ALL CATEGORY
Polres Jember Tangkap Perampok yang Aniaya Korban Hingga Tewas
Jember, Jawa Timur, FNN - Aparat Kepolisian Resor (Polres) Jember mengamankan seorang perampok yang menganiaya korbannya hingga tewas dan korban lainnya mengalami luka-luka di rumah korban yang berada di Jalan Wijaya Kusuma No.44, Kelurahan Jember Lor, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa.Pelaku perampokan juga melukai warga yang hendak menolong korban, namun akhirnya dapat ditangkap dan dihajar warga bersama pedagang yang mangkal di sekitar rumah korban hingga babak belur, kemudian aparat kepolisian datang untuk mengamankan pelaku yang sudah tidak berdaya tersebut.\"Kami menemukan di tempat kejadian perkara bahwa ada satu korban seorang perempuan dalam kondisi sudah meninggal dunia di dalam rumah,\" kata Kapolres Jember AKBP Hery Purnomo kepada sejumlah wartawan di Jember.Menurutnya, polisi sudah mengamankan pelaku perampokan, kemudian akan dilakukan pemeriksaan pelaku dan para saksi yang ada di tempat kejadian perkara untuk mengetahui motif pelaku melakukan perampokan hingga menyebabkan korban meninggal dunia. \"Hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) akan kami sampaikan kemudian karena perlu dilakukan pendalaman baik dari keterangan saksi dan pelakunya, serta akan dicocokkan dengan barang bukti yang ditemukan di TKP,\" tuturnya.Hery mengatakan jenazah korban dibawa ke RSUD dr Soebandi Jember untuk dilakukan otopsi guna mengetahui penyebab kematian korban, sedangkan korban lainnya yang terluka juga dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.Sementara anggota Kodim 0824 Jember Serda Wahyu Hidayatullah yang berada di lokasi kejadian membantu warga untuk menangkap pelaku perampokan tersebut dan menghubungi Unit Intel Kodim setempat.\"Ada dua orang tetangga korban yang juga terluka saat hendak menolong korban yang berteriak meminta tolong yakni Benaya dan Felix karena pelaku menyabetkan pisau kepada kedua orang tersebut,\" katanya.Menurutnya, korban Sri Budi Asmara (76) mengalami luka di bagian hidung, sedangkan korban Prita Hapsari meninggal dunia dengan luka sayatan di leher yang ditemukan di kamar mandi.Barang bukti yang berhasil diamankan di antaranya uang tunai Rp2.800.000, sepeda motor, peralatan listrik dalam tas ransel warna merah milik pelaku, pisau dapur yang digunakan pelaku untuk beraksi dan dompet yang berisi identitas pelaku. (sws)
Ombudsman Sulut: Deklarasi Janji Kinerja Jangan Jadi Seremonial Saja
Manado, FNN - Kepala Perwakilan Ombudsman Sulut Meilany Limpar mengatakan deklarasi janji kinerja dan penandatanganan komitmen pelaksanaan Zona Integritas yang dilaksanakan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) daerah tersebut, jangan hanya menjadi seremonial saja.\"Harus benar-benar dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab,\" kata Meilany, pada deklarasi janji kinerja dan penandatanganan komitmen pelaksanaan pembangunan Zona Integritas, Kemenkumham Sulawesi Utara (Sulut), di Manado, Selasa.Ia mengatakan dengan sudah mendeklarasikan janji kinerja, artinya berkomitmen dan wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.\"Bapak, ibu sudah berkomitmen melaksanakan tugas dan tanggung jawab, sudah berjanji kepada bangsa dan Kementerian, artinya harus melunasi janji itu,\" katanya.Ia menambahkan untuk itu bisa dilaksanakan dengan integritas dan penuh tanggung jawab.\"Saya yakin, semuanya punya niat yang baik, sama-sama ingin mewujudkan pelayanan prima kepada masyarakat Sulut. Ombudsmnan sangat mengapresiasi kegiatan seperti ini dan sangat mendukung,\" katanya.Harapan kami ke depan, Kemenkumham Sulut dapat melaksanakan, menyelesaikan janji kinerja tahun 2022 yang sudah ditandatangani .\"Dapat mewujudkan zona integritas yang baik, tidak ada lagi maladministrasi, pungli, atau praktik-praktik yang dapat merusak kinerja,\" katanya.Kegiatan deklarasi janji kinerja dan penandatanganan komitmen pelaksanaan pembangunan Zona Integritas tersebut dipimpin Pelaksana Tugas Kepala Kemenkumham Sulut Jonny Pesta Simamora. (sws)
