ALL CATEGORY
Pansus PCR DPD Minta Kemenkes Jelaskan Harga Tes PCR yang Berubah-ubah
Jakarta, FNN - Panitia Khusus (Pansus) Polymerase Chain Reaction (PCR) DPD RI meminta penjelasan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait harga tes pendeteksi material genetik COVID-19 itu yang terus berubah-ubah.Berdasarkan keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis, penjelasan tersebut diminta langsung oleh anggota DPD RI Hasan Basri dalam Rapat Kerja Gabungan Kemenkes dan BNPB dengan Pansus PCR DPD RI yang digelar secara hybrid, Selasa (15/2).\"Saya meminta penjelasan Kemenkes dan BNPB soal adanya harga PCR yang terus berubah mulai dari Rp3 juta, Rp1 juta, sampai saat ini dengan harga Rp275.000 untuk Pulau Jawa dan Rp300.000 di luar Pulau Jawa. Jangan sampai ada permainan yang kemudian menyengsarakan rakyat kita sendiri,” ujar Hasan Basri yang juga Wakil Ketua Pansus PCR DPD RI. Menanggapi hal itu, Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono menjelaskan teknis penentuan harga tes PCR. Menurutnya, berdasarkan aturan Kementerian Kesehatan, sejak awal laboratorium, yang ditunjuk untuk menangani tes PCR menggunakan dua tahap, yakni ekstraksi atau pemurnian asam ribonukleat (RNA) sehingga menjadi DNA dan amplifikasi atau perbanyakan DNA.\"Dari kedua tahap ini, laboratorium awalnya menggunakan kit (perlengkapan) dengan pesanan dari luar negeri sehingga harga PCR pada awal sangat mahal,” ujar Dante.Namun setelah dipelajari dan diteliti, lanjut Dante, Kemenkes akhirnya bisa menempuh sistem terbuka melalui pengambilan bahan baku tes PCR dari agen lain dengan harga yang lebih murah.\"Akhirnya, kita bisa menurunkan dengan harga sekarang ini. Jadi, harga PCR setelah dengan sistem terbuka, untuk Pulau Jawa sebesar Rp225.000 ditambah harga tes usap sebesar Rp30.000 sehingga total Rp275.000. Lalu, untuk harga tertinggi di luar Pulau Jawa Rp.300.000,\" kata Dante.Apabila masyarakat menemukan harga tes PCR di atas nominal tersebut, ujarnya, maka akan ditindaklanjuti Kemenkes dan BNPB.Pada akhir penutupan rapat kerja itu, Pansus PCR DPD RI merekomendasikan Kementerian Kesehatan untuk melakukan penguatan produksi PCR dalam negeri agar tarif tes PCR tidak membebani masyarakat.Selain itu, Pansus PCR DPD RI memandang diperlukan sidak oleh pihak berwenang secara berkelanjutan untuk memberantas keberadaan oknum yang mengenakan tarif PCR di luar ketentuan.Begitu pula perihal standardisasi layanan, katanya, pansus berharap hal itu dapat dilakukan transparan dan dibuatkan ketentuan yang menjadi pedoman dalam layanan tes PCR. (mth)
Mendes: Lokasi Kawasan Transmigrasi Harus Bebas Permasalahan Hukum
Jakarta, FNN - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menyampaikan lokasi yang akan dijadikan sebagai kawasan transmigrasi harus bebas dari permasalahan hukum maupun sosial. \"Lahan transmigrasi juga harus 2C, yakni harus clear and clean. Selain itu 3L, yakni layak huni, layak usaha, dan layak berkembang sehingga berpeluang menjadi pusat ekonomi baru dan bermanfaat bagi warga transmigran,\" ujar Mendes PDTT dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis. Ia menegaskan semua lahan yang akan dijadikan kawasan transmigrasi harus dipastikan memenuhi syarat itu. Ia menambahkan status penyediaan tanah dalam pembangunan kawasan transmigrasi adalah hal krusial. Oleh karena itu, ia berharap, permasalahan tanah, hutan desa, dan kawasan transmigrasi tidak terjadi polemik. \"Persoalan lahan transmigrasi bila tidak segera diselesaikan, bakal menjadi masalah dan sengketa. Kemendes sangat memperhatikan akan hal ini,\" kata Gus Halim, demikian ia biasa disapa, saat menerima audiensi Bupati Sukamara, Kalimantan Tengah, Windu Subagio di Jakarta, Rabu (16/2). Dalam kesempatan itu, Direktur Jenderal Pengembangan Kawasan Transmigrasi Kemendes PDTT Aisyah