AGAMA

Sebanyak 99 Peserta Ramaikan STQH Sulbar

Mamuju, FNN - Sebanyak 99 peserta meramaikan Seleksi Tilawatil Qur'an dan Hadits (STQH) ke-IX 2021 Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) yang berlangsung di Kabupaten Polewali Mandar. Sekda Provinsi Sulbar, Muh Idris DP di Mamuju, Jumat, mengatakan, sebanyak 99 peserta dari enam Kafilah di Sulbar meramaikan STQH tingkat Provinsi Sulbar yang dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan. Ia mengatakan, peserta tersebut berasal dari Kafilah Kabupaten Mamuju sebanyak 14 orang putra dan putri Majene 18 orang, dan Polman 18 orang. Kemudian kabupaten Mamasa 16 orang Kabupatrn, Pasangkayu 18 Kafilah dan dari Kafilah Mamuju Tengah 15 orang. Kemudian terdapat peserta kafilah golongan anak yaitu Tilawah anak diikuti 12 peserta, dan Tilawah Dewasa 12 perserta, Ia menyampaikan, STQH di Sulbar terdapat sejumlah perlombaan diantaranya lomba hafalan Al-Qur'an 1 Juz dan tilawah diikuti 12 peserta kemudian, hafalan Al-Qur'an 10 Juz diikuti 12 peserta, Hafalan Al-Qur'an 20 Juz 11 peserta, Hapalan Al-Qur'an 30 Juz diikuti enam peserta, Tafsir Al-Qur'an bahasa arab tiga peserta. Kemudian hafalan 100 Hadist diikuti 11 perseta dan hafalan 500 Hadist enam peserta. Ia berharap dari ajang STQH ini melahirkan bibit terbaik Sulbar untuk meningkatkan kualitas pembinaan yang lebih profesional untuk memajukan gairah dan semangat pembelajaran Al Qur'an. "Dewan hakim harus bekerja secara profesional, sehingga Sulbar mendapatkan bibit-bibit terbaik untuk menjadi duta yang mampu bersaing di kancah nasional, dan mampu meningkatkan akhlak dan amalan ketika di masyarakat. Ia mengatakan, pemerintah Sulbar akan berkomitmen, untuk tetap bersinergi meningkatkan pembinaan dalam rangka meraih prestasi di ajang STQH Nasional nantinya. (sws)

Kisruh Pemberangkatan Haji 2021, Rakyat Makin Tidak Percaya pada Pemerintah

PEMERINTAH melalui Menteri Agama Yaqult Cholil Qoumas mengumumkan tidak memberangkatkan jemaah haji untuk tahun 2021. Pertimbangannya, karena adanya pandemi Covid-19, dan pemerintah Kerajaan Arab Saudi belum memberi akses bagi jemaah haji Indonesia. Dalam bahasa yang lebih mudah dipahami, Indonesia tidak mendapat kuota haji. Kalau toh akhirnya Indonesia diberi kuota, persiapan secara teknis tidak mungkin dilaksanakan. Pengumuman Menag itu memunculkan sejumlah kontroversi. Situs resmi Kemenag menyebut keputusan pembatalan itu karena alasan pertimbangan pandemi. Ada kesan, pemerintah mencoba berlindung dan menimpakan kesalahan sepenuhnya kepada pandemi. Selain itu, dengan menyatakan, pertimbangannya pandemi, maka pemerintah sangat melindungi keselamatan rakyatnya. Gagah benar. Jika kita amati dinamika yang muncul sebelum akhirnya pemerintah memutuskan “membatalkan” pelaksanaan haji tahun 2021, ada beberapa hal yang penting kita catat. Pertama, buruknya penanganan pandemi di Indonesia. Sementara Indonesia tercatat sebagai negara paling banyak mendapatkan kuota hajinya. Ini tentu saja mengkhawatirkan pemerintah Arab Saudi. Masuknya jemaah haji dari Indonesia dikhawatirkan akan membawa gelombang Covid-19. Kedua, Indonesia menggunakan vaksin Sinovac. Padahal, vaksin tersebut belum mendapat sertifikasi dari lembaga kesehatan dunia WHO. Dampaknya bukan hanya haji, tapi jemaah umroh kita juga dilarang masuk Arab Saudi. Ketiga, lemahnya diplomasi dan lobi kita dengan Kerajaan Arab Saudi. Sisi ini sudah lama menjadi catatan dari DPR RI. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia setiap tahun paling banyak mengirimkan jemaah haji dan umroh ke Arab Saudi. Artinya, Indonesia adalah negara terbesar menyumbangkan devisanya ke Arab Saudi. Dengan posisi seperti itu, seharusnya Indonesia mendapat berbagai keistimewaan. Faktanya tidak demikian. Fasilitas pemondokan, maktab dan tenda-tenda di Arafah, dan terutama di Mina, kalah bagus dan kalah strategis dibandingkan negara tetangga Malaysia. Kuota Malaysia pada tahun 2019 hanya 31.000. Sementara jemaah haji Indonesia sebanyak 221.000. Indonesia juga gagal melobi pemerintah Arab Saudi untuk mengubah bahasa yang digunakan sebagai petunjuk, dari bahasa Melayu, menjadi bahasa Indonesia. Sejauh ini, jika kita mengikuti pemberitaan media, kiprah yang menonjol dari Dubes RI di Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel hanya memata-matai dan mempersulit Habib Rizieq Shihab selama mukim di Mekah. Pemerintahan Jokowi tampaknya tidak melihat lobi dengan Kerajaan Arab Saudi, dan pos Dubes sebagai prioritas penting. Hal itu setidaknya bisa kita lihat, pemerintah baru saja menunjuk Zuhairi Misrawi sebagai calon Dubes baru di Arab Saudi. Selain tidak punya jam terbang dalam diplomasi internasional, caleg gagal dari PDIP itu juga anti umroh dan haji. Dia menyebutnya sebagai kegiatan ibadah yang mahal dan hanya memperkaya Arab Saudi. Keempat, masih berkaitan dengan buruknya diplomasi kita, tercermin dari surat Duta Besar (Dubes) Arab Saudi di Jakarta kepada Ketua DPR Puan Maharani. Dalam surat tersebut Dubes Arab Saudi Essam Bin Ahmed Abid Althaqafi mempersoalkan pernyataan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, dan Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily. Kepada media, kedua pimpinan DPR itu pernah mengungkapkan, Indonesia tidak mendapat kuota haji. Menurut Essam, pernyataan tersebut tidak benar dan tidak bersumber dari pemerintah Arab Saudi. Sebab, sampai sekarang pemerintah Arab Saudi belum memberikan instruksi apapun berkaitan dengan pelaksanaan haji. Essam meminta agar semua yang berkaitan dengan pelaksanaan haji dikomunikasikan terlebih dahulu dengan pihaknya. Agar mendapat informasi yang benar dan dapat dipercaya. Surat itu, selain merupakan “teguran” kepada Dasco dan Ace, secara tidak langsung merupakan protes ke Menag yang mengambil keputusan, tanpa konsultasi dengan Kedubes Arab Saudi. Kelima, respon negatif masyarakat, khususnya ummat Islam, berkaitan dengan kinerja Kementerian Agama dan pengelolaan dana haji, menunjukkan tingkat kepercayaan publik yang rendah terhadap pemerintah. Beberapa catatan tadi menunjukkan betapa buruknya pengelolaan haji Indonesia, sehingga rakyat semakin tidak percaya kepada pemerintah, khususnya Kemenag. **

