ALL CATEGORY
Putusan MKMK Jadi Kunci Kembalikan Wibawa Mahkamah Konstitusi
Jakarta | FNN - Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI Indonesia) Jeirry Sumampow menilai sah wacana ada Hak Angket untuk menyelesaikan masalah di tubuh Mahkamah Konstitusi (MK). Tetapi, kunci utama untuk memulihkan wibawa penjaga konstitusi tersebut yakni putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) yang memenuhi rasa keadilan publik. \"Sebagai sebuah hak sih oke-oke saja, tapi kalau gak angket itu digagas untuk kepentingan politik saya kira tidak akan berhasil untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Itu soalnya,\" terangnya saat dihubungi, Jumat (3/11/2023). Hal itu ia kemukakan karena melihat nuansa politik yang cukup kental dalam wacana hak angket. Jeirry mengungkapkan lebih efektif untuk mendorong agar MKMK mampu menjalankan peran dan fungsinya secara baik dan lurus agar bisa mengembalikan kepercayaan publik pada MK. \"Saya kira berharap banyak dari MKMK, itu jauh lebih strategis dan efektif. Mudah-mudahan mereka tetap berkomitmen menjaga muruah MK, tidak terjebak atau tidak terpengaruh dengan urusan politik yang berkelindan dalam putusan MK,\" ujarnya. Oleh sebab itu, Jeirry mendorong agar publik bersama memperkuat dan mendukung MKMK. Hal itu dinilainya lebih efektif untuk menyelesaikan krisis konstitusi. \"Makanya menurut saya, kita perkuat dan dukung MKMK. Bagi saya itu jauh lebih efektif dan jauh lebih bisa dipercaya publik. Kita juga harus dorong, hakim MKMK memang betul-betul berpikir sebagai negarawan, yang tidak terjebak pada kepentingan politik tertentu atau dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik yang memang berkelindan cukup kental dalam kasus putusan MK ini,\" tuturnya. Menurutnya, jika MKMK tidak mampu menghasilkan putusan yang jernih, maka akan muncul problem lebih besar yakni hilangnya kepercayaan publik pada lembaga pengadil hasil pemilu itu. Padahal, bangsa Indonesia sebentar lagi akan mengadakan hajatan demokrasi Pemilu 2024. \"Kalau itu tidak ada lagi, kita akan jadi tambah rumit,\" ungkapnya. Isu Elit Sementara itu, Peneliti Forum Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI) Lucius Karus mengatakan, penggunaan Hak Angket DPR terhadap MK tidak tepat. \"Hampir semua pakar tata negara menganggap Hak Angket DPR itu merupakan instrumen pengawasan legislatif ke eksekutif. Sementara MK itu masuk kamar Yudikatif. Secara prinsip kerja lembaga yudikatif itu ya mestinya tak bisa diselidiki oleh lembaga politik seperti DPR,\" kata Lucius. DPR yang bekerja atas dasar kepentingan politik tertentu jelas tak bisa netral dalam menilai sebuah keputusan, apalagi jika keputusan itu masih berkelindan dengan dunia politik. Unsur kepentingan politik pada anggota DPR itu membuat setiap anggota hingga setiap fraksi menilai keputusan hukum dari sisi keuntungan atau kerugian secara politik bagi dirinya maupun partainya. \"Karena itu saya kira terkait keputusan MK soal syarat capres-cawapres, jelas bukan objek yang tepat untuk dijadikan alasan penggunaan Angket oleh DPR,\" jelasnya. Menurut dia, Isu terkait angket kepada MK ini lebih merupakan isu elit. Syarat capres-cawapres ini isu elit yang tak berkorelasi langsung dengan kepentingan rakyat. \"Kalau DPR sungguh wakil rakyat sebelum-sebelumnya ada begitu banyak isu terkait kebijakan pemerintah yang terkait langsung dengan rakyat yang seharusnya mendorong penggunaan hak angket. Tetapi karena sebelum ini koalisi pendukung pemerintah dominan, kebijakan pemerintah yang bermasalah justru dibenarkan oleh DPR,\" tegas Lucius. Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan sebagian tentang batas usaia Capres Cawapres, dengan perkecualian bagi mereka yang pernah menjadi pejabat publik. Keputusan ini menjadi karpet merah bagi Gibran Rakabuming, anak Presiden Joko Widodo yang juga keponakan dari Ketua MK, Anwar Usman. MK dianggap meloloskan politik dinasti dan dikecam oleh masyarakat maupun pegiat hukum tata negara. Lalu Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu mengusulkan DPR menggunakan hak angketnya terhadap MK. Namun usulan ini dianggap tidak tepat. \"Saya kira sebagai warga negara, kita selalu mendukung DPR yang kuat dalam hal menggunakan semua kewenangan mereka berdasarkan UU. Ada banyak isu rakyat yang selama ini seharusnya cukup untuk memunculkan penggunaan angket, tetapi DPR justru melempem. Eh sekarang pas lagi runyam urusan Pemilu, DPR seolah-olah baru mulai bekerja,\" pungkas Lucius. (Sur)
Pilpres 2024 Sudah Pasti Curang, Anda Akan Lakukan Apa?
