OPINI

My President Is An Idiot?

Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Di media sosial dalam beberapa hari belakangan beredar meme dan desain kaos “My President Is An Idiot.” Usut punya usut meme dan desain kaos itu merupakan balasan atas aksi Abu Janda Dkk yang mengenakan kaos bertulisan “My Governor Is An Idiot.” Diduga Abu Janda alias Permadi Arya yang dikenal sebagai buzzer pendukung pemerintah ini, ingin mengolok-olok Gubernur DKI Anies Baswedan. Aksi ini merupakan salah satu paket bullyan yang memanfaatkan momentum banjir besar di Jakarta. Berdasarkan pengakuannya beberapa waktu lalu Permadi warga Bandung, Jawa Barat. Jadi olok-olok ini yang terkena bukan Anies. Sejumlah netizen menilai Permadi sedang mengolok-olok Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK). Logika yang masuk akal. Gubernur Permadi adalah RK bukan Anies. Dengan menggunakan logika semacam itu memang tidak ada alasan bagi Anies untuk berang, marah, apalagi membawa kasusnya ke ranah hukum. Netizen malah mendorong RK yang seharusnya membawa kasus ini ke ranah hukum. Apalagi banjir besar juga melanda wilayah Jabar. Bekasi yang bertetangga langsung dengan Jakarta, banjir parah. RK dipersalahkan karena dia tak nampak hadir dan memberikan bantuan kepada para korban. Beda dengan Anies yang langsung terjun ke lapangan. Dia memantau detik demi detik pergerakan banjir dan memastikan korban mendapat bantuan. Melalui medsos, RK diketahui malah tengah asyik goyang Tik Tok dengan artis Cinta Laura nun jauh di Australia sana. Sebuah pemandangan yang kontras dan ironis. Mendapat hujatan di medsos, RK buru-buru pulang ke Bandung. Dia mengaku tengah mempromosikan kopi Jabar di Australia. Cukup alasan sesungguhnya bagi RK menyeret Permadi ke ranah hukum. Ada dasar hukum yang kuat dan bahkan sudah ada yurisprudensinya. Tinggal copy paste. Beressss! Musisi tenar Ahmad Dhani pernah dijatuhi hukuman 1 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Surabaya karena membuat vlog yang berisi umpatan “idiot.” Jaksa menjerat Ahmad Dhani dengan pasal 45 ayat 3 juncto pasal 27 ayat 3 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ucapannya diduga mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik saat acara deklarasi Ganti Presiden yang batal dilaksanakan di Surabaya, 26 Agustus 2018. Jadi seharusnya kalau RK mau, pasti polisi, jaksa, dan hakim sangat mudah menjerat Permadi Arya. Tidak ada kesulitan apapun. Kasusnya Permadi seharusnya juga jauh lebih berat dibanding Dhani. Dia melakukan aksi itu dengan terencana. Alias niat banget! Mulai dari membuat desain kaos, aksi foto bersama, dan penyebarannya di media sosial. Bisa dikenakan tambahan hukum karena tindak pidana berencana. Sementara Dhani cuma asal nyeplos saja. Permadi juga secara jelas menarget siapa korbannya, yakni Gubernur. Seorang pejabat negara. Kena pasal penghinaan. Sementara Dhani tidak menyebut secara spesifik siapa yang dituju. Memicu anarki dan radikalisme Dampak lain dari aksi Permadi yang tak kalah merusak adalah munculnya aksi anarki dan radikalisme. Menyatakan My President Is An Idiot bisa digolongkan subversi karena menimbulkan krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Permadi bisa dikenakan pasal sebagai aktor intelektual di balik aksi anarki dan radikalisme. Karena aksinya lah kemudian mendorong muncul olok-olok bahwa “Presiden saya seorang Idiot.” Terlalu! Sebagai gubernur yang pada pilpres lalu mendukung Jokowi-Ma’ruf, sudah sewajarnya RK bertindak. Bukan hanya dirinya sendiri, tapi juga calon presiden pilihannya yang sekarang menjadi presiden diolok-olok oleh Permadi Dkk. Momentum ini juga sekaligus bisa digunakan untuk membuktikan bahwa pemerintah, petugas hukum negeri ini tidak tebang pilih. Tak peduli buzzer pendukung pemerintah, maupun penentang pemerintah, bila melanggar UU, akan dihukum. Dilibas. Permadi Arya Dkk bukanlah pengecualian. Jangan biarkan mereka seenaknya sendiri mengolok-olok hukum. Menciptakan perasaan diperlakukan tidak adil (percieve unjustice) pada masyarakat. Bila RK mau mengambil langkah ini, dipastikan dia akan mendapat dukungan luas dari masyarakat. Langkah itu sekaligus membantu pemerintah membuktikan bahwa tudingan publik selama ini salah. Bukankah ketidakadilan merupakan sumber anarki dan radikalisme sesungguhnya? Penulis wartawan senior.

Ada Parpol (PSI) yang Bermisi Menghadang Anies Baswedan

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Luar biasa! Ada partai politik (parpol) punya misi untuk menghadang seorang tokoh yang berpotensi menjadi pemimpin yang baik dan diperlukan oleh bangsa dan negara ini. Tak habis pikir kenapa Partai Solidaritas Indonesia (PSI) secara blak-blakan mendeklarasikan dirinya akan menghadang Anies Baswedan maju ke Pilpres 2024. Dan mereka mengajak parpol-parpol lain untuk membentuk barisan nasional yang khusus bekerja untuk menjegal Anies. Sangat disayangkan sekali. Parpol yang diisi oleh para milenial yang seharusnya bebas dari pikiran kotor, akhirnya terkontaminasi oleh “satanic ideology” yang berintikan hasad dan dengki. Tidak pantas PSI terperosok ke situ. Sebab, mereka punya Grace Natalie yang hebat. Ada Guntur Romli yang berwawasan luas dan cerdas. Ada Raja Juli Antoni yang berkapasitas. Belum lagi Tsamara Amany yang pintar dan artikulat. Di luar dugaan, koridor pemikiran para milenial PSI menjadi sempit. Tak masuk akal para politisi muda itu ikut panik melihat popularitas Anies yang melaju secara natural. Tumbuh di atas kapabilitas, kapasitas, dan prestasi beliau. PSI seharusnya menjadi wadah intelektual yang lebih banyak menggunakan akal sehat ketimbang emosi partisan. Publik tertanya-tanya, apa gerangan yang membuat para politisi PSI menjadi Pasukan Sirik dan Iri? Apa alasan sesungguhnya untuk menjegal Anies? Apakah ada agenda pesanan para cukong yang takut mati langkah kalau Anies duduk di kursi presiden? Kalau jawaban untuk pertanyaan nomor tiga di atas adalah “iya”, maka PSI tak layak melanjutkan kiprahnya. PSI seharusnya memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang calon-calon pemimpin yang memiliki kompetensi. Yang berkemampuan. Yang berkapasitas. Yang memiliki integritas. Yang pro-keadilan. Bukan sebaliknya. Bukan malah menghasut masyarakat dan parpol-parpol lain agar mencegah seseorang yang muncul ke permukaan karena kemampuan yang ia miliki. PSI jangan sampai menjadi kendaraan para preman bisnis alias para cukong yang hanya memikirkan keuntungan pribadi dan kelompok. Adalah Sekjen PSI Raja Juli Antoni yang mengeluarkan pernyataan bahwa Anies harus dijegal karena “Gubernur Indonesia” itu, kata dia, sangat primordial. Memainkan sentimen keagamaan. Dia katakan pula bahwa kinerja Anies hanya sebatas retorika. Apa iya? Di mana Anies bisa disebut primordial? Kapan dia menggunakan sentimen keagamaan? Apakah karena Anies bergaul lebih akrab dengan para ulama dan tokoh-tokoh umat serta ormas, kemudian disebut memanfaatkan sentimen keagamaan? Terus dikatakan primordial? Atau bahkan disebut sektarian? Kemudian, Anies hanya sebatas retorika tapi tak bisa kerja. Nah, atas dasar apa orang-orang PSI menyebut Anies cuma ‘omong doang’, tidak ada prestasi? Salah total. Apakah Anies harus sowan ke pimpinan PSI dan melaporkan begitu banyak penghargaan nasional dan internasional yang diterimanya? Apakah PSI tidak punya pulsa untuk meng-Google kata kunci “penghargaan untuk Anies”? Anies primordial, memainkan sentimen keagamaan dan hanya banyak bicara saja, adalah kesimpulan yang tidak akurat. Tak objektif. Ini tentu penilaian yang “reckless” dan “narrow minded”. Sangat berbahaya ucapan Raja Juli yang menganggap interaksi Anies dengan para ulama sebagai pertanda primordial dan memainkan sentimen keagamaan. Tak heran kalau orang mengatakan bahwa para politisi PSI itu aslinya tidak suka Islam dan umat Islam. Karena itu, mereka juga tidak rela seorang muslim yang baik menjadi presiden Indonesia. Tak rela tanpa alasan. Sangat jelas indikasinya. Mereka tidak suka figur yang jujur dan berintegritas menjadi pemimpin negara ini. Mereka tak rela bahwa orang itu adalah Anies Baswedan.[] 27 Februari 2020 Penulis wartawan senior.

