat negara sungguh-sungguh atau sebaliknya. Ini adalah ujian bahwa PN Makassar membawa beban yang sangat berat dan tantangan berat, kalau gagal bisa disalahkan,\" katanya menambahkan. (Sof/ANTARA)

Indonesia dan Belanda Membahas Pentingnya Penerapan Keadilan Restortif

Jakarta, FNN - Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bersama Reclasseering Netherland membahas pentingnya penerapan keadilan restoratif (\"restorative justice\").\"Belanda adalah negara yang telah berhasil dengan konsisten menerapkan pendekatan keadilan restoratif,\" kata Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham Heni Yuwono di Jakarta, Rabu.Hal tersebut disampaikan pada rangkaian kegiatan Indonesia Netherlands Legal Update (INLU) 2022 di Jakarta. Heni mengatakan Belanda memiliki pengalaman panjang dalam menerapkan keadilan restoratif melalui berbagai mekanisme, salah satunya penjatuhan sanksi alternatif.Penerapan keadilan restoratif untuk mewujudkan masyarakat yang lebih aman bukan semata-mata untuk menghentikan perkara, namun lebih kepada pemulihan hubungan antara pelaku tindak pidana, korban, keluarga, dan masyarakat, paparnya.Praktik-praktik dan pelaksanaan pidana alternatif yang beragam di Belanda, termasuk pelibatan masyarakat hingga koordinasi yang baik dengan aparat penegak hukum dinilai patut dijadikan contoh oleh Indonesia, katanya. \"Saya yakin Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengadopsinya,\" kata Heni.Apalagi, ujar dia, pada dasarnya cikal bakal hukum di Indonesia dengan Belanda memiliki kemiripan. Ditambah lagi, konsep keadilan restoratif pada dasarnya sudah ada dalam jati diri bangsa Indonesia. Hal itu tercermin dalam semangat kekeluargaan, gotong royong, kearifan lokal, dan adat istiadat yang dimiliki.Ia berharap melalui diskusi panel yang diselenggarakan kedua belah pihak dapat mencari poin penting terkait penjatuhan pidana alternatif dan pidana percobaan dalam kerangka penerapan keadilan restoratif.Selain itu, baik Indonesia maupun Belanda bisa menemukan formulasi bagaimana seorang pelanggar hukum tidak mesti harus selalu dikirim ke lembaga pemasyarakatan namun tetap membangun pertanggungjawaban pelaku serta pemenuhan kepentingan korban.Dia berharap lahir berbagai rekomendasi pengembangan bagi kedua negara, khususnya rekomendasi tentang penerapan keadilan restoratif untuk penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang saat ini prosesnya masih dibahas di tataran legislatif. (Ida/ANTARA)

Sidang CPO, Farid Amir Akui Terima Duit SGD 10.000

Jakarta, FNN – Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan, Farid Amir bersama tiga saksi lain menghadiri sidang kasus dugaan korupsi penyalahgunaan izin ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (20/09/22). Saksi yang didatangkan pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) membeberkan fakta-fakta terkait para terdakwa saat pemeriksaan oleh jaksa.  Farid mengaku mengenal terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana, eks Direktur Jendral Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, sebagai atasan dalam hubungan kerja.  Dalam kesaksiannya, Farid menjelaskan bahwa Kemendag membuat regulasi untuk menindaklanjuti kelangkaan minyak goreng, terutama Permendag 02 dan Permendag 08 yang berkaitan dengan kebijakan ekspor. Farid juga menyatakan kebijakan domestic market obligation (DMO) sebanyak 20% merupakan kewajiban bagi eksportir, namun tidak tertulis di Permendag melainkan turunannya.  Saksi juga memaparkan bahwa dirinya pernah mengikuti rapat daring melalui Zoom bersama Indrasari dan Lin Che Wei pada 14 Februari 2022 membahas tentang mekanisme penetapan beberapa kesepakatan.  \"Bersepakat dengan penyerapan larangan pembatasan ekspor CPO, lalu tadi JPU menyampaikan 20% tidak disebutkan, lalu juga terkait dengan subsidi tetap menggunakan dana BPDPKS,\" jelas Farid kepada JPU.  Farid juga sempat memaparkan dana DMO dan alokasi ekspor masing-masing perusahaan kelima terdakwa yang disetujui Kemendag. Berdasarkan keterangan saksi, Wilmar Grup mengajukan 4 permohonan pada 2 Maret 2022 dan Kemendag menerbitkan persetujuan ekspor kepada PT Multi Nabati Sulawesi, PT Multi Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.  Sebagai verifikator, Farid menyatakan tim verifikasi tidak terjun langsung ke lapangan melainkan hanya melakukan pengecekan dokumen. Dirinya pernah mengajukan untuk melakukan verifikasi ke lapangan, namun ditanggapi oleh Indrasari agar pemeriksaan tetap dilakukan melalui dokumen.  \"Agar kami tetap fokus untuk melakukan seperti yang umum itu dengan periksa dokumen,\" ujar Farid pada jaksa saat persidangan pada Selasa, 20 September 2022 di PN Jakarta Pusat.  Kemudian, jaksa sempat menyoroti permohonan persetujuan ekspor perusahaan Permata Hijau Group yang melakukan kontrak penjualan CPO dengan PT Bina Karya dalam rangka memenuhi realisasi DMO. Farid membenarkan bahwa Stanley MA pernah menghubunginya melalui WhatsApp terkait persetujuan ekspor yang seharusnya hanya dapat dilakukan melalui aplikasi tertentu.  Farid menceritakan Master Parulian Tumanggor, selaku Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia ingin menemuinya melalui Indrasari.  \"Pak Tumanggor kontak saya, namun saya tidak terima. Namun, akhirnya beliau bisa bertemu saya setelah saya dipanggil Pak Indrasari Wisnu Wardhana ke ruangan beliau,\" ucap saksi.  Farid mengonfirmasi adanya pemberian uang yang diberikan Tumanggor yang dikatakannya untuk tim. Sejumlah uang yang diterima sebanyak 10.000 SGD. Berikut penggalan kesaksian Farid kepada JPU.  \"Disampaikan oleh Pak Tumanggor ini permintaan Pak Indrasari Wisnu Wardhana untuk tim,\" ujar Farid.  \"Kemudian, saksi terima waktu itu?\" tanya jaksa.  \"Saat itu saya sampaikan karena ini arahan Pak Indrasari, saya terima,\" ungkap Farid.  \"Berapa jumlah yang diterima waktu itu?\"  \"Sepuluh ribu dollar Singapur,\" katanya.  Saksi memaparkan berdasarkan pernyataan Indrasari, tujuan uang tersebut adalah untuk tim sebagai effort yang telah kerja hingga malam sehingga Farid memberikan uang tersebut kepada Ringgo, pegawai Kementerian Perdagangan lainnya.  Diketahui, setelah penolakan eksepsi para terdakwa, Majelis Hakim memutuskan untuk meneruskan pemeriksaan kasus melalui saksi-saksi yang dihadirkan. Selain Farid Amir, JPU juga menghadirkan Ringgo, Demak Marsaulina, dan Almira Fauzia sebagai saksi untuk dimintai keterangan pada sidang hari ini. (oct)