Gamawati menambahkan bahwa Kabupaten Sukamara, Kalimantan Tengah direncanakan menjadi salah satu lokasi yang akan dibangun untuk kawasan transmigrasi pada 2022. Ia menyampaikan lokasi kawasan transmigrasi itu diusulkan kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai area penanaman pisang cavendish untuk mendukung program pengembangan kawasan hortikultura berorientasi ekspor. \"Kebetulan kemarin itu kami diundang Menko Perekonomian. Mereka sedang memprogramkan menanam pisang cavendish. Kami mengusulkan dua kawasan transmigrasi. Kita usulkan Kabupaten Wina, Sulawesi Tenggara dan tadi kita sudah diskusi kami mengusulkan Sukamara. Karena lahannya luas, satu hamparan bisa di Sukamara,” katanya. Ia mengatakan beberapa proses administrasi sedang berjalan dan ditargetkan selesai dalam waktu dekat. Bupati Sukamara Windu Subagio menyambut positif rencana pembangunan kawasan transmigrasi di wilayahnya. Ia optimistis penanaman pisang cavendish akan menjadi komoditas yang menguntungkan di daerahnya. \"Tanah kami ini mineral dan agak berbukit, sebagian berpasir dan rawa, tanahnya bisa ditanami segala hal. Kalau pisang memang agak bandel ya tapi insyaallah bisa karena memang sawit kan tidak boleh ditanam di kawasan transmigrasi meskipun lebih mudah. Kami siapkan lokasinya karena memang rasanya perlu komoditas lain,\" tuturnya. (mth)
Wali Kota Probolinggo Temui Ketua DPD Bahas RS Standar Internasional
Jakarta, FNN - Wali Kota Probolinggo, Jawa Timur, Habib Hadi Zainal Abidin menemui Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti membahas kelanjutan pembangunan rumah sakit berstandar internasional yang masuk sebagai salah satu proyek strategis nasional.\"Yang jadi pertanyaan saya, pembangunan rumah sakit ini bagian dari tindak lanjut Perpres Nomor 80 Tahun 2019, tapi tak ada bantuan anggaran sama sekali dari pusat. Ini murni dari APBD Kota Probolinggo,\" kata dia saat menemui Ketua DPD RI melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.Hal itu ia sampaikan mengenai fasilitas kesehatan berstandar internasional untuk masyarakat Bromo, Tengger, dan Semeru. Hal itu dikuatkan melalui Perpres Nomor 80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan, Kawasan Bromo, Tengger, Semeru, Kawasan Selingkar Wilis, dan Lintas Selatan.Berangkat dari Perpres tersebut, Pemkab Probolinggo kemudian membangun fasilitas kesehatan berupa rumah sakit dengan anggaran senilai Rp200 miliar. Sayangnya, bantuan dari pusat belum terealisasi.Selaku kepala daerah, Habib Hadi mengaku bingung. Sebab, ia sudah bersurat kepada beberapa kementerian terkait namun tidak ada jawaban. Oleh karena itu, ia menyambangi Ketua DPD RI guna mencari solusi pembangunan RS berstandar internasional tersebut.Bahkan, ia mengaku sudah mencoba datang langsung menemui Presiden Joko Widodo namun hanya bisa bertemu dengan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. .\"Padahal, ini proyek strategis nasional. Penganggarannya diarahkan melalui KPBU, tapi karena tidak ada peminat, kami gunakan dana APBD mengingat sudah masuk dalam RPJMD,\" jelas dia.Saat ini, yang dibutuhkan pihaknya adalah alat kesehatan untuk kebutuhan di rumah sakit yang telah dibangun tersebut.\"Kami saat ini butuh alat kesehatan. Silakan pemerintah pusat bantu kami,\" ujarnya.Untuk itu, ia meminta Ketua DPD RI memfasilitasi hal tersebut agar kebutuhan fasilitas kesehatan yang diperuntukkan masyarakat Bromo, Tengger, dan Semeru dapat segera terpenuhi.Sementara itu, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan siap memperjuangkan aspirasi Wali Kota Probolinggo tersebut.Menurut dia, negara harus hadir di tengah-tengah rakyatnya terlebih hal tersebut berkaitan dengan fasilitas kesehatan di tengah pandemi COVID-19. (mth)
ASPI: Perlu Kolaborasi untuk Perkuat Riset Sel Punca di Indonesia
