AGAMA

PHDI-MDA Keluarkan SE Pembatasan Ritual Sikapi Kasus COVID-19 Tinggi

Denpasar, FNN - Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali bersama Majelis Desa Adat Provinsi Bali mengeluarkan Surat Edaran Bersama terkait pembatasan pelaksanaan ritual keagamaan atau upacara "panca yadnya", menyikapi masih tingginya kasus baru COVID-19 di Pulau Dewata. "Perlu dilakukan upaya pembatasan kegiatan yang berpotensi menimbulkan penularan virus varian Delta COVID-19 demi keselamatan dan kerahayuan bersama serta menyelamatkan jiwa krama (warga) Bali," kata Ketua PHDI Provinsi Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana dalam SE tersebut di Denpasar, Senin. SE bernomor 076/PHDI-Bali/VIII/2021 dan nomor 008/SE/MDA-Prov Bali/VIII/2021 tentang Pembatasan Pelaksanaan Upacara Panca Yadnya dalam Masa Gering Agung COVID-19 di Provinsi Bali itu tertanggal 8 Agustus 2021, yang ditandatangani oleh Ketua PHDI Bali dan Ketua MDA Bali Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet. SE tersebut dikeluarkan dengan memperhatikan masih tinggi dan ganasnya penularan virus varian Delta COVID-19 di Provinsi Bali, yang ditandai masih tingginya kasus baru (di atas 1.000 kasus per hari-red) dan angka kematian yang cenderung meningkat (di atas 30 kasus per hari). "Melalui SE ini tujuannya untuk meningkatkan kesadaran bahwa penanganan pandemi atau gering agung COVID-19 merupakan tanggung jawab bersama dan mempercepat pemutusan mata rantai penularan virus varian Delta COVID-19," ucapnya. Pembatasan yang diatur dalam SE tersebut diantaranya untuk upacara Dewa Yadnya (piodalan) hanya "Ngaturang Piodalan Alit" dan hanya dilaksanakan oleh pamangku dan prajuru pura, dengan jumlah paling banyak 10 orang. Umat melaksanakan persembahyangan Ngayeng/Ngubeng dari sanggah/merajan masing-masing. Kemudian pamangku dan prajuru pura yang melaksanakan acara piodalan wajib mengikuti uji swab berbasis PCR/swab Antigen sehari sebelum acara dengan hasil negatif. uji swab dilaksanakan oleh puskesmas setempat dan difasilitasi oleh Satgas Gotong Royong Bersama Relawan Desa/Kelurahan. Selanjutnya ritual piodalan tidak diiringi Seni Wali/Wawalen, seperti Gamelan dan Sasolahan. Pengawasan dilaksanakan oleh pacalang, babinkamtibmas, dan babinsa. Demikian pula untuk ritual lainnya, seperti ketika ada warga Bali yang meninggal dunia agar dilaksanakan upacara Mendem/Makingsan di Pertiwi atau Makingsan di Geni. Kemudian melibatkan orang yang terkait langsung dengan pelaksanaan upacara paling banyak 15 peserta, yang menjadi pelaksana upacara wajib mengikuti uji swab berbasis PCR/swab Antigen sehari sebelum acara dengan hasil negatif. Demikian pula untuk ritual Bhuta Yadnya dan Manusa Yadnya juga dibatasi pesertanya maksimal 15 orang dan wajib sebelumnya mengikuti uji Sedangkan untuk ritual Rsi Yadnya pelaksanaannya ditunda sampai kondisi pandemi sudah dinyatakan melandai oleh pemerintah daerah. "Agar Surat Edaran ini berjalan dengan baik dan pencapaian yang maksimal maka PHDI dan MDA kabupaten/kota, kecamatan, dan desa adat bersama desa/kelurahan se-Bali agar bertanggung jawab dalam pelaksanaan Surat Edaran ini dengan melakukan sosialisasi guna membangun kesadaran kolektif warga Bali," ucapnya. Selain itu, pihaknya memohon Pangdam IX/Udayana dan Kapolda Bali beserta jajaran sampai tingkat desa/kelurahan agar ikut berperan aktif mendukung pelaksanaan Surat Edaran ini. (mth)

