OPINI

Kapal Selam Korsel (3): Jerman Siap Bantu “Transfer of Technology” Kapal Selam

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Perjanjian alih teknologi yang lebih dikenal dengan sebutan Transfer of Technology (TOT) dari Korea Selatan tidak mungkin bisa dilakukan. Karena, Korsel sendiri baru belajar untuk membuat kapal selam dari Jerman. Ketika pengadaan kontrak TOT dengan Korsel yang diagendakan Kemenhan, menurut Dipl. Ing. Dipl. Wirtsch. Ing. Franklin M Tambunan, ia ikut hadir dalam rapat yang diadakan di PT PAL pada 2012 itu. Persentase program yang dipaparkan oleh Korsel adalah program pendidikan yang Franklin dan timnya sampaikan pada 1994 di Jerman. Dalam rapat tersebut Franklin sangat tegas mengatakan kepada presenter dari Korsel bahwa Korsel meng-copy konsepnya, tapi tanpa bukti pengalaman mendidik. “Saya tegaskan untuk tidak membohongi dan membodohi bangsa Indonesia,” tegasnya. Menurut Franklin, Korsel belum pernah tahu dan berpengalaman bagaimana mendidik negara asing untuk membuat kapal selam. Ia dengan Jerman sepaham mengatakan bahwa 10-15 tahun ke depan bangsa Indonesia tidak akan mampu mandiri membuat kapal selam sendiri. Fakta yang terjadi di lapangan mengatakan bahwa sudah sejumlah anak bangsa Indonesia dikirim ke Korsel ke galangan kapal Daewoo. ”Mereka pulang dengan tangan kosong tanpa pendidikan yang diharapkan,” ungkap Franklin. “Fakta ini disampaikan oleh beberapa anak bangsa yang berbicara kepada saya,” lanjutnya. Setidaknya ada dua latar belakangnya mengapa anak-anak bangsa Indonesia ini tidak bisa mendapatkan pendidikan yang diharapkan. Pertama, Korsel itu baru memiliki teknologi pembuatan kapal selam yang berbobot 1400 ton. Artinya, Korsel tidak akan mentransfer sesuatu yang baru kepada siapapun dalam hal ini ke Indonesia. Karena di pasaran pembuatan kapal selam ke depan ini Indonesia dengan sendirinya menjadi negara pesaing/kompetitor Korsel ke depan. Kedua, Korsel bukan negara pendidik pembuatan kapal selam karena Korsel masih murid dari negara Jerman dalam pembuatan kapal selam. Sehingga, pendidikan tersebut tidak akan pernah ditransfer ke bangsa Indonesia. “Pendidikan TOT dalam konteks lainnya adalah On The Job Training (OJT-Training). Belajar sambil bekerja. Hal ini bangsa Indonesia tidak akan pernah menerima pendidikan tersebut,” ungkap Franklin. Menurutnya, pada 13 Januari 2020 malam, Franklin ditelepon oleh perusahaan Jerman pembuat kapal selam tipe 214 dan berunding tentang rencana pembuatan kapal selam di Indonesia. “Jerman memastikan berulang kali kepada saya bahwa Jerman akan memberikan pendidikan TOT bilamana negara Indonesia membeli kapal selam dari Jerman,” tegas Franklin. Karena itulah, ia meminta Pembuatan/Pengadaaan kapal selam dengan Korsel harus segera dihentikan. Pembohongan rakyat Indonesia dengan memberikan kapal selam yang bertipe prototype, yang tidak teruji dan tidak layak pakai sangat membahayakan bangsa Indonesia. “Kapal selam buatan Korsel bila dioperasikan maka keberadaan crew sangat terancam,” ujar Franklin. Jadi, pengadaan kapal selam yang tidak layak pakai ini didanai oleh bangsa Indonesia untuk mengembangkan teknologi Korsel. Sedangkan pengembangan teknologi kapal selam untuk Indonesia tidak mendapat dukungan penuh karena dana yang tidak tersedia. “Ini adalah pemborosan uang bangsa dan rakyat Indonesia serta pembohongan bangsa yang harus segera dihentikan,” tegas Franklin dalam suratnya kepada Presiden Joko Widodo yang entah sudah sampai ke tangan Jokowi atau belum. Ia menyarankan, kelanjutan dari perencanaan ke depan tentang pengadaan dan pemeliharaan kapal selam untuk negara Indonesia hendaknya dikerjasamakan dengan negara yang bisa dan mampu memberikan kapal selam terbaik. “Dan juga mampu memberikan pendidikan TOT yang bisa memampukan bangsa kita dalam waktu yang jelas dan terencana. Saya secara pribadi menyarankan ke Jerman yang membuat 2 kapal selam untuk Indonesia: Cakra dan Nanggala,” papar Franklin. Selama ini Indonesia sudah memiliki 2 kapal selam buatan negara Jerman oleh HDW di Kiel yaitu Cakra dan Nanggala. Dalam perbincangan dan pengalamannya dengan Jerman setiap pertemuan di Jakarta atau di Jerman, mereka siap membantu,” lanjutnya. Jerman siap membantu dalam dua tipe yaitu tipe 209 yang masih menggunakan tenaga Diesel dan tipe 214 tenaga Hybrid. Negara Jerman sudah terbukti berpengalaman dengan kelayakan kapal selam buatan mereka dengan standard internasional. Pendidikan TOT yang berkelas untuk tipe 209 tenaga Diesel akan diberikan oleh Jerman 100 persen. TOT untuk tipe 214 dengan tenaga Hybrid, juga bersedia dengan TOT yang dalam hal ini kondisinya harus didiskusikan mana dan apa yang akan ditransferkan. “TKSM siap berdialog dan membantu Indonesia,” tulis Franklin dalam suratnya tertanggal Jakarta, 13 Januari 2020. Spare parts dan after sales dengan pasti Jerman akan menyediakannya dengan jangka kurang lebih 25 tahun ke depan sesuai aturan yang berlaku di Jerman. Melihat ke depan, Indonesia akan memiliki 5 buah kapal selam: 2 kapal selam buatan Jerman dan 3 kapal selam buatan Korsel. Sesuai dengan jadwal maintenance, repair dan overhaul (MRO) yakni berjadwal tiap tahun maintenance, 2-3 tahun checks for repair dan overhaul. Sarannya adalah agar juga bangsa Indonesia dididik untuk memaintain, repair dan overhaul kapal selam ini ke depan nanti. Pekerjaan MRO ini tidak boleh diabaikan begitu saja untuk menghindari kapal selam ini kembali di bawa ke negara pembuatnya. Selanjutnya jika bangsa Indonesia mampu MRO, maka kita juga bisa ikut bersaing di market internasional karena ada lebih dari 160 kapal selam tipe 209 buatan Jerman digunakan oleh beberapa negara yang bisa kita tawarkan jasa MRO tersebut. “Saran penutup tulisan saya, NKRI merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia yang mempunyai 17.504 pulau, panjang garis pantai 81.000 km dengan luas perairan 5,8 juta km2,” kata Franklin. Kapal selam tipe 209 adalah teknologi yang sudah tua walau masih baik dan canggih. Tapi, berdasarkan dengan luasnya perairan NKRI sudah membutuhkan kapal selam yang mampu menyelam lebih lama dari tipe 209. Kapal selam tipe 214 dengan tenaga Hybrid adalah kapal selam yang mampu, dilengkapi dengan sistem pendorongan Fuel Cell (Air Independent Propulsion/AIP) dan sewaco yang lengkap (Cilyndrical Array Sonar, Passive Ranging Sonar, Flank Array Sonar, Cilyndrical Transducer Array, Towed Array Sonar, Intercept Array Sonar, Radar, ESM dan Optronic). Waktu/endurance menyelam hingga 80 hari menggunakan teknologi Hybrid atau lebih sedangkan tipe 209 menggunakan Diesel hanya mampu hingga 45 hari saja. Kemampuan bateri kapal selam sangat menentukan pada saat operasional menyelam. Ia menyarankan kapal selam tipe 214 sistem AIP sebagai penerus dan pengganti generasi kapal selam tipe 209 dalam pengadaan berikutnya. Pada saat kunjungan Menhan Prabowo Subianto ke UNHAN menyampaikan keinginannya untuk memiliki kapal selam tipe 214 ini. “Demikian penyampaian kerisauan dan pemahaman serta saran pribadi saya kepada bapak Presiden dan berharap menghentikan kerja sama dengan Korsel dan mengadakan hubungan kerja sama pembuatan kapal selam ke negara Jerman ke depan nanti,” lanjutnya. “Dan, saya bersedia membantu bapak dan bangsa Indonesia dalam merealisasikan rencana-rencana ke depan yang berkaitan khususnya dengan kapal selam, tapi juga dengan hal-hal yang dibutuhkan dalam bidang pertahanan,” kata Franklin. (Bersambung) Penulis wartawan senior.

