OPINI

Kapitalis Leluasa Dibawah Sinar Rule of Law

By Dr. Margarito Kamis Jakarta, FNN - Kapitalis disepanjang rute sejarah konstitusionalisme dan demokrasi, teridentifikasi sebagai pioneer. Mereka teridentifikasi oleh sejarah sebagai pencipta “rule of law”. Ciptaan mereka, dalam kasus Inggris, diawali dengan “Magna Charta 1215”. Disusul secara bergelombang dengan penciptaan parlemen dua kamar. Dari sebelumnya hanya satu kamar, unicameral. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1365 di Inggris. Mereka juga menjadi penyebab terbesar lahirnya konsep “habes corpus” pada tahun 1679. Sembilan tahun sebelum revolusi besar tahun 1688. Disusul sesudah itu dengan Petition of Right 1689, dan Parliamentary Act 1702 jauh setelah itu. Semuanya menyusul kemudian terhubung dengan mereka. Rule of law, menempatkan hukum pada posisi tertinggi. Pada semua aspek sekecil apapun dalam kehidupan bernegara. Ini berkah dagang terbesar. Bagi kapitalis, inilah cara mereka lakukan untuk bisa merasuk masuk ke sumber ekonomi. Caranya kuasai dan atur hukum. Dalam kasus Inggris tahun 1732, dibuktikan dengan dibuat Sumptuary Act. Dengan undang-undang ini, kapitalis Sutra Persia, pelopor Sumptuary Act, memonopoli produksi dan distribusi dari Sutra Persia. Akibatnya? Kapitalis katun India terpukul, dan hilang secara perlahan-lahan. Dalam kasus mutakhir setelah Patriot Act 2003, yang mengotorisasi Amerika untuk menemukan dan menghabisi teroris dimanapun. Mereka bebas memasuki Irak. Saddam Husen, presiden Irak, teman Amerika pada tahun-tahun sebelumnya, akhirnya menemui nasib sebagai sponsor terorisme. Dalam status itu, Saddam dihabisi. Infrastruktur berantakan total. Segera setelah prorak-poranda, Haliburton sebuah korporasi konstruksi menemukan mimpi tipikalnya. Makes a Killing on Iraq War, artikel Pratap Chartterjee, yang dipublikasikan oleh Special to Corpwacth 20 Maret 2003 menyajikan kenyataan yang kandungan kolutifnya menggunung. As the first bombs rain down on Bagdad, tulis Charttejee, corpwacht menemukan seratus pekerja Haliburton di Irak. Haliburton diketahui menempatkan mantan Menteri Pertahanan Amerika Dick Cenney sebagai chief excecutive-nya. Dalam artikel itu juga, Chatterjee menulis tentang saat ini Dick Cheney menerima upeti miliyaran dollar setiap tahun dari Haliburton. Upah ini sebagai bentuk terima kasih kepada Dick Chenney. Kerena berkat bantuan dari Dick Chenney, gedung putih memenangkan kontrak besar untuk Haliburton. Soal terakhir ini, tulis Chatejjee disangkal oleh juru bicara Cheney. Itu satu soal. Namun persoalan lain yang menggoda untuk meyakini pernyataan kongklusif Chartterjee adalah Haliburton tidak sendirian. Chartterjee menunjuk pada 2001 Kellog. Brown and Root menjadi sub-kontraktor dari Haliburton dengan durasi tertentu. Mereka mengerjakan apa yang dikenal dengan Logistic Civil Augmentation Program (LOGCAP) dari Pentagon. Betchel, korporasi konstruksi asal California berada disisi lain pembangunan kembali Irak. George Schultz mantan menteri luar negeri Amerika dalam pemerintahan Ronald Reagen, adalah salah satu anggota Dewan Direksi. Sementara itu Riley Betchtel, CEO-nya diangkat oleh Presiden Bush Jr sebagai penasihatnya di bidang perdagangan internasional. Kolusi tersistem terlihat cukup meyakinkan. Donald Rumsfeld menjabat sebagai menteri pertahanan pada pemerintahan Bush. Sayangnya, Corpwachi teridentifikasi pernah ditugaskan oleh Schultz selagi Schultz menjadi Men Menteri Luar Negeri Amerika. Ia ditugaskan sebagai special envoy-nya di Irak. Apa yang dikerjakan Rumsfeld di Irak dalam statusnya sebagai special envoy? Rumsfeld ditugaskan Schultz mendapatkan dukungan Saddam Husen kepada Bechtel mengerjakan pipa minyak dari Irak ke Yordania. Sisi kolutif lainnya, Riley Bechtel, mantan CEO Bechtel Corp, yang kini telah menjadi penasihat Bush, segera bertemu Terry Valenzano, pejabat Pentagon. Petemuan direncnakan, dan berlangsung di Kuwait City. Hasilnya? Bechtel muncul sebagai kontraktor sejumlah proyek raksasa di Irak. Kontrak dengan nilai yang sangat pantastis, yaitu sebesar U$ 680 billion dollars untuk jangka waktu delapan belas bulan. Tabiat penggunaan kedudukan official, alam karakter kolutif, untuk kepentingan pribadi kini terlihat lagi. Dalam perdebatan Komite Inteljen Kongres pada kasus penyelidikan pemakzulan terhadap Presiden Trumph, muncul tabiat kolutif itu. Dalam penyelidikan ini, Trumph ditemukan meminta dengan nada menekan, mengarahkan Presiden Ukraina menyelidiki Joe Biden, mantan Wapres Obama dan calon pesaingnya pada pemilu presiden 2020 ini. Mengapa Trumph menunjuk Biden? Menurut Trumph, Biden dalam kedudukan sebagai Wapres Obama, teridentifikasi pernah menekan Jaksa Agung Ukraina menghentikan penyelidikan teradap anaknya, Hunter Biden. Itulah alasan Trump meminta Presiden Ukraina menyelidiki Biden. Sial baginya, tindakannya itu berbuah penyelidikan kongres dalam kerangka impeachment. Bagaimana dengan Indonesia yang rule of lawnya naik kelas pasca Pak Harto? Terlihat sangat mirip, bahkan sama. Tak lebih dari sekadar menghidangkan “karpet merah terang” kepara para kapitalis untuk melipatgandakan penguasaan sumberdaya ekonomi. Untuk sebagian kecil kasus, itulah yang teridentifikasi manis oleh Wahyuni Refi Setya Bekti. Dalam studi doktoral ilmu politik di FISIP Universitas Indonesia, Refi menemukan kenyataan, saya kualifikasi buruk. Terdapat kaitan politik yang kental antara kapitalis dengan politisi dalam pembentukan undang-undang. Pembentukan undang-undang, khususnya undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Sumberdaya Air, yang diriset mengantarkan Refi pada temuan itu. Cukup mengagumkan d temuannya. Ditemukan adanya pengaruh lembaga-lembaga donor dalam pembentukan undang-undang itu. Mereka berhasil memaksa negara agar membuat kebijakan yang menguntungkan mereka. Paling kurang harus menurut kepentingan mereka (Republika.co.id, 9/1/2020). Studinya memperlihatkan pembahasan atas undang-undang ini tidak mendapat perhatian memadai dari kekuatan politik non DPR dan partai politik. Juga pembahasannya cukup cepat. Perihal pembahasan yang cukup tersebut cepat, juga terjadi pada pembentukan undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Membayar Utang. Ini dinyatakan Hamdan Zoelva, mantan Wakil Ketua Komisi II DPR periode 1999-2004. Dalam keterangannya disidang pengujian konstitusi UU ini, Hamdan menerangkan betapa cepatnya pembahasan undang-undang ini. Hamdan juga menerangkan bahwa undang-undang ini tidak merumuskan ketentuan tentang berapa jumlah utang yang dapat dijadikan alasan untuk meminta sebuah korporasi dipailitkan (Detikcom, 14/2/2005). Durasi pembahasannya adalah satu tipikal, bukan satu-satunya. Tipikal lainnya adalah karakter norma. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentan Migas, undang-undang Ketenagalistrikan, undang-undang tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sekadar sebagai ilustrasi bahwa undang-undang yang disebutkan tersebut, bersifat sangat kapitalistik dan liberalis. Tipikalnya adalah “memberi hak” untuk mendapatkan sumberdaya itu. Sifat itu terbaca pada pertimbangan Mahkamah Konstitusi pada putusan-putusannya tentang undang-undang itu. Teknis “norma kapitalistik” teridentifikasi melalui rumusan pasal yang berbunyi, misalnya “Pemerintah dapat mengikutsertakan pihak swata dalam …….. Atau pemerintah dapat mengikutsertakan pihak lain………” Tidak akan ditemukan norma yang tegas-tegas. Tidak ditemukan misalnya “swasta berhak mengerjakan……” Itu tidak ada. Sama sekali tidak. Norma jenis itu terlalu konyol. Itu cara berpikir yang konyol. Begitulah cerdasnya kapitalis “menciptakan pintu masuk” ke penguasaan sumberdaya ekonomi. Agar bisa mengecoh, maka harus dipastikan pemerintah tetap memegang kekuasaan. Bukan dengan melepaskan semuanya kepada pihak kapitalis. Untuk itu, rumusan norma harus seperti contoh sederhana di atas. Otang tolol dan konyol akan segera menyatakan bahwa Pemerintah, dengan rumusan seperti itu tetap sebagai pemegang kekuasaan. Padahal justru rumusan itu memberi kewenangan pemerintah memanggil kapitalis masuk. Secara hipotetik beralasan diproyeksikan norma “kapitaklistik dan liberalistik” akan muncul pada undang-undang Ibu kota baru di Kalimantan Timur. Undang-undang ini sedang disiapkan. Dimana letak beralasannya? Pembangunan itu membutuhkan biaya besar 466 triliun rupiah. Rinciannya kurang lebih sebagai berikut; APBN sebesar 19,2 % setara dengan 89,472 triliun rupiah, Swasta sebesar 26,2% setara dengan 122,092 triliun, dan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha sebesar 54,6% setara dengan 254, 436 triliun rupiah (CNBCIndonesia, 27/8/2019). Kapitalis, pada waktunya menjadi kantong terakhir uang itu. Pesta kapitalis dengan uang itu sempurna bersamaan dengan selesainya undang-undang, yang diisitilahkan secara teoritik “omnibus law”. Tipikal undang-undangh ini adalah materi muatannya meliputi berbagai sektor dan berbagai isu yang sifat dasarnya secara konseptual saling berkaitan. Undang-undang ini akan dibungkus dengan argumen teknokratis, “memperlancar investasi.” Pasti sangat merdu, manis dan indah kedengarnya. Begitulah cara menghilangkan bau keterlibatan kapitalistik dalam pembuatan undang-undang. Itu sialnya. Untungnya? Saya tidak tahu. Agar sukses terus mendekat, maka pola canggih amodel Amerika harus dipanggil. Apa saja polanya? Warga negara dan kehidupan masyarakat yang telah terhimpit padatnya jalanan kehidupan, harus terus dikurung di dalamnya. Harus selalu muncul isu baru, yang memanggil secepat mungkin kontroversi. Satu demi satu isu kontroversial baru diproduksi. Harus disajikan dari minggu ke minggu. Begitu seterusnya. Kapitalis terus menggunung, dan rakyat kebanyakan terus terhimpit di dalamnya. Lalu datanglah deskripsi hebat kapitalis mencapai puncak itu karena mereka rajin, kreatif dan sejenisnya. Sementara orang kebanyakan kelewat malas, dan terlalu banyak bicara hal-hal non ekonomi. Padahal orang malas masih kerja mendorong gerobak jualan nasi goreng disaat kapitalis rajin telah tertidur pulas. Begitulah cara rule of law mendistribusikan keadilan. Begitulah kesengsaraan dan nestapa orang kebanyakan dibuat biasa dibawah sinar rule of law. Kapitalis-kapitalis ini, konyolnya lagi, teridentifikasi sebagai orang-orang yang rajin. Orang miskin justru sebaliknya, teridentifikasi sepenuhnya sebagai orang yang malas. Bukan miskin karena kebijakan kapitalistik, yang selalu dalam semua level dan aspek bersifat diskriminatif. Konyol memang. Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate.

