ALL CATEGORY
Negeri Mirzani Yang Harus Dibenahi
by M Rizal Fadillah Bandung FNN – Ahad (15/11). Nikita Mirzani ramai dibicarakan gara-gara melecehkan Habib Rizieq Shihab (HRS) yang pulang dari Mekakah Saudi Arabia. Sementara Abu Janda berakting jingkrak-jingkrak menggendangi Nikita Mirzani. Nikita Mirzani seperti dilindungi Polisi karena reaksi Ustad At Thuwailibi. Nikita pernah ditangkap di Hotel Kempinsky dalam kasus prostitusi. Publik pun ikut mengamati. Namun tidak berujung sampai ke pengadilan. Entah dimana mandegnya kasus penangkapan Nikita yang terkait kasus protitusi tersebut. Entah mendeg di polisi atau di jaksa? Yang pasti kasusnya hilang begitu saja. Seperti ditelan bumi begitu saja. Berbagai video kini beredar membuka data untuk melengkapi perilaku pelecehan yang dilakukan oleh Nikita Mirzani. Mulia dari tampilan saat berfoto sexy, hingga memberi uang kepada tukang parkir yang berujung pada fose tak senonoh. Sepertinya telah hilang rasa malu pada dirinya. Berucap dan berbuat semaunya. Suka-sekanya saja. Negeri Mirzani hanya sebutan saja. Hanya untuk menggambarkan tentang situasi negeri yang juga telah kehilangan rasa malu. Uang telah mampu membeli hampir semua kehormatan. State dignity yang tergadaikan karena kebutuhan akan pembiayaan. Siapapun boleh memakai apa saja di negeri ini, asal membawa uang. Uang kini telah menjadi patokan, rujukan dan sandaran utama dari persoalan bangsa dan negeri ini. Soal kooptasi atau aneksasi itu hanya konsekuensi saja. Ada tiga indikator karakter dari kondisi ini. Pertama, terjebak pada kesenangan duniawi semata. Sukses itu ditentukan oleh materi. Nilai-nilai spiritual, ruhani, dan agama menjadi terpinggirkan. Anggapannya hal itu urusan nanti. Sukses saat ini yang lebih penting. Time is money, time for an infrastructure 'boost'. Kedua, negeri dengan kekuasaan yang berbagi. Bagi-bagi kekuasaan atas dasar balas jasa dan dukung-mendukung. Cukong harus mendapat bagian proyek. Relawan harus dapat Komisaris dan lain jabatan berduit. Partai Politik mendapat Menteri. Rangkulan koalisi juga dapat bancakan. Kekuasan bersama “gotong royong”. Satu lubang rame-rame. Ketiga, aparat terlihat berebut untuk foto selfie dengan Mirzani, cukup ironi. Tragisnya, aparat yang bernyanyi "habibana" dianggap melanggar disiplin dan diborgol Polisi Militer (Polmil). Tetapi sejumlah aparat yang berfoto bersama Nikita dengan ceria malah dibiarkan begitu saja. Mestinya sama terkena sanksi dong. Artinya, Negeri Mirzani adalah negeri ketidakadilan. Gagasan besar Revolusi Mental gagal total. Sementara “Revolusi Moral dan Revolusi Akhlak” kini adalah pilihan. Dua gagasan revolusi yang terahir ini ya bisa menjadi alternatif untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa. Meski demikian, masih butuh penjabaran dan konsistensi. Nikita Mirzani bebas untuk berbuat apa saja. Semaunya sesukanya saja. Terlihat dan terkesan kalau Nikita dilindungi. Menunjukkan cara penyelesaian masalah dengan memproduksi masalah baru. Masalah terus-menrus bertumpuk tanpa solusi yang jelas. Pemerintah bikin pusing sendiri, dan hasilnya rakyat pun semakin jengkel. Badut dan pelacur politik selalu bahagia berjoget-joget. Bu Megawati, benar kata banyak orang bahwa bukan Jakarta yang amburadul. Tetapi Negeri Mirzani pimpinan Pak Jokowi yang harus segera dibenahi. Disikat dan dicuci agar lebih baik dan bersih. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Bukan Nambah, Anies Malah Mau Jual Saham Bir
