ALL CATEGORY
Menggugat Laporan Survei
Oleh Yarifai Mappeaty - Pemerhati Sosial Politik SURVEI LSI-DJA mutakhir melaporkan bahwa elektabilitas Anies Baswedan di Sumatera Utara (Sumut) hanya 5%. Itu berarti, jika jumlah pemilih di Sumut berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT) yang telah dirilis KPU sebesar 10 Juta lebih, maka pemilih Anies di provinsi tersebut hanya 500 ribu lebih. Kira-kira, apakah angka ini logis? Pada survei LSI-DJA tersebut, katanya, total sampel yang digunakan secara nasional, 1.200 responden. Jika sample itu didistribusi secara proporsional berdasarkan jumlah pemilih, maka jumlah sampel yang jatuh di Sumut, hanya sekitar 64 responden. Bagaimana menghitungnya? Secara nasional, Sumut menyumbang pemilih sebesar 5,3%. Ini dasar pendistribusian sample. 5,3% dikali 1.200, ketemu angka 63,6 atau dibulatkan menjadi 64. Sampel sejumlah itu oleh LSI-DJA dianggap mereprensentasi total pemilih Sumut yang mencapai 10 Juta lebih, dengan margin of error (MOE) 12,5%. Ini semacam survei sub sample. Biasanya, jika jumlah sampel hanya sebesar itu, paling terdistribusi pada 6 - 10 desa secara simple random, sehingga bisa saja semua sampel jatuh di kabupaten sekitar Danau Toba. Maka jangan heran jikalau Anies hanya 5%. Coba jika semua sampel jatuh di wilayah Mandailing, bukan tak mungkin Anies 90%. Kurang lebih begitu logika samplingnya. Lalu, coba bandingkan hasil survei sub sample di atas dengan kunjungan Anies di Medan pada 04 November 2022. Jumlah massa yang menyambutnya diperkirakan tidak kurang dari 200 ribu. Jangan salah, sebab ini juga dapat dimaknai sebagai sampel. Massa sebesar itu sama dengan 2% dari total pemilih Sumut. Pertanyaannya, apa kira-kira logis jika pemilih Anies saat ini di Sumatera Utara hanya 500 ribu? Oleh karena itu dapat dipahami jika kemudian Partai Nasdem Sumatera Utara meradang atas publikasi survei LSI-DJA, yang dinilai sangat tendensius. Adjie Alfaraby, peneliti LSI-DJA, pun berkilah bahwa survei yang dilakukan lembaganya, sudah sesuai standar dan dipertanggungjawabkan. Artinya, pernyataan Adjie Alfaraby itu dapat diinterpretasi, bahwa dalam rangka merespon somasi yang dilayangkan oleh Tim Hukum Partai Nasdem Sumatera Utara kepada LSI-DJA, ia tak keberatan jika dilakukan audit proses, bagaimana survei tersebut dilakukan. Untuk audit proses survei pada konteks ini, dapat dimulai dari pemeriksaan kuisioner hasil wawancara dengan responden. Sebab kuisoner tersebut sudah cukup membuktikan banyak hal. Pertama, bahwa survei benar-benar telah dilakukan. Kedua, distribusi sampel dapat diketahui berdasarkan data domisili responden. Hal ini penting untuk mengetahui apakah pemilihan sampel dilakukan sudah sesuai dengan kaidah random, atau sengaja “diatur” sedemikian untuk tujuan tertentu. Ketiga, melakukan tabulasi/input data yang khusus menyangkut pertanyaan mengenai elektabilitas, untuk kemudian diolah. Di tahap ini, angka persentase elektabilitas Bacapres sudah dapat diketahui. Jika survei bersangkutan benar-benar adalah “pesanan”, maka pada tahap inilah akan ketahuan, jika data memang telah dimanipulasi untuk memenuhi pesanan. Apakah LSI-DJA bersedia diaudit seperti itu? Jika bersedia, maka saya menyimpulkan bahwa LSI- DJA benar adanya, sehingga layak diacungi jempol. Dalam pengertian bahwa hasil survei yang telah dipublikasinya, memang berasal dari kegiatan survei yang dilakukan sesuai standar metode penelitian survei. Sebaliknya, jika tak bersedia dengan alasan “rahasia”, maka patut dicurigai bahwa tujuannya memang hendak melakukan framing. Sebab, jika LSI-DJA benar-benar jujur di dalam melakukan survei, maka semestinya tak keberatan diaudit demi sebuah kebenaran. Sebab untuk membuktikan sebuah survei telah dilakukan dengan benar, hanya audit proses. Membantah hasil survey dengan hasil survey, seperti yang disarankan Denny JA, itu hanya membandingkan hasil survei. Sama sekali tidak menjawab pertanyaan apakah telah dilakukan survei dengan benar. Begitu pula jika muncul keberatan atas publikasi yang dilakukan, tidak cukup hanya berkilah, “Sebaiknya hasil survei dibantah dengan hasil survei.” Ini disebut cari enaknya sendiri. Pihak yang dirugikan publikasi itu, bagaimana? Secara ilmiah memang tidak salah. Tetapi secara moral, apa tidak merasa bersalah telah merugikan pihak lain? Bertolak dari kasus di atas, pada kesempatan ini penulis mencoba memunculkan sebuah perspektif, bahwa lembaga survei yang hendak mempublikasi hasil surveinya, harus bersedia diaudit sebagai bentuk pertanggungjawaban publik. Siapa yang akan mengaudit? Mereka yang merasa dirugikan oleh publikasi itu, difasilitasi oleh semacam Lembaga arbitrase. Tidak seperti selama ini. Nyaris semua Lembaga survei berbuat semena-mena. Mempublikasi hasil survei untuk menggiring dan membangun opini untuk kepentingan pihak tertentu, dan merugikan pihak lainnya. Mengapa? Karena tidak ada proses audit yang dapat mengungkap kebohongan mereka, jika memang melakukan kebohongan. Hingga di sini, saya tiba-tiba teringat pada Muhammad Husain, Mantan Kepala Divisi Peneltian LP3ES. “Saya tidak bisa membayangkan jika survei opini yang kita kembangkan ini, kelak disalahgunakan,” ucapnya lirih pada suatu sore di ruang kerjanya usai pencoblosan Pemilu 1997. Jangan-jangan, apa yang dirisaukan Kak Uceng, begitu saya menyapanya, kala itu memang sudah terjadi. Mungkin itu pula sebabnya ia tak pernah lagi mau bicara tentang survei opini publik. Jika memang tidak punya motif di balik publikasi yang dilakukan, maka sepantasnya hasil survei sub sample seperti di Sumut itu, tidak diumumkan secara terpisah ke publik (ym). Makassar, 13 Oktober 2023.
