OPINI

Lebih Baik Bersama Rakyat Ketimbang Pesta di Atas Luka

Oleh : Nasrudin Joha Jakarta, FNN - Saya, tetap memilih menahan diri untuk terus bersama rakyat, menambal perih dan luka rakyat yang menganga, dan tdk ingin sedikitpun membubuhkan garam diatas luka itu. Saya paham dan sangat merasakan, betapa pedih dan sakitnya penderitaan yang dialami rakyat. Ayah Harun dan Reyhan, keduanya hingga saat ini tidak tahu kepada siapa akan memberi maaf, atas hilangnya putra tercinta. Untaian kata maaf, yang dipersiapkan bagi pihak yang melakukan tindakan keji kepada anak mereka, tdk bisa disampaikan karena hingga saat ini polisi tidak bisa menemukan pihak yang bertanggungjawab atas derita yang mereka alami. Seorang ayah, yang telah melabuhkan semua harapan kepada putra tercinta, yang memeras keringat dan membanting tulang demi masa depan sang putra, harus mengecap getirnya kenyataan, bahwa masa depan putra mereka telah direnggut, telah sirna dan tinggal cerita. Semoga diberi kesabaran dan keteguhan, Duhai ayah Harun dan ayah Reyhan. Keluarga dua mahasiswa di Kendari, juga tak mampu mengunggah doa, ampunan kepada siapa dimohonkan. Karena hingga saat ini, polisi tak bisa mengungkap pelaku pembunuhan mahasiswa di Kendari. Polisi, yang gagah mengejar bahkan menangkap 40 orang terduga teroris bermodal insiden 'jari kelingking Wiranto' hingga saat ini juga tak mampu mengeja nama, siapa yang menembak mahasiswa hingga tewas. Mereka, hanya bisa memproses 7 polisi yang membawa senjata tajam, tapi tak mampu menemukan siapa yang menggerakan jari telunjuknya ke pelatuk senjata, sehingga timah panas itu menembus dada mahasiswa, hingga menjemput ajal. 700 anggota KPPS yang tewas, korban Barisan Emak Militan, Korban tragedi 21-22 Mei, hingga korban genosida Wamena. Mereka, yang dibakar hidup-hidup, di perkosa hingga meninggal, semua itu tak mungkin terlupakan. Tak mungkin, jiwa ini terbawa suasana pesta pora istana, merayakan kemenangan diatas bangkai penderitaan umat. Tidak ! Saya akan tetap berada dan bersama umat, mereka kaum terzalimi, kaum mustad'afin. Mr. Presiden, Silahkan lafadzkan sumpah buaya, yang dahulu juga kau ucapkan dan telah terbukti kau ingkari. Kami sudah tak butuh redaksi itu lagi, kami meyakini redaksi itu dusta belaka. Mr. Presiden, jangan paksa kami bahagia setelah berbagai beban kau timpakan kepada kami. Beban BPJS, tarif listrik, tol, PHK dimana-mana, kerja susah usaha payah, semua itu jelas kami rasakan. Ini nyata, bukan sinetron. Karena itu, biarlah kami menanggung beban ini. Entah apa yang merasukimu tuan Presiden ? Teganya, engkau memaksa kami bahagia sementara batin kami dalam keadaan menjerit menahan sakit. Ingin rasanya, kami berdoa agar semua beban ini segera berakhir. Namun kenyataannya, pelantikan itu mengabarkan kepada kami, kami diminta untuk bersabar dalam tempo lima tahun lagi. Jangan cemas Mr. Presiden, Anda telah mengajari kami bagaimana bersabar, dan ikhlas menghadap segala ujian. Kami telah siap, untuk berjuang dan terus melakukan perlawanan, bukan hanya untuk lima tahun Kedepan, tapi sampai kapanpun, sampai ajal menjemput, atau tuan Presiden yang mendahului kami dijemput malaikat ijrail. Kami meyakini, pertolongan Allah SWT itu begitu dekat, pertolongan itu ada bersama umat, bersama ulama, bukan bersama Anda dan dukun-dukun Anda, bukan pula bersama Anda dan seluruh hantu jin perewangan Anda. Sorry tuan Presiden, saya lebih berbahagia berada bersama umat, ketimbang menghadiri pesta sadis yang Anda selenggarakan. Senang-senanglah, hanya ingat semua pasti ada saatnya. Ajal kekuasan, itu bisa berlaku kapan saja, tak selalu menunggu ritual lima tahunan. [].

Misteri Buku Merah KPK Kembali, Cicak vs Buaya Jilid Baru?