by Tony Rosyid Jakarta FNN – Ahad (15/11). Akhir pekan ini ramai di media memberitaan tentang kenaikan saham Pemprov DKI di perusahaan bir, PT. Delta Djakarta Tbk. Di website BEI/ITD diinformasikan bahwa pada bulan Oktober lalu saham Pemprov DKI di perusahaan bir PT. Delta Djakarta Tbk. naik menjadi 58,33%. Sebelumnya hanya 26,25%. Publik dibuat geger dan bertanya-tanya. Apa iya, Pemprov DKI nambah saham di perusahaan bir? Di tengah pandemi, Pemprov DKI mau mencari uang lewat jual beli minuman keras? Bukannya Anies dulu mau menjual saham Pemrov DKI di perusahaan bir itu? Kok malah sekarang nambah? Ternyata, terjadi kesalahan input data. Direktur PT. Raya Saham Register mengakui bahwa telah terjadi salah input data. Ia mengatakan bahwa jumlah saham Pemprov DKI masih tetap sama yaitu 26,25%. Atau 210.200.700 lembar saham. Sedangankan 58,33% atau 467. 061.150 lembar saham itu milik PT. Miguel Malaysia. Ternyata, inputnya terbalik. Bukannya mau menambah. Sebaliknya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan justru berencana untuk menjual seluruhnya saham milik Pemprov di perusahaan bir tersebut. Niat ini bahkan sudah ada sebelum Anies dilantik menjadi Gubernur DKI. Namun, upaya Anies untuk menjual saham bir itu tidak disetujui oleh DPRD. Menurut aturan, penjualan saham bir milik Pemprov di PT. Delta Djakarta Tbk itu harus disetujui oleh DPRD DKI. Kalau DPRD nggak setuju, maka nggak akan terjadi penjualan itu. Anies nggak bisa menjual secara sepihak, karena itu akan dianggap pelanggaran hukum. Anies sudah tiga kali mengajukan surat ke DPRD terkait dengan rencana penjualan saham milik Pemprov DKI di perusahaan bir PT. Delta Djakarta Tbk. Pertama, Surat Gubernur DKI Nomor 479/-1.822. Kedua, Surat Gubernur DKI Nomor 91/-1.822. Ketiga, Surat Gubernur DKI Nomor 177/-1.822. Ketiga surat gubernur ini ditolak oleh DPRD DKI. Ketua DPRD DKI Prasetyo Edy Marsudi mengatakan, "saya tidak akan menjual saham milik Pemprov DKI di PT. Delta Djakarta Tbk". Pernyataan Ketua DPRD DKI itu tegas dan gamblang! Apa alasannya? Jika dijual, Pemprov DKI nggak bisa mengontrol peredaran bir di masyarakat, katanya. Alasan yang aneh, mengada-ada, dan terkesan dibuat-buat. Kalau alasannya supaya bisa mengontrol peredaran, kenapa DKI tidak membeli saham di diskotik, pantai pijat, dan hotel yang sering dipakai untuk praktek prostitusi? Toh, supaya semuanya bisa terkontrol. Peredaran bir atau jenis minuman keras, itu ada aturannya. Soal pengawasan, bukan hanya tugas Pemprov, tetapi itu tugas aparat kepolisian. Masyarakat bisa membantu ikut mengawasi. Jika PT. Delta Djakarta Tbk melanggar, ya