Hasto Khianati Mega!

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - “Jangan sekali-kali punggungi rakyat, jangan itung untung rugi bagi kerja politik, jangan mencari keuntungan pribadi atau kelompok dari tugas ideologis ini,” tegas Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Jum’at (10/1/2020). Dalam pidato politiknya di Rakernas dan HUT ke-47 PDIP di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, itu, Mega mengingatkan kader partainya agar tak mengambil keuntungan pribadi atau kelompok dalam menjalankan tugas sebagai politikus. Dia meminta kader PDIP bekerja sungguh-sungguh untuk bangsa dan negara. “Kader-kader PDI Perjuangan di seluruh tanah air penuhi jiwa ragamu dengan semangat mewujudkan cita-cita rakyat tersebut,” tegasnya dengan berapi-api. Mega mengatakan, pernyataan untuk tak mengambil keuntungan pribadi tersebut merupakan instruksinya kepada seluruh kader PDIP. Jika ada yang melanggar, dia menegaskan tak akan melindungi. “Dengar, pidato politik ini adalah instruksi langsung dari ketua umum bagi seluruh kader PDI Perjuangan. Saya tidak akan lindungi kader yang tidak taat instruksi partai,” tegas Mega lagi. Mega pun mengatakan akan 'menggebrak' kader agar sadar akan tugas partai. Dia kemudian mempersilakan kader yang tak siap untuk menjalankan instruksinya keluar dari PDIP. “Saya akan menggebrak kalian-kalian seperti biasanya, berkali-kali agar sadar terhadap tugas ideologis partai. Jika tidak siap, silakan kalian pergi dari PDI Perjuangan,” ujar Mega. “Siap atau tidak?”tanya Mega kepada seluruh kader yang hadir. “Siap!” jawab seluruh kader dengan suara lantang dan kompak. Pernyataan keras Mega ini tentu menjadi pertanyaan. Benarkah ini memang untuk seluruh kader partai? Atau diarahin pada seseorang atau sekelompok kader PDIP? Ada dua kalimat Mega yang secara tegas bisa menggambarkan bahwa terdapat kader partai yang tidak taat instruksi. Yakni: “Saya tidak akan lindungi kader yang tidak taat instruksi partai” dan “Jika kalian tidak siap, silakan kalian pergi dari PDIP!” Coba simak skandal suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang ditangkap KPK karena terima suap yang diduga melibatkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan caleg PDIP terkait PAW untuk Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia itu. Wahyu tertangkap basah dalam OTT KPK pada Rabu, 8 Januari 2019. Menurut KPK, Wahyu menerima uang sogok Rp 850 juta. Bahkan, ada yang memberitakan Rp 900 juta yang dimintanya dari Harun Masiku, caleg PDIP dari Dapil 1 Sumatera Selatan. Harun sedang mengusahakan agar dia yang duduk sebagai anggota DPR RI PAW Nazaruddin yang meninggal dunia. Nazaruddin terpilih dari Dapil 1 Sumatera Selatan di pileg 2019. Pada 31 Agustus 2019, KPU menetapkan Riezky Aprilia yang berhak menjadi PAW. Sesuai dengan perolehan suara, Riezky-lah yang berhak menggantikan Nazaruddin itu. Harun mencoba hendak menggeser Riezky. Harun diduga yang telah memberikan uang pada Wahyu agar bisa membantunya menjadi anggota legislatif melalui PAW. Sayangnya, hingga tulisan ini dibuat, KPK belum berhasil memintai keterangan dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Hasto patut dimintai keterangan karena, Saeful Bahri yang mengaku sebagai orang kepercaannya, menyebut uang suap itu berasal dari Hasto. Komisioner KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, selain Wahyu, KPK telah menetapkan Agustiani Tio Fridelina, orang kepercayaan Wahyu, mantan anggota Bawaslu. Kemudian, politikus PDI-P Harun Masiku dan seorang pihak swasta bernama Saeful Bahri. Dua nama terakhir disebut Lili Pintauli Siregar sebagai pemberi suap. Sementara Wahyu dan Agustiani diduga sebagai penerima suap. Tersangka Harun sendiri tak terjaring dalam OTT, Rabu (8/1/2020) lalu dan saat ini masih belum diketahui keberadaannya. Harun Masiku adalah caleg PDIP yang menempati urutan keenam dalam perolehan suara. Meski urutan keenam, justru Harun yang dimajukan PDIP untuk menggantikan Nazaruddin yang meninggal sebelum Pileg 2019 digelar. Sedangkan posisi kedua hingga kelima ditempati Riezky Aprilia (nomor urut 3), Darmadi Jufri (nomor urut 2), Doddy Julianto Siahaan (nomor urut 5), dan Diah Okta Sari (nomor urut 4). Meski meninggal, Nazaruddin memperoleh suara terbanyak. Hasto Kristiyanto saat dikonfirmasi, Kamis (9/1/2020), mengatakan, “Dia (Harun Masiku) sosok yang bersih. Kemudian, di dalam upaya pembinaan hukum selama ini cukup baik ya track record-nya,” kata Hasto. Ironis! Sosok bersih koq nyuap? Berdasarkan putusan MA Nomor 57 P/HUM/2019, partainya memiliki kewenangan dalam menentukan pengganti anggota legislatif terpilih yang meninggal dunia. Hasto menegaskan, dalam merekomendasikan nama Harun, PDIP pun berpegang pada aturan tersebut. “Proses penggantian itu kan ada putusan dari Mahkamah Agung. Ketika seorang caleg meninggal dunia, karena peserta pemilu adalah partai politik, maka putusan Mahkamah Agung menyerahkan hal tersebut (pengganti) kepada partai,” lanjut Hasto. Meski demikian, pada akhirnya KPU menetapkan Riezky Aprilia menggantikan Nazarudin untuk duduk di kursi Senayan, karena memperoleh suara terbanyak kedua. Riezky Aprilia sendiri mengaku tak tahu rencana PAW Harun Masiku. DPP PDIP sejak awal menerbitkan surat kepada KPU dan menyodorkan Harun Masiku untuk dilantik dengan alasan kader partai asli dan Riezky Aprilia dianggap bikan kader asli karena pencalonannya semata sebagai anak Bupati Linggau. KPU menolak Harun dan melantik Rizky. Nampaknya Harun berbekal rekomendasi DPP PDIP itu tetap berjuang untuk bisa dilantik menjadi anggota DPR menggantikan Rizky dengan cara melobi komisioner Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Wahyu pun pada akhirnya terkena OTT KPK dengan barang bukti uang suap Rp 400 juta. Harun Masiku bernasib apes, perjuangan untuk dilantik jadi DPR malah berujung penjara kena OTT KPK. Apalagi, Ketua KPU Arief Budiman menyebut ada tanda tangan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam surat permohonan PAW Harun Nasiku untuk menggantikan caleg terpilih yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas. Tiga surat dari DPP PDIP yang ditujukan kepada pihaknya dibubuhi tanda tangan Hasto Kristiyanto. Hal itu diungkapkan Arief dalam konferensi pers di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020). “Kalau surat pertama soal permohonan pelaksanaan putusan MA ditandatangani oleh Ketua Bapilu, Bambang Wuryanto dan Sekjen Hasto Kristiyanto,” ujar Arief, seperti dilansir Kompas.com, Jum’at (10/1/2020). Kemudian, dalam surat kedua yang merupakan tembusan perihal permohonan fatwa terhadap putusan MA Nomor 57.P/KUM/2019 tertanggal 19 Juli 2019 ditandatangani Ketua DPP Yasonna Hamonangan Laoly dan Sekjen Hasto Kristiyanto. Surat ketiga, tertanggal 6 Desember 2019 ditandatangani oleh Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen Hasto Kristiyanto. Sebelumnya, Arief mengungkapkan adanya tiga surat yang dikirimkan PDIP terkait permohonan Harun sebagai PAW untuk Nazarudin. “Jadi KPU menerima surat dari DPPP sebanyak tiga kali. Surat pertama, terkait putusan atau permohonan pelaksanaan putusan MA, (surat ini) tertanggal 26 Agustus 2019,” ujar Arief saat jumpa pers di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020). Putusan MA tersebut, kata Arief, berdasarkan pengajuan uji materi yang diajukan (PDIP pada 24 Juni 2019). Hasto mengakui, PDIP merekomendasikan Harun Masiku gantikan Nazarudin. Putusan atas uji materi ini dikeluarkan pada 18 Juli 2019. “Jadi prosesnya (uji materi) tidak sampai satu bulan ya,” lanjut Arief. Menurut Arief, atas surat pertama ini, KPU sudah menjawab dengan menyatakan tak dapat menjalankan putusan MA itu. “Kedua, kami menerima surat tembusan dari DPP PDIP yang meminta fatwa terhadap MA. Itu permintaan ditembuskan kepada KPU tertanggal 13 September 2019 dan disampaikan ke kita pada 27 September 2019,” jelas Arief. Tapi, karena surat itu berupa tembusan, KPU memutuskan tak membalas surat itu. Kemudian MA mengeluarkan surat atau fatwa tertanggal 23 September 2019. “Nah berdasarkan surat atau fatwa MA ini, DPP PDI Perjuangan mengirimkan permohonan lagi kepada KPU dengan surat tertanggal 6 Desember 2019 yang diterima oleh KPU pada 18 Desember 2019,” ungkap Arief. Surat inilah yang disebut KPU sebagai surat ketiga dari DPP PDIP. Karena surat ketiga ditujukan ke KPU, maka KPU menjawab pada 7 Januari 2020. “Yang isinya (surat balasan) kurang lebih sama dengan balasan untuk surat pertama,” tegas Arief. Lebih lanjut Arief mengungkapkan bahwa ada satu proses lagi terkait penetapan perolehan suara di daerah pemilihan Sumatera Selatan I ini. Proses itu terjadi saat dilakukan rekapitulasi hasil Pemilu 2019 di KPU RI. “Jadi, ada pengajuan keberatan. Sudah dibahas dan sudah diterima. Termasuk pada saat pembahasan itu kita sampaikan penjelasan yang sudah kita sampaikan lewat surat (dua surat jawaban KPU),” ungkap Arief. “Surat itu kita bacakan lagi lewat momentum itu. Jadi penjelasan kita (atas permohonan PDIP itu) sudah dua kali lewat surat, dan satu kali pada saat rekapitulasi nasional,” tambah Arief. Jika melihat demikian faktanya, ditambah lagi dengan ditetapkannya Wahyu Setiawan dan Saeful Bahri sebagai tersangka oleh KPK, seharusnya Hasto Kristiyanto juga perlu dimintai keterangannya. Kalau dia menghindar, dugaan keterlibatannya semakin jelas. Apalagi, jika kemudian diketahui bahwa Mega tak tahu-menahu soal perilaku korup kadernya ini. Berarti, Hasto telah khianati Mega! Penulis adalah Wartawan Senior

Bodohkah China ?

