ALL CATEGORY
Tujuh Tantangan Terbesar Indonesia 2023: Pemberantasan Korupsi (Catatan Akhir Tahun - 4)
Oleh Dr Syahganda Nainggolan - Sabang Merauke Circle HARI ini saya membahas tantangan ke empat Indonesia tahun depan, yakni pemberantasan korupsi. Pembahasan ini menyangkut aspek struktural maupun kultural. Struktural berhubungan dengan kekuasaan, sistem legal dan \"power relation\". Sedangkan kultural berhubungan dengan moralitas, norma dan gerakan serta dinamika sosial dalam masyarakat. Negara-negara besar selalu berhasil memperlihatkan indeks persepsi korupsi yang tinggi, pada indeks versi \"Transparancy International\" artinya penanganan korupsi sangat baik. Indonesia selalu berada pada indeks yang rendah, di bawah rerata dunia (44). Tahun lalu indeks Indonesia mencapai 38, jauh di bawah Singapura dan Malaysia. Transparansy International mengaitkan tingginya korupsi dengan rusaknya kebebasan sipil dan banyaknya pelanggaran hak-hak asasi manusia di suatu negara (lihat: ti.or.id/indeks-persepsi-korupsi-2021-korupsi-hak-asasi-manusia-dan-demokrasi/). Musuh koruptor adalah control sosial. Tapi sebenarnya ini juga berkaitan dengan ideologi. Ketika saya menulis ”Matinya Reformasi, Budaya Korupsi dan Tamatnya Nasib KPK”, 2019, disitu diperlihatkan cerita Jung Chang, seorang novelis asal China, dalam novelnya yang sangat terkenal, “Wild Swans: Three Daugters of China”, terjadi perubahan kultur pada ayahnya yang menjadi pimpinan Komunis sebuah kota di era Mao Ze Dong. Ideologi itu mengantarkan budaya baru pada ayahnya untuk masuk pada “rule of thumb” promosi karir orang bukan berdasarkan hubungan keluarga (anak, istri, ponakan, dll), melainkan berdasarkan pemahaman nilai-nilai komunis. Di China, keberhasilan menolong keluarga, apalagi mendorong anak dan keponakan menjadi pejabat negara, menjadi kebanggaan. Budaya kita juga begitu, masih. Jung Chang menceritakan tindakan ayahnya itu, tidak menolong keluarga, membuat mereka dikucilkan keluarga. Sisi kultural ini adalah sisi yang menyangkut nilai yang dianut oleh masyarakat. Indonesia, sebagai masyarakat mayoritas muslim, seharusnya terikat dengan nilai-nilai anti korupsi, kolusi serta nepotisme. Sebuah ilustrasi ajaran Islam misalnya diuraikan sebagai berikut: Ibnu Zanjuwaih (wafat 247 Hijriyah) meriwayatkan dalam bukunya Al-Amwal, ia berkata, \"Umar Bin Khattab memiliki seekor unta. Budaknya memerah susu unta setiap hari untuknya. Suatu ketika, budak membawa susu unta ke hadapan Umar. Umar berfirasat lain dan dia bertanya kepada budaknya, \"Susu unta dari mana ini?\" Budaknya menjawab, \"Seekor unta miIik negara (Baitul Maal) yang telah kehilangan anaknya, maka saya perah susunya agar tidak kering, dan ini harta Allah\". Umar berkata, \"Celakalah engkau! Engkau beri aku minuman dari neraka!\". (Sumber: Republika, 14/12/20, “Teladan2 Umar yang tak Aji Mumpung Gunakan Fasilitas Negara”). Nilai yang diajarkan pada peristiwa itu adalah tidak mencampur-adukkan barang publik dengan barang pribadi. Selain itu, sebagai penguasa utama, Umar Bin Khattab, memberikan teladan bahwa membersihkan diri dari harta haram harus dimulai dari khalifah (presiden atau raja). Rasa malu atas prilaku korupsi dalam budaya, juga seharusnya dicontohkan oleh masyarakatnya. Masyarakat yang sadar selalu menolak mengambil hak orang lain. Hal ini terlihat pada masyarakat yang tertib dalam antrian, misalnya bertransportasi atau di pusat pelayanan lainnya. Masuk perguruan tinggi negeri, melalui titipan dan sogokan, seperti yang terjadi di Unila baru-baru ini, menunjukkan kerusakan struktural dan kultural sekaligus, karena melibatkan katabelece orang yang berkuasa, dan menunjukkan calon mahasiswa yang tidak menghargai hak-hak orang lain. Berbeda dengan masyarakat biasa, bagi seorang pemimpin, rasa malu harusnya ditebus dengan cara-cara yang luar biasa, misalnya bunuh diri, seperti yang dilakukan Roh Meehyong, eks presiden Korea Selatan, atau mengundurkan diri dari jabatan, seperti yang sering dilakukan pejabat di negara beradab. Korupsi merupakan cerita lama. Lalu dari mana kita memulai telaahan? Kita harus fokus pada korupsi yang menyangkut kekuasaan. Sebab, kekuasaan yang dibangun oleh sistem dan orang-orang yang korup akan memastikan negara itu menjadi negara gagal (failed state). Marilah kita lihat yang terbaru dari kekuasaan rezim Jokowi. Kita dikejutkan oleh Luhut Binsar Panjaitan (LBP), Menko Maritim dan Investasi, beberapa hari lalu dalam sebuah pidatonya yang menyebar luas, bahwa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) seharusnya tidak terus-menerus melakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan). Alasannya, kita hidup di dunia, bukan di surga. Menurutnya, OTT memalukan Indonesia di dunia internasional. Operasi KPK ini padahal sejak awalnya merupakan andalan KPK untuk membongkar korupsi, karena KPK sebagai institusi memang didesain untuk bekerja “extra ordinary”. Melakukan penyadapan dan tangkap tangan adalah kekuatan KPK dibanding institusi Kejasaan Agung. Kita harus mengecam pernyataan LBP ini sebagai pelemahan pemberantasan korupsi saat ini. Pemberantasan korupsi memang harus dilakukan di dunia, bukan di surga. Pernyataan LBP yang didukung oleh Mahfud MD soal KPK terbaru ini juga adalah