POLITIK

KPU-Bawaslu Diminta Mendefinisikan Sosialisasi di Luar Masa Kampanye

Jakarta, FNN - The Indonesian Institute (TII) mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendefinisikan secara jelas sosialisasi yang boleh dilakukan peserta Pemilu 2024 di luar masa kampanye.\"Berdasarkan kajian tengah tahun TII bertajuk Sosialisasi Peserta Pemilu dalam Kerangka Implementasi Peraturan KPU Nomor 33 Tahun 2018 terkait Kampanye Pemilihan Umum Jelang Pemilu 2024, kami mendorong KPU dan Bawaslu membuat definisi yang jelas tentang sosialisasi di luar masa kampanye,\" kata Manajer Riset dan Program TII Arfianto Purbolaksono dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.Arfianto menyampaikan hal tersebut bernilai penting untuk dilakukan agar ada batasan jelas bagi para peserta Pemilu 2024 terkait hal-hal yang termasuk dalam pelanggaran saat mereka menyosialisasikan diri ke masyarakat.Hal itu didasarkan pada fakta di lapangan, seperti temuan usai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mempertegas sistem proporsional terbuka tetap berlaku pada Pemilu 2024, yaitu banyaknya calon anggota legislatif (caleg) memasang sepanduk, baliho, atau poster di jalan raya.Hal tersebut, menurut dia, menunjukkan adanya ketidakjelasan definisi mengenai sosialisasi oleh peserta pemilu sekaligus lemahnya implementasi PKPU Nomor 33 Tahun 2018 tentang Kampanye. Dengan demikian, para caleg justru menjadikan sosialisasi sebagai ajang kampanye yang seharusnya belum dilakukan.Berikutnya, TII juga menemukan banyak caleg menyosialisasikan diri melalui media sosial, sehingga memicu persaingan ketat di internal partai politik yang membuka ruang bagi para bakal caleg berlomba memperkenalkan diri kepada pemilih.Terkait hal itu, TII juga mendorong KPU dan Bawaslu memberikan kejelasan terkait sosialisasi di media sosial.Selanjutnya, TII meminta KPU dan Bawaslu memperkuat sosialisasi kepada parpol peserta pemilu agar mereka tidak melanggar aturan tentang sosialisasi. Lalu, mereka juga mendorong Bawaslu melakukan penegakan hukum jika terjadi pelanggaran.\"Sebagai organisasi pengawas, Bawaslu harus dapat menegakkan aturan dengan memberikan sanksi jika ada peserta pemilu yang melanggar batasan dalam sosialisasi di luar masa kampanye. Diharapkan sanksi yang dijatuhkan bersifat administratif sehingga dapat memberikan efek jera kepada peserta pemilu yang melanggar,\" ujar Arfianto.Terakhir, TII mendorong penguatan masyarakat sipil untuk mengawasi implementasi aturan sosialisasi di luar masa kampanye, yang salah satunya dapat dilakukan bersama Bawaslu dengan membuat pedoman bersama.(ida/ANTARA)

Petamaya Ungkap Isu Sistem Pemilu Terbuka Ternyata Penggiringan Opini Para Elite Parpol, bukan Rakyat

