ALL CATEGORY
Semestinya Hersubeno Dapat Apresiasi, Bukan Malah Dilaporkan
Oleh Ady Amar *) HERSUBENO Arief, jurnalis senior FNN, dalam chanel "Hersubeno Point" (HP), tanggal 9 September 2021, memberitakan berita rumor. Sebuah berita tentang sakitnya Ibu Megawati Soekarnoputri, yang dikabarkan tengah dirawat di ICU RS Pusat Pertamina (RSPP). Ia tidak sama sekali memastikan bahwa Ibu Mega benar-benar tengah di rawat di sana. Hanya ia sampaikan, bahwa seorang dokter "memastikan" bahwa Ibu Mega sedang dirawat di sana. Dan ada tambahan kalimat yang disampaikan Hersu yang patut dicermati, sebagai wartawan ia perlu melakukan apa yang disebut verifikasi atas sebuah berita. Jadi sama sekali di situ Hersu tidak mengatakan, bahwa berita dari dokter yang memastikan meski dengan 1000% segala, itu berita yang sudah pasti benar. Hersu menyampaikan juga bantahan dari Sekjen PDIP, Hasto Kristianto. Juga menyitir apa yang disampaikan Wakil Sekjen Sadarertuwati, yang dengan tegas membantah berita itu. Tidak ketinggalan juga pendapat Aria Bima, kader senior PDIP, yang mengatakan bahwa ia tidak punya informasi tentang Ibu Mega sakit. Terlihat ia memberikan porsi yang sama berimbang di sana. Tidak ada sedikit pun fungsi jurnalistik yang dilanggarnya. Ia sedang menyampaikan sebuah berita rumor, yang ia sadari belum pasti kebenarannya. Maka selanjutnya, tugas dari pihak yang diberitakan, itu yang semestinya secepatnya membuktikan benar atau tidaknya berita rumor itu. Saat Ibu Megawati Soekarnoputri muncul memberi sambutan dan sekaligus membuka event nasional PDIP lewat webinar, (10 September), itu bentuk konfirmasi bahwa ia dalam kondisi sedang sehat-sehat saja. Chanel Hersubeno Point, FNN segera menyiarkan berita itu, bahkan dengan emblem Breaking News! segala. Itulah bentuk pertanggungjawaban dalam memberitakan berita yang seimbang, dan menutup berita simpang siur itu dengan menyampaikan berita yang sebenarnya, bahwa Ibu Megawati alhamdulillah sehat-sehat saja. Kok Malah Mau Dilaporkan Memberitakan berita itu tugas wartawan. Dengan berita yang diberitakan itu publik mendapatkan informasi yang sebenarnya. Ingat, informasi yang sebenarnya, itu belum tentu benar yang sebenarnya. Maka menggali dan menginformasikan selanjutnya, itu diharapkan publik mendapat berita yang valid dan benar adanya. Jadi, apa yang diberitakan Hersu dalam konteks berita sakitnya Ibu Megawati, itu sama sekali tidak bisa disebut menyebar berita hoax. Klarifikasi pada petinggi partai sudah dilakukannya. Artinya, kewajiban jurnalistik sudah dipenuhinya sebaik mungkin. Tidak sedikitpun ada yang dilanggarnya. Hersu hanya menyajikan berita, "Ini lho, ada berita demikian..." Salahmya di mana? Jika dicermati satu persatu, kalimat bahkan kata perkata apa yang disampaikan Mas Hersu, in Syaa Allah tidak ada yang salah dari apa yang disampaikannya, apalagi bermaksud menggiring berita dengan menyebar hoax sakitnya Ibu Mega. Maka tidaklah perlu Garda Banteng Marhaen (GBM), lewat ketuanya Sulaksono Wibowo, sampai harus bersikap sumbu pendek segala, dengan akan melaporkan Mas Hersubeno Arief ke Bareskrim Polri. GBM, yang berafiliasi pada PDIP, berencana melaporkan dengan tuduhan menyebarkan berita hoax mengenai Ketum PDIP Megawati yang diberitakan dirawat di ruang ICU RSPP. Mestinya ambil i'tibar di balik rumor itu, bahwa dengan diberitakan berita itu, publik lalu mendoakan agar Ibu Mega sehat-sehat saja. Dan, alhamdulillah beliau memang sehat-sehat saja, tidak kurang suatu apapun. Patut disyukuri. Mestinya langkah Mas Hersu memberitakan berita itu disikapi positif, bahkan layak dapat apresiasi atas langkah jurnalistiknya. Sekali lagi, tidak perlu sampai harus lapor-melapor segala, itu pastilah akan mengotori sistem demokrasi yang sudah kita pilih dan sepakati. Dan terutama akan mengecilkan dan tidak akan menguntungkan buat PDIP sendiri. Bangsa ini punya banyak persoalan, dan pandemi Covid-19 masih jadi perhatian utama untuk ditekan penyebarannya, dan terutama kesulitan ekonomi mayoritas warga yang ditimbulkan dari pandemi itu... Bersikap bijak menyikapi suatu peristiwa apapun itu, adalah langkah terpuji. Jangan grusa-grusu... mikir, kata Cak Lontong. (*) *) Kolumnis
Memelototi Kasus KM 50
By M Rizal Fadillah BEBERAPA waktu yang lalu muncul pernyataan bahwa Kejaksaan telah siap untuk membawa kasus pembunuhan 6 anggota Laskar FPI ke meja hijau. Ketentuan yang akan didakwakan yaitu Pasal 338 KUHP (Pembunuhan), 351 ayat 3 KUHP (Penganiayaan menyebabkan kematian) dan 55 KUHP (Penyertaan). Dua Tersangka yang diajukan adalah Fikri Ramdhani dan Yusmin Tersangka lainnya Elwira dinyatakan telah meninggal dalam suatu kecelakaan. Sudah 9 (sembilan) bulan sejak peristiwa terjadi belum juga kasus ini masuk ke ruang pengadilan, padahal para tersangka sudah diketahui sejak awal, anggota Kepolisian aktif, serta saksi yang cukup banyak. Tak ada alasan signifikan yang seharusnya menghalangi proses cepat penyidikan hingga penyidangan. Akan tetapi faktanya justru sangat lambat. Terkesan