Oleh Asyari Usman | Jurnalis Senior WAKIL Menteri Desa Paiman Raharjo memimpin rapat pemenangan Gibran Rakabuming menjadi wakil presiden. Paiman terekam ketika mengatakan agar jangan dirinya yang tampil di permukaan karena dia pejabat negara. Paiman berkilah bahwa dia adalah ketua umum relawan Sedulur Jokowi. Ini adalah salah satu contoh pelibatan semua pejabat di bawah rezim Jokowi untuk memenangkan Gibran di pilpres 2024. Dopastikan semua pejabat yang berada di posisi kunci tak mungkin lepas dari arahan untuk membantu Gibran. Anda masih percaya dan berharap pilpres 2024 akan bersih? Tidak mungkin! Pilpres akan dicurangi demi Gibran. Para pelaksana tugas (Plt) gubernur, bupati dan walikota yang diangkat oleh Mendagri Tito Karnavian, diminta atau tidak diminta hampir pasti akan ikut berusaha memenangkan Gibran. Semua mereka ditunjuk untuk tujuan merealisasikan keinginan Jokowi. Kepada Anies Baswedan sewaktu makan siang bersama caores (30/10/2023), Presiden Jokowi berbasa-basi menjawab Anies bahwa dia akan mengumpulkan semua pejabat pemerintah untuk diberitahu supaya netral dalam pilpres. Anda percaya kepada Jokowi? Anda percaya dia akan netral? Kalau Anda percaya Jokowi akan netral, boleh jadi itu pertanda kiamat sudah dekat. Kita semua yang menginginkan perubahan haruslah berasumsi bahwa polpres 2024 akan dicurangi supaya Gibran bisa menjadi wakil presiden. Berdasarkan fakta yang kita saksikan di lapangan dan di media sosial, Anies adalah capres yang sangat mereka takuti bakal menang. Karena itu, gunakanlah asumsi ini untuk mempersiapkan diri agar suara Anies jangan sampai dicurangi. Waktu pilpres tidak lama lagi. Tim pemenangan Anies dan ratusan kelompok relawan yang tersebar di seluruh Indonesia perlu mimikirkan bagaimana cara mencegah kecurangan dalam penghitungan suara pilpres. Salah satu yang kini banyak dipikirkan adalah soal saksi di setiap TPS. Ada 820,161 TPS yang tersbar di 83,731 desa dan kelurahan. Tim Anies memerlukan minimal satu saksi di tiap TPS. Para saksi itu haruslah orang yang terlatih dan memiliki stamina. Dan mereka haruslah militan dalam melakukan pengawalan di TPS. Apakah cukop saksi yang militan dan terlatih? Tidak cukup. Kubu AMIN perlu menyiapkan perangkat yang cekatan untuk menghadapi sengketa di MK dan MA. Cukup? Juga masih belum. Kenapa? Karena pencurangan pilpres 2024 diperkirakan akan dilakukan jauh kebih dahsyat dari 2019. Karena bagi Jokowi, Gibran wajib menang. Sehingga, kecurangan akan lebih masif dan dilakukan dengan lebih “sofisticated” —lebih canggih. Plus, dana yang tidak terbatas. Selain prinsip Jokowi bahww Gibran tak boleh kalah, ada satu lagi yang tidak boleh terjadi. Yaitu, Anies menang. Bagi Jokowi, Anies harus padam di pilpres. Nah, apakah Jokowi saja yang punya prinsip tak boleh kalah? Tentu tidak. Para pendukung Perubahan juga keras dalam sikap. Pendukung kubu Perubahan siap berjuang matathon di level apa pun. Bagi mereka, kecurangan tidak akan diterima begitu saja. Kali ini, rakyat siap menghdapi segala kemungkinan. Termasuk kemungkinan penyelesaian di luar julur hukum. Diperkirakan, massa yang selama ini menunjukkan antusias dalam jumlah ratusan ribu hingga jutaan, akan siap melawan skenario jahat para penguasa. Terima kasih telah membaca tulisan ini. Tapi, ada satu pertanyaan. Yaitu, kalau pilpres sudah pasti curang, Anda akan lakukan apa?[]
Tidak Akan Dipecat, Megawati Perlu Gibran di Kubu Prabowo
Oleh Asyari Usman | Jurnalis Senior Publik masih menunggu-nunggu apakah Gibran Rakabuming akan dipecat dari PDIP. Kalau dia dipecat, barulah publik yakin bahwa kemarahan Bu Mega dan jajaran PDIP kepada Gibran —dan juga Jokowi— sangat serius. Bukan sandiwara. Andaikata jadi dipecat, berarti Mega serius menganggap Gibran berkhianat. Berarti Gibran melecehkan Mega, PDIP, dan segenap jajaran Banteng. Pengkhianatan biasanya dibalas dengan hukuman terberat berupa pemecatan. Tetapi, pemecatan itu belum juga terjadi. Mengapa? Padahal, kesalahan Gibran sangat fatal. Tidak ada sanksi lain kecuali pemecatan dan pengusiran dari PDIP. Kenyataanya? Para senior Banteng hanya berteriak-teriak kepanasan. Kebakaran jenggot. Kecolongan dan sebagainya. Tidak ada tindakan serius terhadap Gibran. Beberapa hari, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan PDIP kecewa, sedih, dan sakit hati ditinggal oleh Gibran dan juga Jokowi. Menurut Hasto, PDIP telah memberikan restu dan dukungan kepada keluarga Jokowi berkali-kali. Hanya permintaan tiga periode yang ditolak Bu Mega. Nah, mengapa Gibran masih belum juga dipecat? Mengapa Megawati seperti gamang memecat Gibran? Inilah yang akan kita telusuri. Sebetulnya, semua orang bisa melihat secara kasat mata mengapa pengkhianatan besar Gibran itu aman-aman saja. Ada rasionalitas di balik itu. Ada sesuatu yang sangat besar bagi Mega dan PDIP. Intinya, mustahil Mega akan memecat Gibran. Tidak seperti Budiman Sudjatmiko yang juga menyeberang ke kubu Prabowo Subianto. Kenapa mustahil? Karena percaturan yang sesungguhnya adalah bahwa Bu Mega dan PDIP sangat memerlukan Gibran berada di posisi penting di kubu Prabowo. Inilah jawabannya. Gibran sebagai wapres lewat kecurangan pilpres tahun depan akan tetap dianggap sebagai kader PDIP. Walaupun Girban dibajak oleh Golkar yang mencawapreskan dia. Dengan tidak memecat Gibran, berarti dia menjadi wakil Mega dan PDIP di kubu Prabowo. Sewaktu-waktu Gibran bisa menemui Bu Mega ketika nanti dia duduk sebagai wapres. Ada keuntungan lain Gibran berada di kubu Prabowo. Yaitu, PDIP terhindar dari tudingan mengacak-acak konstitusi lewat MK. Kalau Gibran dipasangkan dengan Ganjar Pranowo, maka parpol lain tidak akan mau ikut koalisi karena Ganjar dan Gibran berasal dati satu partai. Sekarang, bagaimana dengan Jokowi? Dia pun belum dipecat oleh Mega? Mengapa dipertahankan? Tidak lain karena Gibran dan Jokowi itu satu paket. Tidak bisa dijadikan dua hal yang terpisah.[]
Jangan Berharap Jokowi Bersikap Netral
