ALL CATEGORY

Dugaan Bully, Pelecehan dan Penganiayaan di KPI

Jakarta, FNN. - Seorang staf Komisi Penyiaraan Indonesia (KPI) Pusat yang berinisial MS mengklaim bahwa dia mengalami perundungan (bully), pelecehan sekssual dan penganiayaan fisik sejak 2011 sampai 2018. Dalam rilis media bertanggal 1 September 2021, MS menguraikan dengan detail penderitaannya dan langkah-langkah yang dia lakukan. KPI sendiri kemarin (1/9/2021) merespon klaim MS yang telah beredar luar di media sosial termasuk grup-grup WA. KPI menyatakan pihaknya akan melakukan investigas mulai hari ini (2/9/2021) untuk mencari kejelasan mengenai klaim tsb. Wakil ketua KPI, Mulyo Hadi Purnomo, menegaskan KPI tidak akan mentoleransi perbuatan bully dan pelecehan seksual di lingkungan lembaga itu. Dia mendukung aparat penegak hukum yang akan menindaklanjuti dugaan perundugan dan penganiayaan itu. Menurut MS, dia mengalami banyak penganiayaan dan penghinaan. Itu dilakukan oleh 8 (delapan) orang staf KPI lainnya. Mereka itu adalah RM, TS, SG, RT, FP, EO, CL, dan TK. Korban MS menjelaskan dengan rinci apa-apa saja yang dilakukan oleh ketujuh orang itu. Sebagai contoh, selama dua tahun (2012-2014) RM memaksa MS membelikan makanan. RM juga sering memaki dengan nuansa SARA. RM juga memimpin penelanjangan dan pelecehan seksual. RT ikut menelanjangi MS di kantor KPI. Selain itu, RT pernah menendang bangku MS sewaktu jam istirahat sampai dia ketakutan dan merasa terintimidasi. Pada 2017, MS pernah dilemparkan ke kolam renang Resort Prima Cipayung, Bogor, pada jam 1.30 pagi. RT ikut berperan dalam penganiayaan ini. FB, kata MS, juga ikut menelanjangi dia. Bahkan memukul kepalanya di tangga lantai 5 gedung KPI Pusat semasih di Jalan Gajah Mada. Pelaku lainnya, EO, juga ikut menelanjangi. Dia mencoreti buah zakar MS dengan spidol. CL mengambil foto kelamin MS yang telah dicoreti oleh EO. MS pernah melaporkan penganiayaan dan bully itu ke Polsek Gambir. Tetapi, pihak Polsek menyarankan agar MS melapor ke atasannya. Lapor ke atasan itu dilakukan oleh MS. Atasan tsb hanya mengambil tindakan memindahkan MS ke ruangan lain di KPI. Karena perundungan (bully) terus terjadi, MS kembali ke Polsek Gambir untuk mengadukan dugaan tindak pidana yang dialaminya. Namun, lagi-lagi Polsek Gambir tidak memproses pengaduan MS. Polsek malah meminta nomor hand-phone (HP) orang-orang yang melakukan perundungan dan penganiayaan di KPI. Petugas Polsek, kata MS, meminta nomor-nomor mereka supaya bisa menelefon mereka. Sejak kemarin (1/9), berita tentang perundunngan dan pelecehan di KPI ini viral di media daring (online) dan juga media sosial. MS membuta rilis media itu mirip surat terbuka yang dia tujukan kepada Presiden Jokowi. MS berharap kepolisian kali ini akan memproses dugaan tindak pidana terhadap dirinya. (AU).