Poros Tengah 3.0
Oleh Ahmad Fahmi - Seorang Warga warga NU tanpa KTA Secara tidak disangka dan perlahan-lahan konstelasi koalisi seperti Poros Tengah mulai muncul dengan dideklarasikannya pasangan capres-cawapres Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar. Jika pada tahun 1999 parta-partai yang ikut adalah PKB, PAN, PPP, PK dan PBB serta Partai Golkar, maka kini adalah PKB, PKS dan Partai Ummat serta Partai Nasdem. Di tahun 1999 saya sangat semangat mengikuti langkah-langkah out of the box dari Amien Rais dan kawan-kawan yang berhasil menjadikan Gus Dur Presiden. Saya merasakan aura dan semangat Koalisi Perubahan saat ini mirip dengan Poros Tengah waktu itu, sehingga layak disebut Poros Tengah 3.0. Dinamika terbentuknya Poros Tengah 1.0 sangatlah menarik untuk dibahas. Pencetus utamanya menurut saya adalah kegalauan partai-partai Islam atau berbasis massa Islam yang seakan-akan dipaksa untuk memilih antara Habibie yang diusung oleh Partai Golkar atau Megawati yang diusung oleh PDI Perjuangan. Dari banyak diskusi yang dilakukan oleh banyak tokoh Poros Tengah akhirnya mengkristal usulan yang dipelopori oleh Amien Rais untuk mengusung Gus Dur sebagai Presiden. Hingga saat terakhir banyak sekali yang melihat ide ini sebagai lelucon politik atau yang sinis dengan menyebut poros tengah dengan singkatan pongah alias sombong. Dalam dinamika Poros Tengah 1.0 ini ada pernyataan Gus Dur yang melekat di ingatan saya yang isinya kira-kira begini: Amien Rais mencalonkan Gus Dur sebagai Presiden, Gus Dur mencalonkan Megawati sebagai Presiden, mestinya sekarang Megawati mencalonkan Amien Rais sebagai Presiden, jadi mbulet gitu. Betapa santai dan humorisnya Gus Dur dalam politik yang sedang tegang waktu itu. Kita tahu, hingga saat-saat terakhir Ketua Umum DPP PKB Matori Abdul Jalil tetap mencalonkan Megawati sebagai capres karena itu adalah Keputusan resmi Muspim PKB tanggal 16 Agustus 1999. Bagi yang tertarik merasakan dinamika di dalam tubuh PKB waktu itu, link ini bisa membantu Poros Tengah Setelah PKB dan PDIP Besanan . Tidak kalah menariknya dinamika yang terjadi di antara partai-partai yang digalang ke dalam Poros Tengah oleh Amien Rais. Jika PAN, PK (nama lama PKS) dan PPP bersemangat membantu Amien Rais menggalang Poros Tengah 1.0 dan menyetujuin pencalonan Gus Dur sebagai calon Presiden, tidak demikian halnya dengan PBB. Hingga saat terakhir menjelang pemungutan suara, Yusril Ihza Mahendra tetap mencalonkan diri sebagai calon Presiden pada Sidang Umum MPR 1999. Namun setelah diajak diskusi dan didesak oleh para penggagas Poros Tengah akhirnya menarik pencalonannya itu. Sepertinya Yusril Ihza Mahendra tidak sukarela menarik pencalonannya itu jika dilihat pada video ini Pemilihan Gus Dur menjadi Presiden RI ke-4 pada menit 2:40 Yusril menampik ciuman AM Fatwa dari Fraksi Reformasi yang gembira karena Yusril mengundurkan diri sebagai calon Presiden. Berbeda ekspresi dengan Hartono Mardjono anggota fraksi PBB yang ada di sebelahnya yang sepertinya bersemangat atas pencalonan Gus Dur sebagai Presiden. Walhasil banyak muncul hal-hal tak terduga pada Sidang Umum MPR 1999 itu, misalnya Amien Rais bisa terpilih menjadi Ketau MPR meskipun partainya yaitu PAN hanya meraih posisi kelima perolehan suara pemilu dengan raihan 7.1 %. Atau ketika Megawati dijadikan wapres setelah sehari sebelumnya kalah oleh Gus Dur, dicalonkan bukan oleh PDI Perjuangan tetapi oleh PKB atas inisiatif Ketua Umumnya Mathori Abdul Jalil dan atas permintaan Gus Dur. Spirit Poros Tengah 1.0 itu saya bisa saksikan langsung ketika Amien Rais menjadi pembicara pada maulid di majelis taklim KH Muhammad Yunus Sasi, kyai Betawi dari Kramat Jati di pertengahan tahun 2000. Para kyai Betawi yang afiliasinya NU itu bersemangat menyambut kehadiran Amien Rais, bisa jadi pada waktu itu pengaruh Amien Rais di kalangan mereka lebih besar dari Gus Dur. Saya masih ingat kata-kata pembuka Amien Rais pada ceramah maulid itu, meski formulasi kata-katanya saya lupa. Intinya yang dikatakan Amien Rais adalah umat Islam seharusnya bersyukur karena punya Presiden yang namanya Abdurrahman Wahid, punya ketua MPR yang namanya Amien Rais serta punya Ketua DPR yang namanya Akbar Zahiruddin Tanjung karena mereka semua berasal dari aktifis pergerakan Islam. Sayangnya Poros Tengah 1.0 itu berakhir tragis dengan lengsernya Gus Dur kurang lebih setahun setelah ceramah maulud Amien Rais