ALL CATEGORY
Anies Baswedan Penuhi Panggilan KPK
Jakarta, FNN - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, DKI Jakarta. "Pada pagi hari ini, saya memenuhi undangan untuk memberikan keterangan. Sebagai warga negara yang ingin ikut serta di dalam memastikan tata kelola pemerintahan berjalan dengan baik maka saya datang memenuhi panggilan tersebut," kata Anies saat tiba di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, 21 September 2021. KPK memanggil Anies sebagai saksi untuk tersangka mantan Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan (YRC) dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta Tahun 2019. Ia mengharapkan keterangan yang akan disampaikan kepada penyidik dapat membantu tugas KPK dalam penanganan kasus pengadaan tanah di Munjul tersebut. "Saya berharap nantinya keterangan yang saya berikan akan bisa membantu tugas KPK di dalam menuntaskan persoalan korupsi yang sedang diproses. Jadi, saya akan sampaikan semua yang dibutuhkan dan semoga itu bermanfaat bagi KPK," ucap Anies, sebagaimana dikutip dari Antara. Selain Anies, KPK pada Selasa (21/(9 memanggil Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi yang juga diperiksa sebagai saksi terhadap tersangka Yoory dan kawan-kawan. Edi juga telah hadir memenuhi panggilan penyidik. Selain Yoory, KPK menetapkan empat tersangka lainnya, yaitu Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian (TA); Wakil Direktur PT Adonara Propertindo, Anja Runtuwene (AR); Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM), Rudy Hartono Iskandar (RHI), dan satu tersangka korporasi PT Adonara Propertindo. Atas perbuatan para tersangka tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 152,5 miliar. Para tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. KPK menduga Sarana Jaya melakukan perbuatan melawan hukum terkait pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul. Yakni tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah, tidak dilakukannya kajian appraisal, dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait. Selanjutnya, beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara backdate. Juga adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja dan Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan. (MD).
Apa Isi Kepala Prof Mahfud MD?
Oleh Sugengwaras Beliau sebagai Pejabat Tinggi Negara, MENKOPOLHUKAM, banyak makan garam di bangku kuliah yang dibayar bukan dengan daun jeruk, banyak jabatan strategis yang pernah dilalui, mendadak keluar statemen (meskipun usulan dari orang yang tidak jelas, mungkin bangsa setan / iblis), tentang pemikiran perlunya anonim KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) Papua, diganti TERORIS. Tanpa mengurangi rasa hormat, mungkin saja kepala Prof Mahfud MD terasa pusing, berputar putar, seolah dihantui rasa ketakutan dan dosa besar, karena diam seribu bahasa terhadap nasib HRS yang dipidanakan, sedangkan dia ikut terlibat merestui para fans HRS menjemput di Bandara Soetta, tapi profesor satu ini masih petengkrang petengkreng pura pura tidak punya salah. Bagaimana tidak? Tidak mungkin seorang Mahfud MD tidak paham, tidak tahu dan tidak mengerti tentang asal muawal sebutan KKB. Saya jadi ingat sewaktu tahun 1974, ditugaskan di Irian Barat atau Papua sebutan kini, sebagai PA UTERPRA ( Komandan Koramil ) sebutan sekarang, di jantung Papua, Kabupaten Jaya Wijaya, tepatnya di daerah kecamatan Piramid. Hal yang paling saya ingat adalah, teguran dari Komandan saya, Komandan Kodim 1702 / Wamena tentang pemahaman OPM ( Organisasi Papua Merdeka), GPK (Gerombolan Pengacau Keamanan) dan GPL (Gerombolan Pengacau Liar). Ini harus dipahami oleh seluruh bangsa Indonesia, terutama bagi tentara yang bertugas di Papua. Bahwa pada hakekatnya ada perbedaan makna yang signifikan yang tersirat dan tersurat pada OPM, GPK dan GPL Yang benar, OPM adalah hanya untuk pihak lawan, karena OPM bermakna secara politis, yang menguntungkan pihak lawan, di mana ada pengakuan / diakui sebagai organisasi yang sah, baik secara nasional maupun Internasional, yang bisa dan berhak mendapatkan bantuan perlindungan / suaka politik dari negara lain. Oleh karenanya, pemerintah Indonesia saat itu melarang keras terhadap siapa saja rakyat Indonesia, terutama para wartawan, agar tidak menggunakan kata kata OPM. Agar mereka / lawan / gerombolan bersenjata / pemberontak tidak bisa memperoleh dukungan politik / suaka dari negara lain dan dianjurkan bahkan diharuskan menggunakan GPK / GPL, agar tidak ada berbau politik maupun tidak bisa dibantu atau didukung secara politik oleh negara lain serta agar merupakan masalah dalam negeri. Oleh karenanya, menjadi aneh bin ajaib, ketika prof Mahfud MD melemparkan pertanyaan atau pernyataan tentang penggantian KKB menjadi TERORIS. Wajar saja Komnas HAM, tidak menyetujuinya, karena tanpa saya urai makna teroris jauh berbeda dengan makna KKB. Kita paham bahwa sebutan TERORIS , maju atau mundur secara politis akan merugikan NKRI, di mana KKB ada kemiripan dengan GPK atau GPL Semoga, pak MENKOPOLHUKKAM, tidak menghindar dari kesalahan ini dan semoga penjelasan singkat ini dapat memberikan pemahaman rakyat Indonesia di manapun berada. *) Purnawirawan TNI AD.