Oleh Yarifai Mappeaty | Pemerhati Politik Anies, Prabowo, dan Ganjar, Bacapres 2024, telah makan siang bareng di istana bersama Presiden Jokowi. Suatu kabar baik. Setidaknya, Jokowi melanjutkan tradisi positif yang diwariskan SBY pada Pilpres 2014. Secara simbolik, Jokowi bemaksud mengungkapkan bahwa ia akan bersikap netral pada Pilpres 2024. Tetapi, apakah dengan begitu kita lantas percaya bahwa Jokowi benar-benar akan bersikap netral? Rasa-rasanya sulit. Sebab bagaimana mau percaya, sedangkan Jokowi sendiri sejak jauh-jauh hari sudah menskenariokan “all the president’s men”, seperti diungkapkan oleh Romahurmuzy pada Tvonenews.com, 1 Mei 2023. Melalui skenario itu, Jokowi menghendaki semua Capres yang bakal muncul adalah orangnya. Sehingga siapapun yang kemudian terpilih menjadi presiden, juga adalah orangnya. Rommy, begitu mantan Ketua Umum DPP PPP itu dipanggil, kurang lebih menyebutnya sebagai Capres boneka. Ada banyak spekulasi yang berkembang terkait hal itu. Namun yang paling mengemuka adalah bahwa agar legacy yang bakal ditinggalkan Jokowi dapat berkelanjutan. Kedengarannya “indah” memang, tapi sebenarnya sumir, sebab setiap generasi adalah milik zamannya. Kelak mau diapakan negara ini, tergantung kebutuhan mereka. Lagi pula, jika memang itu alasannya, mengapa tidak memilih tetap bersama Megawati dan PDIP untuk mendukung Ganjar Pranowo? Padahal, memang kurang apa PDIP mendukung kebijakan Jokowi selama ini sehingga harus pindah ke lain hati? Oleh karena itu, penulis malah lebih condong pada pendapat yang tak kalah spekulatifnya, bahwa sebenarnya, Jokowi cawe-cawe karena demi kebutuhan pribadi dan keluarganya pasca lengser dari kekuasaan. Yaitu, kebutuhan akan rasa aman dan nyaman. Mungkin Jokowi merasa bahwa kebutuhan akan kedua hal itu tidak didapatkan jika tetap bersama dengan PDIP. Atau paling tidak PDIP dapat memberinya rasa aman, namun tetap saja tidak bisa mendapatkan rasa nyaman, karena statusnya terlanjur sebagai petugas partai. Bahkan sebetulnya, ide membangun dinasti, boleh jadi justeru lahir dari tuntutan akan kebutuhan tersebut. Faktanya, kita pun menyaksikan pada periode kedua Jokowi menjabat presiden, Gibran sang pangeran menjadi Walikota Solo, dan Bobby sang menantu menjadi Walikota Medan, begitu mudahnya. Lalu, sembari menunggu mereka matang, tentu saja melalui proses pematangan yang dipercepat, wacana perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode pun digulirkan. Jika itu berhasil, maka Gibran, khususnya, sudah 42 tahun pada 2029, sudah melampaui syarat batas minimun usia Capres dan Cawapres. Akan tetapi, menyadari wacana perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode menemui jalan buntu, terutama karena ditolak oleh PDIP, maka rencana B pun dijalankan. Yaitu, skenario all the president’s men. Siapapun Bacapresnya, tetap saja Gibran didorong menjadi Bacawapres sebagai jaminan bagi Jokowi untuk memenuhi kebutuhan aman dan nyaman pasca lengser. Masalahnya, sang pangeran belum cukup umur. Ah, itu bukan masalah. Solusinya adalah judicial review terhadap Undang-Undang yang mengatur batasan minimum usia Bacawapres di Mahkamah Konstitusi (MK). Apa lagi di sana sudah ada Paman Anwar menanti. Bahkan boleh jadi posisi Anwar Usman selaku Ketua MK, sebenarnya, juga bukan suatu kebetulan. Untuk memastikan skenario itu berjalan sesuai yang diharapkan, menurut pengakuan Jokowi sendiri, semua Parpol yang memiliki hak untuk mengusung Bacapres, diinteli, menggunakan badan intelijen negara. Para ketua umum Parpol yang pada dasarnya sudah tersandera oleh kasus hukum, pun dibuatnya tak berkutik. Tindakan Jokowi menginteli Parpol itu lantas mengingatkan kita pada skandal penyadapan yang dilakukan oleh Richard Nixon terhadap lawan politiknya. Meskipun Presiden Amerika Serikat itu tidak menggunakan intelijen negara, namun tindakan tersebut tetap dinilai sebagai kejahatan politik, yang pada akhirnya menjadi penyebab bagi Nixon meletakkan jabatannya. Skandal itu kemudian dikenal sebagai “Watergate”, dan telah diangkat ke layar lebar dengan judul “All the president’s men”. Film yang dirilis pada 1976 itu, dibuat berdasarkan novel “All the president’s men” karya Bob Woodward dan Carl Bernstein, dua orang jurnalis Washington Post yang berhasil membongkar skandal Watergate tersebut. Sekalipun Jokowi bukan Nixon, tetapi skenario all the president’s men Jokowi tetap saja berantakan di tengah jalan, lantaran Partai Nasdem ‘mbalelo” mengusung Anies Baswedan sebagai Bacapres. Lalu Ganjar Pranowo yang semula ditenteng Jokowi, tiba-tiba di-take over oleh Megawati, untuk kemudian dijadikan sebagai Bacapres PDIP. Namun, kehilangan Ganjar tak lantas membuat langkah Jokowi terhenti. Tidak ada Ganjar, masih ada Prabowo. Kita pun kemudian menyaksikan cawe-cawe Jokowi demikian masif meng-endorse Ketua Umum Partai Gerindra itu. Ketua Umum Partai Golkar dan PAN pun dibuat tak berkutik, sehingga terpaksa menyerahkan dukungannya kepada Prabowo tanpa syarat. Buktinya, Airlangga Hartarto, Ketua Umum DPP Partai Golkar, yang ketahuan membangun komunikasi secara diam-diam dengan Anies Baswedan, pun dipaksa balik kanan dengan kasus eskpor CPO. Sedangkan Anies dan Muhaimin beruntung bisa lolos dari upaya penjegalan sampai berhasil mendaftar di KPU, meski dengan tertatih-tatih. Mengapa Jokowi lebih memilih Prabowo? Dibandingkan dengan Erick Thohir dan Airlangga, Prabowo dinilai lebih berpotensi memenangkan Pilpres. Dan, selain sebagai pemilik Partai Gerindra, mungkin juga Prabowo lebih mampu meyakinkan Jokowi bahwa dirinya berjanji akan memenuhi rasa aman dan nyaman yang dibutuhkan Jokowi dan keluarganya setelah lengser. Apakah Jokowi percaya begitu saja? Tentu tidak. Untuk itulah Gibran dipaksakan menjadi Cawapres Prabowo sebagai pengikat, agar janji tak mudah diingkari. Sedangkan bagi Prabowo, dipasangkan dengan Gibran bukan soal, meskipun tak memiliki dampak elektoral yang siginifikan. Tetapi jangan lupa, Gibran adalah putra Jokowi. Bahkan, Prabowo yang amat terobsesi menjadi presiden, mendapat endorse Jokowi, seperti mendapatkan durian runtuh. Dan, boleh jadi memang itu yang diharapkan sehingga memilih menyerah untuk menjadi pembantu Jokowi. Padahal, tadinya ia adalah pemimpin utama oposisi dan rival sejati Jokowi. Menyadari bahwa setelah keluar dari istana, harapan Jokowi hanya disandarkan pada Prabowo – Gibran, maka dengan segala kekuasaan yang masih ada di tangannya, apakah Jokowi hanya diam dan membiarkan Prabowo – Gibran, kalah? Oleh karena itu, jangan berharap Jokowi akan bersikap netral. Tetapi, jangan juga mau Pilpres sampai dicurangi [ym] Jakarta, 03 November 2023.
