OPINI

Sri, Indonesia Krisis. Swear!

Di tangan Sri yang pejuang neolib sejati, APBN dia susun untuk menyubsidi investor pasar uang. Sementara rakyat yang telah bekerja ekstra keras dipajaki habis-habisan. Sudah begitu pajak yang diperas dari keringat rakyat, diutamakan alokasinya untuk membayar kupon surat utang yang bunganya terlalu tinggi. Oleh Edy Mulyadi (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Bukan Sri Mulyani kalau tak jago berkelit. Perempuan yang dua kali didapuk menjadi Menteri Keuangan (era Presiden SBY dan Jokowi) ini benar-benar ngeyel. Berkali-kali dia menyatakan ekonomi Indonesia aman-aman saja, jauh dari terjangan krisis. Sri juga bolak-balik mengklaim APBN dikelola dengan prudent alias hati-hati. Namun pada saat yang sama, dia terus menumpuk utang berbunga tinggi dalam jumlah superjumbo dengan segala konsekwensi dan risiko yang amat mengerikan. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan total utang luar negeri (ULN) Indonesia sampai akhir triwulan II 2019 tercatat US$ 391,8 miliar. Dengan kurs BI hari ini, Senin (2/9) yang Rp 14.190, utang tersebut setara dengan Rp 5.556 triliun. Angka ini tumbuh 10,1% (year on year /yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya yang 8,1%. Yang membuat tambah miris, utang-utang itu dibuat dengan bunga yang dikerek tinggi-tinggi. Berikut contoh tujuh surat utang bertenor dua tahun yang dia terbitkan. Yaitu, SBR006 (7,95%), ST004 (7,95%), SBR005 (8,15%), ST003 (8,15%), ST002 (8,55%), SBR004 (8,55%), dan SBR003 (8,55%). Padahal bila mengacu pada kurva yield untuk surat utang SBR003-006 tenor 2 tahun untuk periode Mei 2018, Sept 2018, Januari 2019 dan April 2019, Sri yang sangat disukai kreditor asing itu menawarkan bunga/kupon 1%-1,9% lebih tinggi. Begitu juga untuk surat utang ST002-004 yang seharusnya besar bunganya mengambang (floating). Bila mengikuti kurva yield Juli 2019 di 6,2% terjadi kelebihan membayar bunga sebesar 1,7% hingga 2,23%. Bahkan jika dibandingkan dengan Vietnam dan Thailand yang rating-nya lebih rendah ketimbang Indonesia, angka kelebihan bunga itu mencapai 3%. Dengan peringkat yang lebih bagus, semestinya bunga utang yang kita bayar lebih rendah daripada Vietnam dan Thailand. “Karena perilakunya yang terus-menerus menyenangkan kreditor walau menyengsarakan rakyat, Sri lebih pas disebut sebagai Menkeu Terbalik, bukan menkeu terbaik,” ujar ekonom senior Rizal Ramli. Rp 317,7 Triliun Lebih Mahal RR, begitu mantan anggota tim Panel Ahli Perserakitan Bangsa Bangsa biasa disapa, memaparkan sebagai Menkeu SBY, 2006-2010, Sri menerbitkan bond senilai Rp454,9 triliun. Rinciannya, Fixed Coupon Rp 281,8 triliun, Variable Coupon Rp25,6 triliun, Fixed Coupon (Islamic) Rp 25,7 triliun, dan Fixed Coupon (non tradable) Rp 121,7 triliun. Dengan yield kemahalan, beban yang harus ditanggung rakyat akibat ulah perempuan ini mencapai Rp 199,7 triliun. Sedangkan di era Jokowi (2016-2019), dia menerbitkan bond senilai Rp790,7 triliun. Masing-masing Fixed Coupon sebesar Rp 461 triliun, Zero Coupon Rp 49,1 triliun, Zero Coupon (Islamic) Rp 22,1 triliun, Fixed Coupon (Islamic) Rp 240,9 triliun, Variabel Coupon (non tradeble) Rp 10,7 triliun dan Fixed Coupon (non tradeble) sebesar Rp 7 triliun. Yiled kemahalan ini menambah beban rakyat dari yang semestinya sebesar Rp 118 triliun. Total jenderal, kelebihan bayar bunga utang itu mencapai Rp 317,7 triliun. Di tangan Sri yang pejuang neolib sejati, APBN dia susun untuk menyubsidi investor pasar uang. Sementara rakyat yang telah bekerja ekstra keras dipajaki habis-habisan. Sudah begitu pajak yang diperas dari keringat rakyat, diutamakan alokasinya untuk membayar kupon surat utang yang bunganya terlalu tinggi. Data yang ada menunjukkan, hingga Juni 2019 pembayaran bunga utang mencapai Rp 127,1 triliun. Angka ini naik 13% ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya. Sebaliknya, subsidi untuk keperluan dasar rakyat cuma kebagian Rp 50,6 triliun atau turun 17%. Dengan angka-angka seperti ini, Sri telah ibarat demang yang memeras rakyat demi menyenangkan penjajah Belanda yang jadi majikan asingnya. Sikap inlander Sri yang creditors first membuat sebagian besar anggaran APBN tersedot untuk membayar utang. APBN 2019 mengalokasikan pembayaran pokok utang sebesar Rp 400 triliun. Ditambah dengan pembayaran bunga yang Rp 249 triliun, maka total beban utang mencapai Rp 649 trilliun. Angka ini sekitar 150% anggaran infrastruktur maupun anggaran pendidikan yang sekitar Rp 400-an triliun. Makro-Mikro Merah Sri juga sering ngeles dengan mengatakan ekonomi kita aman-aman saja. Pada saat yang sama fakta dan data menunjukkan terjadinya deindustrialisasi yang dampak langsungnya adalah pemutusan hubungan kerja. Sejumlah indikator makro dan mikro jelas-jelas menunjukkan ekonomi kita sama sekali tidak aman-aman saja, sebagaimana yang sering diklaim Sri. Defisit Neraca Pembayaran (Current Account Deficit/CAD) hingga triwulan II-2019 menunjukkan angka US$ 8,4 miliar. Jumlah ini naik dibandingkan triwulan pertama yang US$ 7 miliar. Artinya, hanya dalam tempo tiga bulan, CAD membengkak US$ 1,4 miliar. Indikator merah lainnya, juga terjadi pada neraca perdagangan yang defisit. Pada triwulan pertama 2019, defisitnya tercatat US$ 1,450 miliar. Pada kwartal II, defisit naik menjadi US$ 1,870 miliar. Kinerja ekspor nonmigas juga melorot seiring perekonomian dunia yang melambat dan harga komoditas ekspor Indonesia yang turun. Ekspor nonmigas tercatat US$ 37,2 miliar, turun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar US$ 38,2 miliar. Defisit neraca perdagangan migas juga meningkat menjadi US$ 3,2 miliar. Padahal, pada triwulan sebelumnya defisit itu masih U$ 2,2 miliar. Salah satu parameter sukses-tidaknya Menkeu adalah rasio pajak alias tax ratio. Ternyata, tax ratio juga terus terjun. Pada 2010, rasio pajak tercatat 9,82%. Sampai 2018, angkanya melorot menjadi 8,85%. Kalau dihitung termasuk pendapatan bea cukai dan royalti Migas-tambang, angkanya bergerak dari 14,66% pada 2011 menjadi 11,45% di 2018. Perlambatan penerimaan perpajakan ini membuat Sri uring-uringan. Pasalnya, kontribusi pajak terhadap penerimaan negara mencapai hampir 80%. Sampai akhir Juli 2019, pajak yang masuk Rp 810,7 triliun atau 45,4% dari target APBN. Terus terjunnya penerimaan pajak inilah yang membuat Sri kalap dan kalang-kabut. Maka, dia pun memajaki pempek palembang, pecel lele, gado-gado, dan UMKM. Padahal, sebelumnya UMKM sudah kena pajak final 0,5% dari omset, tidak peduli usaha rakyat kecil ini menangguk laba atau diterjang rugi. Tetap Jemawa Kendati sudah babak-belur dihajar angka-angka rapor yang merah, toh perempuan itu tetap saja berkoar Indonesia masih jauh dari krisis. Tidak tanggung-tanggung, sikap jumawa ini dia sampaikan saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (29/8). Saat itu Sri menegaskan kendati Indonesia harus waspada, itu tidak berarti bahwa krisis sudah di ambang pintu. Padahal, tiga hari sebelumnya saat menggelar konferensi pers APBN Kita, Senin (26/8), dia mengakui bahwa ekonomi dunia telah melemah dan risikonya bakal makin meningkat. Kondisi ini terkonfirmasi dalam statement atau indikator sesudah eskalasi pada Juli Agustus. Pengakuan Menteri Sri ini adalah kali kedua dalam bulan ini. Menurut dia, perlambatan ekonomi dunia ditandai dengan bertaburnya data ekonomi di berbagai negara terus membuat cemberut. Jerman, Singapura, negara-negara Amerika Latin seperti Argentina, Meksiko, Brasil dalam situasi sulit. Eropa dan China pun mengalami hal sama. Bahkan kawasan Asia, termasuk India, yang jadi lokomotif penghela ekonomi di pasar berkembang juga melemah. Tapi dasar kopeg, babak-belurnya perekonomian dunia justru membuatnya bertepuk dada.. Katanya, di tengah perekonomian dunia yang lesu, Indonesia masih bisa tumbuh 5%. Kalau saja dia mau sedikit humble, tentu pernyataan seperti itu tak bakalan keluar dari mulutnya. Terlebih lagi dengan potensi yang ada dan menanggalkan kebijakan ekonomi non neolib, seharusnya Indonesia bisa terbang di 6,5-7%. Setidaknya, begitulah jualan Jokowi waktu maju di ajang Pilpres 2014. Sebelumnya, Rizal Ramli berkali-kali memperingatkan ekonomi kita jauh dari baik-baik saja. Berdasarkan rentetan indikator yang memburuk, dia menyebut Indonesia tengah mengalami the creeping crisis, krisis yang merangkak. Seabrek indikator makro dan mikro yang disorongkannya memang dengan fasih bercerita ekonomi Indonesia terseok-seok, kalau tidak mau disebut amburadul. Tutupnya sejumlah gerai penyandang nama besar, adalah bukti melemahnya kinerja sektor ritel yang diperkirakan masih akan berlanjut. Daya beli dan consumer goods juga masih akan turun. Pukulan telak dialami sektor properti, kecuali untuk beberapa segmen. Indeks Nikkei menyebut sekitar seperempat perusahaan yang melantai di BEI telah berubah jadi zombie company. Keuntungan yang mereka terima tidak cukup untuk membayar utang. Perusahaan ini hanya bisa hidup dengan refinancing terus menerus. Gejala gagal bayar utang alias default juga melanda sejumlah perusahaan besar. Seperti tidak cukup, McKinsey & Company menyebut 25% utang valas jangka panjang swasta kita memiliki rasio penutupan bunga (interest coverage ratio /ICR) kurang dari 1,5 kali. Artinya, perseroan menggunakan mayoritas labanya untuk membayar utang. Jelas rawan. Jadi, Sri, ekonomi kita tidak sedang baik-baik saja. Data dan fakta seperti apalagi yang bisa membuka mata-hatimu? [*]