Puan: DPR Pahami Pemerintah Batalkan Keberangkatan Ibadah Haji

Jakarta, FNN - Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan DPR RI memahami kebijakan pemerintah yang memutuskan membatalkan keberangkatan jemaah calon haji Indonesia pada 1442 Hijriah/2021 Masehi. Puan meminta pemerintah tetap melayani jemaah calon haji yang batal berangkat tahun ini. "Pemerintah harus tetap melayani jemaah calon haji yang batal berangkat, pastikan pelayanannya baik, mekanismenya jelas jika mereka meminta dananya kembali," kata Puan dalam keterangannya di Jakarta, Jumat. Puan sangat memahami alasan pemerintah memutuskan membatalkan keberangkatan jemaah calon haji Indonesia pada tahun 2021. Menurut dia, hal utama yang harus dipastikan adalah keselamatan dan kenyamanan jemaah calon haji Indonesia saat di Tanah Suci pada masa pandemi COVID-19. Ia mengatakan bahwa pemerintah dan DPR RI sudah meminta pemerintah Arab Saudi memberi kelonggaran kepada jemaah Indonesia untuk dapat beribadah haji pada tahun ini. "Akan tetapi, demi keamanan dan keselamatan semua, kita masih harus bersabar. Apalagi, muncul varian baru virus corona dan orang yang sudah divaksin tidak dijamin tidak tertular," ujarnya. Menurut dia, sampai saat ini pemerintah Arab Saudi belum memberikan keputusan terkait dengan kuota untuk jemaah haji Indonesia, termasuk belum memberi kepastian mengenai teknis operasional dan mekanisme penyelenggaraan ibadah haji pada masa pandemi. Politikus PDI Perjuangan tersebut berharap pemerintah Indonesia dapat berkomunikasi efektif sehingga pemerintah Arab Saudi memberi kenaikan kuota haji dari Indonesia bila ibadah haji sudah bisa berjalan normal. Puan juga meminta pemerintah Indonesia harus terus meningkatkan kualitas pelayanan terhadap jemaah calon haji untuk menyambut musim haji selanjutnya, atau pelaksanaan ibadah haji pada saat suasana sudah normal kembali. Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) memutuskan membatalkan keberangkatan jemaah Indonesia untuk melaksanakan ibadah haji 1442 Hijriah/2021 Masehi. Hal itu disampaikan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, Kamis (3/6). Menag menjelaskan penyebab pembatalan keberangkatan jemaah calon haji asal Indonesia karen belum adanya kepastian dari pemerintah Arab Saudi mengenai kuota haji Indonesia.

Sufmi Dasco Tanggapi Surat Dubes Arab untuk Indonesia

Jakarta, FNN - Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menanggapi surat Duta Besar Pelayan Dua Kota Suci Arab Saudi untuk Indonesia Essam Bin Ahmed Abid Althaqafi yang isinya mengklarifikasi pernyataan Dasco dan Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan di pemberitaan media massa. "Pada hari Senin (31/5) setelah Rapat Paripurna DPR RI, saya diminta tanggapan wartawan, salah satunya terkait masalah haji dan vaksin Sinovac yang belum disetujui Pemerintah Kerjaan Arab Saudi bagi calon jamaah haji," kata Dasco dalam keterangannya di Jakarta, Jumat. Dia menjelaskan pasca saat itu dirinya mengatakan bahwa Indonesia sementara waktu tidak perlu membahas terkait vaksin tersebut karena yang harus dipastikan adalah apakah Indonesia dapat kuota haji atau tidak. Hal itu, menurut Dasco, karena dirinya mendapatkan info bahwa Indonesia tidak mendapatkan kuota haji tahun 2021 sehingga harus dipastikan dahulu terkait kuota haji tersebut. "Tidak bermaksud membuat kegaduhan, namun saya ingin menekankan bahwa jangan bahas terlebih dahulu tentang vaksin, tetapi dipastikan dulu, apakah Indonesia mendapatkan kuota haji atau tidak," ujarnya. Dasco menjelaskan saat itu dirinya mendapatkan informasi terbaru bahwa Indonesia tidak mendapatkan kuota haji karena adanya pembatasan karena pandemi COVID-19. Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu mengatakan dirinya sebagai pimpinan DPR RI berkomunikasi dengan banyak pihak termasuk dengan otoritas terkait dengan perkembangan kuota haji ini. "Sampai dengan tanggal 28 Mei 2021 adalah batas permintaan Pemerintah Indonesia untuk diberikan informasi dari pemerintah Arab Saudi tentang kuota haji untuk indonesia yang belum ada kepastian," katanya. Di sisi lain, menurut dia, Pemerintah Indonesia perlu mempersiapkan banyak hal seperti vaksinasi, persiapan katering bagi calon jamaah haji, pesawat, pemondokan dan lain-lain hanya dengan jangka waktu 1,5 bulan karena telah melewati dari batas waktu yang diminta pemerintah Indonesia yaitu tanggal 28 Mei 2021. Sebelumnya, dalam surat Dubes Essam yang beredar tertanggal 3 Juni 2021 yang kepada Puan Maharani, Essam mengatakan bahwa pemberitaan dengan mengutip pernyataan Sufmi Dasco dan Ace Hasan adalah tidak benar. Dalam surat tersebut pernyataan Dasco yang dibantah Dubes Essam adalah menyatakan telah memperoleh informasi bahwa Indonesia tidak memperoleh kuota haji tahun 2021. Sementara itu pernyataan Ace Hasan yaitu yang menyebutkan bahwa adanya 11 negara yang telah memperoleh kuota haji dari Kerjaan Arab Saudi pada tahun 2021 dan Indonesia tidak termasuk dari negara-negara tersebut. Essam menegaskan bahwa informasi yang disampaikan Sufmi Dasco dan Ace Hasan adalah tidak benar dan pernyataan keduanya tidak dikeluarkan oleh otoritas resmi Kerajaan Arab Saudi. Menurut dia, otoritas resmi Kerajaan Arab Saudi tidak pernah mengeluarkan instruksi apapun berkaitan pelaksanaan haji tahun 2021 bagi para jamaah haji di Indonesia maupun dari seluruh negara di dunia.