Amien Rais dan Ketum Partai Ummat Ridho Rahmadi Akan Bertemu Presiden Erdogan Bahas Pembebasan Palestina
Jakarta | FNN – Ketua Majelis Syura Amien Rais dan Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi dijadwalkan bertemu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Ankara untuk membahas sejumlah isu. Hal ini terungkap dalam pertemuan sekitar 50 menit rombongan Partai Ummat yang diketuai Wakil Ketua Majelis Syura M.S. Kaban dengan Duta Besar Turki Talip Küçükcan di Kedutaan Besar Turki, Kamis (2/11/2023). Ikut dalam rombongan adalah Wakil Ketua Umum Buni Yani, Anggota Majelis Etik Nazwar Nazaruddin, dan Ketua BPPN Taufik Hidayat. “Jadi maksud kedatangan Partai Ummat ada dua. Pertama, Partai Ummat menyampaikan minat untuk bekerja sama dengan partai berkuasa Turki, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), yang memiliki basis pemilih Islam dan mengantarkan Presiden Erdogan ke pucuk pimpinan negeri itu,“ Wakil Ketua Umum Buni Yani menjelaskan. Kedua, lanjut Buni, Partai Ummat mengirimkan pesan ke pemerintah Turki di bawah kepemimpinan Presiden Erdogan untuk melakukan intervensi militer di Palestina yang sedang dalam gempuran militer Israel dan merenggut ribuan nyawa tak berdosa. “Karenanya, bila nanti Pak Amien dan Pak Ridho bertemu Presiden Erdogan di Ankara, Partai Ummat akan membawa misi di samping menawarkan kerja sama dengan Partai AKP yang ketuanya adalah Erdogan sendiri, juga akan membicarakan mengenai krisis kemanusiaan di Palestina,“ kata Buni. Menanggapi dua pesan itu, Duta Besar Talip Küçükcan mengungkapkan dia sangat senang bertemu dengan rombongan Partai Ummat. Dia mengatakan Turki membuka diri untuk bekerja sama dalam banyak bidang dengan semua pihak di Indonesia. “Mengenai keinginan Partai Ummat untuk bertemu langsung dengan Presiden Erdogan, perlu kami jelaskan bahwa beliau sangat sibuk. Tetapi nanti Partai Ummat akan bisa bertemu dengan bagian luar negeri Partai AKP di Ankara,“ kata Talip Küçükcan. Mengenai pesan agar Turki melakukan intervensi militer di Palestina, Talip mengatakan Turki akan melakukannya bila dilakukan bersama dengan negara-negara lain, misalnya negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). Partai Ummat dan AKP Wakil Ketua Umum Partai Ummat Buni Yani mengatakan terdapat sejumlah persamaan antara Partai Ummat dan Partai Keadilan dan Pembangunan (Adalet ve Kalkınma Partisi – AKP), di antaranya adalah basis konstituen kedua partai sangat mirip yaitu pendukung Islam konservatif meskipun kedua partai sangat modern dalam cara berpikir. “Secara kultural, meskipun para pendukung dan pendiri AKP konservatif dalam beragama, namun mereka sesungguhnya para profesional yang berpikiran modern. AKP mampu membuat Turki menjadi negara yang disegani. Di zaman Erdoganlah banyak inovasi dan teknologi berkembang pesat di Turki,“ papar Buni. Jadi, kata Buni, sangatlah tidak tepat dan sangat menyesatkan mempertentangkan konservatisme agama dengan modernitas. “Bila kita memaknai modernitas sebagai kemajuan – kemajuan dalam segala hal – maka sesungguhnya itulah roh Islam. AKP di Turki membuktikannya.“ “Partai Ummat sangat senang bisa bekerja sama dengan Partai Keadilan dan Pembangunan, AKP, di Turki yang telah berhasil memperjuangkan Erdogan hingga menjadi Perdana Menteri dan kemudian Presiden. Sebagai partai baru, Partai Ummat perlu belajar dari keberhasilan AKP,“ kata Buni. Mengenai pesan Partai Ummat agar Turki melakukan intervensi militer di Palestina, Buni mengatakan hal ini sangatlah mungkin dilakukan karena di samping menjadi negara yang cukup kuat di Eropa, Turki juga dikenal sangat vokal menyuarakan kepentingan dunia Islam. “Turki punya kemampuan untuk itu. Militer Turki cukup kuat. Sebagai negara yang sejak awal mendukung kemerdekaan Palestina dan secara tegas dalam Pembukaan UUD 1945 menentang penjajahan, maka Partai Ummat mendorong Turki agar melakukan intervensi militer,” kata Buni. Bila tidak ada intervensi militer dari dunia internasional, kata Buni, Israel akan semakin biadab membunuh penduduk sipil tak berdosa yang sebagian besar adalah wanita dan anak-anak. Lanjut Buni, yang terjadi sekarang di Palestina bukanlah perang tapi genosida oleh zionis Israel. “Semoga pesan Partai Ummat ini menjadi sebab kepedulian dunia internasional kepada saudara-saudara kita di Palestina. Kita tak bisa berdiam diri. Bukankah Islam mengajarkan kepada kita bahwa umat Islam itu sesungguhnya satu tubuh. Bila satu bagian yang sakit maka bagian yang lain juga merasakannya,” pungkas Buni.***
Penyesat yang Tersesat
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih \"... Kekuasaan demikian berharganya sehingga hendaknya selalu didampingi oleh pengawal kebohongan dan penyesatan\" Presiden Joko Widodo bertemu dan menjamu makan siang tiga calon presiden (capres) 2024 yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto , Jakarta, Senin (30/10/2023). Momen ini bertujuan untuk menepis anggapan Jokowi tak netral menyikapi kontestasi ketiga capres di Pilpres 2024. Ketika ke tiga Capres dalam kondisi terluka, ARB dicegat dari berbagai penjuru agar gagal bisa masuk kontestasi, GP dipiting dan dilepas tanpa etika, PS dijodohkan dengan Cawapres mengandung magma. Penyesatan terbaik adalah yang didasarkan pada kemenduaan, mencampur fakta, fiksi, kebohongan dan penipuan sehingga yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain. Sesungguhnya Jokowi menyadari setiap strateginya sudah dibuntuti dan dicurigai masyarakat. Langkah penyesatannya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat. Penyesatan di poles mirip dengan kejujuran, seolah olah bersikap netral, hanya dengan simbol makan bersama. Apakah semua bisa berjalan sesuai harapan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, setidaknya bisa menepis kecurigaan rekayasa politik dinastinya