ALL CATEGORY
MKMK Putuskan Anwar Usman Hakim Tanpa Palu
Oleh Djonny Edward | Wartawan Senior Forum Keadilan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memutuskan memberhentikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman karena dianggap melakukan pelanggaran etika konstitusi. Anwar didakwa melanggar prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi dan prinsip kepantasan dan kesopanan. “Karena itu MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi,” tegas Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dengan didampingi Anggota MKMK Wahiduddin Adams dan Bintan R. Saragih, dalam Pengucapan Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 yang digelar di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK pada Selasa (7/11). Dalam amar putusan tersebut, MKMK juga memerintahkan Wakil Ketua MK dalam waktu 2x24 jam sejak putusan itu selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kemudian, Anwar Usman tidak berhak mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya berakhir. Anwar juga tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan. Dalam Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 tersebut, Anggota MKMK Bintan R. Saragih memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion). Bintan menyatakan pemberhentian tidak dengan hormat kepada Anwar Usman sebagai Hakim Konstitusi. Sebab dalam pandangan akademisi yang telah menjadi dosen sejak 1971 ini, Anwar telah terbukti melakukan pelanggaran berat. Hanya pemberhentian tidak dengan hormat yang seharusnya dijatuhkan terhadap pelanggaran berat. “Dasar saya memberikan pendapat berbeda yaitu “pemberhentian tidak dengan hormat” kepada Hakim Terlapor sebagai Hakim Konstitusi, in casu Anwar Usman, karena Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat. Sanksi terhadap “pelanggaran berat” hanya “pemberhentian tidak dengan hormat” dan tidak ada sanksi lain sebagaimana diatur pada Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi,” kata Bintan R. Saragih. Sebelumnya, MKMK telah menerima 21 laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Atas laporan tersebut, MKMK menggelar sidang pemeriksaan. Hingga akhirnya lahirlah putusan. Ketua MKMK membagi 21 laporan tersebut dalam empat klasifikasi putusan, yakni pertama, Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi atas Terlapor Ketua MK Anwar Usman yang dilaporkan oleh Denny Indrayana dkk. Kedua, Putusan MKMK Nomor 03/MKMK/L/11/2023 terhadap Terlapor Wakil Ketua MK Saldi Isra yang dilaporkan oleh Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN), dkk. Ketiga, Putusan MKMK Nomor 04/MKMK/L/11/2023 terhadap Terlapor Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang dilaporkan oleh Lembaga Bantuan Hukum Cipta Karya Keadilan, dkk. Keempat, Putusan MKMK Nomor 05/MKMK/L/11/2023 terhadap Terlapor Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Daniel Yusmic P. Foekh, dan M. Guntur Hamzah (Para Hakim Konstitusi) yang dilaporkan oleh Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), dkk. RPH Bocor MKMK juga menjatuhkan putusan terhadap Terlapor Wakil Ketua MK Saldi Isra. Dalam Putusan MKMK Nomor 03/MKMK/L/11/2023, MKMK menyatakan Saldi Isra tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sepanjang terkait pendapat berbeda (dissenting opinion). Saldi bersama para hakim lainnya terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sepanjang menyangkut kebocoran informasi Rahasia Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dan pembiaran praktik benturan kepentingan para Hakim Konstitusi dalam penanganan perkara. “Menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif terhadap Hakim Terlapor dan Hakim Konstitusi lainnya,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie. Pertimbangan MKMK yang dibacakan Wahiduddin Adams menyatakan, dissenting opinion dari Saldi Isra tidak terbukti melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Namun terhadap masalah kebocoran informasi rahasia RPH dan kebiasaan praktik benturan kepentingan dalam penanganan perkara di MK, Saldi secara bersama-sama terbukti tidak dapat menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam RPH