Sri Mulyani dan Janji Asal Janji Jokowi

By Dr. Syahganda Nainggolan Jakarta, FNN - Berita mengejutkan hari-hari ini adalah Sri Mulyani menyatakan janji kampanye Jokowi tentang pemberian uang pengangguran. Janji yang didengungkan Jokowi tempo hari adalah janji omong kosong. Apakah janji omong kosong itu? Janji omong kosong adalah janji yang dibuat Jokowi hanya untuk kepentingan kampanye alias memberi harapan palsu pada rakyat. Memberikan harapan palsu, yang kata anak melinial disebut “PHP”. Karena kemungkinan untuk merealisasikan janji-janji itu jauh dari kenyataan. Jauh dari kenyataan karena Jokowi menyadari bahwa tidak ada kemampuan untuk merealisasikan, khususnya pendanaan, bagi perealisasian janji itu. Lalu apa itu janji palsu? Janji palsu adalah janji yang tidak direalisasikan Jokowi. Jika sebuah janji direalisasikan, tapi tidak berhasil, maka itu bukan janji palsu. Namun, jika sejak awal janji itu sekedar pencipta harapan bagi rakyat, tanpa mungkin merealisasikannya, maka janji itu sejak awal sudah palsu. Lalu apakah janji Jokowi tentang pra kerja itu janji palsu? Janji Jokowi pemberian kartu pra kerja adalah satu dari tiga kartu yang dijanjikan Jokowi ketika kampanye. Selain kartu pra kerja adalah KIP (Kartu Indonesia Pintar) Kuliah dan Kartu Sembako Murah. Kartu Pra Kerja ditafsirkan berubah-berubah sejak janji itu dikeluarkan Jokowi kala kampanye itu. Penafsiran awal kartu itu ditujukan kepada dua juta pencari kerja. Dalam kartu itu akan diberikan uang pengangguran. Tafsir itu berkembang kemudian dengan pernyataan Jokowi bahwa paska pilpres yang dia maksud adalah kartu itu akan diberikan pada dua juta pengangguran atau pencari kerja. Untuk mereka termasuk pra kerja diberikan vokasi atau training hingga mereka bisa mendapat kerja. Penafsiran berkembang lagi bahwa kartu itu akan mempunyai peran selain untuk training juga peserta atau pemilik kartu akan dafat insentif setelah training. Lalu ada penafsiran lain dating dari Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), kartu itu akan menyasar ke pengantin yang baru, menikah tapi belum memiliki kerja. Berputar putarnya penafsiran kartu pra kerja itu, tentu terkait dengan informasi yang dibocorkan Sri Mulyani bahwa janji Jokowi tentang kartu pra kerja tidak direncanakan sejak awal. Dari sinilah awal mula pembicaraan hari-hari ini tentang janji bohong kartu pra kerja. Dalam situasi ekonomi negara yang sulit, dan kegelisahan pembayar pajak atas kehati-hatian penggunaan uang negara, kunci kepercayaan rakyat pada kepemimpinan nasional adalah penyusunan program secara hati-hati. Uang Rp 10 Triliun yang direncanakan untuk Kartu Pra Kerja, akan jadi bumerang, jika uang itu miskelola atau bahkan kalau tidak tepat sasaran. Tanpa perencanaan yang kuat, yang berbasis pada pencapaian Jokowi pada priode sebelumnya, maka pemerintah kesulitan menentukan siapa jumlah dua juta orang yang disasar kartu pra kerja. Karena jumlah pengangguran kaum muda sekitar 61% dari total pengangguran terbuka. Tahun 2019 lalu, sekitar tujuh juta jiwa pengangguran. Artinya, sasaran dua juta dari sekitar empat juta jiwa. Apakah nantinya pemberian kartu memakai metode "lotre"? Dalam situasi rakyat yang semakin susah saat ini, apalagi program pemangkasan subsidi mulai dijalankan rejim Jokowi, dipastikan pengangguran dan kemiskinan baru akan semakin besar. Pada Januari, 2019, Kepala Bappenas, Bambang Brojonegoro mengatakan ada 53 juta jiwa masyarakat rentan miskin. Sayangnya, pada Januari 2020, World Bank mengatakan ada 115 juta jiwa penduduk Indonesia yang rentan terhadap miskin. Dengan demikian rencana kartu pra kerja menjadi taruhan besar Jokowi saat ini. Jokowi harus bekerja keras untuk benar-benar bisa merealisasikan janjinya. Janji Jokowi terkait kartu pra kerja tentu belum dapat dikatakan janji palsu. Namun, janji-janji Jokowi 2014, terlalu banyak yang tidak terealisasi. Antara lain, janji pertumbuhan 7%, janji Land Reform, janji kabinet dan jaksa agung profesional, janji tidak rangkap jabatan, janji berantas korupsi, janji penuntasan kasus HAM, janji rupiah meroket, janji mengusut pelanggaran HAM masa lalu, dan masih banyak lagi. Kita anggap saja sementara ini janji Jokowi tentang pra kartu kerja masih omong kosong. Kita perlu menanti apakah janji itu palsu atau tidak. Untuk itu, kita tunggu sebaiknya kita tunggu saja. Mudah-mudahan bisa terealisasi sebelum berakhir 20124. Bocoran Sri Mulyani Bocoran Sri Mulyani tentang janji omong kosong Jokowi disampaikan di forum World Bank. Tentu saja kita tidak bisa menyepelekan pembocoran ini diantara orang-orang asing. Misbakhum, anggota DPR RI, misalnya, marah dengan pernyataan Sri Mulyani ini. Menurutnya hal itu tidak pantas dibocorkan orang terdekat Jokowi yang anggota kabinet. Namun, bagi kita pembocoran informasi ini penting untuk melihat berapa banyak sebenarnya janji-janji Jokowi yang mirip kartu pra kerja? Jokowi tidak boleh menjadi pemimpin, yang dalam sindiran SBY beberapa waktu lalu, "jangan jadi pemimpin kumaha engke, tetapi engke kumaha". Artinya, pemimpin itu jangan asal membuat janji. Untuk itu mungkin Misbakhum dan kalangan DPR RI perlu masuk pada substansi yang diperlukan rakyat. Rakyat butuh apa-apa saja yang merupakan janji-janji Jokowi yang dianggap Sri Mulyani membuat dia sampai sakit perut. Penutup Beberapa hari lalu, melalui kejujurannya atau pembocoran sengaja tentang janji pilpres Jokowi , Sri Mulyani memberitahu forum diskusi World Bank dan rakyat Indonesia bahwa program dan janji-janji Jokowi dalam kampanye banyak yang omong-kosong. Omong kosong maksudnya janji itu disampaikan tanpa mempunyai perhitungan dan kelayakan dari seorang presiden sebuah republik. Janji itu hanya untuk sekedar meraup suara. Antara lain program kartu pra kerja itu. Hal ini tentu menjadi bencana besar bagi sebuah negara. Sebab, seorang pemimpin negara harus diukur dari "satu kata dengan perbuatan". Kita mengetahui, uang negara Republik Indonesia, sangat tergantung Sri Mulyani, menteri keuangan dan bendahara negara. Sebagai petahana atau inkumben, tentu semua janji Jokowi harus terukur berbasis kemampuan terukur dari pembiayaan. Untuk melihat berapa banyak janji asal janji atau janji omong kosong Jokowi selama kampanye pilpres lalu, kita berharap keterbukaan lebih jauh dari Sri Mulyani. Atau DPR-RI memanggil Sri Mulyani. Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle

Kapal Selam Korsel (2): Franklin Paham Kemampuan Galangan Kapal Daewoo

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Setelah penandatangan kontrak untuk kapal selam lagi, permasalahan pun muncul. Apakah pengadaan, pembelian, dan pelaksanaan Transfer of Technology (TOT) yang disebut sudah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan negara Indonesia terwujud? “Apakah ketiga kapal selam buatan Korea Selatan ini memenuhi standard dan teknis yang teruji dan layak pakai?” tanya Dipl. Ing. Dipl. Wirtsch. Ing. Franklin M Tambunan dalam suratnya kepada Presiden Joko Widodo yang ditulis pada 13 Januari 2020 itu. Di galangan kapal Howaldtswerke Deutsche Werft (HDW) di Kiel, Jerman, Franklin pernah bekerja sebagai Direktur Pendidikan Pembuatan Kapal Selam. Salah satu negara yang dididik Fanklin adalah Korsel. “Saya paham dengan kemampuan dan kesanggupan dari Galangan Kapal Daewoo,” ungkap Franklin. Sebelum penandatanganan kontrak pengadaan kapal selam dengan Korsel pada 2012, secara pribadi Franklin menyampaikan dalam pertemuan di Mabesal dengan KSAL saat itu bersama dalam pertemuan-pertemuan lainnya dalam bidang terkait. Franklin meminta Kontrak Kerja Sama dengan Korsel ini harus dibatalkan karena Korsel itu bukanlah negara pembuat kapal selam dan hanya sebatas Perakit/Assambler. Korsel belum pernah menciptakan satu kapal selam yang sudah teruji dan layak. Tapi, himbauan tersebut diabaikan dan Kontrak pengadaan tersebut ditanda tangani oleh pemerintah Indonesia. Artinya, “Kita telah mengorder kapal selam dari negara yang belum pernah menciptakan kapal selam sendiri,” tulisnya. Dengan keputusan tersebut, pada saat yang sama Franklin ditunjuk oleh KSAL Laksamana Suparno untuk menjadi tim pengawas dalam pembuatan Kapal Selam di Indonesia. Dalam rapat-rapat pertama di Kemenhan dan Kementerian terkait serta di PT PAL, Franklin dengan tegas mengatakan, Indonesia membutuhkan kapal prototype buatan Korsel terdahulu sebagai contoh sebelum kita tanda tangani kontrak pembeliannya. Maka mulai saat itu juga ia tidak lagi diundang ke rapat-rapat selanjutnya hingga hari ini. Hal ini termasuk juga di KKIP. Ada rencana memberikan posisi kedudukan sebagai counter part-nya Korsel. “Orang Korsel tersebut adalah mantan murid saya, sehingga dianggap bermasalah dan tidak menyamankan dalam kerja sama, itu alasan tidak jadi penempatan tersebut,” lanjut Franklin. Korea Selatan menyerahkan 3 kapal selam prototype atau kapal selam percobaan tidak teruji, tidak distandardisasi dan lisensi internasional dalam segala bentuk hal teknis. Menurut Franklin, Uji Kelayakan dari semua sistem yang ada di dalam kapal selam belum disertifikasikan. Sebelum penanda tanganan kontrak pada 2012 seharusnya tuntutan bangsa kita adalah agar Korsel mempresentasikan kapal contoh dengan segala test uji coba serta sertifikasi-sertifikasi nasional dan internasional dari kapal selam tersebut. “Korsel harusnya menunjukkan satu contoh kapal selam sejenis yang kita mau beli sebagai kapal selam prototype yang sudah teruji kelayakannya,” tegas Franklin. Juga, fakta-fakta mengatakan sesuai kesaksian dari User/TNI AL di Surabaya bahwa mereka menerima produk kapal selam yang sangat tidak layak pakai, baik secara teknis dan mereka ragu menggunakannya. Sebab, belum ada data-data akurat menunjukkan kelayakannya. Kapal selam ini memiliki masalah dalam hal kesenyapan dengan Radiated Noise Level yang rendah. Maksudnya, tingkat kesenyapan ini dibutuhkan agar tak bisa didengar atau dijangkau oleh lawan saat operasi. Selanjutnya juga tidak memiliki tingkat kemampuan penghindaran deteksi (silent-stealthy). Ketiga kapal selam ini sangat perlu dipertanyakan apakah memiliki senjata tempur yang teruji sesuai spesifikasi dan kebutuhan TNI AL. “Saat penerimaan kapal selam pertama saya ketahui bahwa Korsel belum mendapatkan alat senjata yang bisa diimplementasikan di dalam kapal selam yang pertama tersebut,” ungkap Franklin. Pengalaman bekerja di perusahaan pembuatan kapal selam di Kiel, Jerman perlu disampaikan dengan tegas bahwa untuk mempublikasikan satu produk kapal selam yang baru diciptakan membutuhkan kurang lebih tujuh (7) tahun proses segala tes uji kelayakannya. “Sesudah teruji dan disertifikasi barulah dipublikasikan. Ketiga kapal baru tersebut belum pernah melalui uji tes sejenis, sehingga diragukan kelayakannya,” tegas Franklin. Menurutnya, kedua kapal selam buatan Korsel itu adalah kapal yang sangat berbahaya bagi penggunanya/user. Berbahaya karena jika terjadi kecelakaan maut akibatnya. Bahaya dalam mempertahankan kedaulatan NKRI jika kecelakaan, kerugian negara bukan hanya secara finansial tapi juga kehilangan awak (pasukan TNI AL) yang berkualitas dan berpengalaman tinggi. “Korsel mengembangkan teknologi kapal selam mereka dengan menggunakan uang rakyat Indonesia,” ungkap Franklin. Perjanjian antara Jerman dan Korsel pada 1994 dituangkan dalam kontrak bahwa kapal selam tipe 209/1200 izin lisensi pembuatannya hanya boleh diproduksi untuk kepentingan nasional Korsel saja. Tidak ada untuk izin ekspor. Untuk menghindari pelanggaran kontrak antara Jerman dan Korsel maka Korsel menawarkan tipe 209/1400. Masalahnya tipe 209/1400 belum pernah ada saat mereka tawarkan kontrak pembelian tersebut. “Ketiga kapal selam yang kita sudah terima di Surabaya waktu itu adalah kapal prototype, kapal percobaan Korsel yang belum teruji kelayakannya,” tegas Franklin. “Dengan penanda tanganan kontrak tersebut maka kita membantu Korsel mengembangkan teknologi kapal selam mereka dengan uang negara Republik Indonesia,” lanjutnya. Korsel telah berhasil membohongi bangsa Indonesia. Bateri kapal selam adalah listrik penggerak kapal selam saat operasi menyelam. Bateri yang digunakan di kedua kapal selam yang baru dari Korsel itu menggunakan bateri buatan Korsel sendiri. Perlu dicatat, kata Franklin, bateri buatan Korsel tidak berfungsi sesuai dengan kebutuhan kapal selam tersebut. Bateri itu dibutuhkan untuk memberikan energi listrik kepada semua peralatan didalam kapal selam saat operasional. “Menurut pengalaman pribadi dan juga dari pengalaman pengguna/user AL bahwa bateri buatan Korsel tidak berfungsi maksimal,” tutur Franklin. Hal ini membahayakan kondisi kapal saat beroperasional dan bisa mematikan pengguna kapal selam (awak TNI AL). Perlu dipahami bahwa sekitar 65% isi peralatan teknis dalam kapal selam tersebut adalah produk-produk berasal dari Jerman. “Ini berarti bahwa ketergantungan Korsel ke negara Jerman masih sangat besar,” tambahnya. Peraturan pemerintahan Jerman adalah setiap peralatan senjata baik peralatan-peralatan senjata baik spare parts-nya harus memiliki izin ekspor dari pemerintahan Jerman dengan negara pengguna peralatan tersebut. Dalam pengadaan kapal selam dengan Korsel, Indonesia tidak mengadakan perjanjian-perjanjian apapun dengan pemerintahan Jerman tentang pengadaan kapal selam tersebut. Masalah dan bahaya ke depan ini untuk Indonesia, bila terjadi sesuatu hal dan membutuhkan peralatan teknis, spare parts dari negara Jerman, bisakah Indonesia mendapatkan peralatan itu karena izin ekspor dari awal kontrak pengadaan Indonesia tak miliki ijin tersebut. Tapi ke Korsel. Artinya Indonesia akan selalu tergantung Korsel terhadap peralatan-peralatan buatan Jerman. Mungkin saja suatu saat tertentu Indonesia diembargo Jerman atas permintaan peralatan-peralatan tersebut karena tidak adanya perjanjian-perjanjian disebut di atas. “Hal ini sudah pernah saya bicarakan langsung dengan galangan kapal HDW yang memiliki lisensi dengan Korsel. Mereka membenarkan apa yang saya tuliskan di atas ini,” katanya. (Bersambung). Penulis wartawan senior.