JAKARTA, FNN  - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) meliris program baru bernama Petamaya yang ditayangkan di kanal YouTube Gelora TV. Program tersebut memotret realita yang ada di dunia digital, kemudian dikonfrontasikan dengan dunia realita dan dibahas oleh narasumber kompeten. Pada pekan lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menetapkan Sistem Pemilu yang akan diselenggarakan pada tahun 2024 adalah Proporsional Terbuka. Di media daring dan media sosial, perbincangan dan polemik telah berlangsung lama, berbulan-bulan ke belakang. Para politisi, petinggi partai politik, pemerintah dan legislatif memperdebatkannya. Ada yang pro dan kontra. Partai Gelora melalui Petamaya berusaha memetakan lanskap dunia maya untuk membaca semua itu, apakah data di dunia maya dengan pelaku para warganet itu relevan dengan suara dan opini masyarakat. \"Bekerjasama dengan lembaga riset digital CAKRADATA, kami menyajikan program menarik yang akan membuat kita memahami secara utuh perbincangan dan tema yang sedang hangat di dunia maya,\" kata Endy Kurniawan, Ketua Bidang Rekruitmen Anggota DPN Partai Gelora dalam keterangannya, Senin (26/6/2023). Menurut Endy yang bertindak sebagai host, dalam pembahasan topik seputar putusan MK ini, Petamaya mengamil tema \'Menyakapi Pemilu Terbuka Antara #Petamaya dan Realita Publik\'. Topik ini dibahas secara mendalam oleh Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah. \"Dalam tema perdana ini, kita mengangkap tema tentang Putusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 15 juni lalu yang hangat dibicarakan, karena terkait dengan penyelenggaraan Pemilu 2024,\" katanya.  Dalam temuan Petamaya, ungkap Endy, isu soal sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup ternyata hanya menjadi isu di kalangan elite nasional atau partai politik saja, termasuk para bakal calon anggota legislatif (bacaleg) yang akan bertarung di Pemilu 2024  \"Jadi triggernya soal ini sudah muncul pada awal Januari dengan munculnya pernyataan para ketua partai politik, dan makin kebelakang intens ada 8 partai politik mendukung Pemilu terbuka, serta pernyataan Denny Indrayana yang mengungkap ada kebocoran putusan MK\" katanya. Sebaliknya realita di lapangan, di kalangan bawah hal ini justru tidak menjadi pembicaraan publik masyarakat bawah secara serius, berbeda ketika ada pembicaraan soal pembatalan Piala Dunia U-20 beberapa lalu. \"Di mana kita mendengarkan langsung dari masyarakat apakah pengaruh terbuka dan tertutup ini terhadap akurasi politik mereka sebagai penyaluran aspirasi mereka dan masa depan mereka, kurang dapat perhatian. Tetapi prinsipnya mereka juga menginginkan Pemilu Terbuka,\" katanya. Head of Lembaga Riset digital CAKRADATA Muhammad Nurdiansyah mengatakan, riset dilakukan pada 14-19 Juni 2023 dengan melibatkan berbagai sumber di media darling, akun media sosial seperti Twitter, Facebook, Instragram dan YouTube, serta sumber-sumber di pemerintahan. \"Jadi topik ini, kita temukan ada penggiringan opini yang dilakukan oleh para tokoh-tokoh politik sejak Januari 2023 hingga Juni menjelang putusan MK. Momen krusialnya adalah soal pernyataan  mantan Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) akan ada chaos politik, serta tuduhan soal kebocoran yang disampaikan Denny Indrayana,\" kata Muhammad Nurdiansyah. Dadan, saapaan Muhammad Nurdiansyah mengatakan, pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua MK Anwar Usman sebelum putusan MK, juga menjadi running soritan, selain pernyataan Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta dan Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah terkait putusan MK ini sebagai kemenangan demokrasi.  \"Uniknya Kanal-kanal YouTube juga menjadi sorotan seperti Kanal Official Rocky Gerung Jokowi kepada Megawati. Lalu, akun Official Refly Harun dikatakan MK Totak Gugatan Sistem Pemilu Tertutup, Denny Benar, MK Benar! Kok Bisa? karena dianggap unsur utama dalam  menekan putusan MK,\" katanya. Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengatakan, Pemilu Terbuka akan mendorong partisipasi rakyat untuk membesarkan Indonesia.  \"Artinya untuk membesarkan Indonesia tidak saja tanggung jawab segelintir orang atau pemimpin saja, tapi tanggung jawab semua orang,\" kata Fahri Hamzah Sistem Terbuka, kata Fahri, juga mendorong lahirnya pemimpin yang transparan dan terbuka, sehingga Indonesia akan lebih maju lagi. Hal ini tentu saja menjadi harapan dari Partai Gelora sebagai partai yang mengusung perubahan dan menjadikan Indonesia Superpower baru. \"Pada akhirnya kita bersyukiur, bahwa MK mendukung esensi negara demokrasi. Demokrasi itu intinya ya terbuka, bisa dilihat secara transparan siapa pemimpinnya. Kalau tertutup kita tidak tahu siapa pemimpinnya, kita juga tidak tahu bagaimana karakter dan track recordnya,\" katanya. Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini menambahkan, sepengetahuan dia tidak ada pembicaraan politik untuk kembali ke Sistem Tertutup. Permasalahan yang dibahas dalam Sistem Pemilu di DPR adalah menyangkut Pemilu Terbuka atau Pemilu Distrik. \"Karena perdepatan mengenai penggunaan model Pemilu Distrik ini, kalah dari Pemilu Terbuka, maka tetap gunakan Sistem Terbuka. Jadi tidak ada pembicaraan sama sekali soal Pemilu Tertutup. Opsinya hanya dua ketika itu, Proporsional Terbuka dan Sistem Distrik,\" katanya.  Dalam Sistem Pemilu Terbuka, Fahri menegaskan, negara sebagai Penyelenggara Pemilu akan membangun suatu Sistem Pemilu yang mengintegrasikan antara pemimpin atau yang mereka pilih dengan rakyat yang memilihnya. \"Sehingga akan mengembalikan hubungan yang luhur antara pemimpin dengan rakyatnya,\" pungkas Fahri Hamzah. (Ida)