yang bersifat tertutup, sehingga melanggar Prinsip Kepantasan dan Kesopanan, Penerapan angka 9. Sementara amar Putusan MKMK Nomor 04/MKMK/L/11/2023 menyatakan Hakim Konstitusi Arief Hidayat tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sepanjang terkait pendapat berbeda (dissenting opinion). “Hakim Terlapor terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan sepanjang terkait dengan pernyataan di ruang publik yang merendahkan martabat Mahkamah Konstitusi dan menjatuhkan sanksi teguran tertulis,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membacakan amar putusan. Jimly dalam amar putusan juga menyatakan Arief secara bersama-sama dengan para hakim lainnya terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan sepanjang menyangkut kebocoran informasi rahasia RPH dan pembiaran praktik benturan kepentingan para Hakim Konstitusi dalam penanganan perkara dan menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif terhadap Hakim Terlapor dan Hakim Konstitusi lainnya. Bintan R. Saragih membacakan pertimbangan MKMK mengatakan, ceramah yang disampaikan Arief Hidayat dalam Konferensi Hukum Nasional pada Rabu, 25 Oktober 2023 dan di beberapa media merupakan sebuah upaya untuk turut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Meskipun materi muatan dalam ceramah Arief menunjukkan sisi keprihatinannya pada situasi perkembangan dan penegakan hukum di negara Indonesia, sikap dan perilaku Arief dengan menggunakan “baju hitam” merupakan suatu perilaku dan citra yang tidak pantas. Semestinya Arief sebelum menyampaikan ceramah maupun sebagai narasumber harus membangun persepsi publik terhadap Mahkamah agar tidak makin terpuruk. Sebab, sikap dan ujaran demikian dapat saja berpotensi mengikis tingkat kepercayaan publik terhadap institusi MK secara kelembagaan. Benturan Kepentingan Sementara Putusan MKMK Nomor 05/MKMK/L/11/2023 dengan Terlapor enam Hakim Konstitusi, yaitu Manahan M.P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Daniel Yusmic P. Foekh, dan M. Guntur Hamzah (Para Hakim Konstitusi). Dalam amar putusan, MKMK menyatakan Para Hakim Terlapor secara bersama-sama terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan.
Indonesia Berduka: Majelis Kehormatan MK Menjadi Penjaga Kehormatan Anwar Usman
Oleh: Anthony Budiawan | Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) MAJELIS Kehormatan Mahkamah Konstitusi (Majelis Kehormatan MK) menyatakan Anwar Usman, hakim konstitusi terlapor dugaan pelanggaran kode etik, terbukti bersalah melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim, sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama. Dengan hanya menyebut “melanggar kode etik Sapta Karsa Hutama”, Majelis Kehormatan MK terkesan mendegradasi kesalahan Anwar Usman dari pelanggaran berat menjadi “tidak berat”. Karena Sapta Karsa Hutama hanya dokumen berisi deklarasi yang mengatur butir-butir kode etik dan perilaku hakim konstitusi, dimuat di dalam lampiran Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 9/PMK/2006. Peraturan ini sendiri tidak mengatur sanksi atas pelanggaran kode etik dimaksud. Seharusnya, Majelis Kehormatan MK menyatakan secara jelas dan spesifik, Anwar Usman melanggar pasal apa, di peraturan yang mana, atau undang-undang yang mana. Tanpa menyebut itu semua, masyarakat tidak bisa mengukur bobot dari pelanggaran berat Anwar Usman, dan sanksi yang pantas diberikan kepadanya. Upaya mendegradasi atau meringankan pelanggaran berat Anwar Usman ini juga terlihat dari pengenaan sanksi kepadanya. Anwar Usman hanya dikenakan sanksi “diberhentikan dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi”. Tetapi tidak diberhentikan sebagai hakim konstitusi. Pemberian sanksi “ringan” ini melanggar Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) No 1/2023, pasal 47 butir b, yang menyatakan secara eksplisit bahwa hakim konstitusi yang terbukti melakukan pelanggaran berat wajib “diberhentikan dengan tidak hormat”. Pasal 47 PMK 1/2023: “Dalam hal Hakim Terlapor atau Hakim Terduga, menurut Majelis Kehormatan, terbukti melakukan pelanggaran berat, Majelis Kehormatan menyatakan: a. Hakim Terlapor Terbukti melakukan pelanggaran