Semuanya bisa serba mungkin terjadi. Tentu saja sebagai "sahabat", China dipastikan ingin merangkul atau dirangkul dengan rangkulan yang lebih erat lagi. Disinilah permainan China yang sangat berbahaya. Oleh karenanya, dari peristiwa Natuna ini, membuat kita mestinya semakin waspadai ke depan. Kejadian ini jangan dianggap sebagai hal yang biasa-biasa saja. By M. Rizal Fadillah Jakarta, FNN - Aneh memang tidak ada angin tidak ada badai. Tiba-tiba saja nelayan-nelayan yang dikawal Coast Guard China. Mereka berada di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) perairan Kepulauan Natuna yang sudah dinyatakan PBB sejak tahun 1982 adalah perairan ZEE milik Indonesia. Dengan demikian, kak untuk menangkap ikan hanya boleh dilakukan oleh nelayan Indonesia. Namun China menampilkan sikap yang ngotot. Seolah-oleh memaksakan diri untuk menguasai perairan di Kepulauan Natuna tersebut. Pertanyaannya, China hanya mau menggertak atau memang serius mengklaim sebagai pemilik Kepulauan Natuna? Para Menteri di Pemerintahan Jokowi punya sikap yang beragam. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi misalnya, bersikap agak keras. Sementara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bersikap agak melunak. Begitu pula dengan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang sangat melunak. Namun demikian, dalam beberapa hari belakangan ini, tiba-tiba saja Menko Polhukam Mahfud MD bersuara agak keras. Presiden Jokowi juga tidak mau tinggal diam. Presiden juga bersuara keras. Suara Presiden tidak berbeda dengan kerasnya protes dari Menteri Mahfud MD dan Reno Marsudi. Pernyataan keras Presiden menggambarkan sepertinya sangat siap untuk membela kedaulatan negara. Biasanya kalau sudah ada sinyal yang seperti begini, tidak lama kemudian para nelayan China akan segera pergi. Nelayan China menghilang dulu dari luatan di sekitaran Kepulaun Natuna. Selesaikah manuverya para nelayan Cihna untuk kembali mencuri ikan di perairan Kepulauan Natuna? Bisa iya, bisa juga tidak. Namun adakah kesepakatan diam-diam ? Atau memang RRC mulai ketakutan pada sikap para pemimpin Indonesia yang memang "gagah berani" ? Lalu apa makna manuver China yang jika dipandang sekilas memang seperti kebodohan. Pertama, UNCLOS PBB telah menyatakan ZEE Kepulauan Natuna adalah milik Indonesia. Kedua, hubungan Indonesia dengan RRC sedang mesra dalam kerjasama hutang dan investasi. Ketiga, patut diduga Amerika dan sekutunya tidak akan membiarkan China menguasai perairan berdasarkan klaim sepihak terseblut. Jadi apa arti semua ini ? Muncul analisis yang serba mungkin. Kemungkinan pertama, pasti China tidak bodoh. Sebaliknya, China justru sedang melakukan tekanan dan perundingan diam diam dengan meminta konsesi yang lebih dari Indonesia. Untuk hal yang seperti ini China sangat lihai. Kemungkinan kedua, China sedang menguji kesetiaan Pemerintah Indonesia. Masihkah bisa menyebut "negara sahabat". Ketika dana besar yang digelontorkan berhadapan dengan masalah "kecil" nelayan. Hutang dan investasi adalah alat uji atas cengkeraman China di Indonesia. Kemungkinan ketiga, aksi solidaritas Uighur yang terjadi di Indonesia telah mengganggu kebijakan dalam negeri China. Untuk itu, China perlu memberi ancaman kepada negara yang "ikut campur" urusan dalam negeri China. Bagi China, Uighur adalah masalah yang tak bisa diganggu-gugat oleh negara lain. Kemungkinan keempat, Pemerintah Indonesia dianggap serakah. Indonesia "main dua kaki" karena mencoba mencari hutang dan investasi signifikan ke blok Amerika yang membuat gusar China. Kemungkinan kelima, China memenuhi permintaan tersembunyi Pemerintah Indonesia untuk mengalihkan perhatian dari mega skandal seperti kasus BPJS, Jiwasraya dan kebangkrutan beberapa BUMN. Kemungkinan keenam, sinyal kekuatan perlindungan bagi warga China diaspora yang mulai gelisah akibat reaksi atas kasus Uighur, kesenjanganyun sosial, serta gangguan investasi. Kemungkinan ketujuh, membantu Presiden Jokowi dalam mendongkrak legitimasi dan kewibawaannya. Seolah-oleh hanya dengan "teriakan Presiden" lah yang mampu mengusir nelayan China beserta kapol pengawal Coast Guardnya keluar dari perairan Natuna. Semuanya bisa serba mungkin terjadi. Tentu saja sebagai "sahabat", China dipastikan ingin merangkul atau dirangkul dengan rangkulan yang lebih erat lagi. Disinilah permainan China yang sangat berbahaya. Oleh karenanya, dari peristiwa Natuna ini, membuat kita mestinya semakin waspadai ke depan. Kejadian ini jangan dianggap sebagai hal yang biasa-biasa saja. Sudah waktunya rakyat Indonesia harus berteriak "perglah wahai China bersama uang hutangmu..!" atau "Usir tenaga kerja China dari Indonesia.!" atau "Tenggelamkan pejabat boneka China di Indonesia..!". Indonesia adalah negara merdeka dan berdaulat. *Penulis adalah Pemerhati Politik

Putra Bung Tomo: Pemkot Surabaya Keterlaluan!

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Pernyataan DR. Bambang Sulistomo itu disampaikan terkait dengan perubahan nama Jalan Bung Tomo di kawasan Ngagel Surabaya menjadi Jalan Kencana. Menurut putra Pahlawan Nasional Bung Tomo ini, “Yang keterlaluan itu Pemkot Surabaya!” Hasil hearing dengan Komisi-D DPRD Kota Surabaya, kata Mas Bambang, mereka berjanji menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi masyarakat untuk mempertahankan nama Jalan Bung Tomo tersebut tetap di area Ngagel, Kota Surabaya. “Sementara itu pihak Pemkot Surabaya bersikukuh untuk mengganti nama jalan itu dengan nama Kencana,” ungkap Mas Bambang kepada Pepnews.com. Setelah ditelisik, Kencana itu adalah nama pemilik Marvell City, sebuah apartemen dan mal. “Entah ada komitmen apa di belakang perubahan nama jalan itu,” sindir Mas Bambang yang juga Ketum DPP Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IP-KI) ini dengan nada tinggi. Akankah nilai kepahlawanan Bung Tomo harus kalah kedua kalinya. Setelah Rumah Radio Bung Tomo lenyap digusur investor Jayanata, dan kini nama jalan di makam Bung Tomo itu harus hilang pula digusur investor Marvell City? “Hanya Tuhan yang tahu, dan kewajiban kami adalah mempertahankan sebisa kami,” tegasnya. Perjuangan ini tidak lah mudah, karena nama Kencana adalah nama pemilik Marvell City, sebuah kawasan apartement dan mall yang berada di ujung jalan. “Dia itu investor kelas multinasional,” ungkap Mas Bambang. Pada pertengahan 2019 lalu dikabarkan, ada perubahan nama jalan lagi. Tiga jalan yang baru dibangun bakal diberi nama. Nama lima jalan lama bakal diganti. Mantan Ketua Pansus Perda Penamaan Jalan DPRD Kota Surabaya Khusnul Khotimah juga mengharapkan pemkot menyiapkan perubahan itu secara matang. Tujuannya, agar tak terjadi polemik seperti tahun sebelumnya. Sebagian ruas Jalan Gunungsari diubah jadi Jalan Prabu Siliwangi. Jalan Dinoyo diganti jadi Jalan Sunda. Akibatnya, perubahan ini memicu polemik berkepanjangan. Terutama dengan Paguyuban TRIP Jatim yang menilai dua ruas jalan itu bersejarah. ”Pikirkan juga masyarakat yang terkena dampak perubahan. Agar niat baik tidak merugikan warga,” kata Khusnul. Untuk masyarakat yang terkena dampak perubahan nama jalan harus mengganti identitasnya. Bukan hanya KTP, melainkan juga SIM, STNK, BPJS, rekening bank, dan lain-lain. Untuk perubahan nama jalan, kali ini dewan tak akan dilibatkan. Sebab dalam perda yang baru ini, kepala daerah berhak mengubah nama jalan. ”Kecuali jalan utama atau arteri. Itu harus melalui persetujuan dewan,” kata politikus PDIP itu. Pemkot memberi nama Jalan Lingkar Luar Barat (JLLB) dengan Jalan Dr Muhammad Hatta. Jalan di sebelah timur Darmo Park bakal diberi nama Jalan Dr KH Idham Khalid. Jalan baru sebelah timur dekat Stadion Bung Tomo bakal diberi nama Jalan Bung Tomo. Keputusan itu membuat nama Jalan Bung Tomo di Ngagel diubah lagi jadi Jalan Kencana. Selain itu, Jalan Singapore bakal jadi Jalan Abdul Wahab. Jalan Menganti bakal diganti menjadi Jalan Komjen Pol M. Jasin. Jalan di segi delapan Puncak Permai juga akan dinamai dengan nama pahlawan: Jalan Pangeran Antasari, Hasanuddin, dan Cut Nyak Dhien. Melansir Kompas.com, Jum’at (19/07/2019, 07:01 WIB), Walikota Surabaya Tri Rismaharini berencana mengubah nama Jalan Bung Tomo yang selama ini berada di kawasan Ngagel dan berdekatan dengan makam Bung Tomo. Jalan Bung Tomo itu nantinya akan dipindahkan di Kecamatan Benowo, tepatnya di jalan baru yang dibangun Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan (DPUBMP). Jalan baru tersebut merupakan proyek Jalur Lingkar Luar Barat (JLLB). “Saya mau Jalan Bung Tomo itu dipindah karena yang sekarang jaraknya terlalu pendek. Saya usulkan itu (Jalan Bung Tomo) ada di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT),” kata Risma, Kamis (18/7/2019). Jalan Bung Tomo yang di kawasan Ngagel Surabaya akan diganti nama atau dikembalikan jadi Jalan Kencana. “Karena Jalan Bung Tomo yang sekarang panjangnya enggak sampai 1 km. Kalau digunakan nama jalan di Stadion GBT, panjang,” lanjutnya. “Sekarang jalannya dibangun,” ujar Risma. Ia mengakui mendapat banyak penolakan, mulai dari anggota legislatif hingga pemerhati sejarah. Apalagi, Jalan Bung Tomo itu sudah sesuai berada di kawasan Ngagel yang jaraknya juga sangat berdekatan dengan pusara Bung Tomo. Namun, Risma tidak bergeming meski menerima protes. Menurut dia, pemindahan nama Jalan Bung Tomo itu murni untuk menghormati dan menghargai jasa pahlawan. “Enggak apa-apa ditolak, saya kepingin memberikan penghormatan,” katanya. “Karena Jalan Bung Tomo itu terlalu pendek. Kami kan ingin menghargai Bung Tomo,” ujar Risma. Pemkot Surabaya memang berencana mengganti beberapa nama jalan di beberapa titik. Hal itu tertuang dalam surat edaran bernomor 020/10946/436.75/2019 yang diedarkan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya. DPRD Kota Surabaya sendiri sebelumnya juga menolak rencana Pemkot Surabaya melukir sejumlah nama jalan di Kota Pahlawan ini. Seperti dilansir SURYA.co.id, Senin (15 Juli 2019 21:43), Ketua DPRD Kota Surabaya Armuji bahkan turun ke lapangan. Terutama nama Jl Bung Tomo yang ada di kawasan Ngagel (tengah kota) yang akan dilukir ke pinggiran kota di kawasan Benowo, ujung barat Kota Surabaya. “Sebaiknya kita hargai dan tempatkan nama besar Bung Tomo secara terhormat. Masak nama Jalan Bung Tomo dipindah di (kawasan) tambak,” katanya saat meninjau Jalan Bung Tomo, Senin (15/7/2019). Politisi PDIP yang akrab dipanggil Armuji itu, sebelumnya menerima Komunitas Pecinta Sejarah dan Perkembangan Kota (KPSPK) yang dipimpin Kuncarsono Prasetyo. Selain itu, hadir pula kerabat Bung Tomo di Surabaya, Dedi Endarto. Mereka berdiskusi di kantor DPRD Surabaya, kemudian dilanjutkan meninjau Jalan Bung Tomo. Rencana pengalihan nama Jalan Bung Tomo itu sangat mengejutkan masyarakat. Apalagi keberadaan Jalan Bung Tomo yang di Ngagel itu akan dipindah ke Benowo. Jelas, dari sisi penghargaan terhadap nama besar Bung Tomo juga perlu menjadi perhatian. Di mana-mana, daerah memberi penghargaan kepada nama pahlawan besar untuk nama jalan di tengah kota. “Bukan di tambak-tambak dan tidak jauh dari tempat pembuangan akhir (TPA) sampah (di dekat TPA Benowo). Kami tegas menolak rencana yang sembrono ini. Tidak dengan kajian dan mengejutkan,” tegas Cak Ji. Setelah berdiskusi, Cak Ji mengajak KPSPK ke lokasi Jalan Bung Tomo. Mereka lebih dulu ‘sowan’ ke makam Bung Tomo di Jalan Bung Tomo, Ngagel, sebelum meninjau Jalan Bung Tomo yang berjarak sekitar 50 meter dari lokasi makam Bung Tomo. Cak Ji beserta jajaran DPRD Kota Surabaya pun menolak pemindahan nama jalan tersebut. Bukan tanpa alasan. Menurutnya, nama pahlawan harus ditempatkan di jalan-jalan protokol. Hal itu untuk menghormati jasa pahlawan di masa lalu. Cak Ji juga bercerita tentang betapa panjang proses yang harus dilewati masyarakat Surabaya agar Bung Tomo bisa ditetapkan menjadi pahlawan nasional. Perwakilan KPSPK Kuncarsono Prasetya mengungkapka, awal 2000, masyarakat Surabaya melakukan gerakan agar nama Bung Tomo tercatat sebagai Pahlawan Nasional. Upaya itu baru membuahkan hasil pada 2008. Kemudian melanjutkan dengan memperjuangkan menjadikan nama jalan itu di depan makam Bung Tomo di Ngagel. Semula, memang nama jalan itu adalah Jalan Kencana. Pada 2002, setelah diusahakan oleh berbagai komunitas dan masyarakat, jalan itu berubah jadi Jalan Bung Tomo. Kemudian diikuti banyak daerah menggunakan nama Bung Tomo menjadi nama jalan protokol. “Ada nilai penghargaan untuk menggunakan nama Jalan Bung Tomo. Malah sekarang ada rencana melukir nama jalan itu ke daerah pinggiran. Kami akan berjuang mempertahankan,” kata Kuncarsono. Menurut Kuncarsono, rencana Pemkot itu telah mengusik warga Surabaya. Akan ada polemik atas pemindahan nama Jalan Bung Tomo itu. Jelas ini juga akan mengusik keluarganya Bung Tomo, seperti Mas Bambang yang selama ini dikenal dekat dengan rakyat. Sebelum ini, mereka juga pernah dikejutkan dengan peristiwa runtuhnya rumah bersejarah yang sempat menjadi tempat siaran Bung Tomo pada era revolusi kemerdekaan. Di situ juga tempat radio di zaman kemerdekaan. “Pemkot menjanjikan akan mengakuisisi dan membangun kembali gedung tersebut yang ada di Jalan Mawar. Namun, hingga kini belum ada kelanjutannya,” ungkap Dedi, kerabat Bung Tomo. Cak Ji juga menyayangkan langkah Pemkot tersebut. Pasalnya, pahlawan itu harus diberi penghargaan setinggi-tingginya. Salah satunya dengan menjadikan namanya sebagai nama jalan protokol. ”Agar sisi historisnya tidak hilang. Solusinya, jalan yang ada di Gelora Bung Tomo diberikan nama lain. Biarlah Bung Tomo tetap menjadi nama jalan yang ada di depan Taman Makam Pahlawan ini,” ujarnya. Yang jelas, jangan sampai kemudian ada tudingan, Pemkot Surabaya berupanya menghapus jejak sejarah perjuangan Arek-arek Suroboyo! “Tampaknya ini dilakukan secara sistemik terstruktur untuk menghilangkan kebanggaan Kota Pahlawan Surabaya,” tegas Mas Bambang. Penulis adalah wartawan senior