Jakarta, FNN - Ketua Asosiasi Sel Punca Indonesia (ASPI) Rahyussalim mengatakan perlu kolaborasi dan sinergi antarpemangku kepentingan, termasuk pemerintah, periset/ahli, dan industri, untuk memperkuat riset sel punca di Indonesia yang bermanfaat bagi dunia kesehatan.\"Yang lebih penting perlu kolaborasi dan sinergi dari para pihak yang terlibat,\" kata dia dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.Ia menuturkan untuk dapat memperkuat riset sel punca di Indonesia, perlu upaya memperbanyak pelaku riset sel punca, baik perorangan maupun kelompok, baik dari riset dasar maupun klinis.Selain itu, perlu dukungan pemerintah berupa regulasi yang mempermudah riset dan pelayanan sel punca.Ia mengatakan posisi sumber daya manusia (SDM) periset di Indonesia, baik pada tahap dasar (basis) maupun klinis yang serius pada pengembangan dan penggunaan sel punca, masih sedikit.Penelitian sel punca terdiri atas riset dasar/preklinis (in vitro dan in vivo) dan riset klinis di mana ada fase 1 untuk dosis dan prosedur, fase 2 untuk keamanan dan efektivitas, serta fase 3 komunitas (hilirisasi produk/post market).\"Selama ini riset sel punca di Indonesia masih berkutat pada riset sel punca mesenkimal. Kita di ASPI ada pada fase 1, ini yang kami kerjakan,\" tutur Rahyussalim.Menurut dia, di dunia sudah ada 6.000 uji klinis sel punca, sedangkan angka riset sel punca (stem cell) di Indonesia masih kecil.Maka dari itu, ASPI berupaya memperkuat penelitian sel punca dan melakukan harmonisasi.Untuk pengembangan riset sel punca, ASPI mengacu dan mengadopsi kepada organisasi International Society for Stem Cell Research (ISSCR) yang sudah mempunyai pedoman (guide line) tentang sel punca.Rahyussalim menuturkan ASPI menyambut baik skema Pusat Kolaborasi Riset yang difasilitasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk bisa mewujudkan penguatan dan harmonisasi riset sel punca di Indonesia.Pelaksana Tugas Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati BRIN Iman Hidayat mengatakan peranan asosiasi profesi seperti ASPI strategis dalam pengembangan riset dan inovasi sel punca.Untuk itu, ia mendorong ASPI bekerja sama dengan BRIN atau rumah sakit untuk bisa membuat pusat kolaborasi riset sel punca.Melalui skema pusat kolaborasi riset tersebut, katanya, selain dapat mengakses skema fasilitasi pendanaan dari BRIN, juga dapat merekrut mahasiswa sebagai asisten riset yang bertujuan membangun riset dan SDM yang kompeten. Dorong Riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong akselerasi riset sel punca (stem cell) untuk pengobatan di Tanah Air melalui pengembangan kapasitas sumber daya manusia (SDM) terampil, penambahan infrastruktur riset, pendanaan riset, dan program riset.\"Peran BRIN saat ini adalah mengakselerasi riset dan inovasi sel punca di Indonesia, yaitu dengan menciptakan ekosistem riset yang membuat seluruh stakeholder (pemangku kepentingan) bisa tumbuh,\" kata Pelaksana tugas Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati BRIN Iman Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.Iman mengatakan jika ekosistem riset sel punca untuk pengobatan terbangun dan bangkit, dan seluruh pemangku kepentingan terfasilitasi, maka diharapkan akan muncul inovasi-inovasi unggul di bidang kesehatan.Pria lulusan dari Chiang Mai University di Thailand itu menuturkan sel punca sudah dibicarakan sejak 10 tahun yang lalu sebagai pengobatan masa depan.Namun, penggunaan terapi sel punca dalam dunia kesehatan di Indonesia masih sangat minim. Begitu juga pengembangan dan risetnya yang masih belum banyak dilakukan.Meski demikian, menurut Iman, masih terbuka peluang bagi Indonesia untuk memperkuat daya saing dalam penelitian sel punca.Iman menuturkan ada beberapa tantangan yang menghambat pengembangan sel punca di Indonesia antara lain terapi biaya pengobatan sel punca saat ini masih