ALL CATEGORY

Interpelasi Anies: PDIP dan PSI Masih Ada Luka Pilkada 2017?

By Asyari Usman JAJARAN pimpinan PDIP Jakarta dan pimpinan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) merasa sangat senang dikirimi karangan bunga yang mendukung interpelasi terhadap Gubernur Anies Baswedan terkait penyelenggaraan Formula E (FE). Mereka mengatakan, balap mobil listrik itu akan membuang-buang uang rakyat. Interpelasi adalah hak anggota DPR atau DPRD untuk meminta keterangan kepada pemerintah atau pemerintah daerah tentang kebijakan strategis yang berdampak luas. Soal penyelenggaraan balap mobil listrik internasional (yang dinamakan Formula E), memang bisa saja dibawa ke interpelasi. Salahkah Anies membawa FE ke Jakarta? Pertanyaan ini hendaklah dijawab secara objektif melihat kondisi dan kemampuan Pemprov DKI. Faktor lainnya adalah edukasi tentang energi bersih dan bebas polusi. Formula E dibawa ke Jakarta bukan karena Anies ingin dilihat top. Bukan juga karena gagah-gagahan. FE adalah simbol “green energy” (energi hijau). Dengan menghadirkan FE di Indonesia, Gubernur Anies ingin berpartisipasi dalam menggalakkan penggunaan mobil yang tidak berbahan bakar fosil (minyak bumi). Harus diakui, di seluruh dunia upaya penggalakan mobil listrik (green energy) tidaklah mudah. Jumlah kendaraan listrik hanya 2% dari total kendaraan yang diproduksi. Hanya orang-orang yang memiliki kesadaran yang tinggi tentang lingkungan, yang antusias memakai mobil listrik. Tetapi, kampanye mobil listrik harus dilakukan terus-menerus. Dan itulah salah satu tujuan Anies menyelenggarakan FE di Indonesia. Untuk menumbuhkan kesadaran tentang kendaraan bebas polusi. Formula E adalah bagian dari kampanye panjang dan melelahkan untuk menggalakkan “clean energy” (energi bersih). Apakah Pak Gubernur perlu ikut dalam kampanye ini? Pastilah perlu. Jakarta adalah salah satu kota di dunia yang menghasilkan polusi asap kendaraan dalam jumlah besar. Jadi, dari sisi ini, Anies berpikir jauh ke depan. Strategi yang menjangkau keperluan mendesak untuk membebaskan ibukota dari polusi kendaraan berbahan bakar minyak. Biaya penyelenggaraan Formula E memang relatif besar. Sampai sekitar 4.4 triliun. Sekitar 10% dari pendapatan asli daerah (PAD) Jakarta yang pada 2018 lalu mencapai 44.5 triliun. Memang di masa wabah Covid ini PAD menurun drastis. Dilihat sepintas, biaya FE itu tidaklah kecil? Tetapi, bukan juga angka yang akan “menyulitkan” keuangan Pemprov. Lagi pula harus diingat bahwa biaya 4.4 triliun itu adalah untuk penyelenggaraan selama 5 (lima) tahun, mulai tahun 2022. Kalau para anggota DPRD dari PDIP dan PSI hanya melihat biaya penyelenggaraan Formula E dengan kaca mata kuda, tentu terasa cukup besar. Namun, perlu ditengok pula aspek pendidikan lingkungan yang akan dihasilkannya. Jadi, penyelenggaraan Formula E tidak hanya sekadar menghadirkan balap internasional di Indonesia. Perhelatan ini merupakan “politik energi” Anies yang sangat diperlukan guna mendorong penggunaan kendaraan bebas polusi. Yaitu, kendaraan bertenaga listrik. Saudara-saudari dari PDIP dan PSI tak mungkin tidak paham tentang “clean energy” (energi bersih). Untuk sektor transportasi, mobil listrik adalah masa depan yang sedang disiapkan oleh semua negara maju di dunia. Indonesia tidak mungkin “asal ikut” saja dalam proses peralihan energi yang sangat krusial saat ini. Para pakar polusi memberikan peringatan bahwa seluruh dunia hanya punya waktu 10 tahun saja untuk pindah ke energi bersih sebelum terjadi “climate change” (perubahan iklim) yang sangat berbahaya. Kita semua, termasuk para politisi, hendaklah membaca persoalan besar yang bakal melanda manusia. Partisipasi Anies untuk mendorong penggunaan mobil listrik lewat Formula E, belum apa-apa dibandingkan invetasi besar negara-negara lain dalam upaya melenyapkan polusi. Terakhir, kepada bapak-ibu dari PDIP dan PSI di DPRD DKI. Marilah kita melihat lebih objektif dan jauh ke depan. Mungkin perlu ditinjau ulang. Apakah interpelasi yang Anda gagas untuk Formula E itu benar-benar bermotifkan kepentingan publik, atau karena masih ada luka Pilkada 2017? Semoga tidak![] (Penulis wartawan senior FNN)