Kapal Selam Korsel (1): Surat Konsultan Kapal Selam untuk Presiden Jokowi

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat ini sedang mengevaluasi proyek pertahanan yang bersifat strategis nasional, yaitu produksi pesawat tempur IFX dan kapal selam yang bekerjasama dengan Korea Selatan. Untuk pesawat tempur kerjasama KFX/IFX saat ini masih tahap Engineering Manufacture Development (EMD) karena pihak Indonesia saat ini terkendala belum bayar uang urunan. Sedangkan untuk kapal selam, Indonesia sudah mendapatkan 2 kapal selam kelas Chang Bogo yang dibuat di Korsel dan 1 kapal selam yang sedang menjalani uji pelayaran yang dibuat oleh PT PAL Surabaya. Kini, Indonesia memesan 3 lagi kapal selam jenis yang sama. Namun, pesanan yang kedua ini menurut beberapa media luar negeri dibatalkan karena ada beberapa masalah mendasar. Namun pihak Kemenhan belum mengakui hal tersebut. Dalam evaluasi Kemenhan kemarin, seperti dikutip dari Kompas.com, dari 3 unit kapal selam batch pertama sudah sampai di Indonesia, dua kapal selam sudah diserahkan kepada TNI AL, yaitu KRI Nagapasa 403 dan KRI Ardadedali 404. Sedangkan untuk KRI Alugoro 405 masih menjalani uji intensif oleh PT PAL-DSME selaku principal kapal selam ini Menurut Ketua Pelaksana Harian Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Sumardjono, dulu waktu kapal pertama diserahterimakan di Korsel memang ada 12 masalah di kapal selam tersebut. ‘ “Lalu kita datangkan ahlinya langsung dari Korea, akhirnya berkurang masalahnya hingga saat ini tinggal 5 kendala. Kapal selam kedua sudah jauh lebih baik penyelesaiannya,” kata Sumardjono. Apa yang diungkapkan oleh Sumardjono itu tampaknya sesuai dengan pemberitaan media Prancis Latribune yang memberitakan Pemerintah Indonesia kecewa dengan performa kapal selam buatan Korsel tersebut, sehingga mencari alternatif pemasok kapal selam lain seperti U214 Turki/Jerman dan Scorpene Prancis. Adalah Dipl. Ing. Dipl. Wirtsch. Ing. Franklin M Tambunan, Konsultan Kapal Selam yang sangat mengetahui bagaimana kualitas kapal selam produksi Korsel tersebut. Karena itulah Franklin menyurati Presiden Joko Widodo. Dalam surat yang ditulisnya di Jakarta pada 13 Januari 2020 lalu itu Franklin yang lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara, mengenalkan dirinya sebagai Direktur dari PT. Taimex Konsultan Internasional di Bidang Konsultan Perkapalan. Khususnya kapal selam dan international business development and trader di Jerman yang saat ini kembali di Indonesia. “Sebelum menjadi konsultan saya bekerja di galangan kapal HDW, Kiel, Jerman di berbagai posisi dan pernah juga menjadi Direktur Pendidikan Pembuatan Kapal Selam untuk negara-negara asing di luar Jerman,” ungkapnya. Franklin menulis kepada Menhan karena kerisauannya terhadap pengadaan dan pembelian kapal selam dari Korsel serta rencana kelanjutannya yang menurutnya, tidak akan membantu pertahanan dan kemandirian industri pertahanan nasional ke depan ini. Korsel atau galangan kapal Daewoo mulai dari berdirinya industri pembuatan kapal selamnya secara pribadi Franklin turut serta mengonsepkan pembuatan kontrak kerja sama itu serta timnya yang memberikan pendidikan kepada tenaga ahli Daewoo pada 1994 di Jerman. Oleh karena itu ia meminta menyampaikan pikiran dan tanggapannya terhadap kedua kapal selam yang sudah kita terima dari Korsel di Surabaya dan juga pengadaan joint section pada kapal ketiga serta rencana-rencana pengadaan kerja sama dengan Korsel ke depan ini. Pembelian kapal selam dari negara Korsel dan rencana program NKRI untuk mendapatkan pendidikan Transfer of Technology (TOT) dimaksudkan agar mampu mandiri memproduksi kapal selam ke depan nanti. Melihat dari sejarah kepemilikan dan pengoperasian kapal selam oleh TNI AL (dulu ALRI-Angkatan Laut Republik Indonesia) yang dimulai sejak September 1959 hingga 2019 menunjukkan, Indonesia telah berjaya menggunakan kapal selama 60 tahun di perairan NKRI mempertahankan kedaulatan RI. Demikian juga sejarah pemeliharaan, repair, dan overhaul semua kapal selam yang dimiliki oleh TNI AL senantiasa dibawa dari Indonesia ke negara pembuatnya. Hal ini disebabkan oleh ketidak mampuan galangan kapal Indonesia seperti PT PAL hingga saat ini. Keinginan memiliki teknologi produksi atau reparasi-overhaul kapal selam sudah muncul pada tahun19 80-an saat Cakra dan Nanggala diproduksi di Jerman. Wacana-wacana tersebut pada akhirnya direalisasikan dengan keputusan pengadaan dan pembelian kapal selam pada 2012 dari Korsel serta rencana memperoleh pendidikan TOT kapal selam dari DSME, Korsel. “Pada 2019 TNI AL telah memperoleh 3 kapal selam dari Korsel dengan berharap mendapat kemampuan untuk memproduksi kapal selam sendiri di Indonesia,” ungkap Franklin ketika bertamu ke Redaksi fnn.co.id di Jakarta. “Membangun industri pertahanan strategis nasional menuju kemandirian Industri Pertahanan merupakan amanat Undang Undang RI Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan,” lanjut Franklin mengutip UU 16/2012 itu. Menurut Franklin, ahli kapal selam Korsel adalah muridnya Franklin. Korsel selama ini tidak pernah punya pabrik kapal selam. “Saat presentasi di Indonesia, Korsel tidak bisa tunjukkan prototipe. Yang ditunjukkan cuma gambar,” katanya. Bahan baku dibeli dari Jerman, dimodifikasi di Korsel lalu dirakit di Indonesia. Sebanyak 206 tenaga Indonesia dikirim ke Korsel untuk belajar membuat kapal selam, di mana yang mengajar adalah anak muridnya Franklin. Mereka belajar 1 minggu hingga 2,5 tahun, tergantung spek apa yang dipelajari. Padahal, hal ini sudah diingatkan Franklin pada 2012 saat pertama kali MoU dengan Korsel dibuat. Hari ini semua yang dikhawatirkan Franklin, terjadi. “Dua kapal selam yang kemarin dikirim ke PAL Surabaya harganya Rp 13,9 trilin. Itu pun Korsel masih minta tambahan lagi,” ujar Franklin yang cerita ini sambil menangis, “betapa parahnya bangsa Indonesia dibodohi Korsel,” lanjutnya. Kedua kapal selam itu dibuat di Korsel dan dalam bentuk utuh disetel di PAL. “Yang ketiga disambung di sini. Section 1-7 disambung di PAL lalu dilas,” kata Franklin. Korsel butuh dana lagi untuk perbaikan. “Sekarang ada 160 masalah kapal yang perlu dana lagi. Kenapa Indonesia mau menerima barang belum jadi? Ini projek nasional. TNI AL adalah user,” tegas Franklin. Mantan Menhan Ryamizard Ryacudu sebelum Pilpres 2019 lalu teken kontrak buat kapal selam lagi 2 kapal (batch 2). Prabowo minta dibatalkan. Ia minta supaya gunakan teknologi terbaru dari Jerman yang sudah teruji pembuat kapal selam. Prabowo tidak mau kapal yang hanya menyelam dalam kedalaman 10 m. “Maunya AIP (air independent propulsion) yang hanya Jerman yang punya. Artinya Prabowo sudah mencium gelagat ini! (*Bersambung*) Penulis adalah wartawan senior Franklin M Tambunan

Di Bawah Bayang-Bayang Chaos, Selanjutnya Apa?