Indonesia Gagal Berhaji, Natalius Pigai Akan Gugat ke Mahkamah Agung

by M. Rizal Fadillah Jakarta FNN - Pengumuman resmi Menteri Agama (Menag) Yaqut Kholil Qoumas tentang pembatalan keberangkat jamaah haji Indonesia tahun 1442 H atau 2021 M memastikan kegagalan penyelenggaraan negara. Masalahnya ada beberapa negara yang berhasil mendapatkan kuota. Pandemi Covid 19 menjadi alasan Pemerintah, maka pupuslah harapan jamaa'ah Indonesia untuk menunaikan haji tahun ini. Kegagalan berangkat haji adalah kedua kalinya Indonesia gagal memberangkatkan haji. Pandemi Covid 19 memang cocok untuk menjadi alasan. Sebenarnya faktor utamanya adalah Pemerintah Saudi tidak memberikan kuota kepada Indonesia. Lobi pun gagal di tengah kelemahan diplomasi kita di dunia internasional. Lucunya Luhut Panjaitan menjadi pelobi ke pemerintah. Luhut yang ditugaskan Melobi Dubes Saudi untuk Indonesia Essam At Thaghafi. Luhut yang didampingi Puteri Gus Dur Yenny Wahid, keluar pertemuan dengan membawa kuota nol. Untuk itu, mantan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai mengecam keras keputusan pemerintah membatalkan keberangkan jamaah haji Indonesia untuk kedua kalinya ini. Natalius menyatakan akan menggugat keputusan Menteri Agama tersebut ke Mahkamah Agung. Pigai sedang menunggu pengaduan dari umat Islam yang sudah membayar lunas biaya perjalan haji, namun tidak bisa berangkat tahun ini. Pemerintah Jokowi telah gagal melaksanakan amanat konstitusi mensejahterakan warga negara, khusunya melaksanakan ajaran agama dengan baik. Negara gagal menghormati kebutuhan hak asasi umat Islam, melindungi hak asasi umat Islam, dan melindungi kebutuhan beribah umat Islam. Sebab ibadah haji merupakan salah satu kebutuhan hidup dari umat Islam. Negara gagal menjalankan kewajiban sesuai amanat konstitusi hukum dan HAM nasional dan internasional. Kata Pigai, untuk melaksanakan kewajiban ibadah haji, umat Islam telah berjuang dengan segala daya dan upaya untuk mencari dan menabung uang selama berpuluh tahun. Untuk memastikan kewajibannya berhaji dapat terlaksana, terutama yang sudah berusia lanjut dan masuk katagori kelompok rentan. Maka atas nama kemanusian, Pigai teman-teman memiliki komitmen yang kuat untuk menggugat keputusan pemerintah ke Mahkamah Agung. Sekitar lebih dari seratus pengacara ternama dari berbagai latar belakang agama telah siap menyatakan kesanggupan untuk bersama-sama dengan Pigai menggugat masalah pembatalan haji ini. Sejumlah ulama kondang juga akan memberikan pendapat ahli dari sisi hukum, HAM, keadilan dan syarit Islam. Sementara itu, menurut Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin masalah dengan Saudi Arabia dalam kaitan haji sudah bergeser dari persoalan murni kesehatan menjadi geopolitik. Persoalan sikap politik Saudi Arabia terhadap China. Persoalan vaksin hanya dampak saja. Menurutnya "become very complicated geopolitical and global economic issue". Nah lho. Ironinya justru yang melobi Saudi adalah Menko Luhut Panjaitan yang dikenal sebagai protektor kepentingan China di Indonesia. Pembela hebat kedatangan masif Tenaga Kerja Asing (TKA) China yang menggelisahkan rakyat. Luhut juga yang menjadi "Pimpro" program OBOR di Indonesia. Entah konten lobinya apa? Soal mau hutang dengan jaminan politik atau barter dengan "jual tanah murah" di Kalimatan untuk investasi dan ibukota negara baru? Sebenarnya penanggungjawab urusan haji adalah Menteri Agama. Jika bukan di negara Indonesia, kegagalan yang seperti ini dapat berakibat mundurnya sang Menteri. Hanya karena tidak ada budaya mundur bagi para pejabat yang gagal di Indonesia, ya posisinya aman-aman saja. Mungkin karena menganut sistem kabinet presidensial, maka yang disalahkan tentu adalah Presiden. Repotnya kata bapak Presiden, "itu bukan urusan saya". Tidak berangkat ya sudahlah. Menteri perlu menyampaikan bahwa soal uang jamaah untuk keberangkatan 2021 dijamin aman. Memang jama'ah dan umat Islam agak meragukan amanah Pemerintah soal dana haji secara keseluruhan. Viral tayangan KH Ma'ruf Amin yang kini Wapres menyatakan bahwa tidak masalah dana haji digunakan oleh Pemerintah untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan tol atau pembangunan bandara. Menariknya disampaikan pula KH Ma'ruf Amin bahwa calon jama'ah haji sudah memberi kuasa kepada Pemerintah untuk menggunakan dana simpanan atau titipannya untuk kepentingan pembangunan di luar urusan haji. Pertanyaannya, dimana dan bagaimana bentuk kuasanya Pak Wapres? Benarkah ada izin yang tegas? Kini beberapa dana haji yang sudah dialokasikan untuk keperluan di luar haji? Lalu apa "advantage" bagi calon jama'ah atau umat Islam secara keseluruhan? Gagalnya keberangkatan haji tahun ini menjadi pelengkap dari banyak kegagalan Pemerintah lainnya. Gagal meningkatkan ekspor komoditi, gagal membuka lapangan kerja, gagal menahan laju hutang luar negeri, gagal menegakkan HAM, gagal berlaku adil dalam hukum, gagal membangun iklim politik yang demokratis. Dan pastinya gagal dalam menunaikan banyak janji. Rakyat mulai khawatir, pemerintah kini akan membawa Indonesia menjadi Negara Gagal. Haji Harus Terklarifikasi Ibadah haji menjadi ibadah yang dinanti umat Islam. Apalagi yang telah mendaftar dan memenuhi jadwal porsi berangkat. Akan tetapi penyelenggaraan haji selalu bermasalah. Tahun lalu bermasalah. Namun tahun ini seperti tahun lalu, bermasalah. Pandemi menjadi kendala. Calon jamaah haji kita harus bisa mengendalikan keinginan dan harapan. Persoalan sabar tentu menjadi kewajiban imani dan yang terbaik menurut Allah adalah ketetapan takdir-Nya. Yang menjadi masalah adalah kepastian, kejujuran, dan keamanan yang bisa dijamin penyelenggara yaitu Pemerintah. Pemerintah yang bingung tentu membingungkan. Isu yang berkembang adalah bahwa Saudi Arabia tidak memberi kuota kepada Indonesia tahun ini dengan alasan yang belum jelas. Hanya yang mengemuka adalah soal vaksin China Sinovac yang digunakan Indonesia belum tersertifikasi WHO. Hanya Pfizer, Moderna dan AstraZeneca yang lolos vaksin haji menurut Saudi. Ini persoalan berat karena Indonesia telah menyiapkan secara besar-besaran vaksin Sinovac China. Sedangkan AstraZeneca masih tergolong sedikit penggunaannya. Dalam tayangan wawancara, ekonom Rizal Ramli menyebut bahwa masalah Indonesia dan Saudi soal haji bukan hanya vaksin. Tetapi juga menyangkut sejumlah tagihan yang belum terbayarkan. Untuk jamaah, keresahan bertambah atas dana haji yang konon digunakan untuk pembangunan infrastruktur. DPR RI meminta Pemerintah serius menangani persoalan keberangkatan jamaah haji Indonesia tahun 2021 ini. Presiden Jokowi diminta turun tangan. Termasuk melobi Saudi. Rakyat, khususnya umat Islam butuh klarifikasi Pemerintah atas persoalan yang ada dengan sejelas-jelasnya. Jika tidak terklarifikasi, maka Pemerintah wajar disalahkan dan akan menanggung gugatan di kemudian hari. Atas kekecewaan ini desakan agar Menag Yaqut mundur juga sudah terdengar. Sekurangnya empat hal penting untuk diklarifikasi oleh Pemerintah. Pertama, benarkah persoalan vaksin Sinovac menjadi satu-satunya alasan konon Indonesia tidak memperoleh kuota haji dari Pemerintah Saudi untuk saat ini? Lalu solusi apa yang disiapkan demi menenangkan atau bila mampu, menjamin keberangkatan jamaah? Kedua, jika benar masih ada tunggakan pembayaran kepada Pemerintah Saudi, maka berapa besaran dan untuk keperluan apa saja serta bagaimana hal ini bisa terjadi? Lalu fungsi pengawasan DPR sejauh mana telah dilakukan untuk mencegah dan menyelesaikan masalah ini? Ketiga, terhadap dana haji yang dipertanyakan pengalihan penggunaan untuk infrastruktur. Benarkah berapa jumlah terpakai? Apa dasar hukum, serta apa konsekuensi yang harus ditanggung jika terjadi wanprestasi atau kesulitan pengembalian? Keempat, bagaimana Pemerintah menindak para buzzer atau pihak lain yang selalu menggemborkan sikap anti Arab? termasuk isu radikalisme yang dikaitkan dengan faham wahabisme, sehingga menyinggung pemerintah Saudi Arabia? Aspek formal vaksin tentu menjadi alasan logis. Tetapi aspek lain, termasuk geopolitik dan psikopolitik harus menjadi perhatian Pemerintah Indonesia. Sebab jika hal ini diabaikan, maka sepanjang waktu calon jamaah haji Indonesia akan selalu resah dan dirugikan. Khidmah dari pemerintah Saudi juga berpotensi untuk mengecewakan. Rakyat, khususnya umat Islam Indonesia saat ini menunggu klarifikasi secepatnya dari Pemerintahan Jokowi yang disampaikan secara jujur, jelas, dan bertanggungjawab. Bukan bilang, “itu bukan urusan saya”. Melempar tanggung jawab itu bukan kelasnya seorang presiden. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Keagamaan.