berat; b. Menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat. Selain itu, sanksi yang diberikan Majelis Kehormatan kepada Anwar Usman juga melanggar Pasal 23 ayat (1) huruf h UU No 7/2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU No 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yang berbunyi: “Hakim konstitusi diberhentikan tidak dengan hormat apabila, melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi.” Anggota Majelis Kehormatan, Bintan Saragih, juga berpendapat sama. Bintan Saragih menyampaikan dissenting opinion atas pemberian sanksi yang tidak sesuai peraturan dan undang-undang. Bintan Saragih: Sanksi terhadap “pelanggaran berat” hanya “pemberhentian tidak dengan hormat”, dan tidak ada sanksi lain, sebagaimana diatur pada Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Jimly Asshiddiqie dan Wahiduddin Adams, dua anggota Majelis Kehormatan MK lainnya, yang masing-masing merangkap sebagai Ketua dan Sekretaris Majelis Kehormatan, tentu saja mengerti sepenuhnya. Jimmy Asshiddiqie memberi dua alasan pembenaran atas pemberian sanksi yang melanggar peraturan dan UU tersebut. Pertama, Jimly Asshiddiqie berpendapat, pemberian sanksi harus mempertimbangkan ukuran proporsionalitas, seperti pada kasus pidana. Jimly Asshiddiqie memberi perbandingan, pada kasus pidana, majelis hakim wajib memperhatikan alasan-alasan yang dapat dipergunakan untuk meringankan atau justru memperberat sanksi yang akan dijatuhkan. Alasan yang dikemukakan Jimly Asshiddiqie tidak tepat dan tidak relevan untuk kasus pelanggaran berat kode etik hakim. Karena, “jumlah” sanksi pada kasus pidana tidak diatur di dalam UU. Yang diatur hanya batas sanksi “maksimum”, sehingga majelis hakim mempunyai hak subyektif dalam menjatuhkan sanksi hukuman kepada terpidana, sepanjang tidak bertentangan dengan UU. Sepanjang sanksi tidak lebih dari batas “maksimum” setinggi-tingginya, maka putusan majelis hakim tidak melanggar UU. Tetapi, sanksi pelanggaran berat hakim konstitusi hanya satu, seperti diatur sangat jelas di dalam PMK dan UU. Yaitu, pemberhentian tidak dengan hormat. Kalau memang mau mempertimbangkan hal yang meringankan, seharusnya dilakukan sewaktu menentukan bobot pelanggaran, apakah Anwar Usman melakukan pelanggaran berat atau tidak. “Vonis” bahwa Anwar Usman melakukan pelanggaran berat harus dimaknai sudah melalui semua pertimbangan, dan tidak ada hal yang bisa meringankan lagi. Alasan kedua, Jimly Asshiddiqie mengatakan, hakim konstitusi yang “diberhentikan tidak dengan hormat” dapat mengajukan banding, sehingga sanksi tersebut bisa membuat penyelesaian perkara menjadi berlarut-larut dan tidak pasti. Terutama mengingat agenda pilpres sudah sangat dekat. Alasan kedua ini juga tidak masuk akal. Sanksi kepada Anwar Usman tidak pengaruh pada agenda dan jadwal pilpres, karena Majelis Kehormatan tidak mengubah putusan MK No 90 terkait syarat batas usia calon wakil presiden. Sehingga, upaya banding Anwar Usman, seandainya ada, tidak mempunyai dampak sama sekali terhadap agenda pilpres. Sebaliknya, sanksi Majelis Kehormatan yang tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku akan memberi dampak sangat negatif. Sanksi ini membuat reputasi MK terpuruk, dan kepercayaan masyarakat hilang. Hakim konstitusi yang melakukan pelanggaran berat dianggap masih layak menjadi hakim konstitusi. Ini contoh (yuris prudensi) yang sangat buruk. Bagaimana masyarakat bisa percaya MK? Dengan masih menjabat hakim konstitusi, Anwar Usman masih menyandang “yang mulia, yang terhormat”, padahal tidak. Karena seharusnya diberhentikan tidak dengan hormat. Oleh karena itu, tidak salah kalau masyarakat beranggapan, sanksi yang diberikan Majelis Kehormatan MK kepada Anwar Usman, yang hanya memberhentikannya dari jabatan Ketua MK, sejatinya untuk mempertahankan dan menyelamatkan kehormatan Anwar Usman. Dengan cara melanggar undang-undang. —- 000 —-
Dinasti Politik Mengancam Demokrasi