Ciri-Ciri Geliat Komunis
By M Rizal Fadillah SUSANINGTYAS Nefo yang mengklaim pengamat intelijen bisa membuat ciri ciri teroris berbasis Islamophobia dengan analisis gampangan. Untuk mengendus ciri ciri geliat komunis dapat dengan analisis gampangan juga. Tak perlu pusing pada kritik, ya mbak. Mau disebut abal abal atau fikiran dengkul oke oke saja. Nah ciri ciri geliat komunis di negeri ini yang bisa dilempar, yaitu : Pertama, revolusi mental sebagai aktualisasi dari slogan Ketua CC PKI DN Aidit yang memulai dengan menghapus nama dirinya "Ahmad". Berakar dari filsafat Karl Marx dan dipopulerkan oleh pendiri Partai Komunis Tiongkok Chen Duxiu dan Li Dazhao untuk mencuci otak kelompok buruh dan petani agar berani melawan kekaisaran. Revolusi Mental Jokowi ternyata gagal pula. Kedua, meminimalisasi bahkan mengeliminasi peran agama dan tokoh-tokoh agama. Agama ditempatkan sebagai penghambat kemajuan dan pembangunan. Agama bersimbol politik adalah musuh yang harus dihabisi. Persekusi dan krimininalisasi ulama dan tokoh agama menjadi model dari kebijakan politik. Pembubaran HTI dan FPI, penzaliman HRS, Munarman, serta pembunuhan sadis 6 laskar menjadi indikasi. Ketiga, penistaan agama merajalela dan terproteksi. Buzzer bayaran bukan saja membela tuan jilatannya tetapi juga menyerang keyakinan agama. Sebutan Kadrun, teroris, radikalis adalah peluru tembakan. Belum lagi penghina seperti Zhang dan Kace. Bagus juga Bonaparte membuat Kace tidak kece. Keempat, perlindungan dan persahabatan dengan RRC. Komunis butuh support global dan saat ini pengendali kekuatan global itu adalah Republik Rakyat China. Investasi dan "debt trap" RRC berimplikasi politik. Kerjasama Partai Politik dengan Partai Komunis China tidak boleh dianggap sederhana. Demikian juga PKC yang telah sukses menginjak Istana. Kelima, kepercayaan diri tokoh-tokoh minoritas untuk tampil di panggung politik akibat dukungan taipan. Setelah ekonomi dihabisi kini ruang politik dijajagi dan dikangkangi. Menjadi bagian dari kekuatan oligarki yang dominan mengendalikan negeri. Atmosfir untuk geliat komunis tengah diciptakan. Keenam, kehadiran TKA China di Indonesia. Mereka dipastikan berideologi komunis karena ketentuan hukum kewarganegaraan negeri China. Mendapat dukungan dan perlindungan dari warga China diaspora. Ada kekhawatiran para pekerja itu juga adalah tentara merah yang disusupkan. Ketujuh, adu domba antar agama dan golongan dengan menyembur fitnah. Konflik dibangun. Mendorong perkembangan faham sesat seperti Ahmadiyah, Syi'ah, Baha'i juga mistik-mistik dan Nabi Nabi palsu. Kedelapan, semangat untuk menghapus Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 karena dianggap menghalangi pengembangan Komunisme. Mendengungkan perlindungan keberadaan faham kiri termasuk sosialis komunis sebagai bagian dari HAM. Kesembilan, gerakan pelurusan sejarah dengan membangun citra bahwa pelaku kudeta itu bukan PKI tetapi Soeharto, PKI sebagai korban, skenario Amerika, serta mengangkat kasus-kasus pembunuhan kader PKI oleh TNI dan umat Islam. Ditambah dengan membangun isu rekonsiliasi dan rehabilitasi. Kesepuluh, banyak yang teriak komunis sudah tidak ada. Komunis sudah kompromi dengan Kapitalis, tunjukkan