ALL CATEGORY
Dikabarkan Sakit, Megawati Ternyata Sehat
Jakarta, FNN - Rumors yang menyebutkan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sakit, terbantah sudah. Jumat (10/9/2021) kemarin, ia hadir secara virtual dari kediamannya di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, dalam pembukaan Sekolah PDIP, di Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Dalam acara tersebut, Megawati menyapa masyarakat, terutama kader PDIP dan mengabarkan dirinya dalam keadaan sehat walafiat. Megawati berada di Teuku Umar bersama Bendahara Umum PDIP, Olly Dondokambey dan Ketua DPP PDIP, Eriko Sotarduga. Sedangkan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristyanti berada di Lenteng Agung bersama Kepala Sekolah Partai PDIP, Komaruddin Watubun, Wasekjen Sadarestuwati, dan Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat, Sukur Nababan, serta Ribka Tjiptaning. Megawati mengaku Hasto memintanya untuk membolehkan acara yang awalnya akan diadakan tertutup, untuk dilaksanakan terbuka. Sebab dua hari terakhir, ramai beredar isu bahwa Megawati sedang sakit dan dirawat akibat situasi kritis di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan. "Pak Sekjen bilang, Ibu nanti acara pembukaannya terbuka supaya umum juga bisa melihat kalau alhamdulillah saya dalam keadaan sehat walafiat, tidak kurang suatu apa pun. Dan terimakasih atas perhatiannya dan doanya," kata Megawati dalam siaran persnya. Megawati mengaku bingung karena ada saja orang yang menyebarkan berita bohong. Hingga Jumat pagi, sekretaris pribadinya menyampaikan kiriman gambar dari seseorang yang menyebutkan dirinya kritis. Seseorang itu adalah mantan menteri saat Megawati menjabat presiden. "Sampai menanyakan sama sekretaris saya, sampai mengatakan jangan ditutup-tutupi, ini saya dapat dari teman saya. Seperti seseorang sedang berbaring di rumah sakit tetapi tubuh saja, wajahnya tertutup. Saya bilang sama sekretaris saya, kamu ndak usah ngamuk-ngamuk lah. Biarkan saja lah orang," kata Megawati. "Sampai saya bilang kita ini kan ada yang punya. Serahkan saja sama Yang Punya (Tuhan, red). Kalau mereka sendiri mungkin lupa sampai bisa membuat hoaks yang sangat mengarah kepada saya, kalau menurut saya, sesuatu yang berlebihan," ujarnya sebagaimana dikutip dari Antara. Hasto pun setelah beredar isunya Megawati sakit dan dirawat sampai menangis. "Saya bilang kenapa nangis. Orang itu tahu kalau itu tidak benar. (Hasto bilang) Saya jengkel banget bu. Ya kenapa jengkel? Anggap saja lah yang namanya menunjukkan, orang tentunya ada yang suka ada yang tidak suka kepada kita," tutur Presiden ke-5 RI itu. Kepada pengurus dan kader PDIP dari seluruh Indonesia yang hadir secara virtual, Megawati mengatakan kejadian ini memperkuat prinsip. Semuanya harus tetap teguh, solid, sabar serta tegar dalam menjalankan prinsip partai. "Yang namanya soliditas, teguh, sabar, tegar, adanya di sini (Megawati menunjuk dada). Jadi bukan kayak dinding, dinding yang bisa dijebol," ucap Megawati. (MD).
Rumors Sakitnya Megawati dan Pingsannya Bung Karno
Oleh: Selamat Ginting SEJAK Kamis (9/9/2021), informasi seputar kondisi kesehatan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (74 tahun), menyita perhatian saya. Apakah betul Megawati mengalami stroke dan dirawat di RSPP Jakarta? Hingga kini belum ada penjelasan resmi dari pihak keluarga. Memang ada penjelasan dari Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto yang membantah rumors tersebut. Tapi sebagian publik tak lagi percaya Hasto. Terutama setelah namanya dikaitkan dengan kasus suap aktivis PDIP Harun Masiku. Sudah sekitar dua tahun Harun Masiku menghilang. Publik menunggu jawaban langsung dari Ketua Umum DPP PDIP Megawati. Minimal ada gambar aktivitasnya untuk menjawab keraguan publik. Tetapi hingga kini belum ada jawaban dari Megawati. Megawati adalah orang kuat dalam blantika politik Indonesia. Ia ketua umum terlama dalam sejarah partai politik Indonesia. Menjadi ketua umum selama 28 tahun. Bisa jadi, ia juga salah satu ketua umum partai politik terlama di dunia. Sebuah ironi partai menyandang nama demokrasi, namun tidak ada sirkulasi posisi ketua umum. Sama ironinya dengan partai menyandang nama demokrat, namun 'dikuasai' keluarga SBY. Entah model demokrasi apa yang digunakan oleh Megawati dan SBY, dua mantan Presiden RI. Publik tentu punya persepsi masing-masing. Kembali ke soal