ALL CATEGORY
Ancaman Radikalisme, Ekstremisme, dan Terorisme?
Dari buku H. Ansyaad Mbai, Dinamika Baru Jejaring Teror di Indonesia dan Keterkaitannya dengan Gerakan Radikalisme Transnasional (Tanpa Kota: AS Production Indonesia, 2014) Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta BUKU Ansyaad Mbai ini dipersembahkan untuk istrinya yang memantik semangat menyusun buku, dan keempat cucu yang menjadi sumber inspirasi terkuat untuk menerbitkannya. Ansyaad Mbai adalah Kepala BNPT pertama pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Buku ini ditulis untuk memberikan penjelasan berimbang tentang terorisme dan upaya penanggulangannya dengan menampilkan fakta-fakta objektif. Goresan tinta H. Ansyad Mbai ini amat sangat penting sebagai sumber utama terkait terorisme di Indonesia sejak 2010 hingga 2013 (Prof. Bilveer Singh, Jurusan Ilmu Politik, Universitas Nasional Singapura). Isi buku: (I) Pendahuluan; (II) Gerakan terorisme dan radikal: pengalaman Indonesia; (III) Latar belakang gerakan radikal di Indonesia dan transnasional; (IV) Strategi menangkal teroris; (V) Program nasional pencegahan terorisme; (VI) Kerja lanjutan; (VII) Penutup. Buku ini memuat kajian tentang kelompok teroris di Indonesia yang berkelindan satu dengan yang lain. Karena itu sangat membutuhkan indeks nama-nama tokoh, tempat, peristiwa, dan kelompok-kelompok teroris yang dikaji. Peta konsentrasi jaringan terorisme di Indonesia meliputi Aceh sebagai qaidah amanah: Dulmatin – JI (Jama’ah Islamiyah), Mustofa – JI/JAT (Jama’ah Ansharut Tauhid), Abd. Sonata – Kompak (?), Aman Abd. Rahman – NII (Negara Islam Indonesia), Abu Umar – NII; Kelompok Terorisme Finansial CIMB (Commerce International Merchant Bankers) Medan; MIB (Mujahidin Indonesia Barat) Lampung; NII Tasik/MIB Abu Omar dan Abu Roban; Solo – Badri; POL (?) Dayah Jawa Timur/Rizal; JAT Bali; POK (?) Bima – UBK (?)/Abrori; NII Kalsel; MIT (Mujahidin Indonesia Timur) Daengkoro Poso – Santoso; POK Asmar; POK Walid – Ambon. Radikalisme agama dan radikalisme sekuler merupakan ancaman serius bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila (Dr. KH Ma’ruf Amin, Republika 27-3-2017). Negara membentuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dilengkapi Detasemen Khusus 88 (Densus 88). Gabungan keduanya: Satgas Anti Teror. Strategi penanggulangan terorisme: pencegahan, penindakan, dan kerjasama internasional (Ansyaad Mbai, XIX). Kemunculan aksi terror berbasis gerakan Islam berkaitan dengan Pan-Islamisme ala Jamaluddin al-Afghani dan hegemoni Barat. Hasan Al-Banna dan Ikhwanul Muslimin Mesir menginspirasi Osama bin Laden dan Ayman al-Jawahiri membentuk front internasional Al-Qaeda melawan Salibis-Yahudi-Amerika Serikat (Dreyfuss, 2005 – Ansyaad Mbai, 14). Ide gerakan itu diadopsi Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir dengan mendirikan Jama’ah Islamiyah di Asia Tenggara dan merekrut veteran perang Afghanistan untuk meneruskan perjuangan mendirikan Negara Islam Indonesia berdasarkan syariat Islam (Ansyaad Mbai, 14). William Joseph Casey, Direktur CIA 1981-1987, menjadikan Islam politik dan gereja Katholik sebagai sekutu untuk meluluh-lantakkan komunisme ateistik Uni Soviet (Ansyaad Mbai, 16). Tipe terorisme di Indonesia adalah terorisme yang dimotivasi oleh agama dengan tujuan mendirikan Negara Islam di Indonesia. Di antara tokoh popular dari kalangan yang disebut teroris ialah Dulmatin, buronan terorisme nomor wahid di Asia Tenggara dan Santoso, pimpinan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Pada 14 Oktober 2012, Santoso mengeluarkan surat kepada Densus 88, “Kami selaku Mujahidin gugus tugas Indonesia Timur menantang Densus 88 Anti Teror untuk berperang secara terbuka dan jantan! Mari kita berperang secara laki-laki! Jangan kalian cuma berani menembak, menangkapi anggota kami yang tidak bersenjata! Kalau kalian benar-benar kelompok laki-laki, maka hadapi kami! Jangan kalian menang tampang saja tampil di televisi!” (Ansyaad Mbai, 46). Sejak 2002 Indonesia mengalami lima serangan bom yang signifikan, yaitu bom Bali pertama 2002; bom di Hotel J.W Rarriott 2003; bom Kedutaan Australia 2004; bom Bali kedua 2005; serangan simultan bom di Hotel J.W Marriott dan Ritz-Carlton pada 2009. Mayoritas pelakunya anggot kelompok JI. Ancaman baru terorisme dari kelompok JAT yang dipimpin Abu Bakar Ba’asyir. Beliau dinyatakan terlibat dalam kasus pelatihan militer di Aceh (Ansyaad Mbai, 7-8). Beberapa pertanyaan pokok seputar terorisme di Indonesia: (1) apakah sebuah aksi yang terjadi berkaitan dengan aksi terror sebelumnya? (2) apakah kelompok pelaku adalah kelompok yang sama dengan kasus sebelumnya? (3) apakah kelompok itu berkaitan dengan kelompok-kelompok teroris arus utama yang dikenal, seperti JI, JAT, NII? (4) apakah kelompok JI berkaitan dengan JAT/berkaitan dengan NII atau ketiganya berhubungan/berdiri sendiri? (Ansyaad Mbai, 10). Apakah teroris itu dipelihara oleh Negara, khususnya pemerintah, dengan tujuan mengalihkan perhatian publik dari kelemahan yang terjadi? (Ansyaad Mbai, 11). Negara tidak mewaswadai bahaya radikalisme sekuler yang juga bertentangan dengan ideologi negera Republik Indonesia, Pancasila. Hingga saat ini aparat Negara tidak ada yang berteriak keras tentang perlunya mewaspadai paham radikalisme sekuler yang merebak di Indonesia, dan tidak dibentuk badan khusus penanggulangan bahaya sekulerisme, dan tidak ada detasemen khusus yang ditugaskan untuk itu (Taufikurrahman Ruki, mantan ketua KPK). Teori Harvey Cox tentang tiga pilar sekulerisme: (1) dischanment of