Mari Simak Dua Survei yang Bermisi Tenggelamkan Anies Baswedan

By Asyari Usman Jakarta, FNN.co.id - Pilpres 2024 masih jauh. Tapi, panggungnya mulai “crowded”. Penuh sesak. Dan dijamin akan makin semarak. Yang paling meriah adalah upaya para oportunis dan “brainless manipulator” untuk menghalangi Anies Baswedan. Segala cara mereka lakukan. Setelah banjir Jakarta, lem aibon, trotoar Tanah Abang, dlsb, gagal mereka gunakan untuk mendegradasi Anies, mereka keluarkan jurus lain. Banyak jurus yang mereka siapkan. Panjang daftarnya. Mungkin sudah dirancang sejak lama. Didukung oleh para cukong yang merasa terancam kalau Anies unggul di pacuan opini pilpres 2024. Gerombolan oportunis dan manipulator itu, cepat-cepat ganti taktik. Sekarang mereka gunakan lembaga-lembaga survei nir-reputasi. Yang tak punya kredibilitas. Tujuannya, tidak sulit ditebak. Mereka ingin menenggelamkan nama Anies. Karena memang “Gubernur Indonesia” ini tak terbendung lagi. Pada hari Ahad (23/2/2020), tiga lembaga peneliti merilis “hasil survei” yang memposisikan elektabilitas Anies sangat rendah. Lebih rendah dari elektabilitas Prabowo Subianto. Ketiga lembaga itu adalah Indo Barometer (IB) dan satu lagi Parameter Politik Indonesia (PPI) yang berkolaborasi dengan Politika Research (PR). Survei IB dengan 1,200 responden itu lebih tepat disebut survei internal Gerindra ketimbang survei publik. Apa alasannya? Pertama, kalau Jokowi ikut pilpres 2024, Indo Barometer menempatkan Presiden yang dimenangkan Mahkamah Konstitusi (MK) di Pilpres 2019 itu dengan elektabillitas 32.2% (tertinggi). Disusul Prabowo 17.5%, Anies Baswedan 9.7%, Sandiaga Uno 6.1%, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) 4.3% dan Tri Rismaharini (walikota Surabaya) 3.6%. Kalau Jokowi tidak ikut, maka Prabowo berada di angka 22.5%. Anies Baswedan cuma 14.3%, Sandi Uno 8.1%, Ganjar Pranowo (gubernur Jawa Tengah) 7.7%, dan Tri Rismaharini (walikota Surabaya) 6.8%. Penyusunan urutan ini menyelipkan pesan bahwa Anies cuma bisa menjadi cawapres pada 2024. Dan peluang untuk terpilih sebagai wapres pun hanya bisa bersama Prabowo. Bahkan, politisi Gerindra, Desmond Mahesa, berani mengatakan bahwa untuk Pilpres 2024 ini, pasangan yang sangat pas adalah Prabowo-Anies. Artinya apa? Hasil survei ini bertujuan mematahkan semangat Anies untuk maju sebagai capres. Sambil mengelabui publik bahwa Prabowo masih berpeluang menjadi presiden nanti. Tapi, susunan ini juga menunjukkan bahwa Prabowo memerlukan Anies sebagai cawapres untuk bisa menang pilpres. Kalau Anies mau dipasangkan dengan Prabowo, orang-orang Gerindra merasa para pendukung Anies tak punya pilihan lain. Tentu saja Anies tidak sekonyol yang mereka inginkan. Kedua, survei IB ini disebut “survei internal Gerindra” dapat dilihat dari premis bahwa kalau Jokowi dihadapkan lagi dengan Prabowo di pilpres 2024 (secara konstitusional Jokowi tidak mungkin ikut kecuali UUD 1945 diubah), maka dia (Jokowi) akan menang 41.2% dibanding Prabowo yang dapat 36.3%. Ini merupakan bentuk penghormatan, rasa segan, dan rasa takut survei internal itu kepada Jokowi. Survei juga sekaligus menyertakan pesan terelubung bahwa Prabowo siap menjadi cawapres Jokowi di pilpres mendatang. Sekalian menyampaikan isyarat bahwa Gerindra akan mendukung amandemen UUD 1945 supaya Jokowi bisa menjadi presiden tiga periode asalkan Prabowo menjadi wapres untuk Jokowi. Bisakah skenario Jokowi-Prabowo 2024 itu muncul? Sangat besar kemungkinannya. Apalagi, sekarang ini ada gelagat yang sangat jelas tentang perseteruan Jokowi dengan Bu Megawati plus gerbong PDIP-nya. Bisa dilihat pula dari survei IB ini yang tidak menyertakan nama Puan Maharani (anak Bu Mega). Di front lain, Prabowo di berbagai kesempatan menunjukkan kekagumannya pada Jokowi. Begitu juga ketika akhir-akhir ini anak-menantu Jokowi mulai memperlihatkan antusias untuk menjadi walikota. Probowo menyambut positif. Ketiga, survei IB disebut “survei internal Gerindra” karena Prabowo, Anies dan Sandi selalu berurutan. Prabowo teratas, disusul Anies dan kemudian Sandi. Berikutnya, kita lihat sebentar survei PPI dan PR. Ini lebih jelas lagi bermisi untuk menenggelamkan nama Anies Baswedan. Dengan 2,200 responden, PPI dan PR menempatkan menempatkan elektabilitas Prabowo 17.3%, Sandi 9.1%, Ganjar Pranowo 8.8%, Anies hanya 7.8%, AHY 5.4% bahkan ada Ahok 5.2%, dst. Yang sangat tendensius, survei PPI-PR menunjukkan bahwa Ma’ruf Amin lebih kuat dari Anies Baswedan untuk posisi cawapres 2024. Ma’ruf bisa dapat 6.7% sedangkan Anies hanya 4.59%. Sadis! Ada yang memancing senyum dari kesimpulan survei PPI-PR. Mereka temukan bahwa publik sangat menyukai pasangan militer-sipil di Pilpres 2024 ketimbang kombinasi sipil-militer. Temuan ini terasa “sangat Bapak”. Menurut survei, kombinasi militer-sipil didukung 40.4% sementara pasangan sipil-militer hanya disukai 14.2% saja. Mana yang bisa dipercaya? Nah, ini pertanyaan yang jawabannya cukup mengasyikkan. Sebab, ada survei yang sangat layak dipercaya di luar IB dan PPI-PR. Yaitu, jajak pendapat online yang digelar oleh PollingKita-com sejak 3 Februari 2020. Polling ini diikuti oleh 28,650 responden. Mereka tidak bisa ikut polling lebih dari sekali karena registrasi suara dicatat berdasarkan IP-address. Artinya, yang mencoba memberikan suara ganda akan tertolak secara otomatis berdasarkan IP address itu. Hingga hari ini (26/2/2020), PollingKita mencatat dukunngan untuk Anies Baswedan 64.2%, Prabowo 8.1%, AHY 7.9%, Ganjar Pranowo 6.4%, Sandi 4.3%, Ahok 4%, Gatot Nurmantio 2.2%, Ridwan Kamil 1.82%, Khofifah IP 0.6%, dan Puan Maharani 0.3%. Kelihatannya, PollingKita-com lebih layak dipercaya. Sebab, hasil survei mereka mencerminkan dinamika politik yang ada. Lebih independen dan jumlah respondennya lebih 20 kali lipat jumlah responden IB. Kalau pun margin of error di sini (MoR) 25%, Anies masih dapat 48%. Masih terlalu besar? Sebutlah MoR 40%. Anies masih dapat 39%. Bukan angka cukongan di sekitar 9 persenan atau 14 persenan. Jadi, bagaimana dengan hasil survei IB dan PPI-PR? Kelihatannya, tidak keliru kalau Anda katakan MoR-nya 100%. Alias, tak bisa dipercaya sama sekali.[] 26 Februari 2020 Penulis wartawan senior.

Anies Baswedan Tidak Boleh dan Jangan Sampai Jadi Presiden

Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Apapun dan bagaimanapun caranya, berapapun biayanya, Anies Baswedan tidak boleh dan jangan sampai jadi Presiden. Alasannya cukup banyak. Mulai dari idiologis, politis dan tentu saja yang paling penting dari aspek bisnis. Agenda terselubung itu sebenarnya sudah banyak yang tahu. Ada juga yang sekedar menduga-duga. Namun dugaan-dugaan itu mendapat pembenaran setelah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) buka kartu. Mereka mengajak parpol dan masyarakat untuk menjegal —begitu media menyebutnya— Anies Baswedan. Jangan sampai pada Tahun 2024 jadi presiden! Anies gagal menjadi Presiden Indonesia adalah harga mati. Tak ada tawar menawar. "Saya ingin mengajak teman-teman partai, maupun masyarakat yang masih pro dengan nasionalisme kita, saya kira harus ada barisan nasional yang secara serius mengadang figur yang terfokus isu populisme ini," kata Sekjen PSI Raja Juli Antoni dalam jumpa pers Indo Barometer di Hotel Atlet Century, Jakarta, Minggu (23/2). Clear sudah, terang benderang mengapa selama ini beberapa parpol, khususnya PSI, PDIP dan buzzer pendukung pemerintah habis-habisan mem-bully Anies. Ini urusannya berkaitan dengan Pilpres 2024. Tidak ada urusannya dengan kinerja, prestasi dan berbagai penghargaan internasional yang sudah diraih Anies. Mau Anies kerja benar seperti apapun. Mau Anies mendapat penghargaan dari dunia, termasuk penghargaan dari akhirat sekalipun, tidak ada urusannya. Mereka akan terus mem-bully. Hajar habissss…….. Mau ada skandal Jiwasraya, penggelapan dana Asabri triliunan rupiah, kenaikan iuran BPJS Kesehatan, utang BUMN dan utang negara membengkak, mereka akan tutup mata. Abaikan. Alihkan isunya. Fokus cari kesalahan Anies! Kecilkan keberhasilan Anies memimpin Jakarta. Hilangkan beritanya dari media agar masyarakat tidak mengetahuinya. Kalau ada kesalahan Anies, besar-besarkan kesalahannya. Ramaikan di media sosial dan media konvensional. Kerahkan buzzer habis-habisan. Pastikan infonya menyebar di masyarakat. Bila tidak bisa ditemukan kesalahannya, cari terus sampai ketemu. Kalau tidak juga ketemu, bikin kesalahannya. “Tugas utama” semacam itu lah yang menjelaskan mengapa tiada hari tanpa bully atas Anies. Mereka mendapat momentum dengan datangnya musim hujan tahun ini. Kebetulan pula curah hujannya sangat ekstrem. Pasukan pem-bully ini tutup mata bahwa berdasarkan data BMKG curah hujan tahun ini paling ekstrem dalam 150 tahun terakhir. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat curah hujan ekstrem dengan intensitas lebih dari 150 mm/hari dengan durasi panjang dari Selasa (31/12/2019) sore hingga Rabu (1/1/2020) yang turun cukup merata di wilayah DKI Jakarta menyebabkan banjir besar. Curah hujan tertinggi tercatat di Bandara Halim Perdana Kusuma yaitu 377 mm/hari, di TMII: 335 mm/hari, Kembangan: 265 mm/hari; Pulo Gadung: 260 mm/hari, Jatiasih: 260 mm/hari, Cikeas: 246 mm/hari, dan di Tomang: 226 mm/hari. Data-data itu buat mereka tidak penting. Fokus pada fakta bahwa Jakarta terendam banjir. Abaikan data dan fakta lainnya. Abaikan juga fakta bahwa daerah lain di Jawa, termasuk di Bekasi yang notabene berada di Provinsi Jawa Barat juga banjir gila-gilaan. Tugas utama mereka adalah mengabarkan kepada publik sak-Indonesia bahwa Jakarta kebanjiran terus selama Anies jadi gubernur. Anggota Fraksi PSI dan PDIP di DPRD DKI beramai-ramai menyanyikan koor “Anies tidak becus memimpin Jakarta.” Tak perlu kaget bila di sejumlah media muncul judul berita “Jakarta Dikepung Banjir.” Foto-foto lama banjir Jakarta juga bermunculan kembali. Buat survei yang menyebutkan elektabilitas Anies tiba-tiba melorot karena gagal menangani banjir! Tak punya calon Mengapa mereka begitu khawatir Anies akan menjadi presiden? Padahal perhelatan Pilpres 2024 masih cukup lama. Alasannya cukup jelas. Sampai sejauh ini mereka belum punya calon yang cukup kuat untuk menandingi popularitas dan elektabilitas Anies. Tak perlu kaget kalau sekarang Prabowo didorong-dorong menjadi lawan Anies. Muncul survei bahwa keduanya merupakan kandidat paling kuat dan akan bersaing pada Pilpres 2024. Mereka coba diadu domba. Jadi ngeh kan sekarang mengapa beberapa waktu lalu muncul wacana agar Jokowi bisa menjabat sampai tiga periode. Anies adalah ancaman yang membahayakan estabilisme penguasa dan para pendukungnya. Apalagi sebagai Gubernur DKI Anies sangat berprestasi. Gagasannya memperbaiki kota Jakarta sangat inovatif. Sesuai dengan motto kampanyenya bersama Sandiaga Uno : Maju Kotanya, Bahagia Warganya! Dalam waktu dua tahun terakhir DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Anies telah meraih 40 penghargaan, termasuk beberapa penghargaan internasional dan dunia. Sebagai Gubernur pada tahun 2019 Anies terpilih sebagai gubernur terbaik versi Majalah Warta Ekonomi dan Rakyat Merdeka. Andai saja Anies tidak berprestasi, atau setidaknya prestasinya biasa-biasa saja, dijamin dia tidak akan ada yang mengusik. Toh tidak akan ada orang yang akan meliriknya. Aman. Setidaknya ada tiga alasan besar mengapa mereka bekerja keras memastikan Anies jangan sampai jadi presiden. Pertama, alasan idiologis. Alasan ini merupakan residu dari Pilkada DKI 2017 dan Pilpres 2019. Anies diposisikan sebagai figur yang dekat dengan kalangan Islam. Kelompok Islam lah yang menjadi biang gagalnya Ahok menjadi Gubernur DKI. Kelompok Islam perkotaan lah yang menjadi lawan berat Jokowi pada pilpres lalu. Karenanya Islam dalam beberapa tahun terakhir sangat terkesan dimusuhi dan muncul berbagai stigma radikal. Kegaduhan yang diciptakan oleh ucapan Menag, dan pernyataan-pernyataan kepala BPIP menjadi indikator yang sangat jelas. “Pemerintah saat ini mengalami Islamophobia,” kata Putri Proklamator Rachmawati Soekarnoputri. Kedua, alasan politis. Anies saat ini diposisikan berada dalam kubu berseberangan dengan pemerintah. Posisinya pada Pilpres 2019 lalu mempertegas hal itu. Bagi PSI selain musuh idiologis, Anies juga musuh politis. Sementara bagi PDIP kehadiran Anies bisa memupuskan ambisi mereka untuk terus menguasai Indonesia, pasca Jokowi. Ketiga, alasan ekonomis. Anies adalah musuh berbahaya bagi kelompok oligarki yang dikendalikan oleh kelompok bisnis, khususnya taipan. Dia adalah musuh bebuyutan —meminjam istilah Ketua MPR Bambang Soesatyo—para cukong politik. Tindakannya menghentikan proses reklamasi di Pantai Utara Jakarta sangat merugikan para taipan. Ribuan triliun keuntungan di depan mata, untuk sementara terpaksa mengendap di dasar lautan. Perbedaan dalam soal reklamasi inilah menurut pengakuan Ahok kepada Tempo menjadi salah satu penyebab pecahnya kongsi dengan PSI. Padahal PSI semula didirikan untuk menjadi kendaraan politik Ahok. Baru menjadi Gubernur DKI saja sudah sangat merugikan para taipan. Apalagi kalau sampai terpilih menjadi Gubernur Indonesia! Sampai di sini paham khan? Penulis wartawan senior.