Pembatalan Keberangkatan Jamaah Haji Indonesia

by Imam Shamsi Ali New York, FNN - Satu hal lagi yang bagi saya cukup mengejutkan dari negeri tercinta. Yaitu pembatalan keberangkatan jamaah haji secara totalitàs oleh pemerintah Indonesia. Hal itu disampaikan dalam konferensi pers Menteri Agama yang disampaikan kemarin, 2 Juni 2021. Pengumuman pembatalan itu menimbulkan reaksi yang ragam dari masyarakat luas. Tentu dengan ragam pula penafsiran, asumsi, bahkan berbagai spekulasi berkembang begitu cepat. Tidak mengagetkan tentunya karena memang kita hidup dalam era keterbukaan informasi yang berkarakter kecepatan (speed). Sebagian menafsirkan bahwa pembatalan itu karena memang Saudi Arabia tidak menerima warga Indonesia yang memakai vaksin Sinovac. Konon Saudi hingga saat ini hanya menerima pendatang yang telah divaksin Pfizer atau Moderna. Sebagian yang lain menafsirkan berdasarkan rumor yang berkembang selama ini bahwa dana haji yang tersimpan di bank-bank akan dipakai sementara untuk pembangunan infra struktur. Sehingga uang muka (DP) pembayaran ONH, untuk hotel misalnya, memang belum ditunaikan oleh pemerintah Indonesia. Pertanyaan memang menukik di sekitar siapa sesungguhnya di balik pembatalan ini. Apakah memang Saudi yang tidak menerima jamaah Haji Indonesia karena alasan tertentu, sehingga pemerintah Indonesia harus membatalkan pemberangkatan jamaah? Atau karena memang Indonesia sendiri yang secara sepihak membatalkan pemberangkatan jamaah di tahun ini? Belakangan kita mendapatkan informasi yang lebih jelas bahwa pembatalan ini dilakukan secara sepihak oleh pemerintah Indonesia dengan alasan utama menjaga atau melindungi jamaah Indonesia dari bahaya Pandemi Covid 19. Alasan ini kemudian diperkuat dengan alasan pendukung lainnya. Salah satunya adalah bahwa hingga kini pihak Saudi Arabia belum mengajak pemerintah Indonesia untuk menanda tangani kontrak pengelolaan haji tahun 2021. Sehingga waktu persiapan untuk memberangkatkan jamaah Haji semakin mendesak (sempit). Melihat kepada beberapa argumentasi atau alasan yang disampaikan pemerintah Indonesia (Depag) sejujurnya saya melihatnya sangat lemah, bahkan maaf kalau terasa diada-ada dan dipaksakan. Pertama, masalah menjaga atau melindungi jamaah selama di Saudi dari Covid 19 itu menjadi tanggung jawab pertama dan terutama pihak Saudi. Kalau sekiranya memang akan menimbulkan ancaman terhadap kesehatan/keselamatan jamaah, pastinya Saudi belum akan membuka kesempatan berhaji ini untuk siapa saja. Kenyataannya Saudi membuka kesempatan itu walau dengan pembatasan. Kedua, kalau Indonesia memutuskan pembatalan saat ini karena alasan keselamatan jamaah di Saudi selama haji, kenapa negara-negara lain tidak ada yang melakukan? Bahkan yang saya dengar di saat Covid di Malaysia masih tinggi saat ini justeru negeri jiran itu mendapat tambahan 10.000 quota dari pemerintah Saudi Arabia. Ketiga, kalau alasannya karena pemerintah Indonesia belum diajak membicarakan/menanda tangani kontrak pelaksanan haji hingga kini, sehingga merasa waktu persiapan semakin mendesak juga bukan alasan yang kuat. Emangnya negara-negara lain semua Sudah diajak bicara dengan Saudi? Dan kalau sudah kenapa pemerintah Indonesia saja yang belum diajak? Selain itu kalaupun belum diajak bicara atau menandatangani kontrak pengelolaan haji dengan pihak Saudi, persiapan seharusnya tetap dilakukan. Toh memang itu tugas pemerintah (Depag/Dirjen Haji). Sehingga tidak harus menunggu hingga ada pembicaraan dengan pihak Saudi. Kalau benar bahwa hanya Indonesia yang belum diajak bicara atau menandatangani kontrak pemberangkatan Haji, ini dapat menguatkan kecurigaan jangan-jangan memang ada kewajiban administrasi yang belum diselesaikan oleh pihak Indonesia. Selain itu kita juga dengarkan adanya alasan syar’i (agama) yang disampaikan. Seolah pembatalan ini justified (sah) karena melindungi diri dari marabahaya itu lebih penting dari pelaksanaan ritual. Dalam hal ini “hifzul hayaah” (menjaga kehidupan) didahulukan dari “hifzud diin” (menjaga pelaksanaan agama). Argumentasi ini lemah dan dipertanyakan. Karena sekali kalau kekhawatiran itu ada di Saudi, Kenapa jamaah dari negara lain tidak masuk dalam kategori alasan syar’i ini? Saya agak terkejut dan kecewa ketika tampak MUI mendukung argumentasi ini. Intinya pembatalan ini sangat “insensible” (tidak sensitif). Tidak sensitif dengan perasaan jamaah, yang berharap akan berangkat tahun ini. Bahkan lebih dari itu terasa kurang sensitif dengan wibawa bangsa yang seolah dikesampingkan dalam perhelatan Umat yang paling global ini. Saya sebenarnya berharap bukan pembatalan yang dilakukan. Tapi pemerintah menunjukkan bahwa Indonesia itu punya suara, didengar, bahkan punya pemikiran-pemikiran dan kontribusi dalam pelaksanaan ibadah haji yang lebih nyaman dan aman. Ibadah Haji adalah ibadah yang menjadi simbolisasi tabiat global keumatan. Memberangkatkan jamaah, walau hanya dalam jumlah terbatas sesuai kapasitas yang yang diperbolehkan, menjadi simbol ikatan global Umat dan wihdah Islamiyah ini. Wallahu a’lam! Penulis adalah Imam Masjid Iskamic Center New York