Satgas: Aplikasi PeduliLindungi Efektif Permudah Aktivitas Masyarakat

Jakarta, FNN - Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas COVID-19 Alexander K. Ginting mengatakan aplikasi PeduliLindungi secara efektif dapat mempermudah masyarakat dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dengan menjadi lebih cepat dan mudah. “Aplikasi ini memudahkan misalnya di bandara, kita tidak perlu berlama-lama. Cukup dengan menekan NIK bisa berjalan dengan cepat. Demikian kalau kita memasuki toko perbelanjaan, dengan screen shoot barcode saat melakukan scanning, maka itu bisa berjalan dengan cepat,” kata Alexander saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat. Alexander menjelaskan, tujuan dibuatnya aplikasi PeduliLindungi antara lain mempermudah administrasi kesehatan masyarakat saat melakukan suatu kegiatan, mengurangi kontak fisik antar individu juga memberikan informasi terkait tingkat bahaya COVID-19 di suatu daerah dan vaksinasi. Aplikasi tersebut, kata dia, dapat dimanfaatkan sebagai paspor kesehatan saat seseorang akan berpergian. Hal tersebut akan membantu masyarakat mencatat tempat-tempat yang pernah dikunjungi, sehingga mempermudah pendektesian penularan COVID-19. “Jadi aplikasi itu berguna untuk yang bersangkutan sebagai paspor dia pergi ke mana-mana dan sebagai alat untuk mengendalikan bahwa kapan dia vaksin, kapan dia pemeriksaan PCR, sehingga tercatat semua di aplikasi tersebut,” kata dia. Selain mempermudah aktivitas melalui data kesehatan, dia mengatakan aplikasi itu juga efektif mencegah penularan COVID-19, karena kondisi seseorang dapat diketahui berdasarkan warna-warna yang muncul atau berubah pada aplikasi. “Aplikasi akan berubah warna. Jadi kalau kita sudah vaksinasi dua kali, maka warna pada aplikasi kita itu hijau. Kalau vaksin baru satu kali, warna aplikasi itu jadi kuning,” ujarnya. Tidak hanya warna untuk vaksinasi, warna tersebut akan berubah menjadi hitam apabila seseorang terkonfirmasi positif virus COVID tipe SARS-CoV-2. “Makanya setiap masuk ke mall, akan terlihat warnanya memberi tahu. Untuk yang positif kalau hitam langsung akan disuruh ke isoter atau pulang untuk isolasi mandiri,” kata Alexander. Warga RT 03 RW 05 Jagakarsa, Jakarta Selatan Farah (22) mengatakan hingga hari ini dirinya merasa terbantu oleh informasi-informasi yang ada dalam fitur PeduliLindungi. "Awalnya karena mau lihat sertifikat COVID-19. Lalu karena sebelumnya pengen vaksin, jadi cari tahu di sana vaksin disediakan di mana saja, Jadi download PeduliLindungi buat cari tahu masalah vaksin saat itu,” kata Farah. Farrah menjelaskan, aplikasi tersebut tidak hanya membantu mengecek layanan vaksinasi namun juga mengetahui tingkat bahaya COVID-19 di setiap daerah, sehingga membentuk sebuah rasa aman dalam dirinya untuk memproteksi diri lebih kuat dari berbagai virus yang ada. “Merasa menjadi lebih aman ya. Karena saya jadi mudah mengetahui tempat tujuan saya ini zonanya apa, jumlah orang yang positif berapa, jadi merasa lebih aman seperti itu,” ucap dia. Seorang karyawan kantor di Jakarta Selatan Fina (23) juga mengatakan melalui PeduliLindungi masyarakat tidak perlu harus selalu mencetak surat bukti telah divaksin atau hasil tes yang telah dilakukan, sehingga membuat pembawaan dokumen menjadi lebih tertata, “Terbantu sekali ya, karena jika saya ingin vaksin tinggal tunjukkan aplikasinya tanpa perlu print dokumen secara fisik. Dapat memantau statistik kasus COVID-19 di lokasi terdekat maupun umum ya,” kata dia. Ia mengatakan sebagai seorang pekerja, dirinya merasa lebih terpantau saat menjalani mobilitas. Melalui pemantauan itulah, dirinya dapat melindungi diri sendiri dan orang lain. “Sangat bantu sekali ya, terutama untuk tracking kita sudah pergi kemana saja,” kata Fina. (mth)