rumors kondisi kesehatan Megawati. Wajar saja jika kondisi kesehatannya tidak lagi prima. Apalagi usianya 74 tahun. Adiknya, Rachmati belum lama wafat pada usia 71 tahun. Ayah mereka, mantan Presiden Sukarno, wafat dalam usia 69 tahun. Saat Sukarno jatuh sakit pada 4 Agustus 1965. Ia menderita vasospasme serebral, penyempitan pembuluh darah arteri otak. Dunia politik Indonesia juga berubah dengan cepat. Bahkan memicu eskalasi ketegangan sebelum peristiwa G.30S/PKI. Sakitnya Bung Karno juga membuat Perdana Menteri Cina Zhou Enlai gusar. Ketua CC PKI DN Aidit yang sedang mengunjungi Pemimpin Cina Mao Zedong pun segera balik ke Tanah Air. Begitu juga Wakil Ketua CC PKI Nyoto segera balik dari Uni Soviet. Cina khawatir jika Sukarno meninggal dunia, Indonesia akan dipimpin Jenderal AH Nasution yang anti PKI dan dekat dengan kelompok Islam serta diduga akan didukung Amerika Serikat. PKI memprediksi jika Nasution yang menjadi Presiden, PKI akan 'dihabisi'. Begitulah pembahasan pembicaraan Aidit dengan Mao Zedong. PKI segera membuat angkatan kelima di luar AD, AL, AU, Polri. Yakni buruh dan tani dipersenjatai. Senjata-senjatanya dari Cina, seperti senjata Cung. Jenderal Nasution dan Jenderal Yani secara terbuka menentang angkatan kelima. Presiden Sukarno kecewa pada Yani yang sependapat dengan Nasution. Aidit lebih memilih mengambil aksi 'terlebih dahulu'. Meletuslah peristiwa G30S bersamaan dengan Hari Nasional Cina (RRC) 1 Oktober 1965. Kembali ke soal kondisi kesehatan Megawati. Tentu doa terbaik untuk mantan Presiden ke 5 RI. Namun jika betul Megawati sakit, bahkan bila hingga wafat secara alamiah, akan mengubah peta politik di kandang banteng. Faksi-faksi berdasarkan fusi partai tahun 1973 akan muncul kembali. Siapa yang akan menjadi ketua umum pengganti Megawati? Posisi anaknya, Puan Maharani belum begitu kuat, baik secara nasional maupun di dalam partai. Berjuta baliho Puan belum mampu mengangkat popularitas dan elektabilitasnya. Termasuk di dalam partainya. Dan sudah barang tentu akan terjadi gonjang ganjing politik nasional yang dahsyat. Apakah petugas partai, Presiden Jokowi akan tergoda untuk 'ambilalih' partai mocong putih? Kita tunggu dinamika politik tingkat tinggi di Tanah Air. Penulis adalah pengamat politik dari Universitas Nasional, Jakarta.
Megawati, Demokrasi, dan Feodalisme
Oleh: Yusuf Blegur "Sementara itu Megawati belum muncul di media memberikan klarifikasi, begitupun anak kandungnya yang politisi dan Ketua DPR, Puan Maharani bahkan tidak memberikan keterangan apapun. Publik semakin penasaran menunggu kepastian desas-desus kondisi kesehatan Ketua Umum partai politik yang kuat mengusung kekuasaan pemerintahan Jokowi. Seperti biasa media mainstream bungkam menunggu momen yang tepat, media sosial agak panas menyorotinya." Dunia maya ramai berseliweran membincangkan sosok Megawati Soekarno Putri. Kali ini tidak terkait statemen politiknya yang sering heboh ataupun kebijakan partai politik yang dipimpinnya. Juga bukan soal hubungannya dengan orang suruhannya yang menjadi petugas partai. Kali ini para netizen menyoroti soal kesehatan sosok yang pernah menjadi presiden ke-5 RI. Memang masih simpang-siur beritanya. Mengenai kondisi Megawati yang dikabarkan dalam keadaan kritis dirawat di rumah sakit. Kebanyakan kader partai berlambang Banteng gemuk itu seperti enggan membuka suara atau lebih aman menyatakan belum tahu kepastian informasinya. Sebagian lagi menyatakan kabar itu adalah berita bohong atau hoax. Seperti yang baru saja disampaikan di media oleh Sekjen PDIP Hasto Kristianto. Apapun keberadaan dan keadaan Megawati saat ini, membuktikan beliau merupakan sosok yang menarik, pro-kontra, dianggap berpengaruh dan sangat menentukan perjalanan sistem politik kenegaraan Indonesia selama lebih dari dua dekade ini. Terlepas dari sisi positif dan negatifnya. Terlepas lebih membawa kebaikan atau menjadikan kelemahan bagi rakyat, negara dan bangsa. Benar atau tidaknya kondisi kesehatan Megawati terkait kondisi kritis kesehatannya. Sebagai rakyat yang kental dengan nilai Islami dan menjunjung tinggi peradaban timur, tentunya rakyat mendoakan Megawati dalam keadaan sehat wal a'fiat dan in syaa Allah senantiasa dalam keselamatan dan dilindungi Allah SWT. Aamiin ya Robbal Alamin. Menariknya, ada dua hal penting yang bisa dijadikan tolok ukur kepemimpinan dan menakar peta politik nasional dari