nature; (2) desacralization of politics; (3) deconsecration of values (Taufikurrahman Ruki, mantan ketua KPK). Dischanment of nature: kehidupan dunia harus disterilkan dari pengaruh ruhani dan agama. Sekuler liberal membatasi peran agama sebatas persoalan personal. Agama hanya cukup sampai dinding masjid atau gereja. Di luar itu, akal manusialah tuhannya. Sekuler radikal ingin menyingkirkan agama dari kehidupan. Ini beda tipis dari komunisme. Desacralization of politics: dunia politik harus dikosongkan dari pengaruh agama dan nilai spiritual. Politik urusan akal manusia semata. Agama dan segala simbolnya dilarang terlibat dalam urusan politik. Agama dan politik adalah wilayah tersendiri yang harus dipisahkan. Keduanya tidak bisa disatukan. Jokowi mengemukakan gagasan serupa ini pada saat meresmikan Monumen Titik Nol Islam Nusantara di Barus, Sumtera Utara. Deconsecration of values: tidak ada kebenaran mutlak. Nilai-nilai bersifat relatif. Doktrin ini menisbikan kebenaran yang ada dalam kitab suci. Bagi mereka kitab suci itu hanya buatan manusia. Oleh karena itu penganut paham ini suka mengolok-olok kitab suci mereka sendiri, termasuk kitab suci orang lain. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Pak Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Bernegara adalah berpolitik, sebab Negara adalah organisasi politik tertinggi yang dimiliki oleh suatu bangsa. Negara adalah organisasi suatu bangsa untuk memutuskan kebijakan, politik. Jadi, secara yuridis konstitusional membawa agama dalam perjungan politik sebagai proses bernegara adalah sah. Yang penting harus tetap dalam koridor Pancasila yang mendasari Indonesia sebagai Negara kebangsaan yang berketuhanan (Moh Mahfud MD, Koran Sindo, SindoNews.com, Sabtu 1 April 2017 – 07:55 WIB). Mari berpolitik dan bernegara secara saksama dan bertanggung jawab. (*)
Konstitusi Mengancam Kesadaran
Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI RAKYAT Indonesia tak perlu kaget dan tak perlu terguncang terhadap pengesahan RKUHP baru-baru ini. Karena konspirasi para petinggi kekuasaan yang mengusung konstitusi tanpa nurani itu, sejatinya, telah menghasilkan republik ini menjadi paripurna kehilangan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Indonesia kembali memasuki masa kegelapan. Kebenaran menjadi sesuatu yang langka untuk ditemukan. Praktik-praktik penyimpangan dipaksa menjadi konsumsi publik. Keharusan meninggalkan akal sehat dan pasrah menerima keburukan, telah menjadi menu sehari-hari rakyat. Kejahatan begitu angkuh dan bangga mengambil peran kepemimpinan. Mengambil harta dan aset rakyat melalui jalan konsitusi, penghianatan terus melenggang atas nama kehormatan, otoritas dan kewenangan. Rakyat hidup bagaikan sapi potong, yang diperah susunya, dimakan dan dijual dagingnya. Lengkap sudah sebagai obyek penderitaan, dikuasai dan ditindak tegas untuk diambil nilai ekonomisnya. Apa yang tidak diberikan rakyat kepada negara, termasuk kepada para pemimpin, pejabat dan aparatur penyelenggara negara?. Bahkan keberadaannya saja sudah menjadi pondasi sekaligus menopang kokoh berdirinya negara. Diam dan membisunya rakyat saja demi keselamatan negara. Jerih payah rakyat yang terkadang tidak sekedar mungucurkan keringat, namun air mata dan darah rela ditumpahkan karena kecintaannya pada negara. Kekayaan dan begitu banyak pengorbanan non materi lainnya, begitu mudahnya tanpa pamrih dan perhitungan diberikan rakyat untuk negara. Pajak berlimpah, partisipasi dan swadaya untuk pembangunan serta ketaatan pada peraturan negara, tak habis-habisnya dilakukan rakyat sepanjang hidupnya dan dari generasi ke generasi, demi eksistensi dan kelangsungan negara. Lalu apa lagi yang masih dan ingin diungkapkan tentang apa yang rakyat telah berikan buat negara?. Rasanya sudah sepantasnya ada pertanyaan, apa yang telah diberikan negara pada rakyatnya?. Kemakmuran kah?, keadilan kah?, atau mungkin sebuah negara kesejahteraan?. Kalau saja penyelenggara negara mengetahui siapa rakyat sesungguhnya, dan apa yang telah dikorbankan rakyat untuk negara. Pastilah para pemimpin, pejabat dan semua aparatur penyelenggara negara itu, tahu menempatkan diri dan tahu batasannya bagaimana memperlakukan rakyat selayaknya. Pemerintah yang yang mendapat kepercayaan dan hanya meminjam kedaulatan rakyat yang sesungguhnya menjadi penguasa sebenarnya. Petinggi negara yang tahu diri darimana mereka berasal dan untuk apa mereka mengemban amanat rakyat. Memahami bagaimana kekuasaan itu hadir sesungguhnya untuk kemaslahatan rakyat, negara dan bangsa. Bukan kemudharatan, berlaku khianat apalagi dzolim kepada rakyat. Setelah rangkaian musibah yang bertubi- tubi melibatkan alam dan kemanusiaan. Bangsa Indonesia yang sempat mengenyam julukan masyarakat religius, terguncang dan terkapar kesadaran spiritualnya. Satu-satunya pencerahan terbaik mungkin, adalah bermunajat kepada Sang Khalik. Melakukan refleksi, intropeksi dan evaluasi diri secara masif baik secara personal maupun komunal dalam kehidupan kebangsaan. Menyadari bangsa ini telah diselimuti kerusakan, kehilangan daya tumpu moralitas, ahlak dan substansi keagamaan. Manusianya tercerabut dari nilai-nilai universal kemanusiaan. Sistemnya resisten dan menanggalkan utuh nilai-nilai fundamental Ketuhanan. Begitulah NKRI yang di dalamnya Pancasila dan UUD 1945 telah lama menjadi warisan usang dan marginal. Kini, distorsi penyelenggaraan negara menemukan modus baru yang modern dan fungky. Mengumpulkan semua penyelewengan dan kejahatan negara dalam wadah apik dibumbui legalitas dan legitimasi negara. Republik dipenuhi para kriminal elit dan borjuis, berkedok pemerintahan dan menasbihkan diri dan kelompoknya sebagai raja beserta punggawa demokrasi. Mengintimidasi dan teror serta kriminalisasi, atas nama undang-undang dan demi kesinambungan harta dan tahtanya. Mereka itulah kacang yang lupa kulitnya, yang menjadikan rakyatnya sendiri seperti seteru dan musuhnya. Ya mereka semua itu yang sekarang ada di singgasana. Minoritas yang mengangkangi dan membui mayoritas. Segelintir yang membagun dinasti kekuasaan, melalui konstitusi yang mengancam kesadaran. (*)