Pemprov DKI bisa mencabut ijin usahanya. Bagaimana mau cabut ijin pelanggaran kalau saham DKI masih ada 26,25%. Bisa hilang uang milik DKI ini. Justru, jika Pemprov DKI nggak punya saham, maka sewaktu-waktu jika PT. Delta Djakarta Tbk. melakukan pelanggaran, Pemda DKI nggak ada beban untuk mengambil langkah tegas. Diantaranya mencabut ijin usaha PT. Delta Djakarta Tbk. Karena itu, Anies berupaya keras untuk menjual saham Pemprov DKI di perusahaan bir tersebut. Dengan memiliki saham di PT. Delta Djakarta Tbk, Pemprov DKI justru bisa tersandera jika terjadi pelanggaran edar yang dilakukan perusahaan bir tersebut. Pemprov DKI tak bisa semena-mena mencabut ijin usahanya, karena masih memiliki saham 26,25%. Bagi PT. Delta Djakarta Tbk, ini keuntungan pertama. Keuntungan kedua, terkait regulasi. Kalau ada saham milik Pemprov DKI, maka otomatis keberadaan PT. Delta Djakarta Tbk itu legal. Keberadaannya sah secara hukum. Nggak mungkin Pemprov DKI punya saham di perusahaan ilegal. Bagi konsumen bir, jaminan legal itu sangat penting. Pahami itu Keuntungan ketiga, PT. Delta Djakarta Tbk. bisa memanfaatkan berbagai akses yang dimiliki Pemprov DKI dalam memasarkan produknya. Adanya saham Pemprov DKI di PT. Delta Djakarta Tbk akan menjadi pertimbangan penting bagi konsumen. Dengan berbagai keuntungan ini, PT. Delta Djakarta Tbk. akan berusaha sekuat tenaga mempertahankan saham yang milik Pemprov DKI. Apapun caranya. Alasan utama Anies mengapa tak pernah berhenti berupaya menjual saham Pemprov DKI di PT. Delta Djakarta Tbk tersebut, karena ini aspirasi warga Jakarta. Warga Jakarta yang minta agar Anies menjual saham Pemprov DKI itu. Warga Jakarta nggak mau pemerintah DKI ikut bisnis haram. Dan harus dimaklumi, warga DKI Jakarta mayoritas beragama Islam. Bagi umat Islam, minum bir itu haram, apalagi bisnis bir. Karena ini negara demokrasi, kita mesti hargai aspirasi itu. Terutama DPRD, harus buka telinga dan mata. Mau menyerap aspirasi mayoritas warga Jakarta itu. DPRD itu wakil rakyat. Bukan wakil PT. Delta Djakarta Tbk. Ini yang harus diingatkan. Alasan Prasetyo, Ketua DPRD DKI mempertahankan saham bir milik Pemprov DKI agar bisa mengawasi peredarannya, ini nggak masuk akal. Kalau ada seseorang membuat alasan nggak masuk akal, publik patut curiga. Adakah yang disembunyikan di balik alasan itu? Nah, ini menarik. Salah input data saham Pemprov DKI di PT. Delta Djakarta Tbk yang sedang ramai dibicarakan publik ini bisa menjadi momentum bagi warga DKI untuk mendesak DPRD agar menyetujui permintaan Anies, Gubernur Jakarta untuk menjual saham milik Pemprov di perusahaan bir di PT. Delta Djakarta Tbk. Masyarakat mesti bicara ke media. Memberi dukungan kepada Anies untuk menjual saham tersebut. Bila perlu, puluhan ribu massa datang ke gedung DPRD dan mendesak wakil rakyat itu menyetujui penjualan saham bir yang sudah tiga kali diajukan oleh gubernur DKI tersebut. Ingatkan pada para anggota DPRD bahwa mereka wakil rakyat. Bukan wakil konglomerat bir. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.