kondisi tersebut. Pertama, seandainya Allah SWT memberikan kesehatan, kesempatan dan in syaa Allah memiliki keleluasaan melanjutkan perjalanan peran hidupnya. Rasanya ini menjadi momen yang penting bagi Megawati melakukan refleksi dan evaluasi terhadap eksistensinya selama ini. Sebagai orang yang pemimpin partai besar hingga saat ini dan pernah mengelola pemerintahan dan sebagai kepala negara. Menjadi keharusan bagi Megawati untuk lebih bisa menjadi negarawan ketimbang sekedar politisi. Ia hendaknya bisa meresapi sekaligus menginsyafi "sense of crisis" dan "sense of minded" dari situasi kenegaraan dan kebangsaan saat ini. Kehidupan rakyat yang saat ini penuh diliputi keprihatinan dan penderitaan. Semestinya bisa menggugah perasaan eling dari putri sulung Bung Karno itu. Lewat kebijakan partai dan kuatnya posisi tawar terhadap presiden. Megawati sudah sepantasnya berkontribusi besar mengambil langkah penyelamatan rakyat dan negara dari krisis multidimensi. Salah satu pemimpin reformasi itu, berkewajiban menghidupkan demokrasi yang sehat bagi kehidupan kebangsaan. Bukan malah sebaliknya ikut menjerumuskan bangsa ini pada jurang pandemi yang lebih dalam, wabah korupsi yang meluas, situasi kritisnya konstitusi dan kedaulatan negara. Hentikan menyuburkan serba sekuler dan liberal, juga komunisme. Saatnya kontemplasi Megawati menguatkan jiwanya pada cita-cita mendiang ayahnya dan para pendiri bangsa lainnya. Kedua, Megawati mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, tidak ada pilihan lain untuk melakukan dekonstruksi dan rekonstruksi bangunan kepartaian dan pemerintahan. Termasuk mengembalikan pendulum ideologi negara yang semakin oleng. Megawati hendaknya berjuang keras, bertanggungjawab dan jujur mengembalikan dan melaksanakan Panca Sila dan UUD 1945 menjadi amalan bagi kehidupan bangsa dan negara. Buang dan enyahkan segala ambigu dan kontradiksi terhadap perwujudan amanat penderitaan rakyat. Perilaku otoritarian dan diktator dalam kehidupan partai politik sudah sepantasnya dihilangkan. Jangan lagi mempertontonkan praktek-praktek anti demokrasi dalam demokrasi. Lawan behaviour yang terus memelihara feodalisme, menciptakan pertentangan kelas dan mencabut akar religius. Begitu juga dalam kehidupan bernegara berbangsa. Jangan paksakan politik dan ideologi yang memasung kemerdekaan rakyat. Jangan mengembalikan lagi kehidupan rakyat dalam cengkeraman kolonialisme dan imperialisme. Megawati khususnya dan para kolaborator pemangku kepentingan lainnya. Harusnya bisa mengharamkan eksploitasi manusia atas manusia dan eksploitasi bangsa atas bangsa. Bukan malah menjadi pelakunya dan ikut menghancurkan republik. Pada akhirnya bagi kita semua tanpa terkecuali, seperti lantunan Ebiet Gunung Ade. Mumpung kita masih diberi waktu. Mumpung masih ada kesempatan memperbaiki kesalahan dan menyiapkan bekal akherat. Penulis, Pegiat Sosial dan Aktifis Human Luhur Berdikari.
PDIP Pasca-Megawati
By M Rizal Fadillah ISU Megawati dilarikan ke Rumah Sakit viral di media sosial. Konon diberitakan berada di ruang ICU dan koma. Petinggi PDIP ada yang membantah dan menyatakan Mega sehat. Adapula kader yang bingung. Wartawan Senior Hersubeno Arief mengabarkan dari teman dokter bahwa Mega di RS itu benar. Ada yang mendoakan sehat tapi ada juga yang berharap wafat. Netizen menyikapi dengan beragam tanggapan yang sejalan dengan prinsip mengepak kebhinekaan dalam pemberitaan. Di luar soal informasi yang simpang siur itu cepat atau lambat Megawati dipastikan akan meninggalkan dunia politik baik disebabkan oleh kematian ataupun uzur. Persoalannya bagaimana nasib PDIP sepeninggal Megawati ? Sebagai Partai besar tentu dampaknya besar pula. Siapkah Puan menjadi pelanjut kepemimpinan trah Soekarno ? Yang sudah berada pada jalur politik saat ini memang hanya Puan Maharani. Ia mantan Menteri Koordinator dan kini Ketua DPR RI. Baliho mulai banyak terpasang untuk mengakselerasi jalan menuju istana. Meski cukup berat tetapi ia adalah ahli waris Soekarno terdepan. Memang ada Guruh Soekarno Putera namun nampaknya bidang seni lebih menyedot perhatiannya ketimbang politik. Istana akan melirik PDIP dan mencoba menancapkan pengaruh. Jokowi dan tangannya akan berupaya "merebut" posisi. Apakah Jokowi sendiri, menitipkan putera, atau orang kepercayaan yang akan ditanam untuk menguasai singgasana. Ada Ganjar, Luhut, atau Tjahyo Kumolo. Jika