Dirjen Polpum Kemendagri: Tantangan Pemilu 2024 Sangat Besar

Jakarta, FNN - Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar mengatakan tantangan di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Bahtiar dalam keterangannya diterima di Jakarta Jumat, mengatakan bahwa pelaksanaan pemilu dan pilkada pada tahun 2024 merupakan hajatan demokrasi besar dalam waktu yang sama sehingga butuh persiapan yang matang dan antisipatif. "Sangat besar dan tugas-tugas berat seluruh penyelanggara pun sudah di depan mata," kata Bahtiar. Dalam memperkuat persiapan pemilu itu sekaligus menghadapi tantangan-tantangan yang mungkin terjadi, Bahtiar memandang penting pembiayaan sejak tahapan persiapan. "Jadi, persiapan harus dikasih anggaran, juga untuk anggaran IT, sosialisasi, dan lainnya. Berikan anggaran yang cukup di awal. Mohon maaf, anggaran pada masa persiapan itu yang penting karena akan menentukan selanjutnya," kata Bahtiar. Bahtiar mengutarakan bahwa pelaksanaan Pemilu 2024 perlu strategi dan metode untuk meyakinkan publik yang baik karena pada waktu yang sama rakyat yang menjadi konstituen juga beragam sekali. "Bayangkan, pemilu diikuti jumlah calon anggota DPRD kabupaten, kota, dan provinsi, serta calon anggota DPR RI, kemudian jumlahnya dikali jumlah partai. Belum lagi calon bupati, wali kota, dan presiden beserta tim sukses," katanya. Kendati demikian, Bahtiar bersyukur penyelenggaraan Pemilu 2024 memiliki waktu persiapan yang lumayan cukup, yakni 2,5 tahun. "Harus dimaksimalkan. Kita punya pengalaman keberhasilan Pilkada Serentak 2020," ujarnya. Sementara itu, anggota KPU Pusat I Dewa Kade Wiarse Raka Sandi menyampaikan sejumlah langkah persiapan. Persiapan yang harus disusun sejak saat ini, menurut dia, antara lain penyusunan regulasi, pengembangan aplikasi infrastruktur, uji coba dan simulasi, waktu sosialisasi kepada pemangku kepentingan terkait, dan bimbingan teknis. Salah satu antisipasi yang perlu dilakukan, lanjut dia, adalah COVID-19 masih mewabah pada Pemilu 2024. Maka, harus disiapkan anggaran tambahan di luar pelaksanaan pemilu, yakni anggaran akomodasi protokol kesehatan. "Persediaan APD di daerah dan lainnya harus diantisipasi karena bersamaan dan pada tahun anggaran yang sama. Akan tetapi, kita berharap pandemi berakhir sehingga beban anggaran bisa berkurang," ujarnya. (mth)

Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga Akan Mundur

Tokyo, FNN - Perdana Menteri Jepang, Yoshihide Suga akan mundur dari jabatannya. Ia juga tidak akan mencalonkan diri dalam pemilihan pemimpin partai yang sedang berkuasa. Menurut laporan kantor berita Jepang, Kyodo, Jumat (3/9/2021), pemilihan pemimpin partai dijadwalkan September 2021. Suga tidak mencalonkan diri lagi, guna menyiapkan panggung kepada penggantinya, setelah hanya setahun ia menjabat sebagai pemimpin di negeri sakura itu. Suga yang mengambil-alih kepemimpinan setelah Shinzo Abe mengundurkan diri pada September tahun lalu karena alasan kesehatan, melihat peringkat dukungannya anjlok di bawah 30 persen saat Jepang berjuang melawan gelombang infeksi Covid-19 terburuk menjelang pemilihan umum tahun 2021. Pemilihan ketua partai dijadwalkan 29 September 2021. Pemenangnya dipastikan menjadi perdana menteri karena mayoritas LDP (Partai Demokrat Liberal) di majelis rendah. Pemerintah Jepang telah mempertimbangkan menggelar pemilu 17 Oktober mendatang. Suga berencana merombak kabinetnya dan sejumlah petinggi partai Akan tetapi, rencana tersebut tidak lagi valid. Dua sumber partai mengatakan kepada Reuters secara anonim karena sensitivitas situasi tersebut. Fumio Kishida, mantan Menteri Luar Negeri Jepang, berlomba memenangkan posisi ketua partai. Kishida, Kamis lalu mengkritisi respon Suga terhadap virus corona dan mendesak paket stimulus melawan pandemi. Tidak seperti tahun lalu, anggota akar rumput LDP akan memberikan suaranya bersama dengan anggota parlemen yang membuat pemilihan ketua partai lebih sulit diprediksi. Anggota parlemen pemula yang takut kehilangan kursi mereka, mungkin berhati-hati mengikuti perintah seniornya. (MD).

Gugatan KLB Ilegal Deli Serdang Kadaluarsa dan Tidak Berdasar Hukum

Jakarta, FNN - Sidang perkara No. 154/G/2021/PTUN-JKT di PTUN Jakarta sudah masuk dalam tahapan Bukti Surat, dimana para pihak, Penggugat (KLB Deli Serdang) dan Tergugat Intervensi (DPP Partai Demokrat), masing-masing telah menyerahkan bukti-bukti. KLB Deli Serdang pimpinan Moeldoko dan DPP Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono telah menyerahkan bukti-bukti dokumen kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Bambang Soebiyantoro, SH. MH, Kamis, 2 September 2021. Hamdan Zoelva, Kuasa Hukum DPP Partai Demokrat pimpinan AHY menegaskan kembali, “Pertama, gugatan pihak KLB Ilegal Deli Serdang yang ditujukan kepada Menkumham Yasonna Laoly di PTUN Jakarta telah kadaluarsa dan tidak berdasar hukum.” Hal tersebut berlandaskan UU No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang telah tegas menyatakan, tenggat waktu untuk menggugat Putusan Pejabat Tata Usaha Negara dalam hal ini Menkumham tidak boleh melewati batas waktu 90 hari sejak diputuskan. Menurut Hamdan, pihak KLB Deli Serdang telah melakukan gugatan terhadap Menkumham terkait SK pengesahan AD/ART Partai Demokrat pada 18 Mei 2020 dan SK Kepengurusan DPP Partai Demokrat (2020 – 2025) pada 27 Juli 2020. Dengan telah diterbitkannya Lembaran Berita Negara RI No.15 pada 19 Februari 2021 terkait kedua SK Menkumham RI itu maka berdasarkan Azas Publisitas, setiap orang/kader/anggota partai dan masyarakat dianggap telah mengetahui kedua objek yang diterbitkan Menkumham. “Kedua, gugatan pihak KLB Ilegal ini juga tidak mempunyai legal standing. Sebab, para Penggugat telah diberhentikan secara tetap sebagai anggota Partai Demokrat”. “Ketiga, gugatan ini juga kabur dan tidak jelas karena dalil gugatan para penggugat telah mencampuradukkan antara dalil gugatan objek TUN dengan dalil gugatan perselisihan internal partai yang menjadi ranah dan kewenangan Mahkamah Partai”. Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut, PTUN Jakarta tidak memiliki kewenangan untuk mengadili perkara ini karena dalil gugatannya itu mempermasalahkan internal Partai Demokrat. Padahal UU Parpol secara tegas menyatakan bahwa Perselisihan Partai Politik diselesaikan internal Partai Politik yang dilakukan oleh Mahkamah Partai. Dimana Keputusan Mahkamah Partai bersifat final dan mengikat. Anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan yang turut menghadiri sidang bukti tersebut menyatakan, “Untuk mematahkan upaya manipulasi fakta yang dilakukan Gerombolan KSP Moeldoko, DPP Partai Demokrat yang sah di bawah kepemimpinan AHY telah menyerahkan 31 bukti.” (mth)