enggan untuk menindaklanjuti, ada sesuatu yang disembunyikan, serta diduga ada otak atik skenario untuk memuluskan penyelesaian kasus. Diinginkan agar kasus ini terhenti atau tidak menyeret personal dan institusi lain. Publik dalam posisi obyek dari pembiasan penuntasan perkara. Menonton sandiwara. Untunglah Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Enam Pengawal HRS telah berhasil mendapatkan banyak fakta di lapangan yang berbeda dengan alur cerita pihak penegak hukum. Temuan dituangkan dalam sebuah dokumen yang dinamakan "Buku Putih Pelanggaran HAM Berat". Buku setebal 350 halaman tersebut akan menjadi bahan bagi masyarakat untuk memantau kejujuran dan kebenaran pemeriksaan lanjutan di tingkat peradilan. Memelototi Kasus Km 50 ini menjadi sangat penting berdasarkan kacamata Buku Putih, sebab : Pertama, penghancuran lokasi Km 50 menimbulkan dugaan bahwa disini ada "rumah jagal" tempat penyiksaan dan pembantaian minimal untuk 2 anggota Laskar. Kedua, Fikri dan Yusmin bukan pelaku utama pembunuhan, ada beberapa pelaku lain yang jauh lebih berperan. Penyiksaan dan pembantaian tidak dilakukan oleh hanya dua atau tiga orang. Ketiga, kasus pembantaian ini bukan merupakan kegiatan penegakan hukum melainkan operasi khusus yang menjadikan keenam laskar sebagai target antara untuk target sesungguhnya. Keempat, ada tiga "mobil hantu" yang penumpangnya mengambil peran penting atas pembantaian ini yaitu Avanza hitam B 1739 PWQ, Avanza silver B 1278 KJD, dan mobil "komandan" Land Cruiser hitam. Kelima, kemunculan di depan media Kapolda Metro Irjen Pol Fadil Imran dan Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurrahman pada tanggal yang sama 7 Desember 2020 mendorong kewajiban hukum untuk memeriksa keduanya atas kemungkinan keterlibatan. Keenam, sebagai sebuah operasi khusus berbasis politik maka penyiksaan dan pembantaian keenam anggota Laskar FPI dapat berujung pada pertanggungjawaban politik. Presiden Jokowi tidak boleh tidur nyenyak. Kasus Km 50 harus terus dipelototi. Ini bukan kasus ecek-ecek, banyak spektrum terkandung di dalamnya. Kejahatan kemanusiaan adalah musuh dunia yang tidak boleh dihapus meskipun rest area Km 50 itu telah dihancurkan. Misteri "Unlawful Killing" dan "Crime Against Humanity" pada kasus Km 50 harus dan akan segera terkuak. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Hersubeno Arief Melakukan Verifikasi Jurnalisme, Bukan Menyebar Hoaks Megawati Sakit
Oleh Ahmad Khozinudin, S.H. *) WARTAWAN senior FNN.co.id, Hersubeno Arief mengaku menerima informasi bahwa Presiden kelima Indonesia Megawati Soekarnoputri tengah koma di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP). Namun, informasi itu masih belum diterima sebagai sebuah kebenaran, sehingga dirinya melakukan verifikasi melalui sejumlah kabar yang beredar diberbagai media. Hersubeno Arief melalui unggahan video di kanal Youtube miliknya pada Kamis, 9 September 2021 mengaku seorang teman dokter sempat mengirim WhatsApp, dengan redaksi ‘Megawati Koma. Di ICU RSPP. Valid 1000 persen’. Kutipan dari sumber yang tidak disebutkan secara definitif dibenarkan secara kaidah jurnalisme. Justru, Hersubeno membuat ulasan yang cukup lengkap dengan mengutip sejumlah sumber di PDIP yang mengatakan Megawati dalam keadaan sehat, walaupun ada juga sejumlah kader yang tidak bisa memberikan konfirmasi. Sebut saja, Bima Aria Wibisana, yang mengaku mendapat telpon sejumlah wartawan namun dirinya juga belum tahu bagaimana kondisi Megawati. Lain dengan Bima Aria, Hasto Kristiyanto tegas menyebut Megawati sehat. Namun, karena Hasto tidak berada bersama Megawati, Megawati sendiri belum memberikan kabar atau setidaknya melakukan agenda terbuka yang dapat diketahui publik, kabar tentang Megawati sakit atau sehat masih butuh konfirmasi lebih lanjut. Akhirnya, dalam agenda TOT PDIP, diketahui Megawati hadir. Bahkan, Megawati mengkonfirmasi dirinya sehat. (10/9). Kembali, apa yang dilakukan oleh Hersubeno Arief hanyalah melakukan verifikasi. Dirinya, tidak pernah mengeluarkan statement dengan keyakinan penuh bahwa Megawati sedang sakit, atau dirawat di ICU. Mendapat Informasi dari teman dokter, tetap saja diverifikasi oleh Hersubeno karena info sang dokter tersebut bersifat pribadi bukan release resmi, bukan pula atas otoritas seorang dokter yang menangani pasien bernama Megawati. Sayangnya, Gardu Banteng Marhaen salah satu sayap politik (under bow PDIP) justru menganggap Hersubeno menyebar kebohongan dan akan melaporkannya. Ferdinand Hutahean, mantan kader Demokrat juga ikut latah dengan meminta kepolisian menindak Hersubeno Arief. Kepolisian tidak boleh gegabah, tidak boleh menyimpulkan Hersubeno menyebar kebohongan apalagi dalam status melakukan verifikasi jurnalistik. Beda, jika Hersubeno mengabarkan suatu peristiwa dengan keyakinan berdasarkan kesaksian atau sesuatu peristiwa yang dialaminya. Lagipula, jika perkara ini diambil langkah penyelidikan, maka sejumlah kader PDIP yang mengeluarkan statement terkait