EKONOMI
Menanti Muhammadiyah Bersuara soal Privatisasi Air di Jakarta
Oleh: Noor Fajar Asa | Kader Muhammadiyah DALAM Sidang Paripurna 8 September 2025, mayoritas fraksi DPRD DKI Jakarta menyetujui perubahan status PAM Jaya menjadi Perseroda. Keputusan itu membuka ruang lebih besar bagi logika bisnis dalam pengelolaan air, meski sejak awal air ditempatkan sebagai bagian dari hak asasi manusia. Di tengah posisi strategis Muhammadiyah dalam isu-isu pelayanan publik dan advokasi sosial, organisasinya belum terlihat hadir di ruang perdebatan ini. Hak atas air telah ditegaskan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Instrumen itu menempatkan negara sebagai penjamin akses air minum yang aman, terjangkau, non-diskriminatif, serta bebas dari gangguan. Hak tersebut juga mencakup partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan air. Pendekatan itu tidak mengenal ruang bagi komodifikasi yang menempatkan air sebagai barang privat. Karena itu, ketika negara mengalihkan sebagian penguasaan air kepada pihak swasta, timbul pertanyaan tentang kesetiaan pada prinsip hak asasi dan mandat konstitusi. Konstitusi Indonesia menyatakan bahwa bumi, air, dan seluruh kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ketentuan ini selaras dengan gagasan bahwa air adalah barang publik. Privatisasi menempatkan air dalam relasi pasar dan harga, bukan kebutuhan dasar yang harus dijamin. Jakarta memiliki sejarah panjang privatisasi air. Pada 1997, PAM Jaya menandatangani dua kontrak konsesi: Palyja untuk wilayah barat dan Thames PAM Jaya—yang kemudian menjadi Aetra—untuk wilayah timur. Setelah itu, keluarga miskin kota mengalami hambatan besar dalam mengakses air karena tidak memiliki sertifikat hak milik sebagai syarat sambungan. Mereka akhirnya membeli air dengan harga yang jauh lebih tinggi daripada tarif resmi. Kebijakan yang semula diklaim akan meningkatkan efisiensi berubah menjadi praktik eksklusi sistemik. Dampak privatisasi itu dapat dirasakan bahkan pada lingkungan yang dekat dengan jejaring Muhammadiyah. Warga yang menuju Kampus UHAMKA Pasar Rebo dari arah Kramat Jati akan melewati Gudang Air Pasar Rebo—penampungan air yang mulai beroperasi pada 1922. Bangunan bersejarah itu kini berada dalam pengelolaan Aetra. Lokasi tersebut menjadi pengingat bahwa infrastruktur air di Jakarta dibangun dengan orientasi pelayanan publik sejak era Batavia, sebelum berubah bentuk dalam skema kemitraan yang membuat banyak warga kesulitan mendapatkan air dengan harga wajar. Persetujuan DPRD DKI atas perubahan badan hukum PAM Jaya menjadi Perseroda, langsung mengarah pada kebijakan. Perseroda membuka kemungkinan ekspansi skema bisnis, dan bagi sebagian kalangan, keputusan itu menunjukkan abainya wakil rakyat terhadap penolakan publik yang telah disuarakan sejak lama. Pada momen ini, absennya suara ormas-ormas Islam—termasuk Muhammadiyah—menjadi tanda tanya. Muhammadiyah memiliki tradisi kuat dalam isu sosial kemasyarakatan. Organisasi ini mengelola sekolah, rumah sakit, dan kampus yang hadir untuk publik tanpa menempatkan pelayanan dasar sebagai komoditas. Karena itu, sikapnya terhadap privatisasi air memiliki bobot moral dan politik yang besar. Diamnya organisasi sebesar Muhammadiyah membuat ruang diskusi publik kehilangan salah satu penopang penting. Privatisasi air bukan isu teknis. Ia bersentuhan dengan hak hidup warga, terutama mereka yang paling rentan. Ketika air semakin tunduk pada logika pasar, risiko eksklusi kembali mengemuka. Jakarta telah mengalami itu sejak 1997, dan sejarah tersebut seharusnya menjadi rambu peringatan. Debat tentang air hari ini adalah debat tentang peran negara dalam memenuhi hak warganya. Muhammadiyah, dengan jejaring dan basis moralnya, memiliki posisi untuk turut mengarahkan diskusi. Publik menunggu apakah organisasi ini akan kembali hadir sebagai penyambung suara kelompok yang terdampak dan sebagai penegas bahwa air adalah hak, bukan komoditas. (*)
Menteri Lingkungan Hidup: Jangan Tertipu Iklan, Sumber Air Aqua Bukan dari Pegunungan
JAKARTA, FNN | MENTERI Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq secara terang-terangan mengakui sebagian besar produk air minum dalam kemasan di Indonesia selama ini berasal dari air tanah, bukan dari sumber air pegunungan. Hanif kemudian mengingatkan agar publik tidak mudah tertipu dengan label air pegunungan pada botol kemasan yang banyak beredar. \"Jadi Bapak jangan terpedaya oleh minuman-minuman yang ada di atas meja itu Pak. Belum ada satupun minuman kemasan yang menggunakan air permukaan secara sustainable untuk produknya. Hanya untuk pricingnya, iya,\" kata Hanif dalam acara Mindialogue CNBC Indonesia, dikutip Kamis. (13/11/2025). Dikatakan Hanif, pengambilan air tanah secara berlebihan oleh perusahaan air minum sangat berisiko terhadap ketersediaan sumber daya air dalam jangka panjang. \"Semisal kita perusahaan air minum, tanpa kita memperhatikan konservasi jangka panjang. Suatu ketika, maka suplai air kita akan terbatas. Saya enggak usah sebut namanya. Namanya air minum pegunungan. Tetapi yang digunakan air tanah,\" ujarnya. Sayangnya, air tanah sangat sulit untuk kembali, bahkan bisa dikatakan nyaris tidak dapat pulih. Laju rembesan air tanah hanya sekitar 100 cm per hari, sehingga pemulihannya membutuhkan proses yang cukup lama. \"Konsep konservasi sebagai investasi jangka panjang ini baru sebatas drama. Baru sebatas kemudian semacam mantra yang banyak disampaikan oleh perusahaan, belum kita implementasikan,\" kritik Hanif. Sementara itu, Danone Indonesia sebagai perusahaan produsen Aqua mengklaim sumber air Aqua berasal dari sumber air pegunungan yang terlindungi. \"Air AQUA berasal dari 19 sumber air pegunungan yang tersebar di seluruh Indonesia. Setiap sumber air dipilih melalui proses seleksi ketat yang melibatkan 9 kriteria ilmiah, 5 tahapan evaluasi, Minimal 1 tahun penelitian,\" demikian keterangan Danone, Kamis (23/4/2025).