itu. Sebagai orang yang semangat dengan konsep Poros Tengah 1.0 itu saya merasa seperti anak yang melihat orang tuanya cerai, sedih, tak mau menerima kenyataan, tidak mau memilih ayah atau ibu, menyalahkan keadaan, dan bercampur baur segala perasaan. Secara politis afiliasi partai ideal saya adalah PPP di mana NU dan Muhammadiyah bekerjasama, bukan seperti PKB yang sangat NU atau PAN yang sangat Muhammadiyah. Mungkin sebab itu saya tidak mampu memilih Gus Dur atau Amien Rais, saya maunya Gus Dur dan Amien Rais. Dalam PPP itu ada semangat ukhuwah Islamiyah seperti itu. Bagus sekali pasangan AMIN mau membawa trilogi ukhuwah NU menjadi konsepnya secara simultan yaitu ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariyah, tanpa perlu mempertentangkannya satu sama lain. Setelah Gus Dur lengser partai Islam atau berbasis massa Islam malu-malu mengemukakan ukhuwah islamiyah karena dianggap sebagai lawan dari ukhuwah wathaniyah. Poros Tengah 2.0 terjadi pada tahun 2009 ketika PKS (57 kursi), PAN (46 kursi), PPP (38 kursi) dan PKB (28 kursi) dengn dijangkari oleh Partai Demokrat (148 kursi) mencalonkan pasangan SBY-Boediono yang menang satu putaran dengan hasil 60,8 % mengalahkan pasangan Megawati-Prabowo dan Jusuf Kalla-Wiranto. Meskipun Poros Tengah 2.0 calonnya SBY, waktu itu saya lebih memilih Jusuf Kalla. Seperti kita ketahui pada pilpres 2014 dan 2019 tidak ada sama sekali koalisi Poros tengah, meskipun sebenarnya pada kedua pilpres ada inisiasi-inisiasi untuk itu yang sayangnya tidak berhasil. Yang paling terkenal adalah pertemuan Cikini yang diadakan di rumah Ratna Hasyim Ning di Jl. Cikini Raya, Jakarta pada tanggal 17 April 2014 untuk membicarakan pilpres 2014. Pada Pilpres 2024 ini sepertinya jika tidak ada halangan terbentuk Poros Tengah 3.0 lewat koalisi Perubahan. Sebenarnya Koalisi Perubahan belum bisa disebut sebagai Poros Tengah 3.0 jika kita memakai kriteria sebutan poros tengah lebih kaku dengan mengacu ke Poros Tengah 1.0. Pemicu utama Poros Tengah 1.0 adalah partai-partai Islam atau berbasis massa Islam tidak mau dipaksa-paksa hanya untuk memilih Megawat atau Habibie, sehingga mereka mencari alternatif untuk menghindari keterbelahan secara frontal. Istilah tengah pada kata Poros Tengah itu maksudnya mencari jalan tengah di antara Habibie yang dianggap kanan dan Megawati yang dianggap kiri. Jika konsep itu kini kita terapkan itu pada Pilpres 2024, untuk menghindari pengkubuan frontal antara perubahan (Anies Baswedan) dan keberlanjutan (Prabowo/Ganjar) maka perlu dicari calon Presiden Alternatif sebagai penengah. Berfungsi sama seperti Gus Dur di tahun 1999, capres ini ada untuk menghindari keterbelahan bangsa Indonesia jika salah satu dari dua kubu yang berhadapan frontal itu menang. Saya melihat calon Presiden alternatif itu adalah Mahfud MD dan partai-partai yang menjadi pengusungnya adalah koalisi Partai Golkar (85 kursi) dan PAN (44 kursi) cukup jumlahnya untuk melewati treshold yang 115 kursi DPR. Pasangan cawapres untuk Mahfud MD bisa jadi adalah Airlangga Hartarto atau Erick Thohir. Skenario ini bisa jadi muncul setelah Prabowo Subianto memilih Gibran sebagai cawapres. Tapi skenario ini hanya mungkin terjadi jika Partai Golkar dan PAN tiba-tiba menjadi bandel mengikuti jejak Partai Nasdem dan PKB yang sudah bandel lebih dulu. Semua itu tergantung nyali Airlangga Hartarto dan Zulkifli Hasan. Jika itu terjadi maka jumlah pasangan capres akan menjadi 4 pasang. Berkah untuk warga NU yang tidak perlu pusing memilih, karena satu-satunya capres yang berasal dari kalangan NU hanyalah Mahfud MD. Potensi kemenangannya pun bisa menjadi tinggi secara tak terduga, sama seperti pecapresan Gus Dur yang awalnya banyak dilihat sebagai lelucon politik, tetapi akhirnya bisa menang dari Megawati dengan skor 373 suara berbanding 313 suara atau 54 %. (*)
Ujung dari Konflik Israel - HAMAS (Palestina): Tiga Skenario