Oleh Mochamad Toha (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba kasus “Buku Merah KPK” kembali mencuat. Apakah ada agenda bersih-bersih di internal KPK? Dan, siapakah yang diuntungkan atau dirugikan? Benarkah KPK sarat dengan kepentingan? Sejumlah pertanyaan tersebut tentu saja mengemuka seiring dengan mencuatnya kembali kasus Buku Merah. Sebab, diduga “penghangusan” alat bukti yang menyeret orang “berpengaruh” terjadi di sana. Bukan main-main, dugaan keterlibatan orang berpengaruh itu menyeret orang nomor satu di institusi Kepolisian RI. Apalagi, bersamaan dengan mencuatnya ini, Presiden Joko Widodo menagih kasus Novel Baswedan yang belum “tuntas”. Siapa lagi yang dimaksud kalau bukan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian! Nama Tito Karnavian tertulis sebagai penerima dana dalam 7 lembar Buku Merah yang diduga disobek oleh penyidik KPK dari unsur Kepolisian tersebut. Rekaman CCTV di kantor KPK pada 7 April 2017 mengungkap dugaan perusakan buku laporan keuangan CV Sumber Laut Perkasa milik pengusaha Basuki Hariman, terpidana penyuap hakim konstitusi Patrialis Akbar. Video tersebut didapatkan dan ditayangkan sejumlah media massa yang tergabung dalam IndonesiaLeaks, sebuah platform jurnalisme investigasi kolaboratif. Temuan lain dalam investigasi itu adalah dugaan aliran dana ke Tito Karnavian. Dalam laporan investigasi tersebut, salah satunya yang ditayangkan Tirto.id, IndonesiaLeaks menduga perusakan buku catatan yang disebut sebagai “buku merah” itu dilakukan beberapa penyidik KPK dari unsur Kepolisian. Dalam laporan IndonesiaLeaks itu juga menduga, perusakan tersebut satu rangkaian dengan penyerangan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan. Pada 11 April 2017, Novel disiram air keras oleh orang tak dikenal. Namun, hingga batas waktu 19 Oktober 2019 ini, belum ada satu pun tersangka penyerangan itu yang ditangkap, meski Polri telah membentuk tim gabungan pencari fakta dan tim teknis. Temuan lain dalam investigasi IndonesiaLeaks itu adalah dugaan aliran dana dari perusahaan milik Hariman Basuki kepada pejabat Polri. Direktur LBH Pers, Ade Wahyudin, menyebut laporan investigasi IndonesiaLeaks itu sebagai wujud nyata fungsi kontrol sosial yang diemban pers. Menurut Ade Wahyudin, setiap pihak dalam berita itu, yang keberatan dikaitkan dengan dugaan perbuatan hukum, dapat mengajukan komplain atau keberatan sesuai ketentuan UU 40/1999 tentang Pers. “Laporan ini sudah melalui proses jurnalistik. Kalau ada yang dianggap merugikan pihak tertentu, mekanismenya adalah hak jawab,” kata Ade Wahyudin kepada BBC Indonesia, Jumat (18/10/2019). LBH Pers merupakan salah satu mitra dalam kerja kolaboratif IndonesiaLeaks. Kelompok masyarakat sipil lain dalam platform ini antara lain ICW, Greenpeace, dan Auriga. Adapun beberapa media massa yang tercatat sebagai anggota IndonesiaLeaks adalah Tempo, Tirto.id, dan Kantor Berita Radio (KBR). Ade Wahyudin menilai kepolisian semestinya menindaklanjuti fakta-fakta yang ditemukan dalam laporan investigasi ini. Namun, sayangnya pihak Kepolisian tampaknya enggan bicara terkait dengan laporan IndonesiaLeaks tersebut. BBC sudah berusaha menghubungi Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Muhammad Iqbal, dan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, untuk mengkonfirmasi langkah Polri terkait temuan jurnalistik tersebut. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, juga tidak menjawab pertanyaan tentang tindak lanjut laporan investigasi IndonesiaLeaks. Ia mengatakan, KPK sudah lama menyerahkan salinan rekaman CCTV kepada penyidik Polri dengan alasan untuk kepentingan penanganan kasus. “Dan salinan CCTV itu tadi saya cek juga ke bagian pemeriksa internal, salinan CCTV itu juga sudah pernah disampaikan sebelumnya ke pihak Polri untuk kebutuhan pemeriksaan lebih lanjut,” ujar Febri kepada wartawan, Jumat (18/10/2019). KPK menyerahkan salinan rekaman CCTV ketika penyidik Polda Metro Jaya memeriksa sejumlah pegawai KPK pada Oktober 2018 untuk menyelidiki dugaan perusakan buku merah di Gedung KPK pada 7 April 2017. IndonesiaLeaks menyebut di salah satu buku merah itu ada catatan pengeluaran uang dari CV Sumber Laut Perkasa milik pengusaha Basuki Hariman ke sejumlah pejabat dari berbagai instansi negara, termasuk petinggi polisi. LBH Pers mendorong para pejabat publik yang berkaitan dengan isu perusakan buku merah untuk angkat bicara. Alasannya, ada kepentingan publik dalam persoalan itu. “Keputusannya ada di narasumber, mengklarifikasi atau diam saja,” kata Ade Wahyudin. Tapi, sebaiknya terbuka, kalau memang ada yang keliru atau proses hukum memang sedang berjalan, katakanlah kepada publik karena ada kepentingan publik dalam isu ini. Jika tentang persoalan pribadi, pejabat berhak diam. "Jadi sebaiknya pejabat publik bersuara dalam isu ini," tegasnya. Platform peraih penghargaan Udin Award Tahun 2018 dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini merupakan wadah publik untuk menyampaikan informasi kepada media massa anggota IndonesiaLeaks. Salah satu tujuan dari pembentukan platform ini adalah memperkuat peran media massa guna mengawasi dan membongkar korupsi dan memberi tempat bagi kelompok yang terbungkam. Basis kerja pengiriman informasi publik ke IndonesiaLeaks adalah anonimitas atau kerahasiaan pemberi sumber awal. Karena situs yang terenkripsi, IndonesiaLeaks juga tidak dapat melacak pemberi informasi. Hingga saat ini, tidak ada satu pun keterangan dari mana mereka mendapatkan rekaman CCTV yang memperlihatkan dugaan perusakan alat bukti KPK. Dalam laporannya, Tempo menyebut rekaman yang mereka terima berdurasi 1 jam 48 menit. Rekaman itu mereka terima pertengahan 2019. Proses kerja jurnalistik IndonesiaLeaks sama dengan platform serupa di beberapa negara, seperti LeaksNG (Nigeria), Publeaks (Belanda), dan Mexicoleaks (Meksiko). Awal pendiriannya Desember 2017, IndonesiaLeaks mendapat asistensi Global Investigative Journalism Network, jejaring pers yang bergiat di laporan mendalam dan investigatif. Copy rekaman CCTV yang viral sekarang ini jelas menampar Jenderal Tito. Pasalnya, KPK sudah menyerahkan salinan rekaman CCTV ketika penyidik Polda Metro Jaya memeriksa sejumlah pegawai KPK pada Oktober 2018 untuk menyelidiki dugaan perusakan buku merah di Gedung KPK pada 7 April 2017. Ditagih Presiden Bersamaan dengan viralnya rekaman CCTV “perusakan” barang bukti Buku Merah oleh 2 oknum penyidik dari Kepolisian itu, Presiden Joko Widodo menagih Jenderal Tito terkait perkembangan kasus penyiraman air keras pada penyidik KPK Novel Baswedan. Hal itu disampaikan Kepala Staf Presiden Moeldoko. Sebelumnya, pada 19 Juli 2019, Jokowi memberi waktu tiga bulan kepada Jenderal Tito untuk mengusut kasus penyerangan terhadap Novel setelah Tim Pencari Fakta menyelesaikan tugasnya pada bulan yang sama. “Kebiasaan yang dijalankan oleh Pak Jokowi begitu. Selalu mengecek atas perkembangan pekerjaan yang telah beliau perintahkan,” kata Moeldoko, di Kantor KSP, Jakarta, Jumat (18/10/2019). Pada Juli 2019 lalu, Presiden Jokowi mengapresiasi kerja TPF bentukan Polri selama enam bulan ke belakang. Ia pun berharap hasil kerja TPF bisa ditindaklanjuti oleh tim teknis yang diketuai Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Idham Azis. Ketika itu Presiden Jokowi menyatakan penyiraman air keras ke Novel bukan kasus yang mudah. Menurutnya, jika kasus yang menimpa salah satu penyidik senior KPK itu mudah, maka dalam waktu satu sampai dua hari pelaku sudah bisa diungkap. Saat ditanya apakah akan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) independen jika dalam waktu tiga bulan tim teknis belum berhasil mengungkap pelaku penyiraman air keras ke Novel Bawesdan, saat itu Jokowi mengaku akan melihat hasilnya terlebih dahulu. “Saya beri waktu tiga bulan, saya lihat nanti setelah tiga bulan hasilnya kayak apa. Jangan sedikit-sedikit larinya ke saya, tugas Kapolri apa nanti,” ujarnya. Hampir 3 bulan usai Jokowi menyampaikan hal itu, belum terdapat tanda-tanda Polri berhasil mengungkap siapa pelaku penyiraman air keras terhadap salah satu penyidik senior lembaga antirasuah itu. Polri seakan jalan di tempat menangani kasus tersebut. Adakah viralnya rekaman CCTV perobekan barang bukti Buku Merah oleh 2 penyidik dari Kepolisian tersebut untuk menekan Jenderal Tito? Apakah ini bisa disebut sebagai perang Cicak versus Buaya Jilid Baru? ***

