ALL CATEGORY
KPK Dalami Pemotongan Dana ASN Pemkot Bekasi untuk Rahmat Effendi
Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan adanya iuran berupa pemotongan dana aparatur sipil negara (ASN) Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, Jawa Barat, untuk kebutuhan tersangka Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi (RE)Untuk mendalaminya, KPK pada Senin (24/1), memeriksa lima pejabat Pemerintah Kota Bekasi sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi berupa suap terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi.\"Para saksi hadir dan didalami keterangannya terkait dugaan adanya iuran berupa pemotongan sejumlah dana dari para ASN Pemkot Bekasi yang kemudian ditampung dan dikelola oleh orang-orang kepercayaan tersangka RE. Selanjutnya, diduga uang itu digunakan untuk kebutuhan tersangka RE,\" ujar Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.Lima saksi tersebut adalah Asisten Daerah I Sekretariat Daerah Kota Bekasi Yudianto, Fungsional Analis Kepegawaian Pemerintah Kota Bekasi Haeroni, dan Kepala Badan Perencanaan dan Penelitian Pengembangan Pembangunan Daerah (Bapelitbangda) Kota Bekasi Dinar Faisal Badar. Lalu, ada pula Bima selaku Kepala Seksi Tata Pemerintahan dan Sugito selaku Kepala Seksi Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Sekolah Dasar (PTK SD).Selain Rahmat Effendi (RE) sebagai tersangka penerima suap, KPK pun telah menetapkan delapan tersangka lain, yaitu Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL) sebagai penerima suap.Lalu, pemberi suap, yakni Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran Rp286,5 miliar.Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat senilai Rp21,8 miliar.Di samping itu, juga ada pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar. Ada pula ganti rugi lain dalam bentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.Atas proyek-proyek tersebut, tersangka Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan dimaksud. Ia juga meminta mereka untuk tidak memutus kontrak pekerjaan.Kemudian sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi juga diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemkot Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid.Uang diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaan Rahmat Effendi, yaitu Jumhana Lutfi (JL) dan Wahyudin (WY).Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya.Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh MY.Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril (AA) melalui M Bunyamin (MB). (mth)
Wabup Mimika: Atasi Abrasi di Atuka Segera Dibangun Talud Bronjong
Timika, FNN - Pemkab Mimika segera membangun talud dari kawat bronjong untuk mengatasi abrasi yang semakin parah di Atuka, ibu kota Distrik Mimika Tengah.Wakil Bupati Mimika Johannes Rettob di Timika, Selasa, mengatakan keberadaan talut kawat bronjong akan dipasang di pinggir Kampung Atuka sangat penting sebagai penahan sekaligus pemecah ombak agar tidak sampai mengikis habis kawasan perkampungan itu.\"Menurut saya di Atuka itu tidak ada solusi lain, harus pakai kawat bronjong isi dengan batu-batu besar untuk tahan air laut di pinggiran kampung. Tahun ini sudah dialokasikan anggaran melalui Dinas PU, kami akan coba mengakomodasi pembuatan kawat bronjong untuk talud di Atuka itu,\" jelas John.Akhir pekan lalu Wabup Mimika bersama sejumlah komunitas mengunjungi masyarakat Atuka yang menjadi korban banjir rob disertai ombak tinggi pada awal Januari lalu.Dari penuturan warga setempat, Kampung Atuka sudah delapan kali berpindah.\"Atuka yang sekarang ini tempat ke delapan. Awalnya kampung itu jauh di ujung bawah, tapi karena abrasi, warga pindah terus sampai di posisi kampung saat ini,\" jelasnya.Sejumlah komunitas yang ikut bersama Wabup Mimika ke Ayuka yaitu Anak Cucu Perintis (ACP), dan Kelompok Pijar , IMI Mimika, Laskar Bugis Makassar, WA Grup Eme Neme, Persemi Old Star, dan PS Freeport Old Star.Selama berada di Atuka pada Jumat (21/1) hingga Sabtu (11/1), anggota beberapa komunitas itu secara bergotong-royong membantu warga Atuka untuk memperbaiki beberapa fasilitas yang rusak seperti jembatan penghubung antarkampung dan lainnya.