Luhut yang dimaksud maka hal itu mengingatkan operasi Moeldoko saat mengkudeta Partai Demokrat. Jokowi tak mau gagal kali ini. PDIP tetap membutuhkan pemimpin dari trah Soekarno untuk mempertahankan kekuatan dan soliditas. Meski Puan memiliki banyak kelemahan, nampaknya sang puteri yang menjabat sebagai Ketua bidang Politik dan Keamanan DPP PDIP ini tetap menjadi pilihan terbaik. Sepeninggal tokoh kuat Megawati PDIP akan mengalami goncangan. Ini disebabkan permainan Istana yang ingin mengamankan kepentingannya pada partai pemenang pemilu tersebut. Goncangan ini sedikit banyak akan memerosotkan kekuatan Partai berlambang Banteng ini. Kondisi Megawati masih misterius, namun konfigurasi politik akan terus terbangun. PDIP adalah partai penentu pemerintahan yang kini sedang kesulitan untuk mengendalikan Presiden Jokowi. Oligarkhi tidak dipimpin oleh Megawati. PDIP pasca Megawati mungkin akan semakin segar karena terjadi kaderisasi, akan tetapi sebaliknya dapat menjadi semakin loyo karena kehilangan figur kuat perekat perjuangan. PDIP tanpa Mega seperti banteng tanpa tanduk. Parahnya konflik internal akan membesar, konflik antara pendukung trah Soekarno, non Soekarno, dan Istana. Akankah PDIP diambang mala petaka ?Sesungguhnya politik dinasti bukan idealnya sebuah Partai Politik. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bu Mega Perlu Tampil Untuk Akhiri Spekulasi
By Asyari Usman SPEKULASI tentang kondisi kesehatan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri haruslah segera diakhiri. Publik sebaiknya tidak dibiarkan menebak-nebak. Sejak dinihari kemarin (8/9/2021), media sosial dan grup-grup WA heboh bahwa Bu Megawati dirawat di ruang intensif di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta Selatan. Kabar yang tak pasti ini menjadi viral. Sejauh ini belum ada penjelasan resmi pimpinan PDIP maupun keluarga Megawati. Yang ada hanya bantahan sporadis dan jawaban yang sifatnya menghindar. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan Bu Mega sehat-sehat saja, energik dan bersemangat. Menurut Hasto, pada jam 21.00 hari Rabu (8/9/2021) Bu Mega masih memberikan pengarahan tentang program kerakyatan partai. Wakil Sekjen Sadarestuwati menguatkan pernyataan Hasto. Dia mengatakan kabar tentang Bu Mega dirawat di ruang ICU sama sekali tidak benar. Kader senior lainnya, Aria Bima, mengatakan dia menerima sedikitnya lima panggilan telefon yang menanyakan kebenaran berita ini. Dia hanya mengatakan belum mendapatkan informasi tentang itu ketika ditanya oleh kantor berita politik RMOL. Nah, cukupkah publik percaya pada penjelasan Hasto dan Sadarestuwati? Apakah netizen akan berhenti mendiskusikan kabar tentang Bu Mega ini? Kelihatannya publik masih belum puas dengan bantahan dan klarifikasi dari Hasto dan wakilnya. Spekulasi hampir pasti akan berlanjut. Satu-satunya cara untuk menghentikan “berita liar” itu adalah dengan menampilkan Bu Mega di depan publik. Sesegera mungkin. Misalnya, adakan jumpa pers di kediaman Bu Ketum. Beliau langsung yang menjelaskan kepada para wartawan. Di depan sekian banyak kamera televisi, Bu Mega berbicara langsung tanpa perantara. Dengan sendirinya “case closed”. Spekulasi akan berhenti. Publik dan pendukung Bu Mega menantikan kehadiran beliau. Agar semua menjadi jelas.[] (Penulis wartawan senior FNN)
Anies Baswedan Sebut Pesantren Kerap Terlibat Atasi Masalah Bangsa
Jakarta, FNN - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, keberadaan pondok pesantren (ponpes) kerap terlibat langsung mengatasi permasalahan bangsa. Termasuk menghadapi pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Anies meng hal itu saat meninjau sentra vaksinasi warga yang berlokasi di Padepokan Pencak Silat Persinas ASAD, Pondok Pesantren Minhaajurrosyidiin, Pondok Gede, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, Kamis, 9 September 2021. Anies mengapresiasi kolaborasi penyelenggaraan vaksinasi antara Lembaga Dahwah Islam Indonesia (LDII), Ponpes Minhaajurrosyiddin dan Puskesmas Cipayung, Jakarta Timur. Terlebih, kata Anies, Ponpes Minhaajurrosyiddin menyediakan lokasi ruang terbuka yang luas dan fasilitas pendukung lainnya yang lengkap, seperti kamar kecil yang cukup banyak. Anies menyatakan gelaran vaksinasi di Padepokan Persinas ASAD Ponpes Minhaajurrosyidiin sebagai catatan sejarah karena salah satu tempat perjuangan melawan wabah Covid-19. "Jadi, 50.000 yang sudah mendapatkan vaksinasi, bukan angka yang kecil, angka yang cukup besar dan signifikan," ujar Anies, sebagaimana dikutip dari Antara. Anies menuturkan, pondok pesantren tidak pernah absen dalam perjuangan bangsa Indonesia sejak zaman kolonial dengan mengirimkan santri melawan kaum penjajah di medan perang. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu mengungkapkan, LDII menjadi salah satu organisasi yang sejak awal bertindak cepat membantu pemerintah pusat maupun daerah melaksanakan program vaksinasi Covid-19. Diungkapkan Anies, vaksinasi merupakan salah satu upaya mengendalikan risiko terpapar Covid-19. Akan tetapo, masyarakat pun harus tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan. “Vaksin tidak mencegah penularan, tapi vaksin mencegah dampak yang berat saat tertular. Makanya, walaupun sudah vaksin tetap harus mematuhi protokol kesehatan. Karena mentaati prokes adalah salah satu cara mencegah penularan dan kalau sudah divaksin insya Allah biarpun terpapar, gejalanya ringan bahkan tanpa gejala,” ujarnya. Ketua MUI DKI Jakarta Munahar Muchtar juga mengapresiasi Padepokan Persinas ASAD yang menyasar sekitar 2.000 orang untuk ikut vaksinasi Covid-19. Munahar menjelaskan, Jakarta sudah menjadi zona hijau penyebaran Covid-19. Dengan percepatan vaksinasi, diharapkan masjid dan mushola segera melakukan kegiatan kembali seperti semula. “Kami mempersilahkan masjid dan mushola melakukan kegiatan kembali seperti semula. Bagaimanapun ketika Jakarta sudah kembali seperti semula, maka vaksinasi ini dalam rangka meningkatkan kembali geliat ekonomi," tutur Munahar. Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso mengemukakan vaksinasi di Padepokan Persinas ASAD Ponpes Minhaajurrosyidiin telah berlangsung sejak 14 Juni 2021. Chriswanto menuturkan, pelaksanaan vaksinasi itu berkat dukungan Dinas Kesehatan DKI Jakarta, sehingga dapat digelar secara berkelanjutan di Ponpes Minhaajurrosyiddin. (MD).
Amerika Serikat Tolak Izin Penggunaan Darurat Obat Covid-19 Humanigen
Washington, FNN - Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menolak permintaan izin penggunaan darurat (EUA) obat lenzilumab buatan Humanigen untuk mengobati pasien baru Covid-19 rawat inap. "Dalam suratnya, FDA menyatakan, pihaknya tidak dapat menyimpulkan apakah manfaat yang diketahui dan potensial dari obat lenzilumab lebih besar ketimbang risiko yang diketahui dan potensial dalam penggunaannya sebagai pengobatan Covid-19," kata perusahaan tersebut dalam pernyataannyan, Kamis, 9 September 2021. Humanigen berharap, studi yang sedang berlangsung dapat memberikan data tambahan tentang keamanan dan efikasi untuk mendukung pengajuan EUA berikutnya. Perusahaan itu telah mengajukan permohonan EUA untuk obat lenzilumab kepada FDA pada Mei 2021 dengan mencantumkan data uji coba tahap akhir. Humanigen juga telah memulai proses otorisasi obat lenzilumab di Inggris pada Juni melalui pengajuan tinjauan bergulir. (MD).
Menggugat Klaim Manfaat PLTS Atap oleh Kementerian ESDM
Oleh Marwan Batubara RENCANA pemerintah untuk meningkatkan penggunaan PLTS Atap melalui revisi Permen ESDM No.49/2018 yang akan menetapkan tarif ekspor listrik dari 65% menjadi 100% harus ditolak karena akan merugikan pelanggan listrik, meningkatkan subsidi APBN dan menambah beban BUMN/PLN. Penolakan ini semakin valid setelah menganalisis siaran pers Kementerian ESDM (KESDM) No. 303.Pers/04/SJI/2021 pada 2 September 2021, yang isinya patut dipertanyakan. KESDM telah mengajukan draft revisi Permen pada Presiden tanpa melibatkan seluruh stakeholders terkait, sehingga melanggar UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Guna mempercepat revisi, KESDM menerbitkan rilis berjudul Indonesia Kaya Energi Surya, Pemanfaatan Listrik Tenaga Surya oleh Masyarakat Tidak Boleh Ditunda pada 2 September 2021. Dalam rilis antara lain disebutkan tentang tuntutan green product, green economy, pengenaan carbon border tax dan transformasi menuju EBT yang semakin murah. Disebutkan pula tarif ekspor 100% tidak akan merugikan keuangan PLN, bahkan akan menghemat biaya bahan bakar gas PLN sebesar Rp 4,12 triliun per tahun, subsidi APBN turun Rp 0,23 triliun, dan dampak pasokan PLTS Atap terhadap over supply PLN disebut hanya 0,1%. Tulisan ini akan membahas rilis KESDM tersebut dalam 2 aspek utama, yaitu aspek terkait kebijakan energi dan aspek terkait