kesehatan Megawati seperti Bima Aria, Hasto Kristianto, Efendi Simbolon, dan sejumlah nama lainnya wajib diperiksa. Karena statemen mereka, semuanya juga dikutip media dan menyebar, sehingga harus diperiksa untuk bahan pembanding. Megawati Soekarnoputri juga wajib di BAP, karena dia memiliki kedudukan sentral jika verifikasi kabar tentang dirinya dipaksa proses pidana. Tentu, Megawati dan sejumlah nama di PDIP tidak mau, karena akan kehabisan energi. Al hasil, narasi laporan Gardu Banteng hanya akan berujung sebagai gertak sambal saja. Sejumlah media yang dikutip kabarnya oleh Hersubeno wajib diperiksa. Mengingat, kabar Megawati sakit juga beredar luas di berbagai media, walau memang semuanya belum terkonfirmasi. Sejumlah wawancara dilakukan oleh berbagai media untuk memastikan kabar tersebut. Terlebih lagi, terlalu banyak fakta pembanding yang lebih memenuhi unsur kebohongan. Kasus pernyataan Jokowi yang mengaku di kantongnya ada data duit Rp. 11.000 triliun, atau apa yang disampaikan Heriyanti yang mengaku Akidi Tio nyumbang duit Rp. 2 Triliun adalah contoh hoaks yang nyata. Sebab, baik Jokowi maupun keluarga Akidi Tio menyampaikan kabar tersebut tidak dalam kapasitas melakukan verifikasi. Tetapi pengakuan dengan keyakinan, dan diedarkan kepada publik, sehingga timbul keresahan di tengah masyarakat. Akidi Tio bahkan telah membuat malu Kapolda dan Gubernur Sumatera Selatan. Pada kasus Jokowi dan Akidi Tio sebenarnya unsur kebohongan dan menerbitkan keonarannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) UU No 1/1946 telah terpenuhi. Nyatanya kasus ini tidak diproses secara hukum. Sementara, posisi dan kedudukan Hersubeno Arief tidak dalam konteks menyebar kebohongan, tetapi melakukan verifikasi terhadap sejumlah kabar dan informasi yang beredar. Begitu ada sumber otoritatif dari PDIP berupa keadaan Megawati sehat dalam acara TOT PDIP, Hersubeno Arief juga langsung mengunggah kabar tersebut di kanal Youtubenya. Jelas, Hersubeno dan siapapun yang mempertanyakan kebenaran kabar Megawati sakit bukanlah menyebar kebohongan. Kepolisian tidak dapat mengambil langkah penindakan terhadap Hersubeno Arief, karena peristiwanya bukan peristiwa pidana melainkan peristiwa verifikasi jurnalistik. []. *) Advokat, Aktivis Gerakan Islam
Tuhan, Kebebasan Berbicara, dan Habib Rizieq Shihab
Oleh: Radhar Tribaskoro *) KEBEBASAN berbicara itu hak bukan pemberian. Hak atas kebebasan, bersama dengan hak atas hidup dan hak atas kepemilikan, diberikan oleh Tuhan bukan oleh negara. John Locke menyebutnya natural rights. Hak-hak alamiah adalah hak dasar yang tidak bisa direnggut atau dibatasi oleh negara karena diberikan oleh Tuhan, bukan diberikan oleh negara. Hak dasar itu berbeda dengan hak berkendara yang diberikan oleh negara karena itu bisa dicabut atau dibatalkan sesuai ketentuan. Hak dasar atau hak asasi bahkan lebih tinggi kedudukan moralnya daripada konstitusi. Para filsuf demokrasi yang pertama seperti Hobbes, John Locke, Rousseau, mengatakan bahwa konstitusi yang tidak memberikan perlindungan terhadap hak asasi adalah konstitusi yang tidak legitimate. Dalam pemikiran politik demokrasi klasik, kedudukan hukum Tuhan (atau hukum alam yang direpresentasikan dalam hak-hak asasi) dianggap lebih tinggi ketimbang hukum-hukum manusia. Karena itu, hak kebebasan berbicara tidak membutuhkan kualifikasi apapun. Bebas itu artinya bebas saja. Siapapun rakyat, kaya atau miskin, pintar atau bodoh, sakit atau sehat, coklat atau kuning, wanita atau lelaki, dsb, memiliki hak kebebasan itu. Artinya, pendapat bodoh, tidak akurat dan salah sama statusnya dengan pendapat pintar, akurat dan benar: tidak boleh dilarang. Kebebasan berbicara tidak mengharuskan orang menggunakan data akurat atau membuat simpulan yang benar. Saya tegaskan sekali lagi: Anda tidak bisa disalahkan sekalipun anda mengutip data yang tidak akurat. Anda pun tidak bisa disalahkan ketika anda membuat pernyataan yang salah. Karena rakyat itu tidak harus pintar, ahli, berpendidikan tinggi, profesional, bisa periksa data di BPS, bisa check and recheck, dsb, untuk berbicara. Hak kebebasan berbicara itu melekat, tidak terpisahkan (inalienable) dan tidak hilang sekalipun anda tidak lulus SD, tidak bisa baca-tulis, IQ dibawah 90. Apapun keadaannya negara tidak boleh mengurangi apalagi melarang orang untuk berbicara. Kebebasan Kebablasan Apakah dengan demikian demokrasi menjadikan kebebasan yang berlebihan? Apakah kebebasan berarti membiarkan wacana publik diisi oleh kebohongan dan kecurangan? Tentu saja tidak. Tetapi saya percaya bahwa pemberian Tuhan mencukupi dirinya sendiri. Kebebasan itu mencukupi dirinya sendiri. Dengan kata lain, kebebasan dapat mengendalikan dirinya sendiri (self-organizing). Kebebasan tidak akan merusak kemanusiaan, bahkan menghidupinya. Sudah barang tentu pendapat tidak semuanya benar, banyak juga pendapat yang salah. Tetapi sepanjang kebebasan itu tersedia selalu akan ada orang yang meluruskan. Orang-orang yang tersesat pada akhirnya akan