tanda-tanda terbukanya sikap rezim Jokowi yang tidak mendukung lagi upaya pemberantasan korupsi. Dulu, Jokowi, ketika pertama kali menyusun kabinetnya, menyingkirkan Budi Gunawan (BG) dari calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia, karena alasannya KPK memberikan rapor merah (tidak bebas korupsi) pada BG. Saat itu Jokowi memberi pesan kepada rakyat Indonesia bahwa dia akan memulai sebuah pemerintahan yang bersih, anti korupsi. KPK sebagai institusi yang kala itu sangat dipercaya publik sebagai penyaring calon-calon pejabat negara, yang terkait bebas korupsi, menjadi partner Jokowi dalam menseleksi semua calon kabinetnya. Menyingkirkan BG kala itu tentu saja menjadi spektakuler karena BG merupakan inti dari partai pendukung utama Jokowi, yakni PDIP. Namun, kemesraan dengan KPK berangsur sirna, bersamaan dengan hilangnya tema-tema anti korupsi. Pada tahun 2019 KPK dilemahkan dengan revisi UU KPK, yang menempatkan KPK dalam kontrol pemerintah via Dewan Pengawas. KPK tidak dilibatkan lagi dalam seleksi pejabat yang bersih, bahkan KPK disterilisasi dengan isu Taliban pada tahun 2021, dan terakhir KPK terkesan diintimidasi oleh LBP. Pada era Jokowi jilid satu, berbagai persoalan korupsi muncul, baik dalam skala besar maupun menengah. Skala besar terkait isu “Papa Minta Saham”, dan penangkapan dua menteri Jokowi, Imam Nahrawi dan Idrus Marham. Dalam catatan Kompas 2019, malah ada lebih banyak lagi menteri/mantan menteri Jokowi yang terkait dengan masalah korupsi (nasional.kompas.com/read/2019/12/19/10474081/kaleidoskop-2019-menteri-era-jokowi-yang-berurusan-kasus-korupsi). Sedangkan skala menengah adalah penangkapan kepala-kepala daerah yang jumlahnya tetap besar. Pada era Jokowi jilid dua, korupsi sepertinya mulai subur seperti di era orde baru. CNBC melukiskan bawa hanya di era Jokowi ini jumlah uang dikorupsi hampir sama dengan kasus BLBI Orde Baru, yakni kasus Apeng, korupsi Jiwasraya, dan Asabri. (sumber: www.cnbcindonesia.com/market/20220817183001-17-364517 ini-daftar-3-kasus-korupsi-terbesar-ri-nyaris-samai-blbi/2). Di era Jokowi ini juga kejahatan terhadap orang miskin dilakukan, ketika bencana kematian datang, yakni dengan korupsi dana Bantuan Sosial Covid-19. Selain korupsi oleh Menteri Sosial, Menteri Jokowi lainnya juga melakukan korupsi, yakni Edhy Prabowo, Menteri KKP. Terakhir, yang menggemparkan pada tahun 2022 ini adalah PPATK temukan transaksi keuangan misterius sebanyak Rp. 183,8 T, korupsi dalam skandal ijin ekspor minyak goreng, serta skandal korupsi dan mafia kasus dua Hakim Agung (Sudrajat Dimyati dan Gazalba Saleh). Hakim Agung sebagai simbol “malaikat” atau perwakilan Tuhan Y.M.E di muka bumi ternyata sudah bobrok juga. Tak kalah penting juga, jumlah harta anak-anak Jokowi, yang begitu besar menimbulkan pertanyaan, seperti yang dilaporkan Ubaidillah Badrun ke KPK, terkait dengan perolehan dana untuk pembelian saham senilai Rp. 92 Milyar (www.tribunnews.com/bisnis/2022/01/14/perihal-pembelian-saham-rp-92-miliar-yang-bikin-putra-presiden-jokowi-kaesang-dilaporkan-ke-kpk). Akhirnya, kini kita menyadari bahwa era Jokowi saat ini sebanding atau bahkan lebih buruk dari era Orde Baru dalam lilitan dan pusaran kasus korupsi. Sebagian besar pendukung Jokowi melihat peristiwa yang ada dari kacamata sebaliknya dan sebagian lagi melihat dengan “kacamata kuda”. Kelompok pertama berargumentasi bahwa justru di era Jokowi inilah kasus korupsi besar terungkap dan ditangani. Ini adalah prestasi Jokowi, menurutnya. Argumentasi ini sangat lemah tentunya. Sebab, dalam teori kepemimpinan, jika menteri-menteri Jokowi dan mitranya, seperti petinggi parpol melakukan korupsi, maka dipastikan ada “share responsibility” yang harus ditanggung oleh Jokowi sebagai presiden. Kelompok kedua, yang melihat dengan “kacamata kuda”, melihat bahwa yang salah pasti bukan pemerintah, melainkan keadaan. Istilah kita hidup bukan di surga, seperti yang diargumentasikan LBP, menunjukkan kondisilah yang salah. Argumen ini tentu sangat konyol. Pemerintahan SBY telah menaikkan 14 poin, dari 20 ke 34, selama 10 tahun berkuasa, index persepsi korupsi Indonesia versi Transparancy International. Sedangkan rezim Jokowi hanya menaikkan 4 poin, dari 34 ke 38, index yang sama, selama 8 tahun berkuasa. Seandainya prestasi Jokowi bisa sama dengan SBY, atau rata-rata peningkatan 1,4 poin pertahun, maka seharusnya Indonesia akan mempunyai Indeks di atas rata-rata dunia, yakni 45,2, pada tahun lalu. Sayangnya, persoalan korupsi semakin merajalela. Sebab utama yang bersifat struktural atas merajalelanya korupsi adalah pengebirian KPK. KPK meskipun saat ini tetap diapresiasi, namun dianggap tidak lagi mempunyai tingkat “kesucian” dan sakral yang sama seperti awalnya dulu. KPK yang semula dibentuk sebagai lembaga “extra ordinary”, yang sejajar dengan pemerintah, akhirnya dikontrol oleh pemerintah melalui revisi UU KPK 2019. Misalnya, dalam kasus laporan Ubeidillah Badrun pada kasus anak Jokowi yang di drop KPK dari kasus yang layak ditindak lanjuti, serta, kasus Formula-E yang dianggap akan mentersangkakan Anies Baswedan, terjadi kecurigaan bahwa KPK mengalami intervensi dari kekuasaan. Selanjutnya, KPK juga tidak lagi menjadi lembaga yang mengkordinasikan Kejaksaan Agung