Kasus Sogok Wahyu Setiawan Menghantui Hasil Pilpres 2019

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Setelah Wahyu Setiawan terkena OTT, kini muncul pertanyaan: kira-kira ada atau tidak sogok-menyogok dalam penetapan hasil Pilpres 2019? Bisakah diyakini para komisioner KPU bersih dari sogok-menyogok? Selama ini, masih belum ada bukti legalitas tentang orang-orang Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diperkirakan rawan sogokan. Sekarang, terbukti sudah. Para komisioner KPU pusat rawan terhadap sogokan. Ini yang diperlihatkan oleh Wahyu Setiawan (WS). Wahyu tertangkap basah dalam operasi OTT KPK pada 8 Januari 2019. KPK mengatakan, Wahyu menerima uang sogok 850 juta. Ada pula yang memberitakan 900 juta yang dimintanya dari Harun Masiku (HM). Harun sedang mengusahakan agar dia yang duduk sebagai anggota DPR RI pengganti antar waktu (PAW) untuk Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia. Nazaruddin terpilih dari Dapil 1 Sumatera Selatan di pileg 2019. Pada 31 Agustus 2019, KPU menetapkan Riezky Aprilia yang berhak menjadi anggota PAW. Sesuai dengan perolehan suara. Harun mencoba hendak menggeser Riezky. Inilah yang menjadi pintu korupsi WS. Apa yang bisa dipelajari dari kasus WS? Ada satu hal yang afirmatif. Dan konfirmatif. Bahwa orang-orang KPU pusat semuanya rentan terhadap sogokan. WS adalah salah seorang komisioner yang sangat dihormati karena selalu profesional. Dia menyatakan dirinya antikorupsi. Baik. Kalau semua komisioner KPU pusat dikatakan rentan sogokan, apakah integritas mereka selama ini patut dipertanyakan? Sangat pantas! Pantas ditelusuri. Dan sangat wajar dibicarakan. Apakah itu termasuk juga integritas KPU terkait hasil Pilpres 2019? Tentu saja kasus sogok Wahyu Setiawan memunculkan keraguan yang valid mengenai integritas semua komisioner KPU dalam menangani seluruh proses Pilpres 2019. Termasuk penetapan pemenangnya. Artinya, kasus sogok WS menghantui hasil Pilpres 2019. Dan, hantunya bukan hantu biasa. Hantu besar. Induk dari segala hantu kecurigaan. Apakah itu berarti hasil Pilpres 2019 harus dipersoalkan lagi? Tentu saja tidak perlu dipersoalkan lagi. Hanya saja, dari kasus WS itu publik semakin yakin bahwa kecurangan TSM itu memang terjadi. Sangat layak mencurigai adanya permainan tingkat tinggi dalam proses akhir Pilpres. Apakah mungkin ada yang memberi sogok dan menerima sogok? Dan apakah uang sogoknya puluhan miliar atau ratusan miliar? Hanya Allah SWT dan para pelakunya yang tahu. Tapi, masyarakat wajar dan berhak curiga. Bayang-bayang kasus sogok WS kini masuk ke ruang kerja semua komisioner KPU. Bayang-bayang itu membawa arsip hasil Pilpres 2019. Bayang-bayang memang tidak berfisik, tetapi ada bentuknya. Inilah yang bisa membuat para komisioner gelisah. Akan sering mengigaukan teriakan “Saya tak ikut, saya bersih!” dalam tidur mereka. Igauan yang tak ‘credible’. Penulis adalah Wartawan Senior.

Bersih-bersih di PT Pupuk Indonesia, Like and Dislike?