Koalisi Obesitas

Oleh Ady Amar OBESITAS itu kegemukan yang berlebihan, pastilah tidak nyaman dipandang mata. Bagi yang bersangkutan merasa terbebani dengan overweight-nya. Bahkan bisa menjadi sumber berbagai penyakit. Semua ingin menghindarinya, berupaya "memerangi" dengan berbagai cara, guna mencapai tubuh proporsional. Tapi bagi rezim penguasa, koalisi politik dibuat mayoritas, dan itu penguasaan parlemen, bahkan dibuat gemuk, atau pantas disebut koalisi obesitas. Pada tubuh seseorang obesitas itu musuh, tapi justru itu diadopsi penguasa, dan itu pastilah memperlemah oposisi. Koalisi obesitas itu melemahkan demokrasi, itu pernyataan tidak salah. Tentu jika koalisi dimaknai hanya untuk kepentingan memuluskan kebijakan-kebijakan yang sampai pada tingkat tidak bersentuhan dengan kepentingan masyarakat. Partai politik pun yang tergabung dalam koalisi, yang memuluskan kebijakan bagi kalangan tertentu, itu sama dengan bekerja bukan pada kepentingan rakyat yang diwakilinya. Koalisi mayoritas yang bukan ditujukan pada kepentingan rakyat, itu sama dengan perselingkuhan tidak sah pada tujuan konsep negara modern, yang fungsinya jelas diatur pada tataran legislatif, eksekutif dan yudikatif. Perselingkuhan dalam konsep negara modern itu lebih pada kooptasi eksekutif atas legislatif bahkan atas yudikatif, sehingga peran utama legislatif pada check and balance tereduksi pada kepentingan eksekutif. Peran legislatif dengan sendirinya melemah. Pun peran yudikatif acap diselingkuhi kepentingan eksekutif. Politik menjelma jadi panglima, bukan lagi hukum. Maka istilah negara hukum, itu hanya sebatas teori ideal jauh panggang dari api. Semua dibuat jadi mungkin dengan adanya koalisi obesitas, yang merujuk pada penguasaan parlemen (legislatif) oleh eksekutif. Maka semua keinginan eksekutif/pemerintah akan mudah diwujudkan, dan itu atas persetujuan mayoritas parlemen yang telah dikuasai. Koalisi obesitas itu lebih pada bagi-bagi kue kekuasaan eksekutif pada legislatif, yang itu diwakili oleh partai politik yang tergabung dalam koalisi. Maka partai politik jadi rebutan, didekati atau bahkan mendekati penguasa yang sedang berkuasa (eksekutif). Semacam simbiosis mutualisme dimana kepentingan antara partai politik dan penguasa tidak dapat dihindari. Suara rakyat hanya diperebutkan saat pemilihan legislatif (Pileg) lima tahunan. Rakyat memilih figur tertentu, dan hanya sampai disitu. Setelah itu figur-figur yang terpilih diikat oleh partai politik. Maka suara pemilih di-take over oleh kebijakan partai politik, menjadi kepentingan partai politik, yang seolah bekerja untuk kepentingan rakyat, yang itu hal mustahil bisa diwujudkan. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat, tapi setelah itu bekerja untuk partai politik. Kekuatan partai politik seolah lebih besar dibanding suara rakyat yang memilihnya. Sebuah paradoks eksistensial ditampakkan. Memuluskan Amandemen Demokrasi itu suara rakyat, bukan suara partai politik. Tapi saat ini menjadi sebaliknya, seolah suara rakyat itu diwakili partai politik, yang tidak bekerja untuk kepentingan rakyat. Kepentingan partai politik tidak identik dengan apa yang dikehendaki rakyat, tapi lebih pada kepentingan elit partai politik yang melebur menjadi bagian dari partai penguasa. Maka kepentingan penguasa untuk menguasai parlemen itu diikhtiarkan dengan koalisi obesitas. Makin gemuk makin seksi buat penguasa guna mewujudkan kepentingannya. Tidak dicukupkan 50 % plus 1, itu mayoritas. Koalisi yang dibangun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mutlak menguasi parlemen. Sudah 427 kursi dikuasai, dan itu sama dengan 74% suara parlemen. Koalisi penguasa yang terdiri dari PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB dan PPP. Apakah dicukupkan 74 % itu saja penguasaan rezim atas parlemen. Rasanya tidak, justru ingin dibuat koalisi lebih obesitas, makin gemuk makin seksi, jika ingin sekaligus menguasai mayoritas suara MPR yang 2/3 itu. Maka diundanglah partai lain, yang bisa mencapai ukuran ideal, dan itu terbaca, yang tidak lain guna tujuan amandemen UUD 1945. Maka pendatang baru yang dipinang masuk dalam barisan koalisi adalah PAN. Dalam pertemuan Presiden Jokowi dengan ketua umum dan Sekjen partai koalisi, PAN diundang. Tampak dengan suka cita PAN menyambutnya. Sebentar lagi dimungkinkan ada reshufle kabinet, itu agar PAN dapat juga kecipratan kuenya. Apakah dengan bergabungnya PAN itu angka 2/3 suara mayoritas MPR itu sudah tercapai. Ternyata belum cukup, kurang 3 kursi lagi. Dan itu bisa diambilkan dari suara DPD, dan itu perkara mudah. Maka dengan 2/3 suara partai penguasa, maka amandemen UUD 1945 pastilah akan mulus tanpa hambatan. Pasal-pasal yang dikehendaki untuk adanya perubahan akan dengan mudah dicapai. Jabatan Presiden bisa dibuat 3 (tiga) periode, atau setidaknya lama jabatan Presiden akan ditambah beberapa tahun, dan itu karena kerja Presiden tidak efektif disebabkan pandemi Covid-19. Koalisi obesitas ini pantas diibaratkan dengan tubuh seseorang yang mengalami obesitas. Sama-sama buruk, bahkan dampak dari koalisi obesitas, itu lebih buruk dari seluruh negeri yang warganya mengalami obesitas. Inilah demokrasi semu menuju rezim totaliter, yang bekerja tidak untuk kepentingan rakyat... Wallahu a'lam. *) Kolumnis