Oleh Edy Mulyadi Jakarta, FNN - Pemerintah tengah memompa ban atau meniup balon. Terus dan terus. Dan, sesuai sunnatullah, balon yang terus ditiup atau ban yang terus-menerus dipompa, pada akhirnya bakal meledak. Begitulah yang terjadi selama lebih lima tahun terakhir. Rezim yang berkuasa terus-menerus membebani rakyat dengan aneka tarif dan harga yang mahal. Tarif dasar listrik (TDL) naik awal tahun ini. Hal serupa juga terjadi pada tarif premi (pemerintah ngotot menyebutnya iuran) BPJS Kesehatan naik untuk semua kelas. Padahal, penguasa sudah sepakat dengan DPR bahwa yang naik hanya untuk premi kelas 1 dan 2. Tapi begitulah kekuasaan yang dibangun dengan kebohongan dan kecurangan. Kalau kesepakatan dengan DPR, sebuah lembaga terhormat yang tercantum dalam konstitusi saja bisa pemerintah ingkari, tentu bukan hal aneh jika penguasa dengan gampang menyengsarakan rakyatnya sendiri. Zalim dan tidak adil Kezaliman dan ketidakadilan penguasa terhadap rakyatnya sendiri juga tampak jelas dari kebijakan dan struktur APBN. Di sini, berbagai alokasi anggaran belanja sosial terus dipangkas. Subsidi energi termasuk listrik dan BBM dibabat hingga ke titik nol. Rakyat dan kalangan UMKM dihisap habis-habisan lewat pajak yang digenjot gila-gilaan. Khusus untuk penerimaan pajak, pemerintah benar-benar ambyar. Realisasi penerimaan pajak 2019 yang hanya sekitar 84,4%, menunjukkan jebloknya kinerja Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan. Bahkan selama perempuan pejuang neolib ini menjadi Bendahara Negara, rasio pajak Indonesia menyentuh titik terendah. Berdasarkan data Ditjen Pajak, pada 2018 rasio pajaknya 11,5%, 2017 sebesar 10,7%, dan 10,8% pada 2016. Sedangkan tahun 2015 dan 2014 masing-masing 11,6% dan 13,7%. Angka-angka rasio pajak ini sudah memperhitungkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang bersumber dari sektor sumber daya alam (SDA) dan mineral dan batu bara (Minerba). Jika rasionya hanya dihitung berdasarkan penerimaan yang dipungut Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai, dipastikan angkanya lebih rendah lagi. Di sisi lain, sebagai hamba mazhab Neolib yang memegang teguh prinsip creditors first, Sri sangat disiplin dalam membayar cicilan dan bunga utang. Tahun ini, APBN menganggarkan pembayaran bunga utang 2020 mencapai Rp295 triliun. Jumlah itu ditambah dengan pembayaran pokok utang Rp351 trilliun. Dengan demikian, total alokasi anggaran pembayaran pokok dan bunga utang mencapai Rp646 triliun. Tingginya pembayaran cicilan pokok dan bunga utang ini disebabkan syahwat Sri dalam menjaring utang terbilang ugal-ugalan. Utang Indonesia setiap tahun bertumbuh rata-rata 20%. Padahal pertumbuhan PDB rata-rata cuma 5%. Ini artinya, utang kita naik 4 kali lebih cepat daripada pertumbuhan PDB. Di tataran kehidupan sehari-hari, pemangkasan aneka subsidi dan penggenjotan pajak yang gila-gilaan telah menyebabkan naiknya aneka harga kebutuhan pokok. Akibatnya, beban rakyat kian berat saja. Pada saat yang sama, pemerintah makin menunjukkan ketidakadilan yang luar biasa. Yang teranyar, misalnya, pemerintah memberikan tax holiday alias pembebasan pajak kepada pengusaha Prajogo Pangestu atas pabrik petrokimia yang bakal dia bangun. Tidak tanggung-tanggung, _tax holiday_ itu berlaku selama 20 tahun. Awal 2018 silam, pemerintah juga menggerojok lima perusahaan kelapa sawit besar senilai Rp7,5 triliiun. Kepada rakyat kecil dan UMKM pemerintah begitu bengis dalam memajak, sebaliknya bagi pengusaha besar penguasa cenderung memanjakan bahkan terkesan bertekuk-lutut. Kemarahan rakyat juga kian dipicu dengan parade mega korupsi yang satu per satu terkuak ke publik. Skandal mega korupsi Jiwasraya Rp13 triliun dan Asabri yang sekitar Rp10 triliun, menambah panjang daftar keserakahan elit ekonomi dan politik negeri ini. Konon, sebentar lagi juga bakal meledak kasus Bumiputra dan sejumlah BUMN lain. Belum lagi kasus kondensat yang merugikan negara hingga Rp35 triliun yang sampai kini tidak mangkrak dan tidak jelas penyelesaiannya. Seperti disebut di bagian depan tulisan ini, dengan berabagai ketidakadilan dan skandal mega korupsi tersebut, pemerintah ibarat tengah memompa ban. Terus dan terus. Pada akhirnya, ban akan meledak. Kemarahan rakyat pun bakal tak terbendung. Beratnya beban ekonomi yang harus ditanggung dan ketidakadilan yang secara telanjang dipertontonkan penguasa, bukan mustahil akan berujung pada terjadinya kerusuhan sosial. _Chaos_ bahkan revolusikah? Mungkin saja. Jika kerusuhan sosial bakal revolusi benar-benar meledak, sanggupkah rezim ini mempertahankan kekuasaan? Sejarah membuktikan, tidak ada satu pun kekuasaan zalim yang mampu bertahan dari gelombang kemarahan rakyat! Begitu pun di Indonesia. Bukan mustahil ‘ramalan’ Rocky Gerung, bahwa Joko Widodo bakal tumbang sebelum 2024 menjadi kenyataan. Pilpres ulang Pertanyaannya kemudian, jika rezim ini benar-benar tumbang sebelum 2020, apa yang selanjutnya terjadi? Dalam konstitusi dikenal istilah Triumvirat yang diatur di dalam Pasal 8 ayat (3). Pasal itu berunyi: “ _Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak melakukan kewajiban dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama_.” Jika Presiden dan Wapres secara bersamaan tidak berfungsi, maka Triumvirat menjadi pelaksana tugas kepresidenenan. Namun, dengan seabrek fakta yang terjadi, presiden dan kabinetnya ternyata selama ini justru menjadi sumber masalah. Kinerja mereka yang diberi amanat mengurus negeri dan menyejahterakan rakyat jauh di bawah banderol. Di tangan mereka, rakyat justru kian menderita dan merasakan ketidakadilan yang tak terperi. Menyerahkan kekuasaan kepada DPR adalah tindak kedunguan luar biasa. Orang-orang di Senayan itu sama sekali tidak memiliki legitimasi moral. Integritas mereka sudah lama tercampak ke comberan. Indikatornya gampang saja, pada periode silam lebih dari 300 anggota DPR yang berurusan dengan kasus korupsi. Jadi, bagaimana? Harus ada Pilpres ulang. Agar kredibel, kali ini buang jauh-jauh aturan _presidential threshold_ (PT). Di tangan hegemoni oligarki yang menguasai parlemen seperti selama ini, PT telah menjadi alat melanggengkan kekuasaan korup dan menindas. Lewat aturan ini mereka telah menyingkirkan putra-putra terbaik bangsa untuk tampil memimpin negeri. Presdiential threshold juga menjadi senjata ampuh melahirkan presiden yang sama sekali tak memiliki kapasitas dan kapabilitas. Tujuannya, agar presiden terpilih tetap bisa menjadi boneka yang patuh untuk mengamankan kepentingan bisnis dan politik para oligarki. Karenanya, pemilihan presiden pasca _chaos_ harus membuka kesempatan seluas-luasnya bagi para putra terbaik bangsa, tak peduli berapa pun jumlah calon yang muncul. Bahkan, katakanlah, akan mucul 100 Capres, tetap tidak masalah. Toh, nanti rakyat yang akan menentukan. Pada putaran kedua akan terpilih calon yang benar-benar mumpuni, berintegritas serta punya kapasitas dan kapabilitas sebagai pemimpin negara besar. Bukan seperti sekarang, planga-plongo dengan kapasitas dan kapabilitas jauh di bawah kebutuhan. [*] Jakarta, 4 Februari 2020 Penulis wartawan senior

Organisasi Pengusaha Pintu Masuk ke Dunia Politik (bag 2-habis)