Menteri Sri Akhirnya Ngaku Krisis Telah Datang

Sri Mulyani memprediksi makin panasnya tensi perang dagang antara AS dan China dipastikan memperbesar sinyal krisis. Oleh Dimas Huda (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Ekonomi dunia kini diselimuti kondisi pahit. Sebagian negara telah mengalami krisis. Di sisi lain, ekonom senior Rizal Ramli menyebut Indonesia berada dalam tahap creeping crisis atau sedang “merangkak” untuk sampai pada kondisi krisis. Ekonom lainnya menyebut Indonesia amat rentan terhadap krisis. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, tak bisa menampik itu. Ia bilang ekonomi dunia telah terkonfirmasi melemah dan risikonya bakal makin meningkat. "Kondisi ekonomi dunia confirm melemah dan ini risikonya bahkan makin meningkat. Ini muncul di dalam statement atapun indikator sesudah eskalasi pada Juli Agustus," katanya dalam Konferensi Pers APBN Kita, Senin (26/8). Pengakuan Menteri Sri ini adalah kali kedua dalam bulan ini. Hanya saja, pengakuan ini bukan sebagai peringatan apalagi nakut-nakuti, seperti pernyataan beberapa ekonom belakangan ini. Sri membeberkan itu semua untuk membanggakan bahwa di tengah krisis dunia saja ekonomi Indonesia masih tumbuh 5%. “Indonesia terjaga di 5% ini accepsional,” tandasnya. Jadi bersyukurlah, ekonomi masih tumbuh 5%. Jangan kufur nikmat, seperti apa yang dibilang Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. Menurut menteri Sri, hawa perlambatan ekonomi dunia semakin terasa. Data-data ekonomi di berbagai negara terus saja mengecewakan. Dia menyebut, Jerman, Singapura, negara Amerika Latin seperti Argentina dalam masa krisis. Meksiko, Brasil, juga dalam situasi sulit. “Amerika Latin, Eropa, China, dan bahkan kawasan Asia sendiri termasuk India yang jadi motor penggerak ekonomi di pasar berkembang juga mengalami pelemahan," ujarnya. Rentan Krisis Ekonom senior Indef, Didik J. Rachbini, memperingatkan Indonesia termasuk negara yang rentan terhadap krisis. “Setidaknya bila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia,” katanya, dalam diskusi ASEAN di antara perang dagang Amerika dan China: Bagaimana Seharusnya Respons Indonesia?, Minggu (25/8) Dalam materi diskusi yang berjudul “Dimensi Kritis dari Ekonomi Indonesia Dibandingkan Ekonomi ASEAN”, Didik antara lain mengulas soal 'Menghadapi Resesi Global'. Ia mengutip Bloomberg Vulnerability Indek, atau indeks kerentanan suatu negara. "Vietnam dan Malaysia termasuk ke dalam level yang sama tetapi sedikit lebih rendah dan mempunyai struktur ekonomi yang lebih kuat daripada Indonesia," jelasnya. Cadangan devisa, ekspor, dan industri Vietnam dan Malaysia relatif lebih kuat sehingga lebih tahan terhadap krisis. Belajar dari krisis nilai tukar 1997-98 dari Thailand, ada dua kelompok negara dalam konteks krisis. Kelompok pertama adalah kelompok yang rentan dan terkena imbas krisis nilai tukar, yaitu: Thailand, Malaysia, Filipina, Korea Selatan, dan Indonesia. Kelompok kedua adalah negara yang kuat dan tahan krisis nilai tukar, yaitu Taiwan, Hong Kong, Singapura dan lainnya. Kelompok yang pertama mengalami defisit neraca berjalan (CAD) dan kelompok kedua tidak mengalaminya. Level CAD Indonesia kini memang dalam tren terus membengkak, bahkan sudah menyentuh 3% terhadap PDB. Sedangkan Thailand sebagai negara yang pernah mengalami krisis 1998, yang sama juga dialami oleh Indonesia berhasil lolos dari penyakit CAD. Sebelumnya, Rizal Ramli memperingatkan grafik transaksi berjalan semakin merosot, bahkan sudah mencapai lebih dari US$8 miliar. Kondisi CAD pada kuartal II-2019 sebesar US$8,4 miliar atau 3,04% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini adalah angka yang mengkhawatirkan. Indikator mikro juga tak kalah membahayakan. Seperti slow down sektor ritel yang diprediksi akan terus berlanjut. Daya beli dan consumer good juga masih akan turun. Begitu pun dengan properti yang diprediksi akan terpuruk, kecuali untuk beberapa segmen. Kemudian di level korporasi, mulai terjadi peningkatan default atau gagal bayar. Ini diistilahkan sebagai zombie company. Keuntungan yang diperoleh tidak bisa untuk membayar bunga utang. “Perusahaan ini hanya bisa hidup dengan refinancing terus menerus,” kata eks Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman ini. “Ada krisis kecil-kecil dan tidak disadari banyak orang, tetapi kalau disatukan jadi besar juga. Ini bisa dilihat dari kondisi makro, mikro, maupun korporasi. Kalau dibiarkan terus, bisa sangat membahayakan,” tambahnya. Di sisi lain, dalam laporan berjudul "Signs of Stress in The Asian Financial System", firma konsultan global McKinsey & Company menemukan bahwa 25% utang swasta valas jangka panjang di Indonesia memiliki rasio penutupan bunga (interest coverage ratio/ICR) kurang dari 1,5 kali. Posisi tersebut terhitung rawan karena perseroan menggunakan mayoritas labanya untuk membayar utang. Utang itu kebanyakan berasal dari sektor utilitas (pembangkit listrik dan jalan tol), dengan porsi 62%. Sektor energi dan bahan mentah menyusul dengan porsi 11% dan 10%. Lebih jauh, konsultan ini mengingatkan negara-negara Asia perlu mewaspadai risiko terulangnya krisis 1997. McKinsey mengingatkan sektor utilitas Indonesia dan India berpotensi memicu persoalan karena kemampuan mereka untuk membalik kinerja dan membayar kembali utangnya tidaklah mudah. Sementara itu, di belahan dunia lain, Eropa, sepanjang tahun 2019, berbagai bank investasi global telah mengurangi jumlah karyawannya hingga 30.000 orang. Beberapa bank yang melakukan pengurangan karyawan di antaranya adalah HSBC, Barclays, Société Générale, Citigroup dan Deutsche Bank. Lembaga keuangan asal Jerman Deutsche Bank bahkan memangkas jumlah karyawannya lebih dari setengah total karyawan yang di PHK, yaitu sebanyak 18.000 orang di seluruh dunia. Menurut laporan Financial Times, PHK massal ini disebabkan oleh berbagai alasan. Mulai dari penurunan suku bunga, volume perdagangan yang lemah, hingga efisiensi biaya operasional. Alasan lainnya adalah meningkatnya utang. Padahal, suku bunga saat ini negatif. Sri Mulyani memprediksi makin panasnya tensi perang dagang antara AS dan China dipastikan memperbesar sinyal krisis. Apalagi tensi adu pernyataan kedua negara adi kuasa tersebut makin mendidih beberapa hari terakhir. "Tren besar di semua negara di dunia mengalami pelemahan. Ada negara lain yang masuk bahkan (sudah) resesi," ujarnya. End

Presiden Lupakan Sejarah, Jangan Hina Garam Madura!