Kaltim Usulkan Perubahan Perda Penyelenggaraan Ketenagalistrikan
Samarinda, FNN - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mengusulkan perubahan Peraturan Daerah ( Perda) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Ketenagalistrikan pada Sidang Paripurna Ke-4 DPRD Provinsi Kaltim.Asisten Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Sekda Provinsi Kaltim Abu Helmi menjelaskan bahwa pertimbangan utama perubahan karena beberapa ketentuan di dalam perda tersebut sudah tidak sesuai dengan ketentuan UU Cipta Kerja beserta peraturan pelaksanaannya.\"Perda Nomor 4/2016 perlu diubah dan dilakukan penyesuaian dikarenakan beberapa kewenangan pemerintah provinsi di bidang ketenagalistrikan dialihkan menjadi kewenangan pemerintah pusat (menteri),\" kata Abu Helmi dalam keterangan resmi diterima di Samarinda, Selasa.Selain itu, beberapa pasal UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja telah mengubah dan mencabut beberapa pasal UU Nomor 30/2009 tentang Ketenagalistrikan. Undang-undang tersebut merupakan acuan penyusunan Perda Penyelenggaraan Ketenagalistrikan.Abu Helmi menyebutkan beberapa poin perubahan dalam rancangan peraturan daerah, yakni menghapus Pasal 27, Pasal 39, dan Pasal 44 pada Perda No. 4/2016.Ketentuan terkait dengan pelayanan perizinan dan nonperizinan yang sebelumnya menjadi kewenangan pemerintah daerah, kata dia, sudah beralih menjadi kewenangan pemerintah pusat (menteri) pasca-UU Cipta Kerja beserta peraturan pelaksanaannya.Sesuai dengan amanat UU Cipta Kerja beserta peraturan pelaksanaannya, lanjut dia, terkait dengan penyelenggaraan bidang energi dan sumber daya alam serta penyesuaian terkait denbgan jangka waktu perizinan, di daerah perlu mengubah ketentuan perda lama denga menyesuaikan dengan yang baru.\"Kami berharap perubahan yang dilakukan terhadap Perda Ketenagalistrikan dapat menjaga dan memiliki kepastian hukum terhadap pelaksanaan investasi di sektor ESDM dan bidang ketenagalistrikan khususnya,\" kata Abu Helmi.Selain itu, kata dia, untuk pengaturan terhadap kegiatan pengusahaan di bidang ketenagalistrikan yang sesuai dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. (sws)
Kejagung Sita Sejumlah Dokumen Terkait Korupsi Satelit Kemhan
Jakarta, FNN - Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejakasaan Agung melakukan penggeledahan dan penyitaan sejumlah dokumen dari Kantor PT Dini Nusa Kusuma (DNK) terkait dengan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Satelit di Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada tahun 2015—2021. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak di Jakarta, Selasa (18/1), menjelaskan penggeledahan dan penyitaan itu di tiga lokasi, yakni dua kantor PT Dini Nusa Kusuma, Jalan Prapanca Raya, Jakarta Selatan, dan di Panin Tower Senayan City, lantai 18A Jakarta Pusat. Selain dua kantor, penggeledahan juga di apartemen milik SW selaku Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma yang pada hari Selasa diperiksa sebagai saksi. Adapun barang bukti yang disita oleh jaksa penyidik ketiga lokasi tersebut, yakni tiga kontainer plastik dokumen, dan barang bukti elektronik dengan total kurang lebih 30 buah. \"Terhadap barang yang disita tersebut dijadikan barang bukti dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan pada tahun 2015 sampai dengan 2021,\" kata Leonard. Sementara itu, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Supardi mengaku pihaknya belum mengetahui apa saja isi barang bukti dari kantor PT Dini Nusa Kusuma tersebut. Namun, barang bukti elektronik seperti laptop akan dibawa ke Laboratorium Foreksi untuk diteliti. \"Kami belum tahu isinya apa barang bukti elektronik itu, artinya nanti kami buka, kalau misalnya di situ ada keterkaitan, misalnya persoalan masalah (satelit, red.) itu, ya, kami ambil. Isi sedetail apa ya nanti, harus ke Laboratorium Forensi dahulu,\" kata Supardi. Penggeledahan dan penyitaan dilakukan setelah SW