Kehadiran Komut PLN di MoU Futura Energi Dipertanyakan
JAKARTA, FNN - Manajemen PT Futura Energi Global, Tbk. (FUTR) dinilai sukses mendongkrak harga saham. Emiten yang kini fokus pada pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di sektor Ketenagalistrikan itu tercatat membukukan laba yang signifikan, naik 444%. Dengan nilai Rp3,7 miliar hingga kuartal III 2025. Langkah FUTR melakukan MoU atau perjanjian kersajama dengan Zhejiang Energy PV-Tech Co., Ltd dan berencana membangun PLTS dengan kapasitas 130 MegaWatt (MW) di Bali dinilai Pengamat Kelistrikan Okky Setiawan Kamarga menunjukkan keseriusan emiten itu. Sayangnya, lanjut Okky, acara kerjasama dua pihak itu dihadiri Komisaris Utama (Komut) PLN Burhanuddin Abdullah. “Kehadiran bapak Burhanuddin Abdullah di acara tersebut tentu dipertanyakan. Dalam kapasitas apa, karena PLN tak ada kaitannya dengan kerjasama dua perusahaan swasta itu,” katanya. Okky menghawatirkan akan timbul kecurigaan investor maupun masyarakat. Terlebih, kehadiran Komisaris Utama PLN di acara mitra bisnis yang sedang terlibat dalam proyek besar berpotensi memunculkan persepsi konflik kepentingan. \"Otoritas seperti BEI, KPK, Kejaksaan memiliki kewenangan untuk meminta penjelasan memeriksa Komut PLN sehingga tidak menimbulkan persepsi kurang baik,” tegasnya. Hal itu dinilainya penting untuk menepis kecurigaan investor maupun masyarakat seolah kehadiran Komut PLN tersebut bertujuan untuk memberikan perlakuan istimewa kepada Futura Energi Global di luar prosedur bisnis yang wajar. Atau kecurigaan Komut PLN memiliki kepentingan pribadi dalam FUTR yang tidak diungkapkan. Karena jika ada kerjasama bisnis, lanjut Okky, lazimnya Direksi yang hadir, bukan komisaris. Karenanya, klarifikasi diperlukan agar ekosistem pasar modal terjaga dan investor terlindungi. “Jangan sampai ada kecurigaan sedang menggoreng saham saja,” urainya. Okky menilai, FUTR memiliki potensi besar terus bertumbuh di masa depan didukung komitmen pemerintah Presiden Prabowo Subianto menggenjot EBT. Meskipun, lanjut dia, proyek panas bumi FUTR di Gunung Slamet dan PLTS di Bali masih dalam tahap rencana. Sebelumnya, Direktur Utama FUTR Tonny Agus Mulyantono menjelaskan bahwa Ardhantara sebagai pengendali baru berencana mengembangkan bisnis perseroan di sektor energi, khususnya EBT. Hal itu sejalan dengan arah kebijakan energi nasional. “PT Aurora Dhana Nusantara (Ardhantara) sebagai pengendali baru Perseroan berencana akan lebih mengembangkan bisnis Perseroan dalam bidang energi, khususnya EBT,” ujar Tonny dalam keterbukaan informasi kepada BEI Selasa (7/10/2025). Sementara itu, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memastikan telah membentuk Tim Kerja, sebagai upaya untuk menangani saham-saham yang mengalami pergerakan tidak wajar alias saham gorengan di pasar saham Indonesia sebagai respons terhadap pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa beberapa waktu lalu. Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, menegaskan bahwa perlindungan terhadap investor tetap menjadi fokus utama. “Perlindungan investor menjadi prioritas kami,”tegasnya dalam RUPSLB BEI (29/10). Sebelumnya, Menkeu Purbaya meminta seluruh pemangku kepentingan pasar modal untuk memperbaiki perilaku transaksi, terutama praktik “menggoreng” saham. “Direktur bursa sering minta insentif, tapi saya bilang, insentif baru akan diberikan kalau perilaku investor sudah dibenahi. Kalau praktik goreng-gorengan sudah terkendali dan investor kecil terlindungi, baru insentif akan kami pertimbangkan,” ujar Purbaya saat menghadiri kegiatan di Menara BEI beberapa waktu lalu.
Okky Setiawan Minta Dirut PLN Diganti: Gara-Gara Utang, Pemadaman, dan Krisis Kepercayaan
JAKARTA, FNN - Kinerja PLN di tengah monopoli dan fasilitas negara justru diperhadapkan pada dua beban besar: utang senilai Rp711,2 triliun pada 2024 dan pemadaman berjam-jam yang menimpa konsumen. Saat ini muncul tekanan kuat bagi pemerintahan untuk mengganti Dirut PLN demi “penyegaran” manajemen. Perusahaan listrik milik negara ini menikmati hak monopoli distribusi listrik, juga mendapat akses ke fasilitas istimewa—penugasan subsidi pemerintah, penyertaan modal negara, dan regulasi khusus seperti domestic market obligation (DMO). Namun kenyataan keuangannya tak sejalan: data dari Center for Budget Analysis (CBA) menyebut total utang PLN melonjak dari sekitar Rp655 triliun pada 2023 menjadi Rp711,2 triliun pada 2024. Analisis CBA menunjukkan bahwa utang jangka pendek naik dari Rp143,1 triliun menjadi sekitar Rp172 triliun, sementara utang jangka panjang naik dari Rp511,8 triliun menjadi Rp539,1 triliun. Kenaikan utang yang signifikan ini memunculkan pertanyaan: bagaimana perusahaan yang mendapat berbagai kemudahan negara justru menghadapi “beban” keuangan yang cenderung melemahkan tata kelolanya? Pemadaman yang “Tak Seharusnya Terjadi Di luar angka keuangan, publik makin sensitif terhadap gangguan layanan. Contoh terbaru: sejak Senin (29/9/2025) sore hingga hingga Selasa malam, sebagian wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar mengalami pemadaman listrik yang berlangsung hingga sekitar 20 jam. PLN menyebut penyebab utamanya adalah gangguan pembangkit dan interkoneksi transmisi di Sumatra jalur Bireuen–Arun. Sementara itu, di Medan pada Selasa (30/9/2025) tercatat ada 14 lokasi yang mengalami pemadaman 5,5 jam dalam satu hari. Pengamat menilai bahwa dalam era di mana infrastruktur listrik seharusnya sudah “matang”, pemadaman tersebut menunjukkan lemahnya manajemen krisis dan kesiapan operasional perusahaan listrik negara. Desakan Ganti Dirut Meruncing Di tengah situasi ini, pengamat BUMN Okky Setiawan mendesak pemerintah mengganti Direktur Utama PLN. “Direktur telah menjabat lima tahun. Perlu diganti untuk penyegaran dan meningkatkan performa,” tegasnya