\"Setiba di Atuka, ACP langsung melakukan perbaikan jabatan karena hampir semua jembatan dalam kampung rusak semua sehingga masyarakat tidak bisa pergi ke Puskesmas, ke Kantor Distrik,\" jelas John.Tim ACP dibantu warga berhasil membangun dan memperbaiki tiga buah jembatan kayu, salah satunya jembatan penghubung antara Pelabuhan Atuka menuju Kampung Atuka sepanjang 40 meter.\"Material kayu balok, papan dan lain-lain kami bawa semua dari Timika. Begitu sampai di Atuka, ACP langsung bekerja dan dalam waktu tujuh jam semua jembatan selesai. Keesokan paginya baru dilakukan serah terima ke Kepala Distrik Mimika Tengah dan Kepala Kampung Atuka,\" ujarnya.Sedangkan Kelompok Pijar yang dipimpin Aiptu Lalu Hiskam langsung mengumpulkan 200 anak usia sekolah untuk diberikan pelajaran membaca, menulis dan berhitung dengan pola \"belajar sambil bermain\".Sementara komunitas yang lain datang ke Atuka dengan membawa bantuan bahan kebutuhan pokok da lainnya untuk meringankan beban warrga yang tertimpa musibah bencana alam banjir rob beberapa wakti lalu.Dalam pertemuan dengan warga masyarakat setempat, Wabup John Rettob mengatakan Pemda sudah memenuhi permintaan masyarakat terkait peningkatan kualitas layanan Puskesmas Atuka, dimana pada 2021 telah dibangun rumah untuk tempat tinggal tenaga medis baik dokter maupun perawat.Selain itu, ke depan Pemkab Mimika akan menyediakan dermaga apung di Atuka dan Aikawapuka. Wabup John mengemukakan semua komponen warga Mimika ikut merasakan dampak bencana yang dialami warga Mimika We (Kamoro) di pesisir Atuka dan Amar.\"Bencana di luar daerah warga Mimika selalu ikut ambil bagian dalam pemberian sumbangan. Sekarang ini warga Mimika sendiri yang alami, kita wajib peduli, makanya saya turun langsung di Atuka dan nanti ke Amar,\" ujarnya. (mth)
Api Bandung Menghangatkan Purnawirawan
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan Tanggal 24 Januari 2022 di area Monumen Perjuangan Jawa Barat depan Kampus UNPAD para Purnawirawan TNI-Polri mendeklarasikan berdirinya organisasi yang menghimpun kebersamaan para Purnawirawan untuk menjaga spirit perjuangan sebagaimana saat aktif sebagai tentara atau aparat negara. Dengan bermotto \"old soldier never die\" organisasi tersebut diberi nama Forum Purnawirawan Pejuang Indonesia (FPPI). Pendirian organisasi atau forum adalah hal yang biasa, demikian juga forum Purnawirawan. Akan tetapi jika dilihat dari latar belakang pembentukannya, maka Forum Purnawirawan Pejuang Indonesia ini menjadi agak istimewa. Dibentuk dan dihadiri oleh beberapa Purnawirawan Perwira Tinggi seperti Kivlan Zein, Slamet Subiyanto, Soenarko, Robby Win Kadir, Nasuha, Koen Priyambodo dan lainnya juga \"vokalis\" seperti Sugeng Waras, Ruslan Buton, dan M Saleh. Dari sambutan-sambutan yang bersemangat juang berlatar belakang spanduk bergambar Jenderal Soedirman tersebut, para Purnawirawan itu melihat bahwa kondisi negara saat ini sangat memprihatinkan yang ditandai oleh : Pertama, otoritarianisme dimana pengelolaan negara tidak berbasis pada penghormatan atas asas kedaulatan rakyat. Oligarkhi mendominasi dan mengendalikan politik, ekonomi, hukum, dan lainnya. Kedua, kondisi ekonomi yang timpang dimana segelintir orang menguasai banyak aset negara dan rakyat. Rakyat susah berhadapan dengan korporat yang senang dan senantiasa bersenang-senang. Jalur bisnis yang menjadi jalan bagi kaum imperialis. Ketiga, Pancasila dan UUD 1945 yang tidak dijalankan dengan utuh dan menyeluruh, murni dan konsekuen, serta lebih pada sloganistik yang bertentangan dengan perilaku dan praktek kehidupannya. Ambivalensi dan penghianatan oleh penyelenggara negara. Keempat, nilai-nilai persatuan dan kemanusian yang terdegradasi, rentan perpecahan akibat serangan masif semburan fitnah. Pelanggaran HAM yang dipertontonkan terang-terangan termasuk pembunuhan 6 laskar