selaku Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma dipanggil sebagai saksi pada hari Selasa (18/1). Selain sebagai Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma, SW juga diketahui sebagai Tim Ahli Kementerian Pertahanan (Kemhan). Tercatat sejak perkara dugaan korupsi pengadaan Satelit Slot Orbit 123 derajat BT oleh Kemhan naik ke tahap penyidikan, Jumat (14/1), sudah ada lima saksi yang diperiksa. Tiga saksi diperiksa pada hari Senin (17/1) dan dua saksi lainnya diperiksa pada hari Selasa. Kelima saksi tersebut berasal dari pihak swasta, yakni PT Dini Nusa Kusuma. Tiga saksi pertama diperiksa PY selaku Senior Account Manager PT Dini Nusa Kusuma (DNK), saksi RACS selaku Promotion Manager PT Dini Nusa Kusuma (DNK), dan AK selaku General Manager PT Dini Nusa Kusuma (DNK). Dua orang saksi lainnya yang diperiksa pada hari Selasa, yakni SW selaku direktur utama dan AW selaku Presiden Direktur PT Dini Nusa Kusuma. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam konferensi pers pada hari Kamis (13/1) menyebutkan bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengeluarkan keputusan tentang hak penggunaan filling satelit Indonesia pada orbit 123 derajat untuk filing Satelit Garuda-2 dan Nusantara A1-A kepada PT DNK. Pada tanggal 10 Desember 2018, Kominfo mengeluarkan keputusan tentang Hak Penggunaan Filing Satelit Indonesia pada Orbit 123 derajat BT untuk Filling Satelit Garuda-2 dan Nusantara A1-A kepada PT DNK. Namun, PT DNK tidak mampu menyelesaikan permasalahan residu Kemhan dalam pengadaan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). (sws)
MPR: Perlu Kolaborasi Semua Pihak Percepat Penyelesaian RUU TPKS
Jakarta, FNN - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menilai diperlukan kesiapan anggota DPR berkolaborasi bersama pemerintah dan masyarakat menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) agar ada payung hukum bagi perlindungan hak-hak dasar warga negara.\"Saya bersyukur RUU TPKS bisa disepakati sebagai RUU inisiatif DPR. Tahap pembahasan berikutnya menuntut para legislator mampu memformulasikan masukan masyarakat bersama Pemerintah ke dalam undang-undang,\" kata Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.Dia mengatakan upaya memformulasikan masukan dari masyarakat ke dalam undang-undang harus didasari atas kajian yang terukur agar pasal-pasal tersebut dapat diaplikasikan.Menurut dia, komposisi fraksi dalam Sidang Paripurna DPR yang mayoritas setuju untuk melanjutkan pembahasan RUU TPKS ke tahap selanjutnya, diharapkan mampu mempercepat kehadiran UU TPKS di saat maraknya kasus kekerasan seksual di tanah air.\"Semangat untuk memberikan kepastian hukum, pencegahan, perlindungan dan rehabilitasi korban dan pelaku tindak pidana kekerasan seksual harus terus ditingkatkan agar undang-undang yang dihasilkan dapat benar-benar memberi rasa aman setiap warga negara dari ancaman tindak kekerasan seksual,\" ujarnya.Dia berharap, pembahasan RUU TPKS antara DPR bersama Pemerintah dapat lebih menyempurnakan produk legislasi yang sudah melewati tahap harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg).Menurut dia, kesempurnaan proses dalam pembahasan RUU TPKS diharapkan mampu menghasilkan undang-undang yang bisa diaplikasikan dengan baik dalam kehidupan keseharian.Lestari sangat berharap RUU TPKS dapat segera disahkan menjadi undang-undang, agar maraknya tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat dapat segera diredam dan sejumlah kasus yang terungkap bisa segera dituntaskan. (sws)
KSP: Syarat Perjalanan ke Luar Negeri untuk Wisata Perlu Diperketat