Jiwa Kenegarawanan Otentik

By M Rizal Fadillah PIDATO kebangsaan Prof. Dr. KH Haedar Nashir, M.Si sangat menarik. Terutama saat menyoroti rencana MPR untuk melakukan amandemen kelima yang berkaitan dengan Pokok Pokok Haluan Negara (PPHN). Haedar mencium adanya kepentingan pragmatis yang melatar belakangi agenda amandemen tersebut. Ketua Umum PP Muhammadiyah ini menyatakan bahwa ketika kini tumbuh kembali gagasan amandemen UUD 1945, seyogyanya difikirkan dengan hikmah kebijaksanaan yang berjiwa kenegarawanan otentik. Dua hal penekanan dari narasi ini yaitu hikmah-kebijaksanaan dan kenegarawanan otentik. Hikmah-kebijaksanaan berhubungan dengan kerakyatan. Artinya orientasi pengambil keputusan politik harus pada kepentingan rakyat bukan kepentingan Presiden, Partai Politik, atau Wakil Rakyat. Apapun agenda politiknya inilah yang harus menjadi basis. Tanpa orientasi pada kepentingan rakyat maka semuanya menjadi sewenang-wenang. Demokrasi yang dicuri atau dikhianati. Kenegarawanan otentik merujuk pada sejarah dimana para pendiri negara dahulu menyusun aturan dasar itu berdasarkan pandangan yang jauh ke depan. Memberi panduan bernegara dari generasi ke generasi tidak berdasar kepentingan pendek untuk diri, kelompok atau partainya. Sinergi dibangun atas dasar kompromi-kompromi. Demi berbangsa dan bernegara yang baik sesuai dengan filsafat dan otentisitas bangsa Indonesia sendiri. Musyawarah untuk mufakat. "Belajarlah dari empat kali amandemen di awal reformasi yang mengandung sejumlah kebaikan dan kemajuan, tetapi menyisakan masalah lain yang membuat Indonesia kehilangan jati dirinya yang asli" demikian Haedar memandang perjalanan politik pragmatis. Kehilangan keaslian jati diri. UUD 1945 dan implementasinya telah terkoyak-koyak, tak berwibawa, dan melenceng jauh. "Apalagi jika wacana amandemen UUD 1945 berorientasi kepentingan pragmatis jangka pendek. Sebab, itu jelas bertentangan dengan spirit reformasi, Pancasila dan UUD 1945 yang telah dibangun 76 tahun lalu". Apa yang diagendakan hanya nafsu untuk memperbesar kekuasaan oligarkhi bukan demi rakyat, karenanya hal ini bertentangan dengan spirit reformasi yang menginginkan demokratisasi berkeadaban. Bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 produk 76 tahun lalu, artinya Pancasila yang semestinya dimaknai luhur serta UUD 1945 yang asli. Membangun kenegarawanan yang otentik bukan seenaknya mengamandemen UUD 1945 tetapi mengembalikan pada semangat "the founding fathers" saat menyusun UUD 1945. MPR yang berdaulat sebagai lembaga negara tertinggi, GBHN yang diamanatkan untuk dijalankan oleh Mandataris MPR, keterwakilan golongan, Presiden orang Indonesia asli, serta DPR yang kuat dan tidak terkooptasi oleh permainan Presiden. Inilah otentisitas itu. Ketua Umum PP Muhammadiyah ini tidak ekstrim atau radikal dalam mengajak kembali ke UUD 1945 asli, akan tetapi bahwa adanya keharusan untuk kembali kepada jiwa kenegarawanan yang otentik adalah absolut. Kiranya para pengambil keputusan politik diharapkan lebih arif dan bijaksana dalam berkhidmat pada kepentingan rakyat untuk dimensi yang panjang. Mengokohkan fondasi aturan dan panduan demi generasi yang akan datang. Negarawan selalu bekerja keras untuk kehidupan bangsa yang lebih baik. Bukan menggemukkan diri dan membagi-bagi kekuasaan kepada para pengekor dan penjilat. Rakyat sebenarnya sudah ingin berteriak keras meski yang diteriaki itu orang-orang tuli dan buta. "Stop amandemen UUD 1945 dan kembali ke UUD 1945 asli !". *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