Oleh : Tjahja Gunawan Jakarta, FNN - Di Indonesia, para pengusaha pribumi yang terjun ke arena politik umumnya memulai karirnya melalui jalur organisasi pengusaha seperti misalnya Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) atau Kadin Indonesia. Itu yang dilakukan Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie, Sandiaga Uno, MS. Hidayat serta pengusaha senior Abdul Latif dan Siswono Yudhohusodo di era Orde Baru. Hanya saja pengalaman berorganisasi Jusuf Kala lebih lengkap dibandingkan pengusaha lainnya. Sebelum aktif di organisasi pengusaha, Daeng Ucu panggilan akrab Jusuf Kalla sejak mahasiswa telah aktif berorganisasi di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Bahkan setelah tidak lagi menjabat sebagai Wakil Presiden, Jusuf Kalla hingga kini masih menjadi Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) yang dijabatnya sejak 2009. Keberhasilan seorang pengusaha dalam memimpin perusahaan, tidak otomatis sukses dan berhasil ketika dia terjun ke dunia politik. Walaupun di dunia politik Aburizal Bakrie berhasil menapaki kursi menteri dan Ketua Umum Partai Golkar, namun nampaknya dia tidak berhasil mempertahankan kredibilitas dan nama baiknya seperti halnya ketika dia masih menjadi seorang pengusaha. Justru setelah Ical masuk ke dunia politik praktis, kinerja dan reputasi Kelompok Usaha Bakrie semakin redup bahkan merosot. Setelah terjun ke dunia politik, Aburizal Bakrie malah menjadi figur yang kontroversial karena dianggap bertanggung jawab atas berbagai peristiwa yang menimpa perusahaannya. Misalnya seperti kasus semburan lumpur Sidoarjo di Jawa Timur. Perusahaannya juga terlibat dalam kasus tender operator Sambungan Langsung Internasional (SLI), tunggakan royalti batu bara, dan kasus pajak Bumi. Menjelang HUT ke-78 Grup Bakrie pada 10 Februari 2020, saya iseng bertanya kepada sahabat saya yang bekerja di perusahaan tersebut. "Mas, ada acara khusus nggak menjelang HUT Bakrie tahun ini?," tanya saya. Lalu sahabat saya segera menjawab melalui WA: "Sementara ini ngga ada acara besar Kang. Maklum kondisi keuangan belum sehat he...he...". Seperti halnya siklus bisnis yang naik turun, sebuah perusahaan pun bisa mengalami pasang surut tergantung situasi dan perkembangan ekonomi nasional maupun global. Namun tidak sedikit perusahaan yang bisa bertahan di tengah krisis ekonomi. Bahkan ada beberapa perusahaan yang mampu melakukan ekspansi usaha justru di saat ekonomi sedang lesu. Aburizal Bakrie adalah anak sulung dari empat bersaudara dari pasangan orangtua Achmad Bakrie (Lampung) dan Roosniah Nasution (Medan). Boleh dibilang ketika Ical lahir dari perut ibunya pada 15 November 1946, dia sudah hidup enak dan nyaman sebagai anak orang kaya. Ketika Ical lahir, perusahaan Bakrie & Brothers yang didirikan orangtuanya juga baru berumur empat tahun. Kendati demikian, ibaratnya Ical sudah menggunakan sendok dan garpu terbuat dari bahan emas untuk makan minum. Inilah yang membedakan perjuangan orangtua yang menjadi pengusaha dengan anaknya yang mewarisi perusahaan keluarganya. Perjuangan Achmad Bakrie ketika merintis usaha dan mendirikan perusahaan Bakrie & Brothers, niscaya berbeda dengan upaya Ical ketika meneruskan perusahaan keluarganya. Setiap zaman memang melahirkan generasinya sendiri-sendiri dengan karakter yang berbeda satu dengan yang lainnya. Sebelum dikenal sebagai pengusaha besar, Achmad Bakrie ternyata mengawali bisnis pertamanya dengan berjualan roti. Meski demikian, langkah awal pada usahanya itu justru menjadi tonggak sejarah penting bagi kesuksesannya di masa depan. Achmad Bakrie tidak hanya lihai dalam berbisnis, dia juga dikenal jenius karena kejeliannya melihat dan memanfaatkan peluang usaha yang ada. Sesuatu yang besar, dimulai dari hal yang kecil. Pepatah klasik ini telah diterapkan oleh Achmad Bakrie muda. Sembari mengenyam pendidikan di sekolah elit pribumi Hollandsch Inlandsche School (HIS) di Menggala, Lampung, dia menyempatkan waktu untuk berjualan roti. Dengan modal beberapa rupiah di saku bajunya, Achmad Bakrie muda membeli setumpuk roti yang ditumpangkannya ke sebuah truk untuk dijual. Makanan itu ditawarkan ke Telukbetung, distrik perniagaan di selatan kota Bandar Lampung. Setelah lulus dan mengantongi ijazah dari HIS, Achmad Bakrie kemudian bekerja pada Kantor Kontrolir Lampung Tengah di Sukadana. Tak lama kemudian, dia pindah ke NV Van Gorkom, sebuah perusahaan Swasta Belanda di Bandar Lampung. Dua tahun berkarir di perusahaan tersebut, Achmad Bakrie telah mendapatkan banyak ilmu penting terutama tentang organisasi modern. Kemudian dia melanjutkan pendidikan ke Handelsinstituut Schoevers di Jakarta. Setelah belajar di Ibukota Jakarta, Achmad Bakrie kemudian bekerja di apotek Zuid Sumatera Apotheek di Telukbetung. Hingga pada masa itu, kedatangan penjajah Jepang membawa berkah bagi dirinya. Di era penjajahan Jepang di Indonesia, justru banyak membantu kelancaran usaha Achmad Bakrie. Setelah apotek dimana dia bekerja bangkrut, obat yang tersisa di apotik tersebut dibeli olehnya. Beberapa waktu kemudian saat harga kebutuhan medis naik, Achmad Bakrie menjualnya kembali. Kemudian uang hasil berdagang obat itulah yang menjadi modal awal usahanya. Pada 10 Februari 1942, Achmad Bakrie sukses merambah bisnis jual-beli kopi, lada, tepung singkong, dan hasil bumi lain. Inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Bakrie & Brother General Merchant And Commission Agent di Telukbetung. Pada tahun 1952, NV Bakrie & Brother masih digunakan sebagai simbol bisnis. Namun pada dekade 1970-an, NV berubah status menjadi sebuah Perseroan Terbatas (PT). Aburizal Bakrie sebagai anak tertua, ikut terjun mengelola bisnis milik sang ayah. Seiring dengan berjalannya waktu, kelompok usaha Bakrie pun mengalami pertumbuhan pesat hingga menjadi beberapa perusahaan. Seperti PT Bumi Resources Tbk, PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk,masing-masing di bidang pengolahan sumber daya alam, PT Bakrie & Brothers Tbk sebagai induk usaha (holding), VIVA dan MDIA sebagai perusahaan media dan PT Bakrieland Development, anak perusahaan yang bergerak di bidang properti. Semua usaha tersebut, sempat meraup pendapatan sebesar Rp 11,95 Triliun. Dari berjualan roti, Achmad Bakrie sukses mengembangkan bisnisnya hingga bernilai triliunan rupiah di masa depan. Berkat kecerdikan dan keahliannya melihat situasi, dia berhasil menjadi pengusaha besar di Indonesia. Memang, segala sesuatu yang besar, pasti dimulai dari yang kecil. Achmad Bakrie lahir di Kalianda, Lampung Selatan 11 Januari 1914. Beliau meninggal dalam usia 83 tahun, tepatnya tanggal 15 Desember 1997, di Tokyo, Jepang. Achmad Bakrie meninggal saat Indonesia dilanda krisis moneter dan krisis ekonomi. Berbeda dengan cerita perjalanan hidup orangtuanya yang penuh perjuangan, Aburizal Bakrie sebagai anak tertua dari keluarga Achmad Bakrie hidup nyaman dan mendapat pendidikan terbaik. Setelah menyelesaikan kuliah di Fakultas Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1973, Ical memilih fokus mengembangkan perusahaan keluarga, dan terakhir sebelum menjadi anggota kabinet, ia memimpin Kelompok Usaha Bakrie dari tahun 1992 hingga 2004. Dengan demikian, Ical praktis memimpin perusahaan keluarganya hanya dalam waktu 12 tahun saja. Sekarang tampuk pimpinan perusahaan dikelola oleh dua adik kandung Ical yakni Nirwan D. Bakrie dan Indra Usmansyah Bakrie. Saat ini Bakrie Group dipimpin oleh Nirwan Abkrie sebagai Chairman dan Indra U. Bakrie sebagai Co-Chairman. Berbeda dengan Ical, kedua adiknya itu jarang tampil di media. Ketika saya masih aktif sebagai wartawan ekonomi pada tahun 1990-an, kinerja kelompok usaha Bakrie sedang berjaya. Ketika itu, Bakrie Group sedang melakukan transformasi dari manajemen keluarga (family business) ke manajemen modern dan lebih mengedepankan aspek profesionalisme. Waktu itu perusahaan ini sengaja merekrut tenaga profesional papan atas yakni Tanri Abeng, dimana kala itu beliau dikenal sebagai "Manajer Satu Milyar". Di internal keluarga Bakrie waktu itu, tidak mudah melakukan transformasi perusahaan. Dalam kultur perusahaan keluarga, semua pegawai Bakrie Grup adalah juga bagian dari keluarga Bakrie. Pernah suatu waktu Tanri Abeng tidak hadir dalam acara ulang tahun Ny Roosniah Nasution, ibunda Aburizal Bakrie. Kemudian Ibu Roosniah pun mempertanyakan ketidakhadiran Tanri Abeng tersebut kepada Ical. Lalu Ical menjelaskan kepada ibunya bahwa perayaan ulang tahun ini merupakan acara keluarga, bukan acara perusahaan sehingga Tanri Abeng tidak perlu datang. Aburizal Bakrie termasuk salah satu pengusaha pribumi yang dibesarkan Pemerintah Orde Baru melalui kebijakan Ginandjar Kartasasmita yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Dalam Negeri (UP3DN) pada periode 1983-1988 dan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 1985-1988. Selain Ical, pengusaha pribumi yang besar karena fasilitas pemerintah diantaranya Arifin Panigoro (Grup Medco), dan Fadel Muhammad (Bukaka Grup). Pada periode itu, Ginandjar tak ragu mamasukkan pengusaha pribumi dalam berbagai proyek pemerintah. Para pengusaha pribumi tersebut sering pula dijuki sebagai “The Jhony Boy”. Pengusaha pribumi lainnya yang juga pernah dibesarkan melalui pemberian fasilitas dari pemerintah Orde Baru adalah Fahmi Idris, Abdul Latief, Pontjo Sutowo, dan Soegeng Sarjadi. Kelompok Usaha Bakrie di usianya ke 78 bukan hanya milik keluarga Bakrie tetapi juga merupakan tempat bekerja para tenaga profesional dan karyawan Bakrie yang kini mencapai sekitar 70.000 orang. Saat ini generasi ketiga keluarga Bakrie juga sudah ikut terlibat menangani jalannya perusahaan. Kedua anak Aburizal Bakrie yakni Anindya Bakrie dan Ardiansyah Bakrie sudah diberi tanggung jawab untuk mengelola perusahaan. Anindya Bakrie (46) saat ini menjabat sebagai Direktur Bakrie Group. Dia juga merupakan pendiri sekaligus CEO dari Visi Media Asia (VIVA) Group yang mengelola stasiun televisi TvOne dan ANTV, serta portal berita VIVA.co.id. Di samping mengurus perusahaan, Anin panggilan Anindya Bakrie juga aktif di organisasi pengusaha sebagai Wakil Ketua Kadin Indonesia. Sementara putra bungsi Ical yakni Ardiansyah Bakrie (40), dipercaya sebagai Presiden Direktur TvOne sejak tahun 2007 sampai sekarang. Akankah Kelompok Usaha Bakrie ini bisa terus maju dan berkembang hingga usia 100 tahun atau lebih ? Hal itu sangat ditentukan oleh proses regenerasi pimpinan perusahaan pribumi ini. Jika pimpinan dan pengelola Bakrie Group fokus menjalankan perusahaan, niscaya bisa tumbuh berkembang sesuai dengan tuntutan dan tantangan zaman. Sebaliknya jika keluarga besar Bakrie generasi pewaris perusahaan tergiur lagi dengan dunia politik praktis, jangan berharap reputasi perusahaan ini bisa moncer seperti ketika masih dikelola oleh Achmad Bakrie dulu. Semoga. Penulis wartawan senior.

Grup Bakrie di Tengah Redupnya Pengusaha Pribumi (bag 1)