Jakarta, FNN - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, syarat perjalanan ke luar negeri untuk tujuan wisata perlu diperketat sebagai upaya menekan laju kasus varian Omicron dari Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN).Hal tersebut disampaikan Moeldoko usai melakukan rapat koordinasi dengan Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, di Gedung Bina Graha Jakarta, Rabu.“Dilaporkan bahwa jumlah orang ke luar negeri untuk tujuan wisata masih banyak. Hasil pendalaman KSP dengan Ditjen Imigrasi, syarat perjalanan ke luar negeri perlu diperketat,” kata Moeldoko dalam siaran pers KSP yang diterima di Jakarta, Rabu.KSP menyampaikan, berdasarkan data Kemenkes per 15 Januari 2022, dari 748 kasus Omicron yang terdeteksi di Indonesia, 75 persen Omicron berasal dari PPLN.Mayoritas berasal dari Arab Saudi, Turki, Malaysia, Amerika Serikat, dan Uni Emirat Arab. Atas dasar tersebut, pemerintah mengimbau kepada masyarakat untuk menahan diri melakukan perjalanan ke luar negeri kecuali penting.Menurut Moeldoko, salah satu tantangan dalam melakukan pembatasan adalah identifikasi tujuan orang ke luar negeri.“Praktik di lapangan menunjukkan tidak sedikit yang ke luar negeri mengaku untuk bekerja, namun sebenarnya untuk wisata dan sebaliknya,” tuturnya.Rencana pengetatan syarat perjalanan ke luar negeri, ujar dia, akan dikecualikan bagi para Pekerja Migran Indonesia (PMI), mahasiswa, dan pihak-pihak yang memiliki kepentingan mendesak, seperti alasan kesehatan atau kemanusiaan.“Nanti Ditjen imigrasi akan berkoordinasi dengan KPCPEN, Satgas dan Kemenkes untuk menindaklanjuti rencana ini,” jelas Moeldoko. (sws)
Legislator Kotim Prihatin Guru Ditangkap Mengedarkan Narkoba
Sampit, FNN - Anggota Komisi III DRPD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, Riskon Fabiansyah mengaku prihatin mengetahui ada seorang guru yang ditangkap karena diduga mengedarkan sabu-sabu.\"Kami sangat menyayangkan tentunya dengan kejadian kasus salah satu oknum tenaga pendidik kita yang terlibat masalah narkoba. Guru tentunya mempunyai beban moril untuk memberikan suri tauladan yang baik untuk murid-muridnya, baik dari sisi akidah maupun akhlak. Bukan sebaliknya,\" kata Riskon di Sampit, Rabu.Politisi muda Partai Golkar menilai, kejadian ini menjadi peringatan bagi dunia pendidikan di Kotawaringin Timur. Ini menunjukkan bahwa bahaya narkoba sudah mulai masuk ke sendi pendidikan.Jika tidak dicegah dan ditangani serius, tidak menutup kemungkinan ke depan akan ada siswa atau siswi yang bisa menjadi korban narkoba juga.Riskon menyambut baik keinginan Bupati Halikinnor yang memerintahkan Dinas Pendidikan sebagai pemangku kepentingan pembinaan dunia pendidikan secepatnya bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional dan Polres Kotawaringin Timur untuk melakukan tes urine kepada tenaga pendidik.Langkah ini sebagai upaya pencegahan bahaya narkoba, khususnya di kalangan tenaga pendidik. Hal ini dianggap penting karena tenaga pendidik berperan penting dalam mendidik dan membentuk karakter generasi muda.Untuk jangka panjang, Riskon menyarankan Dinas Pendidikan memasukkan mata pelajaran pilihan tentang bahaya narkoba dalam kurikulum sekolah. Tujuannya sebagai pencegahan dini dengan memberi pemahaman kepada pelajar tentang bahaya narkoba.\"Itu bisa dilakukan bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait seperti BNN, Polres, LSM Sikat Narkoba yang konsen di bidang sosialisasi bahaya narkoba sebagai bentuk pencegahan penyebaran narkoba di Kotim, khususnya dunia pendidikan,\" demikian Riskon.Sementara itu, Satuan Reserse Narkoba Polres Kotawaringin Timur menangkap 10 orang diduga terlibat peredaran narkoba di Sampit, salah satunya adalah DS (46) yang diketahui berstatus aparatur sipil negara (ASN) bertugas sebagai guru di sebuah sekolah di Kecamatan Cempaga.\"Dia berperan sebagai sub bandar, berarti ada bandar di atasnya. Ini masih kami dalami kasusnya untuk ditelusuri lebih jauh,\" kata Kapolres AKBP Sarpani.Ada tujuh kasus yang diungkap dalam 18 hari terakhir dengan tersangka sebanyak 10 orang, terdiri dari tujuh laki-laki dan tiga perempuan. Total barang bukti yang disita 86,27 gram senilai Rp172. 540.000.Sepuluh orang tersangka tersebut adalah S (54), I (49), HW (45), M (40), MK (40), M (45), S (52), H (45), MSA (29) dan DS (46). Tersangka S dan H merupakan suami istri, sedangkan DS merupakan guru. (sws)
Jusuf Wanandi Menyibak Tabir CSIS?