RUU Omibus Ciptakan “Fasilitas Kerja Untuk Korporasi”

By Dr. Margarito Kamis (Bagian Pertama) Jakarta FNN - Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus (artinya semua – multi aspek, multi faset, ragam materi) Cipta Kerja, yang telah diserahkan ke DPR untuk dibahas bersama Presiden, sejauh ini disebut-sebut bertujuan mengakselerasi investasi. Tetapi tujuan ini, nampaknya bukan tujuan tunggal. Ini disebabkan Airlangga Hartarto, Menteri kordinator Ekonomi, menyatakan RUU ini menghindarkan Presiden dari kemungkinan pemakzulan. Pemakzulan akibat dari kesalahan menterinya, (RMol, 20/2/2020). Andai benar inilah tujuan utamanya, maka masalahnya apakah cara ini tepat, dan perlu? Tidakkah cara ini memilki potensi jebakan? Presiden, tentu lebih mengerti. Presiden Pusat Kontrol Tetapi terlepas dari logis atau tidaknya pernyataan Airlangga. Baik juga untuk menerimanya. Entah tujuan atau apapun namanya, otoritatif RUU ini. Ini menarik. Dimana letak menariknya? Hal-hal menarik itu akan ditunjukan sejauh yang bisa pada uraian selanjutnya. Tetapi simpan sebentar analisis teknis atas norma. Mari mengenal nalar. Tentu saja yang terlihat dibalik gagasan menjadikan presiden sebagai pusat kontrol pemerintahan dibidang investasi. Pointnya adalah presiden muncul sebagai pusat kontrol. Inilah point strategisnya. Sebagai pusat kontrol, presiden dari waktu ke waktu di sepanjang hari dalam menyelengarakan pemerintahan harus memperoleh laporan terbaru tentang hal-ihwal investasi. Presiden, dengan demikian, dari hari ke hari juga harus mengeluarkan seluruh energi politik dan teknisnya memastikan kelangsungan investasi. Menteri-menteri, suka atau tidak, dari hari ke hari harus memberi kepastian informasi pasti dan terbaru kepada Presiden bahwa tindakan-tindakan administrasi mereka tidak teridentifikasi menjadi barir investasi. Ini logis. Mengapa? Presiden, menurut pasal 166 dan 170 RUU ini diberi kewenangan khusus, eksklusif mengubah semua peraturan perundangan yang dinilai bertentangan dengan UU ini. Selain menteri, para investor dapat, tentu saja dengan cara dan argumen mereka, memberi informasi terbaru. Strategis atau tidak, apapun yang mereka hadapi atau alami, informasih itu perlu sampai kepada Presiden. Ini logis. Mengapa? Toh kewenangan memutus, bahkan mengatur telah diletakan pada Presiden. Logis para investor memberi informasi langsung ke Presiden. Sampai dititik itu, pola pemberian kewenangan kepada Presiden terlihat rasional menurut sudut pandang konsititusi. Polanya eksplisit. Diatur dan dinyatakan dalam undang-undang. Bukan implisit, yakni ditarik dari fungsi presiden sebagai kepala pemerintahan. Sebagaimana terbiasa digunakan oleh Presiden Soeharto di masa lalu dan presiden-presiden Amerika sejak era Abrahan Lincoln. Mereka menggunakan executive order. Kebijakan dalam RUU ini dengan tegas menguatkan Presiden. Bukan Wakil Presiden. Presiden menjadi satu-satunya figur tata negara dan adinistrasi negara yang menentukan arah kebijakan investasi. Wapres Pak Kiyai Ma’ruf Amin mungkin saja bisa ikut memikirkan, tetapi tidak bisa mengambil tindakan bersifat decisive. Wapres Pak Ma’ruf tidak bisa berperan layaknya Pak JK dimasa lalu. Pada saat menjadi Wakil Presidennya Pak Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009), Pak Jusuf Kalla (JK) pernah menangani Excon Mobil yang beroperasi di Natuna. Tahu mengapa Pak JK berkeras harus mengubah konrak itu? Karena formula bagi hasinya tidak adil menurut Pak JK. Tahu bagaimana komposisi bagi hasilnya? 80 untuk Exon dan 20 untuk Indonesia. Timpang sekali menurut Pak JK. Niat Pak JK itu disampaikan ke eksekutif Exon ketika Pak JK berada di Amerika. Eksekutif Exon bereaksi, dalam nada yang menolak. Tetapi Pak JK, pria Bugis yang cerdas nan lincah ini bertahan pada sikapnya. Apa yang terjadi? Eksekutif Exon menempuh cara khasnya, melobi Pak JK. Tetapi Pak JK tidak mau dilobi. Pak JK memberi alasan mau ke Arab menunaikan ibadah umrah. Eksekutif Exon, tidak patah arang. Eksekutif ini mau menyertai Pak JK ke Arab. Pak JK menolak. Pak JK mengatakan ini urusan pribadi. Tetapi Eksekutif Exon tetap kukuh. Si eksekutif bilang kalau begitu di Jakarta saja. Hebat, Pak JK tidak mau. Pak JK bilang dia mau langsung ke Makassar. Pada satu kesempatan, yang menurut saya ini menarik. Pak JK mengatakan kalau saja dirinya suka uang, pastilah “imannya” goyang dengan lobi Exon itu. Tetapi karena konsisten dengan apa yang dilakukannya, semata untuk negara dan bangsa, JK sepelekan lobi Exon tersebut. Hebat Pak JK. Pada kasus lain, khususnya penjualan gas di Lapangan Tangguh ke Cina, yang menurt identiikasi Pak JK sangat murah itu sasngat mengusik Pak Jk. Karena itu, Pak JK berencana mengubah kontraknya. JK menyampaikan niatnya itu ke Wapres Cina pada satu pertemuan. Sang Wapres Cina terkaget-kaget. Tetapi Pak JK segera menenangkan sang Wapres. Pak JK memberi kepastian dukungan suplai tidak dikurangi. Mendapat jaminan itu, Wapres Cina pun sepakat untuk mencari cara mengubah kontrak tersebut. Hanya saja Wapres Cina menyatakan, dalam arti memberi syarat harus dilakukan melalui perundingan antara pemerintah atau G to G (Lihat JK Ensiklopedia, 2012:305-307). Kecuali diotorisasi secara khusus oleh Presiden, cara tipikal Pak JK dalam pemerintahan Pak SBY ini jelas tidak bisa dilakukan oleh Pak Wapres Ma’ruf. Ini, sekali lagi merupakan akibat logis dari wewenang eksklusif di bidang ini telah diletakan, dikonsentrasikan hanya kepada Presiden. Berurusan dengan pemegang otoritas eksklusif jauh lebih masuk akal, dibanding berurusan dengan pejabat lain, apapun fungsi mereka. Toh pejabat lain tidak bisa memberi keputusan. Karena wewenang untuk memutuskan telah dikonsentrasikan secara eksklusif pada Presiden. RUU Omnibus ini, sejauh pasal-pasal yang telah dikenali secara terbuka, cukup jelas dalam satu hal. Hal itu adalah menciptakan iklim yang lebih bersahabat dengan investasi. Untuk alasan apapun, RUU in jelas disukai oleh korporasi. Mereka, dengan tabiat ekspansifnya, terus menemukan ladang usaha baru, apapun itu. Dengan nalar logis, tidak mungkin mengeritik RUU ini. Kasus Exon yang diceritakan Pak JK hanya satu di antara sejumlah kasus tentang korporasi. Prilaku koporasi yang meraup untung dari kebijakan investasi, yang didahului pembentukan UU. Freeport juga muncul diujung lain dalam spektrum itu. Hak eksklusif mereka dalam menambang dibenarkan oleh UU Penanaman Modal Asing dan UU Pertambangan Tahun 1967. Di luar kebijakan-kebijakan investasi yang diatur melalui UU, Indonesia dalam rute liberalisasi ekonomi tahun 1980-an, mengandalkan hukum-hukum administrasi untuk tjuan itu. Singkatnya, keputusan-keputusan Presiden dindalkan dalam rute ini. Dalam konteks ini, maka spirit RUU Omnibus sama dalam esensinya dengan spirit kebijakan-kebijakan liberalisasi Orde Baru. Rezim Orde Baru menempatkan Presiden sebagai pusat kontrol kebijakan itu. Tetapi yang diandalkan adalah Kepres. Bukan Perpres. Masalahnya adalah, seberapa potensial kebijakan-kebijakan investasi di tangan presiden dirancang dan dimanifestasikan menurut kaidah dan spirit transparansi? Jangan lupa, soal ini gagal dimanifestasikan oleh orde baru. Dan disitulah masalahnya. David Bouchier dalam artikel “Magic Memos, Collusion and Judges With Attitude, dalam buku Law Capitalism and Power in Asia dengan Kaniskya Jayasuriya (ed) di masa orde baru, koneksi politik muncul menjadi faktor penting dan determinan menentukan keberhasilan usaha. Anna Erliyana disisi lain, dalam studi doktoralnya di Fakultas Hukum UI tahun 2004 menyuguhkan satu kasus menarik. Gugatan dari Gerakan Masyarakat Peduli Harta Negara yang dioreguister dengan Nomor Register 091/G.TUN/1998/PTUN-JKT tanggal 30 September 1998. Di antara 15 (lima belas) Kepres yang dijadikan objek gugatan, satu di antaranya adalah Kepres Nomor 3 Tahun 1991 Tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Singapura Tentang Pengembangan Sumber-Sumber Air di Provinsi Riau dan Pemasokan Air dari Indonesi ke Singapura. Dalam pelaksanaannya, tulis Anna, Keputusan Presiden itu memberikan hak khusus kepada perusahaan patungan yang dimiliki kelompok Salim. Grup Salim diberikan diberikan mandat eksklusif untuk mengusahakan pengembangan dan pemasokan air baru dari setiap sumber di Riau (Anna Arliyana, 2004: 128). Pada isu lain, khusus impor berbagai jenis di bawah kategori baja dan besi, menunjukan adanya kebijakan pemberian hak yang eksklusif itu. Rizal Malarangeng mencatat PT Krakatau Steel dan PT Giwang Selogam semula diberi hak eksklusif untuk mengimpor. Setelah tahun 1985, Rizal menulis semua perusahaan lain yang bergerak di bidang yang sama disingkirkan, kecuali PT Krakatau Steel dan PT Giwang Selogam. Dengan nada tanya yang kritis, Rizal menulis siapa yang menguasai perusahaan yang disebut terakhir? Ternyata Lim Sio Liong, Sudwikatmono dan rekan-rekan bisnis mereka (Rizal Malarangeng, 2002: 162). Inilah bahaya nyata dari konsentrasi kewenangan untuk banyak urusan teknis pada Presiden. (bersambung) Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khiarun Ternate