dalam keterangan di Jakarta, Jumat (24/10/2025). Okky menunjuk kegagalan penanganan pemadaman dan utang mendekati triliunan rupiah sebagai indikator utama bahwa “manajemen lama” tak lagi efektif. Di parlemen, anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam juga menyuarakan kritik keras. Menurutnya, kondisi keuangan PLN mencerminkan “kegagalan manajemen”, apalagi perusahaan tersebut “monopoli dengan akses penuh fasilitas negara, tapi keuangannya babak-belur.” Kinerja Positif yang Tak Menutupi Kritik Di sisi lain, PLN membeber capaian operasional: penjualan listrik semester I 2025 sebesar 155,62 terawatt-hour (TWh) atau tumbuh 4,36 % YoY dibanding 149,11 TWh tahun 2024. Laba periode berjalan tercatat Rp6,64 triliun, naik 32,8 % dari Rp5 triliun tahun sebelumnya. Pendapatan per Juni 2025 sebesar Rp281,89 triliun, naik 7,57 % dibanding periode sama tahun lalu (Rp262,06 triliun). Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengucapkan apresiasi atas dukungan pemerintah dan menyebut sinergi lintas lembaga sebagai kunci pencapaian di tengah ketidakpastian global. Tapi data positif ini tak secara otomatis meredam keresahan publik yang melihat utang membengkak dan layanan tak stabil. Kendala Tata Kelola dan Tantangan Masa Depan Kondisi ini mencerminkan dua tantangan besar: manajemen risiko dan tata kelola perusahaan publik. Dalam laporan terbaru, PLN mencatat utang hingga Rp734,26 triliun per Juni 2025, namun rasio utang terhadap aset masih di bawah 50% — secara teknis “masih sehat”. Namun, angka “teknis sehat” tidak serta-merta menjawab dimensi kepercayaan publik dan kualitas layanan. Dalam konteks infrastruktur kritis seperti listrik, kegagalan operasional (pemadaman) dan keuangan (utang) saling berkaitan: pelayanan buruk bisa berdampak ekonomi luas, terlebih bagi usaha kecil yang bergantung pada listrik. Akhir Babak atau Titik Turnaround? Keputusan mengganti atau mempertahankan Dirut PLN bukan sekadar pilihan personal atau politik. Ini adalah cermin dari bagaimana negara mengelola aset strategis yang sangat terkait dengan kehidupan sehari-hari warga—listrik. Jika keputusan diambil untuk mendorong transparansi, efisiensi, dan pelayanan publik yang lebih baik, publik akan memandangnya sebagai langkah perubahan. Namun jika hanya sekadar “berganti manajemen” tanpa perbaikan sistemik, maka kritik akan semakin membesar. Seiring kebutuhan negara akan transformasi energi, pemerintahan harus memastikan bahwa perusahaan listrik negara tak hanya “berkinerja” secara angka, tetapi juga dipercaya secara publik. Karena pada akhirnya, listrik operasional dan utang yang terkendali tak cukup—kepercayaan warga yang harus dipulihkan. (DH)
Perusahaan Jepang Relive Wear Pasarkan Kaos Kesehatan di Indonesia
JAKARTA, FNN | Relive Wear sebuah perusahaan Jepang menjajaki pasar Indonesia dengan menawarkan produk pakaian jadi kesehatan. Untuk pasar Asia, menjadi pilihan pertama perusahaan ini untuk pasar Asia. \"Indonesia adalah negara dengan populasi terbesar ke-4 di dunia dan yang terbesar di Asia Tenggara,\" jelas Direktur Perwakilan Relive Co., Ltd., Takashi Sasaki, kepada pers di Jakarta, Rabu 16 April 2025. Richard Susilo, CEO Office Promosi Japan menambahkan, sejak diluncurkan produk kaos sehat di Jepang pada tahun 2017, seri Relive Wear telah terjual lebih dari 2,3 juta potong, dan akan naik sejalan dengan gencarnya perluas jaringan pemasaran. Relive Wear telah dipakai oleh banyak orang, termasuk lansia, pekerja fisik, pekerja perawatan, dan atlet. \"Kami percaya bahwa mengenakan pakaian fungsional dapat melancarkan sirkulasi darah dan membantu orang merasa lebih nyaman serta menjaga kondisi tubuh sehari-hari,\" katanya. Diharapkan kesuksesan juga bisa diraih di pasar Indonesia. Sasaki mengatakan harga kaos kesehatan ini untuk pasar Indonesia akan dijual dengan harga Rp1 juta per potong. \"Murah dibanding kaos jersey Timnas yang bisa mencapai Rp5 juta,\" ujarnya. Pasar Indonesia sangat menjanjikan bagi pebisnis pakaian sehat, karena masih banyak orang yang bekerja di sektor yang membutuhkan tenaga fisik besar, seperti pertanian, kehutanan, konstruksi, dan manufaktur. Hal ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat yang serius, seperti nyeri pinggang, pegal di bahu, dan kelelahan kronis yang terus menumpuk. Dengan memakai kaos ajaib, kaos kesehatan yang sudah memasyarakat bagi warga Jepang, akan dapat membantu meningkatkan produktivitas pekerja dan otomatis dapat meningkatkan pendapatannya. Produk kaos kesehatan, juga topi kesehatan ini, adalah satu-satunya di dunia. Perusahaan ini adalah pemegang paten atas produk tersebut. Basis Penting Di masa depan, kata Takashi Sasaki, Indonesia akan menjadi basis penting untuk ekspansi di Asia. \"Kami akan melanjutkan upaya dengan tujuan untuk berkontribusi kepada masyarakat Indonesia secara keseluruhan, termasuk sektor kesehatan, pendidikan, dan penciptaan lapangan kerja,\" ujarnya. Takashi Sasaki terlahir dengan kondisi tubuh yang lemah sejak kecil dan dipaksa pensiun setelah bekerja. Pada usia 55 tahun Sasaki memutuskan menjadikan \'cara untuk sembuh\' sebagai kariernya. Terinspirasi oleh seni bela diri Tiongkok, ia mengembangkan Relive Wear bertujuan untuk berkontribusi pada kesehatan global. (DH)
Selamat Tinggal Kolonialisme Keuangan Indonesia