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Menteri BUMN Erick Thohir mencopot Komisaris Independen PT Pupuk Indonesia (Persero) Yanuar Rizky. Yanuar resmi dicopot mulai Kamis (9/1/2020). Perihal alasan pencopotannya, ia tak menerangkan secara rinci. Yanuar hanya mengatakan normatif 'pergantian pemain'. Yanuar resmi dicopot mulai Kamis (9/1/2020). Perihal alasan pencopotannya, ia tak menerangkan secara rinci. “Normatif saja karena ganti pemain,” katanya, mengutip Detik.com, Kamis (9/1/2020). Meski begitu, ia menuturkan ada sejumlah hal yang perlu disikapinya. Namun, ia tak menerangkan secara rinci. “Saya menentukan sikap karena ada serentetan peristiwa yang perlu saya sikapi,” tegas Yanuar. “Saya tak bisa kemukakan secara detil ke publik, tapi like and dislike terkait dengan cara mengelola korporasi,” ungkapnya. Yanuar Rizky bercerita mengenai pencopotannya sebagai Komisaris Independen PT Pupuk Indonesia lewat akun Facebook pribadinya. Yanuar resmi dicopot dari jabatannya hari ini. Dia memberikan tanggapan berupa enam poin dan sebuah penjelasan panjang. Dari enam poin, setidaknya ada dua poin yang menyita perhatian. Dua poin itu yakni terkait masa jabatan dan mengenai akhlak yang sering digaungkan Menteri BUMN Erick Thohir. Yanuar mengatakan, pergantian dan pemberhentian merupakan hal yang lumrah. Lantaran, itu merupakan perusahaan negara bukan perusahaan keluarga. “Namun menjadi tidak lumrah, jika diberhentikan sebelum waktunya. Hanya saya sendiri yang kena pergantian,” tulisnya. Ia melanjutkan, pergantian ini tak ada kaitannya dengan masalah akhlak. “Framing etika dan moral dengan kemasan bersih-bersih BUMN, ingin saya tegaskan, saya tidak terkait akhlak dan etika," tambahnya. Di bagian penjelasan, Yanuar kembali menyinggung soal akhlak. Melansir Detik.com, Kamis (9/1/2020), ia menunjukkan akhlaknya melalui parameter kerja dan tidak korupsi. “Kalau Erick Tohir selaku Menteri BUMN di mana-mana ceramah soal akhlak, saya (ingin) menunjukkan akhlak saya dengan parameter kerja dan juga tak sepeser pun saya ingkar dan korupsi,” lanjutnya. Ia tak membawa kawan atau pasukan untuk masuk ke Pupuk Indonesia. Bahkan, ia menolak kawan yang ingin dikenalkan direksi terkait proyek. “Silakan tanya sobat-sobat saya soal ini saya selalu bilang 'Ini perusahaan negara, janji gw (saya) sama anak dan istri, kehormatan tidak dekat-dekat korupsi, kolusi, nepotisme,” tegas Yanuar. “Kinerja dan kerja saya menunjukkan, berbekal kompetensi, integritas dan kepemimpinan yang tanpa catatan negatif,” ungkapnya. Maka itu, Yanuar merasa bangga. Ia bisa pulang tersenyum ketika diberhentikan dari Pupuk Indonesia. “Sehingga, ketika saya diberhentikan dari Pupuk, saya bisa pulang dengan senyum, menyapa anak, istri dan Ibu saya (orang yang selalu mendoakan saya selamat dunia akhirat) dengan bangga, saya pulang tanpa cela,” kata Yanuar. Tanggapan datang dari Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga. Menurutnya, Yanuar akan ditempatkan sebagai komisaris di perusahaan lain.“Ini kan Pak Yanuar juga akan habis masa tugasnya di Pupuk, tapi kita percayakan di tempat lain, komisaris di tempat lain, refreshing aja,” katanya di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Kamis (9/1/2020). Tak secara rinci, ia hanya menyebut Yanuar ditempatkan sebagai komisaris di anak usaha BUMN bidang energi. “Di energi ya, anak perusahaan BUMN energi,” imbuhnya. Arya kembali mengatakan alasan pencopotan ini sebagai bentuk penyegaran. Arya mengatakan, hal tersebut sesuatu yang normal. “Refreshing aja kan mau habis 5 tahun, dia tempat lain kita butuhkan, dikasih jabatan komisaris tempat lain. Bukan sesuatu, normal aja,” ujarnya. Klarifikasi Yanuar Berikut kutipannya penjelasan Yanuar. Ya, saya akan selesai 5 juni 2020. Tapi, tidak hanya saya, kami paket Dekom akan selesai di Juni. Tapi, kenapa saya digeser lebih cepat? Kami di Komisaris, bahkan sebelum ini membahas organ dekom juga diganti oleh pemegang saham. Saya menyatakan untuk menunda permintaan pergantian tim inti karena sedang proses Audit oleh Akuntan Publik terkait Laporan Keuangan. Dimana, saya sebagai Komisaris Independen sekaligus Ketua Komite Audit bertanggung-jawab dalam proses Laporan Keuangan Auditan. Lalu, bukan hanya organ yang ditarik? Saya pun diberhentikan. Apa yang bisa dibaca? Tampaknya ada kepentingan mendesak, bahwa Finalisasi Laporan Keuangan Auditan berada di “pemain pengganti”. Itu perlu saya kemukakan, agar masalah ini jadi jelas. Bahwa saya bukan anak kecil yang merengek kehilangan mainan. Saya mempunyai tanggungjawab moral kepada publik, karena saya warga negara yang mendapat mandat dari negara di perusahaan negara. Saya kembalikan kepada publik, bahwa ini semua terkait dengan grasak-grusuk yang ada tujuannya. Apa tujuannya? Saya tak akan kemukakan apa yang terjadi secara detil. Tapi, itu yang saya rasakan dan kembalikan kepada publik menilai. Pemain pengganti saya adalah birokrat, Deputi di BKPM. Saya harap ini bisa dijelaskan kepada publik, katena posisi saya insdependen bukan birokrat, kenapa unsur profesional dikurangi? Kemudian Independen juga diserahkan ke staf khusus menteri. Saya sedikit bertanya (sebagai warga negara) arah debirokratisasi dari Menteri BUMN dalam setiap ceramahnya, kok malah makin birokrat di pupuk? Semangat saya sama dengan Menteri. Ini uang rakyat, etikanya mana? Maka, saya rasa rakyat harus tahu realisasi kata dan perbuatan. Itu saja. Semua ini saya kemukakan karena ini perusahaan negara bukan perusahaan keluarga. Ada drama, dan ini terkait periode finalisasi Laporan Keuangan Auditan. #enjoyAja. *

Siapa Yang Paling Takut Perang Dunia Ketiga?

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Bekalangan ini, banyak orang yang mulai menyebut-nyebut Perdang Dunia Ketiga (PD3). Kata mereka, gelagatnya sudah ada di mana-mana. Dan sudah hadir sejak belasan tahun ini. Bagus juga kalau kita mulai membahasnya dari berbagai aspek. Sebagai permulaan, coba kita tengok siapa yang berani dan siapa yang paling takut terhadap PD3. Sebenarnya simulasi PD3 sudah sering berlangsung. Setidaknya, ada 10 peperangan di masa lalu yang bisa memicu ke PD3. Ke-10 peperangan itu adalah: 1)Perang Suriah 2012 sampai sekarang; 2)Perang Irak 2003-2011; 3)Perang Afghanistan 2001-2014; 4)Perang Kosovo 1998-1999; 5)Perang Bosnia 1992-1995; 6)Perang Teluk 1990-91; 7)Perang Irak-Iran 1980-1988; 8)Perang Afghanistan (lawan Uni Soviet) 1978-1992; 9)Yom Kippur 1973; 10)Perang Enam Hari (Arab-Israel) 1967. Sepuluh perang ini berpotensi menjadi PD3. Setidak-tidaknya ada 3 perang dari 10 perang ini yang sangat tinggi kadar PD3-nya. Ketiganya adalah: Perang Arab-Israel 1967 (Six Day War), Perang Bosnia 1992, dan Perang Suriah 2012. Tapi, PD3 tak kunjung terjadi. Mengapa? Karena para calon pelakunya terlalu banyak perhitungan. Ada yang disebabkan ‘cinta dunia’. Ada yang takut karena tak sampai hati melihat jutaan korban nyawa. Dan ada yang takut karena biaya perang itu sangat mahal. Dalam Perang Arab-Israel (yang dijuluki juga Six Day War atau Perang Enam Hari), mungkin saja pihak Arab tidak begitu bersemangat melanjutkan perang ke hari ketujuh, kedelapan, dst. Lelah dan berat. Perangnya di gurun pula. Ini yang menyebabkan perang tidak meluas. Tidak mendunia. Dalam Perang Bosnia 1992, Slobodan Milosevic (presiden Serbia) dan Ratko Mladic (panglima militer) tidak didukung Rusia. Milosevic dan Mladic melakukan ‘ethnic cleansing’ (pembersihan etnis) terhadap warga Muslim Bosnia. Rusia tidak mau membela Milosevic karena khawatir dimusuhi dunia Islam. Seandainya, Rusia turun tangan, bisa saja PD3 terjadi. Kemudian dalam Perang Suriah 2012, giliran Amerika Serikat (AS) yang tidak mau berhadapan langsung dengan Rusia. Di sini, Rusia adalah pihak yang paling aktif membantu Bashar Assad (presiden Suriah). Jelas sekali AS yang menghindari PD3. Karena tak cukup kuat untuk berperang dalam waktu lama. Secara psikologi, Rusia siap menghadapi AS head-to-head. Tapi, Presiden Obama waktu itu punya kalkulasi panjang. Dan kebetulan, Obama ingin dilihat sebagai “peace loving president” (presiden cinta damai). Nah, hari ini siapakah yang paling takut PD3? Dan siapa pula yang paling berani dan paling ingin? Yang paling berani adalah Donald Trump. Dibuktikannya dengan mengeluarkan perintah untuk membunuh pimpinan militer Iran, Jenderal Qassem Soleimani. Trump tentunya sudah menduga reaksi keras Iran. Dia juga sudah memperhitungkan dukungan penuh rakyat Iran kepada pemerintah mereka agar membalas kematian Soleimani. Sebelum Iran membalas, Trump lebih dulu mengancam. Dia akan menghancurkan 52 tempat bersejarah di Iran jika Iran menyerang AS. Iran tak perduli. Mereka menembakkan sembilan rudal ke markas tentara AS di Baghdad. Tidak ada korban jiwa. Menurut standar keangkuhan AS, mereka seharusnya membalas 9 rudal ini. Sejauh ini Trump diam saja. Trump mengerti Iran akan melawan. Dan Trump juga tahu bahwa Iran punya sekutu superpower. Kalau AS jadi menyerang 52 situs bersejarah yang dibangga Iran, itulah awal PD3. Hampir pasti! Yang menjadi pertanyaan, apakah Rusia mau turun langsung ke medan perang? Kemungkinan tidak. Rusia hanya akan memberikan dukungan senjata dan semangat. Ini saja pun sudah lebih dari memadai bagi Iran. Mengapa Trump begitu berani menyulut PD3? Antara lain karena dia tidak begitu sering menggunakan akal sehat. Bisa jadi dia tak punya. Mungkin juga karena dia sangat tidak populer lagi di Amerika. Sekarang, siapa yang paling takut PD3? Mungkin Anda heran kalau jawabannya: China. Tapi, memang China yang paling takut. Ada beberapa sebab. Pertama, karena China melihat dirinya berpotensi menjadi negara superpower terkuat di dunia. Bukan lagi AS. Ini mungkin terwujud dalam 20-25 tahun mendatang. China punya sumberdaya besar untuk mencapai posisi ini. CAD (cadangan devisa asing) Beijing lebih dari USD3 triliun. Sementara AS malah banyak utang. Negara superpower adalah negara yang memiliki keunggulan militer. Salah satu pertanda keunggulan militer adalah jumlah kapal induk (KI) atau aircraft carrier. Saat ini China punya dua KI. Ada yang mengatakan 4 KI. Tetapi, diperkirakan China bermbisi memiliki 10 KI dalam 15 tahun. Sama dengan jumlah KI yang dimiliki angkatan laut AS saat ini. China mampu dari segi biaya dan teknologi militer. Kedua, China tak berani memulai PD3 karena mereka akan mengalami kerugian yang sia-sia. RRC yakin bisa menguasai dunia melalui kekuatan Ekuin (ekonomi, keuangan, industri). Tidak perlu berperang. Tetapi, mereka akan tetap membangun kekuatan militer untuk membendung AS. Agar AS tidak seenaknya bertindak. China lebih senang melakukan hegemoni ekonomi melalui skema utang dan investasi. OBOR (belakagan disebut Belt and Road Initiative, BRI) adalah strategi utama China untuk menguasai perekonomian dunia. Indonesia sudah masuk ke dalam jebakan skema ini. Ketiga, China takut PD3 karena sudah sangat banyak meminjamkan uang ke mana-mana. Termasuk ke Indonesia. Kalau PD3 terjadi, bakal hanguslah uang ribuan miliar dollar yang dipinjamkan itu. Ini terasa bercanda. Tapi, sebetulnya serius. Keempat, RRC akan berusaha mencegah PD3 karena populasi diasfora mereka cukup besar jumlahnya di mancanegara. Diasfora itu sangat kuat pula dari segi penguasaan ekonomi dan bisnis di negara perantauan. Hampir pasti China merasa orang Tionghoa di perantauan punya ikatan emosional yang kuat dengan RRC. Selain itu, China akan selalu mencegah PD3 karena populasi diasforanya di banyak negara rentan menjadi sasaran jika Beijing berperang dengan negara-negara itu. Jadi, sekali lagi, yang paling berani PD3 adalah Donald Trump. Yang paling takut adalah China.[] 10 Januari 2020 Penulis wartawan senior.

Selain Bupati Saiful Ilah, Ada Raja Koruptor yang Sedang Diburu KPK!