menemukan jalan kebenaran. Seperti kata Thomas Jefferson, "Kesalahan pendapat bisa ditoleransi sepanjang nalar terus bekerja melawannya." Nalar atau akal sehat adalah pengertian yang sering disandingkan bahkan menjadi kata ganti untuk moral, alam dan Tuhan. Nalar adalah kapasitas yang hanya dimiliki oleh manusia. Selain nalar Tuhan juga memberikan moral, yaitu kapasitas untuk membedakan benar dan salah. Moral, yang naluriah atau yang terlembagakan, menjadi kompas ketika orang memilih gagasan terbaik in the free trade of ideas. Jadi, tidak ada yang perlu ditakutkan dari kebebasan. Dengan sendirinya kebebasan akan dimoderasi oleh nalar dan moral. Orang tidak akan memilih pendapat yang tidak didukung nalar yang kokoh, atau menguntungkan diri sendiri saja. Gagasan terbaik tidak hanya gagasan yang menguntungkan satu orang (self interest, nalar optimal). Gagasan yang mendominasi mestilah gagasan yang menguntungkan orang banyak (moral optimal). Dengan kata lain, gagasan terbaik pada akhirnya adalah gagasan dimana nalar dan moral berada dalam keadaan optimal. Proses menuju ekuilibrium gagasan itu disebut proses self-organization, atau kebebasan yang mengatur dirinya sendiri. Dalam kaitan itu Oliver Wendell Holmes, seorang hakim agung dari Amerika Serikat, mengatakan, “Kebenaran yang terbaik diperoleh melalui ujian persaingan di pasar bebas gagasan. Hanya kebenaran seperti itulah yang bisa menjadi landasan agar keinginan-keinginan dapat diwujudkan dengan aman.” Habib Rizik, Hoax dan Keonaran Kutipan ucapan Hakim Holmes di atas diambil dari dissenting opinion yang disampaikan Holmes kepada majelis hakim yang mengadili sekelompok pemuda Yahudi yang menyebarkan pamflet menentang perang dan campur-tangan Amerika dalam Revolusi Rusia 1917. Kasus bersangkutan dengan kebebasan berpendapat ini sangat krusial di negara demokrasi. Kasus ini penting sebab mendeskripsikan batas antara gagasan sebagai hak yang harus dilindungi dengan gagasan sebagai percobaan tindak kriminal. Kasus yang menimpa Syahganda, Jumhur, Anton Permana dan Habib Rizieq Shihab termasuk dalam kategori ini. Kita bisa belajar dari Holmes tentang bagaimana melihat persoalan dengan jernih. Holmes menyatakan pemuda/i Yahudi itu tidak bersalah. Sayangnya Holmes hanya didukung oleh 1 orang hakim agung lainnya, sementara 7 hakim lainnya menyatakan para terdakwa bersalah. Namun demikian pandangan Holmes yang tertulis dalam dissenting opinionnya menjadi acuan para pemikir demokrasi dalam kasus terkait perlindungan atas kebebasan berbicara. Pokok pembelaan Holmes sedikitnya terdiri dari dua bagian. Pertama, Holmes mengupas perihal niat (intention). Walau pamflet para terdakwa menyerukan penghentian produksi senjata, tidak lantas berarti terdakwa berniat melumpuhkan dan menghalangi pemerintah berperang. Ketika seseorang mengingatkan bahaya Covid-19 di sekolah, tidak berarti dia berniat menghalangi orang mendapatkan pendidikan. Lain dari itu, Holmes berpendapat bahwa suatu ucapan dapat dikategorikan sebagai kejahatan bila terbukti menghadirkan bahaya yang nyata (clear and present danger) dan menyebabkan kerugian (harm) yang ada sanksi hukumnya. Menggunakan kriteria itu Holmes menyatakan bahwa pemuda/i Yahudi itu tidak memiliki niat untuk merugikan pemerintah dan leaflet mereka pun tidak merugikan siapapun. Bila cara berpikir Hakim Holmes kita terapkan dalam kasus Habib Rizieq Shihab, maka kita bisa mempertanyakan dua hal. Pertama, adakah niat HRS untuk menimbulkan keonaran yang merugikan publik dalam pernyataannya, “Alhamdulillah, saya sehat”. Menurut Jaksa pernyataan itu bohong karena sesungguhnya hasil tes Antigen HRS positif. Tetapi bukankah tidak semua kebohongan bermaksud merugikan orang lain? Kebohongan HRS bisa jadi bermaksud baik, yaitu agar pengikut-pengikutnya tidak cemas lalu beramai-ramai berkumpul dan menimbulkan kerumunan. Niat baik itu sejajar dengan tujuan pemerintah mengendalikan pandemi. Kemudian atas dasar apa pernyataan “Saya sehat” dapat menyebabkan clear and present danger? Jakarta memang sedang mengalami kenaikan kasus Covid-19 pada saat itu, namun tidak ada satu bukti bahwa HRS telah menjadi pusat klaster penularan Covid-19 di rumahnya maupun di sekitarnya. Lain dari itu, tidak ada seorang pun melaporkan dirugikan oleh HRS. Lantas untuk apa HRS dihukum 4 tahun penjara? Kalau penguasa bermaksud mematahkan lawannya, lakukan dengan cara yang adil. Ketidak-adilan hanya akan membuat lawan menjadi jauh lebih besar dan kuat. *) Pengamat Politik
Polri Benarkan Adyaksa Dault Dilaorkan ke Bareskrim