Kerumunan dan Jokowi

Dalam sistem Demokrasi, Jangan pernah berhenti mengkritik konstruktif terhadap Jokowi, karena dia adalah seorang Presiden, sebagai Kepala Pemerintahan yang juga Kepala Negara, yang apa bila ada kekeliruan atau kesalahan dibiarkan bisa membahayakan Negara! Oleh Sugengwaras SAYA menghimbau, agar semua orang yang dekat, para pembantu, para penegak hukum, para stake holder dan seluruh rakyat Indonesia memahami dan menyadari hal ini Bukan kesulitan yang membuat kita takut, tapi ketakutan yang membuat kita sulit Oleh karenanya jangan pernah mencoba menyerah, serta jangan pernah menyerah untuk mencoba Jangan katakan kepada Allah aku punya masalah, tapi katakan pada masalah aku punya Allah yang maha segalanya! Juga pahami, karena keberaniannya yang luar biasa, akhirnya ketakutan sendiri, dan karena ketakutannya yang amat sangat akhirnya berubah menjadi sangat berani ! Hukum yang mengikat dan memaksa, belum bisa membuat seratus persen, benar terasa adil, dan adil terasa benar Oleh karenanya, marilah kita selalu menyeimbangkan dunia dan akhirat, doa dan tindakan Seimbang bukan berarti sama berat atau sama besar, tapi tergantung situasi dan kondisi serta masalah yang dihadapi Konkritnya, amat lemah dan sangat vulgar, apa yang dipertontonkan para penegak hukum dalam proses persidangan maupun tindakan hukum saat ini HRS dan JOKOWI yang sama+sama mengakibatkan kerumunan namun faktanya mendapatkan perlakuan tindakan hukum yang jauh dan sangat berbeda. Kerumunan di Bandara Sukarno Hatta saat penjemputan HRS yang juga dibolehkan Profesor Mahfud MD selaku Menkopolhukam, kerumunan di Petamburan saat HRS menikahkan putrinya termasuk yang di Mega Mendung, juga dugaan Kebohongan laporan kondisi kesehatan HRS saat di RS UMMI, beda tipis dengan kerumunan yang diakibatkan oleh Presiden Joko Widodo saat pemberian bansos dan sembako di Prabumulih, Palembang, Bekasi dan Cirebon serta kebohongan Jokowi atas beberapa janjinya terhadap rakyat saat pilpres. Saya yakin tidak ada yang bodoh para petugas dan para penegak hukum.. HRS adalah rakyat biasa yang kebetulan sebagai Ulama Besar yang diteladani banyak umat Islam. Jokowi adalah seorang Presiden, yang merupakan figur dan simbol Negara. Secara etika dan wibawa, bagaimanakah pandangan kita saat melihat seorang Presiden melempar lempar sembako kepada rakyatnya sehingga terjadi rebutan, desak desakan, injak injakan hanya karena ingin mendapatkan segepok sembako, atau antri antrian untuk divaksin agar terpenuhi persyaratan dan lolos dari kesulitan bebagai hal? Juga terkait penghentian kasus penembakan oleh kepolisian terhadap 6 orang laskar FPI pengawal HRS di Km 50 jalan tol Japek, dimana yang semula Kom nas HAM RI bekerja secara profesional, tiada angin, tak ada hujan tiba tiba lantang berteriak memperkuat pernyataan POLRI atas telah terjadinya tembak menembak itu. Demi Allah, demi hukum, demi agama, bangsa dan negara, jangan bohongi dan bodohi rakyat ! Kepada KAPOLRI, tanpa mengurangi rasa hormat, buka kembali kasus KM 50 itu Tanpa ada pamrih apapun aku akan masuk sebagai Tim Pembela pihak HRS sebagai solidaritas saya sesama WNI yang didzolimi Sebagai mantan Prajurit yang pernah melatih penembak mahir, dadaku mendidih membiarkan dan melupakan kebohongan dalam peristiwa ini Hadapilah secara ksatria permohonan saya ini agar borok Polisi terkoyak dan kembali bersih untuk layak Polisi menjadi kebanggaan yang dicintai dan disegani rakyatnya... *) Purnawirawan TNI AD