Haji Yang Harus Terklarifikasi

By M Rizal Fadillah Bandung, FNN - Ibadah haji menjadi ibadah yang dinanti umat Islam apalagi yang telah mendaftar dan memenuhi jadwal porsi berangkat. Akan tetapi penyelenggaraan haji selalu bermasalah. Tahun ini seperti tahun lalu masalah pandemi menjadi kendala. Calon jamaah haji kita harus bisa mengendalikan keinginan dan harapan. Persoalan sabar tentu menjadi kewajiban imani dan yang terbaik menurut Allah adalah ketetapan takdir-Nya. Yang menjadi masalah adalah kepastian, kejujuran, dan keamanan yang bisa dijamin oleh penyelenggara yaitu Pemerintah. Pemerintah yang bingung tentu membingungkan. Isu yang berkembang adalah bahwa Saudi Arabia tidak memberi kuota kepada Indonesia tahun ini dengan alasan yang belum jelas. Hanya yang mengemuka adalah soal vaksin China Sinovac yang digunakan Indonesia belum tersertifikasi WHO. Hanya Pfizer, Moderna dan AstraZeneca yang lolos vaksin haji menurut Saudi. Ini persoalan berat karena Indonesia telah menyiapkan secara besar-besaran vaksin Sinovac China sedangkan AstraZeneca masih tergolong sedikit penggunaannya. Dalam tayangan wawancara ekonom Rizal Ramli menyebut bahwa masalah Indonesia dan Saudi soal haji bukan hanya vaksin tetapi juga menyangkut sejumlah tagihan yang belum terbayarkan. Untuk jamaah keresahan bertambah atas dana haji yang konon digunakan untuk pembangunan infrastruktur. DPR RI meminta Pemerintah serius menangani persoalan keberangkatan jamaah haji Indonesia tahun 2021 ini. Presiden Jokowi diminta turun tangan. Termasuk melobi Saudi. Rakyat, khususnya umat Islam butuh klarifikasi Pemerintah atas persoalan yang ada dengan sejelas-jelasnya. Jika tidak terklarifikasi, maka Pemerintah wajar disalahkan dan akan menanggung gugatan di kemudian hari. Atas kekecewaan ini desakan agar Menag Yaqut mundur juga sudah terdengar. Sekurangnya empat hal penting untuk diklarifikasi oleh Pemerintah, yaitu : Pertama, benarkah persoalan vaksin Sinovac menjadi satu-satunya alasan konon Indonesia tidak memperoleh kuota haji dari Pemerintah Saudi untuk saat ini ? Lalu solusi apa yang disiapkan demi menenangkan atau bila mampu, menjamin keberangkatan jamaah? Kedua, jika benar masih ada tunggakan pembayaran kepada Pemerintah Saudi maka berapa besaran dan untuk keperluan apa saja serta bagaimana hal ini bisa terjadi ? Lalu fungsi pengawasan DPR sejauh mana telah dilakukan untuk mencegah dan menyelesaikan masalah ini ? Ketiga, terhadap dana haji yang dipertanyakan pengalihan penggunaan untuk infrastruktur benarkah, berapa jumlah terpakai, apa dasar hukum, serta apa konsekuensi yang harus ditanggung jika terjadi wanprestasi atau kesulitan pengembalian ? Keempat, bagaimana Pemerintah menindak para buzzer atau pihak lain yang selalu menggemborkan sikap anti-Arab termasuk isu radikalisme yang dikaitkan dengan faham wahabisme sehingga menyinggung Pemerintah Saudi Arabia? Aspek formal vaksin tentu menjadi alasan logis, tetapi aspek lain termasuk geopolitik dan psikopolitik harus menjadi perhatian Pemerintah Indonesia, sebab jika hal ini diabaikan, maka sepanjang waktu calon jamaah haji Indonesia akan selalu resah dan dirugikan. Khidmah dari Pemerintah Saudi juga berpotensi untuk mengecewakan. Rakyat, khususnya umat Islam Indonesia saat ini menunggu klarifikasi secepatnya dari Pemerintahan Jokowi yang disampaikan secara jujur, jelas, dan bertanggungjawab. Penulis, Pemerhati Politik dan Keagamaan