Oleh Denny JA - Direktur Eksekutif LSI “Dua hal ini tiada batasnya,” kata Einstein. “Yaitu: alam semesta dan kebodohan manusia.” Namun melihat perang antara Israel dan Hamas yang merupakan faksi militer dari Palestina, bertambah lagi yang tak berbatas itu. Yaitu dendam manusia, dan rasa tega manusia. Mari kita mulai dengan data. Ini perang baru masuk hari kelima. Tapi lihatlah, sudah 2.000 orang yang tewas. Sebanyak 200.000 rakyat Palestina mengungsi. Sekitar 800 rumah rata dengan tanah. Sebanyak 5400 rumah rusak parah. Dan 2 juta manusia terkena dampak berat hidup di wilayah perang. Pasokan listrik diputus. Jalur air diganggu. Supply makanan diblokir. Di jalur Gaza, penyakit, kelaparan, rasa takut, rasa terancam, cemas, kini meraja rela. Lihatlah puluhan ribu anak-anak di sana. Mereka tak mengerti apa yang terjadi, tapi ikut menderita jiwa dan raga karenanya. Di manakah ujung dari perang antara Israel dan Hamas sekarang ini? Maka ada tiga skenario. Pertama, gencatan senjata akan terjadi secepatnya. Itu hasil inisiatif dari Israel dan Hamas sendiri, ataupun ini dipaksakan oleh dunia internasional. Misalnya ini intervensi oleh PBB, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Semua menyadari. Perang ini tak akan dimenangkan oleh siapapun. Menambah waktu perang, hanya menambah jumlah korban dan derita, semakin lama semakin banyak. Skenario kedua: perang ini akan terus berlanjut berbulan-bulan, mungkin juga melampaui setahun. Ia mengulangi durasi perang yang terjadi di Rusia melawan ukrania sekarang ini. Mengapa perang ini berarut-larut? Israel merasa bisa menumpas Hamas. Tapi ternyata Hamas tak bisa ditumpas secepat itu. Hamas merasa bisa mengalahkan Israel. Apalagi Israel, ia pun tak bisa dikalahkan secepat itu. Yang tersisa akhirnya perang yang berlarut-larut dan korban manusia yang juga bertambah- tambah. Skenario ketiga, ini kita harap: terjadil satu solusi yang lebih permanen. Hanya solusi permanen yang membuat perang gila-gilaan ini adalah tikungan kungan terakhir. Solusi permanen itu, tak lain dan tak bukan berdirinya dua negara yang merdeka, berdaulat dan berdamai. Israel yang merdeka. Di sisinya, Palestina yang juga merdeka. Tapi mengapa solusi dua negara ini tak kunjung bisa selesai? Itu karena mereka selalu buntu untuk untuk batas teritori. Dimanakah batas negara Israel itu harus diterapkan? Apakah batas Israel adalah batas yang sekarang ini? Ataukau batasnya adalah batas sebelum perang dengan Arab di tahun 1973? Itu dua batas yang sangat berbeda. Kedua, bagaimana posisi Yerusalem? Apakah ia seluruhnya akan menjadi Ibu Kota Israel? Ataulah Jerusalem akan dibagi dua, sebagian buat Israel, sebagian buat Palestina? Ini solulsi “land for peace.” Berikan kami tanah ini, maka kami akan beri damai yang kalian minta. Baik Israel dan Palestina meminta tanah yang menjadi sengketa. Baik Israel dan Palestina tak mau memberi tanah itu. Negosasi perebutan tanah ini tak kunjung selesai, dari dulu hingga sekarang. Inilah pangkal muara, yang menjadi ibu kandung konflik, yang hingga kini beranak pianak kekerasan. Semoga kebodohan manusia, rasa dendam, dan rasa tega itu ada batasnya.***
Apa Putusan MK Soal Umur Capres-Cawapres 35 Tahun?
Oleh Kisman Latumakulita/Wartwan Senior FNN FNN-Senin 16 Oktober 2023 minggu depan, Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan keputusan tentang batas usia minimum untuk calon Presiden dan calon Wakil Presiden. Publik menunggu-ngunggu keputusan MK tersbebut. Banyak perkiraan yang muncul di masyarakat. Ada yang memperkirakan MK bakal mengabulkan gugutan judicial reviuw yang di bakal dikabulkan MK. Namun tidak sedikit yang meyakini gugatan bakal ditolak oleh MK. Awalnya gugatan ke MK mengenai batas minimum usia Capres dan Cawapres diajukan oleh banyak pihak. Namun hampir semuanya kandas di tengah jalan. Pihak terakhir yang menarik gugatan yang telah di MK adalah Hite Badenggan Lumbantoruan dan Marson Lumban Batu. Kini yang masih tersisa di MK hanya gugatan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Sejak awal publik Indonesia dan pemerhati politik nasional paham sepaham-pahamnya kalau gugatan batas usia Capres dan Cawapres 35 tahun ini hanya untuk kepentingan satu orang, yaitu Gibran Rakabuming. Putra sulung presiden Joko Widodo (Jokowi) ini didorong-dorong untuk menjadi kandidat Cawapres untuk Capres Prabowo atan Ganjar Pranowo. Semua Upaya ini diduga erat kaitannya dengan cawe-cawe Jokowi sedang menyiapkan dinasti politik keluarganya. Untuk memuluskan rencana ini, maka diperlukan tokoh penting yang berperan sebagai Pimpinan Proyek (Pimpro). Seorang menteri yang berkantor di sekitaran Monumen Nasional (Monas) berperan sebagai Pimpro. Orangnya jarang muncul ke publik, kacuali untuk kegiatan kedinasan. Kemampuan lobby menteri ini mungkin hanya satu tingkat di bawah Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (kita doakan semoga cepat sembuh dari sakit dan bisa