yang terus membesar. Semua itu misteri yang akibatnya tidak bisa di selami Jokowi sendiri. Jokowi akan tetap bergerak dan beroperasi diruang gelap, dalam penyesatannya bolak balik dengan penampilan dengan pola yang sama wajah berbeda -beda. Penyesatan mengundangnya 3 orang Capres akan sia sia karena penipuan dan kebohongannya yang sama sudah diketahui pola dan bentuknya oleh masyarakat luas. Taruhannya sangat besar ketika moral Jokowi yang tidak stabil dari sikapnya \"isuk dele sore tempe\". Bisa menjadi potensi penghalang yang permanen bahwa Jokowi sangat sulit untuk dipercaya akan bersikap netral, karena sudah melekat dirinya cirinya sebagai seorang pembohong dan boneka Oligargi. Kebohongan yang terus berulang ulang mengira bisa merubah menjadi kebenaran, ketika telah menjadi stigma apapun rekayasa dan ucapan politik identik dengan wataknya seorang pembohong. Terlalu mudah dibaca dari perkataan, penampilan, nada suara dan tindakannya tampak sebagai sifat khusus yang sangat sulit untuk bisa melakukan penyesatan yang sempurna. Stigma itu terus berkembang, bahwa Jokowi selalu tampil semu yang mencurigakan. Semua pidato tentang kebajikan, kejujuran dan kebenaran hanya sebagai topeng dalam dunia politiknya. Bahkan sering tertangkap basah sebagai tindakan licik, tampak munafik jauh ketinggalan dalam permainan penyesatan yang profesional. Strategi penyesatan berupa kamuflase, pola hipnotis, informasi semu, manuver berupa bayang bayang seolah olah masih kokoh, telah retak dan rontok berantakan. Jokowi sadar atau tidak rekayasa penyesatannya sudah hampa dan berbalik arah menjadi magma yang akan membakar dirinya sendiri. Padahal seorang penyesat yang canggih harus bersikap lurus dan jujur, kalau sarat tersebut sudah tidak dimiliki maka akan berubah menjadi penyesat yang tersesat sebagai musuh bersama rakyat dan fatal akibatnya. ***
Jatim dan Jabar Bisa Menjadi Lumbung Kemenangan Anies-Cak Imin
Oleh Tony Rosyid | Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa Untuk menang di kontestasi pilpres, dua dari tiga wilayah Jawa harus dimenangkan. Tiga wilayah itu adalah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Pemilih Jawa Timur 31 juta, Jawa Tengah 28 juta dan Jawa Barat 35 juta. PKB dan Muhaimin Iskandar cukup kuat di Jawa Timur. Investasi PKB di wilayah ini cukup besar dan lama. Jika ingin memastikan untuk menang, pasangan Anies-Muhaimin harus berupaya untuk mendapatkan suara lebih dari 50 persen di Jawa Timur. Target ini sangat mungkin jika PKB dan Muhaimin kerja total dan terukur di Jawa Timur. Setelah didaftarkan jadi cawapres Anies, Cak Imin, panggilan akrab Muhaimin, all out garap Jawa Timur. Mesin politik PKB bergerak masif. Seluruh wilayah kota hingga kelurahan nampaknya digarap dengan sangat serius. Konsolidasi PKB di Jatim saat ini lebih serius dari pemilu-pemilu sebelumnya. PKB terlihat antusias dengan mengeluarkan semua kemamouan dan energi yang dimiliki untuk memenangkan pilpres 2024. Bagi Cak Imin dan PKB, pilpres 2024 adalah pertarungan besar. Inilah kontestasi yang Cak Imin dan PKB tunggu selama beberapa periode. Pilpres 2024 kali ini akan menjadi pertaruhan bagi karir Cak Imin. Jika kalah, ini kemungkinan akan jadi akhir dari karir politik Cak Imin. Bahkan proses kudeta Cak Imin sebagai ketua umum PKB dimungkinkan akan terjadi. Kegagalan di pilpres 2024 bisa dijadikan alasan bagi kader untuk mengganti Cak Imin dalam momen MLB (Muktamar Luar Biasa). Ini juga yang diinginkan penguasa setelah Cak Imin loncat ke kubu Anies. Karena itu, tidak ada cara lain untuk selamatkan Cak Imin dan juga masa depan PKB kecuali harus menang di pilpres 2024. Battle areanya di Jawa Timur. Memang harus menang di atas 50 persen. Sementara di Jawa Barat, PKS cukup kuat. Mesin politik PKS berpotenai untuk bisa dioptimalkan di Jawa Barat untuk memenangkan pasangan Anies-Cak Imin. Apalagi setelah Cak Imin dan PKB bergabung, aktifis NU dan PKS bisa bersatu. Aktifis NU dan eks 212 bertemu. Para ulama NU dan eks FPI berada dalam satu frekuensi. Di pemilu sebelumnya, situasi ini tidak terjadi. Ini momentum untuk bisa dikapitalisasi menjadi kemenangan Anies-Cak Imin. Kita semua tahu eks 212 dan FPI cukup solid dan bisa menjadi mesin politik cukup signifikan, terutama untuk menguasai wilayah Jawa Barat. Konsolidasi dan kolaborasi PKS, PKB dan ormas-ormas Islam di Jawa Barat jika dilakukan secara serius, ini potensial untuk memenangkan pasangan Anies-Cak Imin dalam meraih suara di atas 50 persen. Di Jawa Barat, gerakan PKS, PKB dan eks 212 harus berhadapan dengan penetrasi yang dilakukan tim Prabowo. Boleh dibilang, ini adalah area pertarungan antara militansi tim Anies-Cak Imin vs kekuatan logistik yang dimiliki tim Prabowo. Saya hanya sebut Prabowo, karena posisi Gibran masih terancam diskualifikasi. Di Jawa Barat, Ganjar-Mahfud tidak cukup kuat. Bukan sebagai rival yang serius bagi Anies-Cak Imin. Ganjar Mahfud kuat di Jawa Tengah. Anies-Cak Imin hanya bisa mengandalkan PKB untuk beroperasi di Jawa Tengah. Nampaknya, Gus Yusuf, ketua DPW PKB Jawa Tengah belum terlihat melakukan gerakan yang serius, masih dan terukur dibanding kerja PDIP dan tim Ganjar-Mahfud yang sangat intensif dan masif. Elektabilitas Ganjar-Mahfud sangat tinggi, jauh meninggalkan Anies-Cak Imin maupun Prabowo. Jika ingin menang, Anies-Cak Imin harus berupaya mendapatkan suara 30 persen di Jawa Tengah. Ini tidak mudah, kecuali PKB dan Nasdem memiliki kerja kolaboratif yang lebih terukur dengan para relawan Anies-Cak Imin. Termasuk terukur logistiknya. Sisi ini, tim Anies-Cak Imin masih punya masalah yang cukup serius. Kalau urusan logistik bisa segera ditangani, rasa-rasanya hampir sulit membayangkan Anies-Cak Imin bisa dikalahkan di pilpres 2024. Militansi tanoa logistik memang perlu maintenen yang lebih rapi. Jika Anies-Cak Imin mendapatkan suara lebih dari 50 persen di Jawa Timur dan Jawa Barat, dengan mengejar 30 persen di Jawa Tengah, maka hampir bisa dipastikan pemilu bisa satu putaran. Sebab, di Jakarta, Banten, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, Anies-Cak Imin menang. Apakah Anies-Cak Imin menang satu putaran ini mungkin? Bergantung pada kerja kolaborasi partai pengusung Anies-Cak Imin dengan militansi para relawan. Di dunia politik, tidak ada yang mustahil. (*)