Wapres Ma’ruf Amin Siap Bertemu Habib
by Asyari Usman Jakarta FNN - Minggu (15/11). Menyusul kepulangan Habib, rekonsiliasi menjadi salah satu topik yang tampaknya mengganggu sejumlah petinggi. Kepala KSP Jenderal Moeldoko mengatakan tidak perlu ada rekonsiliasi antara penguasa dan Habib. Karena, menurut Pak Moel, tidak ada masalah antara pemerintah dengan Habib. Tetapi, KKSP mengatakan itu setelah Habib memaparkan syarat-syarat rekonsiliasi yang dianggap berat. Habib menuntut pembebasan para ulama, aktivis politik, aktivis buruh, mahasiswa dan pelajar yang ditahan penguasa. Namun, kelihatannya para penguasa akan menghindar dari tuntutan ini. Sebab, kemungkinan mereka merasa arogansinya menjadi runtuh. Para penguasa tidak mau terlihat lemah. Statement gaya Moeldoko itu adalah cara untuk mengelak yang ‘elegant’. Hanya saja, rakyat menilai pemerintah terkesan ingin terus memelihara kegaduhan. Karena, pernyataan Pak Moel tentang “tidak ada masalah dengan Habib” pastilah mengerutkan dahi semua orang. Kenapa enteng sekali mengatakan tidak ada masalah. Bukankah Habib terpaksa meninggalkan Indonesia selama hampir tiga tahun itu gara-gara dipersekusi oleh berbagai institusi pemerintah? Untunglah pemerintah itu bukan Moeldoko saja. Artinya, tidak semua orang di tubuh pemerintahan mengedepankan arogansi. Wapres Kiyai Ma’ruf Amin, misalnya, melepaskan sinyal bahwa beliau siap bertemu dengan Habib. Sungguh-sungguh isyarat dari Pak Kiyai itu bernilai “statesmanship”. Menunjukkan kenegarawanan beliau. Pak Kiyai tidak ikut-ikutan bersikap ‘rejectionist’. Beliau tidak menutup diri. Pak Kiyai menunjukkan kepahaman tentang “how to lead a country” (bagaimana memimpin sebuah negara). Beliau mengerti bahwa memimpin bukan menggiring dan menghardik. Pak Kiyai tahu bahwa memimpin adalah memberikan ruang. Itulah yang kelihatannya mendorong Kiyai Ma’ruf untuk membuka diri bertemu dengan Habib. Kalau mau diletakkan di dalam konteks politik, Pak Kiyai melihat Habib sebagai realitas dan entitas yang tidak mungkin diabaikan. Umat akan mengapresiasi Kiyai Ma’ruf atas kesediaan beliau bertemu dengan Habib. Orang-orang dekat Pak Kiyai mengatakan pertemuan antara kedua tokoh penting itu akan segera dilaksanakan. Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id
Da'wah Perlu Memahami Peta Peradaban
by Dr Adian Husaini Jakarta FNN - Sabtu (14/11). Dalam acara Seminar Nasional dan Pelantikan Pengurus Dewan Da'wah Kota Tengerang Selatan, di Ciputat, Tangsel, Sabtu (4/11), saya berkesempatan hadir bersilaturahmi sekaligus menjadi pembicara dalam acara tersebut. Dalam berda'wah umat Islam perlu memahami peta peradaban; bukan hanya memahami percaturan politik global dan peta politik nasional.Dalam konteks percaturan peradaban saat ini, maka siapa pun presiden Indonesia, umat Islam tetap menghadapi tantangan hegemoni peradaban modern yang didominasi nilai-nilai sekuler. Lihat saja, gonta-ganti presiden, gonta-ganti menteri, konsep pendidikan, ekonomi, pembangunan tidak berubah. Teori