Capres Tolak Mundur sebagai Pejabat Negara, Timbulkan Konflik Kepentingan

Jakarta, FNN - Analis politik dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting menilai jika pejabat negara akan maju dalam kontestasi pemilihan presiden (pilpres), namun menolak mengundurkan diri, akan menimbulkan konflik kepentingan yang merugikan negara. Sulit dibedakan posisi sebagai pejabat negara atau bakal calon presiden atau wakil presiden (capres/cawapres). “Menjadi bias, apakah Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan atau sebagai bakal capres? Apakah Ganjar Pranowo sebagai gubernur atau sebagai bakal capres? Jika sebagai Gubernur Jawa Tengah, mengapa banyak beraktivitas di Jakarta? Ini yang saya sebut sebagai konflik kepentingan,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas di Jakarta, Selasa (27/6). Selamat Ginting memberi contoh jelang pilpres 2014 Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa yang akan maju sebagai bakal cawapres, mengundurkan diri sebagai menteri kabinet. Saat itu Hatta Rajasa didampingi bakal capres Prabowo Subianto menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menyerahkan surat pengunduran diri sebagai menteri. “Apa yang dilakukan Hatta Rajasa pada 2014 lalu, mestinya sekarang diikuti Prabowo, Ganjar maupun para menteri yang akan mengikuti kontestasi pilpres. Apa yang dilakukan Presiden SBY mestinya juga ditiru Pesiden Jokowi. Tirulah yang bagus dan bukan berkelit mencari celah,” kata Ginting. Contoh baik lainnya, kata Ginting, Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat baru saja mengundurkan diri dari jabatannya sebagai kepala daerah. Alasannya, Viktor akan maju sebagai anggota DPR periode 2024-2029 dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem).  “Pengunduran diri Viktor Laiskodat sebagai Gubernur NTT, karena persyaratan untuk maju sebagai caleg. Itu kan bagus dan bisa menjadi contoh baik. Mengapa tidak diikuti Ganjar,” ujar Ginting. Memang lanjut Ginting, Mahkamah Konstitusi (MK) membolehkan menteri yang ingin maju sebagai capres atau cawapres tidak perlu mundur dari jabatannya. Putusan ini berdasarkan permohonan dari Partai Garuda yang menguji Pasal 170 ayat (1) Undang Undang tentang Pemilu.  “Keputusan MK yang ambigu, karena tidak sepenuhnya dikabulkan. Apalagi uji materi itu diajukan partai di luar parlemen dan partai itu tidak memiliki menteri. Dalam keputusan itu tetap dengan catatan harus mendapatkan izin dari Presiden. Masalahnya justru di sini, jika presiden bersikap tidak netral, atau cawe-cawe karena memiliki kandidat untuk pilpres, bagaimana?” ungkap Ginting. Conflict of interest Ginting mengemukakan, conflict of interest atau konflik kepentingan akan mencemari keputusan seseorang yang memiliki wewenang sebagai pejabat negara. Patut diduga pejabat tersebut mempunyai kepentingan pribadi dalam kewenangannya, sehingga akan mempengaruhi kualitas kinerja, termasuk dalam pelayanan kepada masyarakat. “Kepentingan pribadinya tidak akan bisa dihindari. Termasuk menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik praktisnya dalam meraih kekuasaan. Cara meraih kekuasaan seperti ini tidak elok dari segi etika politik,” ujar kandidat doktor ilmu politik itu. Menurutnya, dalam Pasal 43 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, disebutkan konflik kepentingan terjadi apabila dalam menetapkan keputusan dilatari kepentingan pribadi. Kepentingan pribadi, seperti ingin menjadi presiden atau wakil presiden, masuk dalam kategori konflik kepentingan. “Conflict of interest itu akan berujung pada gratifikasi atau suap untuk meraih kekuasaan. Maka kelemahan sistem jika pejabat negara menolak mundur saat maju dalam kontestasi pilpres, harus diperbaiki,” kata Ginting yang 30 tahun menjadi wartawan bidang politik.  Mana mungkin, lanjut Ginting, pejabat negara yang juga berperan sebagai bakal capres maupun cawapres bisa menjalankan jabatannya secara profesional, independen, dan akuntabel. Jelas kental sekali niat politiknya untuk meraih kekuasaan daripada menuntaskan pekerjaan utamanya sebagai pejabat negara dan pelayan masyarakat. “Penyalahgunaan wewenang yang tidak sesuai dengan tujuan pekerjaannya akan melampaui batas kewenangan dalam mengutamakan kepentingan publik, karena lebih kental kepentingan politik peibadi dan golongannya” tegas Ginting. Pejabat negara itu, lanjut Ginting, setidaknya harus mengutamakan empat hal. Pertama, bekerja untuk kepentingan publik dan bukan bekerja memikirkan keuntungan pribadi dari jabatannya. Kedua, menciptakan keterbukaan dalam penanganan dan pengawasan, sehingga memiliki integritas tinggi. Ketiga, bertanggungjawab dan menjadi contoh teladan. Keempat, mampu menciptakan budaya kerja yang menolak konflik kepentingan.  “Jika empat hal itu tidak sanggup dilaksanakan, sebaiknya tidak usah berpikir untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi, seperti presiden atau wakil presiden,” pungkas Ginting. (sws)