Presiden Joko Widodo telah memancing kemarahan petani garam Madura. Setidaknya itulah yang tergambar dalam aksi demonstrasi petani garam di depan DPRD Sumenep pada Jum’at (30/8/2019). Oleh Mochamad Toha (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Massa yang tergabung dalam Himpunan Masyarakat Petambak Garam Sumenep (HMPGS) melakukan aksi karena kecewa dengan pernyataan Presiden Jokowi saat ke Desa Nunkurus, Kupang, NTT pada Rabu, 21 Agustus 2019 lalu. Oleh petani garam, pidato Presiden Jokowi dinilai mendiskreditkan garam Madura. Warga menuntut DPRD Sumenep untuk meminta Pemerintah Pusat meminta maaf pada masyarakat Madura atas pernyataan Presiden Jokowi tersebut. Kala itu, Presiden menyebut garam Madura hitam. Warga menilai, sampel yang diperoleh Jokowi tidak sesuai dengan kualitas asli garam Madura dan meminta Jokowi untuk datang langsung ke Madura dan melihat sendiri kualitasnya. “Kami di sini sudah melakukan produksi garam dari zaman ke zaman. Kami minta cabut pernyataan Presiden Jokowi bahwa garam kami hitam,” kata Andy Ahmadi, Korlap aksi. Pernyataan itu dinilai mendiskriditkan garam Madura. Puluhan massa aksi ini meminta DPRD Sumenep keluar untuk menemui putra petambak garam yang sedang berlangsung menyampaikan aspirasi petambak garam, dan meminta untuk menyatakan sikap yang sama seperti petani garam. Bahwa tidak seperti pernyataan presiden jika garam Madura hitam tak berkualitas. “Tolong temui kami untuk menyatakan sikap dan menyurati Presiden RI bahwa garam kami katanya jelek dan bahkan hitam,” ungkap Andy Ahmadi. “Itu tidak hanya sekali, tetapi kami petambak garam Sumenep Madura telah dihina Presiden RI. Kami telah dilumpuhkan, kami telah dibunuh di negeri sendiri,” teriaknya lantang sambil menuding gedung DPRD Sumenep. Warga menyebut pemerintah pusat telah melupakan sejarah. Petani garam Sumenep itu sudah memproduksi garam, bahkan sebelum Indonesia ada sebagai negara. “Buyut kami sudah jadi petani garam dan kualitas garam kami sudah terbukti,” ungkap Sutri, salah satu peserta aksi. “Garam Madura menjadi penyuplai garam nasional adalah Madura,” teriak Sutri. Ketua DPRD Sumenep Sementara Abdul Hamid Ali Munir berjanji akan menindaklanjuti tuntutan warga tersebut. “Terjadi kesalahpahaman pernyataan yang dilakukan oleh bapak Presiden Jokowi itu bahwa garam Madura dianggap kualitasnya rendah. Saya secara pribadi menyatakan bahwa garam Sumenep itu kualitas ekspor,” tukas Hamid saat menemui massa aksi. Politisi PKB tersebut berjanji akan melakukan komunikasi berbagai pihak terkait pernyataan Jokowi ini. “Koordinasi dengan pemerintah yang ada, mulai dari provinsi hingga pusat,” janji Hamid. Garam Terbaik Sejarah mencatat, Madura pernah menjadi pemasok utama garam ke daerah-daerah yang dikuasai Belanda di seluruh nusantara. Madura ternyata tidak hanya kaya dengan sumber migasnya. Dari laut pula, Madura menjadi penghasil garam bernilai ekonomis tinggi bagi Belanda selama menjajah Nusantara. Seperti halnya Inggris di India, Belanda pernah memonopoli garam di Indonesia. Sangat ironis jika negara yang punya laut luas dan pantai terpanjang di dunia harus membeli garam dari luar negeri. Pada 1930 hal itu pernah terjadi di India. Inggris menjadi pemonopoli garam di India, dan banyak orang India menolaknya. Seperti Inggris yang memonopoli garam di India, Belanda juga melakukannya di Nusantara. Termasuk garam dari pulau garam: Madura. Seperti dicatat dalam beberapa tulisan, riwayat garam di Madura, terkait sosok Pangeran Anggasuta. Dia yang memperkenalkannya kepada orang-orang di Madura. Sebagai penghasil garam, petak-petak tambak pembuatan garam hingga kini masih terlihat di sekitar pantai-pantai Kalianget, Sumenep, Madura bagian tenggara. Pantai selatan Madura yang kering memang dianggap baik untuk produksi garam. Menurut Danys Lombard dalam bukunya Nusa Jawa Silang Budaya: Jaringan Asia (1996), “rupa-rupanya di Madura penghasilan (garam) itu tak terlalu tua”. Jika J. Crawfurd boleh dipercaya, prinsip tambak garam pada masanya itu hanya dikenal di pantai-pantai utara Jawa dan daerah Pangasinan di Pulau Luzon (Filipina). Madura tadinya tidak dianggap penting oleh pemerintah kolonial Belanda. Barulah di paruh kedua abad XIX, terutama setelah Sistem Tanam Paksa dihapus pada 1870, Madura punya nilai ekonomis besar bagi Belanda. Pulau ini, menurut Merie Ricklefs, adalah “pemasok utama garam ke daerah-daerah yang dikuasai Belanda di seluruh nusantara.” Menurut Kuntowijoyo dalam sebuah esainya di buku Radikalisasi Petani: Esei-Esei Sejarah (1993), Belanda tidak membeli garam lewat bupati. Mereka secara langsung mengawasi produksi, berhubungan langsung dengan produsen dan memonopoli pemasaran. Sebab, garam Madura jadi monopoli yang menguntungkan Belanda. Keuntungan yang seharusnya jatuh ke tangan adipati (bupati) dan jajarannya. “Dalam tahun 1852, harga jual garam adalah lebih dari tiga puluh kali harga belinya (dari petani),” lanjut Kuntowijoyo. Di bukunya yang lain, Perubahan Sosial Dalam Masyarakat Agraris Madura, 1850-1940 (2002), Kuntowijoyo menyebut “industri garam, bagaimana pun tidak menambah kesejahteraan penduduk.” Artinya, petani-petani atau kuli-kuli tambak garam tidak jauh beda nasibnya dengan kuli-kuli kebon lain di nusantara. Nasib petani garam di masa kini juga cukuplah suram. Meski garam langka, uang tidak melimpahi kantong mereka. Padahal Belanda si pemonopoli garam sudah lama angkat kaki. Namun, garam Madura kini terancam dengan garam impor asal Australia. Maduranewsmedia.com menulis (30/7/2017), petani garam Madura menolak keras adanya garam impor masuk ke Indonesia. Hal itu disebabkan, stok garam di Indonesia masih banyak, namun kenyataannya masih ada oknum yang mengimpor garam. Petani garam banyak mengeluh, mengapa pemerintah masih melakukan impor garam. Menurut petani garam, seharusnya kalau bicara stok garam di Indonesia banyak, khususmya di Madura. Jika yang langka adalah garam konsumsi, maka yang jadi konsentrasi adalah ketersediaan garam di petambak garam dan pabrikan, di pasar, dan di rumah tangga sendiri. Petani masih bertanya serta mencari tahu dulu kelangkaan garam konsumsi yang terjadi di sektor yang mana, pada pabrikan apa di rumah tangga baru bisa disimpulkan kebutuhan impor itu perlu apa tidak, mendesak apa tidak. “Karena bukan tidak mungkin, kelangkaan garam yang terjadi selama ini sengaja dibuat oleh beberapa oknum tertentu saja untuk bisa mengakses ijin impor garam luar,” kata petani garam Pamekasan, Bambang, Minggu (30/7/2018). Ditambahkan dia, Seharusnya dalam kondisi seperti ini, pihak pemerintah sudah mempunyai data tentang kebutuhan garam jangka pendek dan jangka panjang serta data stok garam pada pabrikan yang selama ini selalu melakukan impor garam. Harga garam impor akan sangat berpengaruh pada harga garam di Indonesia yang dikabarkan akan turun tajam. Dengan kondisi sekarang ini, sudah sepantasnya pemerintah berperan aktif dalam stabilisasi harga garam dengan optimalisasi peran PT Garam. Yakni, melalui Tri Fungsi, dengan menjalankan fungsi buffer seperti yang telah dilakukan secara gemilang oleh BUMN lainnya seperti Bulog, sehingga tidak hanya berfungsi untuk produksi dan pengolahan saja (dwifungsi). Garam Piramid Bupati Sumenep A. Busyo Karim mengatakan, ia pernah tergoda dengan gerakan Kampung Kearifan Nasional (KKN), sebuah ide besar Helianti Hilman, wanita peraih Master di bidang hukum dari King’s College, London, Inggris, kelahiran Jember, 1971. Wanita itu kini menekuni profesi sebagai konsultan dan pengusaha di bidang produk pangan Slow Food. Program lain yang dijalankan Slow Food adalah protecting food biodiversity atau melindungi keanekaragaman hayati bahan pangan, termasuk garam. Di Indonesia, kata Helianti, hal itu merupakan tantangan berat karena makin sedikit orang Indonesia yang peduli terhadap keanekaragaman sumber makanan. Ketika pada 1970-an, Kalianget (Sumenep) penghasil garam terbesar di Asia. Lalu, di manakah garam kita yang dulu melimpah, padahal setelah 1980-an perluasan lahan garam dilakukan besar-besaran, yang kemudian disebutnya proyek renovasi, namun ternyata kita tetap tidak juara lagi. Tapi, Garam Bali yang Berkualitas! Bupati yang akrab dipanggil Abuya itu sangat tertarik untuk memberi nilai tambah “subsidi” Tuhan yang melimpah berupa air laut yang kandungan mineralnya sangat tinggi di banyak perairan Sumenep. “Bisa dibayangkan jika lahan seluas 2.620 ha ladang garam di Sumenep yang produksinya 65.045 ton/tahun bisa digenjot lebih bagus lagi kualitas dan kuantintasnya,” ungkap Abuya dalam sebuah catatannya yang diterima Pepnews.com. Menurut Herlianti Hilman dalam risetnya, di Bali ia sanggup mengubah pola air garam yang menjadi bahan baku garam yang selama ini kita lihat dan dikonsumsi, untuk menjadi garam piramid. Garam ini menjadi garam yang kaya mineral, jauh meninggalkan garam yang diproduksi masyarakat dan perusahaan pengelola garam di Indonesia. Garam yang diproduksinya di Klungkung Bali, saat diproduksi mampu menaikkan harga garam menjadi Rp 150 ribu/kg. “Sedangkan harganya di Eropa mencapai Rp 1 juta/kg. Air bahan baku di Indonesia untuk dijadikan garam piramid sangat melimpah sekali, termasuk di Sumenep, “Sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” jelasnya. Untuk kualitas garam piramid ini, lanjut Herlianti Hilman, pesaing Indonesia hanya di negara Cyprus, karena kandungan endapan air mineralnya tak jauh beda. Lalu bandingkanlah dengan harga per 1 kg garam di Kalianget yang hanya sekitar Rp 300-500/kg. Informasi ini harus ditangkap guna menjadi penyemangat petani garam di Sumenep dalam rangka peningkatan kesejahteraannya. Tentu hal ini tak cukup melulu dari bupati, tapi rakyat dan perusahaan garam harus bahu-membahu bersinergi untuk mendapatkan teknologinya. “Saya pasti akan men-support langkah-langkah kemudahan menuju produksi itu, sebab ini ikhtiar untuk bangkitnya sebuah peradaban di Sumenep,” ungkap Abuya. Sebagai catatan, wilayah Sumenep luas mencapai 2.0939.43 km2. Sumenep ini meninggalkan jejak peradaban yang panjang dibandingkan kota-kota lainnya di Jawa Timur. Pemerintahan di ujung timur Pulau Madura ini berdiri sejak 1269, lebih tua dari Kerajaan Majapahit yang kesohor hingga ke Madagaskar itu. Di sinilah perlunya Presiden Jokowi “belajar sejarah” kembali betapa garam Madura sangat berkualitas! Pak Presiden, sampiyan sudah lupa dengan pelajaran SD ya? ***