tentang asal-usul manusia Indonesia, dalam buku-buku ajar sekolah, tetap dikatakan bahwa manusia Indonesia berasal dari perkembangan makhluk sejenis kera. Begitu juga ukuran kemajuan suatu bangsa, tetap ditentukan atas dasar materi, pendapatan per kapita. Tidak ada unsur iman, taqwa dan akhlak mulia, menjadi indikator keberhasilan pembangunan, ujarnya. Oleh karena itu saya mengajak para aktivis da'wah di lingkungan keluarga besar Dewan Da'wah untuk mengembangkan cakrawala berpikir, jauh ke depan. Dewan Da'wah memiliki visi perjuangan mewujudkan Indonesia adil dan makmur tahun 2045. Dalam konteks pembangunan peradaban, Dewan Da'wah sedang berjuang mewujudkan institusi-institusi da'wah yang terbaik, terutama institusi pendidikan. Saya mengajak para pengurus dan jamaah Dewan Da'wah untuk mensyukuri karunia Allah yang diwariskan oleh para pendiri Dewan Da'wah, yaitu: warisan intelektual, aset-aset da'wah dan warisan keteladanan. Ada beberapa contoh keteladanan para tokoh Dewan Da'wah, khususnya Mohammad Natsir yang perlu kita tiru. Keteladanan itu mulai dari pemikiran dan sikap sebagai negarawan, sampai perilaku sehari-hari. Karena itulah, saya mengajak seluruh pengurus dan jamaah Dewan Da'wah Tangerang Selatan khususnya, agar bekerja keras mewujudkan Dewan Da'wah sebagai organisasi da'wah profesional. Dalam menjalankan da'wah, jangan ada sikap patah arang. Pak Natsir menjelaskan, bahwa da'wah itu seperti akar pohon yang lembut yang menembus celah-celah batu karang. Lama-lama, batu karang itu terbelah oleh akar pohon. Jadi, sekecil apa pun da'wah, tetap harus dilakukan. Nabi Muhammad SAW mengajak para tokoh musyrikin Quraisy, Yahudi dan Nasrani untuk berdialog dan untuk masuk Islam. Akhirnya, banyak diantara mereka yang masuk Islam dan menjadi sahabat Nabi terkemuka, seperti Umar bin Khathab, Khalid bin Walid, dan sebagainya. Jadi, ajaklah tokoh-tokoh non muslim di Tangerang Selatan ke dalam Islam dengan cara-cara yang baik. Musyawarah Daerah Dewan Da’wah Kota Tangerang Selatan pada 27 September 2020 telah memilih H Ade Salamun MSi sebagai Ketua Majelis Syuro dan Arief Jamaludin MSi sebagai Ketua Pengurus Masa Khidmat 2020-2024. Dewan Da’wah Kota Tangerang Selatan diharapkan menjadi salah satu model percontohan kepengurusan tingkat kota, agar menjadi benchmark secara nasional. Untuk menandai tekad tersebut, pelantikan pengurus Dewan Da’wah Tangsel dikemas dengan acara seminar nasional yang disertai launching produk wakafkeummatan. Produk wakaf yang dilaunching adalah Produk Air Mineral ‘’AMITRA". Hasil penjualan air mineral tersebut sepenuhnya digunakan untuk kegiatan dakwah. Pada kesempatan seminar tersebut saya menguraikan tentang High Values M Natsir dalam Strategi Politik dan Da'wah. Sedangkan saudara Jaka Setiawan, peneliti Dewan Dakwah Tangsel, mempresentasikan tentangdampak Hasil Pilpres Amerika Serikat bagi Indonesia. Semoga bermanfaat. Penulis, Ketua Umum Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia.
Ada Peran Prabowo Saat Pemulangan HRS?