FPI. Pelanggaran HAM harus dihentikan dan pelanggar HAM harus dihukum. Kelima, TNI dan Polri harus kembali kepada jati diri sebagai pembela dan pengawal rakyat bukan mengabdi kepada penguasa yang berkuasa sesaat. Menempatkan diri sesuai dengan fungsinya bukan multi-fungsi yang merambah kemana-mana. Para Purnawirawan bertekad untuk berjuang \"sampai titik darah penghabisan\" dalam rangka menegakkan kebenaran, kejujuran, dan keadilan. Mengingatkan seluruh elemen bangsa agar tidak menjual atau menggadaikan kedaulatan negara kepada para penjajah politik, ekonomi, dan budaya. Pertahanan dan keamanan negara yang harus selalu dijaga. Kematian adalah kehidupan panjang untuk membangun monumen kemuliaan bukan monumen kehinaan dan penghianatan. Monumen Juang adalah api Bandung yang menghangatkan atau membakar semangat perjuangan dulu, kini, dan esok. Panglima Besar Jenderal Soedirman telah banyak memberi pelajaran dan keteladanan. Old soldier never die ! (*)
Kembang Jepun
Oleh Ridwan Saidi, Budayawan Nama Kembang Jepun di kota Surabaya.masih bertahan. Di Jakarta sudah lama diganti dengan Jl Bendungan Hilir. Sebutan Jepun untuk Jepang karena pengaruh Melayu Orang Jepang, seperti dilaporkan panel relief Borobudur XI M, sudah di Andunisi walau tetbatas pada suku Ainu. de Haan melaporkan dalam Oud Batavia bahwa orang Jepang pada 1623 menyokong protes Kaum Betawi yang menolak pergantian nama kota Jakatera dengan Batavia. Di Gg Chasse, nama lama yang berganti dengan Jl Pembamgunan II, komunitas Jepang nendirikan Ginza pada tahun 1930. Ginza berikut dibangun di lapangan Monas pada 12 Maret 1942. Jauh sebelum ini, di Karet Belakang di bawah fly over Cassablanca, komunitas Jepang mendirikan Téng Sin. Lokasi TÉNG Sin sekarang dekat klenteng. Sebagai toponim Téng Sin lebih dikenal dari Karét Belakang, atau Karbela. Posisi Karét Téng Sin dan Karét Bij vaak berseberangan dibelah jalan Sudirman. Sin bahasa Egypt artinya Tuhan. Gunung Sinai di Mesir, harusnya ditulis Sin Ai, oh Tuhan. Sin To relasi manusia dengan Tuhan. Téng artinya penerangan. Ini bahasa Melayu resapan yang artinya penerangan. Téng Loléng artinya lampu jalan. Pada tahun 1943 pemerintah pendudukan Jepang mengangkat putra Minang Dahlan Abdullah menjadi Walikota Jakarta, atau Jakurata sebutan waktu itu. Sebelumnya Dahlan Wakil Walikota. Dahlan berperan dalam proses kemerdekaan. Pada bulan September 1945 Dahlan diganti Suwiryo sebagai Walikota Jakarta. November 1945 Dahlan menjadi anggota KNIP. Tahun 1948 Dahlan Dubes RI untuk Iraq. Ini dijabat Dahlan tiga bulan saja. Ia wafat. Dahlan Abdullah dimakam di kompleks pemakaman Syekh Qadir Jailani di Bagdad. Jika saya renungkan proses kemerdekaan RI, kerap saya bertanya sendiri, apa missi pendudukan Jepang 3,5 tahun di Indonesia? (*)
Dua Nama Daftar Bakal Calon Ketua KONI Jatim
Surabaya, FNN - Dua nama mendaftar sebagai bakal calon ketua umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jawa Timur yang akan dipilih melalui Musyawarah Olahraga Provinsi pada 26-27 Januari 2022 di Surabaya.\"Sampai pendaftaran ditutup pada Jumat (21/1), dua orang sudah mengembalikan formulir,\" ujar Ketua Tim Penjaringan dan Penyaringan Calon Ketua Umum KONI Jatim, Deddy Suhayadi, di Surabaya, Senin.Kedua nama tersebut yakni Ketua Harian KONI Jatim sekaligus politikus Muhammad Nabil, serta mantan Kepala Dinas Pendidikan Jatim Saiful Rachman.Pada pelaksanaan Musorprov, salah satu agendanya yakni pemilihan ketua umum KONI Jatim periode 2022-2026 menggantikan Erlangga Satriagung yang telah menjabat selama dua periode.Menurut Deddy Suhayadi, dua nama yang sudah masuk ke tim penjaringan dan penyaringan selanjutnya akan diverifikasi kelengkapan persyaratan yang akan ditetapkan serta dipilih pada Musorprov mendatang.Ia juga menjelaskan, beberapa syarat pendaftaran yang diwajibkan adalah menyertakan dukungan minimal sepertiga dari jumlah KONI di daerah atau minimal 13 KONI Kota/Kabupaten.Selain itu, juga sepertiga dukungan dari jumlah pengurus provinsi cabang olahraga atau minimal 21 cabang olahraga, kemudian bersedia berdomisili di Ibu Kota Provinsi, menyertakan hasil tes kesehatan, SKCK, pernyataan bukan ASN, dan memiliki pengalaman menjadi pengurus KONI.Setelah mendaftar, lanjut Deddy, tim melakukan proses verifikasi yang apabila memenuhi syarat maka dinyatakan lolos, sedangkan yang tidak maka tidak dapat melanjutkan proses.