dan Kepolisian dalam penanganan kasus korupsi. Dalam skandal minyak goreng, yang melibatkan pejabat negara dan kerugian (penderitaan) rakyat yang begitu besar, tahun ini, kepolisian dan kejaksaan agung malah terkesan “adu cepat” merespon kasus ini. Sedangkan KPK tidak terlibat didalamnya. Sebab kedua adalah hilangnya keteladanan pemimpin. Langkah berani Jokowi menyingkirkan Budi Gunawan (BG) di awal berkuasa, memperlihatkan kesan spirit anti korupsi yang tinggi. Tapi langkah ini menjadi diragukan karena tujuan menyingkirkan BG bisa jadi bukan utamanya untuk pemerintahan bersih, karena tuduhannya BG terlibat korupsi (rekening gendut), melainkan Jokowi mungkin sekedar memperalat KPK untuk kepentingannya sendiri. Sebab, BG kemudian menang di pengadilan dalam membersihkan nama baiknya dan Jokowi kemudian memberikan jabatan kepala BIN kepada BG. Semakin lama Jokowi berkuasa, memasuki tahun ke -9 sebentar lagi, keteladanan Jokowi semakin dipertanyakan. Jokowi terlihat membangun dinasti dan kongsi politik yang sarat dengan KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme). Misalnya, selain perkawinan anak Jokowi baru-baru ini yang terkesan super mewah, ketika rakyat kesulitan makan. Kemudian anak Jokowi lainnya, Walikota Solo, mendapat previlage berhubungan langsung dengan Raja negara berdaulat Uni Emirat Arab, Mohammad Bin Zayed, untuk urusan uang ratusan milyar rupiah, yang banyak diberitakan saat ini (lihat: regional.kompas.com/read/2022/12/23/110218178/dapat-izin-dari-kemendagri-gibran-berangkat-ke-uea-tanggal-25-desember-2022?page=2). Bukankah itu seharusnya dilakukan dalam hubungan bilateral kedua negara? Sebab ketiga adalah hilangnya ideologi. Selama pemerintahan SBY, yang mampu meningkatkan indeks persepsi korupsi begitu besar, SBY mengadopsi demokrasi ala barat di Indonesia, secara konsisten. Dia mengadopsi ideologi liberal. SBY memperkuat kontrol sosial untuk mengawasi pemerintah. Di era Jokowi, pembungkaman atas kontrol sosial dilakukan dengan masif, termasuk pemenjaraan aktifis pro demokrasi dan ulama. Namun, berbeda dengan di China era Mao Ze Dong, maupun kisah Umar Bin Khattab, yang saya singgung di awal, rezim Jokowi berjalan tanpa ideologi. Selain itu, bahkan kebanyakan lingkungan penguasa disekitar Jokowi adalah pebisnis. Cara pandang pebisnis terhadap negara sangat berbeda dengan politisi yang tumbuh sebagai kader-kader ideologi. Rizal Ramli, yang mempopulerkan istilah Peng-Peng (Penguasa-Pengusaha), menunjukkan bahwa penguasa dan sekaligus pengusaha membuat negara tersandera pada kepentingan keuntungan pengusaha itu, bukan untuk rakyat. Lalu apa yang menjadi kekhususan pembicaraan kita untuk tahun depan? Tahun depan adalah tahun politik. Kekuasaan dan segala sumberdaya berpotensi dibelokkan untuk kepentingan yang berkuasa. Apalagi kita sudah bahas situasi saat ini yang tanpa kontrol sosial. Kita harus bekerja keras untuk pemberantasan korupsi. Pertama, kita harus mempropagandakan dibubarkannya \"Peng-Peng\", pengusaha yang sekaligus menjadi penguasa. Orang-orang bisnis harus meninggalkan bisnisnya secara total jika terjun ke politik. Begitu juga keluarga inti harus bebas dari bisnis. Tidak ada lagi penguasa yang pengusaha sekaligus. Kedua, kita harus mendorong ideologi politik ke depan yang berbasis nilai nilai sakral. Ideologi itu akan mengontrol pemerintahan agar berbasis nilai-nilai, di mana keberhasilan seorang ditentukan oleh kontribusinya pada \"public goods\" dan kehidupan sosial. Negara harus berfungsi sosial dan untuk kebaikan. Olehkarena itu, eksistensi pemerintahan bersih menjadi mutlak. Ketiga, mengembalikan KPK pada fungsi awalnya. Yakni sebagai institusi \"extra ordinary\" dalam pemberantasan korupsi dan independen. Keempat, keteladanan pemimpin harus terjadi. Pemimpin yang bersih harus diperjuangkan. Budaya anti korupsi hanya bisa dimulai jika pemimpinnya anti korupsi. Presiden harus bebas korupsi dan kabinet harus bebas korupsi, itu cita-cita kita tahun 2024. Tahun 2023 adalah tahun penentuan nasib bangsa. Bangkit atau punah. (*)
Cuaca Ekstrem Diharapkan Tidak Mengganggu Pelayaran Penumpang KM Lawit
Jakarta, FNN - Salah satu calon penumpang Kapal Motor (KM) Lawit, Keyla asal Sukabumi, Jawa Barat berharap kapal yang hendak ditumpanginya menuju Pontianak, Kalimantan Barat tidak terkendala cuaca ekstrem seperti yang diramalkan BMKG. \"Semoga perjalanannya lancar, ombak juga tidak tinggi dan tidak hujan deras,\" ujarnya saat ditemui di Pelabuhan Penumpang Tanjung Priok, Jakarta, Rabu. Sementara itu, calon penumpang lainnya, Agus juga berharap agar kapal yang memiliki tujuan akhir di Pontianak ini dapat berangkat sesuai waktu yang ditentukan yakni pukul 16.00 WIB. \"Saya berharap agar perjalanan tepat waktu, tidak ada gelombang (tinggi),\" ujar pria asal Pontianak ini. Dalam kesempatan yang sama, salah seorang mahasiswa universitas di Yogyakarta, Nisa, juga menuturkan kesiapannya menghadapi perjalanan pertamanya menaiki moda transportasi kapal laut. \"Saya siapkan minuman yang asam-asam dan obat anti mabuk laut karena ini perjalanan pertama saya,\" ujarnya. Adapun berdasarkan jadwal, Kapal Pelni KM Lawit akan melintasi rute Tanjung Priok (Jakarta)- Tanjung Pandan (Belitung) - Pontianak (Kalimantan Barat) dan berangkat pukul 16.00 WIB.Berdasarkan pantauan ANTARA, pada siang hari pukul 11.30 WIB hingga pukul 15.00 WIB cuaca di sekitar pelabuhan Tanjung Priok diguyur hujan dengan intensitas ringan hingga sedang. Sebelumnya Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan pada 28 Desember 2022 terjadi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat. Masyarakat pun diimbau untuk tetap tenang dan memperbarui informasi melalui kanal-kanal resmi BMKG serta mewaspadai potensi bencana hidrometeorologis.(ida/ANTARA)