Amandemen, Alat Elit Bertransaksi

Oleh Tony Rosyid (Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa) ELIT politik makin jauh dari aspirasi dan harapan rakyat. Siapa elit politik itu? Mereka diantaranya yang duduk di eksekutif dan legislatif. Atau pengendali mereka. Mereka kerja sendiri sesuai kepentingannya. Lalu, di mana kepentingan rakyat? Tetap ada, tetapi kepentingan elit lebih utama. Atas nama rakyat ramai hanya saat pemilu. Mendengarkan aspirasi rakyat terjadi hanya ketika kampanye. Selebihnya, agenda mereka seringkali bukan menjadi agenda rakyat. Revisi UU KPK dan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang mendapat protes masif dan didemo oleh massa dari berbagai elemen bangsa, mulus-mulus saja. Alasan apa mereka mengesahkannya? Adakah ada kepentingan rakyat disitu? Anda pasti tahu jawabannya. RUU HIP yang juga diprotes, hingga hari ini tidak dicabut keberadaannya di prolegnas. Seperti sedang menunggu di tikungan. Ada waktu yang tepat, bahas. Rakyat lupa, lanjut lagi. Sak karepmu dewe! Sekarang, hangat isu amandemen. Lobi-lobi tingkat elit terus bergerilya. Sejumlah orang ngotot dan sedang cari dukungan. Kabarnya, sudah ada sepertiga anggota DPR yang siap mengusulkan. Syarat sudah terpenuhi. Lobi masih terus dilakukan untuk menentukan apa saja yang akan diamandemen. Untuk sementara, ada tiga kelompok. Pertama, kelompok yang tidak setuju dengan amandemen. Salah satunya PKS. Kedua, setuju amandemen tapi terbatas. Terbatas artinya tidak membahas periode jabatan presiden. Ketiga, setuju amandemen, tapi diperluas batasannya. Bagaimana pendapat rakyat? Gak didengar. Giliran suara, dipakai. Giliran aspirasi, No way. Para elit rajin survei jelang pemilu. Kenapa untuk memutuskan UU yang akan menentukan nasib rakyat dan berpotensi mengubah struktur negara ini, tak ada survei? Elit politik gak nanya kepada rakyat: apakah rakyat setuju atau tidak terhadap amandemen ini. Mestinya, tanya dulu kepada rakyat. Lakukan survei kualitatif dan juga kuantitatif. Kualitatif, tanya dan ajak bicara para akademisi, agamawan, tokoh masyarakat, LSM, dan orang-orang yang kempeten di bidangnya. Biarlah mereka memberi pandangan, gali pemikiran-pemikiran cerdas mereka. Tanya juga kepada rakyat secara umum melalui survei kuantitatif. Berapa persen yang setuju, dan berapa persen yang menolak. Jangan asal amandemen. Nafsu sekali untuk amandemen! Amandemen ini akan menjadi ajang para elit, terutama parpol untuk negosiasi. Buat kepentingan siapa? Ya kepentingan mereka lah. Gak mungkin untuk kepentingan emak lu. Kalau sudah nego, ya liar. Siapa yang bisa kontrol? Civil society sudah makin melemah. Siapa yang menjamin kalau amandemen tidak merambah ke pembahasan presiden tiga periode? Meski Pak Jokowi sendiri tegas menolaknya. Siapa yang menjamin amandemen tidak digiring untuk mengubah jabatan presiden menjadi delapan tahun? Siapa yang menjamin amandemen tidak mengembalikan pemilihan presiden ke sidang MPR? Intinya, amandemen kali ini akan liar. Sulit dikontrol dan dikendalikan Hukum yang berlaku adalah lu dapat apa, gue dapat apa. Fraksi-fraksi di DPR dan parpol akan bermanuver. Di sisi lain, rakyat sedang menderita akibat dampak covid. Kenapa tidak prioritaskan saja dulu pada dua hal. Pertama, bagaimana covid ini segera berakhir. Kedua, bagaimana pertumbuhan ekonomi digenjot lagi, agar utang negara terbayar, dan ekonomi rakyat berputar. Dua hal ini jika sukses, cukup membuat rakyat gembira. Silahkan amandemen, tapi jangan sekarang. Entar setelah 2024. Setelah semua habis periodenya. Setelah situasi politik tidak lagi tegang.