Koalisi Sipil Mendorong Peserta Pemilu Menghadirkan Kampanye Edukatif

Jakarta, FNN - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kampanye Pemilu yang Informatif dan Edukatif mendorong para peserta Pemilu 2024 menghadirkan kampanye yang informatif dan edukatif.  \"Kami mendorong partai politik, calon presiden, calon legislatif, dan calon kepala daerah untuk berkampanye secara informatif dan edukatif,\" ujar perwakilan koalisi itu Direktur Eksekutif The Indonesian Institute (TII) Adinda Tenriangke Muchtar dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.  Koalisi yang terdiri atas sepuluh organisasi masyarakat sipil itu menyampaikan kampanye yang informatif dan edukatif itu, di antaranya, kampanye yang tidak menyebarkan hoaks dan tidak menggunakan ujaran kebencian dengan memanfaatkan isu suku, agama, ras, dan antaragama (SARA), serta identitas lainnya yang memunculkan bahaya atau ancaman bagi warga rentan dan marjinal, seperti kelompok agama minoritas Ahmadiyah, Syiah, Kristen, kelompok disabilitas, dan kelompok ragam gender.  Lebih lanjut, Adinda menjelaskan kampanye dengan menyebarkan hoaks ataupun menggunakan ujaran kebencian itu dapat menyebabkan keresahan dan meningkatkan diskriminasi serta memicu konflik di masyarakat.  \"Oleh karena itu, kami menolak keras eksploitasi materi dan konten kampanye, termasuk di media sosial yang mendiskreditkan atau merendahkan martabat kelompok rentan dan marjinal,\" kata dia. Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kampanye Pemilu yang Informatif dan Edukatif itu mendorong Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menyusun kode etik bagi para peserta Pemilu 2024 dalam berkampanye di media sosial (medsos).  \"Kami juga mendorong Bawaslu untuk menyusun code of conduct (kode etik) kampanye di media sosial,\" ujar Adinda.  Dia menyampaikan koalisi itu menilai kode etik tersebut bernilai penting untuk dimunculkan agar kampanye Pemilu 2024 di media sosial memiliki acuan yang jelas.  Di samping itu, tambah dia, kode etik itu diperlukan untuk mengantisipasi masifnya kemunculan disinformasi, ujaran kebencian, dan berita bohong dalam kampanye di media sosial. Ia menyampaikan berkaca dari pengalaman Pemilu 2019 berdasarkan data Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), hoaks bertema politik, dan ujaran kebencian mendominasi unggahan di media sosial.  Penyebaran hoaks dan ujaran kebencian itu menyebabkan masyarakat terbelah atau terpolarisasi, bahkan ada pula yang berujung dengan konflik antarpengguna media sosial.  Menurut Adinda, kekacauan sosial itu berpotensi terjadi kembali di Pemilu 2024 sebagaimana data Mafindo yang menunjukkan bahwa menjelang Pemilu 2024 peredaran hoaks di media sosial meningkat enam kali lipat dari biasanya.(sof/ANTARA)

Perempuan Jangan Mau Hanya Menjadi Objek Politik

Denpasar, FNN - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bali  mengingatkan kaum perempuan jangan mau hanya menjadi objek politik, namun harus turut menjadi subjek politik dalam pemilu.\"Kami tidak ingin perempuan hanya jadi objek lima tahun sekali, kami ingin perempuan jadi subjek pemilu dan turut serta menentukan arah bangsa ini,\" kata Anggota Bawaslu Provinsi Bali I Wayan Wirka dalam acara Pengembangan Literasi Politik Melalui Forum Perempuan di Denpasar, Senin.Kegiatan Pengembangan Literasi Politik Melalui Forum Perempuan ini digelar oleh Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri di kawasan wisata Sanur, Denpasar.Acara dihadiri 200 tokoh perempuan dari unsur ormas perempuan, masyarakat sipil perempuan, kader perempuan parpol dan penggiat demokrasi.Menurut Wirka, keterwakilan perempuan di dalam bingkai politik bisa dipenuhi pada angka 30 persen apabila memiliki kesadaran, literasi, dan turut serta dalam berbagai aktivitas politik.Aktivitas politik agar perempuan menjadi subjek politik diantaranya sebagai peserta, penyelenggara, dan juga kontribusinya dalam menggunakan hak suara dan mengawasi proses pemilu.Selain itu, Wirka menyampaikan bahwa pelanggaran pemilu tidak terjadi di sekitar Bawaslu, namun juga terjadi di sekitar masyarakat sipil, untuk itu Bawaslu membutuhkan informasi-informasi dari masyarakat yang tersebar di setiap titik wilayah.\"Kami sangat sadari bahwa kami tidak bisa mencegah pelanggaran sendirian, adanya elemen masyarakat yang tersebar akan sangat memberi kontribusi besar kepada kami di Bawaslu dalam menegakkan keadilan pemilu,\" ujar Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Bali tersebut.Wirka menambahkan, sebagai rakyat harus memiliki nilai tawar terhadap calon, bukan dari materi, namun dari program apa yang bisa diberikan nantinya ketika memang terpilih mendelegasikan rakyat.Hal itulah yang ingin pihaknya tanamkan kepada masyarakat dalam langkah mencegah terjadinya money politic (politik uang)Mengenai mekanisme pelaporan informasi awal dugaan pelanggaran sangat dimudahkan berkat perkembangan teknologi Bawaslu sudah memiliki berbagai aplikasi untuk masyarakat dalam memberikan informasi.Diantaranya ada Sigap Lapor untuk menyampaikan informasi dugaan awal laporan, ada Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa (SIPS) untuk publik bisa memantau proses penyelesaian sengketa di Bawaslu dan sistem pengawasan lainnya.Selain Wirka, hadir juga sebagai narasumber Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan, dosen Universitas Warmadewa Dr I Wayan Rideng, dan tokoh perempuan Dr I Gusti Ayu Diah Yuniti.(sof/ANTARA)