Dimulai dari Palestina Dunia Diambang Perang Agama

Kebiadaban tentara zionis hampir sama dengan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok pembenci agama Islam di berbagai negara dunia lainnya, seperti di RR China, Myanmar, India, Filipina (dengan memerangi umat Islam di Moro). Muslim Uighur, di Xinxiang, Republik Rakyat China, ditangkap dan dibunuh oleh pasukan negara komunis tersebut. Jadi, jika terjadi Perang Dunia Ketiga, itu bukan perang salib, tetapi perang antara umat Islam melawan non-muslim dan komunis. Insya Allah dan atas rido-Nya, kami (ummat Islam) menang! Oleh Mangarahon Dongoran Jakarta, FNN - PENGHUJUNG Ramadhan 1422 Hijriyah yang lalu ditandai dengan aksi brutal tentara zionis Israel terhadap penduduk Palestina. Pasukan keamanan negara Yahudi itu mengusir penduduk Palestina yang sedang melaksanakan shalat di Masjid Al-Aqsa dengan menembakkan gas air mata. Jemaah yang sedang melaksanakan shalat, kocar-kacir, termasuk kaum hawa dan anak-anak. Sebagaimana bisa disaksikan pada video pemberitaan media internasional, dan media sosial yang beredar di masyarakat dunia, aksi brutal itu sungguh sangat biadab. Mereka masuk ke masjid dengan pakaian dan senjata lengkap, serta memakai sepatu laras. Padahal, masjid adalah tempat suci bagi ummat Islam. Ketika masuk masjid, alas kaki hanya boleh dipakai sampai batas suci. Brutal dan biadab. Pasukan keamanan negara penjajah itu terlihat menyeret jemaah, dan ada yang melemparkan gas air mata ke arah kerumunan jemaah. Jumlah korban luka pun bergelimpangan. Sedikitnya 700 orang jemaah menjadi korban luka berat dan luka ringan. Darah berceceran di lantai masjid. Wajah seorang wanita yang ditolong jemaah terlihat berlumuran darah. Pekikan takbir yang terdengar dari jamaah dibalas tentara Yahudi dengan aksi tembakan gas air mata, sambil mengejar dan menangkap beberapa jemaah. Aksi biadab pasukan Yahudi itu pun kemudian dibalas oleh pasukan Hamas, dengan mengirimkan roket ke wilayah Israel. Sedikitnya 3800 roket Ayyash ditembakkan oleh Brigade al-Qassam Hamas, dari Gaza ke wilayah Israel. Sebagian berhasil ditangkal sistem pertahanan udara Israel. Itu balasan yang harus dibayar mahal oleh negara penjajah itu. Ayyas adalah roket yang diambil dari nama Yahya Ayyash, salah satu operator terkemuka Hamas yang tewas tahun 1986. Roket tersebut diluncurkan ke Bandara Ramon, Israel, yang berjarak sekitat 250 Km dari Gaza. Dalam.aksi balas-membalas ini, 248 warga Palestina gugur, termasuk 66 anak-anak dan 39 wanita. Sebanyak 1.910 orang cedera. Di pihak zionis, roket-roket dari Gaza yang sebagian besar menargetkan wilayah Israel selatan, telah menewaskan 12 orang Yahudi, termasuk seorang anak dan seorang tentara. Lebih dari 560 orang luka-luka. Target roket.pejuang Hamas tidak semata menimbulkan korban tewas dan luka. Akan tetapi, target utama mereka adalah menimbulkan ketakutan penduduk Israel, termasuk tentaranya. Tujuan lainnya adalah tentara Israel yang dilengkapi persenjataan super modern, bukanlah militer yang harus ditakutkan. Walaupun korban di pihak Yahudi relatif lebih sedikit, tetapi setidaknya roket Hamas telah mampu membobol pertahanan negara penjajah itu. Padahal, sistem pertahanan udara Israel yang dilindungi Iron Dome, merupakan salah satu tercanggih di dunia, selain yang dimiliki Amerika, Rusia, Cina dan Prancis. Sedikitnya 15 lokasi di wilayah Israel menjadi sasaran roket Hamas, termasuk Tel Aviv. Tembakan roket itulah yang membuat pemimpin Israel murka. Mereka kemudian membalasnya dengan melakukan serangan udara membabi-buta. Selain itu, Israel mengerahkan 9000 tentara angkatan darat, termasuk tentara cadangan ke Jalur Gaza. Berbagai upaya meredakan ketegangan kedua belah pihak sudah dilakukan para pemimpin dunia, termasuk Persatuan Bangsa Bangsa (PBB). Sejumlah pemimpin dunia, terutama Uni Eropa menyerukan agar Palestina dan Israel sama-sama menahan diri, dan juga meminta dilakukan genjatan senjata. Sedangkan DK PBB merancang dikeluarkan seruan bersama, tetapi gagal karena ditentang Amerika Serikat, sekutu utama Israel. Akhirnya, setelah 11 hari peperangan, Hamas dan Israel sepakat melakukan gencatan senjata sejak Jumat, 21 Mei 2021. Gencatan senjata atas permintaan Israel yang berlindung di bawah permintaan dunia lewat PBB, terutama Amerika Serikat. Perang Agama Saling serang antara Israel dan Palestina bukan peristiwa pertama terjadi di bulan Ramadhan. Akan tetapi, peristiwa yang terjadi sekarang semakin memperlihatkan kekejaman Israel, karena menyerang jemaah yang sedang solat di Masjid al-Aqsha, masjid suci ketiga umat Islam paling bersejarah setelah Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi, Madinah. Kekejaman tentara Israel di arena masjid al-Aqsha telah menyulut emosi umat Islam di berbagai belahan dunia. Tidak hanya umat Islam, non muslim di negara lain, seperti di Jepang, Eropa dan Amerika Serikat pun turut memberikan dukungan kepada rakyat Palestina, lewat demo anti Israel/anti perang. Dukungan dan doa terhadap pejuang Palestina dikumandangkan di belahan dunia oleh ummat Islam, termasuk doa qunud nazilah. Tangisan anak-anak yang ditarik tentara Israel - dan kemudian dibawa menjadi tahanan - telah menyebabkan berurainya air mata kaum muslimin, terutama kaum ibu. Tidak ada yang bisa menghalangi tentara zionis membawa anak-anak itu, meski mereka.mencoba memberontak dan menangis sambil memanggil ibunya atau keluarganya. Sang ibu yang mencoba menghalangi, digertak, dipegang tentara zionis lainnya, dan bahkan ditendang serta diseret. Demikian juga kaum lelaki yang mencoba menolong anak-anak, selain ditendang dan diseret, juga ditodongkan senjata laras panjang. Kebiadaban tentara zionis hampir sama dengan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok pembenci agama Islam di berbagai negara dunia lainnya, seperti di RR China, Myanmar, India, Filipina (dengan memerangi umat Islam di Moro). Muslim Uighur, di Xinxiang, Republik Rakyat China, ditangkap dan dibunuh oleh pasukan negara komunis tersebut. Jadi, jika terjadi Perang Dunia Ketiga, itu bukan perang salib, tetapi perang antara umat Islam melawan non-muslim dan komunis. Insya Allah dan atas rido-Nya, kami (Islam) menang! Apa yang dilakukan aparat keamanan Cina telah menyebabkan 10.000 lebih kaum muslim Uighur hilang, termasuk anak-anak. Banyak yang mengungsi. Apa yang dilakukan pemerintah komunis China sangat biadab dan merupakan genoside. Banyak masjid yang dihancurkan, mushab Al-Quran dibakar. Muslim yang ditangkap dimasukkan ke kamp konsentrasi, yang menurut istilah pemerintah China dimasukkan ke tempat."pelatihan kerja." Sejak tahun 2014, sedikitnya 304 ulama dijebloskan ke penjara dan bukan ke jaringan kamp "pendidikan kembali." Mereka adalah bagian dari 630 imam Muslim dan pemimpin agama lain yang dipenjara tanpa alasan yang jelas. Mereka ditangkap hanya karena mengajarkan agama, menentang komunis yang tidak mengakui adanya Tuhan. Itu di Cina, negara komunis yang mencoba menghabisi umat Islam. Perlakuan biadab terhadap umat Islam juga terjadi di Myanmar. Militer negara tersebut juga turut membunuh kaum muslim. Sebelum dibunuh, mereka disiksa, wanita diperkosa oleh kelompok Budha teroris yang didukung okeh tentara dan polisi setempat. Rumah kaum muslim dibakar. Masjid-masjid dan madrasyah dihancurkan. Perlakuan yang sangat biadab yang dilakukan oleh pemeluk Budha terhadap kaum muslim. Di India, orang Hindu teroris juga membantai umat Islam. Mereka membunuh, memperkosa, menyiksa orang Islam. Pemerintah setempat seakan diam membisu atas perlakuan penganut Hindu yang dibekingi aparat keamanannya yang juga beragama Hindu membantai umat Islam, menghancurkan rumah penduduk, madrasyah dan masjid. Di Filipina, perlakuan ya hampir sama juga dirasakan kaum Muslim Moro. Meski mereka sudah mendapatkan otonomi wilayah, akan tetapi berbagai usaha memerangi kaum Muslim masih terjadi. Amerika Serikat dan sekutunya menyerang negara Islam, seperti Irak, Libya, Afghanistan atas nama memerangi senjata pembunuh massal (Irak), dan memerangi teroris (Libya dan Afghanistan). Perang tersebut hanya kepalsuan belaka. Negara tersebut hancur. Sebenarnya yang terjadi adalah Amerika dan sekutunya tidak mau Islam bangkit di negara tersebut. Mereka tidak mau negara tersebut menjadi kuat, sehingga harus dihancurkan. Selain itu, negara penjajah yang dipimpin oleh Kristen ingin menguasai sumber energinya. Ya, sebenarnya yang terjadi adalah Kristen memerangi Islam. Di Indonesia, kejahatan terhadap umat Islam juga dilakukan oleh non-muslim. Di Bali yang mayoritas penganut Hindu sempat terjadi pelarangan siswi memakai jilbab ke sekolah. Ustaz Abdul Somad mereka tolak berceramah, atas nama intoleran. Demikian juga di Nusa Tenggara Timur yang mayoritas Kristen. Sedangkan di Sulawesi Selatan, masyarakat yang dimotori pemuda Kristen radikal, menolak kehadiran Fahri Hamzah (sewaktu masih Wakil Ketua DPR). Di Kalimantan Barat, segelintir masyarakat Dayak yang didukung Teras Narang (Gubernur) menolak kehadiran sejumlah petinggi FPI (Front Pembela Islam) yang ingin berdakwah di Palangkaraya. Hal yang lebih menyakitkan lagi adalah ketika sebuah masjid di Papua dibakar oleh kaum Kristen yang diduga diprovokasi pendetanya. Ya menyedihkan dan menyakitkan adalah atas nama toleransi, pendeta malah dibawa ke Istana Presiden dan bertemu Joko Widodo. ** Penulis, Pemimpin Redaksi FNN.co.id.