bekerja kembali, AMIN AMIN dan AMIN). Dugaan keinginan dan upaya keluarga Presiden Jokowi untuk menjadikan anaknya Gibran sebagai Calon Wakil Presiden di Pilpres 2024 nanti mungkin lumayan serius. Apalagi kalau keinginan itu didukung juga oleh mamanya Gibran, Ibu Iriana Joko Widodo. Menjadi klop dan sempurna. Semua potensi dan sumberdaya keluarga untuk mewujudkan keinginan tersebut mungkin dikerahkan. Meskipun hingga kini keluarga inti atau terdekat Jokowi tidak ada yang menyaurakan keinginan untuk menjadikan Gibran sebagaiu Cawapres. Namun permbicaraan publik soal ini menjadi serius di hari-hari menjelang putusan MK hari Senin minggu depan. Bahkan ada bertanya-tanya, apa benar Gibran menjadi Cawapres Prabowo? Ternyata itu Jokowi itu tidak bedanya dengan SBY. Hanya memikirkan politik dinasti keluarga. Soal umur bukan menjadi jaminan kematangan dan kedewasaan seseorang untuk memikirkan kemajuan bangsa dan negara. Sejarah mencatat para pendiri bangsa ini telah berpikir dan berjuang memerdekan Nusantara dari cengkaran penajah dan koloniame di bawah tiga puluh tahun. Bahkan ada yang sejak usia belasan tahun. Bung Karno misalnya, saat diadili Pemerintah Belanda di gedung yang sekarang diberi nama “Gedung Indonesia Menggugat” di Bandung. Bung Karno tampil di persidangan dengan pledoi yang berjudul “Indonesia Menggugat” di usia 29 tahun. Pledoi “Indonesia Menggugat” ini isinya memperlihatkan gagasan-gagasan besar Bung Karno mengenai mambangun masa depan Indonesia. Bung Karno memprotres konsesi lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang diberikan Belanda kepada investor selama 75 tahun. Sekarang Presiden Jokowi malah kasih HGU kepada investor selama 90 tahun. Tenyata lebih para dari penjajah Belanda rupanya. Begitu juga dengan tokoh-tokoh bangsa seperti Syahrir, Muhamad Yamin, Tan Malaka, Rajiman, Kasman, Wahid Hasyim dan lain-lain yang ketika Sumpah Pemuda 1928 dulu masih berusia dua pulahan tahun. Bahkan ada yang belasan tahun. Para tokoh yang terlibat dan menjadi pembuat konstitusi Amerika di “Philadelphia Constitutional Convention 1787” adalah orang yang berusia dua puluhan tahun. John Adams, Alexander Hamilton, Thomas Jeferson dan James Adam rata-rata berusia di bawah 30 tahun. Mereka mampu untuk berperan memikirkan masa depan Amerika dalam isi pasal-pasal maupun huruf-huruf di kontitusi Amerika. Tentu saja Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi yang hebat itu bukanlah tandingan para pendiri bangsa atau pembuat kontitusi Amerika. Kalau memakai pepatang orang kampong “masih jauh panggang dari api”. Ayahnya Presiden Jokowi yang hebat itu, dua kali Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta saja banyak masalah yang ditinggalkan untuk presiden penggantinya nanti. Utang pemerintah yang diciptakan dalam sepuluh tahun masa pemerintahan Jokowi nanti, diperkirakan mencapai Rp 5.000 triliun. Sementara utang yang ditinggalkan Bung Karno sampai dengan SBY berakhir 20 Oktober 2014 hanya Rp 2.600 triliun. Kemiskinan dan penggauran bukan berkurang. Malah yang semakin bertambah. Pertanyaanya, apa mungkin gugatan PSI yang masih tersisa sekarang ini dikabulkan oleh MK? Jawabannya, sebelum sampai tiga hari ke depan, Senin 16 Oktober 2022 nanti bisa iya dikabulkan. Namun bisa juga tidak dikabulkan. Sangat tergantung dari pertimbangan hukum seperti apa yang akan dipakai oleh MK? Pertama, kalau MK sudah menganggap kedudukannya sebagai pembuat norma hukum, maka bisa saja MK mengabulkan gugatan PSI. Namun jika MK masih tetap menganggap pembuat norma hukum adalah DPR dan Pemerintah, maka gugatan PSI pasti ditolak. Itu berarti Gibran Rakabuming harus tunggu di Pilpres tahun 2029 baru maju sebagai calon Wakil Presiden. Bahkan bisa langsung menjadi calon Preisden. Mengapa tidak? Toh, semua kemungkinan tersedia dan terbuka lebar. Kedua, PSI belum pernah mengalami kerugian kontitusional terkait calon presiden dan wakil Presiden. Misalnya, PSI belum pernah mengajukan calon Presiden atau Wakil Presiden yang berusia 35 tahun atau di bawah 40 tahun. Dengan demikian, PSI tidak layak sebagai Legal Standing penggugat soal usia Capres dan Cawapres ini. Terakhir, Rasulullah Muhammad Shallaahu Alaihi Wasalam menjadi Nabi dan Rasul 40 tahun. Namun sebagai pemimpin dan kepala pemerintahan usia di 53 tahun. Begitulah Allah Subhaanahu Wata’ala meberikan perumpamaan kepada hambanya yang berpikir untuk memilih di usia yang pas.