Mengerikan, Denny Indrayana Mengatakan Jokowi Wajib Dimakzulkan

Jakarta, FNN - Profesor Denny Indrayana, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, kembali melakukan serangan terhadap rezim pemerintahan Presiden Jokowi, khususnya kepada Presiden Jokowi. Setelah sebelumnya beberapa kali melakukan serangan, kini ahli hukum tata negara dan lawyer itu kembali mengunggah serangan, baik melalu tulisan maupun video pendek. Unggahan terbarunya itu diberi judul “Jokowi adalah (masalah) kita: wajib diberhentikan”. Sepertinya judul tersebut adalah plesetan dari tagline kampanye Jokowi pada pilpres 2014 lalu, yaitu “Jokowi adalah kita” yang diplesetkan menjadi “Jokowi adalah (masalah) kita”. Meski demikian, Denny mengaku bahwa pada pilpres 2014 dia menjadi pendukung Presiden Joko Widodo. Berikut adalah isi lengkap unggahan video Prof. Denny Indrayana: “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, saya sedang di Queenscliff, Melbourne, Victoria, sambil masih mancing, meskipun ini 2 dua derajat Celcius, dingin sekali, mari kita sama-sama kita melatih logika yang sehat, yang waras. Kenapa? Karena sekarang di negeri Konoha atau nggak perlu takut lah ya, di Indonesia, ada cara-cara berpikir yang aneh bin ajaib. Dikatakan tidak ada dinasti ketika Kaesang ingin maju sebagai calon kepala daerah, karena apa? Katanya karena sudah beda kartu keluarga dengan Presiden Jokowi. Ada lagi yang mengatakan Presiden Jokowi tidak bisa di-impeach, tidak bisa dimakzulkan, karena dipilih langsung oleh rakyat. Ini logika-logika yang salah secara mendasar, dan karenanya harus diluruskan. Presiden Jokowi bukan hanya bisa dimakzulkan, bahkan seharusnya wajib dimakzulkan. Ada tiga pelanggaran yang secara kasat mata dilakukan dengan logika-logika sederhana, simple, logic: (1) Sebenarnya Presiden Jokowi patut diduga melakukan tindak pidana korupsi. Dari mana cara berpikirnya? Lihat laporan Ubaedillah Badrun, 10 Januari 2022, lebih dari satu tahun yang lalu, dan belum ada perkembangan progresnya di KPK. Dalam laporan itu dijelaskan ada penyuntikan modal dari satu perusahaan Ventura di luar negeri ke perusahaan anak-anak presiden. Tidak boleh dikatakan ini adalah suntikan modal, logika sederhananya ini adalah upaya suap kepada Presiden melalui anak-anaknya. Konsepnya adalah trading influence, memperdagangkan pengaruh. Di dalam United Nations Against Convention, Konvensi PBB antikorupsi, perdagangan pengaruh ini sudah dinyatakan secara tegas dan jelas. Anak-anak Jokowi tidaklah mungkin mendapatkan suntikan modal hingga ratusan miliar, jika mereka bukan anak presiden. Karena itu, ini simple logic-nya bukan suntikan modal. Ini adalah suap, ini adalah korupsi, dan karenanya KPK mestinya mengusut ini secara tuntas. Jika terbukti, menjadi pintu masuk pemakzulan Presiden. (2) Presiden Jokowi melakukan pelanggaran pasal 21 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Apa itu? Obstruction of justice, menghalang-halangi penegakan hukum pemberantasan korupsi. Dalam kasus apa? Dalam kasus ada elit yang seharusnya diproses, tapi tidak, karena ada dalam barisan-barisan koalisi. Seorang anggota kabinet didatangi para pimpinan KPK dan dijelaskan ada empat perkara, bukan hanya satu, yang menjerat seorang elit politik, dan karenanya meminta izin kepada presiden untuk diproses. Sampai saat ini, dugaan tindak pidana korupsi itu tidak berjalan di KPK, karena yang bersangkutan masih dalam barisan koalisi. (3) Sudah sering saya jelaskan, ada kasus pembegalan Partai Demokrat, Moeldoko Gate, lebih parah dari water gate di Amerika Serikat, yang menyebabkan presiden Richard Nixon akhirnya mundur untuk menghindari pemecatan karena berusaha menyadap kantor Demokrat di masa kampanye pemilihan presiden tahun 1972. Pembegalan Partai Demokrat dikatakan adalah hak politik Moeldoko. Ini logika yang sangat keliru. Pembegalan atau dalam bahasa Romi adalah pencopetan partai, adalah kejahatan, bukan hak politik. Dalam konteks hak asasi manusia, ini adalah pelanggaran atas hak berserikat, hak berorganisasi, hak berpartai politik, dan karenanya Presiden Jokowi melakukan pembiaran atau by omission, membiarkan kejahatan, bukan memberikan hak untuk berpolitik kepada Moeldoko. Jadi, hari ini kita belajar logika sederhana: (1) yang terjadi bukanlah penyertaan modal kepada anak-anak Presiden, tapi adalah suap kepada presiden yang memperdagangkan pengaruh, trading in influence; (2) yang terjadi bukan pemberantasan korupsi, tetapi justru adalah menghalangi pemberantasan korupsi terhadap teman koalisi dan itu melanggar pasal 21, obstruction of justice. Ini masuk korupsi, sebagaimana yang ketiga, Moeldoko gate, itu bukanlah hak berpolitik, tetapi adalah pelanggaran hak berserikat, hak berorganisasi, dan karenanya juga bisa menjadi pintu masuk pemakzulan. Jadi, di negeri Konoha, ulangi di Indonesia, memang kita harus mulai lagi melatih logika-logika politik sederhana, simple logic, agar kita tetap menjadi orang yang berpikir sehat. Jokowi bukan hanya bisa dimakzulkan, tetapi sebenarnya wajib diberhentikan. DPR bukannya tidak mampu, unable, tapi sebenarnya DPR tidak mau, unwilling,  untuk mulai proses pendakwaan, proses menyatakan pendapat, proses hak angket menyelidiki dugaan-dugaan pelanggaran pasal-pasal impeachment di konstitusi Indonesia. Mudah-mudahan kita, rakyat Indonesia bisa melatih logika-logika sederhana ini dan merebut kembali kedaulatan dari elit-elit yang berpikir keliru, dari yang berpikir koruptif. Saya Deni Indrayana, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.”  Sebagai pakar hukum tata Negara, Denny Indrayana pasti tahu bahwa memakzulkan presiden adalah mekanisme yang diatur dalam konstitusi. Ketika seorang presiden melanggar konstitusi, undang-undang, dan sebagainya, kemudian DPR memandang bahwa presiden sudah memenuhi syarat pemakzulan maka presiden bisa dimakzulkan. “Tetapi, sebagai seorang pengacara dia kemudian menyerukan agar Presiden Jokowi dimakzulkan dan hukumnya wajib, ini saya kira jadi ngeri-ngeri sedap,” ujar Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, dalam KanalYou Tube Hersubeno Point edisi Senin (26/6/23). Akibat dari manuver-manuver dari Prof. Denny Indrayana terhadap penguasa sekarang ini, dia dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri. Bahkan, Mahfud MD juga sempat memerintahkan agar Polri mengusutnya terkait dengan soal pembocoran dokumen keputusan Mahkamah Konstitusi tentang sistem pemilu. Walaupun kemudian hasilnya berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Prof. Denny, tapi dia tidak bisa dituntut karena memang dia tidak membocorkan, melainkan mendapat informasi dari sumber yang terpercaya. “Bagaimana dengan kasus ini? Apakah Denny Indrayana akan kembali dilaporkan karena dianggap makar atau melanggar undang-undang ITE, karena dia menyerukan untuk melakukan pemakzulan, bahkan wajib untuk dimakzulkan Presiden Jokowi. Saya kira ini dia pasti sudah punya basis argumentasi yang kuat sebagai seorang pengacara dan juga seorang ahli hukum tata negara,” pungkas Hersu.(sof)  