Gubernur Menjawab (2): Khofifah Membuat Diskresi Hukum Administrasi Negara

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Menurut Subagyo, Gubernur Khofifah seakan-akan tidak mengetahui tugas pokok serta fungsinya, seperti telah tercantum dalam PP No. 23 Tahun 2010 Tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. Pada pasal 6 ayat (1) disebutkan bahwa pemberian izin usaha pertambangan diberikan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenanggannya. Dan, lanjut Subagyo, Gubernur Khofifah juga menafikkan keberadaan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, yang mana pada pasal 14 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (1), yang mana dalam kedua pasal tersebut dengan sangat jelas menyebutkan: “Bahwa untuk pemberian izin di sektor kehutanan, kelautan, sumber daya energi dan mineral berada pada kewenangan Gubernur, maka apabila Khofifah menjawab bahwa hal itu bukan kewenangannya, maka dia telah melanggar peraturan perundang-undangan itu sendiri,” tegas Subagyo. Beroperasinya kegiatan indutri pertambangan emas di Gunung Tumpang Pitu yang dilakukan oleh PT Merdeka Copper Gold Tbk melalui anak usahanya, yaitu PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo (DSI) sejak 2012 telah menyebabkan munculnya berbagai dampak sosial-ekologis dan dampak keselamatan ruang hidup rakyat di 5 desa, yaitu Sumberagung, Pesanggaran, Sumbermulyo, Kandangan dan Sarongan. Dampak sosial yang terjadi akibat pertambangan emas tersebut yaitu adanya konflik antara masyarakat dengan perusahaan serta aparat keamanan negara yang berupa tindakan represif kepada masyarakat. Dampak sosial-ekologis menimpa warga masyarakat yang mayoritas mata pencahariannya sebagai nelayan dan petani di wilayah tersebut. Pasca hadirnya industri pertambangan di bukit Tumpang Pitu, Desa Sumberagung, sebagian aktivitas dan mata pencaharian warga yang terkait langsung dengan Tumpang Pitu sekarang ini hilang, yakni: mencari rumput untuk kebutuhan peternakan, mencari tanaman obat-obatan, mencari air untuk kebutuhan pertanian, dsb. Kehadiran Pertambangan emas di Tumpang Pitu sama sekali tidak berbasis partisipasi warga Negara secara utuh. Warga sama sekali tidak menerima informasi terkait pertambangan, dan tidak dilibatkan dalam sosialisasi AMDAL maupun proses dokumen lingkungan lainnya. Padahal PerMen LH No 17 Tahun 2012 Tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses AMDAL dan Izin Lingkungan telah menggariskan kewajiban mengenai sosialisasi AMDAL kepada masyarakat terdampak. Sementara itu dalam hal penggunaan kawasan hutan untuk pertambangan emas Tumpang Pitu, Banyuwangi, kami menduga telah terjadi pelanggaran administratif dalam hal-hal berikut ini: Pertama, Perubahan status kawasan hutan lindung menjadi hutan produksi terbatas. Hutan yang sekarang dipakai sebagai kawasan pertambangan emas oleh PT Merdeka Cooper Gold awalnya adalah kawasan hutan lindung. Pada 10 Oktober 2012, melalui surat nomor 522/635/429/108/2012 Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengusulkan perubahan fungsi kawasan Hutan Lindung seluas + 9.743, 28 ha terletak di BKPH Sukamade, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi menjadi Kawasan Hutan Produksi Tetap. Permohonan perubahan ini jelas terkait dengan kepentingan pertambangan emas di yang tidak diperbolehkan berlangsung di hutan lindung. Pada 19 November 2013 berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan (SK.826/Menhut–II/2013) 1.942 ha hutan lindung di Tumpang Pitu kemudian diturunkan statusnya menjadi hutan produksi. Padahal, penurunan status kawasan hutan itu tidak boleh dilakukan dengan sembarangan. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan pasal 39 menyebutkan: Bahwa perubahan fungsi kawasan hutan lindung menjadi kawasan hutan produksi hanya bisa dilakukan dengan ketentuan jika kawasan hutan lindung itu sudah dinilai tidak memenuhi kriteria sebagai kawasan Hutan Lindung. Kriteria suatu wilayah bisa ditetapkan sebagai hutan lindung dapat dilihat pada SK Menteri Pertanian Nomor 837/Kpts/Um/11/1980 Tentang Kriteria Dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung yang pada dasarnya merujuk kepada lereng lapangan dan jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi dan intensitas hujan dari wilayah yang bersangkutan. Pada wilayah BKPH Sukamade yang diajukan perubahan kawasan hutannya dari hutan lindung menjadi hutan produksi sejauh ini tidak ada perubahan besar yang mengakibatkan tingkat lereng lapangan serta jenis tanah menurut kepekaan terhadap erosi dan intensitas hujan dari kawasan hutan lindung di Tumpang Pitu untuk menjadi dasar perubahannya menjadi hutan produksi, sehingga perubahan kawasan ini dari hutan lindung menjadi hutan produksi layak dipertanyakan. Kedua, Penerbitan Izin Pinjam Pakai Lawasan Hutan (IPPKH). Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan melalui mekanisme IPPKH memunculkan permasalahan pada tingkat implementasi, terutama kemampuan peminjam melakukan reklamasi dan mengembalikan objek pinjam pakai kawasan hutan seperti semula. Advokat yang concern dengan persoalan hukum lingkungan itu menyebut, saat ini kawasan hutan di Provinsi Jatim masih kurang dari 30% (28,47%), sedangkan kegiatan pertambangan dalam kawasan hutan tentu meningkatkan angka deforestasi. Sehingga penerbitan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang mengamanatkan luas kawasan hutan minimal 30% dari luas DAS atau Pulau dengan sebaran secara proporsional. Pada 25 Juli 2014 setelah penurunan status hutan lindung, maka keluarlah Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) No. 812/Menhut –II/ 2014, serta pada 29 Februari 2016 dengan surat nomor 18/1/IPPKH/PMDN/2016. Namun, dalam Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2016 yang dipublikasikan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan, IPPKH dengan Nomor SK.812/Menhut-II/2014 yang dimiliki PT Bumi Suksesindo (anak perusahaan PT Merdeka Cooper Gold) ada di kategori: Non Tambang, hal ini jelas tidak sesuai dengan aktivitas PT Bumi Suksesindo yang jelas-jelas adalah pertambangan. Ketiga, Prosedur tukar-menukar kawasan hutan. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.32/Menhut-II/2010 tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan menyebutkan larangan untuk menebang pohon dan wajib mempertahankan keadaan vegetasi hutan pada kawasan perlindungan setempat pada areal dengan radius atau jarak sampai dengan: 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau; 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa; 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai; 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai; 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang; dan 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai. Melihat masifnya pembabatan hutan di kawasan hutan yang sekarang dipakai sebagai wilayah pertambangan emas, patut diduga kuat telah terjadi penebangan pada kawasan perlindungan setempat di wilayah tersebut. Masyarakat menyatakan bahwa di wilayah yang sekarang dipakai sebagai area pertambangan itu terdapat sumber mata air yang kemudian turun menjadi sungai yang bermuara di Pulau Merah. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.32/Menhut-II/2010 tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan juga menggariskan bahwa lahan pengganti kawasan hutan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) letak, luas dan batas lahan penggantinya jelas; 2) letaknya berbatasan langsung dengan kawasan hutan; 3) terletak dalam daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi yang sama; 4) dapat dihutankan kembali dengan cara konvensional; 5) tidak dalam sengketa dan bebas dari segala jenis pembebanan dan hak tanggungan; 6) mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota. Hingga saat ini letak, luas dan lahan pengganti kawasan hutan yang dipakai oleh PT Merdeka Cooper Gold tidak pernah ditunjukkan secara pasti. Ketiadaan informasi ini menguatkan dugaan bahwa proses tukar menukar kawasan hutan di area pertambangan emas Tumpang Pitu tidak dilakukan dengan benar dan memiliki potensi melakukan pelanggaran. Pasal 99 Peraturan Menteri ESDM No. 11 Tahun 2018 menentukan, pencabutan izin tanpa melalui tahap pemberian peringatan tertulis dan pemberhentian sementara kegiatan pertambangan jika dari hasil evaluasi yang dikeluarkan itu menyalahi aturan. Demi menyelamatkan masyarakat, Subagyo menyarankan, Gubernur bahkan bisa membuat diskresi yang tidak harus patuh dengan prosedur hukum administrasi negara. “Karena penerbitan izinnya sendiri sudah melanggar fungsi kawasan konservasi dan pesisir serta rawan bencana,” tegasnya. (Selesai) *** Penulis wartawan senior.