ekonomi/keuangan, sebagaimana diuraikan berikut. Aspek Kebijakan Energi IRESS tidak memungkiri transformasi menuju green economy dan EBT perlu digalakkan. Namun hal tersebut tidak harus dilakukan tanpa memperhitungkan kondisi energi dan kelistrikan nasional yang saat ini sudah sangat berlebihan. Kelebihan pasokan (reserve margin) listrik sistem Jawa-Bali sudah 60% dan sistem Sumatera 50%. Karena itu, pemaksaan kehendak merubah tarif ekspor 100% di tengah reserve margin sangat tinggi dan pandemi Covid-19 ini perlu dipertanyakan motifnya. Hal ini telah diungkap dalam surat tertutup dan terbuka IRESS kepada Presiden dan ditembuskan kepada KPK. IRESS paham bahwa biaya pembangunan listrik EBT semakin murah dan kapasitas pembangkitnya di banyak negara semakin meningkat. Rilis KESDM menyebutkan kapasitas PLTS di Vietnam telah mencapai 16.504 MW, Malaysia sebesar 1.493 MW dan India sebesar 38.983 MW. Sementara di Indonesia, menurut rilis tersebut kapasitas 3600 MW "ditargetkan" baru akan dicapai pada 2025. Sehingga guna meningkatkan kapasitas PLTS perlu revisi kebijakan. Padahal peningkatan kapasitas PLTS di Vietnam, Malaysia dan India dicapai sebagai hasil kebijakan dan perencanaan yang telah disusun dan konsisten dijalankan dalam 5-6 tahun terkahir. Dalam kurun waktu yang sama Indonesia pun telah menetapkan PP No.79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), di mana bauran EBT adalah 23%. Namun praktiknya, dalam proyek 35.000 MW (mulai 2015) Indonesia justru membangun pembangkit listrik yang didominasi (95%) PLTU memakai bahan bakar batubara. Artinya, sejak semula pemerintah memang tidak konsisten menjalankan KEN, namun sekarang coba memaksakan kehendak melalui kebijakan PLTS Atap dan Perpres EBT. Karena itu kampanye green economy, transformasi ke EBT dan target PLTS sebesar 3600 MW, sambil membandingkan dengan Vietnam, Malaysia dan India, menjadi tidak relevan dan bernuansa omong kosong. Kalau sadar akan green economy dan KEN pun sudah terbit (2014), mengapa masih membangun pembangkit listrik dominan PLTU? Ternyata proyek 35.000 MW bukan saja memanfaatkan energi fosil tidak ramah lingkungan, tetapi juga menerapkan skema take or pay (TOP) yang memberatkan APBN, keuangan PLN dan tarif listrik bagi konsumen. Secara gamblang IRESS ingin menyatakan saat ini tarif listrik sudah tinggi akibat skema TOP, pasokan listrik berlebih berlebih akibat salah perencanaan dan diperparah pandemi, bauran energi tidak ramah lingkungan akibat pembangunan PLTU yang sarat kepentingan oligarki dan abai KEN 2014. Ironi dan nestapa ini ternyata oleh KESDM ingin diperparah dengan kebijakan revisi PLTS Atap dengan tarif ekspor 100% yang tidak adil, merugikan konsumen non PLTS Atap, memberatkan subsidi APBN, merugikan BUMN dan patut diduga sarat kepentingan bisnis. Rakyat tentu sangat pantas menolak revisi tersebut. Aspek Ekonomi/Keuangan Berikut akan diuraikan perbandingan terkait tarif, untung-rugi, serta dampak keuangan terhadap PLN, APBN dan konsumen jika tarif 100% ekspor PLTS Atap diterapkan, baik menurut KESDM maupun menurut pakar-pakar energi yang diperoleh IRESS. Perbandingan ini perlu dilakukan untuk menguji akurasi dan kredibilitas informasi yang dirilis oleh KESDM. Menurut KESDM dalam rilis 2 September 2021, dampak (dan manfaat) pengembangan PLTS Atap dengan tarif ekspor naik jadi 100% dan pasokan 3,6 GW pada 2024/2025 adalah: 1) Potensi penjualan PLN hanya turun 0,1%; 2) Keuangan PLN tidak dirugikan, tetapi yang terjadi hanya kehilangan potensi penerimaan; 3) Biaya bahan bakar (gas) turun Rp 4,12 triliun per tahun; 4) BPP listrik hanya naik sebesar Rp 1,14/kWh; 5) Tidak ada (memperhitungkan) biaya sarana PLN untuk mengatasi intermitten; 6) BPP listrik tanpa sarana mengatasi intermitten hanya naik Rp 1,14/kWh; 7) Subsidi listrik hanya naik Rp 0,079 triliun dan kompensasi naik Rp 0,24 triliun; 8) Tidak ada kenaikan beban pelanggan jika subsidi dan kompensasi dibayar pemerintah. Di sisi lain, menurut kajian pakar-pakar energi yang diperoleh IRESS, dampak perubahan tarif tersebut untuk setiap penambahan pasokan PLTS Atap sebesar 1 GW adalah: 1) Pendapatan PLN turun sekitar Rp 2,15 triliun (turun jadi Rp 7,74,- jika pasokan 3,6 GW); 2) Terjadi kerugian keuangan, karena melekatnya beban biaya _fixed cost_ dan turunnya efisensi; 3) Biaya bahan bakar turun Rp 0,64 triliun per tahun (Rp 1,92 triliun/3 tahun); 4) BPP tanpa