Selamat Jalan Ustaz Zul Kepergianmu Penuh Tanda Husnul Khatimah

Nah, menurut Tengku Zulkarnain, belum satu jam meninggal dunia, mayatnya sudah mengeluarkan bau busuk. Warga ribut. Saat mau dimandikan, bau busuknya semakin menyenğat. Lama-lama warga tidak tahan dengan bau busuk yang bersumber dari mayat itu. Oleh Mangarahon Dongoran Jakarta, (FNN) - SENIN, 10 Mei 2021 sore, kabar duka itu datang dari Pekanbaru, Ibukota Provinsi Riau. Ustaz Tengku Zulkarnain berpulang ke Rahmatullah dengan tenang, setelah delapan hari berjuang melawan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang menyerangnya. Ia.masuk rumah sakit tanggal 2 Mei 2021, dan menghembuskan nafas terakhir bertepatan dengan tanggal 28 Ramadhan1442 Hijiriah. Sang ustaz yang sering dipanggil Abang itu meninggal dunia pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Berdasarkan kabar dari pihak rumah sakit, Ustaz Zul atau Bang Zul pergi dengan tenang menghadap Sang Khalik, sesaat azan Maghrib berkumandang di wilayah Pekanbaru. Berbagai tanda kemuliaan di saat kepergianmu Allah perlihatkan. Allah tunjukkan engkau adalah orang baik, kepergianmu adalah husnul khatimah. Meningal dunia dalam usia 57 tahun, Tengku Zulkarnain adalah putra Melayu, kelahiran Medan 14 Agustus 1963. Banyak kenangan yang akan dikenang umat, khususnya penggemar ceramahmu. Saat engkau di podium, ceramahmu berapi-api. Engkau bagaikan singa galak yang siap menerkam, bagaikan harimau Sumatera yang tidak mau kalah dengan musuh-musuh Islam. Maka, wajarlah Ustaz Abdul Somad menuliskan, "Engkau tiada takut pada siapa pun, kecuali takut hanya pada Allah." Berbagai kenangan itu juga yang saya coba ingat kembali, saat kita bertemu di Masjid Raya Al-Hakim, di Jalan HOS Tjokroaminoto, Jakarta Pusat, sebelum.masjid itu pindah ke lingkungan Taman Menteng yang lokasinya masih berdekatan. Sudah lama mengenalnya. Perjumpaan kita terputus, ketika saya pindah tugas ke Bandung tahun 2011. Perjumpaan saya terakhir, tahun 2019, seusai engkau mengisi ceramah di Masjid Raya Bintaro, yang berlokasi di Sektor V. Perjumpaan dan kenalan saya dengan Bang Zul, tidak lain karena posisi kantor Harian Umum Pikiran Rakyat Bandung Biro Jakarta yang berada di Jalan Indramayu Nomor 29 Menteng, Jakarta Pusat. Rumah yang dulu ditempeli tulisan Wisma Pikiran Rakyat itu, kini sudah dijual. Demikian juga Masjid Al-Hakim yang sejuk dengan AC-nya, yang awalnya berdiri pada dua rumah toko (ruko) dengan tiga lantai, kini kembali ke fungsi semula, menjadi area bisnis dan masjid dipindah ke sebuah sudut di Taman Menteng. Karena jarak kantor saya dan masjid itulah saya kenal dan sering berbincang dengan Bang Zul. Saya seringkali meminta nasihat agama, terutama setelah shalat Ashar atau Maghrib, jika dalam keadaan waktu memungkinkan. Jika bulan Ramadhan, Ustaz Zul akan mendapatkan jadwal kuliah tujuh menit (kultum) secara rutin. Saya termasuk yang "memelototi" jadwalnya, karena suka dengan ceramahnya yang terang-benderang, tanpa tedeng aling-aling, dan tanpa rasa takut. Mendengarkan almarhum berceramah, rasanya tidak membosankan. Dia merangkai kata demi kata yang indah dan tertata dengan bagus, layaknya orator yang mampu membangkitkan semangat pendengarnya. Ketika ceramah diiringi dengan bacaan Al Qur'an, ia mengalunkannya bagaikan qori yang membuat hati bergetar. Akan tetapi, di balik kemampuannya mengumandangkan Qalam Ilahi dengan suara merdu, ia juga mampu membawakan lagu-lagu agama (gambus dan qasidah) yang menyenangkan, sehingga suasana menjadi cair. Maklum, sebelum menjadi penceramah, ia senang bermain musik, dan gitar menjadi alat yang disukainya. Bang Zul. Saya mengenalmu sudah lama. Jauh sebelum engkau menjadi terkenal dan tersohor. Jauh sebelum engkau dicaci-maki oleh orang-orang bayaran atau buzzerRp, jauh sebelum engkau dihadang 'kaum' Iblis saat berkunjung untuk dakwah ke Kalimantan. Saya masih ingat banyak pesanmu, ketika saya perkenalkan sebagai wartawan. Abang bilang, tugas wartawan itu hampir sama dengan pendakwah. Juga ketika Abang jelaskan tentang zakat, terutama zakat fitrah dan zakat harta yang menurutmu, itu adalah daki dan kotoran dari harta yang dimiliki seseorang. Suatu ketika, dalam bulan Ramadan, sesuai shalat Ashar, saya ingat betul akan cerita yang Abang sampaikan tentang zakat itu. Intinya, "Jangan main-main dengan zakat, terutama para ustaz yang seringkali menjadi petugas zakat." Waktu itu Abang bercerita tentang ustaz yang menjadi petugas zakat di lingkungan tinggal di Medan. Ceritanya, di lingkungan masjid Abang tinggal sudah ada panitia zakat, tetapi si ustaz itu masih mendatangi warga, meminta zakat, dan