Ir. Joko Widodo, Tito Karnavian PhD: Bukan Hoax di Medsos. Negara Abai Orang Miskin dan Penganggur!

Oleh Natalius Pigai Jakarta, FNN - Indonesia Hari ini: “Orang miskin 25,14 juta, 22 juta orang Kelaparan, Indeks Kematian Ibu 308/ 1 ribu kel, Indeks Kematian anak 40/ 100 ribu kel. Partisipasi sekolah menengah pertama 67& terendah. Pengangguran naik 7,05 juta. Pertumbuhan ekonomi 2019 turun dari 5,07 ke 5,02. Petumbuhan Industri hanya 3%, Sejumlah 188 pabrik di Jawa Barat Tutup, 68 ribu PHK. Lahan Pangan berkurang tiap tahun 200 ribu Ha di Jawa dari 8 juta Ha. Indeks Ketahanan Pangan Rendah ke-17, IPM menurun dari 116 dunia 2014 ke 108 dunia 2019. 5 tahun kepemimpinan Jokowi telah membesarkan orang kaya sebesar 17.00 orang dari 11 Ribu Trilyun APBN, Pundi-Pundi orang kaya bertambah 10 perseran tiap tahun. Kesenjangan paling terendah di dunia.” Pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyoroti tingginya angka pengangguran di Indonesia yang menurutnya mencapai 7 juta orang. Menurutnya, ada hal negatif yang muncul ketika seseorang tidak memiliki pekerjaan. Mereka menjadi rentan untuk melakukan hal tidak bermanfaat di media sosial (medsos). "Jadi kita melihat hoax terjadi, salah satu faktor hoax terjadi karena nganggur, nganggur nggak ada kerjaan lain, apa saja dikomenin, masuk grup ini, masuk grup itu. Itu kita lihat," kata Tito dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Investasi 2020 di Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta, Kamis (20/2/2020). Muda mudahan saja bahwa ini sebuah guyonan, namun kalau serius maka cukup mengagetkan karena pemerintah tentu tidak boleh melihat cara pandang di luar konteks bernegara. Bahwa Persoalan penganggur dan Kemiskinan adalah persoalan bangsa manapun di dunia, maka para ahli Statistik menyiapkan dalil-dalil untuk mengukur naik turunnya Indeks pengangur dan orang miskin. PBB pada alinea pertama dalam pembukaan Deklarasi Universal HAM juga menegaskan kewajiban negara untuk memenuhi kebutuah HAM (state obligation to fulfill on human raight needs). Maju tidaknya sebuah negara tudak hanya diukur dari Gedung-Gedung Pencakar langit dan jembatan-jembatan tanpa sungai di metropolitan, infrastruktur yang luar biasa tetapi seberapa besar negara mampu mengurangi tingkat Kemiskinan dan Penganguran. Kalau hanya dilihat dari infrastruktur apa bedahnya antara Mexico, Gimana Juato, Oaxaca, Zakatekas dan New Mexico di USA, apa bedanya Korea Utara dan Selatan, Jerman Timur dan Barat. Mexico, Korut dan Jerman Barat banyak orang miskin dan pengangur itu bedahnya. Supaya lebih jelas dipahami tentang sumber pengangur dan Kemiskinan yang makin tinggi maka selanjutnya saya akan menjelaskan berikut. APBN Salah Arah: 5 Tahun APBN 11 Ribu Trilyun, 17.000 Orang Kaya Baru di Indonesia Sejak tahun 2014 sampai 2019 dalam kurun waktu 5 tahun, Pemerintah menggunakan APBN sebanyak kurang lebih 11 ribu trilyun jika dihitung pertahun APBN 2.200 trilyun. Pada periode pertama Presiden Joko Widodo pemanfataan APBN hanya dirahakan pada pembangunan infrastruktur. Uang rakyat diinvestasikan pada pembangunan infrastruktur ternyata tidak mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja serta peningkatan kesejahteraan orang miskin. Kelompok oligarki ekonomi memainkan peran penting sebagai pelaksana pembangunan infrastruktur, dibangun dengan bahan baku import, menyedot lapangan kerja yang terbatas juga tidak mampu menciptakan multiplier efek bagi peningkatan kapasitas sosial ekonomi bagi masyarakat. Thesis yang saya sampaikan tersebut di atas ternyata terbukti bahwa perioritas pembangunan infrastruktur hanya meningkatkan akumulasi modal bagi kaum elit. Hasil survei Global Wealth Report 2014 yang diterbitkan oleh Credit Suisse, Indonesia kini memiliki 98 ribu miliarder, dan tahun 2017 menjadi 111 ribu penduduk Indonesia juga digolongkan sebagai miliuner atau orang yang memiliki pendapatan di atas US$ 1 juta atau setara Rp 13,5 miliar. Dan tahun 2019 Indonesia memiliki 115.000 penduduk yang masuk ke dalam kategori 1 persen orang paling kaya di dunia. Berdasarkan laporan Global Wealth Report 2019 yang dikeluarkan oleh Credit Suisse. Selain itu, 115.000 penduduk Indonesia masuk dalam 1 persen orang yang memegang kekayaan global. Bukan menurut saya tetapi menurut Credit Suisse bahwa jumlah ini telah menujukkan kesenjangan di Indonesia lebih tinggi dibanding rata-rata dunia. Koefisien gini (ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan) mencapai 83 persen, dengan nilai aset mereka yang masuk dalam kategori 1 persen tersebut mencakup 45 persen dari keseluruhan aset kekayaan penduduk Indonesia. Menurut Credit Suisse kedua kategori baik ketidamerataan maupun juga jurang ketimpangan tergolong tinggi untuk standar internasional. Negara Makin Jauh Dari Orang Miskin Kemiskinan merupakan problem serius suatu negara manapun. Salah satu tolak ukur kemajuan suatu negara adalah memajukan masyarakat yang adil dan makmur. Bangsa manapun tidak akan mencapai cita-cita sejahtera apabila jumlah penduduk miskin makin tinggi. Garis kemiskinan (GK) rakyat dilihat atas penjumlahan 2 variabel utama yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) yang dilihat menurut konsumsi kalori maksimum, untuk negara kita dihitung dari konsumsi 2100 per kapita /hari dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Garis Kemiskian Non Makanan (GKNM) merupakan kemampuan rakyat untuk memenuhi aspek sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Oleh karena itulah maka pengentasan kemiskinan menjadi amat penting bagi sebuah bangsa karena akan mengukur kemampuan rakyat memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach). Penjelasan saya berikut ini belum bisa dulu menjelaskan angka kemiskinan menurut Kabupaten/kota karena sampai saat ini BPS belum merilis untuk membeli buku data maupun juga row data BPS yang memang saya selalu langganan sejak lama, padahal data lengkap ini penting untuk melihat indeks kedalaman kemiskinan (poverty gab index) istilah statistik dengan simbol (P1). Namun akan saya jelaskan potret buram kemiskinan negeri ini dibawah kepemimpinan Jokowi setelah bulan Agustus 2019. Meskipun demikian saya memiliki data nasional sehingga selanjutnya akan menjelaskan perkembangan global atau data secara nasional baik dalam angka postulat maupun juga persentase kemiskinan sejak orde baru masa Presiden Suharto tahun 1998 sampai dengan Joko Widodo 2018 yaitu kurang lebih 20 tahun. Perbandingan ini penting karena gambaran periodik ini akan membuka tabir kemampuan (kapabilitas) seorang presiden, siapa Presiden yang pro dan tulus terhadap orang miskin (pro poor) dan siapa presiden yang tidak peduli dengan orang miskin, siapa Presiden yang lebih pro kepada Sekelomok elit oligarki dan orang-orang kaya. Tahun lalu, semua orang terperangah mendengar pernyataan Menteri Keuangan yang konon katanya terbaik Sri Mulya Indrawati serta Kepala Badan Pusat Statistik RI. Bagi orang awam seantero Republik Indonesia terperangah mendengar kata-kata “penurunan tertinggi sepanjang sejarah Republik Indonesia karena terjadi penurunan hingga mencapai 9,86% atau 25,96 juta”. Konon katanya juga baru pertama kali memasuki 1 digit yaitu dibawah 10 persen. Sebelum saya mengulas Jokowi adalah presiden sepanjang sejarah yang paling buruk kinerja dalam menurunkan angka kemiskinan, terlebih dahulu perlu saya analis hasil rilis Menkeu dan Kepala BPS. Bahwa penurunan angka kemiskinan adalah wajar dan normal, tidak ada yang lebih hebat karena sejak jaman Soeharto, Habibie, Megawati, SBY sampai Jokowi angka kemiskinan mengalami penurunan. Berikut saya menyajikan data penurunan angka kemiskinan sejak tahun 1998 dilihat menurut periode kepemimpinan Presiden. Dalam kurun waktu 20 tahun kemiskinan mengalami penurunan dari 24,43 menjadi 9,41 yaitu turun sebesar 14,90%, atau bila dilihat dari angka postulat maka jumlah penduduk miskin dari 49,50 juta tahun 1998 menjadi 25,14 juta pada tahun 2019. Kalau mau jujur soal reputasi terbaik “sepanjang sejarah” maka masing-masing-masing Presiden