Arab Saudi Terima Dua Juta Jamaah Umrah yang Sudah Divaksin

Kairo, FNN - Arab Saudi secara bertahap akan menerima permintaan jamaah dari luar negeri (LN) yang sudah divaksin untuk melakukan umrah mulai 9 Agustus. Menurut Antara, Ahad (8/8/2021). langkah itu diterapkan setelah Saudi sekitar satu setengah tahun tidak mengizinkan jamaah asing masuk ke wilayah kerajaan tersebut akibat pandemi Covid-19. Dengan peningkatan kapasitas dari 60.000 menjadi dua juta anggota jamaah per bulan, Mekkah dan Madinah akan mulai menyambut pengunjung luar negeri sambil tetap menerapkan langkah pencegahan Covid-19. Pejabat Kementerian Haji dan Umrah mengatakan, jamaah domestik dan luar negeri harus menyertakan sertifikat vaksinasi Ccived-19 resmi saat mengajukan permohonan untuk melakukan umrah. Jamaah penerima vaksin dari negara-negara yang dimasukkan Arab Saudi ke daftar larangan masuk harus dikarantina setibanya di bandara, menurut laporan tersebut. Umrah, yaitu ziarah ke dua situs paling suci umat Islam yang dilakukan sepanjang tahun, kembali dibuka pada Oktober tahun lalu bagi jamaah domestik. Kota Suci Mekkah dan Madinah untuk tahun kedua hanya mengizinkan orang-orang dari dalam negeri --dalam jumlah terbatas-- untuk mengikuti ibadah haji pada Juli. (MD)

Wakil Ketua MPR: Keberadaan Sanggar Al Quran Persiapkan Generasi Penerus Ulama

Jakarta, FNN - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan keberadaan Sanggar Al Quran di Indonesia sangat penting karena bermanfaat untuk mempersiapkan para generasi penerus ulama yang banyak wafat pada era pandemi COVID-19. "Sanggar Al Quran ini bisa menghadirkan semangat kolaborasi peduli kebaikan dan kemaslahatan bagi warga serta menciptakan generasi penerus ulama Ahlussunnah wal jamaah yang banyak wafat pada era COVID-19," kata Hidayat Nur Wahid (HNW) dalam keterangannya di Jakarta, Minggu. Pernyataan itu disampaikan HNW pada acara peringatan Milad Ke-11 Sanggar Al Quran Mardani Lima yang dihadirinya secara daring di Johar Baru, Jakarta, Sabtu (31/7). Dia menilai kehadiran Sanggar Al Quran seperti Mardani Lima sangat dibutuhkan untuk mengkaji Al Quran, termasuk mengamalkan ajarannya dengan menghadirkan kebaikan dan kemaslahatan di masyarakat sekitar. "Apalagi pada era COVID-19, Sanggar Al Quran Mardani Lima membantu warga dengan edukasi kesehatan, memberikan bantuan logistik, dan layananan ambulans gratis, termasuk mencetak generasi penerus ulama, menghadirkan Islam 'Rahmatan lil alamin', jauh dari laku radikal, ekstrem, ekslusif, dan antisosial," ujarnya. HNW mengutip data dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyebutkan ada sekitar 900 ulama yang wafat pada era pandemi COVID-19. Kondisi itu sangat memprihatinkan karena satu ulama saja yang wafat, umat sangat berduka dan suatu kehilangan yang besar bagi bangsa Indonesia. Karena itu HNW berharap agar para santri yang aktif di Sanggar Al Quran dapat termotivasi untuk mengisi kehilangan bangsa Indonesia atas banyaknya ulama yang wafat. "Di Sanggar Al Quran ini ada 1.500 santri, kalau 10 persen saja, yaitu sekitar 100 orang bisa menjadi ulama pada masa depan tentu bisa menjadi sumbangsih yang sangat berarti, dapat menggantikan kehilangan kita terhadap ulama-ulama hebat yang lebih dahulu mendahului kita," katanya. Dia berharap bangsa Indonesia tidak mengalami kehilangan generasi atau "lost generation" di kalangan ulama akibat COVID-19 dan upaya untuk mencetak para ulama terus dilakukan banyak pihak. Menurut dia, semua pihak perlu terus mendukung usaha untuk mempersiapkan generasi Al Quran yang dapat menghapalkan, memahami dan mengamalkan Al Quran secara baik, benar serta solutif. "Generasi Al Quran yang dicetak tentunya adalah generasi yang mengamalkan Al Quran dengan benar sehingga bisa berkontribusi mencerdaskan masyarakat dan menghadirkan kesalehan sosial. Generasi yang jadi solusi mengatasi masalah masyarakat seperti narkoba, miras, kemiskinan dan kesehatan," ujarnya. (sws)