sarana mengatasi intermitten naik Rp 3,93 per kWh; 5) Tambahan biaya PLN mengatasi intermitten sekitar Rp 248 miliar, atau Rp 1,18 per kWh; 6) Total kenaikan BPP listrik menjadi (Rp 3,93 per kWh + Rp 1,18) = Rp 5,10 per kWh; 7) Subsisi listrik naik Rp 269,4 miliar/tahun dan kompensasi Rp 808,3 miliar/tahun (total menjadi Rp 1,08 triliun) ; 8) Beban pelanggan naik Rp1,08 triliun/tahun jika _tariff adjustment_ diberlakukan. Perbandingan perhitungan pada 8 aspek yang dilakukan oleh KESDM dan pakar-pakar energi di atas menunjukkan beberapa perbedaan yang mencolok, sehingga perlu diklarifikasi. Bagi pakar-pakar, klarifikasi penting karena menyangkut nama baik perguruan tinggi. Bagi Kementrian ESDM, klarifikasi mendesak karena menyangkut kredibilitas, penegakan prinsip good governances, keadilan dan kepentingan strategis negara. Karena mendesaknya klarifikasi, IRESS perlu mengungkap temuan fakta-fakta hasil perhitungan sebagai berikut: a. KESDM tampaknya menggiring opini publik bahwa PLN tidak dirugikan. Padahal kerugian tersebut cukup signifikan, yakni Rp 2,15 triliun setiap 1 GW pasokan PLTS Atap dan menjadi Rp 7,74 triliun jika pasokan naik menjadi 3,6 GW. Kerugian timbul terutama adanya beban fixed cost, terjadinya inefisiensi sarana dan adanya tambahan perangkat untuk mengatasi intermitten. Semua biaya ini tampaknya tidak diperhitungkan atau “luput” (sengaja?) dalam perhitungan KESDM; b. KESDM menyebut penghematan bahan bakar cukup besar Rp 7,74 triliun. Sedang hitungan pakar hanya Rp 1,92 triliun. Perbedaan ini terjadi karena bahan yang digunakan adalah gas (KESDM) dibanding batubara (pakar). Untuk menghindari ungkapan hiperbolis guna promosi ide, maka hal ini perlu direview oleh KESDM sesuai fakta lapangan dan kebutuhan efisiensi. Selain itu, karena kontrak jual-beli bersifat jangka panjang, PLN tidak dapat mengurangi konsumsi gas secara mendadak. Di sisi lain, memang mayoritas PLTU di Jawa-Bali, termasuk proyek 35.000 MW menggunakan bahan bakar batubara, bukan gas. c. Menurut KESDM BPP naik Rp 1,14/kWH; menurut pakar naik Rp 5,10/kWh. Perbedaan terjadi sebab KESDM “luput” menghitung biaya-biaya yang disebut pada butir a di atas. Adanya kenaikan BPP otomatis akan ditanggung konsumen dalam bentuk kenaikan tarif listrik jika tidak disubsidi APBN, atau ditanggung negara/APBN jika tarif listrik tidak naik. d. KESDM menyatakan biaya subsidi dan kompensasi naik Rp 0,319 triliun; menurut pakar naik Rp 1,08 triliun/tahun. Hal ini menjadi tambahan beban biaya bagi pelanggan non PLTS Atap yang merupakan dasar mengapa IRESS yakin bahwa kebijakan ekspor 100% disebut tidak adil. Uraian di atas menunjukkan perhitungan yang dilakukan pakar energi lebih relevan dan sesuai kondisi lapangan, sehingga lebih kredibel. Sedangkan hitungan KESDM cenderung ingin menonjolkan penghematan PLN dan pelanggan, serta mengecilkan nilai kenaikan BPP dan subsidi. Namun ungkapan dan promosi ini tidak didasarkan pada hitungan relevan dan fakta lapangan. Salah satu contoh, bukankah pasokan listrik PLTS Atap intermitten dan _capacity factor_ (CF) hanya 17%, sehingga membutuhkan kestabilan pasokan, tetapi KESDM sengaja tidak menghitung kebutuhan biaya _backup_ dan _storage?_ Oleh sebab itu, IRESS menganggap hitungan dan promosi KESDM untuk tarif ekspor PLTS Atap 100% dalam rilis 2 September 2021 menjadi tidak kredibel, tendensius dan patut dipertanyakan motifnya. Perbandingan hitungan dan analisis IRESS di atas bisa saja tidak akurat. Namun sebagai lembaga yang berada di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, KESDM dan PLN, dengan melibatkan sejumlah pakar dari berbagai perguruan tinggi, mestinya telah melakukan kajian dan analisis bersama. Sehingga, sebelum merekomendasikan suatu kebijakan, terlebih diperoleh hasil terbaik, adil dan bermanfaat bagi ketahanan dan kemandirian energi nasional. Mengapa KESDM tidak menganggap ini penting, dan terkesan ingin terus memaksakan kehendak? Sebagai kesimpulan, karena tidak akurat dan cenderung tendesius, IRESS meminta agar KESDM segera mengklarifikasi berbagai perhitungan terkait BPP, kerugian PLN/pelanggan, penghematan, subsidi, kompensasi, dan lain-lain yang termuat dalam rilis No.303.Pers/04/SJI/2021, pada 2 September 2021. Selain itu, sebagaimana telah dinyatakan pada rilis, surat tertutup dan surat terbuka kepada Presiden (16/8/2021, 31/8/2021 dan 1/9/2021), IRESS kembali menuntut agar ketentuan tarif ekspor PLTS Atap 100% dalam rencana revisi Permen ESDM No.49/2018 dibatalkan. *) Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies, (IRESS)