Komisi Yudisial Mengusulkan Kewenangan Penyadapan Bersifat Independen
Jakarta, FNN - Komisi Yudisial (KY) mengusulkan kepada DPR RI agar lembaga tersebut memiliki kewenangan penyadapan yang bersifat independen, sehingga tidak harus bekerja sama dengan lembaga penegak hukum lain sebagaimana ketentuan saat ini.\"Kami akan mencoba mengusulkan kepada DPR bahwa kewenangan KY tidak bekerja sama dengan aparat hukum lain, tetapi kewenangan penyadapan KY bersifat mandiri,\" kata Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Joko Sasmito di Jakarta, Rabu.Dengan kewenangan independen tersebut, sambung Joko, KY bisa lebih leluasa dalam mengawasi hakim-hakim yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dan pelanggaran pidana lain.Menurut dia, kewenangan penyadapan KY saat ini masih terikat dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Artinya, jika KY meminta bantuan penyadapan, maka KY harus melalui ketiga lembaga tersebut.Apabila kewenangan penyadapan independen oleh KY tersebut dikabulkan DPR, jelasnya, hal itu bukan berarti KY akan menyadap semua hakim di Indonesia. KY hanya akan melakukan penyadapan kepada hakim yang diduga terindikasi atau ada temuan terlibat kasus korupsi, bahkan berselingkuh.Senada dengan Joko, Wakil Ketua KY M. Taufiq H.Z. mengatakan pada dasarnya pengawasan terhadap hakim agung dengan hakim tingkat pertama maupun hakim tingkat banding sama saja. Sebagai contoh, lanjutnya, beberapa waktu lalu KY baru saja memeriksa hakim yustisial MA.\"Dua atau tiga hari ini saya akan melakukan pemeriksaan terhadap Hakim Agung SD. Artinya, tidak ada perbedaan,\" ujarnya.KY juga berkomitmen untuk terus memperkuat kewenangan lembaga tersebut atau paling tidak mengembalikan kewenangan KY seperti sebelum amendemen UUD Negara RI 1945 oleh Mahkamah Konstitusi (MK).(ida/ANTARA)
Ikuti BMKG Acuan Soal Cuaca Ekstrem
Jakarta, FNN - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar masyarakat mengikuti informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) soal cuaca ekstrem.\"Ikuti semua informasi, dan ikuti semua yang disampaikan oleh BMKG,\" kata Presiden Jokowi, di Istana Negara Jakarta, Rabu.Sebelumnya, salah satu peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut potensi hujan ekstrem hingga badai dahsyat terjadi pada 28 Desember 2022. Hal itu membuat sejumlah masyarakat khawatir akan bencana tersebut.Namun Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Fachri Radjab pada Selasa (27/12) mengatakan hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, bahkan sangat lebat masih berpotensi terjadi hingga awal Januari 2023.Peningkatan curah hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat berpotensi terjadi pada tanggal 30 Desember 2022.Terkait badai, BMKG menjelaskan, menurut terminologi meteorologi adalah bagian hujan lebat dan angin kencang yang biasanya terkait dengan siklon tropis atau angin kencang yang menyertai cuaca buruk berkecepatan sekitar 64-72 knot.Atas prakiraan cuaca tersebut, BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan terus memperbaharui informasi melalui kanal-kanal resmi BMKG.(ida/ANTARA)
Kasal Memiliki Peran Penting Menjaga Kedaulatan Maritim
Jakarta, FNN - Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani menilai Kepala Staf TNI Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Muhammad Ali memiliki peran penting dalam menjaga kedaulatan wilayah maritim Indonesia, khususnya di Laut Natuna Utara yang juga menjadi fokus Panglima TNI.\"Panglima TNI punya fokus khusus menangani \'hot spot\', salah satunya Laut Natuna Utara yang juga dikaitkan dengan menjaga kedaulatan kita maka Kasal akan memegang peranan sangat penting,\" kata Christina di Jakarta, Rabu.Dia menilai menjaga kedaulatan di Laut Natuna Utara merupakan salah satu isu penting yang harus dilakukan Laksamana Ali setelah dilantik Presiden Jokowi menjadi Kasal menggantikan Laksamana TNI Yudo Margono.Christina optimis koordinasi antara Laksamana Ali dengan Panglima TNI akan berjalan baik, sehingga fokus kinerja Laksamana Yudo seperti penanganan \"hot spot\" di wilayah perairan Indonesia bisa dijalankan Kasal.\"Kalau urusan koordinasi dan kerja sama antara Kasal dengan Panglima TNI, saya rasa tidak akan jadi masalah, pasti akan sangat kompak,\" ujarnya.Dia juga meminta Laksamana Ali memberi perhatian pada kasus menonjol menyangkut disiplin prajurit, misalnya pernah ditemukan kasus KRI dimanfaatkan untuk membawa satwa langka dari Papua. Christina berharap Kasal memastikan kejadian seperti itu tidak terulang lagi.Selain itu, Christina menilai Laksamana Ali merupakan sosok mumpuni, karena itu diyakini mampu memimpin TNI Angkatan Laut dengan tugas-tugas dan tantangan yang sangat kompleks.