LGBT Bukan Hal Asasi Manusia
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan 10 Desember dinyatakan sebagai Hari HAM Sedunia. Pada 10 Desember 1948 Majelis Umum PBB mengadopsi Universal Declaration of Human Rights (UDHR). Berisi jaminan dan perlindungan HAM untuk kebebasan bergerak, menyatakan pikiran, beragama, berkumpul dan berserikat, hak politik berdasar kehendak rakyat, pendidikan dan lainnya. Pembatasan harus berlandaskan undang-undang. Hak Asasi Manusia atau HAM adalah hak pemberian Tuhan yang melekat dengan kemanusiaan yang jika hilang hak tersebut maka hilanglah kemanusiaannya. Bersifat asasi karenanya melekat. Hak hidup, hak berpendapat, hak bergerak, atau hak beragama itu contoh dari hak yang melekat dengan kemanusiaan. LGBT atau LGBTQ atau sebutan sejenisnya bukanlah Hak Asasi Manusia. Ini mengingat LGBT bukan hak yang melekat dengan kemanusiaan artinya jika orang tidak LGBT maka tidak hilang kemanusiaannya. LGBT adalah penyimpangan dari nilai-nilai kemanusiaan. Karenanya mesti diluruskan bukan dibiarkan apalagi dikembangkan. Mengkampanyekan LGBT termasuk kegiatan merusak nilai asasi manusia. Bahwa fakta LGBT itu ada tidak menjadi alasan perlindungan dan pengembangan. Apa bedanya dengan keberadaan pembunuhan, korupsi, perkosaan dan kejahatan lain yang faktual dan nyata juga ada. Kita mesti mampu membedakan antara hak dan penyimpangan. Pernikahan antar jenis adalah hak sedangkan hubungan sesama jenis itu penyimpangan. Penyimpangan harus diminimalisasi, dieliminasi, bahkan dieksekusi. LGBT adalah penyakit dan menyebarkan penyakit. Penyakit fisik, psikis, moral, sosial, hukum maupun politik. Masyarakat harus disembuhkan dari penyakit berbahaya ini. Dengan pandemi Covid 19 saja dunia sudah kalang kabut apalagi jika penyakit LGBT yang menjadi pandemi. LGBT menjijikan dan merupakan perbuatan keji. Membuat alam marah. Tuhan akan perintahkan gunung meletus, laut bergelombang dan bumi berguncang. Hebat dan dahsyat untuk menghancurkan. Manusia harus belajar pada sejarah jika tidak ingin sejarah yang akan memberi pelajaran. Kaum Sodom dihancurkan akibat LGBT. Begitu juga dengan Pompei di Italia dan Legetang di Banjarnegara. Berbagai daerah juga porak poranda akibat perilaku menyimpang ini. LGBT adalah causa dari siksa. Sayangnya yang terkena dampak bukan hanya pelaku tetapi juga lingkungan yang tidak berbuat apa-apa. Turut melindungi dan membudayakan. Kaum LGBT adalah pembocor kapal laut yang jika dibiarkan akan menenggelam semua penumpang yang ada di dalam kapal. Bukan hanya sang pembocor sendiri. Karenanya kita orang yang diberi kesehatan dan akal fikiran lurus harus mencegahnya dengan segala upaya. Do\'a, perkataan maupun kekuatan pemaksa. LGBT dan plus lainnya adalah perbuatan menyimpang dari kemanusiaan. Bukan Hak Asasi Manusia yang harus dilindungi dan dikembangkan. Pelangi itu indah di langit tetapi di bumi menjadi simbol dari penyakit, kebodohan dan kejahatan. Selamat Hari HAM sedunia. Tema PBB \"Dignity, Freedom and Justice for All\" sangat bagus. HAM harus ditegakkan demi perdamaian. Bukan demi LGBT. LGBT itu bukan HAM ! Bandung, 10 Desember 2022
Malakama/MalakaRma dan Coup Konstitusi
Oleh Ridwan Saidi Budayawan BUAH si Malakama konsep tentang dilema, maksudnya. Buah ini tidak real, tapi malakama sebagai ungkapan perlu ditelaah. Mala pada mala petaka, atau mara pada mara bahaya memberi efek dramaturgi pada kata keadaan yang didramakannya. Mala pada kama? Meaningless karena kama yang hanya merupakan kolektiva konsonan dan vokal saja. Tapi juga bukan onomotope seperti \"gedebuk\" suara orang jatuh karena tercium simpan niat kudeta (coup d\'etat) konstitusi. misalnya. Karena merasa diri di atas konstitusi. Kama itu fonem dan bukan word. Mestinya karma, yang dalam fonem R-nya menjadi aus. Memang harusnya MalakaRma. Karma yang amat haibat yang menimpa seseorang akibat nist dan perbuatannya sendiri. Keyakinan seperti ini hidup di sebagian masyarakat. Malaka(r)ma konsep tentang pengamanan hari depan. Hidup tak dapat semau-maunya. Dengan neo Kuhap jangan berharap negara lain atau lembaga dunia tidak campur kalau itu melanggar kesepakatan sejagat tentang HAM. Malaka satu kata yang tak ada kaitannya dengan mala pada petaka atau pada ka(r)ma. Malaka flora yang jadi nama negri Melayu Malaka di Malaysia. Rekan ilmuwan saya dari Riau Prof Yusmar Yusuf me-WA: Undang-undang laut Malaka alias adat pelayaran Malaka. Keterangan ini sangat berharga di-tengah-tengah saya mencari rujukan Hukum Laut Melayu yang diberlakukan sejak XV M di zona-zona ekonomi di Indonesia. Hukum laut mengatur bisnis dan perilaku pelayaran orang di pinggir dan di tengah laut yang udaranya amat panas. Dan pihak terkait taat hukum laut. Mestinya mereka yang se-hari2 tinggal di gedung yang AC-nya sangat dingin juga hormat pada hukum \"darat\" untuk menghindari paling tidak malaka(r)ma. (RSaidi)
Miris! Dalam KUHP Baru Menghina Pemerintah atau Lembaga Negara Diancam Pidana Penjara Paling Lama 18 Bulan: Pembungkaman Suara Rakyat?