sangat mahal.Terapi sel punca menjadi mahal karena bahan baku lebih dari 95 persen impor, sehingga masih sangat jarang digunakan oleh masyarakat.Kesiapan rumah sakit dan klinik untuk melakukan terapi sel punca masih terbatas. Rumah sakit atau klinik harus memiliki fasilitas instalasi sel punca, bank sel punca, laboratorium riset terpadu, hingga tenaga medis di bidang sel punca.Selain itu, biaya riset sel punca juga sangat mahal. Riset di berbagai institusi belum banyak mengarah ke arah riset terapan. Oleh karenanya, perlu percepatan hasil riset melalui kolaborasi antara peneliti di berbagai institusi.Untuk itu, BRIN memfasilitasi dan menyediakan dana dan infrastruktur untuk meningkatkan riset dan inovasi di Tanah Air termasuk untuk menumbuhkan pembangunan kapasitas di bidang sel punca di Indonesia.BRIN telah membentuk Organisasi Riset Kesehatan dengan tujuh pusat riset di bawahnya untuk memfasilitasi periset dalam bidang kesehatan.BRIN juga sudah menyiapkan pendanaan rumah program obat dan vaksin sebesar Rp20 miliar, pengobatan presisi dan regeneratif Rp20 miliar, dan penyakit infeksi Rp10 miliar.BRIN juga memiliki pendanaan untuk uji klinis dan praklinis yang dialokasikan sebesar Rp350 miliar. (mth)
KPK Panggil Empat Saksi Kasus TPPU Mantan Pejabat Ditjen Pajak
Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, memanggil empat saksi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tersangka mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji (APA). \"Hari ini pemeriksaan saksi untuk perkara TPPU terkait dengan penerimaan hadiah atau janji pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan 2017 pada Direktorat Jenderal Pajak,\" kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis. Ia menyebutkan keempat saksi itu, yakni Kepala Desa Kalong II Ulul Azmi (swasta) dan tiga pihak swasta masing-masing Idah Bt. Mista, Jaja, dan Muhamad. \"Pemeriksaan dilakukan di Polres Bogor Kota,\" ucap Ali. Penetapan Angin sebagai tersangka dugaan TPPU merupakan pengembangan dari kasus suap pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan 2017 pada Ditjen Pajak yang sebelumnya juga menjerat Angin. KPK menduga kuat adanya kesengajaan dari tersangka Angin menyembunyikan hingga menyamarkan asal usul harta kekayaannya yang diduga dari hasil tindak pidana korupsi. KPK juga telah menyita berbagai aset senilai Rp57 miliar terkait dugaan TPPU Angin. Aset tersebut di antaranya berupa tanah dan bangunan. Sebelumnya dalam perkara suap, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis terhadap Angin dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda Rp300 juta subsider 2 bulan kurungan. Majelis hakim juga menjatuhkan vonis terhadap mantan Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Ditjen Pajak Dadan Ramdani dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan. Terhadap Angin dan Dadan juga dijatuhi pidana tambahan masing-masing membayar uang pengganti sejumlah Rp3,375 miliar dan 1,095 juta dolar Singapura. Keduanya divonis bersalah menerima suap terkait dengan pemeriksaan pajak terhadap tiga wajib pajak, yaitu PT Gunung Madu Plantations untuk tahun pajak 2016, PT Bank PAN Indonesia Tbk. (Panin) untuk tahun pajak 2016, dan PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017. (mth)
Azis Syamsuddin Divonis 3,5 Tahun Penjara