Survei Denny JA di Sumut, Anies Hanya 5%, Pembohongan Publik
Oleh Asyari Usman | Jurnalis Senior PRABOWO 65%, Ganjar 30%, Anies hanya 5%. Inilah hasil survei Lingkar Survei Indonesia (LSI) Denny JA yang diprotes dan digugat Partai Nasdem Provinsi Sumatera Utara. Memang keterlaluan tipuan LSI. Pantas digugat. Bahkan tidak hanya menipu. Melainkan sekaligus menghina nalar sehat publik. Kalau ada yang mengatakan “kurang ajar”, masih cukup sopan. Anies hanya 5%? Bagaimana Anda menjelaskannya ini agar masuk akal? Tidak mungkin. Kecuali reaponden LSI di Sumut hanya pendukung Prabowo dan Ganjar. Keliahatannya inilah yang terjadi. Mereka hanya menanyai pendukung atau relawan kedua bakal Capres itu. Kalau responden ditemui secara random (acak), tidak mungkin 5% untuk Anies Baswedan. Bahkan di NTT sekali pun tak mungkin. Jadi, hasil survei LSI DJA untuk wilayah Sumut itu sangat wajar dicurigai. Bohong yang sangat keterlaluan. Hanya ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, responden sudah direkayasa sehingga Prabowo dapat 65% dan Anies dipojokkan ke angka 5%. Kedua, LSI sama sekali tidak pakai responden. Mereka mengarang bebas. Sekitar empat bulan yang lalu, survei yang sama menempatkan Anies di posisi 28%. Penurunannya sangat drastis. Sangat tidak mungkin dalam situasi apa pun juga. Karena itu, kita perlu mempertanyakan mengapa ini sampai terjadi. Sangat mungkin LSI didesak untuk menuliskan angka-angka di atas untuk tujuan psikologis. Kelihatannya mereka harus membesarkan lawan-lawan Anies di Sumut. Sebab, Sumut adalah provinsi terbesat di Sumatera. Kalau survei ditampilkan dengan jujur, dipastikan akan melemahkan semangat loyalis Prabowo dan Ganjar se-Sumatera. Kini publik semakin yakin bahwa sebagian besar lembaga survei memang tidak bisa dipercaya. LSI DJA adalah salah satunya. Mereka pantas diduga memainkan survei-survei karena dibayar. Mereka tidak bekerja untuk memperkuat demokrasi. Tak heran kalau lembaga survei seperti LSI DJA tega melakukan pembohongan publik.[]
Aktivis 98 Memberi Mandat Anies-Muhaimin Menuntaskan Agenda Reformasi 1998
Jakarta, FNN - Perhimpunan Aktivis 98 memberi mandat kepada bakal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Koalisi Perubahan, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, untuk menuntaskan agenda Reformasi 1998.Mandat tersebut merupakan hasil forum diskusi terpumpun (FGD) Perhimpunan Aktivis 98 di Jakarta, Rabu (11/10), yang dilakukan untuk menentukan kepada siapa mandat penuntasan agenda Reformasi 1998 diberikan.\"Kriterianya tentu yang senapas dengan tuntutan perjuangan Reformasi 1998,\" kata Juru Bicara Perhimpunan Aktivis 98 Fauzan Luthsa dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.Mandat tersebut adalah dengan tidak menjadi bagian dari rezim Orde Baru, terlibat aktif dalam pergulatan pergerakan pro-demokrasi dan Reformasi 1998, memiliki catatan sebagai pemimpin bersih, tidak represif dalam menghadapi kritik, bukan pelanggar hak asasi manusia (HAM), dan simbol persatuan bangsa.\"Berdasarkan kriteria tersebut, Perhimpunan Aktivis 98 memutuskan memberikan mandat penuntasan agenda Reformasi 1998 kepada pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar,\" kata Fauzan.Sementara itu, anggota Presidium Perhimpunan Aktivis 98 Frans Immanuel Saragih menambahkan pemberian mandat tersebut kepada Anies-Muhaimin karena kedua figur tersebut dinilai sesuai dengan kriteria dan mampu mengemban mandat itu.\"Track record Anies dan Cak Imin sangat jelas dalam perjuangan menegakkan demokrasi pasca-Reformasi 1998,\" ujarnya.FGD tersebut dihadiri para aktivis 98, seperti mantan ketua Komisariat Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta Agung Nugroho, Koordinator Perhimpunan Aktivis 98 Ulung Rusman, eks aktivis Forum Kota (Forkot) APP Agung Wibowo Hadi, eks aktivis Famred ATST Ivan Panusunan.(sof/ANTARA)
Partai Baru Tidak Bisa Ikut Daftarkan Capres-Cawapres ke KPU
Jakarta, FNN - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy\'ari mengatakan bahwa partai politik yang baru mengikuti pemilu pertamanya pada 2024 tidak dapat tercatat secara administratif sebagai koalisi untuk mendaftarkan calon presiden dan wakil presiden di KPU RI.\"Partai politik baru sebagai peserta Pemilu 2024 belum dapat menjadi bagian dari partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mengusulkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, karena kan belum punya kursi atau belum punya suara, karena belum pernah ikut sebagai peserta pemilu,\" ujar Hasyim saat ditemui awak media di Jakarta, Kamis.Adapun empat partai politik baru yang resmi menjadi peserta Pemilu 2024, yaitu Partai Kebangkitan Nasional (PKN), Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), Partai Buruh dan Partai Ummat.Hal itu diatur dalam Pasal 1 angka 27-30, 221, 222, 226, 325, dan 342 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).Ia menjelaskan konsekuensi yang diterima oleh empat partai itu adalah lambang-nya tak bisa dicantumkan di dalam surat suara Pilpres 2024. Apabila merujuk UU Pemilu, desain surat suara pilpres memuat tanda gambar partai politik yang secara administratif tercatat di KPU sebagai pengusul atau pendaftar capres-cawapres.Hasyim menyebutkan keempat partai politik baru itu juga tak bisa masuk ke dalam daftar partai politik penyumbang dana kampanye pasangan capres-cawapres.Menurut dia, kalau ada ketua partai politik mau ikut berkontribusi ke dalam dana kampanye Pilpres 2024 itu bersifat personal, seperti orang per orang atau seperti kumpulan orang.Hal ini pun diatur dalam Pasal 325 ayat (2) huruf b UU Pemilu mengatur bahwa dana kampanye pasangan capres-cawapres diperoleh dari dana partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan capres-cawapres.Selain itu, partai politik peserta Pemilu 2019 yang tidak lolos sebagai peserta Pemilu 2024 juga tak dapat mengusulkan atau mendaftarkan capres-cawapres ke KPU pada 2024.