Narapidana Korban Kebakaran Lapas yang Dirawat Masih Trauma
Tangerang, FNN - Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia, Yasonna Laoly mengatakan, kondisi narapidana korban kebakaran Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang yang dirawat masih mengalami trauma. Tiga di antaranya menggunakan ventilator akibat luka bakar yang serius. "Tadi saya sudah lihat kondisi napi yang dirawat. Mereka masih trauma terkait insiden itu. Ada yang luka juga 80 persen, bahkan ada juga sampai 98 persen," kata Menkumham Yasonna usai meninjau perawatan di RSUD kabupaten Tangerang, Kamis, 9 September 2021. Ia mengatakan, ada tiga napi dalam perawatan menggunakam ventilator karena luka bakar yang serius. Kemenkumham pun akan terus memantau perkembangan perawatan para napi. "Kondisinya sangat mengkhawatirkan," ujarnya, sebagaimana dikutip dari Antara. Ia menegaskan, seluruh biaya perawatan, pemulasaraan hingga pemakaman bagi napi yang dirawat maupun meninggal dunia akan ditanggung oleh Kemenkumham. Kamis kemarin, jumlah korban kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang bertambah tiga orang. Dengan demikian, jumlah korban tewas menjadi menjadi 44 orang. Ketiga korban tersebut, Hadiyanto bin Ramli, warga Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Kemudian, Adam Maulana bin Yusuf Hendra, warga Kelurahan Cimerang, Kecamatan Purabaya, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Ketiga, Timothy Jaya bin Siswanto narapidana tindak pidana narkotika. Beralamat di Jalan Sabang Nomor 39, Taman Imam Bonjol, Tangerang, Provinsi Banten. Sebelumnya, Yasonna Laoly menjanjikan uang santunan senilai Rp 30 juta kepada masing-masing keluarga narapidana yang menjadi korban kebakaran lembaga pemasyarakatan yang berlokasi di Jalan Veteran, Kota Tangerang, Banten itu. "Sebagai bagian perwujudan duka, kami akan memberikan santunan senilai Rp 30 juta kepada masing-masing keluarga korban," katanya. (MD).
Kulinara, Masker Motif Kuliner Nusantara dari Didiet Maulana
Jakarta, FNN - Desainer dan Founder IKAT indonesia, Didiet Maulana, bersama perusahaan bumbu masak PT Inti Sasa (Sasa) merancang masker bermotif Kulinara (Kuliner Nusantara), sebagai bentuk apresiasi kepada tenaga kesehatan yang berjuang maksimal selama pandemi. Kulinara bukanlah masker medis, melainkan masker kain yang dipakai di depan masker medis. Didiet Maulana merancang Kulinara sebagai pengingat bahwa makanan memiliki arti kebahagiaan. Kulinara hadir dengan warna, motif dan cerita yang menggambarkan betapa banyak ragam budaya rasa Indonesia dengan satu tema sama, yaitu kehangatan dan kebahagiaan. "Ketika bicara masker, Kulinara bukan masker medis, namun tetap bisa mendukung para nakes dalam keseharian mereka. Saat mereka di jalan atau di luar area ruang kesehatan. Jadi hal ini harus bisa menjadi sesuatu yang dibanggakan, secara desain harus unik dan berbeda dari biasanya," ujar Didiet Maulana dalam siaran pers, dikutip Kamis. "Kolaborasi dengan Sasa ini bisa tercipta karena kami berdua menjalani visi yang sama yakni sama-sama berkreasi untuk rasa," kata Didiet Maulana dalam siaran pers, dikutip Kamis. "Sasa berkreasi menciptakan rasa masakan dan membawa kekuatan citarasa lokal. Demikian pula saya yang memiliki visi untuk menciptakan desain bercorak Indonesia untuk menumbuhkan rasa bangga akan negeri ini," kata Didiet. Diakui Didiet, proses pembuatan masker berlangsung cukup singkat. Diawali proses brainstorming dengan tim Sasa untuk desain Kulinara, kemudian masuk ke proses produksi. "Bagian paling menantang dalam proses Kulinara adalah saat mendesain, kita harus berpikir ke depan. Bagaimana desain yang dibuat itu benar-benar bisa mendukung manusia pemakainya," kata Didiet. Marketing Director PT Sasa Inti, Fenny Kusnaidy, menambahkan, "Kami mempersembahkan Kulinara sebagai bentuk apresiasi kepada para nakes, dokter, perawat, bidan, petugas rumah sakit, serta relawan." "Harapan kami, Kulinara dapat menjadi bagian dalam pelaksanaan prokes di mana salah satunya adalah memakai masker. Kulinara diharapkan bisa menyemangati tenaga medis dan relawan, sehingga mereka terus optimistis bahwa perjuangan mereka akan menyelamatkan banyak orang," kata dia. (mth)