Jakarta, FNN - Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) era Kabinet Indonesia Bersatu Adhyaksa Dault dilaporkan ke Bareskrim Polri terkait dugaan penggelapan. Laporan tersebut dibenarkan oleh Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, di Jakarta, Jumat. "Iya ada (laporan-red)," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi. Laporan terhadap Adhyaksa Dault terdaftar dengan Nomor Laporan Polisi LP/B/0169/2021/BARESKRIM.POLRI tanggal 16 Maret 2021. Adhyaksa dilaporkan dengan tiga pasal, yakni Pasal 378 KUHP terkait tindak pidana penipuan, Pasal 372 KUHP terkait dugaan penggelapan, dan Pasal 263 KUHP soal dugaan pemalsuan surat. Dalam laporan polisi yang diterima SPKT Bareskrim Polri itu disebutkan dugaan tindak pidana terjadi pada tahun 2018. Andi mengatakan Adhyaksa dilaporkan terkait dugaan penggelapan pengelolaan aset Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka. Adhyaksa Dault merupakan mantan Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka. "Dugaan penipuan dan penggelapan terkait pengelolaan aset Kwarnas," katanya. Terkait perkembangan laporannya, Andi mengatakan sudah dilakukan pemanggilan dan meminta klarifikasi terhadap Adhyaksa. Adhyaksa, kata dia, sudah memenuhi panggilan kepolisian, dan menjalani proses klarifikasi secara virtual, Kamis (9/9) kemarin. "Klarifikasi terhadap yang bersangkutan sudah dilaksanakan kemarin secara virtual," tutur Andi. Saat ditanyakan apakah akan ada penetapan tersangka, Andi belum mau mendahului proses penyelidikan yang masih berjalan. "Tunggu saja perkembangan penanganannya, yang pasti prosesnya sedang berjalan," imbuhnya. (ant, sws)
Ketika Megawati Dikabarkan ”Sekarat”
Oleh: Mochamad Toha Hingga Jum’at (10/9/2021), kabar terkait rumor Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang dirawat di RS Pusat Pertamina, Jakarta, masih mewarnai media massa dan media sosial. Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto sendiri telah membantahnya. Untuk memperkuat bantahan Hasto, sebuah kabar mengunggah foto aktivitas Megawati melalui akun Instagram @bumegabercerita pada Kamis (9/9/2021). Dalam foto itu, Megawati berdiri di depan pot-pot tanaman meski tidak disebutkan lokasinya. Hanya dituliskan bahwa selama masa pandemi Megawati masih beraktivitas seperti biasanya. Megawati tetap melakukan pertemuan terbatas karena harus memenuhi protokol kesehatan. Selain itu, kegiatan pemberian arahan pada para kader partai dan mendengar masukan dari berbagai pihak secara virtual. “Waktu senggang dimanfaatkan Ibu Megawati untuk berkontemplasi, bercocok tanam, sekaligus untuk olahraga dan olahrasa yang sangat penting untuk kesehatan dan kejernihan berpikir,” tulis @bumegabercerita itu, Kamis (9/9/2021). Akun @bumegabercerita juga menyampaikan terima kasihnya atas semua doa dan dukungan untuk Megawati sembari berpesan agar tidak takut berjalan dan berpihak pada kebenaran. Sebab pada akhirnya kebenaranlah yang akan menang. “Sikapi hujatan dan fitnah dengan bijak, anggap itu sebagai doa dan bentuk kepedulian untuk kita,” lanjutnya. Esoknya, Megawati sendiri sempat muncul dan mengatakan dirinya sehat wal'afiat. Ia mengatakan itu ketika memberikan arahan virtual kepada kadernya dalam rangka pendidikan politik, Jum'at siang (10/9/2021). Politikus PDIP Trimedya Pandjaitan sebelumnya juga telah menegaskan tak benar isu bahwa Megawati sedang kritis dan dirawat di ICU. Ia pun mempertanyakan dari mana isu tersebut terus berembus ke publik. “Nggak ada, nggak benar itu. Dari mana isu itu? Yang meniupkan isu itu nggak bertanggung jawab, punya agenda tertentu. Semakin diisukan sakit, ibu Mega malah tambah sehat,” tegas Trimedya. Jika ditelusur dari jejak digital, adalah RMOLJabar.id, Kamis (9 September 2021 | 02:05) yang menayangkan tulisan dengan judul: Megawati Dikabarkan Masuk ICU, Ini Kata PDIP. Kabar itu beredar di aplikasi pesan WhatsApp tengah malam ini. Bahkan, informasi itu tidak hanya beredar di WhatsApp, melainkan ada juga di Twitter. Misalnya, disampaikan akun JafarSalman yang mencuitkan satu pertanyaan, “Benarkah Megawati dirawat di RSPP?” Pengguna akun Imad juga menyampaikan sebuah pertanyaan. “Megawati dilarikan ke RS Pertamina?” tanya Imad yang direspon sejumlah netizen dengan kesan yang tidak percaya. Elit politik PDIP Aria Bima mengaku belum mendapat informasi tersebut. “Saya sudah ditelfon 5 orang wartawan nanya soal ini, tapi saya belum mendapatkan info apapun. Saya juga bingung mau jawabnya,” kata Aria Bima seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Rabu tengah malam (8/9/2021). Aria Bima menyatakan dirinya hingga kini masih mencari informasi kebenaran kabar burung tersebut, dan belum berani menyatakan bahwa kabar itu hoaks. “Saya belum dapat informasi dari manapun, saya juga enggak tahu kabarnya,” imbuhnya. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam rilisnya Kamis (9/9/2021) menegaskan bahwa Presiden Kelima RI yang juga Ketum Partai, Megawati Soekarnoputri, dalam keadaan sehat, energik, dan selalu bersemangat. “Kemarin malam pukul 21.00 WIB Ibu Mega masih memberikan arahan terkait program kerakyatan Partai. Pagi ini pun ketika saya menghadap Beliau,” ujar Hasto. Ibu Mega juga terus mencermati situasional terkait pandemi dan juga politik internasional” Seluruh kader partai selalu siap menghadapi serangan fitnah dan hoaks yang ditujukan ke partai dan Megawati dengan penuh kesabaran, keyakinan dan tidak akan menggoyahkan karakter berpolitik Partai yang mengedepankan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, musyawarah dan keadilan sosial. Menurut Hasto, politik membangun peradaban menjadi tema sentral PDIP. “Seluruh gerak kemanusiaan dan kerakyatan partai tidak terpengaruh oleh berbagai fitnah dan hoaks,” ujar Hasto. “Jadi yang berulang kali melempar hoaks Ibu Mega sakit, itu sama sekali tidak sesuai dengan kenyataan yang ada,” tegas Hasto lagi. Pernyataan Hasto ini tidak mungkin dikeluarkan jika tidak ada “restu” dari Megawati atau elit PDIP lainnya. Artinya, sebenarnya rumor Megawati masuk ke RSPP itu sebagai bagian dari “jebakan” bagi pihak lain yang dianggap berseberangan dengan PDIP. Dan benar. Ternyata Megawati masih cukup sehat, meski tampil beberapa dengan daring. Wartawan senior Hersubeno Arief tampaknya akan dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri atas penyebaran berita hoaks Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sakit dan dirawat di RS Pertamina. Pemilik akun YouTube Hersubeno Point FNN itu bakal dilaporkan Koordinator Gardu Banteng Marhaen (GBM) Sulaksono Wibowo ke Bareskrim Mabes Polri. “Walaupun Hersubeno mengatakan, dapat WhatsApp (WA) dari dokter atas sakitnya Megawati perlu diverifikasi tapi ia telah membohongi publik dengan mencatut atas nama seorang dokter,” kata Sulaksono, seperti dilansir Suaranasional.com, Jumat (10/9/2021). Menurutnya, tidak ada dokter yang menyebut Megawati sakit bahkan koma. “Hersubeno tidak bisa mengelak bahwa dokter itu namanya disembunyikan. Biar penyidik kepolisian yang bisa membongkarnya,” paparnya. Kata Sulaksono, GBM sudah meneliti pernyataan Hersubeno Arief termasuk beberapa media online yang memuat pernyataannya. “Untuk media online kami akan laporkan ke Dewan Pers termasuk status hukum perusahaan media online tersebut,” jelas Sulaksono. Selain itu, hoaks yang disebarkan Hersubeno Arief telah membuat kepanikan kader PDIP di berbagai daerah. “Belum lagi Ibu Megawati sangat dirugikan atas berita hoaks itu,” ungkap Sulaksono. Tampaknya GBM tidak cermat dalam menyimak tayangan Hersubeno Point tersebut. Bahwa yang ditayangkan sebenarnya bahannya mengambil dari tulisan media RMOLJabar.id, Kamis (9 September 2021 | 02:05). Situs itupun juga mengutip dari twiter yang disampaikan akun JafarSalman yang mencuitkan satu pertanyaan, “Benarkah Megawati dirawat di RSPP?” Pengguna akun lainnya, Imad juga menyampaikan sebuah pertanyaan. “Megawati dilarikan ke RS Pertamina?” tanya Imad. Jadi, GBM “salah alamat” jika lantas menuding Hersubeno sebagai penyebar hoaks. Sebagai wartawan senior dengan jam terbang tinggi, ia tak akan gegabah dalam menayangkan kabar rumor yang akan disebarkannya. Makanya, dalam penayangan di akun YouTube-nya itu, Hersubeno tampak sangat hati-hati ketika menyampaikan kabar yang sebenarnya sudah ditayangkan oleh RMOLJabar.id itu. Ia juga mengutip pernyataan Aria Bima dan legislator PDIP Rahmad Handoyo. Saya yakin, pejabat sekelas Kabareskrim Komjen. Pol. Drs. Agus Andrianto, SH, MH tidak akan serta-merta menerima begitu saja laporan dari GBM. Karena jenderal bintang tiga ini sudah pasti tahu akan isi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Apalagi, sekelas Ketua Dewan Pers Prof. M. Nuh yang pernah menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Pasti sudah ngelontok jika harus bicara soal Hak Jawab dalam UU Pers itu. Saya yakin, akun JafarSalman yang mencuitkan, “Benarkah Megawati dirawat di RSPP?” dan akun Imad yang mempertanyakan, “Megawati dilarikan ke RS Pertamina?” setidaknya mendengar kabar soal Megawati yang dilarikan ke RSPP. Jangan sampai tiba-tiba ada rekaman video yang membuktikan Megawati ketika itu memang sempat dilarikan ke RSPP karena kondisi darurat. Kalau sudah begini, Megawati dan Hasto Kristiyanto bisa dianggap telah melakukan pembohongan publik. Apalagi, dari jejak digital diketahui, Hasto sudah pernah melakukan pembohongan publik terkait kasus hilangnya caleg PDIP Harun Masiku. Yang perlu dicatat, Megawati masih punya hak istimewa sebagai mantan presiden. Jadi kalau dia sakit atau sehat, harus ada statement dari Istana (Presiden Joko Widodo). Tapi, tampaknya sampai detik ini belum ada pernyataan dari Istana. Saya melihat ini permainan dengan motif yang bertujuan untuk menjerat musuh-musuh PDIP. Mereka sedang test the water. Menguji loyalitas! Penulis adalah Wartawan FNN.co.id
Polisi: Mahasiswa PIP Tewas Dianiaya 5 Seniornya