Gubernur Jatim Ingatkan Patuh Prokes Meski Zona Kuning COVID-19

Sidoarjo, FNN - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengingatkan pentingnya mematuhi protokol kesehatan (prokes) meskipun wilayah tersebut masuk dalam zona kuning COVID-19. "Saya kembali mengingatkan kepada kepala daerah, termasuk Sidoarjo yang saat ini sudah berada di zona kuning supaya tetap menerapkan prokes," katanya di sela vaksinasi COVID-19 massal di GOR Gelora Delta Sidoarjo, Rabu. Ia mengatakan jika prokes itu terus dilakukan maka bukan tidak mungkin wilayah yang sebelumnya zona kuning bisa berubah hijau. "Begitu juga sebaliknya, jika lengah akan prokes, zona kuning yang berhasil dicapai kembali ke zona oranye," tukasnya. Ia mengatakan pembelajaran tatap muka (PTM), merupakan bagian yang penting supaya anak mendapatkan pembelajaran yang cukup baik dan juga berkualitas. "Aglomerasi Surabaya Sidoarjo ini sudah kuning maka harus terus digenjot pelaksanaan vaksinasi supaya tanggal 6 nanti Sidoarjo yang sudah PPKM level 3 bisa naik ke level 2 dan menjadi zona hijau," tukasnya. Untuk menjaga ini, kata dia, memang tidak mudah karena dibutuhkan komitmen bersama, salah satunya dengan melakukan vaksinasi pada hulu penanganan COVID-19, dan juga kasus yang melandai. "Termasuk saat ini di Rumah Sakit Islam Jemursari tingkat BOR nya sudah turun di bawah 10 persen termasuk juga RSUD dr Soetomo Surabaya BOR nya juga di bawah 10 persen," ujarnya. Pada kesempatan yang sama, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali mengatakan saat ini vaksinasi di Sidoarjo sudah mencapai 62 persen atau sekitar 1.007.000 orang peserta. "Saat ini yang sedang digenjot salah satunya pelaksanaan vaksinasi untuk anak usia 12 sampai dengan 18 tahun," tukasnya. (sws)