Jakarta, FNN - Mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Muhammad Azis Syamsuddin divonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider empat bulan kurungan, karena terbukti memberi suap senilai Rp 3,099 miliar dan 36.000 dolar AS, sehingga totalnya sekitar Rp 3,619 miliar, kepada eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Stepanus Robin Pattuju dan advokat Maskur Husain.\"Mengadili, menyatakan terdakwa Muhammad Azis Syamsuddin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut berdasarkan dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan, dan pidana denda sejumlah Rp 250 juta, yang bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 4 bulan,\" kata Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis, 17 Februari 2022.Vonis tersebut lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang meminta agar Azis divonis empat tahun dan dua bulan penjara, ditambah denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan.Majelis hakim, yang terdiri dari Muhammad Damis, Fazhal Hendri dan Jaini Bashir, juga mencabut hak politik Azis selama empat tahun ke depan.\"Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun terhitung setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya,\" tambah Hakim Damis.Putusan tersebut berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP.\"Hal-hal memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program Pemerintah dalam pemberantasan korupsi, terdakwa merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga DPR, terdakwa tidak mengakui kesalahan, terdakwa berbelit-belit selama persidangan. Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa punya tanggungan keluarga,\" ungkap Damis, sebagaimana dikutip dari Antara.Perkara ini diawali saat KPK melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan Kabupaten Lampung Tengah Tahun Anggaran 2017, sejak 8 Oktober 2019, dimana diduga ada keterlibatan Azis dan Aliza Gunado sebagai pihak penerima suap.Azis berusaha agar dirinya dan Aliza Gunado, yang juga kader Partai Golkar, tidak dijadikan tersangka oleh KPK. Azis meminta bantuan penyidik KPK dan dikenalkan dengan Stepanus Robin, yang telah menjadi penyidik KPK sejak 15 Agustus 2019 dari unsur Polri.Azis lalu bertemu dengan Stepanus Robin di rumah dinas Azis pada Agustus 2020, guna mengurus kasus yang melibatkan Azis dan Aliza, terkait penyelidikan KPK di Lampung Tengah.Stepanus Robin dan Maskur Husain menyampaikan kesediaannya untuk membantu, dengan imbalan uang sejumlah Rp 4 miliar, dengan perhitungan masing-masing sejumlah Rp 2 miliar dari Azis dan Aliza Gunado, dengan uang muka sejumlah Rp 300 juta.Uang muka diberikan Azis ke Stepanus Robin dan Maskur Husain, dengan pembagian Stepanus Robin menerima Rp 100 juta dan Maskur Husain menerima Rp 200 juta. Uang tersebut ditransfer dari rekening BCA milik Azis secara bertahap sebanyak empat kali, masing-masing sejumlah Rp 50 juta, yaitu pada tanggal 2, 3, 4 dan 5 Agustus 2020.Pada 5 Agustus 2020, Azis kembali memberi uang tunai 100.000 dolar AS kepada Stepanus Robin di rumah dinas Azis di Jalan Denpasar Raya, Jakarta Selatan.Selanjutnya, sejumlah 36.000 dolar AS diserahkan kepada Maskur Husain di depan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan sisanya sebanyak 64.000 dolar AS ditukarkan di money changer menjadi sejumlah Rp 936 juta.Uang hasil penukaran tersebut sebagian diberikan kepada Maskur Husain sebesar Rp 300 juta pada awal September 2020 di rumah makan Borero Keramat Sentiong.Selain pemberian itu, pada Agustus 2020 sampai Maret 2021, Azis juga beberapa kali memberikan uang kepada Stepanus Robin dan Maskur Husain, dengan jumlah keseluruhannya senilai 171.900 dolar Singapura.Stepanus Robin kemudian menukar uang tersebut di money changer, dengan menggunakan identitas temannya bernama Agus Susanto dan Rizky Cinde Awaliyah, menjadi bentuk rupiah sejumlah Rp 1.863.887.000.Sebagian uang tersebut lalu diberikan Robin kepada Maskur Husain pada awal September 2020, sejumlah Rp1 miliar dan Rp 800 juta, pada September 2020.Sehingga, total suap yang diberikan oleh Azis Syamsuddin kepada Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain adalah Rp 3.099.887.000 dan 36.000 dolar AS. Terhadap putusan tersebut, Azis Syamsuddin dan JPU KPK menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari. (MD).