DINASTI politik dan politik dinasti adalah dua hal yang berbeda. Dinasti politik adalah sistem reproduksi kekuasaan yang primitif karena mengandalkan darah dan keturunan dari hanya beberapa orang. Politik dinasti adalah proses mengarahkan regenerasi kekuasaan bagi kepentingan golongan tertentu (contohnya keluarga elite) yang bertujuan mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan. Dinasti politik merupakan musuh demokrasi karena dalam demokrasi, rakyatlah yang memilih para pemimpinnya. Marcus Mietzner dalam paper yang berjudul Indonesia’s 2009 Elections: Populisme, Dynasties and the Consolidation of the Party System, menilai bahwa kecenderungan politik dinasti cukup menguat dalam politik kontemporer Indonesia. Praktik politik dinasti menurutnya tidak sehat bagi demokrasi, antara lain karena kontrol terhadap pemerintah yang diperlukan dalam demokrasi, misalnya checks and balances, menjadi lemah. Dinasti politik dalam dunia politik modern dikenal sebagai elit politik yang berbasiskan pertalian darah atau perkawinan sehingga sebagian pengamat politik menyebutnya sebagai oligarkhi politik. Dalam konteks Indonesia, kelompok elit adalah kelompok yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi proses pembuatan keputusan politik. Sehingga mereka relatif mudah menjangkau kekuasaan atau bertarung memperebutkan kekuasaan. Menguatnya jaringan politik yang dibangun oleh dinasti politik berdasarkan kedekatan politik keluarga menyebabkan tertutupnya rekrutmen politik bagi orang-orang di luar dinasti. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Turner bahwa suatu jaringan mempunyai pengaruh penting terhadap dinamika transisi kekuasaan politik yang bisa berdampak terhadap tertutupnya rekrutmen politik. Politik oligarki harus dihindari, karena bisa mengancam demokrasi Indonesia. Partai yang seharusnya mampu mengakomodir suara rakyat, bisa saja pada akhirnya hanya digunakan oleh kepentingan individu atau kelompok tertentu. ©
Mahasiswa UNUSIA Menggugat Syarat Batas Usia Capres-Cawapres
Jakarta, FNN - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Brahma Aryana menggugat Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu yang telah dimaknai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 perihal syarat batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).Pemohon dalam petitumnya meminta frasa “yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah” pada pasal digugat diubah menjadi “yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi”.“Sehingga bunyi selengkapnya “Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi,” kata Viktor Santoso Tandiasa, kuasa hukum Brahma Aryana, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung MK RI, Jakarta, Rabu.Viktor menjelaskan, alasan pemohon mengajukan gugatan uji materi itu adalah karena melihat komposisi hakim konstitusi yang mengabulkan permohonan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Menurut pemohon, komposisi hakim yang mengabulkan permohonan itu tidak bulat.Diketahui, terdapat lima hakim konstitusi yang sepakat untuk mengabulkan permohonan. Di antara lima hakim konstitusi itu, ada tiga hakim yang setuju bahwa anggota legislatif dan kepala daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang berusia di bawah 40 tahun dapat mendaftar sebagai capres/cawapres.Sementara itu, dua hakim konstitusi lainnya sepakat bahwa hanya kepala daerah pada tingkat provinsi yang berumur di bawah 40 tahun diperbolehkan mendaftar kontestasi pilpres. Dua hakim tersebut adalah Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh.Atas dasar pertimbangan tersebut, pemohon meyakini bahwa hanya pengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi, dalam hal ini gubernur, yang bulat disepakati oleh kelima hakim.“Artinya apabila diakumulasikan pilihan dari lima hakim konstitusi yang setuju permohonan 90/PUU-XXI/2023 dikabulkan, hanyalah pada syarat ‘berpengalaman sebagai kepala daerah pada tingkat provinsi sebagai gubernur’. Karena terhadap syarat tersebut, tiga hakim konstitusi (Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan M.P. Sitompul), tidak menolaknya,” kata Viktor.Selain itu, Viktor juga mengatakan bahwa Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang telah dimaknai dengan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dapat mempertaruhkan nasib Indonesia sebagai negara luas dengan penduduk yang banyak. Pemohon menilai, capres dan cawapres seharusnya memiliki pengalaman, kemapanan, dan kedewasaan memimpin.“Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ucap Viktor membacakan petitum.Sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 itu dipimpin oleh hakim konstitusi Suhartoyo, didampingi Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah. Dari sidang hari ini, pemohon diminta memperbaiki permohonannya.(sof/ANTARA)