Niat Pak Jokowi Sih Baik...

Oleh Ady Amar *) ADA saja ulah Presiden Jokowi yang tampak salah di mata mereka yang kerap mengkritisinya. Semua yang dilakukan dikesankan salah. Begini salah, begitu salah... segalanya lalu tampak salah. Apa memang benar-benar salah yang dilakukannya, atau itu cuma nyinyiran kaum yang memilih tempat tidak sejajar dengannya. Pak Jokowi masuk kampung ke luar kampung pun dikomentari, itu sih blusukan style yang dipilihnya, memastikan jalannya pelaksanaan vaksin di sebuah Kelurahan di Jakarta, eh kok malah dikatakan, itu sih kerjaan mantri kesehatan. Juga saat ninjau peternakan bebek di Kalimantan Tengah eh dikatakan, itu cara ia menghindar dari istana yang tengah dikepung para demonstran UU Cipta Kerja. Pokoknya Pak Jokowi terkesan salah terus, dan jadi bahan candaan. Mungkin tak ada presiden sebelum-sebelumnya yang dijadikan candaan melebihi Pak Jokowi. Tapi ya biasa sajalah wong namanya publik figur sekelas presiden, maka wajar jika sering ditiup angin kencang. Makin tinggi jabatan seseorang, maka goyangan angin akan semakin keras. Kebiasaan Pak Jokowi ini sepertinya memang suka mancing-mancing agar ada komen tidak sedap yang didapat. Mungkin harapnya, makin banyak yang nyinyir komen tidak wajar tentangnya, itu bisa meluruhkan dosa-dosanya. Makanya ia tampak mengulang hal yang sama dilakukan, yang lalu mengundang cibiran nyinyir banyak pihak, dan sepertinya itu nyinyiran para pihak yang bukan sembarang nyinyir. Itu bentuk protes yang sepantasnya. Mengulang hal yang sama pada waktu dan cara tidak tepat memang acap dilakukan Presiden Jokowi. Dan itu tampak kontradiktif. Tampaknya hal itu yang mengundang komen tidak sedap atasnya. Beberapa hari sebelumnya, Presiden Jokowi mengumumkan lanjutan PPKM, artinya pelarangan terhadap keramaian yang menciptakan kerumunan, tapi justru ia lagi-lagi yang menciptakan kerumunan. Saat kunjungan ke Cirebon Selasa (31 Agustus), Jokowi membagi-bagikan sembako, yang mengundang kerumunan massa saling dorong. Kesan yang ditampakkan Pak Jokowi itu memang bukan kesan yang baik, dan jika muncul komen nyinyir menyikapinya, itu konsekuensi atas sikapnya yang kontradiktif. Bagaimana mungkin bisa berkumpul sikap melarang dan melanggar sekaligus pada diri seseorang, dan itu dilakukan seorang Presiden. Melihat dari Teori Millon Niat Presiden Jokowi itu sih sebenarnya baik, tapi dilakukan pada waktu yang tidak tepat. Dan bahkan masuk kategori salah. Kebiasaan mendatangi rakyat langsung dengan membagi-bagi sembako dan apalagi melempar-lempar bingkisan pada kerumunan, pada masa pandemi lagi, itu tentu bukan hal tepat bahkan masuk kategori pelanggaran. Keheranan kelompok yang biasa mengkritisinya, tampak wajar. Sikap Presiden Jokowi, yang di satu saat melarang kerumunan, tapi tetap berharap punya keistimewaan boleh melanggar larangan yang dibuatnya, itu hal aneh. Sepertinya, keinginan untuk melanggar itu bukan hal yang diniatkan, tapi jadi kebiasaan dan keasyikan tersendiri. Senang melihat orang berebutan, memang pada orang-orang tertentu jadi keasyikan tersendiri. Tidak salah jika lalu orang menyebut ada sikap yang salah yang dipunyai Presiden Jokowi dengan melempar-lemparkan bingkisan, itu seperti menghina akal sehat saja. Bukankah itu laku merendahkan dan bahkan bisa disebut penghinaan, meski tidak dimaksudkan demikian. Presiden Jokowi seolah ingin mengatakan, ini cara saya menghibur rakyat yang saya temui di jalan. Memangnya tidak ada cara lain bisa dilakukan, dengan tidak harus melempar-lempar bingkisan, yang bisa menyenangkan rakyat. Memang