Tamparan Keras dari Papua

Papua menampar para pemimpin negeri ini. Di depan istana, putera Papua mengibarkan Bintang Kejora. Mereka meneriakkan yel yel “merdeka”. Para pemimpin negeri ini seakan tak berdaya. Mereka diam seribu bahasa. Oleh Dimas Huda Jakarta FNN - Kamis 29 Agustus 2019, media massa memberitakan Presiden Joko Widodo berkali-kali tertawa terpingkal-pingkal menyaksikan ulah pelawak Kirun yang tampil di tengah pertunjukan wayang. Pada malam itu, didampingi oleh ibu negara Iriana dan pejabat lainnya, Jokowi menyaksikan pertunjukan wayang kulit yang digelar di Alun-alun Kota Purworejo. Padahal, pada siang harinya, nun jauh di sana, di wilayah timur Indonesia, Jayapura bergolak. Sudah hampir dua pekan ini daerah itu membara. Unjuk rasa menjalar di beberapa wilayah lainnya sejak Senin (18/8). Tuntutan mereka seragam: merdeka. Bendera Bintang Kejora pun dibawa-bawa. Pada Kamis itu massa membakar gedung Majelis Rakyat Papua (MRP), mobil, kantor Pos, hingga kantor Telkom Indonesia. Suasana mencekam. Warga pendatang tak berani keluar rumah. Di Kabupaten Deyai, Papua, unjuk rasa berakhir rusuh. Sejumlah petugas dan warga tewas. Menkopolhukam Wiranto melaporkan dari TNI ada tiga orang. Satu meninggal dunia, dua luka dan sekarang masih kritis. Sedangkan dari aparat kepolisian ada empat luka-luka. “Masyarakat satu yang meninggal, juga tewas karena kena panah dan senjata-senjata dari masyarakat sendiri," katanya, Kamis (29/8). Gambar-gambar prajurit TNI dan Polri yang roboh bersimbah darah dengan kepala tertusuk panah, beredar luas di media sosial. 10 pucuk senjata SS 1 milik TNI dikabarkan dirampas oleh pengunjuk rasa. Pengungsi Konflik Papua sudah terjadi lama. Jauh sebelum insiden rasis di Malang dan Surabaya. Insiden dua kota di Jawa Timur itu hanya pemicu saja. Papua bak api dalam sekam. Namun, para pemimpin tak menganggap serius, sampai kemudian belasan karyawan PT Istaka Karya dibantai anggota Organisasi Papua Merdeka di Gunung Kabo, Desember 2018 lalu. Selanjutnya, pemerintah menambah pasukan militer di Kabupaten Nduga untuk mengejar kelompok OPM pimpinan Eginaus Kogeya. Di tengah operasi militer ini ribuan warga sipil mengungsi. Sebelum rakyat Papua turun ke jalan-jalan, Tim Kemanusiaan yang dibentuk Pemerintah Kabupaten Nduga menyatakan 182 pengungsi meninggal di tengah konflik bersenjata. "Ini sudah tingkat pelanggaran kemanusiaan terlalu dahsyat. Ini bencana besar untuk Indonesia sebenarnya, tapi di Jakarta santai-santai saja," ujar John Jonga, anggota tim kemanusiaan, seperti dikutip BBC Indonesia. Menurutnya, pengungsi yang meninggal - sebagian besar perempuan berjumlah 113 orang - adalah akibat kedinginan, lapar dan sakit. Berdasarkan temuan tim yang dibentuk Pemerintah Kabupaten Nduga ini, para pengungsi berasal dari Distrik Mapenduma sebanyak 4.276 jiwa, Distrik Mugi 4.369 orang dan Distrik Jigi 5.056, Distrik Yal 5.021, dan Distrik Mbulmu Yalma sebesar 3.775 orang. Sejumlah distrik lain yang tercatat adalah Kagayem 4.238, Distrik Nirkuri 2.982, Distrik Inikgal 4.001, Distrik Mbua 2.021, dan Distrik Dal 1.704. Mereka mengungsi ke kabupaten dan kota terdekat atau ke dalam hutan. "Ada yang ke Wamena, Lanijaya, Jayapura, Yahukimo, Asmat, dan Timika. Pengungsi-pengungsi itu (sebagian) masih ada di tengah hutan, sudah berbulan-bulan," lanjut John. Hanya saja, berdasarkan Kementerian Sosial dan Pemprov Papua, jumlah pengungsi Nduga yang meninggal sebanyak 53 orang. Dari angka korban itu, 23 di antaranya merupakan anak-anak. Adem Ayem Banyak yang mengkritik bahkan mengecam cara Jokowi menyikapi pergolakan di Papua. Dia santai. Bagaikan tak ada kejadian apa-apa. Dia tangguhkan kunjungan ke Papua. Padahal, kunjungan itu perlu untuk menunjukkan keseriusan pemerintah meredakan kemarahan orang Papua. Sejumlah kalangan juga menyerukan situasi di Papua sangat gawat. Sebuah situasi yang jauh lebih serius bila dibandingkan dengan saat Provinsi Timor-Timur lepas dari Indonesia. Papua bisa menjadi pintu masuk disintegrasi bangsa. Indonesia bisa terjerembap dalam Balkanisasi. Terpecah-pecah menjadi banyak negara. Seperti yang terjadi pada negara eks Yugoslavia. Praktisi media, Hersubeno Arief, mengingatkan dibandingkan dengan Timtim, potensi Papua lepas dari Indonesia jauh lebih besar. Secara ekonomi, politik, maupun pertarungan geopolitik global, posisi Papua lebih menarik dan menentukan. Dari sisi ekonomi potensi sumber daya alam Papua jauh lebih menggiurkan. Mulai dari tambang, energi, hutan, potensi kelautan, wisata dan lain-lain. Jangan dilupakan, masalah Papua tidak lepas dari gelombang persaudaraan ras Melanesia (Melanesian Brotherhood). AS, Inggris dan Australia menjadi salah satu penyokong dan “pelindung” 16 Forum Negara Kepulauan Pasifik ( Pasifik Island Region). Dengan didukung negara-negara Afrika--karena persamaan warna kulit--Forum Negara Kepulauan Pasifik ini bisa memainkan peran penting dalam lobi-lobi kemerdekaan Papua di PBB. Saat insiden pembakaran masjid di Tolikara, Letjen TNI Purn. J Suryo Prabowo pernah memperingatkan lepasnya Timtim diawali peristiwa yang mirip-mirip itu. Dalam kurun waktu 1996-1998, diawali dengan adanya mushola dibakar di Viqueque, kemudian banyak gereja dibakar di daerah lain di luar Timtim. Eskalasinya membesar hanya gara-gara satu kasus di pelosok provinsi termuda Indonesia waktu itu. Veteran perang Timtim ini menyebut kasus Timtim itu sebagai permainan global. Pada 1996 ribuan prajurit Australia disiagakan di Darwin. Mereka dipersiapkan untuk bisa beroperasi di daerah tropis. Tiga tahun kemudian, pada 1999, prajurit-prajurit Australia itu tiba di Bumi Loro Sae di bawah bendera PBB sebagai pasukan Interfet (International Force for East Timor). Dan tak lama kemudian, akibat intervensi global, terjadi referendum dan Timtim lepas. Kini di Darwin ada sekitar 20-an ribu marinir AS. “Apakah mungkin Marinir AS itu akan ke Papua sebagai Interfweb (International Force for West Papua)?” sentil Suryo Prabowo, kepada Forum Keadilan, suatu ketika. Asal tahu saja, ada sedikitnya 20 negara yang ‘mencari makan’ di Papua. Kenyamanan mereka belakangan sedikit terusik. Itu sebabnya, Indonesia harus lebih serius lagi menangani masalah Papua. Jangan sampai peristiwa Timtim terulang kembali.