yang zakat yang diterima/dibayar warga, tidak disampaikan ke panitia zakat. Banyak warga yang menyampaikannya ke Abang. Menurut cerita Zulkarnain, setelah mengetahui apa yang dilakukan ustaz itu, ia langsung menasihatinya. "Saya katakan, sudah ada panitia zakat, tidak boleh lagi menerima, meminta zakat ke warga. Kalaupun ada yang memberikan, sampaikan dan kumpulkan di panitia zakat. Tidak baik dan tidak boleh seorang ustaz menerima dan mengumpulkan zakat untuk kantong sendiri, karena sudah ada panitia zakat," demikian Bang Zul menceritakan kembali peristiwa yang terjadi di lingkungannya itu. Sang ustaz yang mendapatkan nasihat itu, bukan.mengakui kesalahannya. Ia malah berdalih melakukannya karena tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap. Mendengar hal itu, Bang Zul menasihati dengan mengatakan, "Dagang kau, di pasar!" Singkat cerita, tidak lama setelah ia menasihatinya, ustaz yang doyan zakat itu mati. Zulkarnain yang mendapatkan kabar itu pun bersedih dan mengucapkkan, "Innalillahi wainna ilaihi roji'un." Nah, menurut Tengku Zulkarnain, belum satu jam meninggal dunia, mayatnya sudah mengeluarkan bau busuk. Warga.ribut. Saat mau dimandikan, bau busuknya semakin menyenğat. Lama-lama warga tidak tahan dengan bau busuk yang bersumber dari mayat itu. Juga setelah dikafani dan dishalatkan, baunya semakin menjadi-jadi. Warga semakin ribut, dan mulai.mengaait-ngaitkan dengan kelakuan almarhum.yang semasa hidupnya sering memakan zakat yang bukan haknya. "Makanya, kalau menjadi petugas zakat, hati-hati. Apalagi yang menjadi petugas itu disebut ustaz, yang mestinya lebih tahu ilmu tentang zakat. Kalau sudah ada panitia zakat, walau pun orang menyerahkan zakat ke seorang ustaz di rumahnya, ya serahkan zakat itu ke panitia zakat yang sudah dibentuk. Mau yang menyerahkan zakat mengatakan, "buat ustaz atau tidak" tetap diserahkan ke panitia zakat. Sebab, sebagai petugas zakat, seorang ustaz sudah mendapatkan bagian zakat (sesuai asnabnya) ," katanya. Ya, begitulah sang ustaz yang tidak keberatan dipanggil Abang dan selalu berusaha menghindar jamaah mencium tangannya. Ustaz yang tidak pernah dipanggil kiai, meski level ilmunya sama dengan kiai. Kita kehilangan seorang ulama lurus, seorang guru yang patut digugu dan ditiru. Semua kehilanganmu. Engkau pergi di akhir bulan suci, dan pergi dalam keadaan syahid, karena meninggal akibat wabah corona dan dalam perjalanan dakwah dan syiar Islam. Selamat jalan ustaz, selamat jalan Bang Zul. Saya cemburu kepergianmu yang penuh dengan tanda husnul khatimah. *** Penulis, Pemimpin Redaksi FNN.co.id.

Ustad Tengku Zulkarnain: Bintang ILC Yang Cerdas dan Tegas

by Asyari Usman Medan, FNN - Selesai berbuka puasa darurat di satu tempat dan sholat magrib, saya melanjutkan perjalanan pulang ke rumah. Sekitar 15 menit berlalu, istri menelefon. "Abang di mana?” "Masih di jalan. Sudah dekat.” "Ada berita sedih Bang. Ustad Tengku Zulkarnain meninggal. Satu per satu dipanggil,” kata si istri yang kemudian terisak-isak sambil menutup telefon. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un!s Ustadz yang berdarah Tionghoa ini menghembuskan nafas terakhir tak lama setelah selesai azan magrib, Senin, 28 Ramadan 1442 (10 Mei 2021). Di RS Tabrani, Pekanbaru Wajar istri saya bersedih. Dia merasa kehilangan besar. Dia senang kalau Ustad Tengku (UT) tampil di ILC (Indonesia Lawyers Club). Berani. Argumentatif. Tegas dan lugas. Di ILC, UT selalu memberikan jawaban yang tak tak terbantah. Kadang membuat lawan terpojok. Beliau bisa menjaga diri untuk tetap ‘cool’ bila diserang lawan. Ustad Tengku adalah salah seorang dari sedikit ulama yang tidak berbelit-belit bila harus mencela kemunkaran dan kezaliman. Dengan gaya khas ‘anak Medan’, Ustad Tengku selalu bisa mematahkan lawan bicara yang membela kezaliman. Kalangan yang disebut “cebongers” dan para buzzer penguasa selalu kepanasan kalau Ustad Tengku merespon suatu peristiwa yang aneh, atau sesuatu yang penuh kejanggalan dan kesewenangan. Di medsos, khususnya Twitter, kicauan Ustad Tengku senantiasa memancing tanggapan yang hiruk-pikuk. Dari yang pro dan yang kontra. Kini, semua itu menjadi catatan sejarah perjuangan intelektualitas Ustad Zul. Dan, umat Islam kembali kehilangan ulama yang berilmu dan memiliki kemampuan luar biasa dalam beradu akal sehat.Selamat jalan Ustad Tengku. Semoga Allah memberikan ridho-Nya untuk semua ikhtiar Ente dalam memberikan pencerahan Dan juga untuk keberanian Ente mengatakan yang benar itu orang tahu, Ente orang baik-baik. Hari, jam, dan detik kepergianmu mengisyaratkan itu. Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.