rakyat yang tengah terpuruk dan butuh sembako tidak akan pernah merasa risih diperlakukan demikian. Tapi akal sehat pastilah menolaknya. Melihat cara Presiden Jokowi mendekati rakyat, dengan memilih model yang menimbulkan kerumunan, dengan melempar-lempar bingkisan, itu sebenarnya bukan cuma membuat setidaknya orang yang menerima senang, tapi terutama justru membuat dirinya senang. Melihat tangkapan orang yang menerima lemparan bingkisan sambil berebutan, itu akan menyenangkan buatnya. Apalagi sampai adegan nyosop segala. Saya jadi teringat pada masa kanak-kanak dulu, dimana kawan sepermainan yang tergolong kaya dibanding yang lainnya, suka "menggarap" kawan lainnya dengan kelakuan tidak wajar. Tentu yang disasarnya kawan yang memang dari keluarga yang secara ekonomi benar-benar sulit... Ditraktir oleh kawan keluarga kaya tadi, tapi dengan tantangan makan rujak dengan lombok 25 biji. Kawan yang berharap bisa makan rujak tadi mengiyakan tantangan tadi. Dimakannya dengan lahap rujak itu dengan mulut yang menahan pedas dan dahi berpeluh, sampai habis sepiring beserta bumbu-bumbunya. Itu sesuai kesepakatan bahwa piring harus bersih mengkilap. Kawan yang mentraktir tadi senang melihat adegan itu, sambil tertawa-tawa lepas tanda puas. Seorang kawan bijak yang dalam segi usia lebih tua menasihati, mengapa mentraktir harus dengan cara tidak baik. Nasihat itu diabaikan, baik kawan yang mentraktir maupun yang ditraktir dengan memilih tidak menanggapinya. Bukannya lakunya itu berhenti, justru jumlah lomboknya ditingkatkan menjadi 30 biji dan seterusnya... tampaknya "menyiksa" itu jadi keasyikan tersendiri buatnya. Itu masa kanak-kanak, tentu kepribadian belum terbentuk sempurna, dan nilai-nilai agama belum tertanam dengan baik. Maka, kelakuan pada masa kanak-kanak itu bisa dimengerti, meski berharap saat ini tidak ada bullying anak-anak jadi model kenakalan dengan "menyiksa" pihak kawan lainnya. Teori Millon (Theodore Millon), salah satu di antara beberapa teori dalam ilmu kepribadian yang terkenal. Teori ini melihat kepribadian seseorang yang tidak wajar, dan menyimpulkan 14 macam kepribadian, yang itu bisa dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar. Meski demikian, terjadi juga percampuran kepribadian pada seseorang, yang memiliki beberapa ragam kepribadian berbeda, dan itu tentu makin tidak wajar. Tiga kelompok besar, itu dikategorikan dalam kelompok A, B dan C. Kelompok A, disebut kelompok dengan kepribadian unik. Kelompok B, biasa disebut dengan kelompok berisik. Sedang kelompok C, disebut kelompok pendiam dan cenderung berada dalam kecemasan. Dari ke-14 jenis kepribadian, itu di antaranya adalah depresive, narsistik, antisocial, sadistic, negativistic, paranoid, schizoid, avodant, depressive, dependent, histrionik, compulsive, masochistik, dan schizotipal. Tidak tahu persis, saya dan Anda ada dikategori mana dalam teori Millon, dan tentu kepribadian Pak Jokowi juga ada di kelompok mana, itu bisa dilihat dari kepribadian tidak wajar yang cenderung dilakukan terus-menerus. Tapi tentu tidak boleh gegabah membuat kesimpulan, bahwa seseorang memiliki kepribadian tidak wajar, hanya melihat luarnya saja. Dibutuhkan kajian yang lebih mendalam dan komprehensif, tentu itu tidak bisa dipukul rata. Tulisan ini tidak dimaksudkan menilai kepribadian seseorang, apalagi kepribadian seorang Presiden Jokowi, tapi lebih pada menjelaskan, bahwa niat baik saja untuk membantu, itu tidak cukup... apalagi dengan cara lempar-lempar bingkisan. Tentu itu tak elok dipandang mata... (*) *) Kolumnis