Oleh: Tjahja Gunawan Jakarta, FNN - Pada tahun 1990-an, Grup Bakrie merupakan salah satu perusahaan milik pribumi yang sedang melesat bagaikan meteor. Kinerja perusahaan yang didirikan Achmad Bakrie tanggal 10 Februari 1942 itu, memang menimbulkan decak kagum banyak kalangan sehinga wajar kalau waktu itu banyak orang yang berebut untuk memiliki saham perusahaan-perusahaan milik Bakrie&Brothers melalui pasar modal. Aburizal Bakrie atau biasa dipanggil Ical, sebagai generasi kedua penerus perusahaan merupakan figur yang merepresentasikan sosok pengusaha pribumi sekaligus sebagai nakhoda Bakrie & Brothers. Sehingga tidak heran kalau sejumlah pengusaha non pribumi merasa gelisah melihat perkembangan usaha Grup Bakrie, mereka juga khawatir menyaksikan sepak terjang Ical waktu itu. Maka kemudian pada tahun 1994, para konglomerat non pribumi tersebut melakukan manuver politik. Mereka menekan Presiden Soeharto agar Aburizal Bakrie tidak terpilih kembali menjadi Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN). Gerakan ini benar benar secara politis didorong oleh motivasi untuk menggusur para pengusaha pribumi dari pucuk pimpinan KADIN. Buktinya, Liem Sioe Liong dan Bob Hasan, yang sebenarnya juga pengusaha yang dibesarkan Soeharto, ikut-ikutan menekan Soeharto agar Aburizal Bakrie disingkirkan dari kepemimpinan KADIN. Untunglah, pada waktu itu para pengusaha pribumi yang dekat dengan Soeharto seperti Sukamdani Sahid Gitosarjono dan kerabat dekat Soeharto, pengusaha Probosutejo (Ketua Umum HIPPI), secara solid membela Aburizal Bakrie agar tetap memimpin KADIN untuk kedua kalinya. Namun tiga tahun kemudian atau tepatnya pada pertengahan tahun 1997, para pengusaha nasional termasuk Ical diterpa krisis moneter yang kemudian meluas menjadi krisis multidimensi yang akhirnya membawa pada proses kejatuhan rezim Orde Baru dibawah Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998. Ketika itu banyak perusahaan yang bangkrut dan gelombang PHK terjadi di mana-mana.Kebangkrutan perusahaan nasional waktu itu antara lain karena banyak perusahaan yang mengalami krisis likuiditas dan utang yang menumpuk termasuk Grup Bakrie. Bahkan akibat krisis keuangan yang dahsyat waktu itu, Ical mengibaratkan dirinya hanya tinggal memiliki “celana kolor”. Hampir semua aset perusahaan Grup Bakrie diambil alih Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), lembaga khusus yang dibentuk untuk merestrukturisasi perbankan dan perusahaan-perusahaan nasional. Lembaga ini dibentuk tahun 1999 saat Presiden RI dijabat oleh Prof Dr. BJ Habibie. Krisis moneter merupakan hantaman terberat sekaligus pelajaran berharga bagi para pengusaha nasional. Waktu itu banyak perusahaan yang collapse karena struktur usahanya memang rapuh. Usaha dan bisnis mereka banyak yang didirikan hanya dengan modal utang saja. Celakanya, utang perusahaan nasional waktu itu bukan hanya bersumber dari perbankan domestik tetapi juga dari lembaga keuangan dan perbankan internasional. Kendati demikian, periode krisis tersebut berhasil dilalui perusahaan besar. Setelah direstrukturisasi BPPN, secara bertahap sejumlah perbankan dan perusahaan nasional mulai bangkit kembali tidak terkecuali perusahaan milik Kelompok Usaha Bakrie. Secara perlahan sejumlah perusahaan di dalam negeri mulai recovery dan kegiatan ekonomi dan bisnis berjalan kembali dengan normal sehingga perekonomian nasional bisa bertumbuh positif setelah sebelumnya mengalami konstraksi atau bertumbuh secara negatif. Menurut daftar yang dirilis Majalah Forbes pada tahun 2007, Bakrie adalah orang terkaya di Indonesia. Bahkan menurut majalah Globe Asia tahun 2008, Bakrie adalah orang terkaya di Asia Tenggara. Namun, krisis keuangan global yang terjadi tahun 2008, telah menjatuhkan peringkat Ical sebagai predikat orang kaya. Dan pada tahun 2012, Ical pun tidak lagi bertengger di daftar orang terkaya di Indonesia. Pada krisis ekonomi tahun 1998, Grup Bakrie berhasil lolos dan bangkit dari keterpurukan. Namun rupanya, pada krisis keuangan global tahun 2008, perusahaan ini tidak bisa melakukan recovery dengan cepat seperti halnya pasca krisis ekonomi tahun 1998. Ketika melakukan kilas balik ke belakang sambil mengingat interaksi saya sebagai wartawan dengan Kelompok Usaha Bakrie , ternyata pada tahun 1998 Aburizal Bakrie selain merasakan langsung dampak krisis ekonmi dia juga waktu itu ikut terlibat langsung dalam proses restrukturisasi dan penyelesaian utang perusahaan. Situasi tersebut berbeda dengan saat krisis keuangan global tahun 2008 dimana kala itu Ical tidak lagi in charge langsung menangani kesulitan yang dialami perusahannya karena sejak tahun 2004 ayah dari Anindya Bakrie, Ditha Bakrie dan Ardi Bakrie ini, telah memutuskan untuk mengakhiri kariernya di dunia usaha. Dia lebih tergiur dan terpincut dengan dunia politik praktis, lalu Ical pun masuk ke jajaran Kabinet Indonesia Bersatu sebagai Menko Bidang Perekonomian pada tahun 2004 bersamaan dengan terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI ke-6. Setahun kemudian, Ical posisinya bergeser menjadi Menko Bidang Kesejahteraan Rakyat. Karir politik Ical terus meroket setelah dia terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar tahun 2009, menggantikan Jusuf Kalla. Waktu dan energi Ical pun betul-betul tercurah sepenuhnya untuk mengurus partai. Lalu pada tahun 2012, dia ditetapkan sebagai calon presiden Partai Golkar pada Pemilu Presiden Indonesia tahun 2014. Sebenarnya sejak tahun 2004, sosok Ical sudah berubah dari semula sebagai pengusaha menjadi politisi atau penguasa. Sejak itu Aburizal Bakrie sudah menyatakan secara resmi mengundurkan diri dari dunia usaha. Dan khalayak umum pun menyematkan sebutan padanya sebagai pengusaha-penguasa atau Pengpeng. Adakah yang salah dengan pilihan Ical ? Tentu tidak !. Namun yang jelas, dunia usaha dan bisnis sangat berbeda jauh dengan dunia politik praktis. Salah satu perbedaan menonjol antara seorang pengusaha dan politisi adalah soal reputasi. Di dunia bisnis, reputasi dan kredibilitas seorang pengusaha merupakan modal utama dalam memperluas jejaring usaha dan bekal penting dalam berinteraksi dengan mitra usaha. Sebalikya di dunia politik praktis, reputasi seorang politisi sangat dipengaruhi oleh kepentingan kekuasaan. Sehinggaa berlakulah ungkapan yang sudah diketahui masyarakat luas: “Di dunia politik, tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada adalah kepentingan kekuasaan”. Dalam dunia politik, para politisi berlomba bahkan saling sikut-sikutan untuk meraih kursi kekuasaan sebaliknnya di dunia usaha dan bisnis para pengusaha berlomba untuk meraih keuntungan (profit). Bagi pengusaha tertentu yang memiliki idealisme, totalitas mereka dalam memajukan usaha dan bisnisnya dimaksudkan untuk membuka sebanyak-banyaknya lapangan kerja dan bukan semata untuk mengeruk keuntungan bagi dirinya sendiri dan keluarganya saja. (bersambung) Penulis wartawan senior.

Kasus MeMiles, “Kapolda Jatim Permalukan Polisi”

By Kisman Latumakulita Yth. Pembaca setia Portal Berita FNN.co.id yang budiman, khususnya member MeMiles,,, Dengan Hormat !!! Mengingat tulisan dengan judul “Kasus MeMiles, Kapolda Jatim Permalukan Polisi” kini punya frekwensi pembaca yang tinggi. Sejak ditayangkan Jum’at sore 31 Januari 2020, sekitar pukul 16.00 WIB sampai saat ini Senin 3 Februari 2020, pukul 15,18 WIB telah dibaca 16.855 kali. Dan yang memberikan tanggapan sebanyak 242 kali. Dari jumlah tanggapan yang masuk, sekitar 99% menyatakan sangat sangat dan sangat diutungkan dengan adanya MeMiles. Sebaliknya, hanya sekitar 1% menolak kehadiran Memiles. Mereka yang yang menyatakan diuntungkan perekonominan mereka, terutama ibu-ibu para janda yang menanggung dan menghidupi sendiri anak-anaknya, yang jumlahnya antara 2-5 orang Berkaitan dengan itu, Redaksi Portal Berita FNN.co.id telah memutuskan untuk melanjutkan tulisan MeMiles tersebut dari berbagai sudut pandang. Misalnya, 1. aspek hukum secara keseluruhan, khususnya dari sudut pandang tata negara, 2. kaitan dengan persaingan di pelaku bisnis top up, 3. skema piramida ponzi, 4. dampak keberadaan dan penutupan MeMiles terhadap perekonomian nasional, khususnya 270.000 an para member MeMiles. Untuk itu, kami sangat membutuhkan data-data untuk mendukung penulisan nanti. Misalnya, akte pendirian PT. Kim and Kim, SIUP PT. Kim and Kim, SITU PT. Kim and Kim dan NPWP PT. Kim and Kim. Begitu juga dengan cerita-cerita para members tentang manfaat atau keuntungan yang sudah didapat dari menjadi members MeMiles Data-data tersebut sangat penting bagi kami. Tujuannya, untuk menghindari kami menulis dengan sebutan “mengarang bebas dotcom”. Artinya, tulisan yang kami tulis tidak diperkuat dengan data-data pendukung yang memadai. Kalau punya data dan cerita tentang MiMiles, tolong japri ke Kisman Latumakulita, telepon/WA 0813-87517000 atau Sri Widodo, telepon/WA 0812- 82312841 Terima kasih atas kesediaannya. Semoga bisa bermanfaat menolong dan membenatu, amin amin amin Salam Hormat !!! Jakarta, FNN - MeMiles, yang disebut sebagai aplikasi investasi, menghebohkan Indonesia. Perkaranya sederhana. Investasi ini dianggap bodong. Tetapi entah bagaimana tersiar kabar terdapat sejumah selebriti ikut di dalamnya. Bahkan Ari Sigit, seorang keluarga Cendana disebut ikut dalam investasi ini. Ari, dalam berbagai berita, telah mendapat mobil dari keikutsertaan di Memiles. Entah sebagai komisi atau bonus. Tidak hanya Ari, selebriti lain, bahkan politisi di Senayan juga ikut berinvestasi di MeMiles. Politisi ini, dalam sejumlah berita mungkin akan diminta keterangannya oleh penyidik. Gali lobang tutup lobang. Begitulah sebagian orang menyebut pola ini, entah investasi atau bukan. Uang dari anggota baru, dipakai menutup uang dari peserta sebelumnya. Begitu katanya. Namun apa iya begitu? Disitu soalnya. Hanya dalam delapan bulan PT. Kam and Kam yang menyelenggarakan MeMiles telah berhasil meraup uang dari anggotanya sebanyak Rp 750 miliar. Pada saat penangkapan, penyidik berhasil menyita uang sebesar Rp 122 miliar. Luki Hermawan, yang berpangkat Irjen Polisi, dan menjabat sebagai Kapolda Jawa Timur menyebut selama delapan bulan beroperasi, MeMiles berhasil menarik sebanyak 264 ribu anggota (Liputan6.com 18/1/2020). Sistem kerja invesatasi ini, setiap anggota yang berhasil merekrut anggota baru mendapat komisi dan bonus dari perusahaan. Jika ingin memasang iklan, anggota harus memasang top up, dan dana dimasukan ke rekening PT. Kam and Kam. Dengan melakukan top up, anggota bakal memperoleh bonus bernilai besar. Dana yang masuk antara Rp 50.000. (lima puluh ribu rupiah) hingga Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah). Anggota banyak tergiur karena bonus yang bakal (Liputan6.com 18/1/2020). Masalahnya adalah apa betul orang yang “katanya” top up Rp 50.000 atau Rp 200.000, benar-benar memperoleh bonus? Terlepas dari apapun bentuknya. Bila bonus atau reward berbentuk barang seperti mobil, motor, hand phone tentu bisa disita. Tetapi bagaimana bila yang diterima sebagai bonus itu bentuknya umroh? Bagaimana menyita umroh? Itu masalahnya. Itulah soalnya, yang mau tidak mau Pak Kapolda harus menjelaskannya secara rasional. Apalagi dalam kasus ini sesuai berita yang beredar, ada kemungkinan diterapkan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ini semakin menambah persoalan baru lagi. Ini berarti Kapolda harus dapat menjelaskan bahwa bonus atau reward yang diterima mereka itu adalah uang illegal. Mereka yang telah menerima bonus dan sejenisnya itu adalah bagian integral dari perbuatan kejahatan. Itu berarti Kapolda harus dapat pastikan bahwa usaha ini illegal. Ada orang tergiur dengan bonus sehingga berlomba menjadi anggota MeMiles. Apakah bonus sebagai godaan itu salah? Ini juga persoalan lain Pak Kapolda. Tetapi yang paling penting adalah apakah orang-orang itu benar-benar mendapat bonus atau apapun namanya dari uang top up, yang menurut berita di atas masuk ke dalam rekening PT. Kam and Kam yang menyelenggarakan apilkasi investasi itu? Ini semakin rumit Pak Kapolda. Kenapa menjadi rumit? Apakah dengan beli atau top up itu sama dengan berinvestasi? Bila itu investasi, apakah sebelum top up mereka telah dijelaskan bahwa dengan menaruh uang disini, dan anda akan dapat uang berlipat-lipat? Meski demikian, lupakah pembicaraan yang menunjukan bahwa PT. Kam and Kam meyakinkan atau mengajak orang berinvestasi. Persoalannya bila mereka mendapat manfaat, bonus atau reward atau apapun namanya lebih besar dari uang yang di top up tersebut. Apakah mendapatkan dengan keuntungan yang lebih besar dari modal dikeluarkan itu adalah salah Pak Kapolda? Padahal mereka, anggota-anggota tersebut merasa ini masuk akal. Taruh uang kecil, tetapi pada saat tertentu dapatnya lebih banyak. Kan itu masuk akal Pak Kapolda. Bila begitu adanya, apanya yang salah Pak Kapolda? Dimana letak bohongnya? Dimana letak kerugian orang yang melakukan top up? Kalau tidak top up, bagaimana mereka bisa pasang iklan di market place?, Lalu soalnya barang apa yang diiklankan, dan punya siapa barang itu? Kalau barang yang diiklankan itu punya anggota, dan melalui iklan tersebut barangnya ternyata dapat dibeli orang. Lalu apanya yang salah Pak Kapolda? Dimana posisi kerugian anggota Pak Kapolda? Sebagai jurnalis yang memulai karir di bidang ekonomi, dari Harian Ekonomi NERACA, dan sering meliput di Pasar Modal, kasus ini menjadi menarik. Apalagi penydik menggunakan pasal 24 jo pasal 106 dan pasal 105 jo 9 Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Kabar terakhir, pinyidik Krimsus Polda Jawa Timur juga menggunakan pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) jo pasal 16 ayat (1) Undang-Undang No. 10 tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dalam kasus MeMiles ini (Kompas, 16/1/2020). Kalau dicek pasal 106 jo pasal 24 dan atau pasal 105 jo psl 105 Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, itu bercerita tentang perdagangan tanpa izin. Sedangkan khusus pasal 9 jo pasl 105 itu bercerita tentang perdagangan dengan skema berjenjang. Kalau perdagangan tanpa izin, maka yang bertanggung jawab adalah yang melakukan perdagangan itu. Itu berarti, anggota yang melakukan top up, sama dengan membeli jasa yang didagangkan oleh pedagang. Pedagang dalam hal ini adalah PT. Kam and Kam. Orang yang membeli atau top up, mungkin mengajak orang lain untuk ikut top up. Apakah dengan mengajak orang lain ini masuk dalam kategori skema perdagangan berjenjang? Bagi saya ini persoalan lain yang semakin serius Pak Kapolda. Ini bukan persoalan kecil. Kalau beli atau top up, yang tak tahu bahwa pelaku perdagangan itu tak memiliki izin, atau perdagangan itu bersifat skema berjenjang, apakah orang ini juga salah? Orang yang tidak tahu hal-ihwal perusahan, ikut disalakan? Mereka membeli dari pedagangan yang menjalankan usahanya tanpa izin. Pak Kapolda tolong tunjukan, ada aturan hukum di planet mana, bila orang yang mau membeli sesuatu barang harus memperoleh izin terlebih dahulu sebelum membeli? Kalau sampai itu terjadi, bisa rusak tatanan pedagangan dan ekonomi bangsa ini Pak Kapolda. Indonesia bakal menjadi negara dengan sistem perdagangan paling aneh di muka bumi ini, karena membeli harus dengan izin. Pak Kapolda Jawa Timur sebaiknya membaca lagi berulang-ulang Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan. Sebab di undang-udang perdagangan ini, tidak ditemukan ada satu pasalpun yang mengatur izin bagi pembeli. Atau pembeli harus mendapatkan izin terlebih dulu sebelum membeli. Rasanya tidak masuk akal, harus menghukum pembeli, Pak Kapolda. Hanya karena membeli barang dari usaha yang tidak punya izin. Walau bukan sarjana hukum, rasanya tidak mungkin menyalahkan pembeli yang membeli barang dari pedagang, termasuk perusahaan yang menjalankan usaha tanpa izin usaha. Sebaliknya kalau usaha ini dikatakan usaha perbankan, menghimpun dana masyarakat tanpa izin, maka persoalannya juga sama. Yaitu bukan nasabah yang harus diminta bertanggung jawab. Menurut saya yang harus tanggung jawab adalah yang menyelenggarakan usaha perbankan itu. Memang sekilas orang bisa menyatakan atau menyamakan usaha Kam and Kam itu layaknya usaha perbankan. Tetapi menurut saya ini juga menjadi persoalan lain. Tidak ada instrument, misalnya deposito, kliring, penarikan uang melalui ATM, atau penarik secara manual, atau lainnya sebagai lazimnya unit usaha perbankan. Uang memang masuk ke rekening PT. Kam and Kam, tetapi rasanya tidak tepat disebut usaha ini sebagai usaha perbankan. Tidak mungkin, karena tidak ada uang yang ditarik seperti penarikan uang di bank. Kalau diperhatikan berita-berita yang dikutip di atas, seperti uangnya anggota yang dipakai untuk top up, tidak lagi menjadi miliki pembeli top up. Jadi bagaimana disamakan dengan usaha perbankan? Dalam usaha perbankan uang nasabah, sampai kapanpun tetap sebagai uang nasabah. Itu sebabnya nasabah dapat menarik, dan mengambil kembali uang itu kapan pun nasabah mau. Inilah yang saya sebut kasus ini sangat menarik Pak Kapolda. Anehnya lagi, uang yang disita ditujukan kepada masyarakat. Nah ini juga menarik Pak Kapolda. Yang saya tidak mengerti adalah uang yang disita itu sangat besar nilainya. Besarannya mencapai ratusan miliar. Bukan soal sitanya dan besaran atau jumlah uang disita. Bukan itu Pak Kapolda. Yang menjadi soal adalah uang yang disita tersebut. Dengan jumlahnya yang sangat luar biasa besar itu dibawa ke Polda Jawa Timur. Ditunjukan kepada publik sebagai barang sitaan. Rasa-rasanya tidak begitu juga Pak Kapolda. Yang saya tahu, sebagai wartawan yang beralih meliput di bidang hukum dan politik, terutama ketika di Majalah FORUM Keadilan, sita uang di bank dilakukan hanya dengan cara memblokir rekening para tersangka. Uangnya tidak diambil atau dikeluarkan dari bank, seperti yang dilakukan Polda Jawa Timur. Uangnya tetap dibiarkan di rekening itu dengan status disita. Ada soal lain lagi Pak Kapolda. Yaitu penyitaan terhadap mobil. Yang saya tahu, hanya mobil yang telah disita. Yang menarik adalah jumlah mobilnya tidak seberapa. Kalau tidak salah tidak lebih dari enam unit mobil. Soalnya mengapa hanya mobil yang disita. Penyidik Krimsus Polda Jatim tahu bahwa ada mereka yang melakukan top up itu dapat mobil, motor dan hand phone, bahkan ada yang dapat umrah. Mengapa motor, hand phone, dan lainnya tidak disita Pak Kapolda. Kalau jumlah anggotanya dua ratus ribu lebih, tentu motor dan hand phone, harusnya telah banyak. Nah yang motor, hand phone, dan umroh disita apa tidak Pak Kapolda? Ini harus dijelaskan Pak Kapolda. Apa pertimbangan yang Kapolda punyai sehingga Polda Jawa Timur perlu menunjukan uang itu, dalam arti dibawa ke Polda. Saya tidak ingin bertanya tentang ditaruh dimana uang itu saat ini, karena saya yakin akan ditaruh di bank dalam status uang sitaan, atau barang sitaan. Tetapi tetap Kapolda harus jelaskan tindakan penyidiknya membawa fisik itu ke Polda. Saya mengusulkan Pak Kapolri memerintahkan pengawas penyidikan untuk turun ke Polda Jawa Timur. Demi menjaga marwah Kepolisian yang sedang diusahakan terus menerus oleh Pak Kapolri saat ini, ada baiknya Pak Kapolri bentuk tim pengawas ke Polda Jawa Timur untuk memastikan semua tindakan penyidikan, penerapan pasal, dan penyitaan yang uangnya dibawa ke Polda, masuk akal secara hukum. Penulis adalah Wartawan Senior Kapolda Jawa Timur Irjen Polisi Luki Hermawan