Inaugurasi Horor

Oleh M Rizal Fadillah Jakarta, FNN - 2O Oktober 2019 adalah hari inaugurasi Presiden dan Wakil Presiden. Heboh sekali rasanya penghelatan politik ini. Ada nuansa ketakutan yang sangat, sehingga situasinya mencekam. Ada horor di sana. Horor isu penggagalan pelantikan, sehingga disiapkan perlindungan di banyak matra. Pasukan militer dan polisi mendominasi. Puluhan ribu bagaikan ada yang hendak kudeta. Dukungan kekuatan partai pendukung sudah pasti dan yang unik adalah pasokan mahluk halus yang diundang Ki Sabdo. Konon dari pengakuannya, itu perintah Jokowi. Segala jenis pasokan hadir dari Nyi Loro Kidul Nyi Blorong hingga Jin Kahyangan. Katanya lengkap. Dari aspek keagamaan banyak yang mengelus dada karena salah satu yang dilantik adalah seorang Kyai Ketua Umum MUI yang tidak (mau) mengundurkan diri. Tentu dilengkapi dengan banyaknya jabatan lain yang dipegang. Mistik mistik menyebabkan Negara Ketuhanan bergeser menjadi Negara Kehantuan. Tragis. Ketika viral "Ki Sabdo" menjampi jampi Gedung DPR/MPR RI teringatlah pada "penasehat" Raja Brawijaya yang bernama "Sabdo Palon". Ketika Majapahit dikalahkan oleh Kesultanan Demak maka Raja Majapahit Brawijaya masuk Islam. Penasehat "dedemit" nya Sabdo Palon diajak masuk Islam, tetapi ia menolak dengan keras dan berucap "Sabdo Palon matur sugal yen kawula boten ngrasuka agama Islam. Wit kula puniki yekti Ratuning Dang Hyang tanah jawi. Momong marang anak putu Sagung kang para Nata Wus pinasthi sayekti pisahan". Intinya Sabdo Palon adalah "dedemit" pengasuh pemimpin tanah Jawa, daripada masuk Islam lebih baik berpisah dengan Brawijaya. Dan ia bersumpah akan bangkit lagi mengganti agama Islam. "Kula gantos Kang agami" katanya. Sabdo yang memasukkan banyak dedemit ke gedung DPR/MPR untuk memproteksi pelantikan menjadi fenomena baru yang memprihatinkan bangsa. Semakin merenung bisa bisanya Pak Jokowi yang selalu bersemangat jadi imam Shalat dan Pak Ma'ruf Amin yang Kyai sampai sangat toleran dan terpapar oleh mistisisme. Kemusyrikan yang menguasai dan mengendalikan politik. Rupanya aksi demo mahasiswa yang masif hendak dihadapi oleh para "dedemit" dari berbagai spesies dan genus. PasukanTNI dan Polri yang berjumlah puluhan ribu kalah pamor dan efektif oleh pasokan Dedemit dibawah komando Sabdo. Sungguh suatu pelecehan. Sejarah akan mencatat inilah inaugurasi terhoror sepanjang sejarah. Pasca pelantikan bisa bisa komunitas dedemit akan terus ikut mengisi ruang istana. Sehingga suasana magis meliputi penjuru Istana itu. Saran saja untuk Pak Jokowi, contohlah Raja Brawijaya yang rela "diceraikan" dirinya oleh Sabdo Palon demi agama Islam. Dunia mistik membuat Allah SWT tidak ridlo. Ulama, umat, dan kaum rasional akan melawan kemusyrikan dan kebodohan. Lengser keprabon merupakan sebuah keniscayaan. *) Pemerhati Politik Madinah, 20 Oktober 2019

Anomali-Anomali Pelantikan Presiden

Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Pelantikan Jokowi sebagai Presiden RI periode kedua (2019-2024) penuh dengan anomali. Aneh, ganjil dan banyak kelainan. Anomali pertama. Harusnya pelantikan ini menjadi pesta rakyat. Penuh sukacita. Bangsa Indonesia merayakan suksesnya pesta demokrasi. Rakyat malah dijauhkan. Diwaspadai. Ditakuti. Lihatlah apa yang terjadi di Jakarta hari ini. Suasananya sungguh tegang. Seperti mau perang. Negara dalam kondisi darurat. Aktivitas warga dibatasi. Polisi, tentara, sampai petugas Satpol PP bertebaran di sepanjang sudut kota. Banyak di antaranya mengenakan pakaian sipil, mengamati pergerakan warga dengan waspada. Jalan-jalan utama ditutup untuk umum. Ruas jalan di seputar gedung MPR/DPR, seputar istana presiden dan berbagai ruas jalan protokol yang menghubungkannya tak bisa dilalui. Jalan-jalan utama itu ditutup aksesnya untuk rakyat. Hanya petugas keamanan dan pihak yang berkaitan langsung dengan pelantikan presiden dan wakil presiden yang boleh melaluinya. Kegiatan car free day, olahraga pekanan warga Jakarta sepanjang jalan MH Thamrin dan Sudirman ditiadakan. Kawasan Monas juga ditutup untuk publik. Kawasan yang biasanya menjadi tempat hiburan murah rakyat kebanyakan itu dijaga ketat aparat keamanan. Lucunya beberapa kepala daerah di seputar Jakarta juga ikut-ikutan paranoid. Walikota Bekasi Rachmat Effendy juga meniadakan kegiatan car free day di jalan Ahmad Yani, Bekasi. Padahal lokasi sangat jauh dari arena pelantikan. Bupati Bogor Ade Yasin guru dan orang tua yang pelajar dan anaknya ikut unjukrasa menentang pelantikan. Anomali kedua. Polisi memberlakukan larangan unjuk rasa. Larangan berlaku hampir sepekan. Sejak Selasa (15/10) sampai saat pelantikan Ahad (20/10). Unjukrasa, menyampaikan ekspresi politik, pendapat secara lisan dan tulisan adalah hak konstitusional warga negara. Dalam negara demokrasi seperti Indonesia dijamin konstitusi. Polisi tetap bersikeras melarang unjukrasa kendati Presiden Jokowi mempersilakan rakyat dan mahasiswa turun ke jalan. Presiden malah sempat mengaku rindu didemo. Anomali ketiga, TNI dan peralatan tempur dikerahkan secara besar-besaran. Seperti darurat perang. Helikopter, pesawat tanpa awak (drone), pesawat militer dikerahkan untuk memantau keamanan dari udara. Sejumlah panser TNI juga diparkir di beberapa kawasan pusat perbelanjaan di Jakarta. Panglima TNI mengeluarkan ancaman. “Siapapun yang akan menggagalkan pelantikan kabinet, berhadapan dengan TNI.” Dalam negara demokrasi, tugas militer itu mengamankan negara dari ancaman musuh, negara asing. Bukan berhadapan dengan rakyatnya sendiri. Situasi keamanan ketertiban masyarakat adalah domainnya polisi. Bukan militer. Sejak TNI back to basic, TNI harus menjauhkan diri dari hiruk pikuk politik praktis. Sekarang malah diseret-seret kembali ke politik. Mengamankan rezim penguasa. Anomali keempat. Rakyat banyak yang tidak antusias menyambut pelantikan. Bahkan emak-emak menyerukan gerakan “tutup tv dengan taplak meja.” Di twitter seruan #BesokMatikanTVSeharian memuncaki trending topic. Mereka tak peduli, siapa yang mau jadi presiden, siapa yang mau jadi wapres, apalagi siapa yang mau jadi menteri. Situasinya berbeda jauh dengan Pelantikan Jokowi periode pertama. Saat itu rakyat mengelu-elukannya. Terjadi eforia. Di sepanjang jalan Sudirman dan MH Thamrin menuju istana rakyat berdiri berjajar sepanjang jalan. Jokowi bahkan sempat melepas jasnya dan turun dari kendaraan menyalami warga. Anomali kelima, ini merupakan kelainan terbesar demokrasi. Yakni bergabungnya partai oposisi ke dalam pemerintahan. Bahkan capres lawan Prabowo Subianto juga kemungkinan akan bergabung dalam kabinet. Mau dicari dalam buku teks demokrasi yang paling klasik sekalipun, tak ada ceritanya, oposisi kok bergabung dalam kabinet. Malah ikut berebut jatah kursi menteri. Tak heran bila banyak rakyat yang menyatakan kecewa. Baik dari pendukung Jokowi maupun Prabowo. “ Kalau begini ngapain harus pilpres segala?” Sudah menghabiskan anggaran negara trilyunan rupiah, masyarakat bermusuhan, gontok-gontokan, ratusan nyawa melayang sia-sia, akhirnya hanya bagi-bagi kekuasaan. Mengapa sejak awal tidak baku atur saja. Tak perlu melibatkan rakyat. Silakan atur negara ini suka-suka. Fenomena ini hanya bisa terjadi di Indonesia. Demokrasi khas ala Indonesia. Ala Nusantara. End