Sutradara: Serial "Grid" Bawa Pesan untuk Menyelamatkan Bumi
Jakarta, FNN - Sutradara asal Korea Selatan Lee Khan mengatakan bahwa serial fiksi ilmiah \"Grid\" yang ia garap mengandung pesan mengenai upaya penyelamatan bumi dan manusia di dalamnya dari bencana. \"Tidak mudah memutuskan untuk mengarahkan serial ini. Yang mengejutkan saya adalah tema serial ini, yaitu \'kita harus melindungi planet bumi kita\',\" kata Lee dikutip dari The Korea Times pada Kamis. Serial tersebut tayang perdana di platform streaming Disney+ pada Rabu (16/2). \"Grid\" berkisah tentang sosok misterius bernama \"Ghost\" (diperankan oleh Lee Si-young) yang menghilang setelah mengembangkan sistem Grid yang melindungi manusia dari bencana yang mematikan. Setelah 24 tahun menghilang, dia muncul kembali dan membantu seorang pembunuh berantai melarikan diri. Detektif Jung Sae-byeok (Kim A-joong) bekerja sama dengan pejabat pemerintah Kim Sae-ha (Seo Kang-jun) berusaha mengungkap rahasia di balik makhluk misterius sekaligus mengejar pembunuh berantai itu. Serial yang memiliki 10 episode ini ditulis oleh Lee Soo-yeon, yang merupakan penulis dan pencipta serial thriller kriminal \"Stranger.\" \"Sampai sekarang sebenarnya saya masih bertanya-tanya kenapa tidak ada serial atau film di Korea yang berbicara tentang menyelamatkan Bumi. Jadi saya bergandengan tangan dengan penulisnya,\" kata sutradara yang mengarahkan film \"The Divine Move 2: The Wrathful\" (2019) itu. Ia mengatakan bahwa serial ini akan menjadi genre fiksi ilmiah dengan efek visual yang lebih sedikit. Ia juga mencatat bahwa fokus utamanya dalam membuat serial \"Grid\" adalah menciptakan alam semesta fiksi ke plot yang tidak dikenal. \"Ada banyak elemen fiksi ilmiah tetapi serial kami tidak menampilkan efek visual dari itu. Serial ini mengembangkan cerita berbeda yang ingin diungkapkan oleh penulis, berdasarkan pada kenyataan. Karena plotnya agak asing, kami melakukan banyak upaya untuk secara meyakinkan mengembangkan alam semesta fiksi,\" terang Lee. Sementara itu, Kim A-joong yang kembali unjuk peran setelah terakhir kali bermain di serial \"Live Up to Your Name\" (2017) mengaku terpikat oleh cerita yang disajikan \"Grid\" setelah membaca naskahnya. \"Saya tertarik dengan bagaimana plotnya berkembang. Saya bisa menangkap ketegangan sepanjang cerita misteri thriller ini. Saya terpesona oleh detail dan gaya unik yang dimiliki penulis Lee,\" katanya. (mth)
Anies, Memilih Demokrasi Sejati atau Memenangkan Pilpres 2024?
Oleh: Yusuf Blegur, Pegiat Sosial dan Aktivis Yayasan Human Berdikari Sebagian besar begitu reaksioner terhadap tulisan \"Menakar Perkawinan Politik Anies dan Puan\". Sikap spontan yang apriori dan skeptis itu, menohok menampilkan penolakan Anies berpasangan dengan Puan dalam pilpres 2024. Meski baru wacana dan upaya penjajakan, tampaknya menjadi penting dan prinsip untuk mengeksplorasi paradigma dan dinamika demokrasi pada umumnya dan pilpres 2024 khususnya. Terlebih agar tidak ada lagi ekspektasi yang berlebihan dan kekecewaan yang dalam seperti yang sudah-sudah. Betapa dalam demokrasi itu, politik ideal adalah satu hal, realitas politik adalah hal lain. Sebagaimana dirilis Kitabullah Al Quran, yang diturunkan ke bumi sebagai petunjuk dan pembeda dalam kehidupan manusia, begitu juga dalam ranah demokrasi utamanya soal politik. Pilpres dan pemilu lainnya tak luput juga dari apa yang disebut dualisme. Dalam demokrasi, keinginan dan kedaulatan rakyat sangat berbeda kenyataannya dengan kepentingan politik tertentu. Sroerti menegaskan betapa berjaraknya antara nilsi-nilai dengan tindakan. Rakyat dihadapkan pada hal-hal yang ideal dan realisme. Pun, umat Islam bisa memilih dan menentukannya dengan konsekuensinya masing-masing, mendorong Anies