Menteri Agama Kacau

By M Rizal Fadillah Bandung, FNN - Gak ada angin gak ada hujan tiba tiba Menteri Agama Yaquts Qoumas muncul di media lalu mengucapkan selamat merayakan hari raya Naw Ruz 178 EB. Dikira Nopol Mobil eh tak tahunya hari raya agama Baha'i. Begitu perlunya Menag ini mengucapkan selamat hari raya. Sangat prihatin sekali rasanya beragama kini. Menyedihkan bangsa Indonesia di masa Jokowi memiliki Menteri Agama yang kacau balau. Mushibah ini lebih berat dari pandemi covid 19. Baha'i menyerupai agama Islam tapi menyimpang. Meyakini ada Nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Bukan saja sesat tetapi juga menodai kesucian agama Islam. Kriminal kategorinya. Jika mengaku bukan Islam, maka agama ini tidak diakui keberadaan sebagai agama di Indonesia. Gus Dur hanya menambah satu agama Kong Hu Chu, setelah itu tidak ada lagi. Yaquts tak berwenang menetapkan agama baru, "bid'ah" he hee. Yaquts bikin gara-gara dan membuat suasana panas. Memang dia sejak awal tak pantas menjadi Menteri Agama. Setelah hendak mengangkat Syi'ah dan Ahmadiyah kini mempromosikan Baha'i mungkin besok agama Cecunguk, Kadaliyah atau Kutukupret. Agama yang nyata diada-adakan. Menghargai yang sedikit menyakiti yang banyak. Umat Islam wajar jika resah bahkan marah. Baha'i difatwakan sesat oleh MUI karena cara ibadah menyimpang seperti shalat sehari tiga kali, puasa 19 hari, berkiblat ke gunung Carmel di Israel, Baha'ullah itu Rasul, tempat ibadah bukan masjid tetapi "mashriqul adhkar" tempat puji-pujian dan do'a. Tak ada shalat jum'at. Shalat berjama'ah pun tidak ada, yang ada hanya shalat jenazah berjama'ah. Baha'i adalah agama campur aduk antara Budha, Brahma, Zoroaster, Mazdaq, Kebatinan, Kristen dan Yahudi serta faham-faham Persia sebelum Islam. Dalam perkembangannya mencampuradukkan pula Islam, Kristen, dan Yahudi. Karenanya taknjelas apakah Baha'i itu agama atau bukan. Sekte atau ajaran khayalan ? Anehnya, saat negara belum resmi mengakui Baha'i sebagai agama, justru Menteri Agama Yaquts secara resmi dan dengan serius telah mengucapkan selamat hari raya Naw Ruz 178 EB kepada masyarakat Baha'i. Memang mengurus agama itu harus ngerti agama dan pakai akidah. Bukan asal-asalan bertoleransi segebrusnya. Macem-macem saja Menteri Agama ini. Entah apa maksudnya, apakah sengaja ingin bikin gaduh negara dan rakyat ? Waspadalah pada gaya permainan Komunis yang biasa mengadu domba dan mengada-ada dalam urusan agama. Syi'ah, Ahmadiyah, dan Baha'i adalah hulu ledak kekacauan. Kiranya pak Menteri jangan menjadi pemicu. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Kenapa NU Harus Berpolitik