mana PKI atau Komunis di Indonesia, serta ungkapan serupa agar abai dengan faham Komunisme. Ryamizard Ryacudu menyatakan bahwa mereka yang teriak Komunis tidak ada itu sebenarnya adalah Komunis. Kewaspadaan terhadap gerakan Neo PKI, Neo Marxis, dan Neo Komunis harus terus ditingkatkan. Oligarkhi dan korporatoktatisme serta jurang kaya dan miskin yang semakin lebar membuka celah untuk tumbuh dan bangkit Komunisme. Penyusupan pada birokrasi, partai politik, dan instansi pemerintah lainnya adalah model gerakan tanpa bentuk dari PKI dan Komunis. Pilihan hanya waspada, tangkal, dan basmi atau kita yang babak belur dihabisi. Komunis adalah ideologi nir-moral dimana para pendukungnya adalah babi-babi yang buta. Komunis lebih dari sekedar ideologi, kini ia telah bermutasi menjadi pemain watak yang mahir bersembunyi. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Napoleon Bonaparte
By Asyari Usman SAYA mengenal Napoleon Bonaparte sejak 1973. Semasa duduk di kelas 3 SMP. Waktu itu, saya membaca sejarah dunia. Dulu ada pelajaran sejarah dunia dan sejarah Indonesia. Napoleon adalah seorang tokoh militer dan politik di Prancis. Dia menjadi cemerlang di masa Revolusi Prancis. Napoleon beberapa kali sukses memimpin perang semasa revolusi itu. Dia kemudian menjadi pemimpin Republik Prancis pada awal abad ke-19. Ketika itu, jabatan tertinggi di Prancis masih disebut “kaisar”. Dengan gelar “Napoleon I”, Kaisar Prancis itu memang terkenal lihai dalam strategi militer dan politik. Di mata sebagian rakyat Prancis, Napoleon Bonaparte dianggap sebagai pahlawan. Dialah yang mampu meluaskan kekuasaan ke sejumlah wilayah Eropa bagian barat. Setamat SMP, jarang sekali saya membaca atau bertemu nama Napoleon Bonaparte. Baru “berjumpa” lagi dengan Napoleon sewaktu ada kesempatan berkunjung ke Paris. Tiga atau empat kali. Soalnya lumayan dekat dari London –tempat saya bermukim lebih kurang 30 tahun. Alhamdulillah, dalam beberapa hari ini saya diingatkan kembali pada Napoleon Bonaparte oleh Napoleon Bonaparte versi Indonesia. Tak kalah hebat. Versi Indonesia itu adalah seorang inspektur jenderal. Bintang dua di kepolisian. Irjen Napoleon mendadak dinobatkan menjadi pahlawan. Banyak yang menyampaikan terima kasih secara terbuka di media sosial (medsos) atas keberanian dia melakukan “tindakan terukur” terhadap tersangka penista agama Islam, Muhammad Kece. Meme yang bertuliskan “Terima kasih Jenderal telah mewakili kami” beredar luas di medsos. Pelecehan dan penghinaan yang dilakukan oleh Kece terhadap Islam, Al-Quran, dan Nabi memang keterlaluan. Dia sudah lama murtad. Seenaknya menyebut Nabi dikelilingi jin, dsb. Lebih 400 rekaman video Kece yang melecehkan Islam. Kebetulan saja, Irjen Napoleon Bonaparte “jumpa” dengan Kece di rumah tahanan Bareskrim Polri. Kece ditangkap belum lama ini, sedangkan Irjen Napoleon sedang menjalani hukuman dalam kasus pencabutan “red notice” Interpol atas nama Djoko Candra –seorang koruptor yang menjadi burunan bertahun-tahun di luar negeri. Napoleon dihukum karena lalai mengawasi anak-buahnya yang menyebababkan “red notice” itu dicabut. Irjen Napoleon mengatakan dia melakukan “tindakan terukur” terhadap Kece karena dia tidak