Mempercepat Hak Angket Mahkamah Konstitusi
Oleh Juju Purwantoro | Advokat INTERUPSI yang dilakukan Masinton Pasaribu anggota DPR dari fraksi PDI Perjuangan, dalam rapat Paripurna DPR RI, selasa (31/10/2023) menimbulkan polemik secara politis. Masinton mendorong agar anggota DPR dapat menggunakan \'Hak Angketnya\', terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) atas putusannya soal batasan usia Cawapres. Apakah hanya lembaga elsekutif (presiden) yang bisa dijadikan obyek hak angket DPR. Sebagai lembaga tinggi negara, DPR (legislatif) memiliki fungsi dan kewenangan dalam pengawasan dan kontrol (chek and balance) terhadap pihak eksekutif. Dalam hal khusus/ tertentu DPR juga bisa saja melakukan fungsi kontrolnya secara \'terbatas dan khusus\' atas pelaksanaan fungsi lembaga peradilan (yudikatif). Sistem pemerintahan dan ketatanegaraan kita sesungguhnya tidak menganut sistim pemisahan kekuasaan (separation of power) secara mutlak, tetapi adalah pembagian kekuasaan (distribution of power). Hal itu tentu bisa saja dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan ; peraturan perundangan terkait, konflik kepentingan (conflict of interest), intervensi dan tetap menjaga independensi lembaga tinggi negara masing- masing. Usul Masinton tentang Hak Angket tersebut, menjadi pro dan kontra dikalangan anggota DPR, pejabat publik dan tokoh masyarakat. Hal itu tentu saja tidak bisa dilepaskan dari kepentingan politik (politic interest) masing- masing partai politik dalam fraksi-fraksi di DPR, terutama dalam ketentuan dan mekanisme pemilu Pilpres 2024. Prof.Jimly Asshiddiqie, juga berpendapat, Rabu, (1/11), gedung MK, Jakarta Pusat, yang menilai pernyataan Masinton masuk akal, ada gunanya apabila putusan MK terkait batas usia capres-cawapres dibatalkan. Perkara MK No.190/2023 tentang permohonan batas usia minimum calon wakil presiden, yang melibatkan ketua hakim MK Prof.Anwar Usman, sebagai ketua majelis. Permohonan tersebut terkait usia minimal Cawapres 40 tahun, tentu akan melibatkan kepentingan Gibran Rakabumi Raka sebagai Cawapres yang juga sebagai kerabat/ keponakan isteri ketua MK Anwar Usman, sehingga akan timbul benturan kepentingan (conflict of interest). Sejak awal berkas permohonan diajukan dalam persidangan tersebut, sejatinya Anwar Usman haruslah bisa menyadari untuk menghindarinya dengan mengundurkan diri sebagai hakim ketua dengan tidak ikut menyidangkannya. Hal itu sesuai \"UU Nomor 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman\", Pasal 17 Ayat 3 dan 4 dijelaskan; \"ketua majelis hingga hakim anggota harus mengundurkan diri jika ada hubungan kekeluargaan dalam perkara yang ditangani.\" Masalah itu berakibat hukum (ayat 5 dan 6), keputusan dinyatakan tidak sah jika melanggar ketentuan tersebut, dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Oleh karenanya mengacu putusan MK No.190/2003 tersebut, secara normatif formal pasangan Prabowo Subianto dan Gibran sebagai Capres-Cawapres harus batal demi hukum, melekat juga pendaftaran mereka sebagai pasangan ke KPU. Perihal hak angket anggota DPR, sesuai pasal 177 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur bahwa untuk mengajukan hak angket, diperlukan \"minimal 25 anggota parlemen dan lebih dari satu fraksi.\" Hak angket tentang batasan usia minimal Cawapres yang diinisiasi oleh Masinton, bisa dikaitkan dengan pasal 79 ayat (3) UU No.17/ 2015 tentang MD3. Ketentuan itu mengatur : Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Jadi bisa ditafsirkan, tidak ada batasan eksklusif atau limitasi hanya (lembaga eksekutif) saja sebagai pihak atau lembaga tinggi negara yang dapat diselidiki DPR melalui Hak Angket. Demi penegakkan hukum dan keadilan sebagai negeri demokrasi, usulan Masinton wajib didukung. Hal itu terkait sistem ketatanegaraan substansial, karena terkait proses pemilu Capres dan Cawapres, dalam rangka demi melaksanakan kepentingan bangsa dan negara paralel dengan konstitusi UUD 1945. (*)
Mahfuz Sidik Prediksi Hoaks dan Ujaran Kebencian akan Terjadi Lompatan Besar Mulai November Ini
JAKARTA | FNN - Sekretaris Jenderal Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perlu menginisiasi pembentukan Satuan Gugus Tugas Khusus Keamanan Informasi Pemilu 2024. Hal ini pelu dilakukan untuk menjaga keamanan informasi pemilu dari serangan cyber terhadap proses penyelenggaraan Pemilu 2024. \"Nampaknya penyelenggara pemilu dalam hal ini, KPU dan Bawaslu perlu menginisiasi terbentuknya satu gugus khusus, yaitu Gugus Tugas Keamanan Informasi Pemilu. Gugus tugas ini tidak hanya untuk mengantisipasi hoaks, framing ujaran kebencian, tetapi dalam pengertian yang luas, yaitu menjaga keamanan informasi pemilu,\" kata Mahfuz dalam keterangannya, Jumat (3/11/2023). Hal itu disampaikan Mahfuz Sidik dalam diskusi \'Dialektika Demokrasi dengan tema \"Bersama Mencegah Hoaks dan Kampanye Hitam Jelang Pilpres 2024\" di Media Center, Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Kamis (2/11/2023) sore. Menurut Mahfuz, gugus tugas ini nantinya bisa melibatkan Dewan Pers, KPI, BSSN, Polri dan pihak terkait lainnya untuk melakukan patroli cyber dalam rangka melakukan penegakkan hukum (Gakkum) terhadap disinformasi Pemilu 2024. \"Saya khawatir banyaknya hoaks-hoaks sekarang ini akan menjadi gangguan besar pada pemilu 2024. Dan yang lebih penting kita bersama punya