Kalau Benar Pakai Dukun, Kita Mundur Ratusan Tahun

Oleh Asyari Usman (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Ada video tentang adegan paranormal. Namanya, Ki Sabdo. Sang Dukun sedang duduk bersila di lobi gedung Nusantara 5 di DPR, Senayan. Dia kelihatan membaca mantra. Tak lama kemudian selesai. Si perekam video bertanya kepada Pak Dukun tentang apa yang dia kerjakan. Menurut dukun yang berpakaian serba hitam itu, termasuk blangkonnya, dia sedang melakukan gladi bersih untuk peranan sebagai penjaga atau pengawal pelantikan Jokowi-Ma’ruf, 20 Oktober 2019. Ki Sabdo menjelaskannya dengan lengkap. Dia sudah membooking ratu pantai selatan, Nyi Roro Kidul berserta pengawalnya yang bernama Nyi Blorong. Juga diikutsertakan Jin Kayangan. Mereka inilah yang akan mengamankan pelantikan Jokowi-Ma’ruf. Intinya, kata Ki Sabdo, persiapan untuk pengawalan pelantikan sudah sangat mantap. Gladi bersih ini, sesuai video, dilakukan hari Jumat (18 Oktober 2019). Benarkah pihak Istana yang mengerahkan Ki Sabdo? Staf ahli utama kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin, mengatakan Istana tidak pernah mengerahkan paranormal atau dukun. Tetapi, di akhir video yang dimaksud di atas, Ki Sabdo mengatakan “iya” ketika ditanya apakah dia disuruh oleh Jokowi. Perlukah Jokowi mengerahkan kekuatan gaib untuk mengamankan pelantikannya? Soal perlu atau tidak, tentu ini tergantung Jokowi sendiri. Namun, pengerahan dukun untuk ikut mengamankan pelantikan memperlihatkan Jokowi meyakini kekuatan magis. Ini sepenuhnya hak beliau. Hak untuk mempercayai bentuk-bentuk kekuatan magis. Tidak ada yang bisa melarang. Cuma, apakah kepercayaan kepada kekuatan magis itu sesuai dengan norma-norma agama, khususnya agama Islam yang dianut oleh Pak Jokowi? Tentu ini sangat kontroversial. Terlepas dari sudut pandangan norma agama, pengerahan paranormal atau dukun dengan tujuan untuk mengawal acara pelantikan presiden, memunculkan beberapa masalah. Pertama, pengerahan paranormal atau dukun mencerminkan ketidakpercayaan pada berbagai institusi keamanan negara. Terlihat ada keraguan terhadap kemampuan kepolisian, badan intelijen dan TNI untuk mengamankan rangkaian pelantikan. Semua lembaga keamanan ini tidak mengenal kekuatan magis sebagai musuh atau ancaman bagi mereka. Terkesan pengerahan dukun itu meremehkan aparatur keamanan. Kedua, pengerahan paranormal jelas menunjukkan kemunduran spiritual dan intelektualitas ratusan tahun. Tuhan Yang Maha Esa menurunkan bantuan kepada manusia agar makhluk yang terbaik ini terbebas dari belenggu kehinaan intelektualitas. Allah mengirimkan utusan silih berganti untuk menjelaskan agar manusia tidak menyembah atau bersujud kepada sesama makhluk. Penjelasan itu didakwahkan ke Indonesia sekitar 700-an tahun yang lalu. Sampai akhirnya kita mantap dalam teologi keesaan Allah. Kita yakin bahwa hanya Allah-lah sumber segala kekuatan dan kekuasaan. Jadi, pengerahan dukun mengembalikan Anda ke masa sebelum kedatangan risalah yang membebaskan manusia dari cengkeraman kebodohan (jahiliyah). Ketiga, pengerahan dukun (paranormal) akan menjadi teladan yang membingungkan bagi generasi milenial. Prinsip perdukunan tidak sejalan dengan ‘creative thinking’ (berpikir kreatif). Tidak akan bisa terhubung dengan ‘digitalized technology’ (teknologi terdigital). Intinya, penyertaan dukun dalam acara-acara kenegaraan akan menyampaikan pesan yang kontradiktif tentang kapasitas para pemimpin. Di satu pihak, para penguasa mengatakan mereka ingin mempercepat pembangunan sains dan teknologi. Namun, di pihak lain, para penguasa juga menunjukkan isyarat bahwa pikiran mereka terbelenggu oleh perdukunan yang tidak punya sambungan dengan sains dan teknologi itu sendiri. Akibatnya, muncul pertanyaan apakah para penguasa memahami atau tidak terobosan sains dan teknologi yang berlangsung terus-menerus. Apakah mereka mengerti bahwa sains dan teknologi adalah buah dari pembebasan manusia dari sungkupan kebodohan dan kelemahan. Itulah tiga hal yang perlu kita cermati terkait penyertaan dukun atau paranormal di dalam aspek-aspek kehidupan kita. Semoga kita tidak masuk ke dalam terowongan yang akan membawa kemunduran intelektualitas. Ratusan tahun ke belakang. [] 20 Oktober 2019

Spesialnya Wapres China dan Hinanya Rakyat Indonesia

Adapun China nampaknya memberi perhatian spesial kepada Jokowi. Wakil Presiden China, Wang Qishan, secara khusus diutus China untuk menghadiri pelantikan Joko Widodo - Ma'ruf Amin. Bahkan, Sebelum ke Jakarta, Wang Qishan terlebih dahulu berkunjung ke kampung halaman Jokowi di Surakarta atau Solo, Jawa Tengah. [Catatan Pelantikan Jokowi - Ma'ruf] Oleh : Nasrudin Joha Jakarta, FNN - Wakil Ketua MPR Arsul Sani menyebut, pelantikan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024 pada Minggu (20/10/2019) mendatang akan dihadiri oleh para tamu lebih dari 20 negara. Thailand mengutus deputinya untuk menghadiri pelantikan Presiden dan Wakil presiden terpilih periode 2019-2024. Sementara Amerika Serikat dan Laos mengirim utusan khusus. Adapun China nampaknya memberi perhatian spesial kepada Jokowi. Wakil Presiden China, Wang Qishan, secara khusus diutus China untuk menghadiri pelantikan Joko Widodo - Ma'ruf Amin. Bahkan, Sebelum ke Jakarta, Wang Qishan terlebih dahulu berkunjung ke kampung halaman Jokowi di Surakarta atau Solo, Jawa Tengah. Pada Jumat (18/10/2019), Wang Qishan mendapat jamuan spesial dari Wali Kota Surakarta, FX Hadi Rudyatmo di rumah dinasnya, Loji Gandrung. Berbagai tarian tradisional dan makanan tradisional disuguhkan kepada rombongan Wapres China ini. Wang dikabarkan pernah berada di Solo pada sekitar tahun 1960. Kedatangan ke Solo juga untuk bernostalgia masa kecilnya. Untuk menjamu dan melayani tamu-tamu dari luar negeri termasuk tamu spesial dari China, Istana telah menyiapkan 18 mobil Mercedes Benz. Mercedes Benz S 450 L untuk tamu kepala negara atau perdana menteri. Mercedes Benz E 300 untuk utusan kepala negara. Total anggaran yang dikeluarkan untuk menyewa 18 mobil Mercedes Benz tersebut mencapai Rp 1 miliar. Sementara untuk tempat penginapan, Istana merekomendasikan Hotel Fairmont, Mulia, Sultan, Four Season. Alasannya, agar tamu negara tidak memakan banyak waktu saat menempuh perjalanan menuju gedung DPR/MPR pada tanggal 20 Oktober. Lantas apa yang telah dipersiapkan istana untuk menyambut rakyat dalam pelantikan? Suguhan apa yang akan dipersembahkan istana untuk rakyat? Nampaknya rakyat nasibnya tak seindah tamu negara, apalagi tamu dari China. Rakyat tidak akan mendapatkan layanan mobil mewah, penginapan megah, apalagi sempat mendapat jamuan spesial dan tari-tarian hangat dari penguasa. Rakyat, telah disuguhi kawat berduri, larangan menyampaikan pendapat padahal itu satu-satunya yang dimiliki rakyat, bahkan sudah disiapkan 31.000 pasukan untuk 'menyambut' (baca: menghadang) rakyat. Wajar saja tak ada kebahagiaan yamg dirasakan rakyat dalam pesta ini. Hina sekali perlakuan rezim ini pada rakyatnya? Sementara Wapres China seperti mengunjungi salah satu provinsinya saja. Mendapat penyambutan dan pelayanan serba wah, bahkan bisa bernostalgia hingga ke solo, mendapat hidangan lezat diiringi tarian hangat. China juga tak mencukupkan staf atase atau kedubes yang menghadiri pelantikan. Mungkin karena China menganggap Indonesia salah satu provinsinya, maka yang diutus langsung Wapres China. Bahkan, layaknya mengunjungi provinsi bawahan, Wapres China juga nyambi plesir ke Solo, tidak hanya menghadiri pelantikan. Itulah perlakuan berbeda yang disuguhkan penguasa pada rakyat di negeri ini. Meskipun kekuasan ditopang oleh pajak rakyat, tapi mereka tidak bekerja melayani rakyat sebagaimana mestinya. Justru, kepada China yang tidak pernah membayar pajak pelayanannya begitu terlihat istimewa.