memiliki reputasi terbaik sepanjang sejarah jika dilihat dari massa dimana Presiden masing-masing memimpin. Pada masanya Presiden Habibie terbaik sepanjang sejarah karena menurunkan angka kemiskinan dari 24,43% menjadi 23,42%. Demikian pula Gus Dur memecahkan rekor terbaik dijamannya menjadi 18,41%, dan seterusnya akhirnya jaman Jokowi menjadi 9,86% juga terbaik sepanjang sejarah. Dan seterusnya jika siapapum terpilih menjadi Presiden akan memecahkan rekor karena kemiskinan di negeri ini juga seluruh dunia cenderung mengalami penurunan secara alamiah. Oleh karena itu pernyataan pernyataan pemerintah tersebut narasi yang manipulatif dan menyesatkan. Selanjutnya kalau kita melihat kinerja masing-masing presiden terkait seberapa besar upaya menurunkan angka kemiskinan maka Presiden Jokowi merupakan Presiden paling terburuk kinerjanya dalam menurunkan angka kemiskinan. Dengan demikian Presiden Jokowi dalam jangka waktu 5 tahun, hanya mampu menurunkan angka kemiskinan 1,1% Sangat kecil sekali dibandingkan dengan presiden-presiden yang lain. Lebih ironi lagi bahwa Jokowi 5 Tahun Orang Miskin Turun 1,1%, sementara pundi-pundi Orang Kaya Naik 10%. Data yang saya hitung dari Laporan BPS bahwa Kepemimpinan Presiden BJ Habibie berhasil menurunkan angka kemiskinan dari jumlah 24,43 persen menjadi 23,42 persen. Diketahui, Habibie menjadi presiden hanya 1 tahun dan 5 bulan. Kemudian, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dari 23,42 persen menjadi 18,41 persen atau turun 5,1 persen. Gus Dur memimpin Indonesia dimulai pada 1999 hingga 2001. Di masa pemerintahan Megawati angka kemiskinan dari 18,41 persen menjadi 17,42 persen, kemudian dilanjutkan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono-red) dari 17,42 persen turun menjadi 14,15 persen di periode pertama dan menjadi 10,96 persen di periode kedua. Seperti diketahui, Megawati menjadi presiden dimulai pada 23 Juli 2001 sampai 20 Oktober 2004, dan SBY memimpin selama dua periode. Tahun pertama kepemimpinan SBY turun 2,51 persen dan periode kedua turun 3,46 persen. Kemudian lanjut ke Jokowi. Dari 10,96 persen sekarang 9,86 persen. Turunnya itu cuma 1 persen selama empat tahun. Dari data sah BPS, Jokowi itu paling gagal, ia hanya berhasil menurunkan angka kemiskinan sebanyak ,1 persen selama lima tahun. Rp 11 ribu triliun APBN yang dihabiskan. Salah satu kegagalan Jokowi turunkan angka kemiskinan karena selain Jokowi tidak punya niat baik juga tidak punya master plan. Konsepsi dan arah pembangunan yang berorientasi pada, Pengentasan Kemiskian (pro poor), Penciptaan lapangan kerja (pro job), Berorientasi pada pertumbuhan ekonomi (pro growth). Pemerintah Jokowi justru menghadirkan program yang mencekik leher rakyat miskin seperti kenaikan harga BBM, Kenaikan harga listrik, Kenaikan BPJS dan pengendalian harga pangan untuk menekan inflasi yang kurang sehingga penyebab sulitnya mengentaskan kemiskinan di negeri ini. Untuk menurunkan orang miskin di negeri ini tidak sulit. Negara harus memastikan untuk menutup faktor kemiskinan yang muncul karena kalori atau pangan dan non pangan seperti kesehatan, pendidikan serta distribusi uang ke rakyat secara langsung untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Uang 11 Ribu Trilyun dalam 5 Tahun APBN adalah jumlah yang besar namum hanya membuat kenyang orang-orang kaya. Pengangguran Bertambah di Tahun 2019 Pada Agustus 2019 jumlah pengangguran di Indonesia mengalami peningkatan menjadi 7,05% atau penganggur bertambah dari 7 persen tahun 2019. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah indikasi tentang penduduk usia kerja yang termasuk dalam kelompok pengangguran. Pada Bulan Pebruari 2019 Tingkat Penganggur Terbuka 5,01 persen atau 6,82 juta. Jumlah tersebut di tambah dengan pekerja tidak penuh terbagi yaitu pekerja paruh waktu (22,67 persen) dan pekerja setengah penganggur (7,37 persen). Dengan demikian secara keseluruhan jumlah penganggur baik penganggur Tebuka, maupun setengah penganggur menjadi 35,05 persen. Tingkat pengangguran terbuka diukur sebagai persentase jumlah penganggur/pencari kerja terhadap jumlah angkatan kerja berguna sebagai acuan pemerintah bagi pembukaan lapangan kerja baru. Selain itu, perkembangannya dapat menunjukkan tingkat keberhasilan program ketenagakerjaan dari tahun ke tahun. Lebih penting lagi digunakan sebagai bahan evaluasi keberhasilan pembangunan perekonomian, selain angka kemiskinan. Pada tahun 2018 jumlah Tingkat Pengangguran Terbuka sebanyak 5,13 pesen menjadi 5,01 persen di tahun 2019. Mengalami penurunan sebesar 0,12 persen. Walaupun Tingkat pengangguran Terbuka (TPT) mengalami penurunan, namun persentase TPT di Perkotaan lebi h tinggi dari pada di perkotaan yaitu 6,30 persen di kota dan 3,45 persen di pedesaan. Bahkan jika dilihat dari perubahan julah TPT dalam satu tahun terakhir di perkotaan hanya berkurang 0,04 persen dibanding perdesaan sebanyak 0,27 persen. Dilihat dari menurut pendidikan maka Tingkat Pengangguran Terbuka untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih tertinggi yaitu 8,63 persen, diikuti oleh Diploma I/II/III 6,89 persen. Problemnya adalah penawaran pasar kerja untuk lulusan SMU/ Diploma kurang terserap. Demikian pula lulusan sekolah dasar ke bawah lebih terserap di dunia kerja, dapat di duga karena lulusan sekolah dasar lebih cenderung menerima pekerjaan apa adanya. Pengangguran memang mengalami penurunan dari 7,01 juta di tahun 2017, kemudian 6,87 juta tahun 2018 menjadi 6,82 juta atau 5,01 persen di tahun 2019. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah soal setengah penganggur yang tidak banyak disorot publik. Persentase penduduk yang pekerja penuh (jam kerja minimal 35 jam per minggu) sebesar 69,96 persen. Sementara itu, pekerja tidak penuh terbagi menjadi dua, yaitu pekerja paruh waktu (22,67 persen) dan pekerja setengah penganggur (7,37 persen). Dengan melihat angka tersebut di atas penganggur paru waktu dan pekerja setengah penganggur dapat dikategorikan sebagai setengah penganggur. Maka secara keseluruhan jumlah pengangguran di Indonesia 35,05 persen atau 45,27 juta jiwa dari total 129,36 juta Angkatan Kerja di Indonesia. namun soal angka pengangguran ini bisa di berdebatkan. Sesuai dengan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), tingkat penganggur terbuka terdiri dari empat komponen. Pertama, mereka yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan. Kedua, mereka yang tidak bekerja dan mempersiapkan usaha. Ketiga, mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Keempat, mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja, tetapi belum mulai bekerja. Konsep penanggulangan ke depan harus dapat mengutamakan penyelesaian terdahulu terhadap akar permasalahannya secara menyeluruh dan konsepsional, ketimbang penyelesaian yang bersifat gradual. Hal ini perlu digaris bawahi sebab seringkali kita mengambil keputusan yang bersifat sementara, hanya sekedar meredam gejolak massa. Padahal yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin yang arif dan bijak adalah keputusan-keputusan yang bersifat visioner. Sehubungan dengan ini, penulis memberikan Pekerjaan Rumah (yang berasal dari perpaduan pemikiran rakyat, bagi pemecahan masalah pengangguran yang harus/mutlak dilakukan oleh Presiden dalam rangka memecahkan permasalahan pengangguran. Pada masa yang akan datang harus ada perubahan struktur ekonomi dan keluwesan di pasar kerja yang akan membuat angka elastisitas bisa berubah menjadi lebih baik. Salah satu strategi dasar untuk menciptakan lapangan dan memperluas kesempatan kerja adalah suatu strategi pembangunan yang berorientasi untuk memberi peluang pembukaan lapangan kerja yang produktif dan berorientasi pada peningkatan sumber daya manusia. Pembangunan yang berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia itulah yang perlu dilakukan mengingat bangsa kita berjumlah penduduk terbanyak yang berorientasi pada demografik sentris. Natalius Pigai, Mantan Staf Khusus Menakertrans, Pernah menjabat Kasubid Statatik Di Kemenakertrans.