by Salamuddin Daeng/Pengamat Ekonomi MEMANG tidak mudah untuk memahami semua langkah Presiden Prabowo. Langkahnya menjebol lorong dan jalan sempit. Tabrak sana tabrak sini masuk. Setelah itu masuk, dan ok gas dan ok gas. Intinya adalah bagaimana tujuan strategisnya memimpin negeri ini tercapai. Sampai-sampai ada yang menilai kalau Prabowo telah melanggar peraturan peundang-perundangan yang ada. Sayangnya, mereka yang menilai Presiden Prabowo melanggar peratutan itu tidak juga paham sejarah undang-undang dibuat. Terutama undang-undang yang dibuat setelah reformasi. Semua aturan yang di setelah rezim Orde Baru jatuh memiliki watak, sifat, karakter sebagai neo kolonialisme (nekolim) dan imperialisme baru. Zaman reformasi adalah era keemasan nekolim dan pasar bebas. Pikiran sebagian besar orang saat ini membayangkan seakan aiakan UUD 1945 yang dibuat saat kemerdekaan Indonesia, dan segenap undang-undang hasil perjuangan bangsa Indonesia masih berlaku. Masih menjiwai dan menjadi dasar dari seluruh peraturan perundangan-undangan yang berlaku sekarang ini. Padahal faktanya tidak. Dalam hal amandemen UUD 1945 dan pembuatan undang-undang di masa reformasi 98, semuanya dibiayai oleh rezim internasional. Mereka beropreasi melalui operator-operator di Indonesia. Atas nama reformasi, semua undang-undang yang menjadi ruh dan pondasi pendirian bangsa diobrak-abrik. Bikin undang-undang yang memposisikan Indonesia selalu tergantung kepada asing atas nama pasar bebas. Demikian juga pejabat-pejabat yang diangkat di lembaga-lembaga paling strategis. Semuanya adalah para pejabat yang sejalan dengan pemikiran antek-atek nekolim. Walaupun di dalam hati dan pikiran para pejabat itu masih ada tersisa UUD 1945 asli dan semangat kemerdekaan. Namun mereka haruslah tetap mengikuti semua regulasi nekolim yang berlaku di negara ini. Kondisi ini ditambah lagi dengan kenyataan bahwa para pejabat dan banyak intelektual kita memang lulusan sekolah para nekolim. Akibatnya, begitu leluasa mereka dalam membuat undang-undang yang sesuai dengan keinginan nekolim. Hasilnya, Indonesia menjadi negara jajahan model baru untuk nekolim. Sumberdaya alam dirampok sesuka hati. Didukung dengan sistem mineter dan fiskal yang dikendalikan nekolim. Lalu dari mana Presiden Prabowo haris melakukan pembenahan? Tentu saja dimulai dari puncak menara ekonomi. Dimulai dari puncak masalah-masalah ekonomi. Apa saja itu? Jawabannya masalah kedaulatan keuangan. Bahasa sederhana itu karena uang mengatur segalanya. Orang dari Sumatera Utara bilang “hepeng do mangatur persoalan au”. Untuk level negara anak medan bilang “hapeng do mangatur negara on”. Uang yang dapat mengatur pejabat mengatur orang. Namun lebih dari sekadar uang, keuangan mengatur negara. Keuangan juga dapat membubarkan fungsi-fungsi negara. Orang boleh memegang uang. Namun permainan terhadap nilai uang, bukan di tangan negaranya. Apalagi di tangannya tidak pernah ada kewenangan. Perubahan sedikit saja sistem keuangan, dapat membubarkan negara beserta fungsinya. Wajar kalau Prabowo memulai pembenahan itu puncak yakni keuangan. Sebagai pertanda dan isyarat kalau Prabowo paham dengan kondisi kekulutan keuangan yang ada. Serangkaian kebijakan Presiden Prabowo menjebol dinding kebiasaan dari lama antek-antek nekolim. Kebijakan tabrak masuk, pada level tertinggi diambil Presiden Prabowo. Dimulai dari menjebol rezim fiskal dengan pemotongan anggaran 10%. Kemudian akan ditingkatkan lagi menjadi 30%. Kebijakan ini didasarkan atas asumsi utama yakni bocor dan praktek utama ijon APBN di depan sebelum disahkan di DPR. Keiasaan ijon APBN di depan ini berhasil dilakukan para politisi, yang bekerja sama dengan oligarki kelas atas yang menjadi koordinator. APBN adalah bancakan utama para kapitalis kelas atas Indonesia. Proyek-proyek APBN dijadikan makanan tahunan mereka. Makanya walaupun APBN bocor, APBN jebol. Namun APBN terus saja dengan deficit yang sengaja dikendalikan. APBN terus ditopang utang dan pembiayaan. Lalu Presiden Prabowo membuat Danantara. Antek-antek kapitalis dan nekolim kaget. Danantara ini adalah kebijakan rekonsentrasi untuk melawan dekonsentrasi selama reformasi. Dari atas atau puncak Danantara, presiden melihat bagaimana uang dari modal nasional Indonesia mengalir ke mana saja? Mengalir ke taipan mana? Uang lari ke luar negeri berapa? Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia sekarang ini adalah yang tertinggi diantara negara-negara ASEAN. ICOR sebagai gambaran bahwa tingkat pengembalian modal di Indonesia paling rendah di ASEAN. Membuat investor enggam investasi di Indonesia. Semua ini karena lini keuangan itu bocor dijebol oligarki kapitalis. Mereka tidak pernah puas dengan kehancuran yang telah dibuat kepada keuangan negara. Kebijakan Presiden Prabowo yang paling mengagetkan, dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh siapapun adalah memberlakukan pembatasan lalu lintas devisa. Tentu saja semua orang kaget. Lalulintas devisa adalah jantung bekerjanya sistem ekonomi kapitalis nekolim di Indonesia sekarang. Tanpa ada lalulintas devisa yang bebas, sistem ekonomi nekolim dan kapitalis menjadi lumpuh. Ada undang-undang sistem devisa bebas yang tidak pernah disentuh oleh siapapun. Selama lebih dari 25 tahun terakhir rezim devisa bebas begitu digjaya, kuat dan leluasa. Melawan indahnya lalulintas rezim devisa bebas, itu sama dengan menabrak tembok yang tebal dari baja dan besi. Nyatanya sekarang Prabowo tabrak masuk dinding yang keras itu. Tabrak, oke tancap gas dan jalan. Prabowo menggunakan seribu taktik. Undang-udang sistem lalu lintas devisa bebas memang tidak dibatalkan. Pemerintah Prabowo hanya memberlakukan sistem devisa bebas terbatas tertentu. Pemerintah membatasi lalulintas devisa menyangkut sumber daya alam dalam jangka waktu tertentu. Sumberdaya alam itulah ekonomi Indonesia yang sebenarnya. Sumberdaya alam itulah penopang ekonomi Indonesia. Komoditas sumberdaya alamlah yang membuat oligarki Indonesia kaya raya, dan super sugih sampai lebih tujuh turunan. Walaupun dalam kenyataannya negara dan bangsa Indonesia masih tetap kere keriting. Sayangnya, Presiden Prabowo paham permainan mereka salama ini. Sebagai Presiden, Prabowo telah mengunci mereka dengan kuncian “Habib Nurmagomedov”. Nekolim kaget kalau sudah dikunci, karena Praboeo paham permainan mereka.