Oleh Nuim Hidayat, Anggota MIUMI dan MUI Depok DALAM buku Jusuf Wanandi, ‘Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia 1965-1998’ (Penerbit Buku Kompas, 2014), banyak fakta yang terungkap tentang hubungan CSIS dengan 20 tahun pemerintahan Soeharto. Meski buku ini banyak memuji Benny Moerdani, tapi peristiwa-peristiwa monumental yang diungkap Jusuf menarik disimak. Jusuf menceritakan dalam bukunya bahwa setelah meninggalkan Benny dan CSIS, pada 1998, setelah lengser dari kepresidenan, Soeharto bertemu lagi dengan Benny. Pertemuan itu terjadi atas jasa Tutut, pada 15 Desember 1998 di rumah Sigit, belakang jalan Cendana, Jakarta. Di dalam pertemuan itu Soeharto bertanya kepada Benny tetang apa yang terjadi sebenarnya pada dirinya. Mengapa ia dilengserkan dan seterusnya. Benny menceritakan semuanya. Ia bercerita selama satu setengah jam—semua hal yang Benny simpan sejak pertemuan terbuka terakhir mereka, lebih dari 10 tahun yang lalu. “Bapak sekarang tahu, karena Bapak tidak percaya pada kami,” jawab Benny maksudnya ABRI. “Kami adalah dasar dari kekuasaan Bapak, tetapi kemudian Bapak tidak lagi percaya pada kami, dan malah lebih percaya kepada Habibie dan ICMI. Dan semua pembantu yang Bapak percayai—Harmoko, Ginanjar Kartasasmita, Akbar Tanjung—ternyata pengkhianat. Ini salah besar. Lihat apa yang terjadi. Militer pun sekarang sudah semakin ‘hijau’ (dalam arti perwira non-muslim atau yang kurang ‘saleh’ tidak lagi mendapat kesempatan) di bawah Feisal Tanjung. Karena Bapak tidak percaya kepada saya, Bapak juga tidak percaya kepada ABRI, walaupun kami selalu mendukung Bapak. Dan setia,” tulis Jusuf. Jusuf melanjutkan kisahnya: “Soeharto terdiam. Namun ketika Benny menyebut nama jenderal ‘dicurigai’, ia mengambil pena dan kertas dan membuat catatan.” Benny mengatakan bahwa “lima dari sepuluh Pangdam adalah hijau. Bapak tidak bisa mengandalkan mereka.” Mereka berdua berdamai. Soeharto menyempatkan melayat ke rumah Benny dan membaca doa di depan jenazahnya ketika Benny mendahuluinya. Daftar itu, Benny menceritakan kepada kami kemudian, diberikan kepada Wiranto yang ketika itu menjabat sebagai Panglima ABRI dan Menteri Pertahanan di bawah kepemimpinan Habibie. Ketika daftar itu sampai ke tangan Wiranto, ia tidak perlu didorong lagi. Dalam waktu satu bulan, kelima nama yang terdapat dalam daftar milik Benny akhirnya diganti.” (halaman 388) Jusuf Wanandi, kakak kandung Sofjan Wanandi, adalah pendiri koran The Jakarta Post. Ia mengakui kedekatan hubungannya dengan Daoed Joesoef, Benny Moerdani, Jacob Oetama dan Fikri Jufri. Tentang Daoed Joesoef, diceritakan: “Daoed Joesoef, Ketua Dewan Direktur selama lebih dari 30 tahun, adalah pemikir strategis utama kami. Setelah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di bawah Soeharto, ia kembali dengan lebih yakin mengenai pentingnya peran yang dimainkan CSIS sebagai think tank bagi bangsa dan masyarakat. Ia masih terus menulis dan berceramah mengenai masalah-masalah strategis.” Jusuf mengakui bahwa di awal pemerintahannya Soeharto tidak dekat dengan Islam. “Selama 20 tahun pertama pada masa kekuasannya, Soeharto sangat hati-hati untuk tidak membiarkan Islam menjadi kekuatan politik. Di akhir tahun 1980-an, Presiden Soeharto membuang pendirian ini dalam rangka menggalang dukungan untuk menyingkirkan ABRI sebagai penopang utama kekuasannya. Perubahan inilah yang kelak membawa kejatuhan Soeharto.” Kelompok CSIS (Centre for Strategic and International Studies) yang diakui Jusuf Wanandi sebagai kelompok China dan Katolik, memang sejak 1988 sangat kecewa kepada Soeharto yang meninggalkan CSIS. Tokoh pendiri CSIS ini menyatakan: “Pada Maret 1988, tidak lama setelah kabinet baru terbentuk, Presiden Soeharto memutuskan segala hubungan dengan CSIS yang sudah terjalin begitu lama. Memo yang saya tulis yang mengusulkan agar ia mendelegasikan wewenang eksekutif menjadi