bisa menerima penghinaan terhadap Al-Quran dan Nabi. Kalau diamati foto Kece setelah “tindakan terukur” itu, memang dapat dilihat sejumlah bekas di wajahnya dengan berbagai “ukuran”. Misalnya, ada lebam yang kelihatannya berbentuk bundar berukuran 6-7cm dengan ketebalan yang lumrah. Mungkin sekali ini yang dimaksud “terukur” itu. Artinya, ada lebam-lebam yang “konvensional”. Kalau kita analisis laporan-laporan tentang suasana “sambutan” untuk Kece di rutan Polri, sebetulnya tindakan yang dialami oleh penista Islam itu dapat dikategorikan sebagai “amuk massa”. Dalam arti, bukan Pak Napoleon saja yang naik pitam waktu itu. Banyak napi lain yang juga mengekspresikan kemarahan mereka terhadap kelakuan Kece. Dahsyatnya, Irjen Napoleon Bonaparte tampil untuk mengambil alih semua tanggung jawab atas “amuk massa” itu. Beliau menulis surat terbuka yang ditujukan ke seluruh rakyat. Intinya, Napoleon tak bisa menahan emosinya ketika Nabi dan kita suci dihina. Begitulah hidup ini. Semula orang melihat Irjen Napoleon dengan stigma negatif. Karena memang hal buruklah yang membawa dia ke penjara. Tetapi, kini Napoleon menjadi buah bibir selepas beliau membut bibir berbuah. Dia disanjung dan didukung. Dipuja dan dibela. Wallahi a’lam.[] (Penulis wartawan senior FNN)
Ibu Mertua SBY Meninggal Dunia
Jakarta, FNN - DPP Partai Demokrat menyampaikan pihaknya berduka atas wafatnya Sunarti Sri Hadiyah Sarwo Edhie Wibowo, ibu mertua Susilo Bambang Yudhoyono, di Jakarta, Senin, 20 September 2021. Jasad Sunarti Sri Hadiyah, istri mendiang tokoh militer Sarwo Edhie Wibowo, disemayamkan di Rumah Duka, Kompleks Condet Baru, Jalan Batu Ampar II No. B6, Jakarta, Senin. Jasad mendiang Sunarti Sri Hadiyah, yang juga dikenal dengan sebutan Ibu Ageng, akan dibawa ke Purworejo, Jawa Tengah, untuk dimakamkan di pemakaman keluarga, Selasa (21/9). “Mohon doanya, agar Almarhumah ditempatkan di sisi terbaik Allah SWT dan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Bapak Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan keluarga besar Bapak Sarwo Edhie Wibowo diberikan kekuatan dan ketabahan menghadapi ini,” kata Koordinator Juru Bicara DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra di Jakarta, sebagaimana dikutip dari Antara. Sunarti Sri Hadiyah adalah ibu mendiang Ani Yudhoyono. Sunarti wafat pada usia 91 tahun, sementara Ani Yudhoyono, istri SBY, wafat pada usia 66 tahun. Ketua Umum DPP Partai Demokrat AHY, lewat akun resminya di media sosial, mengenang sosok Ibu Ageng sebagai panutan. “Ibu Ageng adalah sosok ibu dan eyang panutan yang selama ini selalu bijaksana, penuh semangat, dan cinta, serta selalu menjadi pengayom keluarga,” kata AHY. “Sosoknya begitu berkesan dan mendalam di hati kami semua,” tambah AHY. Dalam siaran yang sama, AHY menyebut mendiang ibunya menyebut Ibu Ageng sebagai “pamonge jagad” di keluarga. “Ya Allah terimalah segala amal ibadah dan kebaikan Bu Ageng di dunia. Ampunilah segala dosa, khilaf, dan salahnya. Tempatkanlah beliau di sisi-Mu yang mulia. Damai dan bahagia selamanya di syurga,” kata AHY mendoakan Ibu Ageng. Dalam unggahannya di media sosial, AHY turut membagikan beberapa foto dirinya dan mendiang neneknya, Ibu Ageng. (MD).