KPK Ayo Periksa Menteri Agama

By M Rizal Fadillah RAPAT Kerja Kemenag dengan Komisi VIII membongkar anggaran 21 Milyar untuk diseminasi pembatalan haji 2021. Benar apa yang dikemukakan anggota Fraksi Demokrat bahwa diseminasi tidak diperlukan apalagi dengan biaya Rp 21 Milyar. Publik termasuk jama'ah dengan pengumuman pembatalan saja sudah paham. Ada pandemi dan ada pula otoritas Saudi yang hingga saat itu tidak membuka visa haji. Lalu Rp 21 Milyar untuk apa? Mengumpulkan jama'ah juga tidak, baik di daerah maupun di pusat. Sayangnya Menteri Yaqut Cholil Qoumas tidak mengklarifikasi atas penggunaan dana tersebut di depan rapat Komisi VIII sehingga wajar jika kini muncul pertanyaan publik, terjadi korupsi kah? Dana haji yang besar memang rawan penyimpangan. Meskipun dana haji itu kini dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) bukan berarti telah terjamin keamanan pemanfaatan. Saat muncul isu penggunaan untuk infrastruktur saja telah mengguncangkan jama'ah dan umat Islam. Perlu kejelasan Rp 21 Milyar yang digunakan untuk diseminasi pembatalan itu menggunakan dana apa dan untuk alokasi apa saja. Dibandingkan dengan korupsi trilyunan jumlah Rp 21 Milyar itu kecil, tetapi jika dengan puluh atau ratus juta maka itu sangat besar. Lagi pula korupsi itu tidaklah memandang besaran jumlah karena yang penting adanya kerugian negara dan menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Perlu diselidiki apakah ada penyimpangan hukum dari kasus diseminasi ini? Ayo KPK atau Kejaksaan Agung periksa Menteri Agama. Pembatalan yang sudah jelas merugikan jama'ah ternyata kini terindikasi merugikan negara pula. Ke kantong dan rekening siapa saja dana itu mengalir? Bahaya jika begitu mudahnya uang rakyat digasak dengan mengatasnamakan kegiatan agama. Teringat saat Menteri Agama dulu Suryadarma Ali yang tersangkut kasus penggunaan dana haji hingga harus mendekam di penjara. Awalnya menganggap sama sekali tidak melakukan penyalahgunaan. Seluruhnya dilakukan sesuai prosedur. Akan tetapi setelah didalami oleh PPATK dan untuk kemudian KPK turun tangan, maka terbuktilah bahwa apa yang dilakukan Menteri Agama itu adalah keliru. Menteri melakukan tindak pidana korupsi. Komisi VIII DPR yang telah memulai mempertanyakan harus pula menindaklanjuti temuan ini, karena saat pertemuan terbuka dengan Menteri Agama Yaqut ternyata belum mendapat jawaban yang jelas dan memuaskan. Bila Menag meyakini dirinya bersih, maka ia dan jajarannya harus siap untuk diperiksa baik oleh PPATK, KPK, ataupun Kejaksaan Agung. Selamat bersih-bersih, Gus Yaqut. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Pemprov DKI Kalah di MA dalam Kasus Reklamasi Pulau H

Jakarta, FNN - Pemprov DKI Jakarta menyiapkan langkah-langkah lanjutan terkait putusan Mahkamah Agung (MA) soal kasus izin reklamasi Pulau H yang terletak di Teluk Jakarta. "Ya nanti kita lihat dan cek kembali, tentu kami menghargai putusan MA, nanti Biro hukum akan mempelajari dan mempersiapkan apa langkah-langkah yang diperlukan dan akan diambil Pemprov DKI," kata Riza di Balai Kota Jakarta, Kamis malam. Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang dilayangkan PT Taman Harapan Indah melawan Gubernur DKI Anies Baswedan terkait izin reklamasi pulau H, di Teluk Jakarta. "Kabul PK, Batal Judex Juris, Adili Kembali, Tolak Gugatan (CF.JF.PT) (Kabul PK, batal judex juris/kasasi, adili kembali, tolak gugatan, confirm judex factie pengadilan tinggi)," dikutip dari situs MA, Kamis (2/9). Judex juris dalam perkara ini merupakan putusan di tingkat MA sebelumnya, yang adalah kasasi, yang memenangkan pihak Anies. Perkara PK tersebut diputus pada 19 Agustus 2021 dengan komposisi hakim yang mengadili perkara adalah Yosran, Yulius, dan Ketua Majelis Hakim Supandi. Permohonan dengan nomor register 84 PK/TUN/2021 ini tercatat memiliki pemohon atas nama PT Taman Harapan Indah, dengan termohon adalah Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Sengketa ini bermula saat Anies menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 1409 Tahun 2018 pada 6 September 2018 yang berisi pencabutan izin 13 pulau reklamasi, termasuk izin reklamasi Pulau H. Tidak terima hal itu, PT Taman Harapan Indah menggugat hal yang berkaitan dengan pencabutan izin reklamasi Pulau H dalam SK tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 18 Februari 2019. Dalam gugatannya, PT Taman Harapan Indah memohon pada PTUN untuk memerintahkan Anies membatalkan SK yang terkait pencabutan izin Pulau H. Pengembang tersebut juga meminta PTUN memerintahkan Anies menerbitkan perpanjangan izin reklamasi Pulau H. Gayung bersambut. Pada 9 Juli 2019, PTUN mengabulkan gugatan PT Taman Harapan Indah. Majelis hakim membatalkan SK pencabutan izin reklamasi Pulau H dan memerintahkan Anies memproses perpanjangan izin reklamasi tersebut. Tidak terima, Anies kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta, namun tidak membuahkan hasil. Anies dan PT Taman Harapan Indah sama-sama mengajukan kasasi ke MA. Anies mengajukan kasasi karena SK yang diterbitkan untuk dibatalkan oleh PT TUN, sementara itu, PT Taman Harapan Indah mengajukan kasasi karena PTTUN tidak memerintahkan Anies memperpanjang izin reklamasi Pulau H. Di tingkat kasasi, MA memenangkan Anies. Mendapati hal itu, giliran PT Taman Harapan Indah yang tidak terima dan mengajukan PK yang kemudian dikabulkan. ( sws)