\"Proses ini akan kami lakukan sampai 26 Januari 2022 atau sebelum acara Musorprov dimulai,\" ucap dia.Sementara itu, pihaknya juga menilai adanya orang pendaftar maka terbukti pihak yang ingin mengembangkan olahraga Jatim semakin bervariatif.\"KONI juga menerima siapa saja yang mendaftar dan ingin ikut mengelola, membantu, serta mengembangkan prestasi olahraga Jatim. Kami terbuka dan silahan siapa saja boleh mengabdikan dirinya,\" tuturnya. (mth)
Jin Buang Anak, Istilah yang Dipelintir (Bukan) SARA
Oleh Ady Amar, Kolumnis Jin buang anak, itu sekadar istilah untuk menyebut satu tempat yang jauh dan terpencil. Boleh juga jika mau ditambah, karena jauh dan terpencil, maka ia menyeramkan. Tentu menyeramkan itu tidak berarti ada jin apalagi kuntilanak atau genderuwo di sana. Sekadar istilah, itu bukan makna sebenarnya. Bukan seolah itu benar-benar tempat jin buang anak. Adalah hal biasa, jika istilah itu jadi sebutan keseharian untuk penyebutan suatu tempat yang sulit dijangkau. Bahkan, istilah itu kerap jadi _guyonan_ pada seseorang yang lokasi tempat tinggalnya jauh dan sepi, lalu disebut dengan tempat jin buang anak. Istilah apapun itu memang mudah dipelintir menjadi seolah itu penghinaan. Itu lebih pada siapa yang berbicara dan dalam konteks apa ia berbicara. Maka ribut-ribut, seperti sengaja diributkan, itu yang hari-hari ini mengena pada Edy Mulyadi. Beritanya seolah dibuat besar mengalahkan berita besar lainnya, yang memang besar. Maka, Edy Mulyadi, seorang jurnalis senior yang kebetulan memilih bersikap kritis pada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Maka pilihannya memakai \"istilah\" untuk menggambarkan sesuatu yang jarak tempuhnya jauh, itu dengan \"jin buang anak\" ditarik menjadi masalah besar. Seolah istilah yang disampaikannya itu mengandung unsur SARA. Maka, pada kasus tertentu penyebutan pada suatu istilah, itu pun bisa (dianggap) berunsur SARA. Meski tidak ditemukan sedikit pun unsur SARA. Tetap ditarik pada delik, dan itu kriminalisasi. Menakutkan. Maka, pilihan narasi dan penggunaan istilah pada mereka yang acap bersinggungan dengan rezim, itu mesti hati-hati dan disampaikan dengan bahasa terukur. Tidak bisa bebas seperti mereka yang (sepertinya) kebal hukum, yang boleh seenaknya mengumbar narasi, bahkan sampai _nerobos_ unsur SARA sekalipun. Kepekaan menggunakan sebuah istilah, itu perlu. Sepertinya kepekaan itu agak kendor dipunya seorang Edy Mulyadi. Karenanya, istilah \"jin buang anak\" seolah jadi kejahatan luar biasa, yang pelakunya jadi bulan-bulanan pihak yang tidak suka dengan gaya narasi yang dipilih Edy Mulyadi dalam aksi-aksinya selama ini yang kritis. Maka, momen istilah yang digunakan atas penolakan ditetapkannya Ibu kota negara (IKN) di Kalimantan, itu dipelintir pihak-pihak yang tidak menyukai pandangan politiknya. Dan istilah yang sebenarnya biasa-biasa saja, bisa dibuat menjadi kesalahan luar biasa. Korban Istilah Sikap Edy Mulyadi memang ksatria. Ia meminta maaf, jika ujarannya itu dianggap menyakiti warga Kalimantan. Sikapnya itu tidak perlu harus menunggu lama, atau setelah didesak-desak berbagai pihak. Edy Mulyadi tidak _mempeng_ merasa tidak bersalah. Menganggap apa yang disampaikannya itu cuma sekadar istilah untuk menggambarkan sesuatu tempat yang jauh atau terpencil. Pilihannya untuk sesegera mungkin meminta maaf, itu mestinya disikapi dengan baik. Dengan legowo. Pilihan Edy Mulyadi meminta maaf, itu bagian dari kebesaran hatinya. Beda jauh dari Arteria Dahlan, yang pada awalnya menolak untuk meminta maaf pada etnis Sunda. Dan kemudian karena desakan berbagai pihak, mungkin juga desakan Ketua Umum partainya, PDIP, ia lalu