Gerakan Separatisme Papua, Bisul Itu Mulai Pecah

Menkopolhukam Wiranto menolak menyebut berapa jumlah pasti yang tewas. "Ya, terserah kita lah mau umumkan atau tidak. Kalau diumumkan, perlu diumumkan. Kalau tidak, ya, tidak," ujarnya ringan. Oleh : Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Mantan Menteri ESDM Sudirman Said punya analogi menarik tentang kerusuhan di Papua. Kerusuhan yang berbuntut kian menguatnya gerakan separatisme. Memisahkan diri dari Negara Kesatuan RI. Ibarat penyakit bisul, karena tidak dirawat dengan baik. Diabaikan. Dianggap penyakit ringan. Penyakit berupa benjolan di kulit itu kini pecah. Bila terlambat penanganannya, bisa menular ke kulit di sekitarnya. Benih disintegrasi itu menyebar ke mana-mana. Mengancam keutuhan NKRI. Di Aceh para aktivis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) kembali mengibarkan bendera Bulan Sabit Merah. Di Medsos muncul seruan Melayu Merdeka! Tanda-tanda bahwa “bisul” itu akan pecah sebenarnya sudah terlihat dengan nyata. Akhir Juli lalu sistem IT Bank Mandiri error seharian penuh. Saldo ribuan nasabah berkurang. Ada yang pingsan karena saldo ratusan juta miliknya, tiba-tiba berubah menjadi nol. Sebaliknya banyak juga nasabah yang jumlah uang rekeningnya tiba-tiba menjadi bengkak. Manajemen Mandiri mencoba menenangkan nasabah. Menjamin semua sistem akan kembali normal. Mereka menyebut error “hanya’ terjadi pada 10 persen nasabah. Perlu diketahui jumlah nasabah Bank Mandiri pada tahun 2018 saja tercatat sebanyak 83.5 juta rekening. Artinya error “hanya,” sekali lagi “hanya” terjadi pada 8.3 juta rekening. Awal Agustus listrik padam di DKI, Banten, dan Jabar lebih dari 10 jam. Moda transportasi publik, mulai dari commuter line (KRL), MRT, transportasi online lumpuh. ATM Bank tak dapat digunakan, jutaan orang kebingungan karena tak memegang uang cash. Ekonomi digital yang sangat mengandalkan suplai listrik lumpuh. Bisnis UKM, restoran, minimarket, bahkan sampai warung pinggir jalan banyak yang tutup. Di beberapa gedung sejumlah pengguna lift terjebak. Ratusan pompa bensin gelap gulita. Tidak ada hukuman terhadap direksi atau manajemen PLN dan Mandiri. Seolah semuanya peristiwa biasa saja. Peristiwa terbaru Kamis (28/8) Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) Suprajarto menolak penunjukan dirinya sebagai Dirut Bank Tabungan Negara (BTN). Suprajarto mengaku tidak pernah diajak bicara. Tiba-tiba saja dicopot dari BRI dan dipindahkan ke BTN. Pemindahan seorang petinggi Bank BUMN tidak bisa seenaknya begitu saja. Seperti memindahkan bidak di papan catur. Ada tahapan-tahapan yang harus ditempuh. Ada fit and proper dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Harus lolos Tim Penilai Akhir (TPA) yang dipimpin oleh Presiden. Pengelolaan BUMN terkesan amburadul. Hal itu setidaknya tercermin dari pemalsuan laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk. Piutang dimasukkan sebagai laba, sehingga neraca keuangan Garuda menjadi biru. Dari rugi menjadi laba. Akibat skandal memalukan itu tidak ada direksi Garuda yang dicopot. Yang menjadi korban, disalahkan, dihukum malah kantor akuntan publik yang melakukan audit. Menteri BUMN Rini M Soemarno menilai hal itu hanya kesalahan interpretasi. "Bukan pemalsuan, tidak ada pemalsuan sama sekali dan jangan lupa ini sudah diaudit oleh kantor akuntasi publik yang sudah mendapatkan sertifikasi, bahwa perintepretasinya dianggap salah harus diperbaiki iya kita perbaiki.” Ringan sekali! Tidak Ada Anak Buah yang Salah Berbagai rangkaian peristiwa di atas menunjukkan ada salah urus pada negara ini. Proses pembusukan sedang terjadi di seluruh sektor. Puncaknya adalah kerusuhan di Papua. Bagaimana mungkin tiba-tiba peristiwa rasisme di Malang dan Surabaya terhadap mahasiswa Papua, memicu kerusuhan massif di dua provinsi: Papua Barat, dan Papua. Kerusuhan yang menyebabkan sejumlah kantor pemerintah, pasar, bangunan publik dibakar. Beberapa prajurit TNI-Polri dan warga sipil menjadi korban. Beberapa orang tewas. Berapa jumlah korban tewas, sampai saat ini masih simpang siur. Polisi menyebut dua warga sipil, dan seorang anggota TNI tewas. Namun beredar kabar jumlah tewas lebih banyak. Menkopolhukam Wiranto menolak menyebut berapa jumlah pasti yang tewas. "Ya, terserah kita lah mau umumkan atau tidak. Kalau diumumkan, perlu diumumkan. Kalau tidak, ya, tidak," ujarnya ringan. Bukan kali ini saja sesungguhnya aksi rasisme terjadi terhadap warga Papua. Tahun lalu (Alm) M Yamin Ketua Umum Seknas Jokowi menyamakan aktivis Papua Natalius Pigai seperti Gorila. Posisi politik Pigai yang beroposisi dan kritis terhadap pemerintahan Jokowi menyebabkan dia sering menjadi serangan rasisme. Di sejumlah akun medsos, banyak yang menyamakan Pigai seperti monyet. Namun perlakuan rasis itu hanya mendorong terjadinya unjuk rasa di berbagai kota. Kali ini reaksinya berbeda. Unjukrasa berubah menjadi amuk massa. Dimulai di Manokwari ibukota Papua Barat menjalar ke Sorong dan Fak Fak. Kemudian ke Deyai, dan Jayapura di Papua. Situasinya masih tidak menentu. Polisi mengerahkan sejumlah personil Brimob ke Papua. Begitu pula TNI. Dua Satuan Setingkat Kompi (SSK) Batalion 512 dari Brigif 18 Kostrad, dan 129 personil Marinir diberangkatkan ke Papua. Kualifikasi mereka adalah prajurit tempur. Prinsipnya: Kill or to be kill. Membunuh atau dibunuh. Bukan mengendalikan huru-hara. Masalahnya sampai sekarang pengerahan pasukan TNI tidak jelas payung hukumnya. Status hukum Papua adalah tertib sipil. Dengan begitu penanganan keamanannya berada di tangan polisi. TNI tidak berhak bertindak, apalagi menggunakan senjata. Padahal mereka secara terbuka sudah menyatakan ingin memisahkan diri dari Indonesia. Gerakan separatis. Bukan lagi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) seperti yang selama ini disebut polisi. Status hukum yang tidak jelas, berdampak pada ketidakjelasan prosedur penanganannya. Akibatnya seperti terjadi pada unjukrasa di Deyai. Anggota TNI diminta menyimpan senjatanya. Bermodal tangan kosong berhadapan dengan warga yang membawa parang dan panah. “Mereka bisa menjadi sansak hidup. Mati konyol,” ujar seorang pensiunan perwira tinggi TNI dari korps baret merah dengan geram. Seharusnya bila statusnya tertib sipil, tambah perwira tinggi itu, yang bertanggung jawab polisi. “ Persenjataan Brimob juga lebih canggih dibanding TNI,” sindirnya. Bisul itu penyakit yang disebabkan infeksi, akumulasi dari kumam yang diabaikan. Bila kemudian berbagai soal yang rumit muncul, jangan-jangan itu akibat cara kerja kita yang tidak “higienis”. Terlalu sering menyimpan sampah dan persoalan dibawah karpet. Mengabaikannya, atau mengerjakan segala sesuatu hanya di permukaan. Sehingga soal-soal besar yang mendasar disembunyikan, boro boro diselesaikan Akumulasi berbagai persoalan yang saat ini muncul, menimbulkan pertanyaan besar di publik. IS THE LEADER IN FULL CONTROL. OR THE LEADER IS NOT IN CONTROL? Apakah sebagai presiden, Pak Jokowi mengontrol sepenuhnya semua persoalan, atau semua persoalan muncul karena keterbatasan kapasitasnya sebagai seorang pemimpin? Dalam militer dikenal sebuah kredo : TIDAK ADA PRAJURIT YANG SALAH! End