KPK Bantarkan Syahrul Yasin Limpo ke Rumah Sakit
Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantarkan Syahrul Yasin Limpo (SYL) ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto pada Selasa malam (7/11). \"Setelah kami cek, benar, dirawat atas rujukan dokter Rutan KPK,\" kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu. Ali menerangkan bahwa Syahrul Yasin Limpo awalnya dibawa ke rumah sakit untuk berobat pada Selasa siang dan dibantarkan pada Selasa malam. \"Kemarin (7/11) siang berobat ke RS dan malamnya dibantarkan,\" kata Ali. Meski demikian Ali belum memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai masalah kesehatan SYL yang membuat mantan menteri pertanian itu harus dirawat di rumah sakit. KPK pada Jumat, 13 Oktober 2023, resmi menahan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian Muhammad Hatta (MH) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi di kementerian tersebut. Perkara dugaan korupsi tersebut bermula saat SYL menjabat sebagai Menteri Pertanian periode 2019 sampai 2024. Dengan jabatannya tersebut, SYL kemudian membuat kebijakan personal yang di antaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, termasuk keluarga intinya. Kurun waktu kebijakan SYL untuk memungut hingga menerima setoran tersebut berlangsung dari tahun 2020 sampai 2023. SYL menugaskan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Kementan Muhammad Hatta (MH) untuk melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II. Dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa. Atas arahan SYL, KS dan MH memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, yakni para direktur jenderal, kepala badan hingga sekretaris masing-masing eselon I. Dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL dengan kisaran besaran mulai 4.000 dolar AS sampai dengan 10.000 dolar AS. Penerimaan uang melalui KS dan MH sebagai representasi orang kepercayaan SYL itu dilakukan rutin setiap bulan-nya dengan menggunakan pecahan mata uang asing. KPK mengatakan bahwa uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sebagai bukti permulaan berjumlah sekitar Rp13,9 miliar. Meski demikian tim penyidik KPK masih terus melakukan penelusuran lebih mendalam terhadap jumlah pastinya. SYL, KS, dan MH telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan selama 20 hari di rumah tahanan (Rutan) KPK untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut. Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan tersangka SYL, turut pula disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).(sof/ANTARA)
KY Menandatangani MoU Dengan KPU Mendukung Kelancaran Pemilu
Jakarta, FNN - Komisi Yudisial (KY) menandatangani nota kesepahaman dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk bersama-sama mendukung penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) yang baik dengan menjaga dan menegakkan integritas hakim. Ketua KY Amzulian Rifai mengatakan bahwa penandatanganan nota kesepahaman ini penting karena sebagai lembaga negara, KY harus turut dalam menyukseskan pemilu. \"Melalui nota kesepahaman ini, KY juga ingin bekerja sama dengan KPU untuk memberikan pendidikan bagi para hakim, terutama di tengah aturan pemilu yang berkembang dinamis,\" kata Amzulian dalam sambutan saat penandatanganan nota di Kantor KY, Jakarta, Kamis. Setiap tahun, kata dia, 600 hakim diberi pelatihan di berbagai bidang sesuai dengan kebutuhan negara, seperti di bidang pajak, tipikor, dan pemilu. \"Ke depan, KY bisa memberikan pelatihan seputar kepemiluan. Hakim akan sulit mengadili bila tidak paham aspek-aspek yang spesifik terkait dengan pemilu,\" kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya itu. Nota kesepahaman yang berlaku 5 tahun ini mengatur enam ruang lingkup, yakni: pertama, pertukaran informasi; kedua, koordinasi penyelesaian permohonan pemantauan dan pengaduan perkara pemilu; ketiga, peningkatan kapasitas hakim terkait dengan penyelenggaraan pemilu; keempat, sosialisasi pemilu; kelima, pemanfaatan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia; keenam, pemanfaatan sarana dan prasarana. Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy\'ari menekankan bahwa nota kesepahaman ini penting agar KY dan KPU dapat bertukar informasi dan data dengan lebih mudah. Diungkapkan pula bahwa berbagai permasalahan yang sedang dihadapi KPU, mulai pelaporan ke Bawaslu, gugatan di PTUN, hingga sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK), termasuk gugatan Partai Prima kepada KPU yang dinilai salah sasaran. \"Apakah mungkin KY memberikan semacam pendekatan preventif kepada para hakim? Misalnya, seharusnya keputusan KPU merupakan keputusan tata usaha negara (TUN) sehingga pengujiannya di peradilan TUN. Apabila diputus di luar kewenangan, tentu akan menjadi problem,\" ungkapnya.(sof/ANTARA)
Anwar Usman Merasa Difitnah, Arsjad: Biar Rakyat yang Menilai
Jakarta, FNN - Ketua TPN Ganjar-Mahfud Arsjad Rasjid mempersilakan rakyat menilai sendiri pernyataan mantan Ketua MK Anwar Usman yang merasa difitnah secara keji terkait dengan penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai syarat usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).\"Rakyat Indonesia sudah menyaksikan, sudah melihat dan sudah ada yang namanya putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang sudah jelas sekali. Jadi, biarlah rakyat yang menilai tersebut,\" ujar Arsjad usai bertemu dengan ketua umum partai politik pengusung Ganjar-Mahfud di Gedung High End, Jakarta, Rabu.Arsjad mengatakan bahwa semua orang memiliki hak asasi manusia (HAM) untuk mengutarakan pendapatnya.Untuk itu, Arsjad tak mempersoalkan apabila Anwar merasa dirinya difitnah.\"Setiap manusia itu mempunyai hak asasi manusia. Itu adalah keputusan Pak Anwar,\" tegasnya.Menurut Arsjad, masyarakat Indonesia tak dapat dibohongi dengan adanya intervensi Anwar dalam memutuskan batas usia capres/cawapres. Namun, dia melihat hal itu sebagai bagian dari proses demokrasi.\"Hak harus ada, tetapi rakyat mengerti, rakyat melihat, dan rakyat mendengar,\" jelas Arsjad.Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman merasa difitnah secara keji terkait dengan penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai syarat usia minimal capres dan cawapres.\"Fitnah yang dialamatkan kepada saya terkait dengan penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah fitnah yang amat keji,\" kata Anwar dalam konferensi pers di Gedung MK RI, Jakarta, Rabu.Dikatakan oleh Anwar bahwa fitnah yang dilayangkan kepada dirinya tidak berdasar hukum.Ia mengaku tidak akan mengorbankan diri, martabat, dan kehormatannya di ujung masa pengabdiannya sebagai hakim demi meloloskan pasangan calon tertentu.Menurut Anwar, pengambilan putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dilakukan secara kolektif kolegial oleh sembilan hakim konstitusi.Di sisi lain, Anwar menyadari bahwa perkara batas usia capres/cawapres tersebut sangat kuat muatan politik.Namun, sebagai hakim konstitusi yang berasal dari hakim karier, Anwar menyebut dirinya tetap patuh terhadap asas-asas dan ketentuan hukum yang berlaku karena tidak ingin membohongi hati nurani.Majelis Kehormatan MK menyimpulkan bahwa Anwar Usman terbukti tidak menjalankan fungsi kepemimpinan secara optimal dan terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam pengambilan putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.Oleh sebab itu, Anwar dinyatakan melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Anwar dijatuhi sanksi pemberhentian dari jabatannya sebagai Ketua MK.\"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor,\" kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan amar putusan di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa (7/11).(sof/ANTARA)
Hasto Menunggu Pengembalian KTA Bobby Hingga Kamis Besok