Hingga sekarang sebenarnya masih relevan bagi kita untuk mendiskusikan sistem mana yang terbaik untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh: Pierre Suteki, Dosen Universitas Online (Uniol) 4.0 Diponorogo DPR telah menyetujui RKUHP yang diajukan oleh Pemerintah pada tanggal 5 Desember 2022. Dalam KUHP Baru banyak sekali perubahan atas KUHP warisan Belanda. Namun, masih mempertahankan pasal penghinaan kepada pemerintah atau lembaga negara dengan ancaman pidana selama 18 bulan penjara. Pasal 240 ayat (1) menyebutkan: Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah atau lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. Pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terkait dengan penghinaan pemerintah atau lembaga negara negara menjadi polemik. Menghina DPR, Polri dan Kejaksaan diancam 18 bulan penjara. Pasal-pasal terkait dengan penghinaan terhadap lembaga negara dan penguasa umum dalam KUHP akan berpotensi menjadi masalah. Pertanyaan awal yang harus diajukan adalah: benarkah kita ini menerapkan sistem pemetintahan Demokrasi Kaffah atau hanya Pseudo Democracy? Dalam upaya membangun demokrasi itu, perlu dilakukan revisi besar-besaran terhadap KUHPidana dan peraturan perundang-undangan yang lain, terutama pasal pasal yang bisa dipakai untuk memenjarakan wartawan, demonstran, penceramah, dan pembicara dalam diskusi, serta aktivis advokasi. Dengan menggunakan pasal-pasal itu, yang sekarang berlaku, putusan hakim dapat membungkam: kebebasan pers, kebebasan berekspresi, dan kebebasan menyampaikan pendapat. Pasal-pasal tersebut ketinggalan zaman (outdates laws) di dalamnya termasuk mengenai ketentuan pencemaran nama baik, fitnah, penghinaan, kabar bohong, dan penghinaan terhadap presiden, wakil presiden, serta pejabat Negara. Seiring dengan berkembangnya nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia saat ini tampaknya kalangan yang disebutkan di atas menghendaki sebuah kebebasan berekspresi, sehingga tumbuh dan berkembang. Pula kualitas kontrol yang dihasilkan terhadap semua proses dan hasil pembangunan. Dengan fungsi itulah selayaknya kebebasan berekspresi tidak lagi terbelenggu dengan ancaman delik dalam KUHPidana. Kata ”penghinaan” pembuktiannya bisa dilakukan dengan ukuran subjektif, sehingga dapat disalahgunakan untuk kepentingan penguasa yang antikritik. Di KUHP sekarang, Pencemaran nama baik diatur di dalam Pasal 310 - Pasal 321 KUHP yang dikenal dengan istilah penghinaan. R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 225) dalam penjelasan Pasal 310 KUHP, menerangkan bahwa, “menghina” adalah “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Yang diserang ini biasanya merasa “malu”. “Kehormatan” yang diserang di sini hanya mengenai kehormatan tentang “nama baik”, bukan “kehormatan” dalam lapangan seksual atau kehormatan yang dapat dicemarkan karena tersinggung anggota kemaluannya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin. Dalam KUHP Baru, hukuman akan diperberat bila penghinaan menyebabkan kerusuhan. “Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV,” demikian bunyi Pasal 240 ayat 1. Di ayat 3 ditegaskan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina. Hukuman akan diperberat lagi bila penghinaan itu dilakukan menggunakan sosial media dengan ancaman 2 tahun penjara. Pasal 241 ayat 1 berbunyi: “Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV”. “Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina,” demikian bunyi Pasal 350 ayat 2. Sesuai dengan penjelasan Pasal 240, yang dimaksud dengan “menghina” adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak kehormatan atau citra pemerintah atau lembaga negara, termasuk menista atau memfitnah. Menghina berbeda dengan kritik yang merupakan hak berekspresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui unjuk rasa atau menyampaikan pendapat yang berbeda dengan kebijakan pemerintah atau lembaga negara. Dalam negara demokratis, kritik menjadi hal penting sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang sedapat mungkin bersifat konstruktif, walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan pemerintah atau lembaga negara. Pada dasarnya, kritik dalam ketentuan ini merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Lalu apa yang dimaksud pemerintah atau lembaga negara? Yang dimaksud dengan “pemerintah” adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun yang dimaksud dengan “lembaga negara”: Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi. Jadi, berdasarkan penjelasan Pasal 240 ini, penghinaan ini hanya meliputi: Presiden, MPR, DPR, DPD, MA dan MK. Selain instansi ini tidak termasuk penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara yang dimaksud. Terkait dengan potensi penggunaan pasal penghinaan kepada pejabat untuk kepentingan pejabat yang antikritik memang sangat besar. Kita punya pengalaman adanya kecenderungan pemerintah itu mengabaikan kritik publik menunjukkan pola berulang mengenai proses legislasi yang “ugal-ugalan”. Misalnya, pemerintah mengesahkan