korban dari perebutan kekuasaan yang lebih luas. Presiden Soeharto memang sudah tidak peduli kepada kami, tetapi kejatuhan Benny Moerdani setelah Sidang MPR 1988 telah menentukan nasib kami.” (halaman 340) Lebih lanjut Jusuf menyatakan: “Dari sebuah lembaga yang dianggap ‘dekat’ dengan Soeharto dan think tank yang memberi legitimasi pada kekuasaannya, yang dikelola oleh ‘keturunan Tionghoa dan Katolik’, kini menjadi lembaga yang menentang Soeharto. Setelah 20 tahun, saya sadar bahwa saya tidak lagi dalam posisi menasihati Soeharto mengenai apa yang terbaik bagi kepentingan negara. Awalnya kami terkejut ketika mendengar bahwa para menteri diperintahkan untuk tidak lagi berhubungan dengan kami. Beberapa jenderal yang dekat dengan kami juga mulai menjaga jarak. Mereka juga dilarang memberikan proyek bisnis kepada adik saya Sofjan. Jenderal Tjokropranolo juga pernah diperingatkan oleh Soeharto mengenai hal ini ketika ia menjabat sebagai Panglima Kostrad. Kami juga dilarang untuk diundang pada pembukaan KTT APEC pada tahun 1994 dan KTT Non Blok pada tahun 1992.” Benny Moerdani yang dianggap tokoh-tokoh Islam sebagai musuh utama tahun 1980-1990an, selain CSIS, kecewa besar terhadap Presiden Soeharto yang mencopotnya sebagai Panglima ABRI dan Panglima Kopkamtib. Pak Harto memindahkan posisi Benny menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan yang ‘sedikit kekuasaannya’ pada Maret 1988. Presiden mengangkat Feisal Tanjung sebagai Panglima ABRI. Jusuf Wanandi memberi catatan tentang Benny yang ingin terus memegang kekuasaan di negeri ini: “Selain itu, ada beberapa kendala yang harus diatasi Benny. Salah satunya adalah agama yang dianutnya: memang pencalonan itu bisa terjadi, tetapi sebagai umat Katolik, tidak mungkin ia menjadi presiden. Benny tak akan mengubah kepercayaannya. Benny sangat jelas pendiriannya mengenai keimanannya. Saya ingat, dalam suatu acara makan malam bersama Benny, hadir Harry Tjan, saya, dan sejumlah redaktur senior yang berkawan dekat dengan Benny, seperti Jacob Oetama dari Kompas dan Fikri Jufri dari Tempo. Fikri mungkin sudah terpengaruh oleh anggur merah sambil menangis berkata kepada Benny, ‘Mengapa Pak Benny tidak menjadi muslim? Kami akan memilih Bapak menjadi presiden republik ini.’ Yang lain terdiam mendengar ucapan Fikri. Kami sudah mengenal Benny dengan baik, tetapi dia temperamental dan tidak dapat ditebak. Benny memandang Fikri dan berkata, ‘Memangnya saya semurah itu melepas kepercayaan saya hanya untuk mengejar jabatan? Tidak akan pernah’.” CSIS sebagai think tank Soeharto sejak akhir tahun 1960 sampai 1988, sebagaimana sering diungkap para tokoh Islam, bukanlah ungkapan yang mengada-ada. Jusuf Wanandi dalam bukunya ini mengakuinya. Ia mengatakan terus terang: “Meski demikian, sampai akhir tahun 1980-an kami di CSIS cukup nyaman dalam hubungan kami dengan Soeharto. Kami adalah sebuah think tank yang memberikan masukan kepada presiden. Kami bukan bagian dari pemerintah, tetapi kami mempunyai hubungan khusus yang memberikan kami akses dan perlindungan. Ketika Benny Moerdani menjadi Panglima ABRI, ia menjadi orang terkuat nomor dua di negeri ini. Ia menjadi pelindung kami setelah Ali Moertopo meninggal. Peran saya dan kawan-kawan senior di CSIS antara lain adalah menulis memo kepada Presiden Soeharto, pekerjaan yang saya dan kolega saya telah lakukan sejak tahun 1971.” (halaman 313) Ketika Benny digeser menjadi Menhankam, di saat yang bersamaan Soeharto menyatakan kepada kabinetnya: “Saya tidak mau ada hubungan apapun lagi dengan CSIS dan saya perintahkan kalian juga demikian.” Menanggapi pemutusan hubungan Soeharto dengan CSIS (dan beralih ke Habibie dan ICMI) ini Jusuf Wanandi menyatakan: “Bagi saya ini menandakan awal dari berakhirnya Orde Baru. Bukan karena ia mencampakkan kami, melainkan karena Presiden Soeharto tampaknya sudah kehilangan arah.” (lihat halaman 295-296) CSIS