Polemik yang membuat Saiful Ilah mulai oleh diawasi KPK, terjadi saat ia mengondisikan Pemkab Sidoarjo untuk membeli Kesebelasan Gelora Dewata milik H. Mislan pada 2001. Kesebelasan yang juga dibidani oleh pengusaha ekspedisi, almarhum Ali Mahakam, dan penyiar legendaris alamarhum Soepangat. Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Bupati Sidoarjo Saiful Ilah akhirnya tertangkap KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Rumah Dinas sekaligus Pendopo Delta Wibawa Kabupaten Sidoarjo, Selasa (7/1/2020). Bisa jadi, ini jawaban bagi yang meragukan Ketua KPK Firly Bahuri. Penangkapan ini sesungguhnya sudah diyakini para aktivis anti-suap sejak lama. Yakni, sejak Ketua DPW PKB Sidoarjo itu menjabat Wakil Bupati Sidoarjo mendampingi Win Hendarso pada periode 2000-2005 dan 2005-2010. Tapi, realisasi potensi terjeratnya pria yang karib disebut Abah Saiful itu terjadi pada Selasa (7/1/2019) malam. Seperti dirilis Antara, dalam OTT dengan barang bukti suap sebesar Rp 350 juta pecahan Rp100 ribu yang dibawa Novianto, ajudan bupati itu. Malam itu, KPK menangkap 11 orang. Yakni Bupati Sidoarjo Saiful Ilah; Kadis Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Sumber Daya Air Kabupaten Sidoarjo Sunarti Setyaningsih (SST); Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Sumber Daya Air Kabupaten Sidoarjo Judi Tetrahastoto (JTE); Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Sanadjihitu Sangadji (SSA), dua ajudan bupati yang terdiri Kepala Sub Bagian Protokol Novianto (N), dan staf protokol Budiman (B). Sementara dari unsur swasta adalah kontraktor Ibnu Ghofur (IGR) dan Totok Sumedi (TSM). Demikian pula staf Ibnu Ghofur yang terdiri dari Iwan (IWN), Siti Nur Findiyah (SNF), dan Suparni (SUP). Keyakinan para aktivis anti-suap akan potensi Saiful Ilah dilibas KPK, karena sepak terjang pengusaha tambak udang itu sejak digandeng Win Hendarso memimpin Kabupaten Sidoarjo selama dua periode (2000-2005 dan 2006-2010). Kebijakan yang dilakukan seringkali berlawanan dengan Bupati Win. Banyak sekali Bupati Win membatalkan kebijakan “koboi” Saiful Ilah. Ironisnya Abah Saiful tak pernah mendapat teguran admistratif yang berbuntut penon-aktifan. Hal itu terjadi karena pada saat itu, belum ada payung hukum pemberian sanksi admistratif sampai penonaktifan wabup oleh bupati. Tak pelak lagi, hubungan antara Bupati Win dan Wakil Bupati Saiful Ilah berlangsung “benci tapi rindu”. Perseteruan diantara mereka terbaca secara jelas saat dua tahun periode kedua. Kondisi itu tak bisa disembunyikan dari para wartawan, yang ketika itu bertugas di lingkungan Kabupaten Sidoarjo. Bagaimana tidak, keduanya seringkali tidak dapat ditemukan di ruang kerjanya masing-masing pada hari yang sama. Saat Bupati Win ada di ruang kantornya, maka Wabup Saiful Ilah hari itu tidak ada di ruang kerjanya. Sebaliknya saat Wabup ada di ruang dinasnya, maka Bupati Win akan berdinas di rumah dinas dan menerima tamu di Pendopo Delta Wibawa. Dari perseteruan pejabat bupati dan wabup itu, secara birokrasi melahirkan tiga kubu kepala dinas, camat, lurah, hingga ASN kelas wader. Sekelompok dengan tegas pro Bupati Win, kelompok kedua pro Wabup Saiful Ilah, dan kelompok ketiga bermain dua kaki. Kelompok yang pro Bupati Win, mayoritas sudah mendekati usia pensiun dan punya prinsip. Sebaliknya yang pro Wabup Saiful Ilah dan bermain dua kaki, dilakukan mereka yang masih berusia produktif dengan usia pensiun melewati tahun 2017. Sikap demikian, untuk menyelamatkan karier dan jabatannya. Mereka yakin Saiful Ilah akan terpilih menjadi Bupati Sidoarjo periode 2011-2015. Polemik yang membuat Saiful Ilah mulai oleh diawasi KPK, terjadi saat ia mengondisikan Pemkab Sidoarjo untuk membeli Kesebelasan Gelora Dewata milik H. Mislan pada 2001. Kesebelasan yang juga dibidani oleh pengusaha ekspedisi, almarhum Ali Mahakam, dan penyiar legendaris alamarhum Soepangat. Obsesi Saiful Ilah itu agar Pemkab Sidoarjo bisa memiliki Gelora Dewata itu, untuk meniru kepemilikan Persebaya oleh Pemkot Surabaya. Kabupaten Sidoarjo bisa dikenal di Indonesia lewat Gelora Dewata, seperti citra Kota Surabaya dikilapkan Persebaya. Saat dimiliki Pemkab Sidoarjo, nama Gelora Dewata berganti menjadi Gelora Putra Sidoarjo (GPD). Tak lama kemudian namanya berganti menjadi Delta Putra Sidoarjo atau disingkat Deltras. Namun, ide tersebut sebenarnya ditolak Bupati Win. Mantan pejabat Pemprov tersebut tahu kepemilikan kesebelasan oleh pemda, sesungguhnya merupakan kebijakan melanggar hukum. Ini karena pemda harus mengucurkan dana hibah olahraga, tidak sesuai dengan prosedur sistem pembinaan olahraga daerah. Dengan memiliki kesebelasan GPD, menurut Bupati Win saat itu, Pemkab Sidoarjo telah melakukan pelanggaran hukum atas prosedur pengucuran dana hibah olahraga, seperti yang dilakukan Pemkot Surabaya. Ini karena UU terkait pengucuran dana hibah sudah menetapkan dana hibah olahraga dari APBD, hanya diperuntukan untuk kegiatan olahraga bersifat pembinaan. Artinya kegiatan pembinaan olahraga yang ditangani KONI Kabupaten/Kota dan Provinsi, yang dilaksanakan oleh Pengurus Daerah (Pengda) cabang olahraga (cabor) di Kabupaten/Kota dan Provinsi. Puncak sistem pembinaan olahraga daerah itu di Porseni, Porda, dan PON. Sementara sistem pembinaan atas kesebelasan sepakbola yang tampil dalam Liga Indonesia, setelah penggabungan kompetisi amatir (perserikatan) dan profesional (galatama) oleh PSSI pada 1994 menempatkan semua kesebelasan yang tampil merupakan kesebelasan profesional. Artinya, status kesebelasan tersebut secara hukum tak berhak menerima kucuran dana hibah olahraga APBD, yang berasal dari uang rakyat dan harus dikembalikan pada rakyat. Bukan diberikan pada para pemain sepakbola profesional, yang secara hukum harus dibiayai oleh swasta seperti kepemilikan tim-tim Galatama. Dalam memutuskan kebijakan pemilikan GPD oleh Pemkab Sidoarjo sebagaimana dimuat harian sore Surabaya Post, ternyata Bupati Win akhirnya mengalah. Menyetujui kepemilikan GPD oleh Pemkab Sidoarjo. Kebijakan itu terjadi, setelah pertemuan empat mata antara Wabup Saiful Ilah dan Bupati Win di rumah dinas bupati. Keputusan itu merangsang KPK periode pertama yang dipimpin Taufiqurahman Ruki tertarik mempelajari prosedur dana hibah olahraga dari APBD. Mempelajari semua UU dan semua peraturan terkait dana hibah olahraga dari APBD. Tapi, sampai akhir pengabdian Ruki, KPK belum sempurna mendalami pelanggaran dana hibah olahraga daerah, yang diselewengkan untuk membiayai kesebelasan sepakbola milik pemda di seluruh Indonesia. Laporan LSM Sementara nama Saiful Ilah mulai dibidik KPK, menurut salah satu komisioner KPK era kepemimpinan Antasari Azhar di Jakarta, Rabu (8/1/2020) pagi, terjadi sekitar 2007. Ini bermula dari masuknya beberapa laporan dari LSM dan warga Sidoarjo. Laporan itu terkait pelanggaran hukum kebijakan Wabup Saiful Ilah. Sejak saat itu alumnus Fakultas Hukum Universitas Merdeka, Surabaya, itu masuk dalam radar bidikan. Ironisnya semua bukti laporan itu bersifat tak langsung. Sehingga lembaga anti-rasuah itu harus melakukan pendalaman. Sehingga, mendapatkan bukti langsung yang melahirkan kesempatan melakukan OTT. Perburuan terhadap Saiful Ilah dilanjutkan KPK saat dipimpin Abraham Samad. Bahkan statement Samad dalam seminar politik kebangsaan di kantor International Conference of Islamic Scholars (ICIS), di Jakarta, Kamis (12/12/2013) siang. Menurut Samad, masih banyak koruptor paus dan raja koruptor di Jatim secara tersirat adalah lampu kuning terhadap para koruptor di Jatim, yang salah satunya Saiful Ilah. Demikian pula terhadap Raja Koruptor yang pernah memimpin Jatim, yang dikelilingi oleh koruptor kelas menengah dan bawah dari kalangan swasta. Sedangkan dari hasil OTT di Pendopo Delta Wibawa, Kabupaten Sidoarjo, KPK yang dipimpin Irjen Polisi Firly Bahuri telah menetapkan enam orang sebagai tersangka, terkait kasus dugaan suap pengadaan proyek infrastruktur di Dinas PUPR Kabupaten Sidoarjo. Dari kronologi OTT, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, pihaknya menyita uang senilai Rp1.813.300.000 dari sejumlah pihak. Alex mengatakan, suap itu bermula dari pembangunan proyek infrastrukur di Sidoarjo. Pada 2019 Dinas PU dan Bina Marga, Sumber Daya Air (BMSDA) Kabupaten Sidoarjo melakukan pengadaan beberapa proyek. Ibnu Ghofur (swasta) merupakan salah satu kontraktor yang mengikuti pengadaan proyek-proyek tersebut. Sekitar Juli 2019, Ibnu melapor ke Bupati Saiful Ilah. Pada proyek jalan Candi-Prasung senilai Rp 21,5 miliar yang ia inginkan, terjadi proses sanggahan dalam pengadaannya. Sanggahan tersebut berpeluang membuat Ibnu tidak mendapatkan proyek tersebut. Kekhawatiran itu membuat Ibnu meminta Saiful, untuk tidak menanggapi sanggahan dan memenangkan pihaknya dalam proyek jalan Candi-Prasung. Sebagai informasi, periode Agustus – September 2019, Ibnu melalui beberapa perusahaan memenangkan empat proyek, yakni proyek pembangunan wisma atlet senilai Rp13,4 miliar; proyek pembangunan pasar porong Rp17,5 miliar; proyek jalan Candi-Prasung senilai Rp 21,5 miliar; dan proyek peningkatan Afv. Karag Pucang Desa Pagerwojo Kecamatan Buduran senilai Rp 5,5 miliar. Setelah menerima termin pembayaran proyek, Ibnu bersama Totok Sumedi (swasta) diduga memberikan sejumlah fee kepada beberapa pihak di Pemkab Sidoarjo. Alex menjelaskan pemberian fee tersebut merupakan penerimaan yang sudah terjadi sebelum OTT dilakukan pada 7 Januari 2020. Ia merinci sejumlah pihak yang mendapatkan uang. Pertama, Sanadjihitu Sangadji (SSA) yang diduga menerima suap Rp 300 juta pada akhir September. Uang suap sebanyak Rp 200 juta di antaranya, ujar Alex, diberikan kepada Bupati Saiful pada Oktober 2019. Kedua, Judi Tetrahastoto (JTE) diduga menerima Rp 240 juta. Ketiga, Sunarti Setyaningsih (SST) yang diduga menerima Rp 200 juta pada 3 Januari 2020. “Pada tanggal 7 Januari 2020, IGR [Ibnu Ghofur] diduga menyerahkan fee proyek kepada SFI [Saiful Ilah] Bupati Sidoarjo. Nilainya sebesar Rp 350 juta dalam tas ransel melalui N [Novianto], ajudan bupati di rumah dinas Bupati,” kata Alex dalam gelar perkara di Gedung Merah Putih, Kuningan-Jakarta, Rabu (8/1/2020) malam. Sebagaimana dikutip CNNIndonesia.com, KPK menetapkan Saifulah Ilah sebagai tersangka lantaran diduga menerima suap dalam kasus pengadaan barang dan jasa di proyek Pemkab Sidoarjo. Selain itu, tiga orang lain diduga menerima suap terkait proyek tersebut, adalah Sunarti Setyaningsih (SST), Judi Tetrahastoto (JTE), dan Sanadjihitu Sangadji (SSA). Ketiganya merupakan pejabat dalam lingkungan Dinas Pekerjaan Umum di Kabupaten Sidoarjo. Dua orang tersangka lain yang ditetapkan KPK diduga sebagai pemberi suap, yakni Ibnu Ghofur (IGR) dan juga Totok Sumedi (TSM). Mereka berasal dari pihak swasta. Dalam perkara ini, tersangka yang menerima suap akan dijerat Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara, pemberi suap disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1KUHP. Tampaknya KPK tidak berhenti sampai di Saiful Ilah saja. Masih ada Raja Koruptor di Jatim yang kini sedang diburunya. Siapakah dia? Penulis adalah wartawan senior