tanggung jawab sosial memberikan literasi kepada masyarakat. Jangan sampai kita ikut membodohi masyarakat dengan disinformasi di media sosial,\" katanya. Mahfuz menegaskan, gugus tugas tersebut diperlukan, karena regulasi kita yang mengatur dunia digital saat ini sudah tertinggal 10 tahun. \"Dunia digital ini sudah berjalan di tengah-tengah kita, dan merangsek ke semua aspek kehidupan termasuk dalam kehidupan politik dalam 10 tahun terakhir secara sangat progresif,\" ujarnya. Mantan Ketua Komisi I DPR ini berpandangan bahwa, regulasi penyiaran Indonesia tidak mampu menjangkau penyebaran-penyebaran hoaks yang dilakukan oleh televisi (TV) berbasis internet. \"Sekarang ini banyak TV-TV yang platformnya internet. Ketika dia menyebarkan hoaks, siapa stakholder atau pemangku kepentingan yang bisa menegakkan regulasi, apakah Dewan Pers atau KPI, kan nggak ada sekarang,\" ujar Mahfuz. Akibat regulasi penyiaran yang tertinggal 10 tahun itu, kata Mahfuz, membuat banyaknya sampah-sampah digital, yang bisa \'digoreng\' menjadi isu hoaks dan ujaran kebencian menjelang pelaksanaan Pemilu 2024. \"Ini sekarang yang menjadi rumit dan menjadi ruwet, karena memang basis regulasinya yang memang tidak lengkap,\" katanya. Dengan banyak hoaks dan ujaran kevencian bertebaran di dunia maya, menurut Mahfuz, KPU dan Bawaslu selaku penyelenggara akan kesulitan untuk melaksanakan pesta demokrasi ini secara riang gembira. \"Apalagi kalau lihat diksi tentang pemilu sekarang yang telah bergeser dari pesta menjadi kompetisi atau kontestasi. Jadi dua kata diksi ini, yang selalu akrab di telinga kita saat ini\" katanya. Sehingga ketika kata diksi kompetisi dan kontestasi itu, menjadi persepsi besar tentang pemilu, maka faktor yang akan menentukan adalah seberapa kuat dan kerasnya kompetisi dan kontestasi itu, akan berlangsung di lapangan. \"Apa faktornya, menurut saya, adalah adanya power struggle (perebutan kekuasaan) yang ikut pertarungan kekuasaan di Pilpres 2024. Bobot pertarungannya akan semakin sengit, apabila dari satu kekuatan politik itu, adu power strategi. Misalnya kalau saya baca di media ada pertarungan antara Ibu Megawati dan Pak Jokowi,\" katanya. Pertarungan antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo ini, katanya, merupakan satu kompetisi atau kontestasi power struggle. \"Pertarungan tersebut semakin keras dalam ruang digital, maka rasanya serangan pertarungan di dunia digital ini, menjadi tidak bisa terelakan,\" ujarnya. Karena itu, tidak mengherankan apabila ada peningkatan jumlah hoaksi selama Periode Januari 2023 hingga Oktober 2024 seperti dilaporkan Kementerian Kominfo dan Mabes Polri. \"Saya prediksi pertarungan cyber melalui hoaks, ujaran kebencian akan terjadi lompatan yang sangat tajam dalam perang di dunia digital pada bulan November ini. Saya kira disinilah pentingya kita memahami, menyadari dan memitigasi, karena apa konsekuensi, resiko atau cost yang harus kita bayar secara secara kolektif bisa seperti Pemilu 2019, yakni pembelahan sosial dan polarisasi,\" katanya. Jika melihat tren kenaikan hoaks dan ujaran kebencian saat ini, ada beberapa hal yang melatarbelakangi. Antara lain adanya pemilih di kalangan generasi Z dan milenial yang mencapai 55 persen lebih, yang sehari-hari tidak bisa lepas media sosial atau gadget. Sementara mereka menjadi target bidikan suara dari para calon presiden, calon wakil presiden, calon legislatif dan partai politik, serta para tim sukses. \"Mereka ini akan disuguhi disinformasi melalui media sosial mengenai power struggle, pertarungan yang keras untuk menggaet pemilih yang 50% dari generasi Z dan milenial ini,\" katanya. Ia melihat penyedia jasa hoaks dan ujaran kebencian menjelang Pemilu 2024 ini akan hidup lagi, meskipun mereka telah pecah kongsi. \"Kita perlu hati-hati menyikapi hal ini, karena mulai ada narasi yang dikembangkan mengenai potensi kecurangan, terlepas dari situasi dan kontroversi proses politik sekarang. Ini akan menjadi opini umum, akan menjadi bumbu yang paling sedap untuk proses disinformasi di dunia digital,\" katanya. Ia mengingatkan disinformasi digital saat ini telah melibatkan kemajuan kecerdasan buatan atau artificial Intelligence (AI) seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, ketika ada informasi tiba-tiba Presiden Jokowi mahir berbahasa Mandarin. \"Ketika hal ini didengar saudara-saudara saya di majelis taklim di masjid, kalau Presiden Jokowi ngomong Bahas Mandarin, persepsinya bisa berbeda. Tun kan bener, dia sangat dekat dengan China, dengan Tiongkok. Tetapi beberapa hari kemudian kita lihat ternyata Presiden Jokowi juga sangat mahir Bahasa Arab, jadi bingung lagi kita,\" katanya. Artinya, penggunaan AI untuk memproduksi hoaks dan ujaran kebencian akan meningkat menjelang Pemilu 2024. Inilah yang membedakan antara Pemilu 2024 dengan Pemilu 2019 lalu. \"Jadi dari sisi produk yang dihasilkan sudah menggunakan Artificial Intelligence (AI). Produknya akan banyak menggunakan produk audio visual atau video yang mulai disebarkan di media sosial untuk merangsang, mestimulasi emosional masyarakat. Kita perlu memitigasi dan mewaspadai bersama, jangan mengambil keuntungan dari situasi ini. Ingat pembelahan politik pasca Pemilu 2019, itu cost yang kita tanggung,\" pungkasnya. (Ida)
Pertarungan Politik: PDIP Kena Karma Perjanjian Baru Tulis