Yasonna Laoly Dipukul KO, Ronny Sompie Terkapar

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Ada pertanda virus Corona masuk ke Indonesia. Menkumham Yasonna Laoly, kemarin (28/1/2020) memecat Dirjen Imigrasi Ronny Sompie. Jhoni Ginting ditunjuk sebagai pelaksana harian (Plh). Tanpa bertanya mengapa dipecat, Anda tentu masih ingat perihal simpangsiur keberadaan Harun Masiku –tersangka penyuap bekas komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Harun sampai sekarang belum juga “bisa ditangkap” KPK meskipun sudah berada di Indonesia. Sekadar mengingatkan, ketika KPK mau menangkap Harun pada 8 Januari 2020, Yasonna mengatakan kader PDIP yang menyogok komisioner KPU itu sedang berada di luar negeri. Tepatnya di Singapura. Padahal, berbagai sumber resmi mengatakan Harun ada di Indonesia. Harun pergi ke Singapura pada 6 Januari, pulang ke Jakarta keesokan harinya, 7 Januari. Waktu itu dia diduga bersembunyi di kompleks PTIK. Mengapa Ronny Sompie dipecat? Pertama, Ronny lupa bahwa dalam kasus Harun Masiku ini, Yasonna cenderung memposisikan dirinya sebagai petugas PDIP. Jadi, otomatis dia membawa misi #SelamatkanPDIP. Dalam hal ini, Yasonna seolah menjadikan Kemenkumham sebagai bagian dari struktur PDIP. Artinya, Yasonna pun berharap Ronny Sompie menjadi “orang PDIP” juga dalam ribut-ribut soal Harun. Agar bertindak sesuai misi Yasonna. Di sinilah kekeliruan Ronny. Beliau ini abai membaca “mode switching” (perubahan moda) Yasonna dari Menteri Kumham ke petugas PDIP. Akibatnya, Ronny Sompie salah langkah. Ronny wrong-footed. Melenceng dari skenario yang sedang tayang. Akibatnya, Ronny bertabrakan “laga kambing” alias “head on” dengan Yasonna. Bagaimana tidak? Pada tanggal 16 Januari 2020, Yasonna mengatakan Harun masih berada di luar negeri. Sebaliknya, Ronny mengatakan bahwa pihak Imigrasi sudah tahu Harun kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020 tetapi datanya terlambat dilaporkan. Kedua, Ronny mempermalukan Pak Bos. Yasonna hancur di mata publik. Tetapi, Pak Menteri masih punya kekuasaan besar. Dia bisa lakukan apa saja terhadap Ronny yang dianggap “menyimpang” dari misi Yasonna sebagai orang partai. Mantan Dirjen Imigrasi yang juga pensiunan polisi berbintang dua (Irjenpol) itu tinggal tunggu waktu. Kemarin, 28 Januari 2020, tibalah waktu yang ditunggu. Yasonna memecat Ronny. Tapi, apakah kesimpangsiuran soal Harun Masiku sudah selesai dengan pemecatan ini? Belum. Masih jauh. Yasonna ingin mengembalikan reputasinya. Dia membentuk tim penyelidik gabungan untuk mengungkap secara “transparan” tentang simpangsiur keberadaan Harun. Dari sisi Ronny pun tidak bisa dikatakan selesai. Bisa saja Ronny akan melakukan manuver “nothing to lose” untuk melawan pemecatan dirinya oleh Yasonna. Bisa jadi Ronny merasa diperlakukan sewenang-wenang oleh Yasonna. Apalagi alasan pemecatan yang disebutkan Yasonna sangat tidak meyakinkan. Yaitu, bahwa Yasonna ingin agar penyelidikan tim gabungan antarlembaga nantinya bisa berjalan lancar tanpa ‘conflict of interest’ kalau Ronny masih menjadi Dirjen Imigrasi. Alasan ini berlebihan. Sebab, tim gabungan itu 99.99% tidak mungkin bisa didekati, apalagi diintervensi, oleh Ronny agar membuat kesimpulan yang menyenangkan dirinya. Sebaliknya, apakah hasil kerja tim gabungan pencari fakta tentang simpangsiur itu akan menguntungkan Yasonna? Dipastikan “big NO”. Tidak akan. Apa pun hasilnya, posisi “luka berat” Yasonna tidak terobati. Sebab, publik sejak awal mencermati perilaku bias Yasonna. Sebagai menteri, apalagi Menteri Hukum, Yasonna menunjukkan tindakan partisan yang hitam-putih, tidak abu-abu, ketika ikut dalam pembentukan tim hukum PDIP terkait kasus Harun Masiku. Di sini, Yasonna jelas, ‘crystal clear’, dan kental sekali mendahulukan kepentingan partainya, PDIP, di atas kepentingan negara, bangsa dan rakyat yang sedang berusaha memberantas korupsi. Dalam hal ini, kepentingan untuk menegakkan hukum ke atas Harun Masiku dan bekas komisioner KPU, Wahyu Setiawan, yang terbukti melakukan sogok-menyogok. Setelah ikut membidani tim hukum PDIP, Yasonna masih meneruskan langkah konyol. Dia menunjukkan bias yang kedua kalinya ketika menerobos masuk terlalu jauh ke perdebatan soal kebedaraan Harun. Di titik ini, Yasonna tidak memposisikan dirinya sebagai pejabat negara. Dia tidak berdiri sebagai wasit. Yasonna masuk ke gelanggang sebagai manajer tim silat PDIP. Yasonna memakai jaket merah Banteng ketika dia berhadapan “head on” dengan Ronny Sompie. Seharusnya, Yasonna cukup menyerahkan urusan keberadaan Harun itu kepada Ronny Sompie sebagai dirjen imigrasi waktu itu. Biarkan saja Ronny yang berbicara kepada media. Supaya tidak simpangsiur. Kalau sejak awal hanya Dirjen Imigrasi yang tampil ke publik, tentu tidak perlu Yasonna terjebak dalam kontroversi yang semakin rumit sekarang ini. Tapi, karena Yasonna sejak awal ingin mengendalikan itu agar sesuai dengan misi partisan yang dia emban, beginilah kesudahannya. Dia berhadapan dengan Ronny Sompie. Naik ring. Dalam dua ronde, Ronny memukul Yasonna sampai KO. Cuma, Yasonna main curang. Dia bangun dari KO dan secepat kilat mencabut senjata pamungkasnya. Ronny Sompie terkapar dengan hunjaman belati. Yasonna disoraki publik. Sedangkan Ronny dilepas sebagai pahlawan.[] 29 Januari 2020 Penulis wartawan senior.