sejumlah UU kontroversial di tengah kritik publik, seperti UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Omnibus Law UU Cipta Kerja, UU Ibu Kota Negara, serta revisi UU P3 dan demo untuk mengkritik itu menimbulkan banyak korban akibat represi APH. Ada kemungkinan besar, pasal-pasal dalam KUHP Baru tersebut berpotensi membahayakan rakyat, atau bisa menjadi alat bagi kekuasaan untuk berlaku otoriter dan represif. Terkait dengan adanya pasal yang mengancam kebebasan berekspresi dan berpendapat, perlu ditekankan bahwa persoalan utamanya itu penghinaan kepada pejabat negara, bukan hanya Presiden dan Wapres. Nah, soal penghinaan ini yang harus dibuat clear dulu bahwa ia beda dengan kritikan. Selain itu rakyat pun juga harus dididik untuk tahu etika ketika memberikan kritik kepada pejabat negara. Saya kira di negara yang beradab, negara Islam pun tidak boleh dibiarkan tindakan penghinaan kepada pejabat negara, tapi kritik boleh. Hanya persoalannya beda tipis itu yang seringkali terjadi sehingga pejabat dengan perangkatnya bertindak represif terhadap rakyat yang mengkritiknya. Maka, sudah tepat jika soal penghinaan kepada pejabat ini ditempatkan sebagai Delik Aduan dan pidananya bisa berupa penjara atau denda kategori tertentu. Namun, lebih baik lagi kalau soal penghinaan ini digeser menjadi hukum perdata, bukan hukum pidana. Ganti kerugian bisa menjadi pilihan yang tepat, bukan penjara. Jika kita cermati, ada banyak hal yang perlu diakomodir dan ditolak dari RKUHP ini, termasuk yang sekarang hangat dibicarakan adanya potensi semua bisa kena hukuman akibat menyuarakan kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu harus ada jaminan dari pembentuk UU bahwa KUHP ini tidak dipakai sebagai alat Represi dan pembungkaman suara kebenaran dan keadilan rakyat. Banyak substansi yang menurut saya sebuah kemajuan. Adanya berbagai polemik dan kelemahan sistem hukum di negeri ini, hal tersebut dapat menjadi momentum bagi masyarakat untuk berbenah dan menelaah kembali sistem politik kenegaraan dan sistem yang diadopsi dan dijalankan selama ini. Ada pendapat berbagai kalangan yang menyatakan bahwa sistem demokrasi yang dijalankan di negeri ini justru telah menjauhkan keadilan dan kesejahteraan umum. Hingga sekarang sebenarnya masih relevan bagi kita untuk mendiskusikan sistem mana yang terbaik untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ada prinsip yang bisa dipegang bagaimana hubungan antara lingkungan dengan penghuninya. Ibaratnya: Ikan tinggal di air. Bukan di padang pasir. Misalnya kita bicara kapan umat Islam yang mayoritas di negeri ini bisa hidup dalam kedamaian sejati? Secara fitrah dan hakikat, umat Islam hanya akan bahagia dan sejahtera jika tinggal dalam naungan sistem Islam. Jika kita yakin bahwa sistem yang kita anut sekarang buruk dampaknya bagi penghuninya mestinya sudah saatnya umat mengkaji ulang penerapan sistem buruk tersebut. Kemudian menggantinya dengan sistem yang membawa kebaikan. Yaitu sistem Islam yang memberi jaminan keadilan dan kesejahteraan, serta memberi kebebasan sepanjang berada dalam koridor syariat-Nya. Sistem pemerintahan Islam sejatinya tegak di atas landasan akidah dan standar hukum syara’. Prinsip ini dipegang teguh baik oleh penguasa maupun rakyatnya. Di antara keduanya, tak ada yang merasa lebih istimewa. Satu sama lain justru akan saling mengontrol, karena paradigma penyelenggaraan kekuasaan adalah dalam rangka menjalankan ketaatan kepada Rabb Pencipta alam semesta, bukan untuk mengejar kepentingan dunia. Bagaimana dengan sistem demokrasi? Standar sistem ini tidak jelas, karena hanya didasarkan pada konsensus rakyat yang seringkali diwakili oleh orang-orang yang tidak mencerminkan kehendak rakyat sendiri, melainkan lebih pertimbangkan kemauan partai, fraksi bahkan oligarki yang mendukungnya. Munculnya negara Nation State dengan Demokrasinya hingga sekarang belum mampu membawa dunia menjadi lebih baik, masih jauh dari segala krisisis multidimensional. Bahkan Nation State makin menjauhkan kita dari keadilan dan kesejahteraan umum. Solusinya bagaimana? Islam menawarkan solusi penerapan syariat Islam dalam naungan sistem pemerintahan Islam yang melindungi semua kaum beragama tanpa kecuali. Demokrasi bukan harga mati, masih terbuka untuk dievaluasi bahkan diganti. Jika belum memungkinkan untuk mengganti sistem, harus ada perbaikan dalam pengaturan tentang penghinaan terhadap pejabat dengan bercermin kepada negara lain. Harus diakui pula memang di beberapa Negara, sebut saja contohnya : Togo, Afrika Barat, Kroasia, Ghana, Uganda, Timor Lorosae, dan Nederland, mereka telah melakukan penghapusan ketentuan hukum mengenai penghinaan ini dari ketentuan pidana menjadi ketentuan perdata, sehingga konsekuensinya hanya memberlakukan sanksi denda saja. Pergeseran ini didorong oleh sebuah pendapat yang menyatakan bahwa “denda akan mendorong kebebasan berekspresi”, yang dalam masyarakat pada saat ini sedang dikembangkan. Tabik! Semarang, Kamis, 8 Desember 2022. (*)
Dekrit Tanpa Dipaksa Rakyat: Omong Kosong!