Oleh Gus Aam Wahib Wahab Jakarta, FNN - Orang-orang NU butuh berpolitik. Para kyai tidak bisa dilepaskan dari kegiatan politik. Menurut salah satu pendiri NU KH Wahab Chasbullah politik bagi orang NU itu ibarat air dan teh. Mustahil dipisahkan. Pengurus NU, orang-orang NU, anak-anak muda NU harus mengerti dan menyadari bahwa NU yang dianut masyarakat kita menggarisbawahi satu tanggung jawab sangat substantif dalam berpolitik dan bernegara. Yang kini hilang yaitu : tanggung jawab : pemenuhan kemaslahatan, pemenuhan kesejahteraan dan kebutuhan jaminan keamanan secara fisik, bathin, Individual, dan kolektif. Pemerintah seharusnya memenuhi kebutuhan masyarakat, Memenuhi kesejahteraan masyarakat, Menjamin ketertiban kehidupan rakyat serta membentengi gangguan dari dalam maupun musuh dari luar. Apalagi dalam wadah NKRI Inilah ide negara yang diperjuangkan para pendiri NU melalui "Resolusi Jihad 1945", yakni negara sebagai sarana untuk melengkapi dan mewujudkan kemaslahatan umat manusia. Di kalangan kyai dikenal dengan istilah tasharruful Iman ala rraiyyah manu thun bil maslahah (kebijakan seorang penguasa kepada rakyatnya ditujukan untuk memenuhi kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakatnya). Ada 3:tujuan penting dari strategis bernegara yang menjiwai hakikat peme rintah yang dibela dan diperjuangkan oleh orang-orang NU. Pertama, siapapun yang berkuasa harus senantiasa melindungi sumber kehidupan yang paling asasi. Kedua, menjaga negeri ini dari berbagai macam gangguan dari dalam maupun luar. Ketiga, kewajiban memelihara tradisi beragama - kebu dayaan bangsa kita Inilah yang dimaksud NU berpolitik pada level kebangsaan politik tingkat tinggi. Penulis adalah Ketum KKNU 1926 / NU KHITTAH.

Pengurus Masjid At Tin Sembelih 24 Sapi

Jakarta, (FNN) - Pengurus Masjid At Tin Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta Timur menyembelih 24 ekor sapi. Satu di antaranya berbobot 1,1 ton. Kemudian daging hewan kurban tersebut dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan pada perayaan Idul Adha 2021. "Kalau di sini yang dipotong sapinya 24 ekor, paling besar 1,1 ton," kata Pelaksana tugas (Plt) Kadis Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta, Suharini Eliawati, kepada Antara di Masjid At Tin TMII, Jakarta Timur, Selasa, 20 Juli 2021. Elly, sapaan akrab Suharini menjelaskan, pemeriksaan sebelum dan sesudah sapi disembelih juga menunjukkan, hewan kurban tersebut dalam keadaan sehat. "Kalau secara ante mortem-nya bisa dilihat dari matanya, hidungnya, gerakannya lincah, bulunya bersih dan tidak kusam. Post mortem-nya itu hatinya, itu tidak ditemui cacing hati. Kalaupun ada, itu biasanya tidak perlu dibuang semuanya, limfanya juga cukup padat," ujarnya. Dia juga mengapresiasi panitia kurban Masjid At Tin yang menyediakan meja khusus bagi petugas Dinas KPKP DKI Jakarta untuk melakukan pemeriksaan terhadap hati, paru, limfa dan jantung sapi. "Kemudian Yayasan At Tin juga menyediakan meja untuk pemeriksaan. Jadi, kawan-kawan saya tidak perlu jongkok-jongkok," ucapnya. Namun, dia juga memberikan masukan kepada panitia pelaksana kurban untuk menambah alat potong sehingga proses pemotongan bisa lebih cepat dan segera dibagikan kepada para warga yang berhak menerima zakat (mustahik). "Salah satu masukan yang saya berikan kalau bisa alat potongnya ditambah agar pemotongannya bisa lebih cepat dan lebih rapi. Hal itu karena yang dipotong selalu di atas 20 ekor," ujarnya. (MD).