\"Pak Ali punya rekam jejak baik dan mumpuni, pernah menjabat Gubernur Akademi Angkatan Laut, pernah juga sebagai Pangkoarmada. Adapun jabatan saat ini sebagai Pangkogabwilhan I memperlihatkan kualitas kepemimpinan yang diyakini bisa membawa TNI AL semakin maju dan profesional ke depan,\" katanya.Menurut dia, sosok Laksamana Ali sudah familier karena sering mendampingi Laksamana Yudo, yang saat itu menjabat Kasal, dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi I DPR RI.Dia mengatakan berdasarkan interaksi saat raker, Laksamana Ali merupakan sosok yang ramah, tenang dan kooperatif.Sebelumnya, Presiden Joko Widodo melantik Laksamana TNI Muhammad Ali sebagai Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) menggantikan Laksamana TNI Yudo Margono.\"Demi Allah saya bersumpah, bahwa saya akan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya demi dharma bakti saya kepada bangsa dan negara,\" kata Ali mengikuti sumpah yang dibacakan Presiden Jokowi di Istana Negara Jakarta, Rabu.Ali dilantik berdasarkan Keputusan Presiden No 100 TNI tahun 2022 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Kepala Staf Angkatan Laut tertanggal 28 Desember 2022 dan Keputusan Presiden No 101 TNI 2022 tentang Kenaikan Pangkat dalam Golongan Perwira Tinggi TNI tertanggal 28 Desember 2022.Presiden Jokowi juga menaikkan pangkat Muhammad Ali satu tingkat, dari Laksamana Madya menjadi Laksamana.(ida/ANTARA)
Relawan Projo Menyatakan Menolak Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Jabatan Jokowi
Jakarta, FNN - Bendahara Umum Relawan Pro Jokowi (Projo) Panel Barus menyatakan sikap bahwa Projo menolak wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo tiga periode.\"Hari ini sekali lagi DPP Projo menyampaikan sikap kami secara resmi. Selamatkan Jokowi dan tolak penundaan Pemilu. Buat kita isu penundaan Pemilu dan tiga periode berbahaya buat Jokowi,\" kata Panel di Kantor DPP Projo, Jakarta, Rabu.Menurutnya, wacana tersebut berbahaya karena bertabrakan dengan konstitusi UUD 1945, demokrasi dan berlawanan dengan semangat reformasi. Ia juga menilai wacana tersebut bisa mendorong lahirnya kekuasaan yang totalitarian.\"Dan kita tidak mungkin ada dalam posisi yang mengamini tindakan-tindakan berbahaya,\" ujarnya.Sekjen DPP Projo Handoko juga menyebut bahwa wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden berbahaya dan merusak bangunan demokrasi.\"Suara-suara tersebut seakan menjadi pengingkaran terhadap konstitusi dan demokrasi, serta mengangkangi sikap pemerintahan Jokowi yang sudah menetapkan 14 Februari 2024 sebagai tanggal dilaksanakannya pemilihan umum,\" katanya.Selain itu, lanjut dia, wacana penundaan pemilu tidak memiliki dasar, prasyarat dan syarat yang mengharuskan terjadinya penundaan pemilu.\"Bagi Projo, suara-suara tersebut justru berpotensi menjerumuskan kepemimpinan Jokowi yang sejauh ini sudah berlangsung sangat baik dengan berbagai kemajuan yang sudah ditandakan,\" tuturnya.Ia menilai pembatasan masa jabatan presiden dua periode dan pelaksanaan pemilihan umum setiap lima tahun sekali dilaksanakan agar terjadi sirkulasi elite untuk keberlanjutan regenerasi yang berlandaskan pada demokrasi berbasis pemerataan distribusi kekuasaan.\"Ini akan menjadi sikap dasar bagi Projo bahwa kami berada pada garis depan nilai-nilai untuk menjaga menggawangi bahwa proses konsolidasi demokrasi harus terus berlanjut, regenerasi harus terus lanjut,\" kata Handoko.(ida/ANTARA)
Hari Ini Badai Besar Jabodetabek, BRIN – BMKG Saling Bantah, BRIN Sebar Hoaks?
Jakarta, FNN – Hari ini orang pada bingung karena ada dua versi yang berkaitan dengan akan adanya bada besar. Yang pertama dari BRIN yang menyebutkan bakal ada badai besar di Jakarta pada tanggal 28 Desember, hari ini, dan diperkirakan terjadi siang ini. Informasi ini kemudian heboh sekali sehingga pemerintah provinsi dan Kementerian yang berada di Jakarta mulai membuat skenario untuk work from home. Tetapi, kemudian muncul penjelasan dari BMKG bahwa badai besarnya bukan tanggal 28, tapi sebenarnya sudah berlangsung. Jadi, mungkin tanggal 28 ini bukan badai besar banget. Lepas dari benar atau tidaknya, kita jadi bingung, mana yang mau kita pegang. Dua-duanya lembaga pemerintah. Kanal Youtube Rocky Gerung Official edisi Rabu (28/12/22) membahas hal ini bersama Rocky Gerung dan dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan senior FNN. Menanggapi hal tersebut, Rocky Gerung mengatakan, “Ya, mungkin yang BRIN maksud adalah badai Republik Indonesia. Kita kaget sebetulnya karena semua orang jadi beda persepsi. Padahal, kita tahu bahwa tugas untuk mengumumkan gejala alam itu ada pada BMKG, bukan pada BRIN. Ini BRIN ini kan dia menyebar hoaks justru. Jadi dia mesti ditangkap. Coba orang lain yang menyebar.” Menurut Rocky, BRIN adalah lembaga riset yang mengatur kebijakan riset nasional, bukan dia yang mengumumkan keadaan. Kalau begitu BMKG dibubarin saja. Jadi, menurut Rocky, ini juga ada semacam norak atau mau pamer. Tetapi, fungsi BRIN bukan untuk memberitakan bahaya. Bahaya itu ada BMKG-nya, di bidang mitigasi juga ada fungsi BMKG. Jadi, sekali lagi, BRIN itu sejak awal memang tidak ada kerjaan. Satu-satunya pekerjaan yang berhasil adalah bikin hoaks nasional. Kejadian ini bisa membuat orang tidak