Semarang, FNN - Polisi menetapkan lima taruna Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang sebagai tersangka penganiayaan yang menewaskan Zidan Muhammad Faza, taruna yang merupakan junior kelima pelaku. Kapolrestabes Semarang Kombes Pol.Irwan Anwar di Semarang, Jumat, mengatakan, penganiayaan yang menewaskan Zidan terungkap setelah polisi mengungkap adanya kejanggalan terhadap laporan awal penyebab kejadian itu. "Jadi penyidik menemukan keganjilan saat menghimpun keterangan pada laporan awal kejadian itu," katanya. Ia menjelaskan, laporan awal tewasnya Zidan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang melibatkan salah seorang pelaku yang bernama Caecar Richardo Bintang Samudra Tampubolon. Tersangka mengaku memukul korban setelah terlibat kecelakaan hingga akhirnya meninggal dunia saat dibawa ke rumah sakit. Dalam penyidikannya, polisi menemukan sejumlah kejanggalan ketika menghimpun bukti dan keterangan dari para saksi. Beberapa kejanggalan tersebut, kata dia, warga di sekitar lokasi tentang terjadinya kecelakaan antara korban dan pelaku ternyata menyebut tidak pernah ada peristiwa itu. Selain itu, polisi juga mendapati rekaman CCTV rumah sakit yang menunjukkan bahwa korban dibawa oleh banyak rekannya untuk mendapatkan perawatan. Dari berbagai keterangan dan bukti yang diperoleh, korban ternyata dianiaya oleh lima seniornya itu di luar lingkungan kampus. Kelima senior pelaku penganiayaan yang menewaskan Zidan tersebut masing-masing Caecar Richardo Bintang Samudra Tampubolon, Aris Riyanto, Andre Arsprilla Arief, Albert Jonathan Ompu Sungu, dan Budi Dharmawan. Dari keterangan pelaku, korban dianiaya di Mess Indo Raya di daerah Genukkrajan, Semarang. Korban dianiaya ketika para seniornya itu mengumpulkan para adik kelasnya di luar kampus untuk pembinaan. Dari pemeriksaan, tersangka Caecar menyatakan siap bertanggung jawab atas kejadian itu dengan berpura-pura membuat cerita seolah-olah terjadi kecelakaan yang memicu penganiayaan itu. Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan yang menewaskan orang lain. (ant, sws)
Demokrat Bubarkan Acara HUT ke-20 Demokrat Moeldoko
Jakarta, FNN - Sejumlah pengurus Partai Demokrat tingkat pusat dan daerah mencopot atribut partai dan membubarkan acara peringatan HUT Ke-20 yang digelar oleh kelompok KLB pimpinan Moeldoko. Kegiatan itu dibubarkan oleh pengurus DPP dan DPD Partai Demokrat Provinsi Banten karena panitia acara secara tidak sah mencatut dan menggunakan atribut partai, kata Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra di Jakarta, Jumat. Tidak hanya itu, Herzaky menerangkan kepolisian juga ikut serta membubarkan acara, karena penyelenggara tidak dapat menunjukkan surat pemberitahuan ke aparat dan otoritas berwenang. Beberapa tokoh sentral kelompok KLB semula akan menggelar acara peringatan HUT Ke-20 Partai Demokrat di Hotel JHL Solitaire Gading Serpong, Tangerang pada pukul 19.00 WIB. Namun sebelum acara berlangsung, Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Banten Iti Jayabaya datang langsung ke lokasi untuk memeriksa keabsahan acara. Iti, yang saat ini aktif menjabat sebagai Bupati Lebak, datang ke lokasi acara bersama pengurus DPP, antara lain Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Irwan Fecho, Kepala Badan Pembinaan Jaringan Konstituen Partai Demokrat Zulfikar Hamonangan, dan dua deputi Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat, yaitu Ricky Kurniawan serta Cipta Panca Laksana. "Alhamdulilah, tadi mereka (panitia, red.) sudah sepakat membubarkan dan mencopot atribut Demokrat yang berada di lokasi acara," ucap Iti sebagaimana dikutip dari keterangan resmi Partai Demokrat. Usai mencopot atribut-atribut Partai Demokrat, Iti lanjut mengucapkan terima kasih kepada para kader yang turut bersolidaritas ke lapangan. "Saya mengucapkan terima kasih atas soliditas, komitmen yang ditunjukkan oleh saudara-saudara semua, keluarga besar Partai Demokrat. Saya yakin kita punya slogan yang sama untuk membangun demokrasi yang lebih baik," ujar Iti. Kelompok KLB pimpinan Moeldoko semula berencana menggelar acara peringatan HUT Ke-20 Partai Demokrat, yang salah satunya dimeriahkan acara menonton tayangan tentang sejarah berdirinya Partai Demokrat. Di samping itu, acara lainnya adalah sambutan dari Ketua Panitia, pidato mengenai Lintasan Pemikiran Perkembangan PD oleh Prof. R. M Rompas, Penyerahan Penyuluhan dan Penitipan PD dari Prof S Budhisantoso ke Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, sambutan dari Moeldoko, serta Sekapur Sirih dari Marzuki Ali dan M Darmizal. Informasi mengenai isi acara diperoleh dari berkas surat undangan berlogo Partai Demokrat, yang diteken oleh Djoko Setyo Widodo selaku ketua panitia. Surat itu, juga mencantumkan nama Hencky Luntungan, salah satu tokoh sentral di kelompok KLB, sebagai tembusan surat. Sejauh ini, pihak-pihak yang disebut namanya dalam undangan belum dapat dihubungi langsung untuk diminta tanggapannya soal undangan acara itu. Walaupun demikian, Darmizal, saat dihubungi di Jakarta, Jumat, mengaku ia tidak mengetahui detail acara karena tengah berada di luar kota. "Kami sedang di luar kota, jadi tidak tahu detailnya," kata Darmizal. Terkait pencatutan nama tokoh senior Demokrat, Herzaky meluruskan bahwa Prof. Subur Budhisantoso tidak mengetahui soal acara itu, dan pihak itu mengaku tidak nyaman dengan pencantuman nama dia dalam surat undangan. Prof. Subur Budhisantoso merupakan ketua umum pertama Partai Demokrat dan ia adalah salah satu tokoh yang menerima penghargaan dari partai pada peringatan HUT Ke-20 di JCC, Jakarta, Kamis (9/9). (ant, sws)