Menutup Masjid?

Oleh Prof. Daniel Mohammad Rosyid Jakarta, FNN - Dalam PPKM Darurat yang mulai berlaku 3-20 Juli 2021 salah satu arahannya adalah penutupan tempat-tempat ibadah, termasuk masjid. Hemat saya, arahan ini tidak saja keliru tapi juga keji dan tidak konstitusional. Pandangan pragmatis sekuler kiri telah menempatkan tempat ibadah sebagai sektor yang tidak esensial. Bagi saya penutupan masjid adalah maladministrasi publik dengan menggunakan pandemisasi covid-19 sebagai weapon of mass deception. Lalu apa yang esensial ? Bisnis ? Bisnis besar obat dan vaksin ? Ini adalah pandangan yang menyesatkan dan berbahaya. Setelah sektor pendidikan ditutup, kini masjid juga ditutup. Defisit pendidikan selama setahun lebih yang sudah menggunung setinggi hutang akan ditambah dengan defisit moral spiritual. Bagi saya ini tidak bisa diterima. Para pendiri bangsa mengamanahkan bahwa bangsa ini pertama harus dibangun jiwanya, baru kemudian badannya. Jiwa atau mental lebih esensial daripada jasmani. Revolusi mental yang pernah bergaung keras kini tidak terdengar lagi. Apakah dulu sekedar Lips Service? Sejak amandemen UUD1945 yang menjungkirbalikkan dasar-dasar kita bernegara menjadi semakin liberal kapitalistik, masyarakat banyak semakin ditempatkan dalam dua posisi nyaris tanpa pilihan: konsumen dan buruh. Hakekatnya kedua posisi yang dipaksakan itu adalah perbudakan terselubung. Tidak saja konsumen dan buruh dari perspektif ekonomi, tapi juga politik. Baik politik dan ekonomi kini dimonopoli oleh oligarki elite parpol yang didukung para taipan. Ini harus dihentikan secara ekstra konstitusional. Pemilu 2024 hanya akan menjadi instrumen legalisasi net transfer hak politik dan ekonomi rakyat pemilih pada elite parpol dukungan para taipan. No more no less. Liberalisasi pasar pendidikan dan kesehatan sejak reformasi telah menempatkan masyarakat banyak hanya sebagai konsumen persekolahan dan layanan kesehatan. Masyarakat menjadi makin tergantung pada persekolahan juga klinik, puskesmas dan rumah sakit. Gaya hidup masyarakat banyak makin buruk yang menyebabkan comorbid menyebar luas ke berbagai kelas masyarakat. Pendekatan layanan kesehatan jang makin kuratif ini makin mahal dan unsustainable. Masyarakat makin mudah dipermainkan oleh industri obat dan vaksin global dengan kapitalisasi ratusan jika bukan ribuan Triliun Rupiah. Mengatakan bahwa pasar adalah sektor esensial sementara masjid tidak sama saja dengan mengatakan bahwa saudara boleh makmur, kufur nggak masalah. Ini penghinaan atas sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Hanya kaum penyembah berhala ekonomi yang bisa menerima arahan agar masjid ditutup. Islam mengutamakan sholat berjamaah di masjid, terutama bagi laki-laki. Sholat adalah teknologi pertahanan iman agar tidak berbuat maksiat dan mungkar. Masjid adalah institusi yang mengemban pembangunan ketahanan masyarakat secara multi-ranah, multi-cerdas. Menutupnya adalah keliru. Konstitusi masih menjamin bahwa setiap warga negara dapat dengan bebas melaksanakan keyakinannya tanpa mengganggu ummat agama yang lain. Penutupan sekolah dan kampus saja sulit bisa diterima, apalagi masjid. Kebijakan ini terbaca sebagai kelanjutan dari narasi bahwa musuh terbesar Pancasila adalah agama. Ini adalah agenda kelompok sekuler kiri radikal yang kini bersembunyi di balik kekuasaan. Dari perspektif peningkatan imunitas sebagai strategi paling efektif dalam melawan Covid-19 ini, maka penutupan masjid adalah counter-productive Memang covid-19 faktual. Namun respon kita terhadapnya adalah pilihan strategi. Jiwa yang tenang yang tumbuh dari kedekatan pada Allah adalah kunci mental dalam menghadapi teror pandemisasi covid-19 ini. Mereka yg mampu mengelola stress akibat teror biologis ini akan memenangkan mental game ini. Menutup masjid adalah perampasan kebebasan sipil sekaligus sikap ingkar atas berkat dan rahmat Allah yang menjadi dasar bagi keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Maladministrasi publik ini tidak bisa diterima. Jatingaleh, 4/7/2021