meminta maaf. Apa yang disampaikan Arteria itu bukan istilah, tapi narasi yang jelas, bahwa ia keberatan bahasa Sunda digunakan di internal kalangan Sunda sendiri pada saat-saat rapat. Narasinya itu tafsir tunggal yang tidak bisa disangkal, bahwa ada unsur ketidaksukaan. Jadi tentu lebih dahsyat, jika ditarik pada proses hukum, dibanding istilah yang disampaikan Edy Mulyadi. Tapi setelah Arteria meminta maaf, maka berbagai protes masyarakat di Jawa Barat nyaris mereda. Meminta maaf itu bentuk toleransi dahsyat, meski ia sebenarnya (bisa) dinilai tidak bersalah. Tapi seorang Edy Mulyadi memilih berdamai, itu sikap terpuji. Ia tidak ingin persoalan ini disalah tafsir tidak sebenarnya. Mestinya, sikapnya itu disambut warga Kalimantan, khususnya para pemimpin daerah, baik sipil maupun politik, terutama para Ketua Adat (Dayak) dengan uluran tangan tulus. Janganlah kita yang sudah lebih dari tujuh dekade merdeka, tapi masih baperan membawa hal-hal remeh menjadi sesuatu. Istilah apapun itu mestinya tetap istilah yang tidak boleh ditarik pada sesuatu yang tidak semestinya. Apalagi ditarik pada politik karena unsur suka atau tidak suka. Istilah \"jin buang anak\" janganlah dianggap, seolah itu penghinaan. Justru jadikan itu modal pemecut, bahwa Kalimantan bukanlah tempat untuk jin buang anak. Selesai. Banyak kasus besar tengah membelit negeri ini. Tentu itu bukan kasus istilah yang diujarkan Edy Mulyadi, yang seupil yang hari-hari ini digoreng dahsyat dianggap mampu menutup kasus-kasus besar dan seksi yang bertebaran. Edy Mulyadi sedang \"disembelih\" oleh mereka yang tidak menyukai langkah politiknya. Media mainstrim pun mengadili dengan tidak sebenarnya. Menghilangkan peran mengajarkan pada publik, yang belum mampu membaca sebuah istilah, apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana mesti menyikapinya. Kasihan Edy Mulyadi, dijebak oleh sebuah istilah yang pasti bukan SARA, tapi maknanya ditarik sekenanya. (*)
BI Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi Aceh di Atas Empat Persen
Banda Aceh, FNN - Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Aceh memperkirakan pertumbuhan ekonomi di provinsi ujung barat Indonesia tersebut berada di atas empat persen pada 2022.Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh Achris Sarwani di Banda Aceh, Senin, mengatakan perkiraan tersebut setelah melihat kinerja ekonomi Aceh yang terus membaik pada tahun sebelumnya.\"Dari berbagai indikator menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat serta survei dilakukan Bank Indonesia, maka kami perkirakan pertumbuhan ekonomi Aceh berada di atas empat persen,\" kata Achris Sarwani.Achris Sarwani mengatakan pertumbuhan ekonomi Aceh pada 2021 sebesar 2,82 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi secara nasional sebesar 3,78 persen dan Pulau Sumatra sebesar 3,51 persen.Menurut Achris Sarwani, kendati pertumbuhan ekonomi masih di bawah Sumatra dan secara nasional, laju pertumbuhan ekonomi Aceh termasuk bagus karena didorong perdagangan, transportasi dan pergudangan. \"Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga didorong sektor pertanian, industri, dan pertambangan. Pertumbuhan ekonomi ini juga sejalan membaiknya kinerja komoditas ekspor di Provinsi Aceh,\" kata Achris Sarwani.Achris Sarwani mengatakan dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi pada 2022 didukung meningkatnya pertumbuhan sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan. Kemudian pedagang, jasa konstruksi, dan pertambangan.\"Sedangkan dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Aceh didukung meningkatnya konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi baik pemerintah maupun swasta, serta ekspor,\" kata Achris Sarwani.Sedangkan yang menjadi tantangan dan hambatan pertumbuhan ekonomi Aceh, kata Achris Sarwani, di antaranya defisit perdagangan antardaerah. Aceh mengalami defisit perdagangan antardaerah mencapai Rp44,5 triliun pada 2020.\"Selain itu, komoditas unggulan di Aceh belum diolah lebih lanjut, sehingga tidak memiliki nilai tambah. Karena itu, industri pengolahan harus terus didorong guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Aceh,\" kata Achris Sarwani. (mth)