by Mochamad Toha Surabaya FNN - Sabtu (14/11). Kabar itu datang dari Sekjen DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani. Ia membenarkan bahwa pihaknya mengajukan pemulangan pimpinan FPI Habieb Rizieq Shihab (HRS) ke Tanah Air sebagai syarat rekonsiliasi pasca-Pilpres 2019. Seperti dilansir dalam akun FB Fraksi Partai Gerindra, Jum’at (13/11/2020), Muzani juga tak membantah ketika ditanya apakah Prabowo Subianto telah mengajukan syarat itu ke Presiden Joko Widodo. Tidak hanya pemulangan HRS, Prabowo juga meminta pemerintah membebaskan sejumlah tokoh pendukung yang ditangkap karena terjerat kasus hukum. “Ya keseluruhan (pemulangan HRS), bukan hanya itu. Tapi, keseluruhan bukan hanya itu. Kemarin kan banyak ditahan ratusan orang. Lagi diproses-proses. Ya segala macamlah ya,” ujar Muzani, Menurut Muzani, pertemuan antara Prabowo dan Jokowi sebagai langkah awal rekonsiliasi juga harus dilihat sebagai proses islah atau perdamaian. Proses islah, kata Muzani, tidak dapat terjadi jika masih terdapat dendam di tengah masyarakat. Sehingga, pihak yang menjadi pemenang pada Pilpres 2019 diharapkan tidak merasa menjadi penguasa yang dapat bertindak apa saja. Selain itu, Muzani juga menegaskan, jangan sampai proses rekonsiliasi menjadi sekadar wacana dan dagangan politik. “Islah yang sekarang harus dilakukan itu harus meniadakan dendam, harus meniadakan, saya pemenang dan kamu yang kalah. Saya penguasa, kamu yang dikuasai. Saya yang benar kamu yang salah sehingga islah itu tidak akan terjadi kalau dendam yang seperti itu masih terjadi,” kata Muzani. “Rekonsiliasi tidak mungkin bisa terjadi kalau kemudian suasana dan pikiran itu juga terjadi. Suasana itu harus diredakan, harus dikendurkan, sehingga islah tersebut menjadi sesuatu yang kuat,” ucapnya. Benarkah yang disampaikan Muzami tersebut? Jika melihat jejak digital, apa yang diucapkan Muzani itu mengandung kebenaran. Setidaknya seperti yang disampaikan oleh Dahnil Anzar Simanjuntak, mantan Koordinator Jubir BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Seperti dilansir Detik.com, Minggu (14 Jul 2019 11:42 WIB), Dahnil Anzar Simanjuntak menjelaskan alasan mengapa Prabowo mau bertemu dengan Jokowi. Salah satunya, diyakini Dahnil sebagai upaya untuk memulangkan HRS ke Indonesia. Hal itu disampaikan Dahnil dalam sebuah video yang dibagikan di channel YouTube-nya, Minggu (14/7/2019). Dahnil mulanya mengatakan bahwa Prabowo bertemu Jokowi salah satunya untuk memastikan tidak adanya dendam politik di masa yang akan datang. Dahnil percaya penuh dengan komitmen kebangsaan Prabowo. “Dan beliau tidak akan pernah mengkhianati pendukungnya, semua harapan para pendukungnya untuk hanya sekedar kursi menteri misalnya. Saya meyakini itu,” tegas Dahnil. “Kepentingannya adalah tentu untuk kepentingan bangsa yang lebih luas, kepentingan beliau adalah untuk menyelamatkan para pihak yang rentan, rentan dalam berbagai hal,” lanjutnya. Rentan tertuduh, rentan kriminalisasi, rentan macam-macam. “Kepentingan beliau itu. Untuk memastikan semua pihak itu tidak lagi punya dendam politik di masa yang akan datang,” kata Dahnil. Cara menghilangkan dendam politik itu, lanjut Dahnil, dengan membuka portal yang selama ini menghambat kepulangan HRS ke Indonesia. Sehingga, Imam Besar FPI itu bisa pulang ke Indonesia dan kembali berdakwah. “Termasuk salah satunya adalah ketika saya melontarkan pentingnya pemerintah