Melawan Allah dengan Menutup Masjid

By M Rizal Fadillah Bandung, FNN - Covid 19 ini mewabah dengan izin Allah. Allah menurunkan musibah untuk menguji hamba-Nya siapa yang taat dan mendekat. Bukan menjauh lalu merasa diri hebat dan paling tahu untuk mengatur. Ikhtiar bukan pula jalan dalam rangka melanggar. Bacaan iman akan berbeda dengan cara pandang sekuler dan sarwa dunia. Dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat maka mobilitas dan interaksi masyarakat dibatasi lebih ketat. Mall dan tempat wisata ditutup, ternyata juga masjid dan mushola. Alasannya kondisi darurat dengan tingkat keterpaparan Covid 19 yang semakin meningkat. Hanya ironinya Bandara tetap dibuka. Lebih ironi lagi proyek nasional dan konstruksi juga seratus persen dibuka. Inilah pandangan materialistik tersebut. Kecurigaan bisa saja karena banyak proyek konstruksi adalah investasi asing khususnya Cina. Luhut koordinator PPKM Jawa Bali tegas menyatakan tempat ibadah tutup sementara. Assisten Operasional Polri Irjen Pol Imam Sugianto menyatakan akan mengerahkan Densus 88 dan Brimob untuk mendatangi masjid dan mushola untuk menerapkan aturan PPKM Darurat tersebut. Apakah mereka yang tetap melaksanakan sholat di Masjid akan disamakan dengan teroris sehingga perlu ditangani oleh Densus 88 ? Darurat itu adalah keadaan yang harus berdasar hukum. Penetapan status darurat semestinya berlandaskan Undang-Undang atau sekurangnya Perppu yang kemudian menjadi Undang-Undang. Sementara PPKM Darurat saat ini dinyatakan hanya berdasarkan Instruksi Mendagri No 15 tahun 2021. Sungguh seenaknya kebijakan yang mempermainkan hukum. Kacaunya lagi pelanggar PPKM menurut Kepolisian akan dikenakan pidana berdasar UU No 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan UU No. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Lucu sekali melanggar Intruksi Mendagri diberi sanksi pidana atas dasar Undang-Undang padahal PPKM Darurat itu tidak ada dalam nomenklatur Undang-Undang. Bagaimana rumusan deliknya ? Lagi pula Menteri yang berwenang dalam urusan kedua Undang-Undang tersebut adalah Menteri Kesehatan bukan Menteri Dalam Negeri. Bacalah dengan baik Ketentuan Umum baik UU No. 4 tahun 1984 maupun UU No. 6 tahun 2018. Memang nyata tendensi sikap otoritarian melalui pemaksaan hukum. Pemerintah dengan PPKM Darurat ini sebenarnya bersiasat licik dengan menghindar dari kewajiban yang ditetapkan Undang-Undang. PPKM Darurat substansinya adalah Karantina Wilayah. Pasal 55 ayat (1) UU No 6 tahun 2018 menegaskan kewajiban Pemerintah untuk menyediakan kebutuhan dasar orang dan makanan hewan. Tanggungjawab ini yang justru ditakuti dan dihindari Pemerintah hingga harus lari-lari atau sembunyi dibalik nomenklatur yang diada-adakan sebagaimana PPKM Darurat tersebut. Negara memang pengecut dan bangkrut. Tempat ibadah ditutup meski dibahasakan sementara. Lupa bahwa pandemi adalah ujian Ilahi. Dengan segala perangkat kekuasaan umat dipersulit datang dan beribadah ke masjid. Ada meme di medsos bahwa "Di Palestina orang berani mati untuk membuka masjid, sementara di Indonesia orang berani menutup masjid karena takut mati". Umat tentu akan melawan sebisanya atas kebijakan untuk menutup masjid. Akan tetapi jika kekuasaan memaksakan kehendak dan mengerahkan semua kekuatan pemaksa, maka sebagaimana tak berdayanya umat menjaga Ka'bah dari serangan Abrahah dahulu, maka kini urusan masjid sebagai rumah Allah bukan semata urusan manusia, tetapi otoritas Allah SWT. Silahkan saja rezim zalim berbuat sesukanya tanpa dasar iman namun sebagaimana sunnah-Nya maka Allah akan berbuat mengejutkan atas gangguan terhadap rumah-Nya tersebut. Mereka melawan Allah dengan menutup masjid. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan Bandung, 4 Juli 2021