Menanam Pancasila dengan Pupuk Kemunafikan

Anda berceramah tentang kejujuran tetapi Anda sendiri tiap hari menilap uang rakyat. Anda jelaskan soal keadilan sosial, tapi Anda lakukan kezaliman di mana-mana. Kalian pidatokan perihal kemanusiaan sementara kalian sendiri kejam, beringas, brutal. Oleh Asyari Usman (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Dulu, di zaman Orde Baru, ada BP7. Huruf ‘p’-nya sampai tujuh biji. Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BPPPPPPP). Terpaksa disingkat BP7. Tahu kenapa disingkat pakai angka ‘7’? Sebab, kalau diketik lengkap BPPPPPPP di dalam dokumen harian atau di dalam korespodensi, khawatir huruf ‘p’-nya kurang atau lebih. Tak percaya, coba Anda hitung huruf ‘p’ yang tertulis di atas. Ada tujuh biji atau tidak? Nah, begitulah susahnya pemerintah Orde Baru memasyarakatkan Pancasila. Dibuat badan khusus dengan biaya besar. BP7 menggurita ke seluruh Indonesia. Di mana ada kabupaten, di situ ada BP7. Waktu itu, para petinggi negara khawatir rakyatnya tidak paham Pancasila dan tidak pancasilais. Digagaslah BP7 sebagai mesin injeksi Pancasila. Saking hebatnya mesin injeksi ini, Anda tak akan bisa hafal kepanjangan BP7 itu dalam tiga kali baca. Coba saja. Mesin injeksi Pancasila buatan Orde Baru itu digunakan sebagai alat untuk memompakan nilai-nilai falsafah bangsa itu ke dalam diri pegawai negeri dan mahasiswa. Mereka ini dianggap sebagai lapisan yang menentukan Indonesia menjadi pancasilais atau tidak. Dilaksanakanlah penataran P4, Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Dengan tujuan agar orang yang ditatar menjadi baik. Agar jiwa yang tidak pancasilais lenyap dari birokrasi. Dan agar para calon pemimpin yang sedang sekolah di perguruan tinggi, menjadi manusia pancasilais. Hasilnya? Korupsi merajalela. Penyelewengan uang negara makin marak. Jurang kaya-miskin melebar terus. Penggundulan hutan mencapai puncaknya. Para pelaku kejahatan ini semuanya hafal Pancasila. Mereka sudah diwisuda sebagai peserta penataran P4 100 jam atau 125 jam. Penataran Pancasila tak punya dampak apa-apa. BP7 buang-buang duit. Akhirnya badan ini dibubarkan. Fast forward, di bulan Juni 2017 dibentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Ada perasaan Pancasila tidak membekas. Banyak yang tidak paham. Inilah alasan untuk membuat model baru mesin injeksi Pancasila pengganti BP7. Persiden Jokowi lebih serius lagi. UKP-PIP dinaikkan menjadi Badan Pembinaan Idoelogi Pancasila (BPIP). Inilah versi mutakhir mesin injeksi Pancasila. Semua crew di sini bergaji besar. Target: manusia pancasilais sejati akan segera dirilis. Hasilnya? Omong kosong. Protipe pancasilais tak kunjung muncul. Korupsi tetap merajalela. OTT KPK, siapa takut? BUMN menjadi sarang korupsi. Pemilu menjadi ajang jual-beli suara. Pilpres penuh dengan kecurangan dan penipuan. Semua lembaga kepemiluan dihuni oleh orang-orang yang haus duit. Suara rakyat ditipu. Yang benar dikatakan salah, yang salah dibalik menjadi benar. Parpol-parpol tetap melakukan cara haram mencari dana operasional. Kelakuan para pimpinan parpol tak berubah. Masih terus munafik. Hidup mewah tapi sok peduli rakyat kecil. Pura-pura bersih, padahal maling semua. Pancasila mereka permainkan, mereka silatlidahkan. Semakin brengsek. Para pejabat tinggi di semua tingkat menjadi ganas. Semua diolah untuk memperkaya diri. Mereka berkoar-koar mau memperbaiki kehidupan rakyat. Tetapi sejatinya mereka munafik. Nah, ini dia. Kita temukan sekarang ‘keyword’-nya. Kata kuncinya: munafik dan kemunafikan. Kemunafikan itulah yang menjadi masalah besar. Bagaimana mungkin kalian bisa mengharapkan nilai-nilai luhur Pancasila tumbuh kalau pupuknya kemunafikan? Anda berceramah tentang kejujuran tetapi Anda sendiri tiap hari menilap uang rakyat. Anda jelaskan soal keadilan sosial, tapi Anda lakukan kezaliman di mana-mana. Kalian pidatokan perihal kemanusiaan sementara kalian sendiri kejam, beringas, brutal. Pancasila adalah hidup sederhana dan berbagi. Tetapi kalian semua rakus dan tamak. Kalian bercuap-cuap soal persatuan Indonesia, tetapi di balik itu kalian lakukan perbuatan yang memecah-belah bangsa. Sila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” kalian ubah menjadi “keadilan sosialita bagi semua yang banyak duit korupsinya”. Jadi, salah siapa? Yang salah adalah kalian semua yang masih menghuni sistem kenegaraan ini. Kalian adalah problem. Bukan solusi. Kalian penipu, bukan yang ditipu. Kalian perampok, bukan korban. Itulah sebabnya Pancasila tak bisa mengakar. Karena kemunafikan kalian semua. Bukan sosialisasi Pancasila yang menjadi masalah. Bukan karena ketiadaan BP7 atau keberadaan BPIP yang menjadi masalah. Tetapi karena tidak ada keteladanan pancasilais dari kalian semua. Padahal, kalian paham Pancasila. Jadi, pecuma kalian tanam Pancasila kalau pupuknya kemunafikan. Percuma ada BP7 atau BPIP.