Saat ini tidak ada pilihan lain untuk menyelamatkan Indonesia, pintunya hanya People Power – Revolusi atau Kudeta oleh Rakyat. Hadirnya Revolusi tidak bisa dipercepat dan ditunda. Pasti akan muncul tepat pada waktunya. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih “DALAM politik, tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Jika itu terjadi, Anda bisa bertaruh itu direncanakan seperti itu”. (Franklin D. Roosevelt) Dekrit itu harus dimulai dengan ada kekacauan perang dan kerusuhan massa. Dukungan Presiden hanya akan terjadi harus ditodong dengan paksa. Tentara harus satu barisan dengan rakyat. (Kivlan Zen) Menurut DR. Refly Harun, tak ada yang dengan cara normal, selalu didahului situasi revolusioner. Ide Dekrit itu terkoordinasi sepanjang pendekatan hanya melalui lobi dengan kekuasaan yang sedang menikmati kekuasaannya, itu omong kosong. Sama dengan harapan dekrit meminta MPR mencabut semua hasil amandemen itu mimpi. Muncul istilah dekrit terkordinasi sayup-sayup direspon oleh Istana dengan barter perpanjangan masa jabatan ujungnya mereka akan bermain adendum pasal 7 UUD 1945 skenario untuk bisa terpilih kembali melalui MPR. Upaya perpanjangan masa jabatan presiden bukan merupakan deal politik, tetapi karena di belakangnya ada kekuatan uang oligarki yang bisa mengatur dan menguasai parlemen. (Rizal Ramli) Kecerdasan Oligarki menyatukan Bandit, Bandar, dan Badut Politik organik dengan Bandit, Bandar, dan Badut Politik non-organik adalah gambaran peta perselingkuhan dan pelacuran politik yang juga melibatkan semua jejaring kekuasaan masuk dalam kolam yang sama. Mampu meluluh-lantakan peran dan fungsi hampir di semua institusi dan lembaga negara dalam satu kekuasaan dan genggaman Oligarki. Kuasa dan kekuasaan mereka sangat besar dan dalam menentukan kebijakan negara. Penikmat kekuasaan dan ekonomi tidak akan melepaskan dengan cara reguler yang tidak mungkin mau melepaskan kenikmatan itu secara sukarela. Tidak mungkin rezim yang sudah menikmati hasil Amandemen mau melepas dengan kebaikan hati atau belas kasihan untuk rela Kembali ke UUD 1945? Mungkinkah ada Taipan atau Pemodal, termasuk oligarki yang mau dan rela menyerahkan privilege mereka yang sudah biasa mendikte birokrat dan aparat dengan sukarela melepas privelege itu? Kalaupun mereka mau pastilah dengan kalkulasi matang bahwa mereka tetap mendominasi dan mencengkram karena mereka merasa sudah jadi pemenang, selalu akan berpikir untuk menyempurnakan kemenangannya. Kita terus dihadapkan pada sebuah rekayasa politik oligarki yang ugal-ugalan. Negara bukan hanya menjauh dari cita-cita dan tujuan negara tetapi sudah mengarah ke arah kehancurannya. Saat ini tidak ada pilihan lain untuk menyelamatkan Indonesia, pintunya hanya People Power – Revolusi atau Kudeta oleh Rakyat. Hadirnya Revolusi tidak bisa dipercepat dan ditunda. Pasti akan muncul tepat pada waktunya. Setiap kudeta bisa bermakna Ilegal, hanya satu kudeta yang legal. Yaitu kudeta dalam rangka menegakkan kedaulatan rakyat. Dalam rangka menggulingkan tirani. Referensi (meminjam) naskah deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat: “Pemerintah dilembagakan di antara manusia, memperoleh kekuasaan mereka yang adil dari persetujuan yang diperintah. Bahwa setiap kali bentuk pemerintahan apa pun merusak tujuan-tujuan ini, adalah hak rakyat untuk mengubah atau menghapusnya, dan untuk membentuk pemerintah baru, meletakkan fondasinya di atas prinsip-prinsip tersebut dan mengatur kekuatannya dalam bentuk sedemikian rupa, karena bagi mereka tampaknya paling mungkin mempengaruhi keselamatan dan kebahagiaan mereka”. Adalah hak rakyat untuk mengubah atau menghentikan pemerintahan tirani, dan mengganti dengan pemerintahan sesuai dengan cita-cita kemerdekaan. Karena, karakter pemimpin tirani tidak bisa diterima untuk memimpin bangsa yang merdeka. Prof. Suteki: kerusakan sudah begitu akut, maka harus dilakukan perubahan yang radikal, extraordinary, bukan perubahan yang biasa, baik inkremental maupun cut and glue. (*)
Tindakan Asusila Mayor BF dan Letda (Kowad) GER Ancamannya Pemecatan
Jakarta, FNN - Analis komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting mengungkapkan dugaan tindakan asusila yang dilakukan Mayor BF dan Letda (Korps Wanita Angkatan Darat/Kowad) GER masuk dalam kategori tujuh pelanggaran berat dalam TNI, karena itu tidak bisa diberikan toleransi. “Kedua perwira tersebut terancam hukuman tambahan yakni pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) alias pemecatan dari dinas militer. Tidak ada toleransi untuk tujuh pelanggaran berat dalam TNI,” kata Selamat Ginting di Kampus Unas, Jakarta, Jumat (9/12/2022). Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengungkapkan fakta mengejutkan, Letda Kowad GER bukan diperkosa Mayor BF, melainkan suka sama suka. Panglima TNI marah dan menyebut keduanya akan menjadi tersangka dan bakal diberi hukuman tambahan dipecat dari dinas militer. Menurut Andika, dari hasil pemeriksaan kedua belah pihak saling suka sama suka dan sudah sering melakukan hubungan intim. “Dari pemeriksaan ternyata tidak seperti laporan awal. Laporan awal dugaan pemerkosaan. Dari pemeriksaan mengindikasikan tidak dilakukan dengan paksaan, tetapi suka sama suka,” ujar Andika di Solo, Kamis (8/12/2022). Komitmen TNI Lebih lanjut Selamat Ginting mengungkapkan, keputusan pemecatan harus diambil dalam peradilan militer sebagai konsekuensi dari perbuatan asusila yang telah dilakukan kedua perwira. Penerapan unsur-unsur tindak pidana dalam Pasal 281 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) terhadap prajurit TNI