percaya lagi pada BRIN, mengapa gagal membuat prediksi. Padahal, sudah heboh. Menurut Rocky, klarifikasi ini mesti jelas dan karena semua pebisnis juga tiba-tiba mungkin berhenti untuk menerima order karena ada gejala badai. “Jadi ada kepanikan awal yang disebabkan oleh kedunguan dari BRIN,” ujar Rocky. Ini serius sekali karena ini bukan hanya persoalan WFH di kalangan pemerintahan, di Departemen, di Pemprov DKI, tapi juga perkara pebisnis yang mungkin membuat skenario-skenario khusus untuk aktivitas bisnisnya. Kehebohannya juga sudah terjadi sejak beberapa waktu sebelumnya. ”... jadi kelihatannya ini dia bikin heboh nasional dan heboh yang tolol sebetulnya. Jadi, dikasih teguran atau sanksi dong, karena ini mengacaukan perekonomian, mengacaukan sistem-sistem pendidikan, mengacaukan perencanaan libur keluarga,” tambah Rocky. Mestinya, BRIN berkoordinasi dengan BMKG dan secara simpel bisa minta klarifikasi dari BMKG. Kalau begini, artinya tidak ada koordinasi. Jadi, ini bukti bahwa koordinasi memang tidak ada dan bukan cuma di wilayah yang menimbulkan kepanikan, bahkan kepanikan politik juga tidak ada koordinasi. KPU tidak tahu mau bikin apa, bawaslu tiba-tiba ubah aturan. Jadi, sudah betul-betul tanpa koordinasi. Sebenarnya, prediksi-prediksi semacam ini penting, apalagi ini akhir tahun, orang sedang liburan akhir tahun, dan banyak merencanakan perjalanan. Tetapi, yang kita persoalkan adalah koordinasi. Karena kalau kondisi begini kita jadi bingung, mana yang mau kita pegang. Selama ini kita berpegang pada BMKG, tapi ini ada BRIN, lembaga riset nasional. Jadi, kita akan tunggu karena diperkirakan akan terjadi siang atau sore nanti. Sebenarnya, untuk Indonesia, tradisi semacam ini penting. Tetapi, karena kita hidup di negara yang tidak mengenal empat musim maka orang tidak terlalu peduli dengan ramalan-ramalan cuaca. Kita ingin agar tradisi semacam ini terus ada, tetapi koordinasinya harus benar di kalangan pemerintahan. (sof)
Dugaan Abuse of Power KPU Harus Dituntaskan
Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa KPU sedang disorot. Publik kecewa dan curiga terhadap kinerjanya. Sedari awal, banyak tuduhan bahwa KPU tidak netral. KPU dianggap tangan panjang dari elit kekuasaan. Ada pihak tertentu yang diduga telah menitipkan sejumlah pesan kepada KPU: meloloskan parpol tertentu dan menghadang parpol lainnya. Memenangkan capres-cawapres tertentu, dan menggagalkan calon lainnya. Kecugiaan ini menggaung sudah lama di media dan medsos. Meledak ketika Indonesia Corruption Watch (ICW) dkk membongkar tudingan bahwa sekjen KPU bermain. Tidak hanya ICW, seorang wanita bernama Mischa Hasnaeni Moein juga membuat kesaksian. Videonya viral dan menggemparkan. Perempuan yang dijuluki Wanita Emas ini menuding ketua KPU bekerja untuk memenangkan Ganjar-Erick di pilpres 2024. Tudingan ini seperti menguatkan rumor sekenario pemenangan Ganjar-Erick yang telah lama ramai jadi perbincangan publik di seantero jagat maya. Selain isu capres‐cawapres (Ganjar-Erick) yang akan dimenangkan, KPU juga dituduh diberikan tugas untuk menyelamatkan sejumlah partai. Partai Gelora dan Partai Kebangkitan Nasional (PKN) ikut disebut-sebut. Dua partai ini dituding mendapat rekomendasi untuk diloloskan. Ini perintah, kata oknum di KPU yang dituding oleh ICW, dkk. Siapa yang memberi perintah? Telunjuk publik langsung otomatis mengarah ke penguasa. Karena logika publik menganggap, tidak ada yang bisa mengendalikan KPU kecuali yang punya kekuasaan Diduga pula Partai Umat besutan Amien Rais menjadi partai yang dipesan untuk digagalkan. Tidak boleh ada dan ikut kompetisi di pileg 2024. Saya masih dianggap menakutkan, seloroh Amien Rais. Kata ICW dkk, ada 7 KPUD Provinsi dan 12 KPUD Kabupaten telah mengikuti arahan KPU Pusat. Menurut temuan, 7 KPUD Provinsi dan 12 KPUD Kabupaten diduga dipaksa untuk bermain curang dalam proses verifikasi data parpol. Dikembalikan ke publik, lebih percaya KPU atau ICW dkk? Ini baru dugaan. Ini baru tuduhan. Ini persepsi publik yang dibangun oleh pengakuan-pengakuan sejumlah pihak bahwa ada oknum KPU yang beroperasi menunaikan tugas dari pihak tertentu untuk melakukan kecurangan. Media bahkan telah menyebut nama jelas oknum KPU itu. Siapa? Dugaan ini semakin kuat ketika ada sejumlah pihak yang mengaku diintimidasi \"masuk rumah sakit\" jika tidak mengikuti instruksi dari KPU pusat. Ngeri... Apa yang dimaksud \"masuk rumah sakit\"? Dilukai? Dibunuh? Publik kemudian menerka-nerka tafsir \"masuk rumah sakit\" itu. Jika tuduhan ini benar dan terbukti, maka KPU betul-betul sudah terpapar dan teramputasi. KPU dianggap tidak lebih dari agen dan petugas yang akan mengatur siapa pemenang dan siapa yang harus dikalahkan. Mendesain siapa yang dijaga dan siapa yang harus disingkirkan. Rusak sekali. Parah! KPU punya hak jawab atas semua tuduhan itu. Akan tetapi, proses hukum dan etik mesti ditempuh. Ada pihak yang telah melaporkan KPU. Ini harus diproses dan dilakukan investigasi. Ada dugaan \"abuse of power\". Bahkan tuduhan ancam mengancam ini bisa diproses secara pidana jika pihak yang diancam melaporkan ke polisi. Jika semua tuduhan itu betul, maka para oknum KPU harus diganti. Pelanggar hukumnya harus diproses hukum. Jika tidak terbukti, KPU harus melaporkan balik kepada pihak penuduh sebagai pencemaran nama baik. Supaya clear dan harus tuntas. Ujung kasus ini harus jelas. Mana yang benar dan mana yang salah. Yang perlu dipahami, ini bukan semata perseteruan antar dua pihak. Ini bukan hanya soal oknum. Ini menyangkut kredibilitas komisioner KPU. Ini menyangkut kualitas proses pemilu. Ini akan mempengaruhi secara signifikan hasil pemilu. Pada akhirnya, ini akan berpengaruh terhadap nasib masa depan bangsa. Kasus ini tidak boleh berhenti di isu dan berita media. Tidak boleh selesai dengan mediasi dan klarifikasi. Ini tidak bisa diselesaikan dengan somasi dan permintaan maaf antar pihak. Publik berhak terlibat dalam kasus ini. Rakyat butuh kepastian. Rakyat butuh kejelasan, agar ada jaminan pemilu 2024 jurdil. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai pihak yang mendapat laporan harus segera menggunakan kewenangannya untuk menelusuri laporan itu. DKPP harus panggil para pihak yang dituduh mengaku akan memenangkan bakal capres-cawapres tertentu. Namanya masih ingat kan? Panggil juga oknum yang diduga main ancam terhadap sejumlah KPUD Provinsi. DKPP dituntut bersikap tegas dengan memberikan sanksi bagi mereka yang ternyata terbukti bersalah. Gak boleh memble. DKPP tidak boleh masuk angin. DKPP mesti menuntaskan kasus dugaan \"abuse of power\" yang dilakukan para oknum KPU. Prosesnya harus betul-betul transparan. Harus terang benderang. Komisioner KPU hendaknya juga muncul ke publik dan memberi penjelasan terkait dugaan ancam mengancam itu. Juga dugaan bahwa KPU akan memenangkan bakal capres-cawapres tertentu. Bukan hanya membantah, tapi memberikan bukti dengan melaporkan balik pihak yang dianggap melakukan pencemaran nama baik itu. Rakyat butuh hasil investigasi dari pihak ketiga. Sekali lagi, harus clear. Tidak boleh menguap. Komisionir KPU harus menjamin bahwa KPU netral. Tidak hanya dalam ucapan, tapi harus mampu meyakinkan publik dengan realisasi kinerja-kinerja berikutnya yang menunjukkan integritas dan profesionalismenya. Para penuduh mesti dilaporkan balik jika KPU yakin bahwa tuduhan itu salah dan fitnah. Ini masalah serius. Ini menyangkut persepsi publik terkait integritas dan kinerja KPU. Pada akhirnya ini akan berpengaruh terhadap hasil pemilu yang akan amat berpengaruh bagi nasib dan masa depan bangsa. Tuduhan adanya kasus \"abuse of power\" dalam bentuk ancam mengancam dan segala indikator kecurangan tidak boleh terdengar lagi kedepan, setelah semua proses etik dan pidananya tuntas. Jika tidak, kerja KPU bukan saja berpotensi menciptakan kegaduhan tapi juga dapat memicu konflik horisontal. KPU akan terus menjadi obyek tuduhan kecurangan dan caci maki publik. (*)
Makin Kusut, Hasnaini Mengaku Membuat Klarifikasi Karena Ditekan
Jakarta, FNN - Kasus dugaan pelecehan seksual dan pemerkosaan yang dilakukan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum, Hasyim Asy’ari terhadap Hasnaini makin kusut. Ceritanya seperti sinetron, berbelit-belit tetapi penuh kejutan. Seperti kita ketahui bahwa sebelumnya beredar video klarifikasi dari Hasnaini bahwa tidak benar dia pernah dilecehkan dan diperkosa oleh Hasyim Asy’ari. Kini, Hasnaini kembali membuat bantahan atas klarifikasinya itu. Dia mengaku membuat video klarifikasi itu dalam kondisi tertekan. Hal ini semakin menambah kusut masalah ini. Kanal Youtube Hersubeno Point edisi Selasa (27/12/22) kembali membahas hal ini bersama Hersubeno Arief, wartawan senior FNN. Ketika membuat video klarifikasi, Hasnaini mengaku bahwa dia membuat video testimoni karena dalam kondisi depresi. Sekarang, dia mengaku membuat video klarifikasi karena ditekan. “Jadi, mana yang benar? Terserah pada Anda mana yang Anda lebih percaya, pengakuan testimoni dia sebelumnya, atau klarifikasinya, atau klarifikasi atas klarifikasinya lagi,” kata Hersubeno Arief. Dalam keterangan tertulisnya, Hasnaini menyatakan bahwa tanggal 9 Desember 2022, sekitar pukul 16.00 WIB, di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, dia didatangi oleh eks pengacaranya yang bernama Brian Gautama. “Atas intimidasi, tekanan, dan ancaman, saya dengan terpaksa membuat video dan menandatangani surat pernyataan klarifikasi tertanggal 18 November 2022 kepada Hasyim Asy’ari, yang telah disiapkan oleh Saudara Hasyim Asy’ari dan Saudara Brian Gautama,” kata Hasnaini dalam pernyataan tertulisnya hari Senin, 26 Desember 2022. Putri dari politisi PDIP, Max Moein, itu menjelaskan bahwa Brian, pengacara dia sebelumnya, yang merekam saat ia membacakan teks permintaan maaf. Setelah video selesai dibuat, Brian Gautama langsung mengirimkan kepada Hasyim Asy’ari. Hasnaini juga menyebut ada sejumlah saksi yang menyaksikan peristiwa ketika dia membuat video rekaman. Siapa Hasnaini? Dia adalah Ketua Umum Partai Republik Satu sudah dua kali ini partainya tidak lolos pemilu. Sekarang ini dia sedang ditahan oleh Kejaksaan Agung sebagai tersangka dalam korupsi penyelewengan penggunaan dana PT Waskita Beton Precast, anak perusahaan BUMN Waskita Karya. Ringkasan kronologi kasusnya sebagai berikut: Mulai heboh pada hari Kamis, 22 Desember 2022, melalui kuasa hukumnya Farhat Abbas dia melaporkan ketua KPU Hasyim Asy’ari ke DKPP, kemudian tanggal itu juga beredar video terstimoninya. Kemudian, Senin, 