Siapa Pasukan Pemukul Presiden Prabowo?
by Salamuddin Daeng/Pengamat Ekonomi DUNIA saat ini berubah dengan cepat. Namun Presiden Prabowo Subianto telah mengambil langkah yang lebih cepat lagi. Langkahnya sama sekali tidak terduga-duga oleh para menterinya. Sebagian besar anak buahnya tidak mengerti apa yang dilakukan oleh Prabowo. Ada yang mencoba menjelaskan, namun dengan tatapan mata yang kosong seperti Sri Mulyani. Tidak paham yang dimaui Presiden apa? Sebagian yang lain mencoba memberikan pemahaman. Sayangnya yang disampaikan itu salah. Misalnya, penjelasan yang disampikan terkait dengan Danantara. Ada lagi yang mecoba memanifestasikan kebijakan Presiden Prabowo seperti launching Bank Emas. Namun penjelasan yang sangat memalukan dan konyol. Dikira Bank Emas itu seperti perusahaan pegadaian. Sungguh benar-benar menyedihkan, karena pembantu presiden gagal paham. Dunia kini tengah menyaksikan action Presiden Amerika Serikat Donal Trump yang membuat berbagai kebijakan kontoversial. Trump memotong anggaran pemerintahnya. Termasuk memangkas berbagai bantuan luar negeri. Trump juga keluar dari berbagai kesepakatan perdagangan bebas. Langkah berikutnya, Trump memberlakukan tarif besar besar-besaran kepada negara yang menjadi pesaingnya. Donal Trump dengan gagah dan bangga membuat berbagai kebijakan yang mengubah haluan Amerika menuju proteksionisme. Trump tidak peduli dengan tanggapan dari negara lain. Tujuannya untuk menjaga dan menyelamatkan kepentingan nasional Amerika. Untuk itu, Amerika Serikat menjalankan proteksionisme secara terbuka dan telanjang. Tanpa tendeng aling-aling. Dunia dibuat tersentak kaget. Hampir mirip dengan Trump di Indonesia. Namun lebih tinggi dari yang dilakukan Donald Trump. Presiden Prabowo melakukukan gerakan banting setir. Benar-benar mengubah rute ekonomi Indonesia. Membuat kebijakan yang paling mendasar yang tidak pernah dilakukan sepanjang sejarah reformasi Indonesia. Jika dilihat dari level kebijakan ekonomi, maka yang dilakukan Presiden Prabowo hari ini adalah Top of The Top Level. Benar-benar mengagetkan. Banyak pihak yang dibuat terperanga dan tekaget-kaget antara percaya dan tidak. Para pengikutnya yang tidak paham, pasti langsung merinding dan asam lambunya naik. Penyebabnya, banyak bohir-bohir mereka yang lama bakal terkena dampak kebijakan Presiden Prabowo. Rezim devisa yang menjadi kebanggan pamain uang kotor dibuat tidak bisa berkutik. Sebuah kebijakan yang tidak pernah terbayangkan berani dilakukan oleh pemeritah negara Republik Indonesia sejak merdeka. Selama ini Indonesia tersandera oleh rezim devisa bebas. Ketika Prabowo menghentikan rezim devisa bebas, maka berhentilah semua agenda neoliberalisme di Indonesia. Otomatis berhenti juga kebiasaan lama menikamti liberalsiasi keuangan dan liberalsiasi perdagangan di Indonesia. Kebiasaan pencurian dan penggarongan sumber daya alam Indonesia akan terhenti. Berhenti pula berbagai korupsi dalam perdagangan bebas yang selama ini membuat Indonesia kere. Rezim devisa bebas merupakan alat beroperasinya seluruh perampokan sumber daya alam Indonesia. Menjadi alat utama beroperasinya seluruh praktek pencucian uang di negeri ini. Selain itu, sebagai sarana yang paling penting untuk oligarki menghindari kewajiban pajak dan kewajiban keuangan kepada Indonesia. Pantas saja Presiden Prabowo mengatakan bahwa dirinya siap mati menghadapi para koruptor. Rupa-rupanya mereka rezim devisa bebas inilah yang dimaksud. Para bandit yang selama ini sangat berkuasa dan powerfull mengatur ekonomi Indonesia. Beraksi dengan leluasa tanpa ada yang bisa mencegah meraka. Namun kali jadi ayam sayur. Kebijakan berikutnya yang juga berada pada level kedua bidang ekonomi adalah dideklarasikannya Danantara. Sebuah lembaga untuk mengonsentrasikan sumber daya keuangan Indoensia yang terpragmentasi. Selama ini dibelah-belah oleh para oligarki Indonesia supaya gampang dicoleng. Danantara akan melawan ketergantungan negara kepada para bandit keuangan dan modal asing. Lembaga pembiayaan seperti Danantrara adalah pernyataan sikap Presiden Prabowo. Mengumumkan kepada dunia bahwa ekonomi Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Prabowo tidak akan bergantung kepada siapapun. Tidak bergantung pada uang dan pasar uang para oligarki. Tidak juga bergantung pada modal asing. Nah, Rosan Rorlani harus mengerti dan paham pesan ini. Jangan sampai bingung dan gagal paham. Selama ini mereka para oligarki menjatah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sengaja mendesain APBN paket hemat. APBN sengaja dibuat kecil, agar ekonomi Indonesia terus menghiba kepada para bandit keuangan dan bandit sumber daya alam. Para bandit ini berkolaborasi dengan para pengambil keputusan di bidang moneter dan keuangan. Targetnya membuat APBN dengan paket hemat. Bayangkan saja. Daya keruk oligarki terhadap sumberdaya alam yang naik berkali-kali lipat. Sumberdaya alam yang diekspor ke luar negeri mendapatkan segudang dollar. Sayangnya, setoran mereka kepada APBN tetap seupil. Tidak berubah dan bertambah dalam satu dekade terakhir. Mengapa demikian? Semua itu berkat bantuan dari para penguasa moneter dan para penguasa pajak Indonesia. Danantara adalah kekauatan ekonomi besar yang baru. Gabungan kekuatan moneter dan fiskal yang akan menghentikan para bandit keuangan dan bandit sumber daya alam ini. Danantara memang pada ujungnya akan lebih besar dari APBN Indonesia selama ini. Lebih besar daya dobraknya dari otoritas moneter manapun di Indonesia. Kebijakan ketiga adalah Prabowo memotong anggaran negara atas nama \"efisensi\". Tidak ada yang menyangka kebijakan ini berani diambil Presiden Prabowo. Selama ini ekomomi dipaksa berada dalam keyakinan bahwa APBN harus selalu defisit. Kalua tidak defisit, maka target pertumbuhan ekonomi tidak dapat diraih. APBN harus bergantung pada pembiayaan tambahan dari luar pajak, yaitu utang utang dan utang. Tanpa pembiayaan utang, maka ekonomi tidak dapat tumbuh. Semua logika pembenaran agar APBN tetap bikin utang dibangun. Tujuannya, agar pemerintah terus mengambil utang jumbo. Kalau bikin utang, maka para makelar utang dan makelar proyek APBN bernyanyi dengan judul lagu ‘’disini senang disana senang’’. Sekarang sori ye, sori ye kata Presden Prabowo. APBN yang sudah diijon oleh para makelar proyek dan makelar utang di APBN dibuat tidak berkutiik. Para makelar ijon APBN yang dananya telah dipotong di awal, mendadak banyak yang mengalami vertigo. Para politisi dan makelar sebentar lagi berhadapan dengan para penagih utang. Akan ditagih uang yang sudah diijonkan untuk APBN. Kapan proyek APBN yang sudah diijon itu mereka dapat. Apalagi Prabowo telah mengehentikan semua praktek ijon APBN. Langkah efisiensi akan terus dilakukan sampai lima tahun ke depan untuk memotong kebiasaan ijon proyek APBN. Para ekonomi dan pengamat yang jernih tahu kalau semua kebijakan Presiden Prabowo akan menghempaskan para oligarki dari puncak dominasi mereka selama ini. Semua orang juga tau bahwa kebanyakan penyelengara negara kita telah hidup dalam pemahaman yang sama bahwa ekonomi Indonesia adalah pasar bebas. Kekuatan ekonomi adalah pajak dan utang. Sementara stabilitas ekonomi adalah nilai tukar. Semua instumen yang nyata-nyata adalah persepsi, dipandang sebagai kenyataan. Anehnya, dipaksa untuk harus diikuti. Untuk merealisasikan persepsi itu, maka harus ciptakan utang uatang dan utang di APBN. Sekarang mereka melihat Presiden Prabowo dengan tatapan mata yang kosong. Perasaan mereka hancur seperti hancurnya para bohir oligarki. Para pejabat meneter dan keuangan Indonesia terperanga antara percaya dan tidak kepada Presdein Prabowo. Baru sadar kalau Presiden Prabowo paham dan khatam tenta masalah moneter dan fiskal. Menghadapi situasi ini, Presiden Prabowo harus membuat pasukan yang kuat menghadapi dewa linglung ini. Bukan saja para oligarki yang linglung. Penguasa moneter dan fiskal sudah merasa aman dan nyaman selama ini juga lingling. Untuk itu, Presiden Prabowo perlu dan segera siapkan pasukan pemukul, sekaligus pasukan untuk bertahan. Para dewa moneter, fiskal dan sumberdaya alam sekarang memang linglung. Namun mereka juga bakal menyiapkan serangan balik dadakan.