Jokowi “Akhirnya” Terbebas dari Sandera Politik!

Oleh Mochamad Toha (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Melihat persiapan pelantikan Presiden – Wakil Presiden Terpilih hasil Pilpres 2019, Minggu (20/10/2019) tampaknya bakal berlangsung aman dan lancar. Apalagi aparat keamanan yang sudah menyiagakan lebih dari 30 ribu anggota TNI-Polri. Dipimpin Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, aparat keamanan gabungan itu disiagakan di berbagai sudut kota dan sekitaran Gedung MPR-DPR Senayan, Jakarta, sejak sepekan ini. Tak hanya itu. Dukun pun diikutsertakan “pengamanan”. Dilansir Tempo.co, Jumat (18 Oktober 2019 12:05 WIB), dukun-dukun Pulau Belitung yang tergabung dalam Forum Kedukunan Adat Belitung menggelar ritual dan doa pada Kamis, 17 Oktober 2019, untuk kelancaran pelantikan Joko Widodo – Ma’ruf Amin. Ketua Forum Kedukunan Adat Belitung Mukti Maharip menyebut, ritual dan doa dilakukan dukun Belitung di Rumah Adat Belitong, Jl. Gajah Mada, itu untuk menghilangkan hal-hal negatif yang akan mengganggu pelantikan dan membuat situasi tidak kondusif. Jagad dunia maya juga kembali diramaikan dengan postingan video seorang lelaki dengan busana serba hitam yang disebutnya sebagai Ki Sabdo. Video berdurasi pendek sekitar 2 menit ini, membuat warganet bereaksi keras. Karena lelaki paroh baya ini menyampaikan pernyataan yang semakin membuat masyarakat terpecah dalam menyikapi peta politik Indonesia. Khususnya terkait dilantiknya Presiden dan Wapres Terpilih 2019-2024, Minggu, 20 Oktober 2019. Dalam video tersebut, terlihat Ki Sabdo duduk bersila atau bersemedi tepat di depan pintu gedung DPR/MPR Nusantara V. Hampir sekitar 20 detik lebih, Ki Sabdo bersemedi, sampai akhirnya menangkupkan kedua belah tangannya di wajah. Lantas, dirinya berdiri dan menyampaikan apa yang sedang dilakukannya. Setelah ada sebuah pertanyaan dari seseorang yang tak terlihat di dalam video. Ki Sabdo menyampaikan, bahwa dirinya sedang berada di gedung DPR dan melakukan gladi bersih. “Aku sedang cek anak buah saya. Ratu Selatan, Nyai Roro Kidul, Jin Kayangan dan lainnya. Semua sudah ada di dalam dan sekitarnya. Jadi untuk amankan pelantikan Joko Widodo,” ucap Ki Sabdo dalam video yang -posting Jumat (18/10/2019). Menurut Ki Sabdo Jagad Royo, begitulah dirinya dikenal, dari penglihatannya memang harus ada pengawalan secara spiritual untuk pelantikan Jokowi – Ma'ruf. “Harus ada pengawalan secara spiritual. Ini yang saya taruh di sini komplit sudah,” katanya. “Mulai Nyai Roro Kidul, Nyai Blorong, Jin Kayangan. Mantap sudah, pasti dilantik,” tegas Ki Sabdo. Dirinya juga menjawab, bila ada yang menghalangi pelantikan Jokowi – Ma'ruf, maka akan berurusan dengan Ratu Roro Kidul dan dirinya. “Urusan saya. Saya akan bereskan (bila ada yang menghalangi pelantikan, red),” ujar Ki Sabdo. Segawat itukah situasi dan kondisi Ibukota Jakarta jelang pelantikan Presiden – Wapres Terpilih? Mengapa sampai seperti itu pengamanannya? “Perang” Oligarki Apa yang membuat pengamanan begitu ketat jelang dan ketika pelantikan Jokowi – Ma’ruf sebagai Presiden dan Wapres 2019-2024? Sampai perlu melibatkan paranormal alias dukun segala? Sudah musyrikkah bangsa yang dikenal agamis ini? Tampaknya sekarang ini sedang terjadi persaingan (baca: “perang”) untuk berebut pengaruh sebagai pengendali Presiden Jokowi untuk Periode Kedua POTRI (President of The Republic Indonesia) dalam wujud Kabinet Kerja II. Sudah bukan rahasia lagi kalau selama ini ada Oligarki yang menguasai Presiden Jokowi. Selama Periode I jabatannya, “Sejumlah Jenderal”, CSIS, dan China dikenal sebagai Kaum Oligarki pengendali Jokowi, bukan Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri. Kehadiran Ketum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Koalisi Rekonsiliasi yang dibawa mantan Danjen Kopassus ini membuat mereka terancam posisinya sebagai pengendali Jokowi untuk Periode II sebagai POTRI. Karena akan terjadi penggusuran besar-besaran terhadap Oligarki di Istana yang selama ini mengendalikan Jokowi. Kaum Oligarki itu tidak rela kekuasaannya digusur, sehingga tidak bisa kendalikan Jokowi 2019-2024. Mereka pun menciptakan berbagai manuver agar tetap berkuasa, minimal tidak kehilangan semuanya. Tetapi, berbagai planning mereka mentok di tengah jalan. Dan, yang diharapkan tinggal satu: Darurat Sipil. Fakta yang terjadi (di luar putusan yuridis formal), mereka telah memanipulasi hasil Pilpres 2019 dengan kemenangan Jokowi – Ma’ruf, tunggangi KPK dengan sandera Ketum-ketum Parpol Koalisi Jokowi, dan mau Kuasai Kabinet Jokowi II. Sehingga, mereka bisa menjadi penguasa Jokowi Jilid II. Jika rencana pertama tak berhasil, maka mereka menciptakan anarkisme, demo mahasiswa, dan framming isu dengan membawa tuntutan Perppu KPK. Darurat Sipil akan menjadi pilihan akhir mereka. Itulah mengapa suhu politik jelang pelantikan Presiden – Wapres Terpilih, meski Pilpres 2019 sudah lama usai semakin membara. Ini karena Rekonsiliasi sudah bergulir dan UU KPK telah direvisi. Akibatnya, “mereka” terancam lengser dari penguasa rezim Jokowi Jilid I. Mereka ciptakan berbagai aksi massa, anarkisme, separatisme, dan seterusnya. Jika tak ada rekonsiliasi, maka tidak ada segala aksi massa, separatis, anarkis, teroris dan lain-lain itu. Jika tidak ada rekonsiliasi dan tidak ada revisi UU KPK maka mereka tetap menjadi penguasa rezim Jokowi Jilid II: Oligarki, kolaborator China sebagai penindas umat-rakyat. Jadi, semua aksi massa, anarkisme, gejolak, separatisme, terorisme, framming isu dan opini terjadi pasca rekonsiliasi itu adalah ciptaan “Sejumlah Jenderal” itu untuk bertahan menjadi penguasa rezim Jokowi Jilid II. Jika tetap gagal, mereka akan paksakan “Darurat Sipil” sebagai upaya terakhir. Pembusukan citra Polri dapat terjadi karena oknum pimpinan Polri adalah kader “Sejumlah Jenderal” itu. Momentum terbaik Darurat Sipil mereka itu adalah chaos pada aksi massa mahasiswa yang menuntut penerbitan Perppu KPK. Korban berjatuhan, polisi jadi sasaran amarah, Darurat Sipil diterapkan, TNI AD pegang komando, Kabinet disusun mereka. Jadi, sebagian rakyat, mahasiswa, elit Indonesia secara tidak sadar telah jadi korban tipu daya dan tunggangannya. Massa ikut-ikutan mendesak terbitnya Perppu, latah meminta Prabowo tidak masuk kabinet. Massa tak sadar sedang membantu mereka tetap jadi penguasa. Fungsi Darurat Sipil itu sama dengan Perppu KPK yakni alat bagi mereka untuk memaksakan kehendaknya dalam penyusunan Kabinet Jokowi II. Setelah berhasil susun Kabinet Jokowi II, mereka jadi penguasa rezim kembali, maka Darurat Sipil dicabut. Seandainya Megawati-Jusuf Kalla-Budi Gunawan-Prabowo tidak menggulirkan Rekonsiliasi – UU KPK tidak direvisi, maka tidak akan terjadi gejolak, anarkisme, sabotase separatisme, provokasi, framing isu-opini, dan lain-lain menjelang 20 Oktober 2019, karena mereka sudah pasti kembali jadi penguasa. Sikap Jokowi sendiri ditentukan oleh konstelasi politik terakhir, Minggu, 20 Oktober 2019. Yaitu: Pemenang Perang Proksi III antara: Kubu Rekonsiliasi Mega-JK-BG-Prabowo Cs versus “Sejumlah Jenderal”. Namun, sampai hari ini Kubu Rekonsiliasi jauh lebih unggul dari mereka, selama Prabowo konsisten di Kubu Rekonsiliasi. Selama UU KPK hasil revisi eksis (Perppu tidak diteken). Selama rencana chaos dapat digagalkan. Maka mereka pasti lengser dari penguasa rezim. Jika kemenangan Kubu Rekonsiliasi atas “Sejumlah Jenderal” tersebut terjadi, maka kabinet Jokowi II akan sangat berbeda dengan Kabinet Jokowi I. Kabinet Jokowi II mengakomodir representasi umat Islam, steril dari elit “Sejumlah Jenderal”. Prabowo-BG menjadi Duet Pengendali di kabinet dan pemerintahan. Jika Kubu Rekonsiliasi menang perang Proksi III, dominasi Liberal Sekuler – Anti Islam pada Kabinet Jokowi II akan diganti dengan Nasionalis-Islam. De-Islamisasi di KPK akan berhenti. Sekitar 70% penyidik KPK antek “Sejumlah Jenderal” – CSIS digusur. Mereka bakal diseret jadi tersangka dan napi korupsi. Itulah prediksi yang bakal terjadi dalam detik-detik jelang prosesi pelantikan Presiden Jokowi – Wapres Ma’ruf. ***