Pemindahan Ibu Kota: Proyek Konglomerat dari Hulu sampai Hilir

Sejauh ini Presiden Jokowi tidak menghiraukan suara rakyat. Dia putuskan saja sendirian. Simsalabim, ibu kota pun pindah. Oleh Asyari Usman (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Keputusan Presiden Jokowi untuk memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur, kelihatannya adalah keputusan sesuka hati. Keputusan ‘semau gue’. Tanpa memikirkan begitu banyak aspek yang melekat dalam proses pemindahan itu. Sandiaga Uno benar ketika menyarankan agar rakyat diikutkan dalam keputusan tentang pindah atau tidak. Harus dibuat referendum. Rakyat setuju atau tidak. Bukan hanya Sandiaga. Banyak ahli hukum ketatanegaraan pun berpendapat bahwa pemindahan ibu kota bukan wewenang presiden saja. Yang mau dipindahkan itu bukan ibu kota kabupaten. Harus ada suara rakyat di situ. Setidaknya lewat DPR. Jadi, presiden tidak cukup meminta izin DPR dan kemudian semua urusan pemindahan ibu kota menjadi selesai. Tetapi, sejauh ini Presiden Jokowi tidak menghiraukan suara rakyat. Dia putuskan saja sendirian. Simsalabim, ibu kota pun pindah. Tentu tindakan ‘one man show’ oleh Jokowi itu akan mencuatkan banyak pertanyaan. Mengapa beliau ‘ngotot? Apa motivasinya? Apakah ada dorongan dari entah siapa? Mengapa harus tergesa-gesa? Banyak orang meyakini bahwa pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur itu disusupi oleh kepentingan bisnis para konglomerat. Terutama mereka yang memiliki puluhan ribu hektar lahan di titik-titik prima lokasi baru. Juga mereka yang memiliki bisnis properti. Oligarkhi finansial itulah yang paling diuntungkan oleh proyek ibu kota baru ini. Sangat besar kemungkinan mereka akan meraup keuntungan yang berlipat-lipat. Merekalah yang akan mendominasi urusan pemindahan ibu kota. Mereka yang akan mengerjakan proyek ini dari hulu sampai ke hilir. Sebagai contoh. Pemindahan ini berhulu di Jakarta. Ratusan atau mungkin ribuan hektar tanah dan bangunan milik pemerintah pusat di Jakarta, hampir pasti akan dijual. Ada celah yang menggiurkan dalam proses penjualan itu. Gedung dan tanah milik pemerintah pusat di Jakarta ukurannya besar-besar dan lokasinya di kawasan kelas satu. Tentu harganya akan sangat mahal sekali. Karena itu, tidak mungkin orang-orang biasa yang mampu mengakuisisinya. Pastilah para konglomerat. Dan konglomeratnya yang itu-itu juga. Setelah itu, para konglomerat yang sama akan berperan besar pula dalam pembangunan ibu kota baru. Inilah proyek hilir pemindahan. Ada tumpukan uang 500 triliun. Para konglomerat itulah yang punya modal besar dan pengalaman. Berarti sumber duit lagi untuk mereka. Untung besar di Jakarta, laba besar di ibu kota baru. Dari hulu ke hilir mereka semua yang mendominasi keuntungan. (31 Agustus 2019)

Presiden Jokowi Ingin Menghapus Fifosofi Jakarta!

Secara konstitusi, Presiden Jokowi sudah jelas-jelas melabrak UU yang telah ditetapkan oleh Presiden Sukarno terkait dengan Ibukota Jakarta. Dengan kata lain, Presiden Jokowi sejatinya telah dengan sengaja mencabut filosofi fundamental bangsa Indonesia. Oleh Mchamad Toha (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Beberapa alasan yang sering disampaikan oleh Presiden Joko Widodo mengapa akhirnya memilih Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, sebagai Ibukota Negara RI: menghindari bencana! Terutama bencana gempa bumi dan tsunami. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menyebut potensi gempa yang paling tinggi di pulau Kalimantan terletak di Kalimantan Timur, tepatnya di sebelah selatan Kota Samarinda, Kaltim. “Sebab, di sekitar kota Samarinda bagian selatan terdapat Selat Makassar yang rawan gempa dan berpotensi tsunami,” kata Peneliti Geoteknologi LIPI Danny Hilman Natawijaya kepada CNNIndonesia.com saat dihubungi, Senin (26/8/2019). Menurut Danny, di selat Makassar yang memisahkan Kalimantan dan Sulawesi ini terdapat patahan aktif. Patahan inilah yang menimbulkan kerawanan gempa dan tsunami. Penajam Paser Utara itu terletak di selatan Kutai Kertanegara. Baik Kutai Kertanegara maupun Penajam Paser Utara itu berbatasan langsung dengan Selat Makassar. Kota Samarinda sendiri ada di selatan Kutai Kertanegara. Danny menjelaskan, di kawasan Samarinda selatan itu juga rawan bencana tsunami jika terjadi gempa di tempat lain. Danny mencontohkan jika gempa terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB), efek gelombang tsunaminya berpotensi sampai di kawasan ini. “Gempa Lombok itukan bisa terus sampai ke Bali, (sehingga) masih ada kontribusinya (menjalarkan) tsunami (hingga) ke Kalimantan Timur walaupun cukup jauh ya. Tapi, saya enggak tahu seberapa tinggi,” tuturnya. Meski demikian, Danny menyebut secara umum potensi gempa pulau Kalimantan relatif rendah dibanding pulau-pulau lainnya di Indonesia. Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono menyebutkan ada catatan sejarah gempa signifikan dan merusak yang pernah terjadi di wilayah Kaltim. Bencana itu terkait dengan aktivitas Sesar Maratua dan Sesar Sangkulirang. Gempa dan Tsunami Sangkulirang pernah terjadi 14 Mei 1921. Dampak gempa Sangkulirang dilaporkan menimbulkan kerusakan memiliki skala intensitas VII-VIII MMI. “Artinya banyak bangunan mengalami kerusakan sedang hingga berat,” ujarnya. Gempa kuat tersebut diikuti tsunami yang mengakibatkan kerusakan di sepanjang pantai dan muara sungai di Sangkulirang. Selain itu, ada Gempa Tanjung Mangkalihat berkekuatan magnitude 5,7 pada 16 November 1964. Gempa Kutai Timur berkekuatan magnitude 5,1 pada 4 Juni 1982, lalu Gempa Muarabulan di Kutai Timur bermagnitude 5,1 pada 31 Juli 1983. Lalu, Gempa Mangkalihat bermagnitude 5,4 pada 16 Juni 2000, Gempa Tanjungredep bermagnitude 5,4 pada 31 Januari 2006, dan Gempa Muaralasan, Berau, bermagnitude 5,3 pada 24 Februari 2007. Melansir Tempo.co, Sabtu (24 Agustus 2019 06:50 WIB), catatan gempa di Kabupaten Paser di antaranya yang terkuat dengan magnitude 6,1 pada 26 Oktober 1957. Lindu terbaru yaitu Gempa Longkali, Paser, pada 19 Mei 2019 bermagnitude 4,1. Keberadaan pantai timurnya yang berhadapan dengan megathrust Sulawesi Utara berpotensi tsunami. Hasil pemodelan BMKG dengan gempa bermagnitude 8,5 dari zona gempa besar itu menunjukkan status awas. “Tinggi tsunami di pantai timur Kalimantan Timur bisa di atas tiga meter,” kata Daryono. Mitigasi tsunami, menurutnya, bisa dengan menata ruang pantai yang aman tsunami seperti membuat hutan pantai. Masyarakat pantai pun perlu memahami konsep evakuasi mandiri. “Gempa kuat di pantai sebagai peringatan dini tsunami,” lanjut Daryono. Hasil monitoring kegempaan oleh BMKG terhadap Sesar Maratua dan Sesar Mangkalihat di Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur, menunjukkan tanda yang masih sangat aktif. Tampak dalam peta seismisitas pada dua zona sesar ini aktivitas kegempaannya cukup tinggi dan membentuk klaster sebaran pusat gempa yang berarah barat-timur. Melihat kenyataan ini, patut dipertanyakan, mengapa Presiden Jokowi ngotot pindah ke Kaltim. Filosofi Jakarta Jika menyimak alasan Presiden Jokowi untuk memindahkan Ibukota Negara ke Kaltim hanya semata-mata untuk menghindari bencana alam, sudah dijawab oleh para pakar di atas. Bahwa Kaltim tidak terbebas dari ancaman bencana gempa bumi dan tsunami. Makanya, tidak salah kalau ada yang bertanya, adakah maksud lain di balik rencana pindah Ibukota Negara tersebut? Apalagi, belakangan malah muncul dugaan, di dua wilayah tersebut ternyata banyak lahan yang dimiliki oleh sponsor Jokowi saat nyapres! Jadi, tampaknya rencana pemindahan Ibukota Negara itu lebih kepada “unsur bisnis” properti yang menguntungkan kolega taipan pendukung Jokowi ketimbang alasan lainnya, seperti soal menghindari bencana gempa bumi dan tsunami segala. Tak hanya itu. Secara konstitusi, Presiden Jokowi sudah jelas-jelas melabrak UU yang telah ditetapkan oleh Presiden Sukarno terkait dengan Ibukota Jakarta. Dengan kata lain, Presiden Jokowi sejatinya telah dengan sengaja mencabut filosofi fundamental bangsa Indonesia. DKI Jakarta adalah ibu dari seluruh negara ini, ibu dari seluruh wilayah republik ini, ibu dari seluruh kampung, desa, kecamatan yang ada di Indonesia. Mengapa? Karena Jakarta adalah ibu yang mengandung, bahkan melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara historis, nama Jakarta pun diambil dari nama Pangeran Jayakarta, bukan Batavia yang sering disebut oleh Belanda, meski nama ini sejatinya juga berasal dari nama Betawi. Apakah jejak historis ini yang sengaja mau “dihapus” oleh Presiden Jokowi? Sebenarnya ada hal-hal filosopis konstitusional yang harus dipahami terlebih dahulu tentang ibukota dalam perspektif perjalanan konstitusi bangsa. Ibukota adalah tempat di mana seluruh rakyat Indonesia memberikan mandat kepada institusi negara. Menurut pakar hukum tata negara Irmaputra Sidin, jika merunut sejarah panjang kehidupan konstitusi, maka dapat ditemukan kriteria dan definisi megnapa Jakarta dijadikan ibukota diantara puluhan, ratusan bahkan ribuan kota yang ada di Indonesia. “Tentunya ada sesuatu yang harusnya dipahami mengapa kemudian Jakarta ditunjuk sebagai ibukota. Apa definisinya? Apa yang melatar belakangi kemudian Jakarta dijadikan kota yang menjadi ibu,” sebut Irma seperti dilansir RMOL.com, Sabtu (24/8/2019). "Jakarta adalah tempat di mana ibu menjahit Bendera Merah-Putih. Jakarta adalah tempat di mana proklamator (Sukarno-Hatta) memproklamasikan kemerdekaan kepada seluruh penjuru dunia. Jakarta adalah ibu yang memfasilitasi lahirnya Pancasila,” kata Irma. “Ideologi negara yang sangat dibanggakan, ideologi yang kita ingin sebar ke seluruh penjuru dunia, kata Bung Karno. Jakarta tempat menulis menguntai kata-kata, selaksa kata-kata menjadi untaian-untaian kata untuk mengontrol kekuasaan tersebut dalam bentuk UUD 1945,” tutur Irma. Apakah Presiden Jokowi tidak tahu kalau UU Nomor 10 Tahun 1964 tentang “Pernyataan Daerah Khusus Ibu-Kota Jakarta Raya Tetap Sebagai Ibu-Kota Negara Republik Indonesia Dengan Nama Jakarta” belum dicabut dan masih berlaku? Itulah filosofi Jakarta! Jika Presiden Jokowi tetap ngotot ingin mindahin Ibukota, jelas beliau sepertinya memang sengaja ingin menghapus jejak filosofi Jakarta! ***

Rini Membangkang, Jokowi Tak Berdaya?