China Nekad, Penerus Raden Wijaya Siap Lawan!

China harus belajar dari sejarah bahwa rakyat Indonesia ini sulit ditaklukkan. Karena, bangsa Indonesia ini pada dasarnya adalah bangsa pejuang! Bagaimana Belanda harus membayar mahal Perang Diponegoro di Jawa (1825-1830). Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Ambisi teritorial China jelas terencana dengan rapi. Mereka tak akan berhenti di Kepulauan Spratly yang berposisi lebih dekat ke Filipina. China mulai mengganggu Kepulauan Natuna milik Indonesia. China mulai provokasi Indonesia! Tercatat, pada 10 Desember 2019, Coast Guard China muncul di perbatasan laut di perairan bagian utara Natuna. Kapal itu dihadang oleh kapal Bakamla Indonesia. Karena dihalau, tak jadi menerobos ke dalam perairan Indonesia. Pada 23 Desember 2019, dua Coast Guard China masuk lagi. Kali ini, kedua kapal bersenjata itu mengawal sejumlah kapal penangkap ikan China yang sedang melakukan pencurian ikan di perairan ZEE Indonesia di utara Natuna. ZEE Indonesia itu diakui PBB. Kali ini China unjuk kekuatan. Dua kapal penjaga pantai yang bersenjata itu dibekingin oleh satu kapal frigat (kapal perang) dari kejauhan. Artinya, angkatan laut China siap melakukan tindak kekerasan. China sekarang ini memang menjadi kekuatan militer dunia. Pada November 2019, Global Firepower merilis data peringkat negara dengan kekuatan militer terbaik peringka ketiga di dunia. Sementara Indonesia menempati peringkat 16. Power Index Rating China: 0.0673; Total populasi rakyat: 1,384,688,986 jiwa; Total personel militer: estimasi 2,693,000 personel; Total Aset Angkatan Laut: 714; Total kekuatan pesawat: 3,187 (peringkat 3 dari 137 negara); Pesawat Tempur: 1,222 (peringkat 2 dari 137 negara); Tank Tempur: 13,050 (peringkat 2 dari 137 negara); Anggaran Pertahanan: US$ 224 miliar atau Rp 3,152 triliun. Power Index Rating Indonesia: 0.2804; Total populasi rakyat: 262,787,403 jiwa; Total personel militer: estimasi 800,000 personel; Total Aset Angkatan Laut: 221; Total kekuatan pesawat: 451 (peringkat 30 dari 137 negara); Pesawat Tempur: 41 (peringkat 43 dari 137 negara); Tank Tempur: 315 (peringkat 52 dari 137 negara); Anggaran Pertahanan: US$ 6,9 miliar atau Rp 97 triliun. Jika melihat dari peringkat kekuatan militer antara China dan Indonesia, Menhan Prabowo Subianto menahan agar TNI tidak berbenturan dengan Tentara China saat ini. Mantan Danjen Kopassus ini harus susun strategi “cerdas dan cerdik”. Apalagi, kabarnya, kekuatan Tentara Merah itu sebenarnya mencapai 6 juta personil. Plus peralatan canggih. Sedangkan TNI cuma sekitar 400 ribu personil dengan peralatan kalah canggih. Meski begitu, TNI dan rakyat Indonesia tidak akan ciut! Sebab, sejarah sudah membuktikan dan diketahui dunia. Perang gerilya yang dilakukan oleh Jenderal Soedirman saat agresi militer II Belanda membuat kalang kabut Tentara Belanda di Jogjakarta dan Jawa Tengah. Tak hanya itu. Perlawanan rakyat Surabaya yang dipimpin Bung Tomo terhadap Tentara Sekutu yang ingin menguasai Surabaya pada 10 November 1945 membuat Tentara Sekutu harus kehilangan Jenderal Mallaby dari Inggris di tangan rakyat. Teranyar, saat Kapal Tentara Laut Diraja Malaysia manuver dan provokasi di laut Ambalat, mereka akhirnya meninggalkan Ambalat setelah “ditaklukkan” oleh seorang anggota Denjaka TNI AL yang berhasil menyerbu tanpa senjata! China harus belajar dari sejarah bahwa rakyat Indonesia ini sulit ditaklukkan. Karena, bangsa Indonesia ini pada dasarnya adalah bangsa pejuang! Bagaimana Belanda harus membayar mahal Perang Diponegoro di Jawa (1825-1830). Apalagi, ternyata Belanda telah dipecundangi Pangeran Diponegoro saat Belanda mencoba menjebaknya dalam perundingan di Magelang. Yang ditangkap (dan kini dimakamkan di Makassar) itu bernama Mohammad Jiko Matturi. Peristiwaitu tercatat dalam prasasti “batu tulis” yang ditemukan di Asta Tinggi, komplek pemakaman para Raja Sumenep. Jadi, yang datang ke perundingan itu bukanlah Pangeran Diponegoro, tetapi salah seorang panglimanya. Saat itu Pangeran Diponegoro minta bantuan ke Raja Sumenep Sultan Abdurrahman untuk menyiapkan Perang Diponegoro II. Namun, rencana tersebut tak berlanjut karena Pangeran Diponegoro meninggal setelah tinggal lebih dari 5 tahun. Peristiwa tersebut memang tidak dicatat dalam sejarah. Namun, bukti prasasti bercerita soal strategi Pangeran Diponegoro dalam menghadapi Belanda. Perlawanan serupa juga dilakukan Tuanku Imam Bonjol di Tanah Minang terhadap Belanda. Raden Wijaya Kalau mau menengok sejarah, seharusnya China jangan memaksakan diri untuk manuver dan mengklaim perairan Natuna masuk ke dalam wilayahnya. Sejarah sudah mencatat, setidaknya leluhur Tentara China pernah dua kali kalah di Tanah Jawa. Mongol (China) di masa kejayaannya Jeghis Khan hingga Kubilai Khan menaklukkan dunia, semua kerajaan begitu mendapat surat dari Mongol langsung takluk tanpa perang dan setor upeti daripada hancur lebur dan rakyatnya dipenggal oleh kebiadaban Mongol. Tentara Mongol itu dikenal bengis dan barbar. Tapi, tidak dengan Prabu Kertanegara di Tanah Jawa. Mengzi utusan Kubilai Khan dipotong telinganya dan menyatakan menolak tunduk apalagi membayar upeti kepada Mongol. Catatan Dinasti Yuan mengisahkan, pada 1293 pasukan Mongol sebanyak 20.000-30.000 orang (300 kapal) orang dipimpin Ike Mese, Shi bi, dan Gaoxing mendarat di Jawa untuk menghukum Kertanagara, karena pada 1289 Kertanagara telah melukai utusan yang dikirim Kubilai Khan, Raja Mongol. Sementara itu, setelah mengalahkan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera pada 1290, Kerajaan Singhasari menjadi kerajaan terkuat di daerah itu. Tetapi Jayakatwang, Adipati di Kediri, negara asal Singhasari, memberontak dan berhasil membunuh Kertanagara. Menantu Kertanegara, Raden Wijaya, diampuni oleh Jayakatwang dengan bantuan wali dari Madura, Arya Wiraraja. Raden Wijaya kemudian diberi tanah hutan di Tarik. Dia membuka hutan itu dan mendirikan sebuah desa di sana. Desa itu diberi nama Majapahit, Raden Wijaya menyimpan dendam pada Jayakatwang Kubilai Khan sangat terkejut setelah Mengzi pulang dan melaporkan kejadian penolakan Raja Jawa tersebut. Pada 1292, dia memerintahkan dan mengirimkan ekspedisi untuk menghukum Kertanegara, yang dia sebut orang barbar. Raden Wijaya memanfaatkan kedatangan pasukan Mongol tersebut untuk menghancurkan Jayakatwang. Ia pun mengajak Ike Mese untuk bekerjasama. Raden Wijaya meminta bantuan untuk merebut kembali kekuasaan Pulau Jawa dari tangan Jayakatwang. Dan setelah itu baru ia bersedia menyatakan tunduk kepada bangsa Mongol dan menyerahkan upeti. Tentara Mongol dengan seluruh kekuatannya bertempur dengan pasukan Jawakatwang. Sementara pasukan Mongol bertempur melawan Jayakatwang, Raden Wijaya menyerang kota dari arah lain dan dengan cepat mengalahkan penjaganya. Istana Jayakatwang dijarah dan dibakar. Beberapa ribu pasukan Kadiri mencoba menyeberangi sungai Brantas yang membelah Kota Kadiri dan tenggelam, sementara 5.000 tewas dalam pertempuran. Raja Jayakatwang mundur ke bentengnya, dan menemukan bahwa istananya telah terbakar. Pasukan Mongol mengepung Kota Daha dan meminta Jayakatwang menyerah. Pada sore hari, Jayakatwang menyatakan takluk kepada bangsa Mongol. Setelah Jayakatwang dikalahkan oleh pasukan Mongol, Raden Wijaya kembali ke Majapahit, berpura-pura hendak menyiapkan pembayaran upeti untuk Mongol, dan meninggalkan sekutu Mongolnya berpesta merayakan kemenangan mereka. Shi-bi dan Ike Mese mengizinkan Raden Wijaya kembali ke daerahnya untuk menyiapkan upeti serta surat penyerahan diri, Raden Wijaya meminta kapal-kapal besar Mongol masuk ke Kalimas (Brantas) dengan alasan untuk memudahkan memuat upeti yang banyak. Kapal-kapal besar Mongol yang masuk sungai tidak bisa bermanuver, hanya bisa maju atau mundur saja, maju masuk semakin ke dalam mundur terhalang kapal di belakangnya. Kesempatan tersebut digunakan Raden Wijaya dengan cepat memobilisasi pasukannya dan menyerang dengan panah ber-api ke arah kapal-kapal yang terjebak di Brantas, sementara pasukan di dalamnya sedang mabuk. Pasukan Raden Wijaya berhasil membunuh banyak prajurit Yuan, sedangkan sisanya berlari kembali ke kapal mereka yang berada di pantai. Di pantai, armada pasukan Jawa pimpinan mantri Aria Adikara juga menghancurkan sejumlah kapal Mongol. Pasukan Yuan mundur, kacau karena angin muson yang dapat membawa mereka pulang akan segera berakhir, sehingga mereka terancam terjebak di pulau Jawa untuk 6 bulan berikutnya. Setelah semua pasukan naik ke kapal di pesisir, mereka bertarung di laut melawan armada Jawa dan mengalami kekalahan yang fatal, dengan total 12.000-18.000 terbunuh. Kabarnya, menurut catatan, Dinasti Yuan Mongol mengalami kemunduran setelah kekalahan di Jawa ini. Akankah peristiwa serupa bakal terjadi ketika Tentara China menghadapi perlawanan pasukan “Raden Wijaya” (baca: TNI dan rakyat) jika terjadi perang terbuka? China harus ingat, “sejarah pasti berulang”! Apalagi, Presiden Joko Widodo sudah menyatakan, "Tidak ada kompromi!" Jika China tidak ingin dipermalukan untuk ketiga kalinya, sebaiknya China tak memaksakan diri kuasai laut Natuna! Penulis adalah wartawan senior

Natuna Membara: China "Keras Kepala", Indonesia Harus Bersiap!