Prabowo Harus Mundur Sebagai Menhan Jika Maju Dalam Pilpres

Jakarta, FNN - Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto harus mundur dari kabinet jika maju dalam pemilihan presiden (pilpres) 2024. Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu sudah dideklarasikan akan maju sebagai bakal calon presiden (capres) oleh Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang terdiri dari Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). “Prabowo dan para menteri serta pejabat setingkat menteri wajib mundur dari kabinet jika ingin mengikuti kontestasi pemilihan presiden (pilpres). Setidaknya saat partai politik atau gabungan partai politik mendaftarkan namanya menjadi bakal capres maupun wapres di Komisi Pemilihan Umum (KPU),” kata analis politik dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting di Kampus Unas, Jakarta, Senin (26/6). Menurut Selamat Ginting, Prabowo sebagai pejabat negara harus fokus menjalankan tugasnya, sehingga wajib mundur dari posisinya sebagai Menhan jika ingin mengikuti kontestasi pilpres. Tidak mungkin bisa fokus menjalankan tugasnya sebagai pejabat negara jika ada keinginan menjadi presiden maupun waki presiden. Begitu juga pejabat negara lainnya yang hendak mengikuti pemilihan legislatif, wajib mundur tidak bisa ditawar-tawar lagi.  Mereka, lanjut Ginting, harus menyertakan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali. Surat pengunduran diri sebagai pejabat negara disampaikan partai politik atau gabungan partai politik kepada KPU sebagai dokumen, persyaratan capres maupun cawapres, seperti amanat Pasal 170 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). “Otomatis ketua umum Partai Gerindra Prabowo dan menteri lainnya akan kehilangan kursinya di kabinet apabila maju dalam kontestasi pilpres. Hal ini sesuai dengan amanat Pasal 170 ayat (2) dari UU tentang Pemilu,” ujar dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas itu.  Selamat Ginting mengemukakan, memang ada pengecualian jabatan yang tidak mengharuskan mundur jika mengikuti kontestasi pilpres. Jabatan itu adalah presiden, wakil presiden, pimpinan dan anggota MPR/DPR/DPD. Selain itu juga gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota, seperti amanat Pasal 170 ayat (1) UU tentang Pemilu.  Mengenai posisi pengganti menteri, kata Ginting, menjadi kewenangan presiden yang memiliki hak prerogratif. Terserah hendak mengganti orang dari partai politik yang sama atau dari kalangan profesional.  “Ada nama-nama menteri yang berpotensi akan maju dalam pilres 2024, seperti Prabowo Subianto dari Partai Gerindra, Airlangga Hartarto dari Partai Golkar, Sandiaga Uni dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Termasuk Erick Thohir yang diusung Partai Amanat Nasional (PAN) untuk bisa maju dalam kontestasi pilpres,” ungkap kandidat doktor ilmu politik itu.  Ginting menjelaskan, selain pejabat negara dari bidang eksekutif dan legislatif, UU juga mengamanatkan pejabat negara lainnya mesti mundur jika akan maju dalam pilpres. Mereka adalah ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (MK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Termasuk kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, seperti duta besar luar biasa dan berkuasa penuh. “Untuk kepala daerah, seperti Ganjar Pranowo, bakal capres dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), harus meminta izin terlebih dulu kepada presiden untuk maju dalam pilpres,” kata Ginting yang lebih dari 30 tahun menjadi wartawan bidang politik. “Bagaimana jika presiden tidak memberikan izin kepala daerah? Ini menarik untuk diulas. Apabila sampai 15 hari presiden tidak memberikan izin, maka undang-undang menganggap izin dianggap sudah diberikan. Jadi presiden tidak boleh cawe-cawe menghalang-halangi kepala daerah yang akan maju dalam pilpres,” pungkas Ginting, menjelaskan. (*)