Operasionalisasi BPI Danantara tanpa Audit BPK dan Pengawasan KPK Berpotensi Jebak Presiden Prabowo
Jakarta | FNN - Sejak isu rancangan pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), hingga diresmikan peluncurannya oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin 4 Februari 2025 menuai polemik. Circle polemik lebih berpusar pada penyingkiran posisi BPK selaku lembaga tinggi auditor keuangan negara, juga KPK selalu lembaga hukum pengawas penyelewengan keuangan negara, dalam sistem, mekanisme dan operasionalisasi BPI Danantara. Ketua Umum Asosiasi Pedagang dan Tanaman Pangan dan Holtikultura Indonesia (APT2PHI) Rahman Sabon Nama mengatakan, penyingkiran atau tidak menyertakan BPK dan KPK dalam operasionalisasi Danantara menimbulkan pertanyaan serius. “Danantara itu merupakan sebuah lembaga pengelola keuangan dibentuk berdasarkan RUU perubahan UU No.19 tahun 2003 tentang BUMN. Nilai aset yang dikelola dari superholding BUMN sebesar US$ 900 Miliar. Pertanyaannya, apa motifnya dan agendanya tidak menyertakan BPK untuk mengaudit dan KPK untuk mengawasi ribuan triliunan uang negara itu,” kata Rahman, Rabu (26/2/2025). Alumnus Lemhanas RI ini membeberkan bahwa dirinya cukup banyak mendapat pertanyaan dari beberapa kolega purnawiran TNI dan beberapa ulama perihal penyingkiran BPK dan KPK dari sistim dan mekanisme pelaksanaan BPI Danantara. Para koleganya, kata Rahman, dirundung sangsi, jangan-jangan badan ini (Danantara) menjadi instrumen tempat mengelola pencucian uang dari hasil kejahatan Judol, tambang ilegal, hasil korupsi dan perdagangan obat terlarang. “Normal saja kerangsian ataupun kecurigaan itu sebagai pendapat publik, bukan tuduhan. Karena Danantara hanya bisa diaudit apabila ada permintaan dari DPR untuk melaksanakan fungsi pengawasannya. Dan, untuk dapat mengaudit keuangannya, pun hanya bisa dilakukan oleh akuntan publik yang bekerja bila dibayar.” jelas Rahman. Hal itu, imbuh dia, idem foto dengan mengamputasi BPK dalam tugas dan fungsinya selaku lembaga tinggi negara yang diamanati UUD 1945 untuk memeriksa setiap rupiah uang negara atau uang rakyat yang dikelola sebuah badan keuangan negara. Atas dasar itu, Ketua Umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) ini, memandang perlu mingingatkan sebagai masukan, khususnya kepada Presiden Prabowo Subianto, agar betul-eksta hati-hati. “Jangan sampai amputasi BPK dan KPK dari sistem operasionalisasi Danantara merupakan sekenario jebakan untuk menjatuhkan Prabowo di tengah letupan-letupan hujatan yang mengarah pada beliau,” kata Rahman. Dia berujar bahwa kendati Danantara tidak akan diperiksa BPK dan KPK bukan berarti badan ini kebal hukum, jika dalam pelaksanaan operasional ditemukan menyalahi konstitusi dan tindak pidana. “Proses hukum oleh KPK tetap akan berjalan sebagaimana lazimnya,” tuturnya. Dijelaskannya lebih jauh bahwa tugas BPK sebagai lembaga tinggi negara sesuai amanat UUD 1945 menjadi kian penting dan strategis. Sebab, salah satu penyebab keterpurukan bangsa dan negara yang menyumbang tingginya kemisminan rakyat saat ini, lantaran lemahnya pemeriksaan keuangan negara. Apabila kewenangan BPK teramputasi dari Dananatara maka menurut Rahman, bukan tak mungkin akan terjadi penyalahgunaan, penyimpangan dan pembocoran keuangan negara semakin tidak dapat dicegah, bahkan tumbuh subur, tidak dapat diatasi. Oleh karena itu Wareng V Adipati Kapitan Lingga Ratuloli dari Kerajaan Sunda Kecil Adonara ini menyarakan, agar Presiden Prabowo memberi kewenangan kepada BPK selaku auditor negara, bebas dari pengaruh kekuasaan dalam operasionalisasi Danantara. Dengan begitu, kata Rahman, Danantara dapat melenggang bersih dan baik tanpa kecurigaan publik dan polemik. “Di titik ini BPI Danantara dapat hadir membawa energi baru bagi meningkatkan dan kesehatan keuangan negara untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang kerapkali dinarasikan Presiden Prabowo di pelbagai mimbar pidatonya,” pungkas pria asal Pulau Adonara NTT itu. (*).