China telah menganggap Indonesia sebagai negeri jajahan, objek dan sasaran target yang akan diintegrasi menjadi bagian dari Republik China Raya. Para pemangku kepentingan, pejabat dan penguasa bukannya bersikap tegas, justru lembek, tunduk pada China. Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Masih ingat kasus sengketa perbatasan serupa dengan Natuna antara China dan Filipina yang sudah dimenangkan oleh Filipina di Mahkamah Internasional? Begitu pertanyaan Bambang Sulistomo. China tetap saja tak mematuhi putusan pengadilan! Menurut Putra Pahlawan 10 November 1945 Bung Tomo yang juga Ketum Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IP-KI) itu, “Tapi dengan negara Indonesia tampaknya China tidak akan ambil resiko,” tegasnya melalui aplikasi WhatsApp. “Disamping ketangguhan TNI dan semangat kejuangan kita, mereka mungkin teringat akibat peristiwa G30S 1965, negeri ini pernah dengan tegas memutuskan hubungan diplomatiknya dengan China (Beijing),” lanjut Bambang Sulistomo. “Dan China tidak akan mengorbankan kekuatan ekonomi-nya, jika berperang terbuka dengan kita,” ungkap Bambang Sulistomo. Jadi, meski China klaim laut Natuna itu masuk wilayah Laut China Selatan (LCS), dia tak akan berani invasi ke Natuna. Statement Mas Bambang di atas sangat bertolak belakang dengan pernyataan Nasrudin Joha, seorang penulis, yang menilai para pemangku kepentingan, pejabat dan penguasa bukannya bersikap tegas, justru lembek dan tunduk terhadap China. Menhan Prabowo Subianto yang di elu-elukan sebagai “Macan Asia”, ternyata hanya berani mengeong ke China. Prabowo tak jauh beda dengan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, berbicara dalam kapasitas yang membela kepentingan China. “Ya saya kira kita harus selesaikan dengan baik. Bagaimanapun China itu negara sahabat,” ujar Prabowo, usai bertemu Menko Luhut, Jum’at (3/1/2020). Bukannya mengecam pelanggaran kedaulatan yang dilakukan China atas perairan Natuna. Nasrudin Joha menyebut, Prabowo justru mengunggah pernyataan China sebagai negara sahabat. Padahal, jika China adalah negara sahabat maka mustahil China berani melanggar dan melecehkan batas kedaulatan negara sahabatnya. China telah menganggap Indonesia sebagai negeri jajahan, objek dan sasaran target yang akan diintegrasi menjadi bagian dari Republik China Raya. Para pemangku kepentingan, pejabat dan penguasa bukannya bersikap tegas, justru lembek, tunduk pada China. Prabowo dan Luhut “kalah jantan” dengan Menlu Retno Edi Marsudi yang mengecam keras pelanggaran kedaulatan RI oleh China. Prabowo terlalu manis, karena telah 'disuap' sejumlah proyek pertahanan oleh China saat kunjungan kerja beberapa waktu yang lalu. Lantas akan kemana rakyat negeri ini meminta perlindungan? Kepada pejabat dan penguasa yang justru menyerahkan leher kedaulatan bangsa ini kepada China? Atau terpaksa tunduk dan ikut arus menjadi budak yang melayani kepentingan China? Penilaian Nasjo atas Prabowo tersebut rasanya terlalu berlebihan. Apalagi, sampai menuding Prabowo telah ‘disuap’ dengan sejumlah proyek pertahanan oleh China saat kunjungan kerja beberapa waktu yang lalu ke China. Lain halnya jika Menko Luhut. Menko Luhut meminta permasalahan dengan China di perairan Natuna jangan diributkan. Alasannya makin ribut akan membuat investasi terganggu.Apalagi Indonesia juga sedang menarik investasi dari China. “Ya makanya saya bilang jangan ribut. Untuk apa kita ribut yang nggak perlu diributin, bisa ganggu,” ujar Luhut usai bertemu Prabowo di Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2020). Seharusnya kita tahu tugas masing-masing menteri. Menlu Retno jelas akan menggunakan politik diplomasi dan harus “bersuara”. Luhut dengan pendekatan kemaritiman dan investasi. Prabowo pasti menggunakan politik pertahanan. Penempatan sejumlah kapal perang dan sejumlah pasukan “Siaga Tempur” ke Natuna yang terjadi belakangan ini menyusul klaim China atas laut Natuna jelas atas perintah Prabowo, sesuai dengan tugasnya sebagai Menhan. Nama lembaganya saja Kementerian Pertahanan, tentu tugasnya terkait dengan Pertahanan, bukan “Penyerangan”. Kemenhan baru akan melakukan “perlawanan” bila sampai terjadi “penyerangan” dari musuh (baca: China). Dalam menghapi kekuatan militer China, tentunya Prabowo harus benar-benar menghitung kekuatan lawan. Harus teliti secara matematis. Sebagai Menhan, Prabowo juga harus bisa melindungi TNI dan rakyat jika terjadi perang. Mampukah Indonesia menghadapi China jika terjadi perang? Sejak puluhan Kapal Perang China melakukan provokasi di sekitar Natuna, banyak “Kaum Nyinyir” yang mengecam Menhan Prabowo. Mengapa tidak tembak kapal-kapal China itu?! Dus, jika mengikuti nafsu mereka, perang "Indochina Serial Baru" pasti terjadi. Kalau saja perang antara Indonesia dan China ditakdirkan harus terjadi, sudah dapat dipastikan negara mana yang akan kalah dan hancur berantakan. Penilaian itu dapat dilihat dari peringkat kekuatan militer dunia, yang setiap tahun diterbitkan Global Firepower. Pada November 2019, Global Firepower merilis data peringkat negara dengan kekuatan militer terbaik di dunia. Ironisnya China merupakan tiga besar dunia, sementara Indonesia menempati peringkat 16. Fakta itu mencerminkan, kalau perang antara Indonesia dengan China terjadi, maka nasib Indonesia bagaikan buah pisang yang dihantamkan ke buah durian. Bakal hancur berantakan! Bagi orang beriman, hanya Alloh yang bisa menolong Indonesia dalam melawan Kedzoliman China. Bukan dengan cara perang fisik. Tapi, dengan perang diplomatik di PBB bersenjatakan keputusan dan UU yang diterbitkan PBB. Coba simak data dari Global Firepower antara China dan Indonesia berikut: China. Power Index Rating: 0.0673; Total populasi Amerika Serikat: 1,384,688,986 jiwa; Total personel militer: estimasi 2,693,000 personel; Total Aset Angkatan Laut: 714; Total kekuatan pesawat: 3,187 (peringkat 3 dari 137 negara); Pesawat Tempur: 1,222 (peringkat 2 dari 137 negara); Tank Tempur: 13,050 (peringkat 2 dari 137 negara); Anggaran Pertahanan: US$ 224 miliar atau Rp 3,152 triliun. Indonesia. Power Index Rating: 0.2804; Total populasi Amerika Serikat: 262,787,403 jiwa; Total personel militer: estimasi 800,000 personel; Total Aset Angkatan Laut: 221; Total kekuatan pesawat: 451 (peringkat 30 dari 137 negara); Pesawat Tempur: 41 (peringkat 43 dari 137 negara); Tank Tempur: 315 (peringkat 52 dari 137 negara); Anggaran Pertahanan: US$ 6,9 miliar atau Rp 97 triliun. Jika melihat dari peringkat kekuatan militer antara China dan Indonesia, sebenarnya sudah bisa dihitung seberapa kekuatan TNI dalam menghadapi perang terbuka dengan China nanti. Makanya Menhan Prabowo menahan agar TNI tidak benturan dengan Tentara China saat ini. Bisa habis NKRI nanti. Apalagi, konon, kekuatan Tentara Merah itu sebenarnya mencapai 6 juta personil. Plus peralatan canggih. Sedangkan TNI cuma sekitar 400 ribu personil dengan peralatan kalah canggih. Kondisi persenjataan dan jumlah personil TNI itu, yang selama ini dikeluhkan oleh Prabowo itu, saat ini terbukti, jika NKRI lemah. Bisa jadi, Menhan Prabowo sekarang ini sedang cari “jalan terbaik” dalam menghadapi manuver China di laut Natuna. Menurut Direktur The Global Future Institute Prof. Hendrajit, kalau kita menghindari perang dengan China soal Natuna, bukan soal peralatan militer kita minim. “Karena memang nggak ada skenario perang di balik ketegangan Natuna,” ungkapnya. “Jadi, kalau soal dikaitkan peralatan militer ya nggak relevan. Karena, memang nggak urjen banget. Itu cuma insiden. Tapi kalau itu memang harus dipertaruhkan, perang ya perang saja. Apa urusannya kalau kita kalah banyak peralatan,” lanjutnya. “Nggak jaminan juga China bakal menang,” tegas Hendrajit. Ketika Vietnam mendukung Heng Samrin yang telah melengserkan pemimpin Kamboja Polpot yang kejamnya minta ampun, ceritanya China meradang karena pemimpin bonekanya dilengserkan. Maka China bilang, “Kami akan memberi pelajaran pada tentara Vietnam”. Tapi, nyatanya, “Vietnam yang untuk ukuran jaman dulu masih termasuk pasukan sandal jepit, malah justru yang ngasih pelajaran pada Angkatan Laut China.” “Jadi, ini bukan miskin peralatan militer atau tidak. Tapi, Natuna memang nggak urjen buat pemantik perang atau casus belly,” ungkap Hendrajit. Kalau tewasnya Panglima Al-Quds Iran Mayjen Qassem Soeamani oleh Amerika, itulah baru relevan. “Karena itu sama saja dengan negara asing menembak Danjen Kopassus atau Danjen Marinir,” tegas Hendrajit. Drone MQ-9 Reaper pembunuh Mayjen Qassem Soelamani berpotensi melahirkan “Perang Teluk Serial Baru”. Ekonomi Dunia Dipastikan Kacau! Penulis adalah wartawan senior