Banteng Terserempet, Kemenkumham dan KPK Jadi Korban?

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Bagaikan bola salju yang bergulir semakin membesar dan cepat lajunya, kasus OTT Wahyu Setiawan dan buronnya Harun Masiku merembet ke mana-mana. Bahkan, kini telah “makan korban” di internal Kementerian Hukum dan HAM. Menkum HAM Yasonna H. Laoly mencopot Direktur Sistem dan Teknologi Keimigrasian Alif Suaidi berkaitan dengan polemik buron KPK Harun Masiku. Alif dicopot bersamaan dengan pencopotan Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie. “Saya sudah memfungsionalkan Dirjen Imigrasi dan Direktur Sistik, Direktur Sistem (Teknologi) Informasi Keimigrasian,” kata Yasonna di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (28/1/2020). Pencopotan dua pejabat di internal Kemenkum HAM itu merupakan buntut kekeliruan data informasi mengenai kembalinya Harun Masiku ke Indonesia. Harun adalah tersangka KPK dalam kasus suap terkait PAW anggota DPR dari PDIP. Yasonna menyebut untuk sementara posisi Ronny akan digantikan Irjen Kementerian Hukum dan HAM Jhoni Ginting. Jhoni akan merangkap tugas sebagai Pelaksana harian (Plh) Dirjen Imigrasi. “Irjen. Ya per hari ini. Tadi pagi. Hari ini. Siang. Tadi siang sesudah jam 12,” ujar Yasonna, seperti dilansir Detik.com, Selasa (28 Januari 2020 17:08 WIB). Ronny dilantik oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada medio Agustus 2015. Menurut Yasonna, pencopotan itu terkait dengan upaya tim independen atau Tim Pencari Fakta (TPF) mencari tahu mengapa imigrasi bisa kecolongan data perlintasan Harun Masiku. “Artinya difungsionalkan supaya nanti tim independen bisa bekerja dengan baik,” katanya. “Karena saya mau betul-betul terbuka dan tim nanti bisa melacak mengapa terjadi delay,” ujar Yasonna. Dikatakan, pencopotan Ronny itu juga agar tim independen bisa mengecek mengapa data perlintasan Harun Masiku bisa tersimpan di komputer bandara terminal 2. “Kalau di Terminal 3 kan beres, makanya ndak ada masalah di terminal 3. Kalau di terminal 2 ini ada delay, ada memang perubahan simkim satu ke simkim dua,” katanya. Ada pelatihan staf sehingga pada pelatihan itu data dummy masuk ke pusat, tidak dibuat akses ke pusat. “Tetap karena ada sesuatu, selesai itu kenapa tidak dibuka kembali access tersebut. Itu jadi persoalan,” sambung Yasonna. Beberapa hari ini, Ditjen Imigrasi sedang menjadi sorotan dalam kasus yang menyeret caleg PDIP, Harun Masiku yang masih buron dalam perkara suap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Imigrasi sempat menyebut Harun mASIKU berada di Singapura saat KPK menggelar rangkaian OTT yang menyeret Wahyu Setiawan. Sementara, Tempo menemukan fakta bahwa Harun sudah pulang ke Indonesia ketika KPK menggelar OTT tersebut pada 8 Januari 2020. Istri Harun pun membenarkan bahwa sang suami sudah pulang. Belakangan, Imigrasi pun mengakui Harun sudah pulang. Mereka beralasan ada kesalahan sistem sehingga terlambat mengetahui kepulangan Harun. Koran Tempo membongkar data penerbangan dan kedatangan Harun di Bandara Soekarno-Hatta. Ia terbang menggunakan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 832 dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Changi, Singapura, pada 6 Januari lalu. Sehari kemudian, Harun kembali dari Singapura menumpang pesawat Batik Air dengan nomor penerbangan ID 7156. Pesawat dengan nomor registrasi PK-LAW ini terbang pada pukul 16.35 waktu setempat dari Gate A16 Bandara Changi. Hasil penelusuran Tempo diperkuat oleh rekaman kamera CCTV Bandara Soekarno-Hatta serta pengakuan Hildawati Jamrin, istri Harun. Tampaknya inilah yang membuat gundah-gulana Menkum HAM yang juga pejabat DPP PDIP itu. Dari sini kemudian terkuak adanya faksi-faksi di dalam internal DPP PDIP. Ini yang akhirnya juga menyerempet pada akan dipasangnya segel KPK di Kantor DPP PDIP dan akhirnya gagal terlaksana bersamaan dengan OTT tersebut. Pada Selasa (28/1/2020), bersamaan dengan pemecatan terhadap Ronny F. Sompie itu, dua Komisioner KPU, termasuk Ketua KPU Arief Budiman juga menjadi terperiksa di KPK. Ini adalah untuk kali kedua KPK memeriksa Komisioner KPU. Pada hari yang sama pula, di depan Komisi III DPR RI, Ketua KPK Firly Bahuri berencana menghentikan beberapa kasus yang masih dalam tataran penyelidikan. Ada dugaan semua rentetan peristiwa ini diakibatkan terserempetnya “banteng” dalam pusaran kasus rasuah di Indonesia. Terutama berkaitan dengan kasus Harun Masiku. Wajar saja kalau ada anggapan demikian. Terpentalnya Ronny Sompie diduga karena yang bersangkutan membenarkan hasil tulisan Koran Tempo ihwal keberadaan Harun Masiku pada saat sebelum hingga terjadinya OTT. Sementara, Firly Bahuri sendiri diduga pernah bertemu dengan Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekkjen PDIP Hasto Kristiyanto jauh sebelum berlangsungnya rekrutmen Komisioner KPK beberapa waktu silam. Dan pihak KPU, merupakan pihak yang bisa mengeksekusi PAW Harun Masiku jika dapat diloloskan sesuai dengan “skenario”. Di sinilah independensi KPK “diuji”, membiarkan para pihak lolos dari jeratan hukum atau memprosesnya. Ketua YLBHI Asfinawati, menilai bahwa pengaburan informasi tentang keberadaan Harun Masiku menjadi indikasi perintangan penyidikan kasus dugaan suap Wahyu Setiawan. Asfi mendesak KPK mengusutnya juga. “Dalam semua kejahatan politik atau serius, enggak cuma perencanaan, tapi selalu ada penghilangan jejak dan upaya menghindari hukum,” kata Asfi.Termasuk minta keterangan pihak PTIK yang diduga tahu kalau Harun dan Hasto yang saat OTT "berlindung" di PTIK. Menurut Asfi, penyidik KPK perlu memeriksa Yasonna dan para pejabat Imigrasi untuk membuktikan dugaan mereka sengaja berbohong untuk mengacaukan penyidikan perkara korupsi. Termasuk Kabag Humas Imigrasi untuk ditelisik. Bagaimana dengan nasib Hasto Kristiyanto? Kabarnya, Mega sangat marah besar begitu tahu siapa sosok yang selama ini telah merusak citra PDIP. “Saya yakin 999 persen, Hasto tidak akan dilindungi PDIP. Sebab, Ibu kini sudah tahu,” ujar seorang teman. Harun Masiku Nama lengkapnya Harun Masiku, SH. Lahir di Jakarta pada 21 Maret 1971. Meski lahir di Jakarta, Harun menyelesaikan pendidikan SD hingga SMA di Watapone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Kemudian Harun Masiku melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar (1989-1994). Kemudian, melanjutkan sekolah di University of Warwick United Kingdom Jurusan Hukum Ekonomi Internasional, Inggris. Dalam kariernya, Harun Masiku pernah meraih British Chevening Award pada 1998 dan menjabat sebagai Ketua Persatuan Pelajar Indonesia United Kingdom West Midland pada 1998-1999. Sepulangnya dari Inggris, ia bekerja sebagai pengacara di sejumlah kantor hukum dan pernah juga menjadi Staf Ahli Anggota Komisi III DPR pada 2011. Karier politiknya mulai ditempuh saat menjadi Anggota Partai Demokrat. Pada 2009 Harun Masiku menjadi Tim Sukses Pemenangan Pemilu dan Pilpres 2009 Partai Demokrat Sulawesi Tengah untuk memenangkan paslon Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Ia juga pernah menjadi caleg Demokrat . Setelah gagal di Demokrat, pada Pileg 2019 Harun Masiku pindah ke PDIP. Setelah Nazaruddin Kemas meninggal dunia, terjadi kekosongan kursi PDIP di DPR sehingga harus ada penggantinya sesuai dengan ketentuan PAW anggota DPR. Rapat Pleno KPU pun memutuskan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang wafat. Tapi, PDIP tetap mengusung Harun Masiku untuk duduk sebagai anggota DPR, meski melanggar UU Pemilu. Dengan latar belakang ini, logis bila muncul satu pertanyaan kunci: Mengapa PDIP begitu ngotot untuk menempatkan Harun Masiku ini sebagai Anggota DPR? Jika PDIP mau, mengingat profil Harun Masiku, bisa menjadikan dirinya calon anggota DPR “nomor jadi” saat Pileg 2019 lalu. Tak perlu repot kasak-kusuk ke KPU untuk menggolkan dia lewat PAW segala. Perlu dicatat: alamat domisili yang dia cantumkan di formulir pencalegan ternyata bukan alamat dia dan warga kompleks antam bilang dia bukan warga di situ. Bagaimana bisa PDIP sampai tiga kali bersurat ke KPU agar Harun dilantik, sementara alamat domisilinya fiktif? Ada apa? Mengapa PDIP ngotot agar Harun Masiku yang jadi PAW alm Nazarudin Kiemas, adik alm Taufik Kiemas, mantan Ketua MPR suami Mega dan ayah Ketua DPR Puan Maharani? Penulis wartawan senior.