Oleh Prihandoyo Kuswanto | Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila GEGAP gepintanya perpolitikan pilpres kali ini semakin seru dengan adanya kasus Keputusan Mahkamah Konstitusi yang membuat seluruh lapisan masyarakat marah, mulai dari para pakar politik, pakar hukum menuduh perbuatan itu merusak hukum di negeri ini. Memang agak aneh di negeri ini keputusan MK dianggap luar biasa merusak demokrasi sehingga 16 profesor akhli hukum ikut mengecam, tetapi tidak bersuara ketika UUD 1945 diganti dengan UUD 2002 yang jauh lebih dasyat daya rusaknya. Semua itu PDIP yang harus bertanggungjawab terhadap rusaknya tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini termasuk yang terjadi dengan keputusan MK. Mengapa? Sebab motor dari penggantian UUD 1945 dan Pancasila dengan UUD 2002 dengan dasar liberalisme dan kapitalisme adalah ketua fraksi PDIP Yakob Tobing, sehingga tatanan kenegaraan berubah menjadi seperti sekarang ini. Kemudian dilahirkan banyak lembaga seperti KPK, MK, tetapi nyatanya lembaga-lembaga tersebut justru tidak bisa diharapkan justru menjadi alat perusak kehudupan hukum dinegeri ini. Pertarungan politik semakin seru, Jokowi sudah menjadi kekuatan besar dan melebihi kekuatan PDIP di DPR , PDIP pun berteriak menuduh Jokowi berkhianat. Akan tetapi bukannya kalau soal berkhianat PDIP jagonya? Jangankan soal Perjanjian Batu Tulis, terhadap Soekarno saja berani berkhianat dengan mengganti UUD 1945 yang berakibat pada hilangnya negara yang diproklamasikan Soekarno Hatta 17 Agustus 1945. itu sama artinya mencabut gelar Proklamator pada Siekarno Hatta. Apa mereka sadar yang telah dilakukan itu? Begitu juga dengan perjanjian Batu Tulis begitu mudah dikhianatk. Jadi jangan mengeluh kalau sekarang dikhianati oleh Jokowi. PDIP harus melakukan instropeksi terhadap kelakuan politik selama ini. Harusnya PDIP dan Megawati sadar apa yang terjadi selama ini segerah membangun kesadaran untuk kembali pada UUD 1945 dan Pancasila. Cara itulah untuk meminta maaf pada pendiri negeri ini meminta maaf pada Soekarno Hatta, tidak cukup membangun patung di semua kota, sementara negara yang diperjuangkan puluhan tahun dengan harta darah nyawa. Kamu hancurkan dengan mengganti UUD 1945 dengan Dasar Negara Pancasila menjadi UUD 2002 dengan dasar liberalisme dan kapitalisme. Perjanjian Batu Tulis merupakan ikrar Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketum Gerindra Prabowo Subianto yang diteken keduanya pada 16 Mei 2009. Prabowo awalnya ingin peran wakil presiden dikuatkan laiknya perdana menteri. Mega menolak usul itu karena dianggap menentang konstitusi. Prabowo menerima kesepakatan karena diberi janji bakal disokong menjadi presiden pada Pemilu 2014. Berikut ini isi perjanjian Batu Tulis satu dekade lebih silam: Kesepakatan Bersama PDI Perjuangan atau PDIP dan Partai Gerindra dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia 2009-2014. Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden. Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden. 1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Partai Gerindra) sepakat mencalonkan Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden dan Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2009. 2. Prabowo Subianto sebagai wakil presiden, jika terpilih, mendapat penugasan untuk mengendalikan program dan kebijakan kebangkitan ekonomi Indonesia yang berdasarkan asas berdiri di kaki sendiri, berdaulat di bidang politik, dan kepribadian nasional di bidang kebudayaan dalam kerangka sistem presidensial. Esensi kesepakatan ini akan disampaikan oleh Megawati Soekarnoputri pada saat pengumuman pencalonan calon presiden dan calon wakil presiden serta akan dituangkan lebih lanjut dalam produk hukum yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. 3. Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto bersama-sama membentuk kabinet. Berkaitan dengan penugasan pada butir dua di atas, Prabowo Subianto menentukan nama-nama menteri yang terkait. Menteri-menteri tersebut adalah Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri keuangan, Menteri BUMN, Menteri ESDM, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Hukum dan HAM, dan Menteri Pertahanan. 4. Pemerintah yang terbentuk akan mendukung program kerakyatan PDI Perjuangan dan delapan program aksi Partai Gerindra untuk kemakmuran rakyat. 5. Pendanaan pemenangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 ditanggung secara bersama-sama dengan persentase 50 persen dari pihak Megawati Soekarnoputri dan 50 persen dari pihak Prabowo Subianto. 6. Tim sukses pemenangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009 dibentuk bersama-sama melibatkan kader-kader PDI Perjuangan dan Partai Gerindra serta unsur-unsur masyarakat. 7. Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014. Hari-hari ini PDIP merasa dikhianati oleh Joko Widodo sebagai petugas partai. Megawati tidak berani tegas ketika seperti memecat Budiman Sujatmiko ketika berhubungan dengan Prabowi. Lain dengan masalah Gibram Rakabuming Raka ,seakan Megawati mati kutu membisu. Mungkin juga apa yang terjadi dengan PDIP sekarang kena karma Perjanjian Batu Tulis. Berkoalisinya Prabowo dan Jokowi menjadi kekuatan besar melebihi PDIP. Boleh saja Masinton Pasaribu dan Panda Nababan berteriak mau memakzulkan Jokowi. Apa iya bisa dengan kekuatan Koalisi Indonesia Maju (KIM). Sebut saja ada Partai Golkar, Demokrat, PAN, PBB, Gelora, Garuda, hingga PSI. Tentu saja pertarungan politik kali ini.memang seakan berhadap- hadapan bagaikan perang bubat, tetapi kita tidak tahu apa yang ada di balik layar. Selama ini PDIP melecehkan Jokowi dengan sebutan petugas partai, maksudnya meniru Partai Komunis Cina. Sebutan Presiden sebagai petugas partai jelas bertentangan dengan sistem negara berdasarkan Pancasila dan itu harus diakhiri sebab Indonesia bukan negara komunis. Sekarang Megawati dan PDIP menjadi besar karena Jokowi yang selama ini elitnya ikut berpesta pora di dalam kekuasaan Jokowi dan ingin cuci tangan, merasa tidak berdosa terhadap rakyat indonesis. Menjadi partai terkorupsi dan tidak berani membuat UU Pembuktian Terbalik seperti yang diucapkan Bambang Pacul dalam rapat di DPR. Sadarlah jika esok anak cucu kita sengsara dan dijajah lagi oleh China, ya akibat ulah Megawati dan PDIP. (*)