membuka portal yang menghambat kepulangan Habieb Rizieq. Kenapa?” kata Dahnil. Karena, ketika ada upaya membuka portal itu, Habieb Rizieq bisa bergabung di negeri ini kemudian berdakwah seperti biasa normal, kemudian berkomunikasi sebagai tokoh dengan pemerintah. Baik itu dalam memberikan saran, kritik dan sebagainya,” lanjutnya. “Maka beliau punya peran sebagai anak bangsa, dan di sisi lain kita bisa guyub lagi sebagai bangsa. Kenapa? Karena tidak ada lagi dendam politik. Pemerintah berusaha merangkulnya, kemudian kita berusaha berperan sesuai peran kita masing-masing,” tutur Dahnil. Menurut Ketua Pemuda Muhammadiyah itu, selama ini komitmen untuk membawa pulang HRS ke Indonesia selalu ditunjukkan oleh Prabowo. Karena itu, Dahnil meyakini persoalan kepulangan HRS menjadi salah satu latar belakang Prabowo mau bertemu dengan Jokowi. “Jadi sahabat sekalian, itu komitmen. Saya yakin komitmen yang ditunjukkan Pak Prabowo. Kalau ada yang bilang, bisa nggak, bener nggak, HRS menjadi salah satu apa permintaan Pak Prabowo terkait dengan upaya beliau berkomunikasi dengan pihak pemerintah?” “Ya itu adalah bagian penting, karena HRS bagi Pak Prabowo itu adalah tokoh penting. Beliau punya banyak pengikut, dengan kepulangan beliau kita bisa membantu mengubur dendam yang selama ini muncul,” ujar Dahnil. Sebelumnya, Sabtu (14/7/2019), Jokowi dan Prabowo bertemu di MRT dari Stasiun MRT Lebak Bulus menuju Senayan. Mereka duduk berdampingan dan sempat ngobrol-ngobrol santai sepanjang perjalanan. Dari Stasiun MRT Senayan, keduanya berjalan kaki menuju Fx Sudirman untuk makan siang bersama sebelum kemudian berpisah satu sama lain. Dus, singkat cerita, pasca pertemuan di MRT itulah Prabowo akhirnya ditunjuk sebagai Menteri Pertahanan RI. Jejak digital lainnya, iNews.id, Selasa (12 November 2019 - 13:59 WIB), Menhan Prabowo menemui Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta. Kedatangannya antara lain untuk membahas kemungkinan kepulangan HRS dari Arab Saudi. “Nanti kita ini ya, kita pelajari dulu, saya belum dengar,” kata Prabowo, Selasa (12/11/2019). Mantan Komandan Jenderal Kopassus tersebut belum menjelaskan rinci mengenai hal tersebut. Prabowo langsung menuju kantor Presiden. Prabowo pada Pilpres 2019 lalu meneken pakta integritas yang disodorkan forum Ijtima Ulama II GNPF. Pakta integritas itu berisi 17 poin yang salah satunya berisi kesanggupan Prabowo memulangkan dan menjamin HRS. HRS pergi ke Arab Saudi sejak 26 April 2017 untuk menjalankan ibadah umrah. Pada saat sama, kepolisian akan memeriksanya terkait kasus 'baladacintarizieq'. Pada Juni 2018, polisi menghentikan penyidikan kasus ini. Tapi, hingga kala itu HRS tak kunjung pulang ke Indonesia. Dalam konferensi pers di Jakara, Senin (11/11/2019), keluarga mengeklaim HRS sudah tiga kali berusaha pulang ke Indonesia, namun selalu ditangkal Pemerintah Indonesia. Prabowo hari itu juga dijadwalkan menerima beberapa duta besar (dubes) negara sahabat termasuk Dubes Arab Saudi untuk Indonesia Esam A. Abid Althagafi. Apakah juga akan membahas kepulangan Rizieq? Prabowo tak memastikan. “Mudah-mudahan nanti kita lihat,” ucap Prabowo. HRS mengaku tidak bisa pulang karena sejumlah alasan pertama terkait masalah izin tinggal di Arab Saudi. Dubes RI untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel mengatakan HRS tidak bisa pulang karena tinggal di suatu tempat lebih lama dari masa yang