Saudi Arabia Larang Ibadah Haji Bagi Negara Lain

Saudi, FNN - Arab Saudi untuk tahun kedua melarang jamaah dari negara lain melaksanakan haji, dan membatasi penyelenggaraan ibadah itu hanya untuk warga negara dan penduduknya sebagai tanggapan atas pandemi virus corona. Kementerian Haji Saudi menyatakan bahwa hanya orang-orang berusia antara 18 dan 65 tahun yang telah divaksin atau diimunisasi COVID-19, dan bebas dari penyakit kronis, yang dapat melaksanakan ibadah haji, menurut laporan Saudi Press Agency (SPA) pada Sabtu. Kementerian yang mengelola ibadah umat Muslim ke Mekkah itu juga menetapkan batasan 60.000 jamaah yang bisa mengikuti haji tahun ini. "Keputusan ini (dibuat) untuk menjamin keselamatan haji di tengah ketidakpastian virus corona," kata Menteri Kesehatan Kerajaan Arab Saudi, Tawfiq al-Rabiah, dalam konferensi pers yang disiarkan televisi oleh SPA. “Meskipun vaksin tersedia, ada ketidakpastian virus dan beberapa negara masih mencatat jumlah kasus COVID yang tinggi, tantangan lainnya adalah varian virus yang berbeda, maka muncul keputusan untuk membatasi haji,” tutur al-Rabiah. Menteri al-Rabiah mengatakan hanya vaksin COVID yang disetujui dari Pfizer, Astrazeneca, Moderna, dan Johnson & Johnson yang akan berlaku untuk haji. Sejumlah sumber mengatakan kepada Reuters pada Mei bahwa sebuah rencana sedang dipertimbangkan untuk melarang jamaah dari luar negeri melaksanakan haji---kewajiban sekali seumur hidup bagi setiap Muslim berbadan sehat yang mampu melaksanakannya. Sebelum pandemi mengharuskan orang-orang menjaga jarak sosial, sekitar 2,5 juta jamaah biasa mengunjungi tempat-tempat paling suci Islam di Mekkah dan Madinah untuk haji selama seminggu. Sementara untuk ibadah umrah yang dapat dilakukan sepanjang tahun, secara keseluruhan menghasilkan pemasukan bagi Saudi sekitar 12 miliar dolar AS (sekitar Rp170,7 triliun) per tahun, berdasarkan data resmi pemerintah. (sws)