Danantara: Bayi Tajir dengan Aset Rp10.000 Triliun
Danantara juga memiliki kewenangan untuk mengelola dividen BUMN yang sebelumnya disetorkan ke kas negara. Oleh: Miftah H. Yusufpati | Jurnalis FNN BADAN Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara benar-benar fenomenal. Badan yang baru lahir itu sudah harus mengelola aset BUMN yang nilainya 10.000 triliun rupiah. Merujuk salinan draft RUU BUMN yang dibahas pemerintah bersama DPR pada Januari, ketentuan lebih rinci mengenai pengelolaan Danantara diatur dalam BAB 1C pasal 3 D sampai dengan 3 Z. “Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, selanjutnya disebut Badan adalah lembaga yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengelolaan BUMN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini,” demikian bunyi Pasal 1 poin 23 seperti tertulis dalam dokumen draft RUU BUMN. Merujuk draft revisi yang telah disepakati DPR dalam rapat kerja bersama pemerintah, disebutkan bahwa Danantara nantinya akan mendapat limpahan tugas dan wewenang pengelolaan BUMN dari menteri. Dalam pelaksanaan tugasnya, Badan Pengelola Investasi Danantara bertanggung jawab kepada Presiden. Adapun ayat pasal 3D ayat (4) menyatakan bahwa Danantara nantinya akan diawasi oleh Menteri dan melaporkan kepada Presiden. “Dalam rangka memastikan kontribusi dividen untuk pengelolaan investasi, Menteri dapat menempatkan perwakilannya di Badan,” demikian bunyi ayat (5) pasal 3D. Kehadiran lembaga baru ini diharapkan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi, dengan mengoptimalisasi pengelolaan dividen dan investasi di perusahaan negara. Secara spesifik, dalam melaksanakan tugas, Danantara memiliki 6 poin kewenangan besar. Pertama, mengelola dividen holding investasi, holding operasonal dan BUMN. Kedua, menyetujui penambahan dan atau pengurangan penyertaan modal pada BUMN yang bersumber dari pengelolaan dividen. Ketiga, menyetujui restrukturisasi BUMN termasuk penggabungan, peleburan, pengambilan dan pemisahan. Keempat, membentuk holding investasi, holding operasional dan BUMN. Kelima, menyetujui usulan hapus buku dan atau hapus tagih atas aset BUMN yang diusulkan oleh holding investasi atau holding operasional. Keenam, mengesahkan dan mengkonsultasikan kepada DPR RI atas rencana kerja dan anggaran perusahaan holding investasi dan holding operasional. Ketua Komisi VI DPR RI, Anggia Ermarini, menyatakan bahwa pembentukan Danantara bertujuan untuk meningkatkan tata kelola BUMN agar lebih optimal. Nantinya, Danantara akan mengelola seluruh perusahaan milik negara, termasuk tujuh BUMN besar, yaitu Pertamina, Mind ID, PLN, Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, dan Telkom Indonesia. Maknanya, BPI Danantara secara resmi menjadi pengendali dan pengelola BUMN di Indonesia dengan total aset yang mencapai Rp10.000 triliun. Danantara juga memiliki kewenangan untuk mengelola dividen BUMN yang sebelumnya disetorkan ke kas negara. Tahun ini, pemerintah memproyeksikan dividen BUMN mencapai Rp90 triliun. Di sisi lain, pemerintah juga akan memberikan suntikan modal minimal Rp1.000 triliun kepada Danantara. Toto Pranoto menilai bahwa koordinasi yang baik antara Kementerian BUMN dan Danantara diperlukan untuk menyukseskan operasional super holding BUMN ini. Ia menyarankan agar pemerintah mencontoh model pengelolaan perusahaan milik negara di Tiongkok. “Ini bisa menjadi acuan dalam mengkapitalisasi BUMN agar semakin besar di masa depan. Diperlukan kerja sama antara perusahaan milik negara (SOEs) dan perusahaan swasta (POE) guna meningkatkan potensi ekonomi nasional,” katanya. Toto juga menyoroti dua aspek utama dalam memulai operasional Danantara. Pertama, pemetaan pembentukan holding BUMN berdasarkan tingkat kesehatan usaha masing-masing perusahaan. Kedua, pemilihan sektor prioritas bagi holding investasi guna mengoptimalkan pengelolaan aset serta menghasilkan keuntungan yang maksimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pengamat BUMN, Herry Gunawan, menambahkan bahwa Danantara idealnya dapat berkembang sebesar Temasek di Singapura atau Khazanah Nasional di Malaysia. Namun, ia menekankan perlunya kejelasan mengenai bentuk aset Danantara, apakah berupa kas dan setara kas atau dalam bentuk aset lainnya. “Jika hanya mengandalkan tujuh BUMN, total kas dan setara kasnya di bawah Rp900 triliun. Dana ini akan menjadi modal awal investasi dan operasional,” ujarnya. Ia juga menyarankan agar Danantara tidak berinvestasi sendiri, melainkan berperan sebagai katalisator yang menarik investasi. Penasihat Khusus Presiden, Bambang Brodjonegoro, menegaskan bahwa pembentukan Danantara tidak hanya bertujuan sebagai super holding BUMN, tetapi juga sebagai instrumen leverage dalam investasi yang lebih agresif untuk proyek-proyek di Indonesia. “Hal ini diharapkan dapat menarik minat investasi dari dalam maupun luar negeri,” tandasnya. Berkaca pada INA Penasihat Khusus Presiden Bambang Brodjonegoro menekankan bahwa pembentukan Danantara tidak hanya bertujuan menjadikannya sebagai superholding BUMN. Melainkan juga sebagai alat untuk melakukan leverage dalam investasi yang lebih agresif untuk proyek-proyek di Indonesia. Bambang bercerita, pada saat dirinya bekerja di Bappenas, ia bersama timnya sering melakukan roadshow ke luar negara untuk mencari potensi pembiayaan dari long-term funding, terutama dari dana pensiun dan asuransi. Ia menyoroti bahwa dana pensiun dan asuransi yang dikelola oleh lembaga-lembaga luar negeri banyak diinvestasikan pada infrastruktur di berbagai negara. “Karena dana pensiun dan asuransi itu banyak dananya yang dikelola oleh lembaga-lembaga pengelolaan di luar, dan investasi di infrastruktur di berbagai negara,” ujar Bambang dalam acara Starting Year Forum 2025, Selasa (4/2). Ia mencontohkan pengalamannya saat berkunjung ke Australia, yang memiliki Superannuation Fund terbesar di dunia. Saat bertanya kepada pengelola dana tersebut mengenai infrastruktur, mereka mengungkapkan bahwa mereka telah berinvestasi di jalan tol, namun di Meksiko. Hal ini menunjukkan bahwa investor asing tidak segan menanamkan modalnya di negara yang jauh apabila mereka merasa yakin dengan prospeknya. Namun, ketika Bambang menawarkan peluang investasi di Indonesia, investor tersebut menyatakan belum mengenal kondisi pasar Indonesia dengan baik dan merasa kesulitan menakar risikonya. Ketika ditawarkan untuk berpartner, mereka menyatakan kesediaan, tetapi dengan syarat harus bermitra dengan sektor swasta, bukan BUMN. “Jadi mereka ingin dealing dengan swasta,” katanya. Karena itu, Danantara diharapkan dapat berperan sebagai mitra strategis yang bisa menggandeng investor asing, seperti yang telah dilakukan Indonesia Investment Authority (INA). Bambang menyebut bahwa INA telah berhasil menjalin kemitraan dengan dana pensiun Kanada dan Belanda untuk berinvestasi di beberapa ruas jalan tol di Indonesia. “Nah jadi nantinya Danantara itu menjadi partner seperti INA. INA itu sudah menggandeng dana pensiun Kanada dan Belanda untuk masuk di beberapa ruas jalan tol. Itulah alternatif yang harus kita lakukan,” katanya.