Wali Kota Tanjungbalai Divonis Dua Tahun Penjara
Jakarta, FNN - Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, non-aktif Muhammad Syahrial divonis 2 tahun penjara. Ia juga dikenakan vonis tambahan denda Rp 100 juta subsider empat bulan kurungan karena terbukti menyuap mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Stepanus Robinson Pattuju sebesar Rp 1,695 miliar agar tidak menaikkan kasus dugaan korupsi ke tingkat penyidikan. "Mengadili, menyatakan terdakwa Muhammad Syahrial terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif kedua penuntut umum. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muhammad Syahrial dengan pidana penjara selama dua tahun dan pidana denda sebesar Rp 100 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar harus diganti dengan pidana selama 4 bulan," kata Ketua Majelis Hakim di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Senin, 20 September 2021. Syahrial mengikuti persidangan tersebut melalui fasilitas video conference dari gedung KPK Jakarta. Vonis yang diputuskan majelis hakim yang terdiri atas Ashar M Lubis, Zulhanuddin dan Husni Thamrin tersebut lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar Syahrial divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan. Putusan tersebut berdasarkan dakwaan alternatif kedua dari pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Hakim juga menolak permohonan Syahrial untuk menjadi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator). "Mengenai permohonan justice collaborator menurut hemat majelis, belum memenuhi ketentuan. Menolak permohonan justice collaborator dari terdakwa," ujar hakim, sebagaimana dikutip dari Antara. Terdapat sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan dalam perbuatan Syahrial. "Hal memberatkan perbuatan, terdakwa bertentangan dengan kebijakan pemerintah yang sedang giat memberantas tindak pidana korupsi dalam terwujudnya pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme, ucap hakim. Sedangkan hal yang meringankan bersikap sopan di persidangan, terdakwa mengakui perbuatannya, terdakwa bersikap kooperatif selama proses persidangan di persidangan, terdakwa merupakan tulang punggung keluarga. Dalam perkara ini, M Syahrial selaku Wali Kota Tanjungbalai yang juga kader Partai Golkar terbukti berkunjung ke rumah dinas Wakil Ketua DPR RI yang juga merupakan petinggi Partai Golkar Muhammad Azis Syamsudin di Jalan Denpasar Raya, Kuningan Jakarta Selatan. Kunjungan itu dimaksudkan meminta dukungan M Azis Syamsuddin dalam mengikuti Pildaka Tanjungbalai 2021-2026. Syahrial lalu dikenalkan kepada Stepanus Robin Pattuju selaku penyidik KPK oleh Azis Syamsudin. Stepanus diketahui sering datang ke rumah dinas Azis Syamsuddin. Syahrial meminta Stepanus supaya membantu tidak menaikkan proses penyelidikan perkara jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai yang melibatkan Syahrial ke tingkat penyidikan. Hal itu dimaksudkan supaya ia dapat mengikuti proses Pilkada Tanjungbalai. Beberapa hari kemudian, Stepanus Robin menghubungi temannya bernama Maskur Husain yang merupakan seorang advokat. Ia menyampaikan ada permintaan bantuan untuk mengurus perkara dari daerah Tanjungbalai, Sumatera Utara. Maskur lalu menyanggupi untuk membantu pengurusan perkara tersebut asalkan ada dananya sebesar Rp 1,5 miliar. Permintaan Maskur tersebut disetujui Stepanus untuk disampaikan ke Syahrial. Atas permintaan tersebut, Stepanus bersedia membantu dengan permintaan uang sejumlah Rp 1,5 miliar untuk pengamanan perkara. Stepanus juga sudah melaporkan permintaan yang tersebut kepada Azis Syamsuddin. Setelah itu, Stepanus menyampaikan kepada Syahrial bahwa ia sudah mengamankan supaya Tim Penyidik KPK tidak jadi ke Tanjungbalai dengan mengatakan "Perkara Pak Wali sudah aman". Selanjutnya pada sekitar Januari 2021 dan Februari 2021, Stepanus juga menyampaikan kepada Syahrial bahwa perkara yang sedang ditangani KPK mengenai dugaan jual-beli jabatan di pemerintahan kota Tanjungbalai yang melibatkan Syahrial sudah diamankannya. Syahrial lalu memberikan uang secara bertahap dengan total sejumlah Rp 1,695 miliar kepada Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain. Pemberian pertama pada 17 November 2020 sampai 12 April 2021 ke rekening BCA atas nama Riefka Amalia sejumlah Rp 1,275 miliar. Kedua, pemberian uang secara transfer kepada Stepanus dan Maskur Husain secara bertahap pada 22 Desember 2020 ke rekening BCA atas nama Maskur Husain sejumlah Rp 200 juta Ketiga, pemberian uang secara tunai sejumlah Rp 220 juta kepada Stepanus Robin dan Masku Husain pada 25 Desember 2020 sejumlah Rp 210 juta di rumah makan warung kopi mie Balap di Kota Pematang Siantar, dan selanjutnya uang tersebut diserahkan Stepanus Robin kepada Maskur Husain dan pada Maret 2021, Syahrial memberikan uang kepada Stepanus Robin sejumlah Rp 10 juta di Bandara Kualanamu Medan. (MD).