yang melakukan tindak pidana asusila berdasarkan pertimbangan hukum militer. “Sudah merupakan komitmen TNI, kasus asusila merupakan kasus berat yang terdapat dalam tujuh pelanggaran berat dan tidak bisa ditoleransi lagi,” ujarnya. Menurutnya, terdapat tujuh pelanggaran berat bagi TNI. Pertama; penyalahgunaan senjata api serta munisi dan bahan peledak. Kedua; penyalahgunaan narkoba, baik sebagai pengedar maupun pengguna. Ketiga; desersi atau meninggalkan kesatuan selama lebih dari 30 hari berturut-turut dan insubordinasi atau melawan atasan. Keempat; perkelahian baik perorangan maupun kelompok dengan rakyat, antaranggota TNI dan Polri. Kelima; pelanggaran susila terutama dengan keluarga TNI. Keenam; penipuan, perampokan dan pencurian. Ketujuh; perjudian, backing, illegal logging dan illegal mining. “Sanksi tujuh pelanggaran berat itu tertuang dalam UU Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer. Perbuatan asusila masuk kategori pidana seringan apapun sifatnya,” ungkap Ginting. Dijelaskan, kuat dugaan kedua perwira itu memenuhi unsur pidana dengan hukuman tambahan pemecatan dari dinas militer. Kedua perwira yang melakukan tindakan asusila itu, setelah keputusan peradilan militer akan menghadapi upacara pemecatan sebagai pelajaran bagi prajurit TNI lainnya agar tidak bertindak di luar ketentuan dan kepatutan yang telah ditetapkan. “Sangat disayangkan, karena keduanya merupakan lulusan Akademi Militer. Sebagai perwira TNI sepatutnya menjadi contoh dalam mengayomi masyarakat dengan sikap disiplin dalam melakukan aktivitas sehari-hari, baik dalam bersikap aturan disiplin maupun dalam bersikap disiplin dan norma-norma,” pungkas Ginting. (sws)
Empat Disiplin Olahraga akan Dilombakan di Indonesia Open Aquatic Championship 2022
Jakarta, FNN- Pengurus Besar Persatuan Renang Indonesia (PB PRSI) menggelar 4th Indonesia Open Aquatic Championship (IOAC) yang akan diselenggarakan di Stadion Akuatik, Gelora Bung Karno, Jakarta pada 12-19 Desember 2022. IOAC 2022 melombakan empat disiplin olahraga yakni pertama, cabang olahraga renang 12-15 Desember. Cabor renang akan diikuti para perenang senior seperti Glenn Victor Susanto, Aflah Fadlan Prawira, I Gede Siman Sudartawa, Patrisia Yosita, Azzahra Permatahani serta perenang Junior peraih Emas Sea Games Vietnam 2022 lalu Masniari Wolf dan Flairene Candrea Wonomiharjo yang turun membela klubnya masing-masing. Kedua, cabor loncat indah 12-16 Desember. Cabor loncat indah akan melombakan lima kategori yakni Kelompok Umur atau KU-D dengan usia di bawah 10 tahun. Lalu ada KU-C (11-13 tahun), KU-B 14-15 tahun), KU-A (16-18 tahun), dan terbuka dengan usia di atas 18 tahun. Ketiga, cabor polo air 12-16 Desember. Untuk cabor polo air,akan hadir atlet-atlet muda terbaik dari daerah masing-masing. Para atlet muda ini akan dipantau Pelatih Timnas asal Serbia, Nikola Milosavljevic. Keempat, cabor renang artistik 17-19 Desember. Cabor renang artistik dimulai Kelompok Umur atau KU-1 dengan usia dibawah 9 tahun. Kemudian KU-2 (10-12 tahun), KU-3 (13-15 tahun), dan kategori open tanpa batasan usia. Para atlet akan bersaing menjadi yang terbaik untuk masuk label nasional. Selain empat disiplin olahraga, ada juga renang master pada 18 Desember 2022 yang diikuti perenang senior mulai usia 27-85 tahun. Tercatat 1500 atlet akan turut meramaikan IOAC 2022. Ketua panpel, Ali Patiwiri, mengatakan khusus event renang, ini juga merupakan Kejuaraan Renang Antar Perkumpulan Se-Indonesia (KRAPSI) ke-43. IOAC 2022, para penonton silahkan datang langsung karena tidak dipungut bayaran. Para penonton juga dapat menyaksikan live streaming di website www.pbprsi.org atau youtube pbprsi dan youtube antv official dan Lensa Olahraga. (Lia)
Bloomberg Sebut IKN Amburadul, Rocky Gerung: Dari Langit Ketujuh Masuk ke Gorong-gorong Kedelapan
Jakarta, FNN - Bloomberg, media berpengaruh di Amerika Serikat menulis rencana pemerintah Indonesia membangun ibu kota baru sebagai \"falling apart\" atau berantakan, amburadul. Tulisan Bloomberg berjudul \"Ambitious Plans to Build Indonesia a Brand New Capital City Are Falling Apart\" atau rencana ambisius untuk membangun ibu kota baru Indonesia berantakan. Akademisi Rocky Gerung yang sudah lama tidak setuju dengan projek Ibu Kota Nusantara (IKN) mengemukakan pendapatnya. Rocky menyentil Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang baru-baru ini mengatakan investasi untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser, Kalimantan Timur sudah oversubscribed atau melebihi kapasitas sebanyak 25 kali lipat. \"Mau percaya Presiden Jokowi atau Bloomberg. Investor mestinya percaya Bloomberg karena suara Bloomberg adalah suara investor asing,\" kata Rocky Gerung kepada Hersubeno Arief dalam kanal You Tube Rocky Gerung Official, (6/12/22). Menurut Rocky Gerung investor pasti memilih percaya Bloomberg, karena itu Rocky Gerung mencurigai apa yang dikatakan para pembisik pada Jokowi karena mereka pasti berlangganan Bloomberg. \"Siapa investor yang mau berinvestasi di tempat yang potensi krisis politiknya tinggi,\" ujar Rocky Gerung menambahkan. Menurut Rocky Gerung, Bloomberg seakan beranggapan proyek IKN memiliki masalah lingkungan. Pemerintah era Jokowi ingin membangun kantor-kantor gemerlapan, bus listrik, dan penduduk yang produktif di sebuah kota metropolitan modern klasik di tengah hutan hujan yang luas sebagai ibu kota baru Indonesia. Hersubeno Arief selaku host kanal You Tube Rocky Gerung Official menyayangkan reputasi Jokowi yang dianggap sukses sebagai Ketua G20 dan konferensinya di Bali belum lama ini. \"Dari langit ketujuh masuk ke