Skandal Nasional Pembatalan Haji

Presiden kelihatannya kurang, dan bahkan tidak bertanggungjawab adalah skandal kepemimpinan nasional. Ke mana presiden Jokowi pada saat "kegentingan haji" yang memaksa calon jama'ah di Lampung, Banten, Surabaya, Kediri dan lainnya ada yang menarik dana pelunasan? Bukankah keputusan Menag itu atas sepengetahuan atau mungkin atas perintah presiden? Oleh M Rizal Fadillah Bandung, (FNN) - KELIHATANNYA, pembatalan keberangkatan haji tahun 2021 adalah masalah sederhana, tetapi sebenarnya tidak. Ini adalah skandal nasional. Keputusan Menteri Agama No. 660 tahun 2021 dinilai tergesa-gesa dan mengecewakan calon jama'ah yang sudah melunasi dan siap berangkat tahun ini. Alasan kesehatan adanya pandemi Covid 19 tidak cukup rasional karena kenyataannya Indonesia melakukan lobi kuota. Demikian juga soal mepet waktu yang menyulitkan persiapan karena dasarnya kita cenderung menunggu, bukan bersiap-siap. Apalagi, pemerintah Arab Saudi belum memutuskan persoalan kuota dan izin berhaji. Pembatalan merupakan skandal nasional karena sedikitnya enpat hal. Pertama, calon jama'ah telah melakukan setoran pelunasan biaya perjalanan ibadah haji. Kemudian, setoran pelunasan ini dapat ditarik kembali tanpa menghapus porsi keberangkatan. Kesiapan berangkat setelah belasan tahun menunggu, terganjal oleh pembatalan sepihak Menag tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan DPR. Kedua, akibat pembatalan Menag maka timbul sorotan mengenai dana haji yang dikelola Badan Pengelolaan Keuangan Haji. Pertanggungjawaban dana yang diinvestasikan maupun simpanan di bank menjadi pertanyaan rakyat. Tuntutan investigasi dan audit secara independen menggelinding dan menguat. Kejujuran dan transparansi pemerintah soal dana haji sejak awal diragukan. Ketiga, DPR yang membocorkan hal yang tak benar tentang kuota haji dari Pemerintah Arab Saudi untuk Indonesia, menjadi hoax nasional. Anggota DPR yang telah salah berujar wajar menjadi tertuduh. Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, di Jakarta pun merasa perlu untuk membantah dengan menyurati Ketua DPR Puan Maharani. DPR dinilai tidak melaksanakan pencegahan dan fungsi kontrol dengan baik sehingga menimbulkan kegaduhan sosial. Keempat, presiden kelihatannya kurang, dan bahkan tidak bertanggungjawab adalah skandal kepemimpinan nasional. Ke mana presiden Jokowi pada saat "kegentingan haji" yang memaksa calon jama'ah di Lampung, Banten, Surabaya, Kediri dan lainnya ada yang menarik dana pelunasan? Bukankah keputusan Menag itu atas sepengetahuan atau mungkin atas perintah residen? Mengingat pembatalan haji merupakan skandal nasional, maka klarifikasi, investigasi, dan pemberian sanksi mesti dilakukan. Klarifikasi ditunggu atas banyak pertanyaan rakyat dari keputusan pembatalan, dana haji, serta kualitas diplomasi. Investigasi dalam makna audit penyelenggaraan dan audit keuangan. Lalu sanksi atas penyimpangan yang terjadi baik administrasi maupun hukum yang harus tegas diberikan. Skandal haji tahun ini tidak bisa disederhanakan dan dibiarkan. Penting dilakukan evaluasi menyeluruh demi kebaikan penyelenggaraan haji ke depan. Pandemi Covid 19 yang selalu dijadikan alasan pembenar untuk segala hal sehingga penyimpangan apapun tampaknya harus dimaklumi, ditoleransi, bahkan diapresiasi. Skandal harus dibongkar dan dimintakan pertanggungjawaban. Haji tidak boleh dibarengi dengan perbuatan keji. ** Penulis, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.