Rini terkesan tak peduli dengan peringatan Moeldoko. Ia bahkan seakan ingin menunjukkan kesaktian dan kekuasaannya. Setelah rencana RUPSLB lima BUMN, Rini juga menitahkan penyelenggaraan RUPSLB terhadap dua BUMN farmasi yakni PT Kimia Farma dan PT Indofarma. Oleh Dimas Huda (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno, bikin blunder. Tanpa disadari, ia menyeret BUMN dalam ketidakpastian. Pada Kamis (29/8) kemarin, atas perintahnya, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Keputusan rapat ini salah satunya mengganti Direktur Utama Bank BTN dari Maryono kepada Suprajarto. Sang pengganti pada saat itu masih sebagai Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. Terang saja Suprajarto terkaget-kaget. Pasalnya, ia tak pernah diajak bicara apalagi musyawarah dengan kedudukan yang baru itu. Lagi pula, perpindahan dari bank besar ke bank yang asetnya sepersepuluhnya itu jelas bisa dianggap penghinaan. Suprajarto bukan buruh kecil yang bisa diputar-putar seenak udelnya oleh sang bos. Ia pun menolak. “Saya tidak dapat menerima keputusan RUPSLB itu. Saya mengundurkan diri,” ujarnya lugas, seperti dikutip Detik, Kamis (29/8). Suprajarto memilih plesir untuk melepas penat, ketimbang menuruti Rini. Kisah Suprajarto ini bisa dibilang menjadi karma bagi Rini yang oleh banyak pihak dianggap melanggar larangan Presiden Joko Widodo. Sekadar mengingatkan saja, Presiden telah mewanti-wanti agar para pembantunya untuk tidak mengambil keputusan strategis, termasuk mengganti direksi BUMN, menjelang pergantian kabinet. Menurut Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, larangan itu disampaikan Jokowi dalam sidang kabinet. Permintaan presiden itu didasari karena pemerintahan tinggal beberapa bulan sampai pelantikan. Mantan panglima TNI itu menyebut, Jokowi tak ingin ada beban pada periode keduanya nanti. "Jadi jangan sampai nanti punya beban ke depannya. Itu aja sebenarnya," tuturnya. Seperti kita tahu, Rini yang pada saat kampanye pilpres 2014 sebagai fund rising bagi capres Jokowi-Jusuf Kalla ini terkesan membandel. Ia menitahkan lima BUMN menggelar RUPSLB secara simultan dan berurutan sejak 28 Agustus hingga 2 September. Agenda RUPSLB itu sama, yakni evaluasi kinerja semester I-2019 dan perubahan susunan pengurus. Selain kepada BTN, empat BUMN lainnya yang mendapat perintah menggelar RUPSLB adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. yang sudah berlangsung pada Rabu (28/8), PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) pada 30 Agustus, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) pada 30 Agustus, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk/BBRI pada 2 September. Sebelumnya, Moeldoko sempat memperingatkan Rini terkait larangan mengganti jajaran direksi BUMN itu. "Itu perintah. Apa yang disampaikan dalam sidang kabinet kan perintah. Harus diikuti. Mestinya begitu," tambah Moeldoko, Senin (12/8). Moeldoko menegaskan setiap menteri Kabinet Kerja harus mematuhi instruksi langsung yang diberikan kepala negara. Termasuk dalam hal perombakan jabatan maupun direksi BUMN. "Itu kan moral obligation bagi pejabat negara begitu," tegasnya. Dua BUMN Farmasi Rini terkesan tak peduli dengan peringatan itu. Ia bahkan seakan ingin menunjukkan kesaktian dan kekuasaannya. Setelah rencana RUPSLB lima BUMN, Rini juga menitahkan penyelenggaraan RUPSLB terhadap dua BUMN farmasi yakni PT Kimia Farma (Persero) Tbk. (KAEF) dan PT Indofarma (Persero) Tbk. (INAF). Dua BUMN farmasi ini akan menggelar RUPSLB serentak di tempat yang sama dengan periode jam yang berbeda yakni di Hotel Borobodur Jakarta pada Rabu 18 September mendatang. KAEF dijadwalkan RUPSLB pada pukul 09.00 WIB, sementara INAF pada siangnya, pukul 14.00 WIB. Agendanya pun sama yakni perubahan anggaran dasar perseroan dan perubahan pengurus perseroan baik komisaris maupun direksi. Rencana RUPLSB ini terungkap dalam dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (29/8). Permintaan RUPLSB kedua BUMN farmasi tersebut berdasarkan surat Menteri BUMN Nomor 2-786/MBU/S/07/2019 tanggal 29 Juli 2019. Keluarnya keputusan ini makin mencerminkan bahwa larangan Jokowi tak ada artinya bagi Rini. Publik jadi menduga-duga, benarkah Rini amat sakti? Jauh sebelum ini, sudah terdengar riak-riak hubungan Rini dengan PDI Perjuangan. Konon Megawati Soekarnoputri tidak suka dengan eks tim sukses Jokowi-Kalla itu. Konon itu akibat Rini tidak memberi ruang bagi kader Banteng di lingkup BUMN. PDIP berkali-kali menyerukan agar Jokowi mencopot Rini. Tapi Jokowi kekeuh mempertahankannya. Kini, Rini sudah lolos di Kabinet Kerja I. Selanjutnya, banyak pihak menduga ia ingin bertahan dan tetap mengisi Kabinet Kerja II. Lantaran itu, peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamudin Daeng, menduga, Rini sengaja "menyandera" Presiden Jokowi melalui perombakan direksi BUMN. "Saya kira dia sedang berupaya menaikkan bargaining position menjelang pemilihan kabinet baru," ujarnya, Senin (26/8). Menurut Salamudin, menjelang pembentukan kabinet periode 2019 - 2024 posisi Rini belum jelas, apakah masih dipakai Jokowi atau tidak. Makanya, dia mencoba mencari cara agar tetap bisa bertahan di kabinet. "Dia seperti to be or not tobe. Kalau tak dikerjakan (rombak direksi BUMN) seperti apa, kalau tetap dikerjakan, seperti apa (reaksi Jokowi)," tuturnya. Rini memainkan strategi "menyandera" Presiden dengan cara seperti itu karena, menurut Salamudin, dia tahu peran strategis BUMN bagi pemerintah. "Misalnya posisi Menteri BUMN diganti, direksi BUMN berpotensi menimbulkan masalah karena bawaan menteri lama. Rini sepertinya sedang mencoba membuat Jokowi takut dan khawatir," paparnya. Harusnya, Jokowi bisa mencegah Rini merombak jajaran direksi BUMN. Sebab, Menteri BUMN memiliki kewenangan mengganti direksi BUMN atas mandat dari Presiden. Maknanya, Presiden bisa mencabut mandat itu. Toh itu tidak dilakukan. Mungkin benar apa kata Rini, bahwa semua nantinya akan dikomunikasikan dengan Jokowi. "Nanti, lihat aja hasilnya," ujarnya enteng. End