\"Soalnya apa? Yang bersangkutan bukan peserta pemilu. Kalau tanda gambarnya ada di surat suara pemilu presiden kan membingungkan orang. \'Dia bukan peserta pemilu, kok tanda gambarnya dimasukkan ke dalam desain surat suara pemilu presiden\',\" ucapnya.Kendati demikian, aturan ini hanya berlaku sebagai syarat administratif pendaftaran capres-cawapres ke KPU. Hasyim menyatakan tak ada larangan partai-partai politik itu untuk berkoalisi mendukung capres-cawapres tertentu di luar ketentuan administrasi.Kondisi ini berbeda dengan Partai Hanura, Garuda, PSI, Perindo, PBB. Meskipun tidak memiliki perolehan kursi di DPR, namun lima partai politik itu dapat tergabung secara administratif ke dalam gabungan partai politik pendaftar capres-cawapres di KPU.Lima partai itu pun ikut Pileg 2024 dan pada Pileg 2019 lalu memperoleh suara sah nasional yang bisa menjadi basis perhitungan untuk mengusulkan capres-cawapres.Syarat partai politik atau gabungan partai politik yang bisa tercatat secara administratif untuk mendaftarkan capres-cawapres, harus memenuhi syarat ikut Pileg 2019 dan 2024 serta memenuhi 20 persen kursi DPR RI/25 persen suara sah nasional.(sof/ANTARA)
Beban Utang Kereta Cepat, LaNyalla Ingatkan Wamen BUMN Soal Kualitas Public Statement
SURABAYA, FNN | Pernyataan Wakil Menteri I BUMN Kartika Wirjoatmodjo bahwa pembayaran utang atas proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) tidak ditanggung oleh APBN, melainkan menjadi beban tanggungan PT KAI (Persero) disorot Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Sebab, menurut penilaian LaNyalla kualitas pernyataan publik yang disampaikan pemangku kebijakan harus utuh, dan tidak menyesatkan. Sehingga masyarakat mendapat informasi yang benar, dan tidak merasa dianggap bodoh semua se Indonesia. “Narasi yang dibangun Wamen dengan mengatakan utang kereta cepat Jakarta-Bandung tidak ditanggung oleh APBN itu, seolah APBN tidak akan intervensi. Padahal utang tesebut jelas dijamin APBN. Dan PT KAI sudah pernah menerima suntikan PMN dari APBN untuk kepentingan proyek tersebut. Ini harus dibuka utuh,” tukasnya, Kamis (12/10/2023). Ditambahkan LaNyalla, sebaiknya Wamen membaca dulu isi dari Peraturan Presiden Nomor 93/2021, dimana beleid tersebut memperbolehkan pendanaan KCJB menggunakan APBN. “Perlu juga baca Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/2023, yang mengatur pemerintah untuk bisa menjamin pembayaran utang proyek KCJB. Jadi pintu APBN itu terbuka untuk PT KAI bila cash flow BUMN tersebut bleeding,” tandas Penasehat KADIN jawa Timur itu. Diungkap LaNyalla, PT KAI juga termasuk BUMN yang masih rutin menerima tambahan dana dari APBN melalui Penyertaan Modal Negara (PMN). Bahkan di tahun 2022, secara khusus menerima PMN untuk proyek KCJB sebesar Rp. 3,2 triliun melalui PP Nomor 62/2022 tentang Penambahan PMN RI ke Dalam Modal Saham KAI pada 31 Desember 2022 yang lalu. “Tahun 2024 nanti PT KAI juga masih masuk daftar pemohon PMN lagi, di antara belasan BUMN lainnya. Tahun 2024, PT KAI mengajukan Rp 2 triliun untuk pengadaan KRL yang dioperasikan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI),” beber LaNyalla. Senator asal Jawa Timur itu juga mengurai, PMN memang bisa berfungsi untuk meningkatkan leverage BUMN sebagai agent of value creator, sehingga pada akhirnya memberi keuntungan kepada negara melalui deviden. Tetapi juga bisa sebaliknya, bukan manfaat ekonomi langsung, tetapi untuk menyelamatkan BUMN dari kebangkrutan dan menjaga hubungan kelembagaan (kewajiban) dengan pihak ketiga. “Latar belakang ini yang sering terjadi dalam proses penyuntikan PMN ke BUMN-BUMN kita. Terutama BUMN Karya. Semua daftar BUMN penerima PMN dapat dicek kok, dari tahun ke tahun,” pungkasnya. (sws)
Buzzer Ramai-ramai Tinggalkan Jokowi, Etiknya Tetap Bersama untuk Tenggelam
Jakarta, FNN - Peta politik nasional semakin panas, terutama berkaitan dengan kolamnya buzzer, dan berkaitan juga dengan makin dekatnya putusan Mahkamah Konstitusi, di mana kemungkinan besar Gibran akan menjadi cawapres Prabowo Subianto. “Ya, panas itu bikin kolam makin mendidih, jadi berlompatanlah cebong ke mana-mana mencari selamat. Itu fenomena yang lucu. Harusnya, mereka yang dari awal mendukung Jokowi jangan pindah gerbong dong. Itu nggak jujur. Tenggelam saja sama-sama, itu baru fair. Ini masa di akhir masa jabatan Jokowi, orang-orang Cokro TV kabur, ada yang pergi ke Ganjar, ada yang pergi ke Prabowo. Tokoh-tokoh pendukung Jokowi dari kalangan intelektual justru mulai menghina Jokowi. Nggak begitu etiknya,” ujar Rocky Gerung di kanal You Tubenya Rocky Gerung Official edisi Kamis (12/10/23). Memang, lanjut Rocky, dari awal kan tahu akan jadi begini. Lain dengan FNN, yang dari awal memang