26 Desember beredar video klarifikasi permohonan maaf bahwa apa yang ada dalam video pertama tidak benar. Dua video yang beredar tadi secara kronologis tidak nyambung. Ini yang membuat bingung. Rupanya, tidak lama setelah itu, Farhat Abbas langsung mengirimkan keterangan tertulis terbaru bahwa dia dalam kondisi ditekan oleh Hasyim Asy’ari dan pengacaranya yang bernama Brian Gautama. Surat ini kemudian dikirim oleh Farhat Abbas ke sejumlah media. Dalam keterangan tertulis itu, Hasnaini menjelaskan kronologi intimidasi yang dialami sampai akhirnya dia mau membuat video permintaan maaf. Berikut kronologinya: tanggal 6 November 2022, dia memberikan surat kuasa khusus kepada Farhat Abbas untuk melaporkan Hasyim Asy’ari ke DKPP dan polisi. Farhat lantas melayangkan surat somasi agar mengklarifikasi dugaan asusila tersebut. Surat somasi dikirimkan tiga kali: tanggal 16 November, 21 November, dan 24 November 2022. Tapi, Hasyim Asy’ari tidak menggubris surat somasinya. Hasyim juga tidak pernah mau menemui Farhat Abbas untuk memberikan klarifikasi. Hasnaini mengatakan Hasyim Asy’ari bukannya merespons somasinya, tapi justru mengancamnya. Hasyim Asy’ari mengancam Hasnaini dengan memberitahukan bahwa hukuman kasusnya akan diperberat jika tetap melaporkan Hasyim ke DKPP dan kepolisian. Karena ancaman itulah kemudian Hasnaini terpaksa membuat video klarifikasi dan permohonan maaf pada tanggal 11 Desember 2022. Hasnaini juga mengaku terpaksa mencabut surat kuasa khususnya kepada Farhat Abbas, tetapi kemudian dia kembali memberikan surat kuasa kepada Farhat Abbas pada tanggal 22 Desember, kemudian dia juga menandatangani berkas laporan DKPP pada tanggal tersebut. Sampai di sini kasus clear. Tetapi, pertanyaannya, bagaimana kelanjutan kasus ini? Farhat Abbas menegaskan bahwa video klarifikasi Hasnaini tidak hanya dibuat dalam tekanan, tetapi juga sudah tidak relevan. Sebab video itu dibuat pada tanggal 11 Desember 2022, sedangkan Hasnaini menandatangani berkas laporan ketika DKPP pada 22 Desember. Artinya, video itu dibuat sebelum Hasnaini melaporkan Hasyim. Dengan demikian, kalau kemaren kami menyatakan bahwa dengan klarifikasi kemarin kasusnya tidak lanjut, tetapi karena ada kejanggalan dan kronologis yang benar adalah seperti di atas, maka berarti kasus lanjut. Kasus ini belum dicabut. “Jadi, logikanya kasus pelaporan Hasnaini jalan terus dan ini akan diikuti dengan laporan kepada kepolisian,” kata Hersu. Menurut Hersu, yang paling aman buat kita semua adalah wait and see. Tidak boleh menyimpulkan dulu. Tetapi, karena kasus ini melibatkan seorang Ketua Umum KPU maka kasusnya tidak bisa dipandang enteng. Apalagi di luar kasus pelecehan dan pemerkosaan ada juga bocoran mengenai desain Pilpres yang akan berlangsung curang. “Jadi, seperti posisi saya semula, yang paling benar kasus ini dilanjutkan saja, dilaporan ke polisi dan dibawa ke pengadilan. Itu dari sisi Hasnaini. Sebaliknya, dari sisi Hasyim Asy’ari dan KPU, kalau mereka merasa difitnah, laporkan balik ke polisi. Ini demi menjaga kehormatan diri dan keluarga Hasyim Asy’ari, sementara dari KPU sebagai lembaga, laporkan balik Hasnaini untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap KPU. Dengan demikian, publik akan tahu bagaimana proses yang sesungguhnya,” pungkas Hersu.(ida)
Bangsa Indonesia Sengaja Dipecah untuk Memudahkan Penguasaan Asing
Jakarta, FNN - Negara Indonesia itu besar, luas, unik, menarik, kaya raya di atas dan di dalam bumi. Banyak yang tahu, apa lagi negara negara-negara maju yang lebih luas wawasan, ilmu dan peralatannya. Tak heran kalau negara kita jadi incaran bancakan. Lihat saja, Kalimantan oleh Cina, Papua oleh Amerika, Australia dan sekutunya Kita belum mampu mengelola, menjaga dan mempertahankan dengan baik. Itulah sebabnya, negeri kita telah dibuat dengan segala cara dan alasan untuk pecah dan terurai baik dari pandangan Ipoleksosbudaghukhankam maupun struktur dan kultur. Banyak korban di Papua Amerika tersenyum, mau pindah IKN ke Kalimantan Cina ngakak. Mereka tahu, cara yang mudah dan efektif untuk mencapai keinginanya melalui penguasa dan rakyat, dengan rayuan gombal hingga intimidasi yang dicampur aduk dengan cara cara adu domba, penyesatan, pengelabuhan, penipuan, pembohongan, kriminalisasi, diskriminasi, ekskusi, TERORISASI dan masih banyak lagi. Dengan metoda kombinasi dan degradasi kita dibuat panik, bingung dan tak terkendali. Maka, segeralah kita paham, sadar dan bersikap, untuk mencegah, menindak dan membenahi kembali, hal hal ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan di atas, dengan etos kerja yang baik. Berketuhanan, proporsional, profesional, kompak, saling menghargai, saling menghormati, bermartabat dan beradab adalah hal hal yang perlu kita pedomani. Jadi.... Semua itu harus diwujudkan dalam bentuk konkrit dalam bingkai ruang dan waktu yang dikemas dalam satu niat, bulat tekad yang hanya bersandar kepada Allah (bersatu, berani, berhasil). Marilah kita niati dan ujudkan untuk mempersatukan pemerintah dengan rakyat dengan nyata, berlandaskan Pancasila dan UUD \'45 Tegakkan hukum, yang mengikat dan memaksa, tanpa pandang bulu Tegakkan sistim Demokrasi, secara adil dan beradab ! Insya Allah...Indonesia akan tenang kembali tenang. (*)