Teras Narang Ingatkan Pemindahan Ibukota Negara Bakal Membengkakkan Utang
Palangka Raya, FNN - Anggota DPD RI Agustin Teras Narang memberikan sejumlah pandangan, sekaligus mengajak semua pihak melihat secara realistis keadaan bangsa dan negara Indonesia, apabila membahas serta menyoroti kelanjutan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Provinsi Kalimantan Timur. Sejak adanya pandemi COVID-19 membuat terjadi perubahan mendasar keuangan negara Indonesia serta konsentrasi pemerintah terfokus pada kesehatan dan ekonomi serta sosial maupun politik, kata Teras usai menjadi pembicara di dialog secara daring bertema 'Suara IKN dari Senator Kita' melalui rilis yang diterima di Palangka Raya, Jumat. "Postur APBN dari tahun 2020 sampai rancangan APBN 2022, fokusnya pun masih terkait penanganan pandemi COVID-19," kata dia. Selain itu, lanjut senator asal Kalimantan Tengah itu, sampai akhir 2021, hutang pemerintah mencapai Rp7.252 triliun. Sementara anggaran negara tersedot untuk membayar bunga hutang mencapai Rp773,3 triliun. Angka itu kemungkinan akan terus melejit sampai pada 2022 dan, kemungkinan pemerintah akan menambah hutang lagi sekitar Rp1.000 triliun. "Data lonjakan hutang dalam tiga tahun terakhir ini, bisa menciptakan jebakan hutang yang berbahaya. Jadi, mempertimbangkan anggaran dan dikaitkan dengan utang negara ini, maka kita harus mengambil sikap berhati-hati," ucap Teras. Menurut dia, faktor lain yang juga perlu diperhatikan dan dicermati adalah terkait payung hukum. Hal itu karena, sepanjang yang diketahui dirinya, dua kabupaten yang akan menjadi lokasi Ibu Kota Negara di Kalimantan Timur, juga belum sepenuhnya siap. Alhasil, penetapan Ibu Kota Negara ini pada akhirnya juga nantinya menjadi Daerah Khusus Ibu Kota, yang namanya sampai saat ini belum diputuskan. Dia mengatakan, wilayah yang menjadi Ibu Kota Negara ini, akan terpisah dari Provinsi Kalimantan Timur, sehingga memerlukan payung hukum. Ditambah lagi, pendekatan ke elemen masyarakat dan peningkatan kualitas SDM mendukung Ibu Kota Negara itu, terkesan belum berlangsung baik. "Jadi, saya menilai persiapan pemindahan Ibu Kota Negara ini, belum sepenuhnya seperti yang diharapkan. Itulah kenapa saya mengajak semua pihak, realistis melihat keadaan bangsa dan negara Indonesia sekarang ini jika ingin menyoroti kelanjutan pemindahan Ibu Kota Negara," demikian Teras Narang. Dialog secara daring bertema 'Suara IKN dari Senator Kita' yang dilaksanakan Kaltim Post itu juga turut menghadirkan Anggota DPD RI dari Kalimantan Selatan Habib Aburrahman Bahasyim, serta dari Kalimantan Timur Aji Mirni Mawarni. (ant, sws)
Hersubeno Itu Membahas Berita Hoax, Bukan Membuat Hoax
By Asyari Usman GARDU Banteng Marhaen (GBM), ormas yang berafiliasi ke PDIP, mengatakan mereka akan melaporkan wartawan senior, Hersubeno Arief, dengan tuduhan menyebarkan berita hoax mengenai Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri yang diberitakan dirawat di ruang ICU Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta. Dalam acara “Hersubeno Point” (HP) edisi 9 September 2021, Mas Hersu (panggilan akrab Hersubeno) membahas rumor tentang Bu Mega yang diberitakan sedang sakit berat. Wartawan FNN ini menguraikan kronologi rumor yang dimunculkan oleh entah siapa. HP mengutip bantahan para kader senior PDIP terhadap rumors tentang Bu Mega itu. Ada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Wasekjen Sadarestuwati yang dengan tegas membantah rumor itu. Dikutipkan pula oleh Mas Hersu jawaban Aria Bima, juga kader senior PDIP, bahwa dia tidak punya informasi tentang Bu Mega sakit. Ketua GBM Sulaksono Wibowo, yang mengatakan dia akan melaporkan Mas Hersu ke Bareskrim Polri, perlu menyimak kembali dengan saksama tayangan HP yang mau dia laporkan itu. Kalau Pak Sulaksono memutar ulang video YouTube yang telah ditonton hampir 390 ribu kali itu, dan perhatikan betul kalimat demi kalimat yang diucapkan oleh Mas Hersu, tidak mungkin menvonis tayangan ini dengan label hoax. Mengapa? Karena yang hoax itu adalah rumors tentang Bu Mega sakit dan dirawat di ruang ICU RSPP. Sedangkan acara “Hersubeno Point” itu justru membahas rumors yang terbukti hoax itu. Mas Hersu bukan membuat dan menyebarkan berita hoax tentang Bu Mega sakit. Pak Sulaksono jelas sangat keliru menyimpulkan konten yang disiarkan atas nama Forum News Network (FNN) itu. Berita hoax tentang Bu Mega sakit adalah juga berita. Artinya, melaporkan atau membahas berita hoax sama dengan membahas berita apa saja yang bukan hoax. Yang dilakukan Mas Hersu bukan ikut membagikan berita hoax itu. Dia membicarakan benar atau tidak rumor Bu Mega yang dikatakan sakit itu. Jadi, kalau Pak Sulaksono berkeras bahwa Mas Hersu yang membahas berita hoax disebut sebagai penyebar hoax, berarti Polisi akan menangkap banyak wartawan yang membuat laporan tentang perampokan atau pencurian karena mereka bisa dituduh merampok atau mencuri.[] (Penulis wartawan senior FNN)