Gaduh Daur Ulang Salam Pancasila

Oleh Dimas Huda Jakarta, FNN - Belakangan ini jagat media sosial diramaikan meme dan sindiran “salam Pancasila”. Hal ini sebagai respon pernyataan Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, yang konon ingin mengusulkan penggantian salam “assalamu’alaikum” dengan “salam Pancasila”. Ada karikatur pasangan suami istri memijat bel di luar pintu sambil sang suami mengucapkan “salam pancasila…salam pancasila” ketika tidak ada jawaban, si istri berkomentar “mungkin kita ini dikirain sarap..pi”. Ada video juga ketuk-ketuk “salam Pancasila” berulang ulang tak ada jawaban. Akhirnya ia bilang “mungkin ini bukan orang Indonesia..tak cinta Pancasila” sambil balik pergi. Lalu, beredar pula meme “jika ada yang berucap salam pancasila maka jawabnya salam jiwasraya, salam bpjs, salam asabri, salam jual BUMN, salam devisit dan ngutang”. Kesannya memang heboh. Persoalannya, benarkah Yudian mengusulkan untuk mengganti ucapan assalamualaikum dengan salam Pancasila? Pada Sabtu, melalui keterangan tertulis, BPIP menyampaikan tidak pernah mengusulkan penggantian “assalamualaikum” dengan “salam Pancasila”. Direktur Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan BPIP, Aris Heru Utomo, menjelaskan maksud ucapan Kepala BPIP itu tidak sebagaimana yang diartikan banyak orang saat ini. Usul penggantian “assalamualaikum” dengan “salam Pancasila” boleh jadi diambil dari pernyataan Yudian saat wawancara dengan Detik.com. Wawancara itu didokumentasikan dalam sebuah video yang diunggah oleh Detik.com pada Rabu 12 Februari 2020 pada artikel yang berjudul "Blak-blakan Prof Yudian Wahyudi: Kepala BPIP Sebut Agama Jadi Musuh Terbesar Pancasila". Video wawancara itu berdurasi sekitar 39 menit. Framing yang dilakukan oleh sejumlah situs tentang "usulan mengganti “assalamualaikum” dengan “salam Pancasila" berasal dari menit 29:05 video tersebut. Dialog itu dimulai dengan pertanyaan dari host terkait dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 1978-1983, Daoed Joesoef. Pertanyaan itu merupakan lanjutan dari dialog sebelumnya tentang bagaimana mewujudkan persatuan di tengah kemajemukan agama. "Saya teringat dengan catatan Prof. Daoed Joesoef, mantan Mendikbud. Dia orang Aceh, muslim. Tapi, ketika menjadi menteri, tidak pernah sekalipun mengucapkan Assalamualaikum di hadapan publik. Tapi, ketika pribadi, dia fasih betul. Mungkinkah nilai-nilai semacam Daoed Joesoef itu diterapkan lagi oleh pejabat kita?" demikian pertanyaan yang dilontarkan oleh host Detik.com . Berikut ini jawaban lengkap Yudian yang ditranskrip dari video wawancara Detik.com: "Dulu, kita sudah mulai nyaman dengan selamat pagi. Tapi, sejak Reformasi, diganti dengan Assalamualaikum. Total, maksudnya dimana-mana. Tidak peduli deh ada orang Kristen, ada orang Hindu, pokoknya hajar aja. Karena ini mencapai titik ekstremnya, maka sekarang muncul kembali. Kalau salam, harus lima atau enam (sesuai jumlah agama yang diakui di Indonesia). Ini kan jadi masalah baru lagi sebenarnya. Sekarang, sudah ditemukan oleh Yudi Latif atau siapa begitu, yang namanya salam Pancasila itu. Maksudnya kan sudah sangat jelas. Jadi, salam itu maksudnya mengucapkan permohonan kepada seseorang sekaligus mendoakan agar selamat. Kalau bahasa Arabnya ya assalamualaikum. Sekarang, kita ambil contoh, ada hadis, 'Kalau Anda jalan, ada orang duduk, Anda harus mengucapkan salam.' Itu kan maksudnya adaptasi sosial. Sekarang, itu saya ulang. Anda kan sudah di zaman industri, zaman teknologi. Kalau mau membalap pakai mobil, salamnya gimana coba? Kan pakai lampu atau pakai klakson. Jadi, kita akan menemukan kesepakatan-kesepakatan, katakan haruslah. Kalau sekarang, kira-kira untuk mempermudah, kita perlukan kembali seperti yang dikatakan Pak Daoed Joesoef. Di dalam public service, cukup dengan kesepakatan nasional. Misalnya, salam Pancasila, umpama. Ini yang perlu dipikirkan hari-hari ini, daripada ribut itu para ulama, 'Kalau kamu ngomong shalom, itu berarti kamu jadi orang Kristen.' Karena yang begitu-begitu sensitif bagi muslim. Padahal, mendoakan orang kan boleh-boleh aja. Wong Nabi Muhammad saja pernah mendoakan raja Kristen kok. Dia meninggal, didoakan, disalati oleh Nabi. Ada unsur kemanusiaannya di situ. Kita juga begitu. Mestinya, ngomong 'shalom' ke orang Kristen tidak ada masalah teologis wong itu hanya untuk menyampaikan supaya kita damai kok. Bagi orang Kristen, mengucapkan salam kan juga tidak menjadi bagian keyakinan teologisnya. Itu kan katakan kode etik sosial yang tidak masuk ke dalam akidah. Kalau kita bisa pahami itu kan tidak ada masalah." Menyimak jawaban Yudian dalam wawancara tersebut maka sejatinya mengganti “assalamualaikum” dengan “ salam Pancasila” sekadar wacana untuk merespon pertanyaan wawancara terkait problem yang tengah dihadapi oleh bangsa ini. Selain itu, Yudian tidak menitikberatkan ucapannya pada salam umat Islam, Assalamualaikum, melainkan juga pada salam umat Kristen. Selamat Pagi Pernyataan Yudian soal salam ini bukan yang pertama mengundang polemik. Pada 1987 K.H. Abdurrahman Wahid sudah diberitakan seperti itu. Majalah Amanah memuat wawancara dengan Gus Dur yang seolah-olah akan mengganti “assalamualaikum” dengan “selamat pagi, selamat sore, dan selamat malam”. Wartawan dan sastrawan, Ahmad Tohari, sempat mencoba meluruskan bahwa apa yang dikatakan Gus Dur tidak persis seperti itu. Kala itu Ahmad Thohari adalah anggota Dewan Redaksi Majalah Amanah. Ia mendengarkan rekaman wawancara wartawan Amanah, Edy Yurnaedi, dengan Gus Dur secara utuh. Intinya, menurut Tohari, Gus Dur mengatakan kemajemukan di dalam masyarakat muslim di Indonesia sudah menjadi kenyataan sejak berabad lalu. Meskipun sebagian besar umat Islam Indonesia menganut Mazhab Syafi’i namun ada juga yang mengambil mazhab lain. Bahkan penganut Islam Syi’ah, Ahmadiyah, abangan pun ada. Menurut Gus Dur, tingkat penghayatan umat pun amat bervariasi dari yang hanya berkhitan dan bersyahadat waktu menikah sampai yang bertingkat kiai. Namun, ujar Gus Dur, kemajemukan itu harus tetap terikat dalam ukhuwah islamiyah atau ikatan persaudaraan Islam. Artinya, sesama umat Islam yang berbeda aliran maupun tingkatan pemahaman seharusnya saling menyambung rasa saling hormat. Gus Dur sangat tidak suka terhadap istilah Islam KTP atau Islam abangan. Baginya, semua orang yang sudah bersyahadat dan berkelakuan baik ya muslim. Mereka yang ketika bertamu masih memberi salam dengan ucapan kula nuwun (Jawa), punten (Sunda) atau selamat pagi, ya muslim karena syahadatnya. “Kalau begitu Gus, ucapan assalamu alaikum bisa diganti dengan selamat pagi?” tanya Edy Yurnaedi. “Ya bagaimana kalau petani atau orang-orang lugu itu bisanya bilang kula nuwun, punten atau selamat pagi? Mereka kan belum terbiasa mengucapkan kalimat dalam bahasa Arab kayak kamu?” Itulah inti pendapat Gus Dur dalam wawancara dengan Edy Yurnaedi. Menurut Ahmad Tohari, Edy mengusulkan wawancara itu dengan penekanan bahwa Gus Dur menganjurkan mengganti assalamu alaikum dengan selamat pagi. Alasannya, Majalah Amanah yang kala itu baru berumur satu tahun harus membuat gebrakan dalam rangka menarik perhatian pasar. ” Kan nanti Gus Dur akan membantah. Dan bantahan itu kita muat pada edisi berikut. Nah, jadi malah ramai kan? Ini cuma taktik pasar kok,” ujar Edy kala itu. Kafrawi Ridwan yang waktu itu jadi pemimpin redaksi lebih suka mengambil sikap momong kepada yang muda. Maka usul Edy ditawarkan kepada rapat. Tentu ada yang pro dan kontra. Celakanya lebih banyak yang pro. Mereka beralasan seperti Edy, cuma taktik pemasaran, dan Gus Dur mereka yakini akan membantah. Dan terbitlah edisi assalamu alaikum itu. Benar saja, masyarakat riuh. Gus Dur menuai kecaman. Oplah majalah terdongkrak. Dan Edy melanjutkan aksinya dengan mewawancarai kembali Gus Dur. Diharapkan Gus Dur akan membantah bahwa dia telah menganjurkan mengganti assalamu alaikum dengan selamat pagi. Tapi Edy amat terkejut ketika Gus Dur dengan enteng menjawab, buat apa membantah. “Biarin, gitu aja kok repot.” Konon pada saat itu oplah majalah Amanah naik. “Hanya saja terjadi fitnah di tengah masyarakat. Secara pribadi saya pernah minta Gus Dur berbuat sesuatu untuk menghentikan fitnah yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Tapi dasar Gus Dur. Dia tetap pada pendirian akan membiarkan fitnah itu berhenti sendiri,” ujar Ahmad Tohari. Sayang fitnah itu ternyata berumur panjang. Bahkan sampai saat ini. “Gus Dur sendiri tetap berjiwa besar, tetap bersahabat, meskipun banyak yang terpaksa salah paham. Gus Dur tidak pernah mengusulkan mengganti assalamu alaikum dengan selamat pagi. Untuk hal ini saya akan menjadi saksi bagi Gus Dur,” demikian Tohari, dalam tulisannya berjudul “Kulo Nderek Gus Dur” yang dimuat Suara Merdeka, 2010 silam. Tiada tuhan selain Tuhan Sebelum Gus Dur, ada juga Dr. Nurcholish Madjid yang membuat gaduh karena makalahnya yang menulis kalimah thoyyibah “Laa ilaaha illallaah” diterjemahkan menjadi “tiada tuhan (t kecil) selain Tuhan (T besar). Terdengar unik karena berbeda dari pemaknaan umumnya “tiada Tuhan selain Allah”. Bagi Cak Nur, mengganti kata Allah dengan Tuhan adalah absah karena hanya masalah bahasa yang substansinya sama. Namun, terjemahan ini diprotes oleh seorang peserta seminar dengan menyebut terjemahan itu hukumnya haram. Seminar itu diselenggarakan Harian Pelita di Jakarta, 1 April 1985. Media memberitakannya. Selama setahun lebih hal itu menjadi polemik. Cak Nur juga pernah memunculkan jargon “Islam Yes, Partai Islam, No!” yang kemudian banyak disalahpahami, terutama oleh para aktivis partai Islam. Cak Nur dianggap anti-partai Islam. Pikiran-pikiran Yudian tentang salam Pancasila hanyalah kelanjutan dari apa yang sudah pernah dilontarkan tokoh-tokoh sebelumnya. Dan, lucunya, respon yang dihasilkan sama: gaduh. Penulis wartawan senior.

Presiden Jokowi dan Petruk Dadi Ratu

Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Presiden Jokowi baru saja membeli sebuah lukisan menarik. Penuh simbol dan makna. Lukisan karya mantan tahanan politik Joko Pekik itu berjudul “Petruk Dadi Ratu. Semar Kusirnya.” Rencananya lukisan besar berukuran 5 X 2 meter itu akan di pasang di istana negara yang baru di Kalimantan Timur. Dalam artikel di majalah Tempo Edisi 22 Februari 2020 dengan judul “Lukisan Petruk Untuk Istana Baru” Joko Pekik mengaku lukisan itu dibeli dengan harga sangat mahal. Miliaran rupiah. Tapi tak dijelaskan berapa harga pastinya. Dalam lukisan mantan seniman Lekra (organisasi seniman onderbouw PKI) yang pernah lama mendekam di penjara itu, Petruk sedang menyalami kerumunan rakyat jelata yang mengelu-elukannya. Ada petani dan ibu-ibu yang menggendong anaknya. Di seberang mereka, dibatasi jalan yang membelah kerumunan, berdiri orang-orang berdasi dan berjas, juga deretan gedung yang menjulang. Di belakang Petruk, Semar terlihat mengemudikan kereta kencana. Kisah Petruk Dadi Ratu adalah salah satu episode yang sangat terkenal dalam dunia pewayangan. Ceritanya berupa pasemon, sindiran sekaligus nasehat tentang mengelola sebuah negara. Petruk adalah seorang raja yang memperoleh kekuasaannya secara tidak sah. Tidak diridhoi dan diberkahi para dewa. Akibatnya negara yang dipimpinnya kacau balau. Dia adalah seorang punakawan, abdi dalem anak Semar dengan kemampuan intelektual yang terbatas. Namun dia pandai melucu. Menghibur para tuannya. Bersama dua saudaranya Gareng dan Bagong, mereka bertugas mengocok perut para penonton yang sudah mulai mengantuk. Mereka biasanya muncul lewat tengah malam dalam babak Goro-goro. Para punakawan ini bercanda, sindir kiri kanan, kritik sana-sini. Semar akan tampil sebagai orang bijak. Dia memberi petuah tentang kehidupan, maupun berbangsa dan bernegara. Petruk digambarkan bertubuh tinggi kurus, dengan tampilan sangat bersahaja. Ciri khas lainnya, hidungnya sangat panjang. Tapi ini hidung asli. Beneran. Beda dengan Pinokio yang hanya memanjang kala dia berdusta. Alkisah, dalam episode Petruk Dadi Ratu disebutkan dia menggelapkan jimat Kalimasada yang dititipkan oleh seorang kesatria Bambang Priyambada kepadanya. Dia khianat dan menguasai jimat Kalimasada, dan menggunakannya untuk meraih kekuasaan. Dia menjadi raja dengan gelar Prabu Kantong Bolong Belgeduwelbeh Tongtongsot. Karena tidak punya kapasitas yang memadai dan memperoleh kekuasaan secara tidak sah, Petruk memerintah seenak udelnya. Dia mengangkat petinggi negara dari kalangan inner circle-nya tanpa memperdulikan kapasitas dan kemampuannya. Gareng dan Bagong diangkat menjadi petinggi istana. Tatanan dalam dunia pewayangan dia jungkir balikkan. Situasi negara kacau balau. Negara Amarta dan Astina yang secara tradisonal bermusuhan, bersatu padu. Mencoba mengalahkan Prabu Kantong Bolong. Semuanya kalah. Petruk punya kekuatan tak tertandingi, yakni jimat Kalimasada. Ada yang menafsirkan jimat itu adalah dua kalimat sahadat dalam lafal Jawa. Hal ini tampaknya erat kaitannya dengan strategi dakwah para Wali yang menggunakan medium pewayangan. Akhirnya Prabu Belgeduwelbeh dapat dikalahkan oleh Semar yang menyamar menjadi salah satu petingginya. Rahasianya terbongkar. Dia kembali menjadi rakyat jelata, punakawan yang kerjanya tukang melucu. Tatanan dunia pewayangan kembali tata tentrem setelah jimat dan singgasana kerajaan dikembalikan kepada yang berhak. Tafsir yang berbeda Dalam tafsir Joko Pekik seperti dilansir Tempo, ceritanya agak berbeda. Menurut Pekik, karyanya menggambarkan Dewa Semar yang memegang kendali bangsa Indonesia pasca-reformasi. Sedangkan Petruk didapuk sebagai pelaksana pemerintahan. “Sekarang Dewa Semar mengendalikan kereta kencana karena Petruk jadi ratu,” ujar. Kisah Petruk Dadi Ratu memang bukan cerita pewayangan biasa. Banyak menjadi kajian sejumlah peneliti kebudayaan Jawa. Sejumlah Indonesianis seperti Ben Anderson, bahkan Denys Lombard pernah mengkaji dan menuliskannya. Cerita ini juga sering digunakan untuk menyindir penguasa yang diaggap lalim. Sebagai presiden yang tengah berkuasa, pasti Jokowi tidak punya niat untuk menyindir atau mengkritik diri sendiri . Lukisan ini tampaknya dimaksudkan Jokowi sebagai pengenget (pengingat) bagi dirinya dan tentu saja bagi para presiden penggantinya kelak. Itu juga kalau benar lukisan jadi di pasang di istana negara yang baru. Dengan catatan istananya ada, dan ibukota barunya jadi dibangun. End Penulis wartawan senior. Foto: Sketsa Umar Khayam