Menyoal Keharmonisan Gubernur & Wakil Gubernur Maluku

Memanasnya hubungan dua pejabat ini, akan turut memanaskan suasana batin di jajaran birokrat. Pengalaman membuktikan, polarisasi politik akan makin kentara jelang pemilihan periode berikutnya. Karena masing-masing kubu akan berupaya berebut pengaruh. Kalau sudah bergini, lagi-lagi pelayanan publik akan dikorbankan. Oleh M. Ikhsan Tualeka Jakarta, FNN - Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno protes keras. Protes itu terkait nama Wagub Orno yang tidak dalam daftar nama-nama pejabat yang harus disebutkan oleh Gubernur Maluku Murad Ismail dalam sambutan saat peresmian Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) dr. J. Leimena yang juga dihadiri oleh Menteri Kesehatan Nila Moeloek, pada tanggal 16 Oktober 2019. Orno merasa tidak dihargai. Karena hal seperti ini sudah sering terjadi. Orno menuding Biro Humas dan Protokoler Pemerintah Provinsi Maluku gagal menjalankan tugas. Akibatnya, dapat menyebabkan keretakan hubungannya dengan Gubernur. Tidak ada nama Wagub di daftar yang harus disebutkan dalam sambutan Gubernur menjadi pertanda ada birokrasi yang tidak beres di protokol dan humas. Mereka bisa saja lelet atau ada persoalan yang lain. Harusnya ditelusuri apa saja penyebabnya Jika benar ada kesalahan di internal, maka mereka harus segera dievaluasi. Namun evaluasinya tidak perlu diungkapkan ke publik. Karena publik akan cenderung membaca situasi ini sebagai sinyal bahwa ada yang kurung beres di internal pemerintahan. Sebenarnya bukan hanya soal penyebutan nama dalam sumbutan Gubernur. Meski baru seumur jagung, Murad dan Orno sudah sering terlihat kurang senyawa. Perbedaan pandangan diantara mereka yang sering mengemuka ke publik. Misalnya, soal legalisasi minuman sopi adalah salah satu adegan yang bisa direkam publik. Masyarakat bisa menganggap kalau mereka bedua kerap berada pada perspektif yang berbeda dalam melihat satu persoalan. Sejumlah rumor lain turut mempertegas dan mengkonfirmasi adanya disharmoni itu. Sebenarnya ini situasi yang tak begitu mengagetkan. Bila dibandingkan dengan melihat trend hubungan relasi kepala daerah di berbagai tempat. Umumnya hubungan Kepala Daerah dan Wakilnya sudah tidak harmonis di awal-awal masa jabatn Berdasarkan dara dari Kementrian Dalam Negeri RI (2015), tercatat sekitar 75 persen pasangan kepala daerah (Bupati dan Wakil Bupati/Wali Kota dan Wakil Wali Kota ataupun Gubernur dan Wakil Gubernur) di Indonesia hubungan kerjanya tidak harmonis. Dampaknya sangat mempengaruhi kinerja pembangunan di daerah tersebut. Bila hubungan kedua kepala daerah harmonis, maka kinerja pemerintahan akan berjalan maksimal. Daerah tentu saja akan semakin maju. Guna mengantisipasi hal seperti ini, sebenarnya pemerintah telah berupaya dengan menyodorkan pilihan pada draf awal UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dalam draf awal Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut, hanya Wali Kota/Bupati dan Gubernur saja yang dipilih dalam pilkada. Sedangkan wakilnya adalah dari kalangan birokrat. Namun tawaran itu kandas, karena ditolak oleh kalangan DPR. Pengalaman di sejumlah daerah membuktikan keharmonisan antara Bupati/Walikota dan Gubernur dengan Wakil Gubernur hanya bertahan antara enam bulan hingga satu tahun pemerintahan. Sesudah itu, mulai muncul konflik. Hubungan diantara mereka menjadi tidak lagi harmonis. Biasanya diakibatkan karena kurangnya komunikasi, konflik kepentingan, dan tidak memahami tugas masing-masing. Namun dari semua itu, masalah paling krusial biasanya karena sejumlah Wakil Bupati/Wakil Walikota ataupun Wakil Gubernur tidak bisa menahan diri. Selain itu tidak menyadari akan tugasnya sebagai seorang wakil. Sebaliknya, seorang Bupati/Walikota ataupun Gubernur tidak memiliki leadership yang baik untuk dapat memobilisasi dan mengakomodir potensi yang dimiliki oleh pasangannya. Berikutnya adalah soal komunikasi yang kurang bagus antara keduanya. Kondisi ini berakibat pada hubungan dintara mereka yang tidak baik pula. Selanjutnya berdampak pada pengambilan kebijakan pembangunan didaerah tersebut. Situasi ini makin diperparah oleh pengaruh orang-orang di lingkaran kekuasaan mereka. Baik itu yang di lingkaran formal, seperti jajaran birokrasi, maupun yang informal seperti bekas tim sukses. Mereka inilah yang menjadi ‘pembisik utama' atau ‘orang dekat’. Situasi seperti kalau dibiarkan, akan menyebabkan pembelahan birokrasi dan masyarakat. Akan muncul kubu-kubuan di tubuh birokrasi. Dalam banyak hal, dampak dari hubungan tidak harmonis ini akan memunculkan perpecahan pada kalangan birokrasi. Karena akan membuat birokrasi bisa terbelah dalam split loyalis. Memanasnya hubungan dua pejabat ini, akan turut memanaskan suasana batin di jajaran birokrat. Pengalaman membuktikan, polarisasi politik akan makin kentara jelang pemilihan periode berikutnya. Karena masing-masing kubu akan berupaya berebut pengaruh. Kalau sudah bergini, lagi-lagi pelayanan publik akan dikorbankan. Mestinya setelah dilantik, pimpinan eksekutif harus duduk bersama. Membuat roadmap bersama. Setelah itu melaksanakan tugas dan kewajibannya secara bersama-sama pula. Sesuai dengan yang dijanjikan dan diamanatkan oleh Undang-Undang. Begitu pula jika ada persoalan antara kepala daerah dengan wakilnya. Seharusnya dapat diselesaikan secara internal. Tidak perlu untuk diumbar ke ruang publik. Ibarat pasangan ‘suami-istri’, bila ada masalah, cukup diselesaikan di kamar atau di atas ranjang. Anak-anak tak perlu sampai mengetahui, apalagi tetangga. Pasangan kepala daerah juga harus memperbanyak sabar dan menahan diri. Kalau tidak sabar, apalagi semua ingin maju dan tampil, tanpa ada koordinasi, bisa runyam. Masing-masing harus bekerja sesuai porsinya. Saling menghargai dan menjaga komunikasi diantara mereka. Kalau komunikasinya intensif, maka hubungan kepala daerah dengan wakilnya akan baik pula. Intinya, keharmonisan hubungan kepala daerah mesti terjaga guna menjamin kinerja pembangunan di daerah dapat berlangsung dengan baik dan lancer. Semuanya untuk mencapai kemaslahatan bagi masyarakat dan kemajuan daerah tersebut. Masyarakat juga mesti lebih proaktif mengontrol pemerintahan. Caranya, dengan kembali melihat janji-janji kampanye pasangan kepala daerah ketika mencalonkan diri. Janji-janji yang belum dilaksanakan, supaya ditagih, agar bisa segera dituntaskan. Masyarakat harus lebih bersuara dan kritis. Tujuannya, agar kedua pemimpin ini dapat memastikan pelayanan publik berjalan optimal. Selain itu, rakyat juga agar dapat menuntaskan janji-janji saat kampanye dulu. Jangan sampai pemimpinnya sudah tidak fokus. Warganya juga kehilangan daya kritis untuk kembali menginmgatkan merera. Tentu akan menjadi alamat buruk bagi daerah. Penulis adalah Direktur IndoEast Institute