menjalankan demokrasi, atau memenangkan pilpres 2024?. Sesungguhnya rakyat Indonesia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya, terlalu sering dihadapkan pada kekecewaan dan hampir frustasi saat menghadapi demokrasi yang dibangga-bangggakan dan dianutnya sendiri. Begitu besar ekspekstasi dan cita-citanya, namun hanya keprihatinan yang di dapat dari pemilu ke pemilu. Saban pemilu dan pilpres, rakyat terutama umat Islam, berujung hanya menjadi sapi perahan dari pesta orang-orang berduit dan berkuasa. Mulai dari partai politik, anggota DPR-MPR, DPD, walikota-bupati, gubernur hingga presiden. Sejauh ini rakyat belum mendapatkan hasil yang terbaik dan memuaskan. Alih-alih memperjuangkan kebutuhan rakyat, mewujudkan kemakmuran dan keadilan. Produk pemilu yang memiliki legalitas dan legitimasi rakyat itu, justru dipenuhi rekayasa kecurangan dan manipulasi. Selain melahirkan pemimpin yang tiran dan dzolim. Belajar dari pengalaman demokrasi kapitalistik yang sekuler dan liberal yang selama ini diikuti rakyat. Seharusnya ada kesadaran refleksi dan evaluasi, betapa pemilu yang sarat transaksional dan materialistik itu tidak terus menerus menghianati kedaulatan rakyat. Rakyat menjadi sangat dibutuhkan saat menjelang pemilu. Usai itu hanya ada eksploitasi baik kekayaan alam maupun hak asasi manusia. Rakyat pada akhirnya menjadi korban penindasan para pemimpin, politisi dan pejabat dari manipulasi pemilu yang di lahirkan dan dibiayai oleh rakyat juga. Semestinya juga ada kesadaran kritis dan perlawanan merubahnya, bahwasanya pilpres dan pemilu-pemilu lainnya telah dibajak oleh oligarki yang mewujud kepemilikan modal dan borjuasi korporasi. Ini bukan semata soal taktis dan strategi, ini juga bukan hanya sekedar esensi dan substansi demokrasi. Lebih dari itu, Anies dituntut untuk menciptakan keselarasan dan keharmonisan, antara kesadaran ideal spiritual dengan kesadaran rasional material. Akankah ada standar nilai yang menjadi landasan dari sebuah proses dan hasil yang diperoleh. Demikian juga harapan dan keinginan rakyat luas, termasuk umat Islam terhadap figur Anies. Dengan segala persfektif dan sudut pandang yang beragam, dengan aneka obyektifitas dan subyektifitas pada pemimpin yang simpati dan empati rakyat begitu mewabah luas. Akankah proyeksi politik Anies pada pilpres 2024 teraktualisasi, atau hanya sekedar obsesi?. Selain dalam cengkeraman oligarki, fenomena semua pilpres juga memunculkan betapa kepentingan global sangat dominan. Umat Islam seakan tak berdaya dan tak ada pilihan untuk sesungguhnya mewujudkan dan menikmati pilpres 2024 dari proses demokrasi yang sehat, termasuk memilih presiden idamannya. Rakyat atau umat Islam, haruskah terus menerus larut dan terpaksa merasakan pemilu yang pilu. Memilih demokrasi yang semu atau memenangkan pilpres 2024 dengan segala kelenturan menyikapinya. Anies, sanggupkah mengedepankan moral untuk sejatinya menjadi pemimpin, atau tak lebih dari sekedar boneka kekuasaan oligarki, demi menduduki kursi nomor satu di republik ini. (*)
Hutahaean Memang Lemah
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan AKHIRNYA Ferdinand Hutahaean duduk juga sebagai pesakitan di ruang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Meski mengaku mualaf tetapi KTP Hutahaean masih mencantumkan agama Kristen. Status ini mendasari dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Ketika pegiat twitter ini tak berkutik, ia mencoba berlindung dengan status mualafnya, padahal yang tersinggung berat dan marah atas cuitannya adalah umat Islam. Cuitan yang membuat keriuhan bahkan keonaran adalah \"Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, Dialah pembela ku selalu. Allahku tak perlu dibela\". Pasal 1 UU No 1 tahun 1946, Pasal 45 A UU ITE, dan