sudah memastikan ini akan berantakan. Kita menggunakan istilah saling amputasi, tapi tetap orang tidak percaya karena fanatisme itu. “Dan memang dari awal Jokowi itu bukan separuh dewa. Itu betul-betul mau jadi dewa kok dari awal,” ujar Rocky. Menurut Rocky, terlalu dungu mereka yang menganalisis bahwa Jokowi bisa betul-betul seperti yang mereka harapkan. Karena mereka tidak mampu menghalangi Jokowi untuk bergaul dengan satu dua orang pemodal. Jokowi hanya perlu pemodal dan mereka yang berkumpul di Cokro TV atau relawan dapat tetesan atas perintah Jokowi. Mereka tidak pernah menyadari bahwa Jokowi dari awal sudah memberi sinyal untuk membangun dinasti. Gibran yang pertama kali dicemplungkan ke dalam politik. Lalu orang bilang, hanya Gibran. Tidak, ini pasti berlanjut. Karena kita tahu bahwa Jokowi tidak punya peralatan politik sehingga satu-satunya peralatan politik adalah kekuasaan dia dan itu dia manfaatkan secara maksimal sampai di ruang sidang MK. “Kalau ada teman-teman kalangan buzzer atau relawan Jokowi sekarang mulai marah pada Jokowi, ya dari awal kita saja sudah tahu masa Anda nggak bisa prediksi itu. Tapi, oke, itu lebih baik ada perubahan, semacam pertobatan, daripada jadi dungu seumur hidup. Tetapi, buat saya, kalau kita pakai prinsip-prinsip Aristoteles, misalnya, enggak begitu dong. Ketika Anda mendukung seseorang, walaupun dia buruk, dukung sampai akhir. Itu yang namanya kejujuran,” ungkap Rocky. Kalau begitu, tambah Rocky, mereka menjadi pengkhianat Jokowi. Mereka dua kali berkhianat: di awal dia berkhianat karena seolah Jokowi adalah dewa, di ujung mereka berkhianat karena menemukan Jokowi sebetulnya adalah iblis. Itu dua pengkhianatan. Jadi buat apa. “Menurut saya, sebaiknya sudah, bersama-sama Jokowi saja untuk tenggelam. Itu lebih jujur secara pertanggungjawaban etik,” saran Rocky. Dalam diskusi bersama Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, itu Rocky juga mengatakan bahwa nasib mereka dari awal memang mereka yang menentukan sendiri. Kemampuan analisis intelektual habis, kemampuan untuk mendeteksi secara moral juga habis. Sekarang mereka uring-uringan semua. Kalau uring-uringan pribadi tidak ada soal, tapi ini uring-uringan sambil menyikut teman seiring. “Kita sih senang aja bahwa berantakan di ujung seperti yang sudah kita sebut bahwa ini akan terjadi kakofoni dan memang terjadi kakofoni kan. Tetapi, kita juga ingin minta mereka bertanggung jawab dong. Masa kabur kapal mau tenggelam. Kan nggak ada moralnya itu,” ujar Rocky. “Jadi, mental mereka yang mendukung Jokowi sebenarnya pengecut dari awal. Mereka memang pragmatis dari awal,” imbuh Rocky. “Jadi, tidak bermoral orang yang meninggalkan orang yang tidak bermoral yang di awalnya mereka anggap berhala,” ujar Rocky menyimpulkan.(ida)
Koalisi Aktivis Perubahan Bergerak Siap Menangkan Anies-Muhaimin
Jakarta, FNN | Mencermati dinamika Pilpres 2024 serta setia terhadap agenda Reformasi, sejumlah mantan Ketua Umum Cipayung Plus sepakat mendukung dan membentuk gerakan relawan untuk memenangkan pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) pada Pilpres 2024. Hal itu disampaikan pada diskusi yang mereka lakukan di salah satu cafe di daerah Cikini, Jakarta Pusat (11/10). Forum itu diinisiasi sebagai refleksi dari perjalanan kepemimpinan politik bangsa ini, sekaligus evaluasi perjalanan agenda reformasi serta demokrasi pasca reformasi 1998. Menurut Yusuf Blegur yang juga mantan Presidium GMNI, Demokrasi Pancasila yang dianut bangsa ini semakin tergerus dengan praktek-praktek demokrasi liberal dan oligarki yang mengkooptasi. \"Kita prihatin kehidupan demokrasi kita semakin menjauh dari cita-cita para founding fathers, dikotak-kotak-an ketika momentum Pilpres dan menguatnya liberalisasi serta oligarki dalam kepemimpinan politik.\" tegas Yusuf. Ditambahkan Beni Pramulia, mantan Ketua Umum IMM, bahwa regenerasi kepemimpinan bangsa ke depan harus senantiasa berbasis pada komitmen menjalankan agenda reformasi yang diusung gerakan mahasiswa tahun 1998. \"Jangan kita biarkan demokrasi kita semakin liberal dan bangsa ini dikooptasi para pemilik modal,\" tambah Beni. Mereka menilai pasangan Anies-Muhaimin lahir dari gerakan aktivisme-kemahasiswaan, dengan track kaderisasi bangsa yang otentik, pengalaman pemerintahan yang mumpuni, komit terhadap demokrasi pancasila dan agenda-agenda reformasi. Keduanya terbukti dengan kerja-kerja keberpihakan pada keadilan dan kesejahteraan sosial masyakarat, pendidikan, pemberdayaan kaum santri, UMKM, petani, nelayan dan buruh, serta tentu representasi aspirasi-harapan generasi millenial dan Z ke depan, tambah Taufik, mantan Ketua Umum KAMMI Para aktivis tersebut adalah mantan pimpinan OKP Cipayung Plus dan Gerakan Mahasiswa, yang mendeklarasikan Koalisi Aktivis Perubahan, yakni ;Muhammad Rodli Kaelani (PB PMII), Yusuf Blegur (Presidium GMNI), Taufik Amrullah (PP KAMMI), Chozin (PB HMI), Amirudin (DPP IMM), Beni Pramulia (DPP IMM), Karman (PP GPIII), Mervin Sadipun Komber (PP PMKRI), Fridrik Makanlehi (PP GMKI), Yusuf (PB PII) serta beberapa aktivis gerakan lainnya. Koalisi Aktivis Perubahan ini kata Yusuf segera mensinergiskan jaringan dan memasifkan gerakan hingga ke daerah-daerah. Mereka pun meyiapkan event terbuka dukungan aktivis-aktivisi Cipayung Plus bagi pasangan Anies-Muhaimin ini. (Ida)