Wagub Jateng Dorong Perusahaan Berdayakan UMKM
Semarang, FNN - Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen mendorong perusahaan ikut meningkatkan perekonomian masyarakat dengan memberdayakan para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di berbagai sektor. Hal tersebut disampaikan Wagub usai melakukan kunjungan kerja ke PT Sinar Sosro yang memproduksi Teh Botol Sosro di Kabupaten Semarang, Senin. Orang nomor dua di Jateng itu mengapresiasi langkah perusahaan besar seperti PT Sinar Sosro yang mengajak pelaku UMKM agar bisa berkembang. Wagub menyebut perusahaan itu telah bekerja sama dengan beberapa pelaku UMKM di Jawa Tengah dan kerja samanya diharapkan dapat ditingkatkan lagi ke level yang lebih tinggi. Gus Yasin, sapaan akrab Wagub, ingin PT Sinar Sosro dapat berkontribusi pada program pemerintah, yakni Program Ekonomi Pesantren yang saat ini sudah berjalan, termasuk dengan mengoptimalkan kawasan kuliner untuk meningkatkan potensi UMKM, khususnya pedagang kaki lima (PKL) di Jateng. Jika PKL dapat ditertibkan di satu kawasan, lanjut Wagub, maka akan lebih mudah ditata dan berpotensi meningkatkan minat masyarakat untuk berbelanja. \"Nanti gongnya adalah kita ingin mengenalkan makanan khas di Jateng. Dari Pati apa ya, dari Rembang apa ya, dari Wonosobo apa ya, dari Banjarnegara apa ya. Itu semua memiliki makanan khas yang kita ingin angkat bareng-bareng, ini lho Jawa Tengah, makanan khasnya ada, pelaku UMKM-nya ada. Itu saja yang ingin kita kerja samakan dengan PT Sinar Sosro,\" ujarnya. Terkait dengan peluang kerja sama, General Manager Marketing PT Sinar Sosro Denta Anggakusuma menyambut baik ajakan Wagub dan menjelaskan ada tiga program yang hendak digarap bersama, yakni mengenai pemberdayaan santri, kawasan kuliner, dan festival kuliner asli Jateng. \"Kami tertarik untuk memberikan pengelolaan wirausaha dari santri, kemudian kawasan kuliner asli lokal di Jateng, ternyata cukup banyak dan itu ingin kita angkat. Bisa kita jadikan kawasan kuliner itu sebuah destinasi. Ketiga, festival kuliner asli dan mempopulerkan lagi \'ngeteh\' (minum teh, red.) di Jateng,\" katanya. (mth)
Tempat "Jin Buang Anak", Kiasan Lokasi yang Sangat Jauh dan Sepi
Jakarta, FNN - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akhirnya buka suara. Politikus PKS, Tifatul Sembiring membela Edy Mulyadi terkait pernyataannya bahwa Kalimantan selaku lokasi baru Ibu Kota Negara (IKN), sebagai tempat \'jin buang anak\'. Menurut Tifatul, pernyataan itu sebatas kiasan yang sering dipakai. Tifatul juga menilai bahwa apa yang disampaikan Edy bukan sebuah penghinaan. Menurut dia, kalimat \'jin buang anak\' merupakan istilah yang berarti bahwa lokasi tersebut sangat jauh dan sepi. \"Enggak ada kalimat menghina, enggak ada, yang menghina yang mana?\" ujar Tifatul saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (24/1/2022). Ia menjelaskan, kalimat tersebut kerap dilontarkan masyarakat Jakarta sehari-hari untuk menunjukkan bahwa lokasi itu sangat jauh dari keramaian dan sepi. Menurut dia, istilah tersebut juga sudah lekat dengan masyarakat Betawi. \"Saya lama di Jakarta dan bergaul dengan orang Jakarta dan Betawi. Jadi tempat jin buang anak saya tanya ke tokoh-tokoh Betawi, apa artinya tempat jin buang anak? Tempat sepi, jauh, seram, itu maknanya tiga itu, bukan tempat jorok,\" ujarnya. \"Saya kan tinggal Depok sekarang, dulu di Tanah Abang. Waktu saya pindah ke Depok kata temen-temen \'elu mau pindah ke tempat jin buang anak?\' Jadi tidak ada konotasi penghinaan, terus apalagi yang dipersoalkan. Beliau juga sudah kita imbau minta maaf dan sudah minta maaf,\" kata dia menambahkan. Di sisi lain, menurutnya, kasus ini tak perlu lagi diproses di kepolisian. Seperti diketahui, buntut dari pernyataannya, Edy dilaporkan ke kepolisian. Menurut Tifatul, pernyataan Edy tidak ada delik hukum yang dilanggar. Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika itu juga menyebut pernyataan Edy juga tidak mengandung unsur SARA. \"Delik hukumnya juga enggak ada, pasal berapa yang dilanggar, SARA juga enggak ada. Memang tempatnya sepi, dan keberadaan Monas diterbangin ke sana apa menghina itu? Enggak lah,\" jelasnya. Sementara itu, mengenai status Edy, ia mengakui bahwa yang bersangkutan sempat menjadi caleg dari PKS. Namun, Edy tidak terpilih. \"Memang dulu waktu ada caleg-caleg eksternal kita kumpulkan, dan salah satunya beliau masuk dan tidak terpilih,\" ungkapnya. Sebelumnya, Forum Pemuda Lintas Agama Kalimantan Timur melaporkan Edy ke polisi karena pernyataannya diduga menghina Kalimantan. Kelompok tersebut mendatangi Polresta Samarinda, Ahad (23/1/2022). Kendati demikian, Edy sudah meminta maaf dan mengatakan terjadi perbedaan pemahaman maksud dari ungkapan tersebut. \"Saya mohon maaf telah menyebabkan teman-teman di Kalimantan tersinggung dan marah,\" ujar Edy dalam keterangan resmi, Senin (24/1/2022). Edy turut mengirimkan video klarifikasi terkait ucapannya tersebut. Dalam video itu ia menjelaskan maksud pernyataan tempat jin buang anak untuk menggambarkan istilah lokasi yang jauh. Ia bahkan menilai Monas hingga BSD sempat disebut sebagai tempat jin buang anak. \"Di Jakarta, tempat jin buang anak itu untuk menggambarkan tempat yang jauh, istilah kita mohon maaf ya, Monas itu dulu tempat jin buang anak, BSD, Bumi Serpong Damai itu tahun 80-90-an itu tempat jin buang anak, jadi istilah biasa,\" kata dia. Tak hanya itu, Edy menduga ada pihak tak bertanggung jawab sengaja memainkan isu tertentu dari ucapannya itu. Meski demikian, Edy tetap meminta maaf bila melukai masyarakat khususnya warga Kalimantan. (mth)
Edi Mulyadi, Prabowo dan Suku Dayak, Bersandar di Ibu Kota Baru
Entahlah, sampai kapan kekuasaan terus menggunakan pengalihan isu. Ketidakmampuan mengatasi pelbagai problem bangsa, rezim kerapkali menutupinya dengan masalah-masalah yang tidak urgens, kotor dan menjijikan. Rekayasa sosial dan politik itu, selain mengaburkan masalah mendasar dan krusial. Juga beresiko tinggi berdampak konflik horisontal dan disintegrasi bangsa. Oleh: Yusuf Blegur, Pegiat Sosial dan Aktivis Yayasan Human Luhur Berdikari RAMAI di dunia maya terkait pernyataan Edi Mulyadi soal Macan mengeong dan tempat Jin buang anak. Statemen itu ditujukan kepada Prabowo dan daerah Kalimantan Timur yang menjadi ibu kota baru. Omongan yang viral itu sesungguhmya hanya menjadi sisipan atau bagian dari rangkaian pesan terkait polemik dan kontroversi pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Penajam Paser Utara. Menariknya, yang jadi heboh bukan pembahasan masalah mendasar dan krusial dari sikap menteri pertahanan RI dan pemindahan ibu kota negara, yang debatebel dengan persoalan kedaulatan negara, situasi ekonomi politik, dan dampaknya terhadap kelangsungan kehidupan rakyat dan NKRI. Seolah-olah mengabaikan permasalahan-permasalah prinsip itu, alih-alih justru masalah Macan mengeong yang dialamatkan ke Prabowo dan penyebutan Kalimantan Timur sebagai tempat Jin buang anak, yang mengemuka. Dengan tidak menghilangkan rasa hormat kepada Prabowo dan warga Kalimantan Timur. Kalau memperhatikan struktur pembahasan materi secara secara utuh dari narasi yang disampaian Edi Mulyadi. Pada substansinya lebih mengangkat hal-hal yang terkait sistem, kebijajakan dan orientasi politik pembangunan. Termasuk pola kepemimpinan yang memahami aspek-aspek geografis, geopolitis dan geostrategis. Sebagai salah satu contoh, misalnya penempatan Ibu kota negara yang tidak boleh terletak dekat dengan perbatasan negara atau mudah dijangkau dari potensi musuh atau serangan dari luar. Hal itu penting sebagai faktor utama keamanan negara. Tidak seperti Jakarta yang berada pada posisi sentral dan dikelilingi buffer zone sebagai pelindung. Dalam hal ini, gugatan terhadap seorang Prabowo yang menteri pertahanan itu, patut menjadi perhatian. Apalagi Prabowo