Anggota DPR Minta Lemhannas Kaji Munculnya Buzzer Politik

Jakarta, FNN - Anggota Komisi I DPR RI Al Muzzammil Yusuf meminta Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) supaya melakukan pengkajian serius terhadap fenomena munculnya buzzer politik. "Saya menyarankan supaya membuat kajian yang serius. Jangan dibiarkan karena tidak ada pembenaran dari aturan apa pun untuk mereka," kata Muzammil dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Gubernur Lemhannas dan Sesjen Wantannas bersama Komisi I DPR, di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Kamis, 2 September 2021. Muzammil mengaku tidak antipati dengan buzzer jika mereka berdiskusi dengan kacamata ilmiah dan argumentasi yang benar. Akan tetapi, yang dikhawatirkan jika para buzzer itu keluar dari jalur dan menghukum orang-orang cerdas. Muzammil mencontohkan pada bulan Februari 2020 terjadi keramaian di media sosial dan media massa bahwa seorang profesor di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila yang baru dilantik, mengangkat satu wacana ideologi dengan membenturkan dengan agama. "Saya kira perlu dikaji oleh Lemhanas dalam konteks pengaderan pemimpin bangsa. Pernyataan para pejabat negara khususnya pemerintahan, itu masuk dalam ranah ideologi dan demokrasi," kata Muzammil, sebagaimana dikutip dari Antara. Berikutnya, muncul kembali ketika tes wawasan kebangsaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membenturkan Pancasila dengan agama dan Pancasila dengan Islam. "Itu dimunculkan lembaga negara, dan para buzzer menyambut dengan pro dan kontra. Yang pro bahkan berani pada isu penistaan agama," kata Muzammil. Ia menjelaskan, Buzzer itu tidak bekerja sendiri. Bahkan ada yang disebut kakak pembina. Selain itu, mereka yang dekat dengan pemerintah sampai sekarang pun tidak tersentuh hukum. Dalam konteks buzzer di Indonesia, telah masuk dimensi ideologi, muncul dimensi politik, kemudian masuk ke dimensi hukum. Bahkan, kata Muzammil, didukung digital informasi dengan internet sudah menjangkau 73 persen wilayah Indonesia. Sehingga, wacana yang dipropagandakan para buzzer menyebar begitu cepat. Dalam rapat dengar pendapat itu membahas agenda laporan keuangan Lemhannas dan Wantannas APBN Tahun Anggaran 2020, Rencana Kerja Anggaran (RKA) Tahun Anggaran 2022, dan Program Prioritas Nasional Tahun 2022. (MD).

Hak Jawab Dewan Pers Atas Berita Media Siber fnn.co.id Berjudul: “Dewan Pers Intimidasi Majalah Forum Keadilan”