Mantan Penyidik KPK Minta Teman Wanita Carikan Safe House
Jakarta, FNN - Mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju disebut meminta seorang teman wanitanya bernama Rizky Cinde Awaliyah untuk mencarikan lokasi safe house. "Saya lupa kapan. Tapi, Robin membuat tulisan safe house di Apartemen Golden Mansion. Waktu itu disampaikan dicari tempat untuk perkumpulan antara terdakwa Robin, Maskur, dan Agus Susanto," kata Rizky Cinde Awaliyah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin, 20 September 2021. Dalam dakwaan disebutkan Stepanus Robin Pattuju mencari lokasi safe house guna menjadi tempat bertemu Robin dan Maskur Husain dan pihak lain untuk melakukan serah terima uang. "Kalau Agus Susanto itu setahu saya orang yang antar-antar Robin," ungkap Rizky, sebagaimana dikutip dari Antara. "Dalam BAP Nomor 20 saudara mengatakan 'Maksud Robin membuat tulisan safe house adalah Robin meminta saya survei apartemen di Jakarta Barat untuk tempat berkumpul Agus Susanto, Stepanus Robin, dan Maskur Husain terkait penyerahan uang dari orang yang memberikan uang kepada Stepanus Robin dan dari Stepanus Robin kepada Maskur Husain', benar?" tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Heradian Salipi. "Benar, Robin mengatakan harus dekat dekat money changer," jawab Rizky. "Apakah safe house jadi disewa?" tanya jaksa. "Tidak tahu. Saya hanya cari-cari dan dicatat hasilnya lalu saya kasih kepada Robin. Tetapi, apakah dipakai atau tidak saya tidak tahu," ujar Rizky. Rizky mengaku ia hanya tahu bahwa Robin mengurus perkara tapi tidak tahu detailnya. "Ada perkara yang diurus tapi tidak tahu perkara siapa. Robin tidak cerita tapi ada telefon yang ketika diangkat baru diceritakan, dia hanya mengatakan lagi urus kasus tapi terkait pekerjaannya, soal penyerahan uang tidak tahu," ucap Rizki. Rizky Cinde mengaku sejak Juni 2020 ia tinggal di sejumlah apartemen yang dibayari Robin. "Saya tinggal di Apartemen Mangga Besar, Apartemen Semanggi, Golden Mansion, semua yang bayari sewa terdakwa," kata Rizky. Rizky mengaku tidak terlalu intens berkomunikasi dengan Robin. "Tidak begitu intens komunikasi tapi bertemu dan saat berkomunikasi hanya menyampaikan ada pekerjaan di kantor dan kerja sama dengan Maskur," tambah Rizky. Dalam perkara ini, Robin dan Maskur didakwa menerima dari M Syahrial sejumlah Rp 1,695 miliar, Azis Syamsudin dan Aliza Gunado sejumlah Rp 3.099.887.000 dan 36.000 dolar AS, Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp 507,39 juta, Usman Effendi sejumlah Rp 525 juta, dan Rita Widyasari sejumlah Rp 5.197.800.000 sehingga total suap mencapai Rp 11,5 miliar. M. Syahrial adalah Wali Kota Tanjungbalai nonaktif; Azis Syamsudin adalah Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar; Aliza Gunado adalah kader Golkar yang pernah menjabat sebagai mantan Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG); Ajay Muhammad Priatna adalah Wali Kota Cimahi nonaktif; Usman Effendi adalah Direktur PT. Tenjo Jaya yang juga narapidana kasus korupsi hak penggunaan lahan di Kecamatan Tenjojaya, Sukabumi, Jawa Barat; dan Rita Wisyasari adalah mantan Bupati Kutai Kartanegara. (MD).
Polisi Harus Hentikan Proses Terhadap Napoleon Bonaparte
AKHIR pekan kemarin, rakyat heboh dengan berita dari dalam rumah tahanan (Rutan) Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri). Heboh, karena tersangka penista agama Islam, M.Kece mendapatkan “hadiah” bogem mentah yang diduga dilakukan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte. Muka Kece menjadi bonyok dan memar sebagaimana dapat dilihat dari foto-foto yang beredar di media mainstream maupun media sosial (medsos). Tidak hanya “hadiah” bogem mentah. Bahkan si terduga penista agama yang mengaku atheis itu juga mendapatkan lumuran kotoran manusia, sebagai pengharum baginya. Sudah badannya ‘dibedaki’ kotoran manusia, muka pun bengkak. Wajah yang katanya “Kece” pun menjadi tidak karu-karuan. Wajah garang yang selama ini menantang umat Islam di medsos dengan hinaannya kepada Nabi Muhammad Salllahu ‘alaihi wasallam, berubah menjadi muka rusak, muka mengharapkan iba,dan muka memelas. Umat Islam garis lurus tidak ada yang