Melucuti Wewenang Erick Thohir Lewat Super Holding Danantara
Revisi ketiga UU BUMN kelar sudah. Kini Indonesia punya super holding bertajuk BPI Danantara. Kuasa Erick Thohir di BUMN bakal disedot badan ini. Oleh: Miftah H. Yusufpati | Jurnalis FNN TAK butuh waktu lama bagi Komisi VI DPR RI untuk mengubah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara atau BUMN. Revisi ketiga ini disetujui untuk dibahas pada 23 Januari lalu. Selanjutnya, pada 1 Februari 2024, RUU perubahan ketiga itu sudah disetujui pada rapat tingkat I Komisi VI DPR RI. RUU ini kemudian dibawa ke rapat tingkat II Paripurna DPR pada Selasa 4 Februari 2025. Pada hari itulah sejarah baru dimulai. DPR RI dan Pemerintah sepakat mengesahkan RUU perubahan tersebut. Begitu palu diketok, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara pun telah punya payung hukum. Ini melegakan, sebab sudah sejak Oktober 2024 Kepala dan Wakil Kepala Danantara dilantik, tapi badan itu belum punya payung hukum. Sekadar mengingatkan Kepala BPI Danantara yang dilantik itu adalah Muliaman Darmansyah Hadad dan Wakil Kepala Badan Danantara Kaharudin Djenod. Cepatnya pembahasan perubahan UU tersebut sedikit mengundang tanya. Mengapa Menteri BUMN Erick Thohir begitu tulus menyerahkan lehernya ke tukang jagal? Banyak yang menduga, UU BUMN yang baru itu jelas-jelas menggergaji wewenang Erick Thohir. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad juga menyebut UU itu jelas akan berdampak pada peran Erick Thohir sebagai Menteri BUMN. Merujuk RUU yang disahkan, Danantara nantinya akan terdiri dari Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana. Sedangkan posisi Dewan Pengawas nantinya harus mendapat persetujuan dari Presiden Prabowo Subianto. “Dewan pengawas (Danantara) atau apapun itu nanti akan ditetapkan oleh Presiden,” kata Dasco. Dasco mungkin lupa bahwa dalam revisi UU BUMN, pasal 3M ayat (1) disebutkan dewan pengawas terdiri dari Menteri BUMN sebagai ketua merangkap anggota. Maknanya, selama Erick menjadi Menteri BUMN maka ia otomatis bakal menjadi Ketua Dewan Pengawas Danantara. Anggota pengawas lainnya adalah perwakilan dari kementerian keuangan dan berasal dari pejabat negara atau pihak lain yang ditunjuk oleh presiden. Memang, dalam UU itu, juga mengatur bahwa anggota dewan pengawas dapat diberhentikan oleh Presiden. Merujuk Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 19/2003 tentang BUMN, pemerintah dan DPR mengatur bahwa organ Danantara terdiri atas Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana. Dewan Pengawas Danantara nantinya terdiri atas Menteri BUMN sebagai Ketua merangkap anggota, perwakilan dari Kementerian Keuangan sebagai anggota, dan pejabat negara atau pihak lain yang ditunjuk oleh Presiden sebagai anggota. Dalam menjalankan tugasnya, Dewan Pengawas bakal dibantu oleh sekretariat, komite audit, serta komite etik, komite remunerasi dan sumber daya manusia. Adapun, masa jabatan ini ditetapkan selama 5 tahun. Masih berdasarkan dokumen DIM RUU BUMN, kewenangan Dewan Pengawas Danantara mencakup persetujuan rencana kerja dan anggaran tahunan, menetapkan remunerasi, hingga menyetujui laporan keuangan badan. Ranah Pengawasan Nah, bergulirnya isu Menteri BUMN sebagai Dewan Pengawas BPI Danantara menunjukkan bahwa kewenangan Erick Thohir di ekosistem perusahaan pelat merah tidak lepas begitu saja. Peran Kementerian BUMN nantinya akan tetap berada dalam ranah pengawasan, tanpa mengambil alih fungsi eksekutif yang dijalan oleh BPI Danantara. Dalam skema tata kelola yang baru, baik Kementerian BUMN maupun BPI Danantara tetap bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dengan demikian, koordinasi antara dua lembaga ini diharapkan dapat berjalan selaras. “Komunikasi yang baik di antara mereka menjadi kunci utama. Mereka harus bekerja dalam kepentingan yang sama, yaitu memastikan BUMN dapat berkembang lebih maju ke depannya,” ujar Toto Pranoto, Associate Director BUMN Research Group Lembaga Management Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (UI). Berkaca dari aturan terbaru, kewenangan antara Kementerian BUMN dan BPI Danantara sudah dibagi dengan jelas. Erick Thohir akan menjadi pengawas dengan kepemilikan saham Seri A Dwiwarna di ekosistem perusahaan pelat merah. Sementara itu, BPI Danantara memiliki kewenangan penuh dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan strategis seperti aksi korporasi atau pergantian pengurus, meskipun hal tersebut masih dapat diintervensi. Jika pemerintah menilai ada keputusan yang bertentangan dengan kepentingan negara, Kementerian BUMN dapat memperbaiki dengan menggunakan dalam tanda petik hak veto sebagai pemegang saham Seri A. Toto menilai bahwa di balik skema ini, diharapkan tidak ada persaingan antara Kementerian BUMN dan BPI Danantara. Sebaliknya, sinergi yang kuat akan mendorong lebih banyak perusahaan pelat merah menjadi pemain global. “Dalam konteks ini, sistem tata kelolanya cukup kuat. Danantara tetap akan diawasi oleh pemerintah melalui keberadaan Kementerian BUMN. Namun, yang kami harapkan tentu bukan munculnya persaingan antara kedua lembaga ini, melainkan bagaimana mereka dapat berkonsolidasi dengan baik,” ucap Toto. Pemerhati BUMN dari Datanesia Institute, Herry Gunawan, melihat skema saat ini menimbulkan beban birokrasi bagi perusahaan pelat merah. Hal itu berakar dari peneguhan posisi Kementerian BUMN sebagai kuasa pemegang saham utama dalam pengelolaan perusahaan negara. Kondisi tersebut, kata Herry, berisiko mengganggu akselerasi kinerja BUMN di bawah naungan Danantara. “Bayangkan, ada BUMN berada di bawah pengelolaan Danantara atas mandat undang-undang, tetapi keputusan akhirnya tetap ada di Kementerian BUMN. Ini adalah tambahan birokrasi yang membuat BUMN makin susah lincah,” ucapnya. (*)