Gubernur Jatim Minta Kemenkes Kirim Sinovac untuk Vaksin Pelajar

Surabaya, FNN - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta Kementerian Kesehatan mengirim vaksin Sinovac lebih banyak ke wilayahnya sebagai upaya percepatan vaksinasi terhadap pelajar. "Kami juga sudah berkoordinasi agar dropping Sinovac bisa lebih banyak, karena kadang mendapat vaksin tertentu dalam jumlah sangat besar, namun untuk segmen tertentu juga," ujar Khofifah di sela meninjau pelaksanaan vaksinasi di SMA Khadijah Surabaya, Rabu. Menurut dia, saat ini kebutuhan untuk pelajar bisa dimaksimalkan supaya yang dikirim ke Jatim adalah vaksin yang berkesesuaian untuk anak usia 12 tahun sampai 17 tahun. Percepatan vaksinasi berbasis pelajar, kata dia, juga dilakukan sebagai bagian dari proses Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas dan bertahap yang mulai dilakukan sejak Senin (30/8). Orang nomor satu di Pemprov Jatim itu menegaskan upaya akselerasi vaksinasi berbasis pelajar di Jatim harus terus dilakukan dan bupati/wali kota, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidikan di daerah untuk memaksimalkannya, terutama bagi siswa kelas 12 SMA/SMK/MA serta SLB. "Ini penting mengingat para siswa kelas 12 harus segera melakukan lompatan pembelajaran ke tahap perguruan tinggi. Sedangkan, SMK segera melakukan penyesuaian dengan kebutuhan dunia usaha, dunia industri dan dunia kerja," ucap dia. Gubernur Khofifah menyampaikan per 31Agustus 2021 berdasarkan Inmendagri Nomor 38 Tahun 2021 terdapat penambahan kabupaten/kota di Jatim yang mengalami penurunan level dari sebelumnya level 4. "Sekarang ini tinggal sembilan kabupaten/kota di Jatim yang masih level 4. Per tanggal yang sama ada 29 daerah yang sudah dimungkinkan untuk melakukan PTM terbatas," katanya. Pada kesempatan itu, Gubernur berterima kasih kepada Yayasan Taman Pendidikan dan Sosial Khadijah yang menyelenggarakan vaksinasi bagi siswa dan diharapkan sekolah-sekolah swasta lain juga melakukannya. "Untuk sekolah-sekolah swasta juga tolong bisa dikoordinasikan dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan setempat. Insya Allah vaksin yang akan turun pada pekan ini akan lebih banyak Sinovac," tutur mantan Menteri Sosial tersebut. (sws)

Yogyakarta Terbitkan Dua KTP untuk Warga Transgender

Yogyakarta, FNN - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta menerbitkan dua KTP elektronik untuk warga dari kelompok marjinal, yaitu dua transgender setelah memastikan data kependudukan yang disampaikan valid dan tunggal. "Kami bekerja sama dengan komunitas yang menaungi mereka. Sebenarnya ada delapan data yang dikirim, tetapi satu warga meninggal dunia dan baru dua pemohon yang datanya memenuhi syarat saat diverifikasi," kata Kepala Bidang Pelayanan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta Bram Prasetyo di Yogyakarta, Rabu. Sebelum menerbitkan KTP, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta melakukan verifikasi dan klarifikasi langsung kepada pemohon untuk memastikan kebenaran data dengan mengundang komunitas tempat mereka bernaung, pendamping, hingga pengurus RT dan RW di tempat domisili. Karena seluruh data dapat dibuktikan kebenarannya, penerbitan KTP elektronik untuk dua transgender tersebut juga tidak membutuhkan waktu lama, hanya sekitar 30 menit usai data dinyatakan tunggal, KTP sudah diterbitkan. Di dalam KTP, Bram menegaskan bahwa jenis kelamin tetap akan ditulis sesuai jenis kelamin awal atau sesuai kodratnya, kecuali sudah ada keputusan dari pengadilan terkait penggantian kelamin. "Untuk foto di KTP, mereka bisa berfoto dengan gaya rambut panjang atau mengenakan riasan wajah sekalipun," ucapnya. Selain menerbitkan KTP elektronik, juga diterbitkan KK baru untuk warga tersebut. Keduanya masuk dalam KK pengampu atau penanggung jawab di komunitasnya. Pada tahun lalu, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta juga sudah menerbitkan satu KTP elektronik untuk transgender sehingga total sudah ada tiga KTP elektronik yang diterbitkan untuk kelompok marjinal tersebut. Bram mengatakan, warga transgender yang mengakses layanan KTP elektronik di Kota Yogyakarta tersebut biasanya bukan merupakan warga Kota Yogyakarta, tetapi sudah berdomisili cukup lama di Yogyakarta dan berasimilasi dengan warga sekitar. Selain untuk kelompok transgender, layanan administrasi kependudukan bagi kelompok marjinal juga diberikan kepada warga disabilitas hingga lanjut usia. Permohonan administrasi kependudukan untuk kelompok marjinal, lanjut Bram mengalami kenaikan selama program vaksinasi COVID-19 berjalan karena warga membutuhkan nomor induk kependudukan (NIK) sehingga data vaksinasi dapat terhubung dengan aplikasi Peduli Lindungi. (sws)