Pasal 156 a KUHP telah siap untuk menerkam pegiat medsos eks aktivis Partai Demokrat ini. Ternyata Allah tidak lemah. Ferdinand lah yang lemah. \"Allahmu ternyata lemah\" katanya, tapi bukan menohok umat Islam, lalu kepada siapa ? Menjadi makan buah simalakama baginya. \"Allahmu ternyata lemah\" bisa menyinggung umat Kristen juga. Meskipun demikian sudah tepat JPU tetap berpegang pada KTP bahwa Hutahaean adalah Kristen. Ketika warganet ramai mereaksi cuitannya, maka Ferdinand menghapusnya \"saya hapus biar ga brisik org sprt lu. Ngga diapa2in tapi merasa diapa2in wkwkwk\". Akan tetapi bagi Jaksa Penuntut Umum \"wkwkwk\" itu menjadi bukti kesengajaan ejekan yang dapat menimbulkan keonaran. Memang Hutahaean harus serius bersiap-siap untuk menghuni jeruji besi..wkwkwk. Meski ia beralasan bahwa cuitannya didasari pada kegamangan pada dirinya sendiri, namun dengan menyudutkan Allah dan dipublikasikan adalah salah besar. Hutahaean memancing \"huru-hara\". Allah ternyata tidak lemah, justru Hutahaean yang kini \"terkulai lemah\". Allah tidak perlu dibela, Hutahaean yang butuh pembela di persidangan..wkwkwk. Bagi umat dan rakyat Indonesia tidak penting Hutahaean mau Kristen atau Islam. Rasanya tidak berguna sosok Ferdinand Hutahaean yang gemar nyinyir, berbaju buzzer dan cuat cuit tak bermutu. Kecuali berubah total untuk menjadi orang yang baik dan rendah hati. Faktanya Hutahaean yang biasa menyakiti kini sedang sakit sebagai pesakitan. Pengadilan hanya ruang sempit untuk mengadili diri, ruang lebar itu ada pada keluasan jiwa sendiri untuk mau belajar membersihkan hati. Bukan pura-pura belajar untuk kemudian lebih pandai menipu kembali. Selamat menikmati perjalanan mendaki. Anda telah membuat onar dan menista agama. Tidak penting Muslim atau Kristen. (*)
Perang Sultan Agung Paling Terencana
Oleh Ridwan Saidi, Budayawan NARASI sejarah perang Sultan Agung 1628-1629 selama ini tanpa penjelasan casus belli, alasan perang, tanpa score siapa menang siapa kalah, tanpa durasi bulan, cuma time frame 1628-1629. Titik berat narasi pada perjalanan pasukan Sultan Agung ke Batavia yang mampir dulu di Karawang bertani demi persiapan ligistik, tanpa pula penjelasan lumbung padi diletak di mana, atau mobil. Casus belli menurut de Haan dalam Oud Batavia, VOC mengusir tentara Mataram pada tahun 1623, padahal kehadiran tentara Mataram sudah sejak 1550 atas permintaan Syahbandar Wa Item untuk membantu keamanan labuhan Kalapa. Sultan Agung mempersiapkan perang lima tahun terutama logistik. Dipastikan bantuan dari zona economi Semarang karena Mataram juga berjaga di situ sejak tahun 1550. Mataram ke Batavia dengan kapal karena mereka membawa pasukan gajah. Menurut VOC pasukan Sultan Agung tiba di Batavia Agustus 1628. Ini untuk koordinasi dengan pasukan Betawi yang sejak tahun 1610 sudah nenggunakan senapan, re: van der Zee. Basecamp tentara Mataram yang dipimpin Sura Agul Agul di Kampung Jawa, seberang Harco sekarang, yang terlindung bukit Tambora di utaranya. Posisi VOC tak menguntungkan. Markas mereka sejak 1619 di pulo Kapal (Onrust). Pasukan VOC nge-kost di loji Gedong Adem (meseum Bahari) dan loji Jl Pakin. Orang Belanda tinggal di binnenstad Jalan Kunir. Jalannya Perang, lihat lithografi di atas. 1 Januari 1629 Masyarakat VOC dan pasukan rayakan tahun baru di Beos (SKA Kota) diserang tentara Mataram dengan pasukan gajah. Belanda ancur. Diduga pada bulan Januari 1629 juga Markas tentara VOC di Jl Pakin dibakar. Ratusan Belanda mati. Bekas2 masih ada. Paling lambat Februari 1629 tentara Mataram tinggalkan Batavia. Sekitar enam bulan saja. Logistik terjangkau karena bantuan orang Betawi yang berhuni di sekitar Kampung Jawa. Ini perang untuk kasih pelajaran pada Belanda agar mereka tidak onbeschof, kurang ajar.(*)