Komisi VIII Mendorong Solusi untuk Mengurangi Daftar Antrean Haji Indonesia

Jakarta, FNN - Ketua Komisi VIII DPR Ashabul Kahfi menyebut pihaknya akan mendorong dan mencari solusi untuk mengurangi daftar antrean haji Indonesia yang dinilai sangat panjang.  \"Mungkin nanti daftar antreannya tidak lagi per daerah, bisa ditarik ke tingkat provinsi, sehingga dengan begini setidaknya bisa mengurangi antrean daftar haji,\" kata Ashabul dikutip dari keterangan resmi diterima di Jakarta, Senin.  Selain itu, sambung Ashabul, ada pula kebijakan yang bisa didorong, yakni bagi masyarakat yang sudah berhaji dua kali akan boleh berhaji kembali setelah sepuluh tahun.  “Kita harapkan juga, bagi mereka yang sudah berhaji, mungkin cukuplah kita beri kesempatan kepada saudara-saudara kita yang lain,” katanya.  Dia menyebut, Indonesia juga bisa bernegosiasi mengambil kuota haji dari negara-negara lain yang tidak digunakan. Hal tersebut, kata Ashabul, nantinya tergantung dengan pembicaraan antara Pemerintah Indonesia dan pihak Kerajaan Arab Saudi.  “Tetapi perlu diingat, jika ada penambahan kuota, ini juga saling terkait dengan kesiapan pemerintah untuk memenuhi penambahan kuota tersebut. Misalnya, kesiapan untuk kateringnya, transportasi, kesehatan, serta lainnya,” imbuh Ashabul.  Lebih lanjut, Ashabul menyoroti daftar antrean haji di wilayah Sulawesi Selatan (Sulsel) yang menjadi daerah dengan antrean terlama di Indonesia. Dia menyebut, daftar tunggu pemberangkatan calon jemaah haji di Kabupaten Bantaeng, Sulsel mencapai 49 tahun.  Ashabul mengakui semangat berhaji di Indonesia sangat tinggi, sehingga masalah antrean daftar haji tersebut terjadi. Antrean haji yang panjang ini juga berimplikasi kepada penambahan jumlah jemaah lansia.  \"Katakanlah, saat dia mendaftar pada usia 45 tahun, terus menunggunya 30 tahun, otomatis kan waktu dia berangkat sudah lansia. Saya pikir ini perlu menjadi perhatian bersama pemerintah dan kami di Komisi VIII DPR untuk menyelesaikan masalah ini,” ujar Ashabul saat mengunjungi jemaah haji embarkasi Sulsel di Syisyah, Mekkah, Arab Saudi, Minggu (25/6).(ida/ANTARA)

Jemaah Haji Diminta Menjaga Kesehatan dan Stamina Menjelang Wukuf

Jakarta, FNN - Anggota Komisi IX DPR RI Hasnah Syam berpesan kepada jemaah haji Indonesia untuk betul-betul menjaga kesehatan menjelang puncak haji, yakni wukuf di Arafah agar dapat melaksanakan ibadah dengan sempurna.  \"Kami mohon agar tetap menjaga kebersamaan. Kurangi aktivitas yang tidak penting. Fokus ibadah,\" kata Hasnah seturut keterangan tertulis diterima di Jakarta, Senin.  Hal tersebut disampaikan Hasnah saat mengunjungi pemondokan haji asal Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan (Sulsel) di Hotel Mina View dalam rangkaian bersilaturahmi dengan jemaah asal Barru di Mekkah, Arab Saudi, Minggu (25/6).  Selain itu, dia juga mengingatkan para jemaah haji untuk menjaga pola dan makanan yang dikonsumsi serta istirahat yang cukup, terutama menjelang wukuf di Arafah dan kembali ke Indonesia dengan selamat dan menjadi haji mabrur. Lebih lanjut, Hasnah selaku anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI mengunjungi rumah sakit tempat jemaah haji Indonesia mendapatkan perawatan medis.  Di sela kunjungannya, Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kabupaten Barru itu juga mengunjungi dan mendengar keluhan langsung jemaah haji asal Barru, terutama terkait pendampingan jemaah lansia.  \"Alhamdulillah hotelnya bagus, kamar-kamarnya bagus, baik tempat tidur, AC, kamar mandi, toiletnya bagus,\" kata Hasnah. \"Cuma memang yang menjadi keluhan itu karena lokasi yang jauh dari Masjidil Haram, sehingga jemaah tidak setiap saat bisa berjemaah atau melaksanakan sholat di Masjidil Haram,\" sambung dia.  Namun demikian, Hasnah memberikan nasihat dan dukungan untuk membangkitkan semangat jemaah haji asal Kabupaten Barru untuk melaksanakan ibadah selama di Tanah Suci.  Dia pun menyebut bahwa seluruh jemaah haji dari Kabupaten Baru dalam kondisi sehat dan mendapatkan pelayanan yang baik.(ida/ANTARA)