Begitulah Hebatnya Jokowi Menghadapi Gejolak Papua

Berbagai media melaporkan situasi yang mencekam di Jayapura dan juga di tempat-tempat lain. Jokowi tetap ‘cool’. Biasa-biasa saja. Oleh Asyari Usman (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Banyak yang mengkritik atau mengecam cara Jokowi menyikapi pergolakan di Papua. Dia santai. Bagaikan tak ada kejadian apa-apa. Dia tangguhkan kunjungan ke Papua. Padahal, kunjungan itu perlu untuk menunjukkan keseriusan pemerintah meredakan kemarahan orang Papua. Jawaban Jokowi, “Belum ada waktu yang cocok.” Jokowi kalem. Tenang. Bahkan dia sempatkan menonton wayang di Purworejo pada saat kerusuhan berkobar di Jayapura. Dia tidak panik meskipun korban mulai jatuh di pihak TNI dan Polri dalam kerusuhan di Deiya, Rabu, 28/8/2019. Berbagai media melaporkan situasi yang mencekam di Jayapura dan juga di tempat-tempat lain. Jokowi tetap ‘cool’. Biasa-biasa saja. Dia tepati janji ikut bersepeda santai di Borobudur. Apakah ini salah? Siapa bilang salah menepati janji? Bukankah menepati janji sangat penting? Tentu saja. Karena selama ini banyak sekali yang nyinyir menuduh Jokowi tak menepati janji-janjinya. Jadi, orang harus paham bahwa Jokowi tidak membatalkan jadwalnya disebabkan beliau sekarang berusaha memenuhi janji. Perkara situasi Papua disebut-sebut genting, tidak masalah. Sebab, jadwal wayang dan bersepeda santai itu perlu ditunaikan supaya presiden tidak dikatakan grasa-grusu dalam bereaksi. Tempo hari Jokowi dikritik langsung oleh Wiranto karena ‘grasa-grusu’ mengatakan Ustad Abu Bakar Ba’asyir akan dibebaskan awal tahun ini. Nonton wayang di Purworejo itu penting atau tidak? Pastilah penting. Jokowi perlu menyerap falsafah wayang yang ditayangkan itu untuk menghadapi berbagai situasi. Bagaimana dengan bersepeda santai di Borobudur? Ini malah lebih penting lagi. Karena presiden harus membangkitkan semangat rakyat menggunakan sepeda. Penggunaan sepeda perlu digalakkan sambil menunggu produksi mobil Esemka. Sebentar lagi! Jadi, Jokowi itu tidak sembarangan. Setiap geraknya punya makna. Lagi pula, Jokowi itu ‘kan dikawal oleh Mahfud MD. Artinya, selagi Mahfud tidak banyak berkoar soal Papua, pasti semuanya aman. Mahfud diam soal bendera Bintang Kejora di seberang Istana. Itu artinya Jokowi aman. Jadi, begitulah hebatnya Jokowi menghadapi gejolak Papua yang semakin lantang meneriakkan kemerdekaan.*** (30 Agustus 2019)

Rusuh Papua, Belajarlah dari Timor Timur

Tidak ada pidato kenegaraan (presidential address). Menyampaikan langkah-langkah apa yang akan diambil pemerintah. Sebuah pidato resmi yang ditujukan kepada bangsa dan negara menghadapi kondisi darurat. Sebuah kegentingan yang memaksa. Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Eskalasi kerusuhan di Papua terus meningkat. Situasinya sudah mencapai tahap berbahaya. Sangat mengkhawatirkan. Di Kabupaten Deyai, Papua unjukrasa berakhir rusuh. Sejumlah petugas dan warga tewas. “Dari TNI ada tiga orang. Satu meninggal dunia, dua luka dan sekarang masih kritis. Sedangkan dari aparat kepolisian ada empat luka-luka. Masyarakat satu yang meninggal, juga tewas karena kena panah dan senjata-senjata dari masyarakat sendiri," kata Menkopolhukam Wiranto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8). Gambar-gambar prajurit TNI dan Polri yang roboh bersimbah darah dengan kepala tertusuk panah, beredar luas di media sosial. 10 pucuk senjata SS 1 milik TNI dikabarkan dirampas oleh pengunjukrasa. Banyak yang geram. Mendidih darahnya menyaksikan gambar -gambar itu. Sejumlah bangunan milik pemerintah, swasta, pertokoan dan pasar dibakar. Ribuan warga mengungsi. Bendera Bintang Kejora secara serentak dikibarkan di beberapa tempat di Indonesia. Termasuk di depan Mabes TNI, bahkan di depan Istana Merdeka. Simbol kedaulatan bangsa Indonesia. Ratusan mahasiswa Papua, sebagian bertelanjang dada dan melukis wajahnya dengan Bintang Kejora bebas menari-nari di depan istana. Seolah tampil dalam sebuah festival kesenian dan budaya. Mereka menyanyikan lagu perlawanan dengan syair //Papua bukan Merah Putih// Papua Bintang Kejora/ Bintang Kejora. //Baru-baru /Kau Bilang Merah Putih!// Seorang orator membakar semangat para pengunjuk rasa. Ketika dia meneriakkan “Papua!” Dijawab secara serentak “Merdeka!” Sangat disayangkan respon pemerintah sangat tidak memadai. Normatif dan terkesan tidak mengerti apa yang harus dibuat. Bingung sendiri. Diplomasi dan komunikasi publik pemerintah sangat dangkal. Mendagri Tjahjo Kumolo mengingatkan, “menyampaikan aspirasi boleh, asal jangan anarkis.” Kepala Staf Presiden Moeldoko mengingatkan agar tidak menyikapi secara berlebihan dan emosi. Presiden Jokowi hanya mengulang kata-kata yang itu-itu saja. Menunjukkan pemahaman serta sensitivitas yang rendah. Mama papa, pace, mace, anak-anak Papua bla….bla….” Tidak ada pidato kenegaraan (presidential address). Menyampaikan langkah-langkah apa yang akan diambil pemerintah. Sebuah pidato resmi yang ditujukan kepada bangsa dan negara menghadapi kondisi darurat. Sebuah kegentingan yang memaksa. Seolah keinginan rakyat Papua melepaskan diri dari Indonesia, merupakan soal kecil. Bukan persoalan serius. Hanya sikap merajuk dari salah satu provinsi karena diperlakukan tidak adil, dan selalu diabaikan. Alih-alih berkantor atau setidaknya membuka posko darurat di Papua, sebagai bentuk keseriusan. Presiden masih bersikap business as ussual. Presiden Jokowi dan sejumlah pejabat negara masih sempat-sempatnya tertawa terpingkal-pingkal menyaksikan ulah pelawak Kirun yang tampil dalam pertunjukan wayang di Alun-alun Kota Purworejo, Jateng, Kamis (29/8) malam. Sejumlah kalangan sudah menyerukan situasi di Papua sangat gawat. Sebuah situasi yang jauh lebih serius bila dibandingkan dengan saat provinsi Timor-Timur lepas dari Indonesia. Papua bisa menjadi pintu masuk disintegrasi bangsa. Indonesia bisa terjerembab dalam Balkanisasi. Terpecah-pecah menjadi banyak negara. Seperti yang terjadi pada negara eks Yugoslavia. Seorang jenderal senior yang sangat berpengalaman dalam berbagai operasi separatisme di Timtim, Aceh, dan Papua menggambarkan, “ Papua ini induknya. Timtim anaknya.” Jadi persoalan Papua ini harus disikapi dengan effort yang jauh lebih serius, terencana, dan komprehensif dibandingkan Timtim. Jangan dianggap main-main. Jangan malah ketawa-ketiwi. Diplomat senior Dino Patti Djalal mantan juru bicara Pemerintah RI dalam proses jajak pendapat di Timtim mengingatkan betapa pentingnya belajar dari kesalahan lama. Secara halus, namun tegas dia mengingatkan, bangsa Indonesia, khususnya pemerintah yang berkuasa saat ini mengambil pelajaran yang sangat mahal dari lepasnya Timtim. “Pelajaran dari era Timor Timur, berkaitan dengan politik identitas, diplomasi, strategi militer, politik lokal, budaya, pemuda, pendidikan, penanganan wartawan dan LSM asing, dan banyak lagi,” tulisnya. (Potensi Papua lepas sangat besar) Dibandingkan dengan Timtim, potensi Papua lepas dari Indonesia jauh lebih besar. Secara ekonomi, politik, maupun pertarungan geopolitik global, posisi Papua lebih menarik dan menentukan. Dari sisi ekonomi potensi sumber daya alam Papua jauh lebih menggiurkan. Mulai dari tambang, energi, hutan, potensi kelautan, wisata Dll. Yang sangat kasat mata adalah keberadaan tambang emas PT Freeport di Timika. Papua adalah harta karun yang menjadi incaran dunia. Negara adidaya AS sangat berkepentingan di Papua. Negara tetangga dekat Australia juga. Cina sebagai pesaing AS diam-diam juga sudah mengincarnya. Setelah menguasai tambang nikel di Sulawesi Tenggara, bersiap-siap masuk Kalimantan karena adanya proyek infrastruktur pemindahan ibukota, Cina pasti ingin membuat lompatan baru ke Papua. Secara geopolitik global, Papua menjadi perebutan dan pertarungan negara-negara adidaya dunia. Sangat terbuka kemungkinan kerusuhan dan huru-hara di Papua merupakan ekses dari kian dekatnya Poros Jakarta-Beijing. Termasuk rencana pemindahan ibukota ke Kalimantan Timur. Jangan dilupakan, masalah Papua tidak lepas dari gelombang persaudaraan ras Melanesia (Melanesian Brotherhood). AS, Inggris dan Australia menjadi salah satu penyokong dan “pelindung” 16 Forum Negara Kepulauan Pasifik ( Pasifik Island Region). Dengan didukung negara-negara Afrika —karena persamaan warna kulit—Forum Negara Kepulauan Pasifik ini bisa memainkan peran penting dalam lobi-lobi kemerdekaan Papua di PBB. Lemahnya kualitas kepemimpinan nasional, rendahnya legitimasi pemerintah karena adanya tudingan pilpres yang curang, rusuh dan tuntutan kemerdekaan di Papua, membuat Indonesia berada di ujung tanduk. Situasinya kian diperburuk oleh kohesi bangsa yang rendah dan rentan. Diam-diam banyak tokoh, cerdik pandai dan warga Indonesia bersikap masa bodoh. Mereka malah berharap rusuh di Papua menjadi pintu masuk kejatuhan rezim Jokowi. Dalam bahasa Jawa sikap semacam ini sering digambarkan dengan sebuah kata, “ Rasakno! Kapokmu Kapan!” Sulit mencari padanannya dalam bahasa Indonesia. Secara rasa bahasa, kata yang mendekati barangkali adalah “Syukurin! Rasain! Kan sudah saya ingatkan berkali-kali!” Sebuah sikap yang sangat disayangkan. Tapi apa boleh buat, harus kita akui dengan jujur, begitulah adanya. Papua, Dont Leave Me, Please! End