yang merupakan lembaga pemikir yang pro-Barat, mengakui bahwa mereka punya kerja sama dengan RAND Corporation, lembaga think tank berbasis di California, Amerika Serikat, yang dikenal anti Islam militan. “RAND Corporation sangat membantu CSIS,” terang Jusuf. Meski ia tidak mungkin meniru sepenuhnya RAND, Jusuf menyatakan, “Namun, kekuatan intelektual, proses penelitian dan pengawasan, pendekatan dan kerja sama kolektif dan studi interdisiplin yang diterapkan RAND Corporation sangat mengesankan dan saya ingin menerapkannya di CSIS.” Jusuf dan kawan-kawannya di CSIS, memainkan partai Golkar untuk menguasai politik di Indonesia. “Satu-satuya cara kami mendukung Golkar, kami tegaskan, adalah kalau kami yang mengelola panitia pemilu Golkar sehingga kami dapat memilih calon yang ditampilkan dalam pemilihan dan tidak mengandalkan kader yang ada yang umumnya lemah. Soeharto setuju. Ali Moertopo memberikan kepada saya untuk melaksanakannya. Ia memberi saya sebuah gedung di sebelah gedung lain yang kelak menjadi kantor CSIS untuk mengelola Badan Pengendalian Pemilu (Bappilu) Golkar. Saya menyeleksi 50 orang dari kelompok aktivis sebagai penghubung Golkar di daerah. Pada Maret 1971, Pak Ali memberi kami modal untuk menerbitkan harian Suara Karya untuk menyebarluaskan pesan-pesan Golkar. Penerbitan perdana terjadi tiga hari kemudian, persis pada hari Supersemar. Tidak tahu bagaimana caranya, dengan Sumiskum sebagai penerbit dan Rahman Tolleng, sebelumnya redaktur Mingguan Mahasiswa di Bandung, sebagai pemimpin redaksi, kami berhasil meluncurkannya.” Kedekatan Ali Moertopo dengan kelompok Katolik CSIS, karena sejak awal ia tidak suka kepada Islam atau syariat Islam. Pada Sidang MPRS 1968, Ali Moertopo menyarankan kepada Soeharto agar menolak GBHN yang dirumuskan MPRS yang dipimpin oleh Jenderal Nasution dan Subchan. Ali dkk. berhasil melobi Soeharto yang ‘baru mengenal politik’ saat itu. “Pak,” demikian kata Ali Moertopo, ”Bapak tidak bisa menerima usulan Badan Pekerja karena semuanya dibuat oleh Nasution dan oknum ABRI berhaluan kanan. Bapak tidak bisa menerima ini karena dalam konsep-konsep tersebut diselipkan perumusan penerapan syariah Islam.” Ali mengutip contoh pasal mengenai hak asasi manusia yang melarang orang beralih agama. Jika ini dimasukkan ke dalam GBHN, berarti UUD kita berlawanan dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang salah satu pasalnya menjamin kebebasan untuk beralih agama.” (lihat halaman 113) [] Kini lakon yang sama dengan orang yang berbeda namun semuanya adalah kader Beni Murdani yaitu Luhut panjaitan, Hendroprijono, dan beberapa jendral merah tua berkuasa saat ini bersama Jokowi. (*)
Hancur-Hancuran Pindah Ibu Kota Negara
Oleh M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan AKHIRNYA DPR mengetuk palu persetujuan untuk UU Ibu Kota Negara baru di Kalimantan Timur. Banyak pihak menilai pengesahan RUU ini tergesa-gesa, dipaksakan, dan sama sekali bukan untuk kepentingan rakyat. Pemerintahan Jokowi sangat berambisi dan telah sukses menaklukan DPR. Hanya Fraksi PKS yang masih bersikap beda. Fraksi yang merdeka dan memiliki martabat. Waspada akan akibat buruk dari perpindahan itu bagi rakyat, bangsa, dan negara. Negara ini memang sudah hancur-hancuran dimana kedaulatan rakyat sudah dihabisi. Rakyat hanya sekedar untuk diatasnamakan. Wakil Rakyat mati kutu di depan Pemerintah. Teriakan keras pada persidangan hanya pencitraan semata. Perpindahan Ibu Kota Negara hampir dipastikan tidak menyerap aspirasi rakyat. Bahkan rakyat telah terang-terangan ditelikung mentah-mentah. DPR berubah menjadi Dewan Perwakilan Rezim. Rakyat berhak marah atas kongkalikong Pemerintah dengan DPR dalam upaya menggoalkan Undang-Undang yang sarat dengan kepentingan. Kejahatan terberat adalah membunuh Ibukota lama dan berspekulasi dengan ibukota baru. Spekulasi soal sumber dan kondisi keuangan, spekulasi