Kapolda dan Wakapolda serta Sejumlah Pejabat di Polda Bali Dimutasi

Denpasar, FNN - Sejumlah pejabat di Kepolisian Daerah Bali dimutasi dari jabatannya, termasuk Kapolda Bali Inspektur Jenderal Polisi Putu Jayan Danu Putra dan Wakapolda Brigadir Jenderal Polisi I Ketut Suardana.  Informasi mutasi jabatan tersebut disampaikan oleh Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali Kombes Pol. Stefanus Satake Bayu Setianto di Denpasar, Bali, Senin.  Satake mengatakan bahwa mutasi sejumlah perwira tinggi dan pejabat menengah Polri tersebut berdasarkan surat telegram nomor ST/1394/VI/KEP/2023, ST/1395/VI/KEP/2023, dan ST/1396/VI/KEP/2023. Ketiga surat tersebut sama-sama tertanggal 24 Juni 2023.  \"Khusus Kapolda dan Wakapolda Bali, dimutasi untuk persiapan penugasan di luar struktur,\" kata Satake Bayu.  Dalam Surat Telegram Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo tertulis Kapolda Bali Irjen Pol. Putu Jayan Danu Putra dimutasikan sebagai pati Baintelkam Polri dan diganti oleh Brigjen Pol. Ida Bagus K. Putra Narendra yang sebelumnya menjabat Karoada B/J Slog Polri.  Sementara itu, Brigjen Pol. I Ketut Suardana yang sekarang menjabat sebagai Wakapolda Bali dimutasikan sebagai pejabat tinggi Bareskrim Polri. Jabatan Wakapolda Bali selanjutnya akan dijabat oleh Brigjen Pol. I Gusti Kade Budhi Harryarsana yang sebelumnya bertugas Direktur Program Sarjana STIK Lemdiklat Polri.  Selain Kapolda dan Wakapolda, sejumlah pejabat di lingkungan Polda Bali juga ikut dimutasi adalah Karolog Polda Bali Kombes Pol. Nelson Pardamean Purba diangkat dalam jabatan baru sebagai Kabagada B/J Slog Polri. Dia diganti oleh Kombes Pol. I Gede Mega Suparwitha yang sebelumnya menjabat Karolog Polda Sumut.  Kombes Pol. Nuryanto yang menjabat sebagai Karoops Polda Bali diangkat dalam jabatan baru sebagai Kabagpakatkerma Rokerma KL Sops Polri dan digantikan oleh Kombes Pol. Soelistijono yang sebelumnya menjabat Direktur Polairud Polda Bali.Selanjutnya, Kabagselbangyar Korpolairud Baharkam Polri Kombes Pol. Ponadi diangkat sebagai Dirpolairud Polda Bali.  Untuk Kombes Pol Ketut Onik Suirawan Karorena Polda Bali, dimutasikan sebagai pamen Polda Bali dalam rangka pensiun. Kombes Pol. Daniel Widya Mucharam sebelumnya Akreditor Utama Divpropam Polri diangkat dalam jabatan baru sebagai Karorena Polda Bali.  Selanjutnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bali Kombes Pol. Surawan diangkat sebagai Dirreskrimum Polda Jabar. Posisi Direskrimum Polda Bali akan dijabat oleh Kombes Pol. Yanri Paran Simarmata yang sebelumnya Anjak Madya Bidang Iknas Bareskrim Polri.  Berikutnya Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol. Stefanus Satake Bayu Setiyanto diangkat sebagai Kabidhumas Polda Jateng. Posisinya sebagai Kabid Humas Polda Bali digantikan oleh Kombes Pol. Jansen Avitus Panjaitan yang sebelumnya menjabat sebagai Kabidhumas Polda Kepulauan Riau. Kombes Janssen sendiri pernah menjabat sebagai Kapolresta Denpasar periode 2020—2022.  Untuk Kombes Pol. Dody Pribadi yang menjabat sebagai Kabidbinsis Diklat Reserse Lemdiklat Polri, dimutasikan sebagai pamen Polda Bali dalam rangka berobat.  Terakhir, AKBP Dewa Ngakan Nyoman Arinata yang menjabat sebagai Kapolres Merangin Polda Jambi diangkat sebagai Irbid Itwasda Polda Bali.(ida/ANTARA)