termasuk sosok yang paling lantang bicara nasionalisme dan utamanya menjaga kedaulatan dan pertahanan NKRI. Prabowo lah yang sering mengusung tagline Indonesia akan menjadi Macan Asia atau wacana NKRI bubar tahun 2032. Wajar saja jika Edi Mulyadi membawa representasi itu pada persoalan pemindahan ibu kota dengan sosok Prabowo. Kemudian, menyoal Jin buang anak yang tertuju pada wilayah Kalimantan Timur oleh lontaran Edi Mulyadi. Pada hakekatnya tidak ada tendensius atau motif tertentu untuk merendahkan, melecehkan atau menghina warga Kalimantan Timur. Ungkapan Jin buang anak yang terucap spontan itu hanya merupakan ilustrasi atau padanan kata kalau tidak bisa dibilang satir terhadap kondisi geografis ibu kota baru tersebut. Istilah Jin buang anak itu, telah menjadi perumpamaan umum yang sering dipakai publik untuk menggambarkan tempat yang jauh, sulit dijangkau dan mungkin melalui medan yang berat jika ditempuhnya. Jangankan di Kalimantan, dibeberapa tempat di Pulau Jawa pun masih banyak daerah yang bisa disebut tempat Jin buang anak. Bahkan kalau mau jujur, di wilayah yang berada dan tidak jauh dari jabodetabek masih ada tempat yang relatif susah aksesnya atau terisolir dan seperti lokasi Jin buang anak. Jadi, mengenai tempat Jin buang anak ini seperti yang disampaikan Edi Mulyadi memang tidak ada maksud buruk atau itikad jelek, termasuk pada wilayah Kalimantan Timur. Sehingga tidak perlu mendapatkan reaksi yang berlebihan dari siapapun. Kebisingan Menutupi Masalah Mendasar dan Krusial Pemindahan ibu kota negara yang baru memang sangat dipaksakan. Selain beraroma kepentingan borjuasi korporasi berbalut oligarki. Kebijakan yang proses pembahasan dan legislasinya serampangan itu. Terlalu beresiko mengundang bahaya dan resiko tinggi. Selain dampak lingkungan fisik dan sosial budaya akibat dari konsep pembangunan yang tidak berbasis riset dan kajian kompeten. Publik masih ingat saat, Penajam Paser Utara dilanda banjir besar yang tidak surut hampir selama 1 bulan. Sepertinya rezim ini gagal fatal membangun pranata sosial dan pranata lingkungan bahkan sebelum Ibu kota baru dibangun. Pembabatan hutan, mengikis kekayaan adat dan menggusur kearifan lokal, menjadi alas kapitalisme berwujud kota mercusuar rezim. Belum lagi Anggaran pembangunan berbiaya hampir 500 triliun itu, 52%nya kini dibebankan pada ABN. Lagi, aksi tanpa kemaluan rezim yang awalnya tidak akan menggunakan APBN untuk proyek dengan akomodasi nyaman dan mewah bukan buat pribumi bumiputra. Di lain sisi, sosok Prabowo yang meninggalkan catatan hitam dan kelam bagi pendukungnya saat memilih bergabung dengan rezim Jokowi. Bukan hanya menggugurkan karakter kepemimpinannya semata. Tak lagi dipercaya sebagai sosok negarawan yang tegas dan berwibawa. Pendukungnya dan atau sebagian besar rakyat kini menganggapnya pecundang berjiwa kerdil. Menghapus kepribadiannya yang sempat dielu-elukan rakyat sebagai pemimpin negara yang mengaum bagai Macan di Asia. Prabowo kini macan yang mengeong ketika menghadapi realitas kebangsaan dan perbagai persoalan yang menimbulkan penderitaan rakyat. Boleh jadi satir Edi Mulyadi benar adanya, bahwasanya Prabowo telah jauh berubah. Berubah karena kekuasaan dan kekuasaan yang merubahnya. Dengan demikian, bagi Prabowo dan warga Kalimantan Timur. Manakah yang lebih merendahkan, melecehkan dan menghina baik kepada Prabowo maupun Warga Kalimantan Timur?. Perampasan lahan hutan dan dampaknya yang telah membunuh peradaban lokal dan ekosistem lingkungan. Serta kedok oligarki dan borjuasi korporasi yang sejatinya adalah neo kolonialisme dan imperialisme. Mereka semua itu yang berpotensi menghancurkan NKRI?. Atau istilah Macan mengeong dan tempat itu yang harus dihadapi dengan perang?. Bangkitlah seluruh rakyat Indonesia. Sadarlah dan gunakan akal sehat. Tetaplah mampu membedakan mana yang responsif dan mana yang reaksioner. Jangan biarkan terus negeri ini diselimuti kebisingan yang menutupi masalah mendasar dan krusial. Semoga logika tidak ikut jungkir balik juga. (*)