Jakarta, FNN - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengaku masih menunggu Bobby Nasution untuk mengembalikan Kartu Tanda Anggota (KTA) partai hingga batas waktu yang diberikan yakni, Kamis (9/11) besok.Pasalnya, pada Senin (6/11), Ketua Bidang Kehormatan PDI Perjuangan Komarudin Watubun memberikan waktu dua sampai tiga hari kepada Bobby Nasution untuk KTA partai berlambang banteng bermoncong putih itu.\"Ya, semua melalui proses klarifikasi, karena kami bukan partai tirani. Kami Partai Demokrasi Indonesia yang memegang kultur demokrasi, sehingga melalui klarifikasi Pak Komarudin sudah melakukan itu dan kami tunggu dari batas waktu yang ada,\" ujar Hasto di Gedung High End, Jakarta, Rabu.Menurut dia, ketika kader PDIP mendukung pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden lainnya, maka mereka harus mengundurkan diri. Adapun PDIP bersama Hanura, Perindo, dan PPP telah mengusung Ganjar Pranowo-Mahfud Md.di Pilpres 2024.Pria asal Yogyakarta itu juga masih belum bisa memastikan apakah Bobby sudah mengembalikan KTA PDIP pada hari ini. Sebab, dirinya tengah melakukan rapat bersama TPN Ganjar-Mahfud.\"Ini seharian kami rapat di TKN, di Tim Pemenangan Nasional, sehingga kami akan melakukan pengecekan kepada Pak Komarudin Watubun,\" jelasnya.Sebelumnya, Ketua Bidang Kehormatan PDI Perjuangan Komarudin Watubun memberikan waktu dua sampai tiga hari kepada Wali Kota Medan Bobby Nasution untuk mengembalikan Kartu Tanda Anggota (KTA) partainya.\"Kami kasih tadi dua tiga hari ini, nanti dia (Bobby) akan sampaikan,\" ujar Komar, sapaan akrabnya usai bertemu Bobby di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin (6/11).Menurutnya, Bobby harus mengembalikan KTA PDIP bila memilih bergabung untuk mendukung pasangan bakal calon presiden Gibran Rakabuming Raka. Kendati demikian, Bobby juga masih ingin menjadi kader PDIP.Untuk itu, ia meminta menantu Presiden Jokowi itu segera memutuskan pilihannya. Sebab, partai berlambang banteng moncong putih itu tidak bermain \"dua kaki\" dalam Pilpres 2024.\"Apalagi kan pemimpin itu harus menentukan pilihan, tidak bisa mau ambil semua kan?\" katanya.\"Ya, silakan kau pergi beberapa hari ini, ya. Lalu kembalikan KTA, PDI Perjuangan, sebagai tanda pengunduran diri dari PDI Perjuangan,\" sambung Komar.Bobby Nasution memenuhi panggilan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto untuk dimintai klarifikasi terkait dukungannya kepada pasangan Prabowo-Gibran.Bobby tiba di Kantor DPP PDIP pukul 15.48 WIB. Usai bertemu selama satu jam, dia enggan mengungkapkan materi pertemuan dengan Komarudin.Bobby mengatakan akan menemui Komarudin lagi dalam waktu dekat. \"Nanti dalam beberapa hari lagi saya sampaikan lagi,\" ucap Bobby.(sof/ANTARA)
Anies Ingin Kesadaran Kolektif Warga Indonesia sebagai Warga Dunia
Jakarta, FNN - Bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan ingin mengembalikan paradigma kesadaran kolektif warga Indonesia sebagai warga dunia,\"Yang paling fundamental dikembalikan dalam bangsa ini dan negara ini adalah kesadaran kolektif, bahwa warga Indonesia, warga Indonesia adalah warga dunia,\" katanya dalam pidato sebagai bacapres di Jakarta, Rabu.Kegiatan yang digagas oleh Center for Strategic and International Studies (CSIS), bertajuk gagasan tentang arah dan strategi politik luar negeri. Kegiatan itu turut dihadiri sejumlah perwakilan duta besar negara-negara dunia untuk Indonesia.Selain itu, Anies menjelaskan kepemimpinan selalu berbicara tentang dunia, berpartisipasi, tidak absen, tidak menjadi penonton dan tidak memandang dunia semata-mata sebagai tempat lain.\"Tetapi kita anggota dari sebuah kemasyarakatan, kemanusiaan yang selalu harus terlibat. Paradigma ini yang ingin kita kembalikan, di dalam perjalanan ke depan republik ini,\" katanya menegaskan.Lanjut dia, kesadaran warga Indonesia sebagai warga dunia sudah dilakukan oleh para pendiri bangsa, khususnya dalam Konferensi Asia Afrika Tahun 1955 di Bandung.\"Soekarno dan generasinya, menempatkan Indonesia sebagai warga dunia, bukan sekedar sebuah entitas terlepas dari dunia, bagian dari komunitas dunia,\" jelasnya.Lanjut dia, inspirasi dari konferensi di Bandung itu juga menjadi penelitian berbagai warga dunia. Hal itu menunjukkan, ketika Indonesia hadir, Indonesia aktif dan tidak transaksional, ikut hadir memikirkan dunia. Maka dunia mengingat, dunia menjadikan Indonesia sebagai referensi.Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menerima pendaftaran tiga pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden untuk Pilpres 2024, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, serta Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan masa kampanye pemilu yang akan berlangsung mulai 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024, sementara pemungutan suara dijadwalkan akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024.(sof/ANTARA)
Putusan MKMK Belum Bisa Pulihkan Krisis Konstitusi dan Demokrasi, Ini Saran Pakar untuk Membenahi
Jakarta | FNN - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat. Pengamat Politik dari Universitas Veteran Jakarta, Danis TS Wahidin mengatakan krisis konstitusi belum bisa dipulihkan sepenuhnya. Pasalnya, putusan MKMK bisa juga dimaknai sebagai pembuktian serta penegasan bahwa memang terjadi intervensi terhadap proses kandidasi di pemilu 2024, yakni terhadap pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo Gibran Rakabuming Raka. Oleh karena itu, menurut Danis, untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap jalannya pemilu yang fair dan bermartabat dibutuhkan sejumlah langkah korektif. Pertama, yakni Anwar Usman harus mundur sebagai hakim MK. \"Secara struktur MK beliau masih hakim. Dan upaya-upaya yang mendorong Anwar Usman untuk mundur sangat beralasan. Karena beliau melakukan konflik kepentingan dan mencoreng nama MK,\" tegas Danis pada wartawan di Jakarta, Rabu (8/11/2023). Selain itu, untuk memperbaiki kepercayaan publik kepada lembaga negara, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Mulai dari para elit koalisi pendukung capres/cawapres, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Konstitusi dan masyarakat sendiri. Dani berharap MK mereview pasal tentang syarat umur Capres dan Cawapres yang memuat di dalamnya umur dan kelayakan kepala daerah, namun hasil review ini berjalan pada pemilu 2029. Bagi koalisi indonesia maju, Danis menyarankan agar Prabowo Subianto mengganti wakilnya, karena tidak hanya menggerus demokrasi, tetapi juga pasti elektabilitasnya. Dan yang tidak kalah penting, butuh peran DPR untuk menghentikan intervensi dan cawe-cawe Presiden Jokowi dalam proses pemilu 2024. Di tengah cacat demokrasi yang terjadi saat ini, Danis meminta semua pihak bersikap sebagai negarawan. \"Bukan demi kepentingan sesaat, tetapi demi kepentingan bangsa dan negara,\" tegasnya. Danis yang juga Direktur Eksekutif Indodata ini menjelaskan, demokrasi mengajarkan kepada kita tentang proses, nilai hukum, kepercayaan, dan regenerasi. \"Kepercayaan publik pada lembaga-lembaga negara sudah hancur. Dan pemilu ini momentumnya untuk mengembalikannya pada jalan yang benar,\" jelas Danis. Kemudian untuk masyarakat, sebagai pusat dari demokrasi, yang memiliki hak pilih, memberikan hukuman elektoral pada kandidat-kandidat yang menyalahi etika dan nilai-nilai kepatutan Demokrasi, tidak memilih mereka. Bisa Dijerat Pidana Danis menyampaikan, Anwar Usman bisa dijerat pasal pidana. Adik ipar Presiden Joko Widodo ini bisa dijerat Undang-Undang (UU) nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman pasal 17 ayat 6. Lalu UU nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN pasal 21 dan 22. \"Jika Pak Anwar Usman mundur maka upaya pidana bisa diberhenti. Namun jika masih menjadi hakim pihak-pihak yang masih tidak puas dapat mempidanakannya ke Mahkamah Agung. Tetapi ini masih butuh proses yang sangat panjang,\" sebut Danis. Hal senada diungkapkan Analis politik dari Exposit Strategic, Arif Susanto. \"Saya kira kalau dalam situasi sekarang kita mengandaikan kebesaran hati Anwar Usman. Kalau Anwar Usman mau berbesar hati, akan baik kalau dia mundur,\" ujarnya. Selain itu, mundurnya Anwar Usman juga akan memperbaiki citra MK dan mengembalikan kepercayaan publik. \"Kedua, itu akan menjaga muruah lembaga peradilan dan Mahkamah Konstitusi yang sejauh ini babak belur,\" pungkasnya. (Sur)