Jakarta, FNN - Menanggapi berita Media Siber fhn.co.id yang berjudul: “Dewan Pers Intimidasi Majalah Forum Keadilan", https://fnn.co.id/2021/08/24/dewan-pers-intimidasi-majalah-forum-keadilan/ Dewan Pers menyatakan: Benar bahwa Dewan Pers telah mengundang redaksi Forum Keadilan melakukan mediasi pada Selasa, 24 Agustus 2021, melalui aplikasi zoom atas pengaduan kantor Kementerian Keuangan terhadap berita yang berjudul, “Rp. 75 Miliar Untuk XI DPR Hancurkan BPK,” (Nomor 22/XXX, edisi 01 — 14 Agustus 2021). Mediasi yang dilakukan pada hari Selasa tersebut merupakan mediasi kedua, setelah pada undangan mediasi sebelumnya, pihak Forum Keadilan (Teradu) tidak dapat hadir, sedangkan pihak Kementerian Keuangan Republik Indonesia Kemenkeu RI (Pengadu) hadir dan memberikan klarifikasi kepada Dewan Pers. Pada mediasi kedua, Selasa 24 Agustus 2021, pihak Pengadu (Kantor Kemenkeu RI) hadir dan pihak Forum Keadilan juga hadir dengan diwakili Oleh saudara Mohamad Toha (Redaktur Eksekutif), Zainul Arifin (Redaktur Pelaksana) dan Rimbo Bugis (Redaktur). Mereka mewakili saudara Lutfi Pattimura (Pemimpin Redaksi) yang berhalangan hadir. Sesuai dengan prosedur mediasi di Dewan Pers, pihak Pengadu (Kemenkeu RI) dipersilakan terlebih dulu memberikan keterangan, dalam hal ini memberikan progres report kemungkinan perkembangan setelah mediasi pertama--pada Jumat, 13 Agustus 2021--dilakukan. Update ini diperlukan, sebab bisa saja terjadi perkembangan informasi terkait pihak Pengadu dan Teradu sepanjang menunggu jadwal mediasi kedua. Klarifikasi tersebut hanya berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah selesai dengan Pengadu, Dewan Pers meminta mereka (Pengadu) menunggu di “ruang tunggu” Zoom. Selanjutnya tim mediasi meminta Teradu masuk ke Zoom meeting mediasi Pada sesi ini, tim Dewan Pers yang dipimpin oleh Anggota Dewan Pers Jamalul Insan yang didampingi oleh sejumlah anggota lain Dewan Pers dan Tenaga Ahli meminta klarifikasi kepada Teradu. Keberatan — keberatan dan Pengadu antara lam bahwa tulisan opini wartawan FK tersebut diduga melanggar kode etik, yang merugikan Menteri Keuangan Sri Mulyani karena mengarah kepada fitnah, tidak sesuai dengan fakta diklarifikasi kepada Teradu. Dalam klarifikasi tersebut, juga ditanyakan apakah benar nama wartawan yang menulis opini yang diadukan, adalah bukan nama sebenarnya. Hal ini perlu diklarifikasi, demi akuntabilitas atau pertanggungjawaban wartawan terhadap publik pembaca. Tidak ada satu Pasal pun di UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) yang menyatakan bahwa perusahan pers boleh menyembunyikan nama wartawannya. Hak Tolak, diatur pada pasal 4 UU Pers, namun ditujukan untuk melindungi narasumber. Pada kesempatan ini, Dewan Pers belum sempat meminta klarifikasi kepada Teradu atas dugaan Pengadu terkait ketidakajegan waktu terbit media Teradu. Klarifikasi ini penting untuk memastikan apakah media Teradu sesuai dengan Standar Perusahaan Pers (Peraturan Dewan Pers Nomor 3/2019). Dewan Pers juga mengklarifikasi proses kerja di redaksi Forum Keadilan untuk memastikan standar kerja pers yang lazim berlangsung di news room di media Teradu. Apa yang dilakukan oleh Dewan Pers dalam proses tersebut adalah klarifikasi yang diperlukan untuk menjaga kemerdekaan pers tetap berada dalam koridor Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta Kode Etik Jurnalistik. Setelah sesi klarifikasi dengan Teradu, akan dilanjutkan dengan sesi ketiga, yakni pertemuan tiga pihak antara Pengadu, Teradu, dan Dewan Pers, untuk penyelesaian pengaduan. Dewan Pers menyiapkan rancangan Risalah Penyelesaian Pengaduan untuk memperoleh kesepakatan para pihak. Namun pada sesi kedua ini, teradu dengan alasan kesibukan pamit meninggalkan room mediasi, dengan pesan bahwa teradu tetap berpegangan pada suratnya kepada Dewan Pers hanya menunggu hak jawab dari pengadu. Dalam Risalah ini dimasukkan temuan Dewan Pers atas klarifikasi terhadap Pengadu dan Teradu. Pun, ada atau tidaknya pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik atas berita yang diadukan sebagai bentuk ajudikasi yang dilakukan Dewan Pers terkait amanat Kode Etik Jurnalistik yang menyebutkan “Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh Dewan Pers”. Kemudian para pihak diminta tanggapannya atas draft/rancangan Risalah tersebut. Jika mereka setuju, Risalah akan ditandatangani para pihak dan Dewan Pers. Jika salah satu pihak atau kedua pihak tidak setuju atas rancangan Risalah itu, maka Dewan Pers akan mengambil keputusan melalui Sidang Pleno Dewan Pers berupa Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR). PPR ini bersifat final dan mengikat. Semua langkah-langkah Dewan Pers ini sesuai dengan Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers (Peraturan Dewan Pers No. 01/2017). Dewan Pers perlu menggarisbawahi bahwa sesuai Pasal 15 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, Dewan Pers antara lain berfungsi, pada butir h, memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers. Dewan Pers juga perlu mengingatkan bahwa sebagai media siber fnn.co.id wajib menaati Pedoman Pemberitaan Media Siber (Peraturan Dewan Pers No.1/2012) yang pada angka huruf a dan b menyebutkan bahwa setiap berita harus melalui verifikasi, serta berita yang merugikan pihak lain memerlukan verifikasi pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan keberimbangan. Demikian Hak Jawab Dewan Pers, semoga kita bisa menjaga marwah kemerdekaan pers secara profesional. Jakarta, 27 Agustus 2021. Dewan Pers Mohammad Nuh Ketua Dewan Pers Hak Jawab Dewan Pers ini baru dapat diunggah FNN.co.id hari ini Kamis 02 September 2021, karena baru diketahui oleh Pimpinan Redaksi pada hari ini Kamis 02 September 2021, sebagai akibat dari kebijakan manajemen FNN.co.id bahwa semua pekerjaan dikerjakan dari luar kantor, termasuk rumah. Penjaga kantor hanya datang ke kantor FNN.co.id di Jalan Majapahit No 26 Blok AF Jakarta Pusat 10160 3-4 hari sekali sebagai bentuk ketaatan seluruh awak FNN.co.id kepada kebijakan pemerintah menerapkan PPKM Darurat, PPKM Level-4 dan PPKM level-3. Selain itu, pada tanggal 23 Agustus 2021 lalu penjaga kantor FNN.co.id sempat mengalami gejala OTG (Orang Tanpa Gejala) berupa hilang penciuman dan rasa, sehingga harus menjalani isolasi mandiri. Kantor FNN.co.id diliburkan sampai hari Kamis tanggal 02 September 2021. Alhamdulillaah hari ini sudah bisa ke kantor lagi. Redaksi