Rezim Terus Memburu dan Mempersekusi UAS?

Di media sosial, telah viral siapa saja dalang dibalik pernyataan tuntutan pembatalan ceramah UAS. DEB V secara terbuka menyebut ada keterlibatan rezim dan penopangnya, yang ikut mengkonsolidasi penolakan di Frankfurt, Jerman. Bahkan konsolidasi penolakan juga dilakukan di Bremen dan Hamburg Oleh : Nasrudin Joha Jakarta, FNN - Rupanya, pembatalan ceramah UAS di UGM bukanlah akhir. Umat mengira, di UGM adalah yang terakhir kalinya UAS dihalangi untuk menebarkan dakwah, menyadarkan umat. UAS masih dianggap 'mesin pemusnah massal' yang akan memusnahkan kedunguan, membangkitkan kesadaran, dan tentu hal ini yang akan memicu kebangkitan umat Islam. Keadaan inilah yang tidak diinginkan rezim. Rezim ingin terus menancapkan hegemoninya kepada umat, mengkondisikan umat agar tetap dalam keadaan dungu dan memaksa agar umat ketakutan dan membiarkan kezaliman yang diproduksi rezim. Rezim khawatir dan sangat takut, kedunguan diangkat dari umat, umat menjadi sadar dan atas kesadaran itu umat tak lagi takut dan secara kolektif mengajukan perlawanan semesta kepada rezim. Hari ini (17/10), Ustaz Abdul Somad (UAS) dikabarkan kembali ditolak mengisi ceramah di Frankfurt, Jerman. UAS dijadwalkan mengisi Tablig Akbar pada tanggal 23 Oktober 2019. Penolakan tersebut dilontarkan oleh akun Change.org bernama Deb V yang mengajak warganet menolak acara kedatangan UAS. Deb V. menuliskan alasanya menolak UAS karena sering membuat pernyataan yang intoleran bahkan cenderung provokatif memusuhi sesama Muslim, tapi juga kepada non muslim. Di media sosial, telah viral siapa saja dalang dibalik pernyataan tuntutan pembatalan ceramah UAS. DEB V secara terbuka menyebut ada keterlibatan rezim dan penopangnya, yang ikut mengkonsolidasi penolakan di Frankfurt, Jerman. Bahkan konsolidasi penolakan juga dilakukan di Bremen dan Hamburg. Selain di Jerman, UAS sebelumnya juga batal mengisi sebuah acara Tabligh Akbar sekaligus penggalangan dana masjid fase 2 di wilayah Amsterdam, Belanda. Pembatalan tersebut disampaikan melalui surat pemberitahuan yang diterbitkan oleh Persatuan Pemuda Muslim se-Europa (PPME) Al-Ikhlash Amsterdam. Dilihat detikcom, Kamis (10/10/2019), surat pemberitahuan itu ditandatangani oleh ketua PPME Hansyah Iskandar Putera beserta wakilnya Hasanul Hasibuan. Memang benar, rezim ini tidak menggunakan tangannya langsung untuk memburu UAS. Kadangkala dengan otoritas kepegawaian, kadangkala menggunakan ormas Bani Majengjeng, antek dari partai pengusung rezim, komponen gerombolan kafir (pada kasus laporan polisi), juga menggunakan otoritas kampus (pada kasus UGM). Saat ini, UAS telah berlepas diri dari status PNS nya. Artinya, otoritas kepegawaian tidsk mungkin bisa lagi digunakan oleh rezim untuk memburu dan mempersekusi UAS. Namun kemerdekaan UAS sebagai rakyat biasa tanpa status Aparat Sipil Negara tidak membuat rezim ini berhenti memburu UAS. Kasus Jerman ini, menjadi bukti bahwa perburuan UAS masih terus dilakukan. Sebenarnya UAS ini memang bandel, ustadz yang satu ini intoleran, tidak mau diajak rukun dengan rezim seperti Yusuf Mansur dan Ma'ruf Amin. Andaikan UAS tidak bandel, mau diatur rezim seperti Yusuf Mansur atau Ma'ruf Amin, maka UAS tidak akan pernah mendapat perlakuan zalim dari rezim. Bahkan, ceramah UAS akan didanai dan difasilitasi rezim. Setelah rezim mampu menghentikan 'dampak destruktif' dari seruan-seruan HRS, mampu mengisolasi HRS di Arab Saudi, ternyata dari rahim umat ini muncul UAS sebagai pengganti. Tak suka dengan model dakwah HRS yang tegas dan lugas, rezim juga membenci ceramah UAS yang karib dengan logika yang dibumbui canda. Intinya, semua ujaran yang akan menyadarkan umat, menghilangkan kedunguan umat, pasti akan diburu rezim. Rezim ini tidak ingin umat menyadari, bahwa kebangkitan umat ada pada Islam dan sadar bahwa rezim yang ada hanyalah boneka yang dijadikan alat oleh penjajah untuk menindas umat Islam.