Gubernur Menjawab (1): Tumpang Pitu Perlu Penyelesaian Strategis!

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Senin, 24 Februari 2020 pukul 11:25, saya kirim tulisan berjudul “Sebaiknya Aktivitas Tambang Emas Tumpang Pitu Dihentikan!” ke Gubernur Jawa Timur Hj. Khofifah Indar Parawansa. Selang sekitar 3 menit kemudian, mantan Menteri Sosial ini langsung menjawab singkat via WA: “Cek undang- undangnya....pasal yg dilanggar apa shg hrs dihentikan....”. Saya jawab: “Siyap, Bunda! Tks petunjuknya. Sy akan coba cari tahu kpd teman lawyer”. “Mereka tahu sekali,” jawab gubernur yang akrab dipanggil Bunda ini menjawab WA saya lagi. Saya jawab: “Saya juga sedang riset tulisan terkait dg usaha pertambangan yang diduga melanggar UU, Bunda. Stlh itu baru menulis lagi. Tks arahannya”. Secara pribadi, saya mengapresiasi Gubernur Khofifah yang berkenan jawab forward tulisan saya itu. Dan, sesuai “janji” saya, segera saya carikan jawaban untuk menjawab “tantangan” dari alumni Universitas Airlangga Surabaya ini. Berikut catatannya. Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KKP) Nomor 23 Tahun 2016 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pasal 18 ayat (1) berbunyi: “Wilayah perencanaan RZWP-3-K meliputi: a. Kearah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan; …” dan Kecamatan Pesanggaran sendiri terletak di ujung selatan Kabupaten Banyuwangi, sehingga wilayah tersebut mesti mematuhi Peraturan Daerah (Perda) No. 1 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP-3-K) Jatim. PT. Bumi Suksesindo (BSI) dan PT. Damai Suksesindo (DSI) diduga melanggar Perda No.1 Tahun 2018 itu, karena dalam aturan tersebut, alokasi ruang untuk pemanfaatan wilayah pesisir Kabupaten Banyuwangi, terutama Kecamatan Pesanggaran, tidak dialokasikan untuk zona pertambangan. Tetapi untuk zona pelabuhan perikanan, zona pariwisata dan zona migrasi biota. Sementara yang ditemukan di lapangan terdapat Pelabuhan Candrian yang digunakan untuk kegiatan pertambangan seperti menurunkan alat-alat berat. Keberadaan PT. BSI dan DSI di wilayah tersebut juga diduga melanggar Pasal 40 ayat (3) UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang berbunyi: “Setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi yang menimbulkan bencana dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagai bagian dari usaha penanggulangan bencana sesuai dengan kewenangannya". Sementara dalam penjelasannya disebutkan, “Yang dimaksud dengan kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi menimbulkan bencana adalah kegiatan pembangunan yang memungkinkan terjadinya bencana, antara lain pengeboran minyak bumi, pembuatan senjata nuklir, pembuangan limbah, eksplorasi tambang, dan pembabatan hutan”. Sedangkan aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT. BSI dan DSI – meskipun telah melalui proses studi AMDAL – tidak memiliki analisis risiko bencana. Gunung Tumpang Pitu adalah ‘tetenger’ (penanda) bagi nelayan saat melaut. Setiap pagi, ketika mereka berada di laut lepas, titik yang mereka cari untuk menentukan arah adalah Pulau Nusa Barong di sebelah Barat, Gunung Agung (Bali) di sebelah Timur dan Gunung Tumpang Pitu di tengah-tengahnya. ‘ Maka jika Gunung Tumpang Pitu dan gunung-gunung lainnya menghilang, bisa dipastikan mereka akan kehilangan salah satu tetenger daratan yang menjadi acuan arah. Bagi warga di pesisir selatan Banyuwangi, Gunung Tumpang Pitu, Gunung Salakan, dan gunung-gunung di sekitarnya adalah benteng alami dari daya rusak gelombang tsunami. Sebagaimana pernah dicatat, pada 1994, gelombang tsunami menyapu kawasan pesisir selatan Banyuwangi dan merenggut nyawa sedikitnya 200 orang. Bagi warga, saat itu keberadaan Gunung Tumpang Pitu dan gunung-gunung sekitarnya, dikatakan mampu meminimalisasi jumlah angka korban. Sehingga bisa dipastikan jika gunung-gunung tersebut menghilang, maka potensi ancaman jumlah korban yang lebih banyak akan terjadi pada masa mendatang. Bagi nelayan-nelayan yang tinggal di pesisir teluk Pancer, Gunung Tumpang Pitu adalah benteng dari ancaman angin Tenggara yang terkenal ganas pada musim-musim tertentu. Sedangkan Gunung Salakan bagi mereka difungsikan sebagai jalur evakuasi jika tsunami melanda. Gunung-gunung di pesisir selatan Banyuwangi tak hanya berfungsi sebagai kawasan resapan air yang dibutuhkan bagi rumah tangga warga dan pertanian, tetapi juga secara turun-temurun telah menjadi tempat bagi warga (khususnya perempuan) untuk mencari tumbuh-tumbuhan obat. Sejak masuknya PT BSI dan PT DSI di Desa Sumberagung, berbagai masalah sosial-ekologis dan keselamatan ruang hidup masyarakat meningkat. Salah satunya adalah bencana lumpur yang terjadi pada Agustus 2016 silam. Selain telah merusak sebagian besar kawasan pertanian warga, bencana lumpur tersebut juga membuat kawasan pesisir pantai Pulau Merah (Desa Sumberagung) dan sekitarnya berada dalam kondisi yang sangat mengenaskan. Bahkan karena kerusakan tersebut ditemukan sejumlah fakta bahwa beberapa jenis kerang, ikan dan beberapa biota laut lainnya mulai menghilang dari pesisir desa Sumberagung dan sekitarnya. Sejumlah kelompok binatang seperti monyet dan kijang juga mulai turun memasuki lahan pertanian warga karena rusaknya habitat mereka. Dan beberapa sumur milik warga mulai mengalami kekeringan diduga karena penurunan kualitas lingkungan. Hal ini belum ditambahkan lagi dengan sejumlah peningkatan pencemaran dan polusi tanah, udara, suara yang juga cukup signifikan. Sementara itu, pada 10 Februari 2020, ditemukan dua bangkai penyu yang terdampar di pesisir Pantai Pulau Merah dan diduga disebabkan oleh aktivitas pertambangan di Gunung Tumpang Pitu. Berdasarkan keadaan-keadaan tersebut, PT BSI diduga melanggar UU 32/2009 pasal 69 ayat 1 huruf (a) yang melarang “setiap perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup”. Selain itu, pada 2017, telah terjadi kasus kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan Budi Pego. Budi Pego dituduh menyebarkan paham komunis ketika ia sedang melakukan aksi untuk mempertahankan ruang hidupnya. Pada Januari 2020, upaya kriminalisasi kembali terjadi; Agus, salah seorang warga yang menolak aktivitas pertambangan PT BSI dan DSI ditangkap dengan sewenang-wenang – tanpa diperiksa/dipanggil terlebih dahulu. Dengan tuduhan penganiayaan terhadap salah seorang pekerja PT BSI ketika Agus dan rekan-rekannya tengah melakukan aksi untuk mempertahankan ruang hidupnya dengan menghadang upaya perusahaan untuk memasuki wilayah Gunung Salakan dan sekitarnya guna melakukan penelitian geolistrik. Dua hal tersebut bertentangan dengan UU 32/2009 pasal 66 yang berbunyi, “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”. Mengingat poin itu semua, PT BSI dan PT DSI juga diduga telah melanggar UU 27/2007 jo UU 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 35 huruf (k) yang melarang: “Melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya”. Karena aksi blokade, aksi tenda warga, dan aksi kayuh sepeda dari Banyuwangi-Surabaya, juga aksi mogok makan di depan Kantor Gubernur Jatim, tidak juga mendapat tanggapan dari Gubernur Khofofah, maka aksi pun dilanjut dengan aksi kirim SMS massal. Inti isi SMS massal tersebut adalah mendesak Gubernur Khofifah untuk mencabut IUP Operasi Eksploitasi BSI dan IUP Eksplorasi DSI. Dari laporan beberapa warga, jawaban dari Gubernur Jatim: kewenangan pencabutan izin tambang yang dimaksud ada di pemerintah pusat. Gubernur Khofifah menilai tuntutan yang ada dalam SMS massal itu salah alamat. “Khofifah beranggapan bahwa pemberian izin serta kewenangan pencabutan bukan berada pada kewenangannya,” ungkap Advokat Subagyo, SH yang selama ini mendampingi warga yang menuntut pencabutan perizinan itu. (Bersambung) Penulis wartawan senior.