gorong-gorong kedelapan,\" gurau Rocky Gerung. Menurut laporan media asing termasuk Straits Times, semenjak projek IKN diumumkan, tak satu pun pihak asing yang sudah menandatangani kontrak mengikat guna mendanai projek itu. Baik pihak yang didukung oleh negara atau pihak swasta. Indonesia disinyalir membutuhkan US$34 miliar untuk membangun ibu kota baru dari nol. Jokowi mengatakan semula berniat mengundang 30 investor yang punya potensi menanamkan modal di IKN. Tetapi, niatan itu diurungkan karena kawasan inti di IKN sudah \'ludes\' diborong investor. Menurut Rocky Gerung, Anies Baswedan yang digadang-gadang akan memenangkan Pemilu selanjutnya tidak pernah menyinggung tentang proyek IKN yang membuat investor ketar-ketir. Presiden Jokowi hanya memiliki 18 bulan tersisa di masa jabatan terakhirnya. Sementara itu beberapa calon investor yang sudah menandatangani letter of intens, tidak memiliki komitmen tegas untuk mengeluarkan anggaran. Investor asing sangat berhati-hati karena proyek ini masih dalam tahap awal,” ujar Dedi Dinarto, analis utama Indonesia di firma penasehat bisnis strategis Global Counsel seperti dikutip FNN dari Straits Times. Penundaan bertahun-tahun sebab pandemi Covid-19 membuat calon pendukung ragu berkomitmen pada proyek seorang presiden yang akan habis dari jabatannya jauh sebelum kota baru rampung diselesaikan. Walaupun konstruksi nanti berjalan lancar, imbalan bagi investor tidak akan cepat kembali. “Banyak negara sedang menghadapi resesi atau sudah dalam resesi karena perlambatan ekonomi global,” kata David Sumual, kepala ekonom PT Bank Central Asia yang berbasis di Jakarta. Selama beberapa tahun ke depan, menurut David, bahkan negara-negara terkaya pun cenderung “memprioritaskan agenda domestik mereka sendiri.” Indonesia juga harus melawan reputasinya yang telah lama berdiri sebagai negara yang kurang berprestasi di bidang ekonomi. \"Pak Jokowi .. tugas anda yang lebih utama itu menyejahterakan rakyat.. usahakan pembangunan ekonomi .. ciptakan lapangan kerja, kemudian berikan lapangan kerja itu kepada rakyat Indonesia, bukan rakyat Cina .. dan .. anda tidak harus membangun IKN, apalagi sampai mengganggu APBN. .. (kira-kira paham apa enggak ya ?),\" tulis akun Safmogan 6320. Rocky Gerung mengatakan ia ingin menyelamatkan presiden dari olok-olok luar negeri. Ia ingin Presiden Jokowi berpikir ulang mengenai projek IKN ini. (Ida).
Orkestrasi Kudeta Konstitusi Penundaan Pemilu Jilid II, Ketua MPR di Barisan Terdepan
Sangat naif kalau beranggapan Ketua MPR tidak tahu aspirasi rakyat yang menolak kudeta konstitusi. Sangat naif kalau beranggapan Ketua MPR tidak tahu bahwa penundaan pemilu merupakan kudeta konstitusi. Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) UPAYA penundaan pemilu (dan pilpres), atau kudeta konstitusi, Jilid I sangat sistematis disuarakan pada awal tahun ini, diorkestrasi oleh tiga ketua umum partai politik dan dua menteri. Salah satu alasan penundaan pemilu adalah tingkat kepuasan terhadap Jokowi tinggi. Mereka pada umumnya merujuk hasil lembaga survei, yang digunakan untuk pembenaran kudeta konstitusi. Setelah kudeta konstitusi mendapatkan penolakan keras dari masyarakat, lembaga survei kemudian publikasi hasil survei yang sangat berbeda. Balik Badan? Beberapa lembaga survei mengatakan, mayoritas masyarakat menolak kudeta konstitusi, menolak penundaan pemilu, termasuk mereka yang menyatakan puas terhadap Jokowi. Lingkaran Survei Indonesia (LSI), misalnya mengatakan, mayoritas responden yang puas dengan kinerja Presiden Joko Widodo menolak wacana penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024. Dari survei itu diperoleh 65,1 persen responden yang puas dengan kinerja Jokowi menentang penundaan Pemilu 2024. Sedangkan untuk pemilih yang menyatakan tak puas dengan kinerja Jokowi, angka yang menentang penundaan pemilu jauh lebih besar yaitu sebesar 87,3 persen. Jelasnya, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220328181841-32-777147/survei-ips-mayoritas-publik-tolak-penundaan-pemilu/amp Terlepas dari itu semua, yang terpenting dan mendasar, penundaan pemilu merupakan pelanggaran konstitusi. Tidak ada urusan dengan popularitas atau tingkat kepuasan terhadap presiden yang rawan dimanipulasi, dengan menggunakan lembaga survei. Upaya mengubah konstitusi untuk tujuan agar pelanggaran konstitusi seolah-olah menjadi tidak melanggar konstitusi masuk kategori kudeta konstitusi: kejahatan konstitusi. Tugas Ketua MPR (Bambang Soesatyo) seharusnya mengamankan konstitusi, dan mencegah segala upaya pelanggaran dan kudeta konstitusi dari semua pihak yang ingin menghancurkan demokrasi, membuat Indonesia menjadi negara otoritarian dan tirani. Bukannya mengamankan konstitusi, Ketua MPR malah mencoba melakukan sebaliknya. Ketua MPR sekarang malah berada di barisan terdepan dalam menyuarakan dan orkestrasi kudeta konstitusi penundaan pemilu, Jilid II. Saran, usulan dan hasutan kudeta konstitusi Ketua MPR akan terus bergulir liar menjadi sebuah orkestrasi bernada sumbang dan mematikan bagi rakyat Indonesia. Maka itu, kedudukan Ketua MPR saat ini sangat membahayakan konstitusi Indonesia. Karena itu, wajib diganti. Sangat naif kalau beranggapan Ketua MPR tidak tahu aspirasi rakyat yang menolak kudeta konstitusi. Sangat naif kalau beranggapan Ketua MPR tidak tahu bahwa penundaan pemilu merupakan kudeta konstitusi. Maka itu, selama Bambang Soesatyo menjabat Ketua MPR, selama itu pula konstitusi Indonesia akan tetap terancam dikudeta, terancam diubah untuk melanggengkan penundaan pemilu dengan berbagai macam alasan. Karena itu, wajib diganti. (*)