simpati padanya. Bahkan, umat Islam golongan ini memuji tindakan yang diduga dilakukan Napoleon Bonaparti alias Napo Batara itu. Dukungan kepada Napo Batara – yang ditahan karena vonis 4 tahun penjara dalam kasus suap Djoko Tjandra – terus mengalir. Apalagi, setelah ia mengeluarkan surat terbuka dari dalam tahanan, yang beredar pada Ahad, 18 September 2021. Ia sangat jantan, karena berani mempertanggungjawabkan tindakannya, menghajar si terduga penista agama Islam. Dalam surat terbukanya itu, Napoleon menulis, “Akhirnya, saya akan mempertanggung jawabkan semua tindakan saya terhadap Kace..apa pun risikonya.” Mengapa Napoleon yang masih polisi aktif dengan dua bintang di pundak mengatakan itu? Sebab, dalam pandangannya, perbuatan Kece dan beberapa orang tertentu telah sangat membahayakan persatuan, kesatuan, dan kerukunan umat beragama di Indonesia. Sebagai seorang Muslim sejak lahir, Napoleon sangat terusik dengan perbuatan Kece, sang atheis yang melecehkan dan menghina agama Islam. Ia pun menegaskan, silahkan dirinya dihina, tetapi tidak terhadap Allah ku, Al-Qur’an, Rasulullah Sallahu ‘alaihi wasaallam dan akidah Islamku. “Siapa pun bisa menghina saya, tapi tidak terhadap Allah ku, Al Qur’an, Rasulullah SAW dan akidah Islam ku. Karenanya saya bersumpah akan melakukan tindakan terukur apa pun kepada siapa saja yang berani melakukannya,” tulis Napoleon dalam surat terbukanya itu. Perseteruan antara Napoleon Bonaparte dengan Kece, ternyata berujung pada pelaporan ke Bareskrim Polri. Napolen dilaporkan, karena dugaan penganiayaan dan kekerasan fisik. Menarik dianalisa, mengapa polisi begitu mudah menindaklanjuti laporan Kece tersebut? Padahal, di dalam tahanan, baik tahanan kepolisian maupun di lembaga pemasyarakatan, kekerasan sesama tahanan sudah menjadi hal yang biasa terjadi. Ada istilah “lurah”, “komandan” dan lain-lain di dalam tahanan. Istilah tersebut disematkan kepada penghuni lama yang sudah menjadi “bos” di tahanan. Bisa juga penghuni baru yang berhasil mengambil-alih kekuasaan di dalam tahanan. Anda mengertilah, kalau sudah ada “lurah”, “komandan” dan sebutan lain, menunjukkan kekuasaan atau seorang tahanan yang berkuasa atas tahanan lain. Sang “lurah” menjadi pimpinan di sebuah tahanan. Ia memiliki kekuasaan “istimewa” dalam memberlakukan tahanan lain. Juga mendapatkan perlakuan “istimewa” dari penjaga tahanan. Termasuk harus menyetorkan sesuatu, terutama membagi makanan yang dibawa keluarga tahanan yang menjadi “binaannya”. Nah, di hampir semua penjara, ada saja aksi kekerasan terjadi sesama tahanan. Akan tetapi, biasanya bisa diselesaikan di dalam, tanpa harus melapor ke polisi. Mengapa laporan Kece malah diproses oleh polisi? Kabar yang beredar, kejadian antara Napoleon dan Kece itu sudah diselesaikan secara damai oleh sesama penghuni tahanan Bareskrim Polri. Tentu, perdamaian itu juga dipastikan difasilitasi oleh polisi yang menjaga mereka atau yang bertanggungjawab atas semua tahanan di tempat tersebut. Semestinya, laporan sesama tahanan tidak perlu diproses oleh polisi. Kecuali mengakibatkan tahanan meninggal dunia atau cacat seumur hidup, dan tahanan yang menjadi bandar serta pengedar narkoba. Sebab, jika setiap peristiwa di dalam penjara dilaporkan oleh yang merasa dirugikan atau teraniaya, berapa banyak yang harus diproses oleh polisi. Berapa banyak, narapidana yang akan menjadi tersangka lagi. Polisi harus berpikir ulang menindaklanjuti laporan Kece itu. Polisi harus menghentikan proses terhadap Napoleon. Sebab, kejadian tersebut berada dalam ranah Rutan. Artinya, jika ditindaklanjuti, bakal ada penjaga tahanan atau penanggungjawabnya yang harus diproses juga. Harus diproses karena ada “pembiaran” kekerasan terjadi. Polisi juga harus bertanggungjawab atas kekerasan yang terjadi atas Kece. Tidak bisa semata-mata membebankannya kepada Napoleon Bonaparte. Kecuali, ada polisi yang “dendam” kepada Napo Batara. **
Polda Metro: Dimungkinkan Tersangka Baru Kebakaran Lapas Tangerang