kemampuan untuk memindahkan pegawai pemerintahan, spekulasi mengenai status sosial penduduk Ibu Kota Negara baru, dan yang paling berbahaya adalah spekulasi tentang keamanan Ibu Kota Negara tersebut. Rakyat dipaksa patuh dan menuruti keputusan Pemerintah yang diberi stempel oleh DPR. Ini adalah cara mengelola negara khas kolonial. Penguasa yang memaksa dan berwajah penjajah. Rakyat pribumi ditempatkan sebagai budak yang harus taat. Pertanyaan mendasar adalah untuk siapa Ibu Kota Negara baru itu ? Siapa yang mampu membeli tanah dan membangun rumah dan gedung-gedung disana ? Siapa yang mampu membangun jaringan usaha di area yang benar-benar baru ? Pribumi atau pendatang kah ? Etnis apa mereka itu? Jokowi tentu tahu jawaban pasti dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dan demi itulah ia berjuang untuk memenuhi ambisinya. Ibu Kota Negara adalah proyek besar yang hanya menguntungkan kelompok tertentu. Tidak ada hubungan signifikan dengan peningkatan kesejahteraan rakyat dan bangsa Indonesia. Bahkan sebaliknya dapat menjadi ruang perampokan kekayaan negara. Lahan subur untuk menanam pohon korupsi dan kolusi. Aset negara yang terjual atau tergadaikan. DPR terus melanjutkan kebiasaan buruk dalam membuat UU sebagaimana UU KPK, Minerba, Perpu Pandemi, hingga UU Cipta Kerja. Diam-diam, minim masukan publik, masa bodoh atas reaksi rakyat, serta hanya berorientasi pada kepentingan korporat dan oligarkhi. UU dibuat untuk merugikan rakyat. Kini UU IKN sama juga, bahkan lebih parah. Pemerintah Jokowi dan DPR bergabung bersama mengabaikan dan membohongi rakyat. Pindah Ibu Kota Negara dianggap sama dengan kucing memindahkan anak-anaknya. Menggigit leher si anak yang tak berdaya. Rakyat bisa dibohongi satu atau dua kali, akan tetapi tidak bisa dibohongi selamanya. Ada momen saat ia mampu untuk berdiri dan menunjukkan kedaulatannya. (*)
Desa LeBetawi di Maluku
Oleh Ridwan Saidi, Budayawan DESALeBetawi di Maluku Tenggara bukan nama baru. Tembokannya mungkin saja. Nama desa ini fakta yang hancurkan khayal sementara orang yang menebak Betawi dari Batavia. Betawi artinya gerbang, itu bahasa Armen. Betawi bukan flora. Memang ada pohon beKawi, bukan beTawi Mester Kornelis (bukan Cornelis), Kebayuran, Tangerang, Bekasi dalam administrasi kolonial termasuk dalam residensi Mester Kornelis. Ini dalam soal administrasi misalnya pengurusan surat tanah atau eigendom verponding. Dalam soal non administrasi daerah-daerah tadi termasuk Batavia en ommelanden, Jakarta dan sekitarnya. Batavia meliputi distrik: 1. Batavia Centrum yang diidentikkan dengan Gambir. Padahal termasuk juga Kebon Siri, Tenabang, Petojo, Kramat. 2. Weltevreden dengan Batavia Centrum berbatas sodetan Ciliwung ke barat sampai Jaga Monyet . Weltevreden meliputi Pasar Baru, Senen, Gunung Sari, Sawah Besar, Mangga Dua, Krukut. 3. Jakarta-Kota. ANEH tidak disebut Batavia-nya. Perbatasannya dengan Weltevreden di bukit-bukit Tambora, kini Jembatan Harco. Rayonisasi stasion telpon sejak 1930-an cuma Gambir dan Kota. Central telpon di Bandung. Sebelum ada stasion telpon Gambir dan Kota, mau telpon hubungi central di Bandung dulu: Halo halo Bandung. Ini mengilhami Ismail Marzuki ciptakan lagu Halo halo Bandung. Untuk Jakarta almarhum bikin Bandar Jakarta. Betawi bukan Batavia. Nama Batavia dipakai mulai tahun 1623 mengganti Jakatra (re: Oud Batavia). Betawi, atau Le Betawi dengan partikel, bukan nama untuk kota, tapi untuk komunitas native yang berdiam di Kapuk Muara, dimana akses ke kampung itu harus melalui gerbang. Dalam Armenia gerbang itu Le Betawi, dengan partikel. Nama Desa LeBetawi Maluku Tenggara juga menguatkan fakta bahwa penyebaran bahasa Armenia cukup luas. Bahasa ini dibawa orang-orang asal Asia Minor yang migrasi ke Andunisi pada IX M. Mereka bukan berbahasa Armenia tapi kosa kata Armenia banyak diserap oleh bahasa-bahasa bangsa-bangsa Asia Minor. (*)