Kemenkumham Tegaskan Komitmen Indonesia Atasi Kejahatan Lintas Negara

Jakarta, FNN - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menegaskan komitmen Indonesia mengatasi kejahatan lintas negara yang memanfaatkan keterbatasan yurisdiksi dan celah akibat perbedaan sistem hukum antarnegara. "Indonesia memiliki komitmen yang kukuh untuk melaksanakan penegakan hukum terhadap kejahatan lintas negara melalui kerja sama internasional," kata Yasonna Laoly di Jakarta, Rabu. Hal tersebut disampaikannya terkait penjelasan Presiden atas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Federasi Rusia terkait bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana pada rapat bersama Komisi III DPR RI. Komitmen tersebut diwujudkan dalam bentuk perjanjian terkait mekanisme bantuan hukum hukum timbal balik dalam masalah pidana (mutual legal assistance in criminal matters). Pelaku kejahatan, kata Yasonna, sering memanfaatkan perbedaan sistem hukum dan celah hukum antarnegara termasuk keterbatasan yurisdiksi suatu negara untuk menjangkau pelaku tindak pidana. Oleh sebab itu, kerja sama penegakan hukum melalui mekanisme bantuan hukum timbal balik akan menjadi instrumen yang mampu menjawab tantangan keterbatasan yurisdiksi dan perbedaan sistem hukum. Perjanjian di bidang hukum tersebut akan semakin meningkatkan hubungan baik kedua negara yang sudah terjalin sejak 1950. Selain itu, Yasonna juga mengatakan Rusia punya pengaruh geopolitik dan geoekonomi yang penting di kawasan Eropa Timur. Perjanjian hukum timbal balik tersebut, juga bakal mendukung upaya pemerintah untuk menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF). Pembentukan perjanjian bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana dengan negara-negara strategis juga akan mendukung upaya pemerintah menjadi anggota FATF. Keanggotaan Indonesia dalam FATF bakal meningkatkan persepsi positif terhadap Indonesia sehingga dapat lebih menarik sebagai tujuan bisnis dan investasi. Hal tersebut diharapkan berkontribusi meningkatkan peringkat kemudahan berusaha Indonesia dari posisi 73 menjadi peringkat di bawah 40. Saat ini Indonesia tercatat sudah menjalin bantuan hukum timbal balik dengan sejumlah negara yang sudah diratifikasi menjadi undang-undang yakni Australia, China, Korea Selatan, Vietnam, serta Swiss. Beberapa perjanjian bantuan hukum timbal balik lain yang masih dalam proses ratifikasi yakni dengan Uni Emirat Arab, Iran dan Rusia. (sws)

Kemenkes: Vaksin COVID-19 Terbaik Adalah yang Tersedia Saat Ini

Jakarta, FNN - Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi menegaskan vaksin COVID-19 terbaik adalah yang ada tersedia saat ini di Indonesia. "Masyarakat tetap diimbau agar apapun jenis vaksinnya, ingat tidak usah khawatir karena pasti sudah dijamin keamanannya, mutu dan kualitasnya serta efektivitasnya," kata Siti Nadia Tarmizi dalam agenda konferensi pers secara virtual yang dipantau dari Jakarta, Rabu. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan 'emergency use authorization' (EUA) terhadap tujuh jenis vaksin COVID-19 di Indonesia sejak Januari 2021 hingga saat ini. Jenis vaksin yang sudah mendapat EUA dari BPOM yakni Sinovac, vaksin COVID-19 PT Bio Farma, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Pfizer, dan Sputnik V. Setiap jenis vaksin memiliki karakter masing-masing, misalnya jumlah dosis dan interval penyuntikan. Meski dalam proses pembuatan vaksin memiliki perbedaan platform seperti inactivated virus, berbasis RNA, viral-vector, dan sub-unit protein, kata Nadia, namun semuanya sudah dipastikan keamanannya dan efektivitasnya dalam melindungi penerima manfaat dari kondisi kesakitan bahkan kematian akibat COVID-19. Nadia mengatakan sejak Agustus 2021, laju suntikan di Indonesia meningkat hingga 1 juta per hari, bahkan pernah mencapai angka 1,7 juta dosis penyuntikan per hari. "Akan kita teruskan untuk meningkatkan laju vaksinasi pada bulan September sejalan dengan bertambahnya jumlah vaksin yang akan kita distribusikan rata-rata delapan sampai 15 juta dosis ke daerah," ujarnya. Sampai saat ini, kata Nadia, total 144 juta dosis vaksin telah didistribusikan kepada pemerintah daerah. (sws)