Jakarta, FNN - Penyidik Polda Metro Jaya menyebut tidak tertutup kemungkinan adanya tersangka baru di luar tiga orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kebakaran Lapas Kelas 1 Tangerang. Tiga tersangka akan dijerat dengan Pasal 359 tentang kealpaan yang menyebabkan meninggalnya orang lain dan saat ini penyidik akan melakukan gelar perkara Pasal 187 dan 188 KUHP tentang penyebab kebakaran. "Untuk Pasal 187 dan 188 KUHP akan kita gelarkan untuk menetapkan tersangka, serta dalam perkembangan penyidikan tidak tertutup adanya tersangka lain," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat di Jakarta, Senin. Tubagus kemudian menjelaskan tiga tersangka di atas merupakan pegawai lapas yang bertugas saat terjadinya kebakaran. "Yang ditetapkan tersangka sementara tiga orang yang semuanya petugas lapas. Inisialnya RU, S dan Y," kata dia. Sebanyak 49 narapidana tewas dalam kebakaran yang terjadi di Blok C2 Lapas Kelas 1 Tangerang, Banten, pada Rabu (8/9) dini hari sekitar pukul 01.45 WIB. Seluruh jenazah korban tewas dalam kebakaran tersebut telah teridentifikasi dan dipulangkan kepada pihak keluarga untuk dimakamkan. Secara total pihak kepolisian telah memeriksa 53 saksi dalam kasus tersebut, beberapa diantaranya adalah pejabat Lapas yakni Kepala Lapas dan Kepala Tata Usaha, Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP), Kelapa Bidang Administrasi, Kepala Sub Bagian Hukum, Kepala Seksi Keamanan, dan Kepala Seksi Perawatan. (mth)
BRIN: Radar Atmosfer Perkuat Mitigasi Bencana Hidrometeorologi
Jakarta, FNN - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan Radar Atmosfer Khatulistiwa atau Equatorial Atmosphere Radar (EAR) memainkan peranan penting dalam memantau dinamika atmosfer sehingga bisa memberikan informasi dalam memperkuat mitigasi bencana hidrometeorologi. "Kolaborasi riset khususnya terkait EAR ini sangat penting bagi kita untuk bisa memahami atau meningkatkan pemahaman kita atas dinamika cuaca dan iklim di negara kita yang berada di khatulistiwa dan tentu itu akan mampu untuk meningkatkan kemampuan kita untuk melakukan mitigasi misalnya terkait dengan potensi-potensi bencana hidrometeorologi," kata Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dalam Simposium Internasional Lapan BRIN - Universitas Kyoto tentang Atmosfer Khatulistiwa dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-20 Equatorial Atmosphere Radar di Jakarta, Senin. EAR adalah radar atmosfer yang dioperasikan pada frekuensi tengah sebesar 47 MHz. EAR dirancang untuk mengukur kecepatan angin dan turbulensi vertikal dan horizontal di troposfer dan stratosfer bawah hingga ketinggian 20 kilometer (km) dengan resolusi waktu dan ketinggian tinggi masing-masing kurang dari 1 menit dan 150 meter. Handoko menuturkan manfaat dari penggunaan EAR sangat signifikan bagi masyarakat karena pemahaman untuk melaksanakan mitigasi bencana hidrometeorologi memerlukan kajian dan studi berbasis ilmu pengetahuan yang sangat komprehensif. Kajian dan studi tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan infrastruktur riset EAR. Selain itu, EAR yang sudah beroperasi sejak 2001 juga telah menyediakan data yang bersifat jangka panjang. Pelaksana tugas Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN Erna Sri Adiningsih mengatakan berbagai riset dan hasil ilmiah serta data telah dihasilkan melalui pemanfaatan fasilitas riset EAR sejak peluncuran operasionalnya pada 2001 untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang dinamika atmosfer. Data hasil pemantauan dinamika atmosfer yang diperoleh dari EAR itu memberikan kontribusi besar untuk memprediksi cuaca dan iklim khususnya di wilayah khatulistiwa. "Sehingga pada akhirnya masyarakat bisa merasakan manfaatnya itu melalui perbaikan di dalam konteks metode untuk memprediksi perubahan iklim global, dinamika atmosfer secara global khususnya yang punya karakteristik daerah-daerah tropis seperti Indonesia," ujarnya. Research Institute for Sustainable Humanosphere (RISH) Universitas Kyoto di Jepang membangun EAR di Observatorium Atmosfer Khatulistiwa di Kototabang, Agam, Sumatera Barat pada 2001. Pengoperasian EAR didasarkan pada nota kesepahaman (MOU) antara RISH dan Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN, yang sebelumnya bernama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). (mth)