diizinkan (overstay). Solusi atas overstay itu yakni membayar denda sebesar 15.000-30.000 riyal atau Rp110 juta per orang. Namun, pengacara HRS menyebut overstay bukan kesalahan kliennya. HRS sudah mencoba keluar dari Arab Saudi supaya visanya masih bisa berlaku. Tapi, ternyata tidak pernah berhasil. Prabowo sebelumya pernah berjanji akan memulangkan HRS saat musim kampanye Pilpres 2019. Bahkan, Prabowo mengatakan bakal mengirimkan pesawat pribadi untuk menjemput HRS jika terpilih menjadi presiden. “Dalam ijtimak yang kedua saya sudah mengatakan, begitu menang saya akan kembalikan HRS kembali. Saya akan kirim pesawat saya sendiri untuk menjemput beliau,” kata Prabowo, pada Februari 2019. Masalah kepulangan HRS kembali mencuat saat itu. HRS menunjukkan bukti yang diklaim sebagai surat pencekalan dari pemerintah Indonesia melalui siaran video di akun Youtube Font TV. Surat pencekalan itu ditunjukkan HRS untuk mengungkap alasannya tidak bisa pulang ke Indonesia. Dia mengklaim pencekalannya tidak berkaitan dengan kasus pidana apapun. HRS dalam video tersebut mengharapkan publik tidak mengasumsikan keberadaannya di Saudi karena masih ketakutan untuk pulang. Justru, kata dia, ada orang berkepentingan di balik pencekalan yang resah dengan kepulangannya. Namun, klaim HRS itu dibantah Menko Polhukam Mahfud MD. Ia menyatakan tak pernah melihat surat pencekalan yang diklaim HRS. Mahfud pun meminta HRS menunjukkan surat itu kepada dirinya. Hingga menjelang kepulangannya, 10 November 2020, itupun Dubes Agus dan Menko Mahfud masih membangun narasi “negatif” mengenai HRS. Jadi, “siapa” sebenarnya yang berusaha menghalangi kepulangan HRS? Tidak sulit untuk menjawab pertanyaan terakhir itu. Tinggal kita lihat saja, tokoh atau parpol mana yang sangat gundah dan gelisah dengan kepulangan HRS tersebut! Penulis, wartawan senior FNN.co id
Quo Vadis Peradilan Kita
by Zulkifli S Ekomei Jakarta FNN - Sabtu (14/11). Latar belakang saya menggugat UUD 45 palsu melalui pengadilan, tidak menempuh cara lain adalah, bahwa Indonesia ini adalah negara hukum. Negara hukum (Rechtstaat) adalah negara yang menempatkan hukum sebagai panglima, "Equality before the law" semua berkedudukan sama di depan hukum. Hal ini sesuai konsitusi kita bahwa "Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum." Sehingga semua persoalan hukum sudah seharusnya diselesaikan di lembaga peradilan, dan tentu saja gugatan saya memakai dasar adanya temuan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh MPR periode 1999-2004 yang diketuai oleh Amien Rais, yaitu adanya Ketetapan MPR tanpa nomor tertanggal 10 Agustus 2002. Saya ingin update perkembangan apa yang saya alami selama mengikuti semua acara persidangan, sehingga bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak yang akan beracara di lembaga peradilan. Beberapa catatan yang ingin saya sampaikan adalah: Pertama, soal waktu, jadwal persidangan ternyata molor, dan ini sepertinya sudah menjadi kebiasaan, awalnya waktu yang disepakati adalah jam 10.00, tetapi molor menjadi jam14.00 atau bahkan lebih, sehingga tidak ada seorangpun bisa memprotes termasuk saya, karena seolah sudah menjadi budaya. Kedua, ada beberapa pertanyaan muncul ketika pengadilan gagal menghadirkan prinsipal dalam sidang mediasi. Para tergugat dan turut tergugat hanya diwakili penasehat hukumnya, dan akhirnya mediasi gagal. Lalu saya selaku penggugat menyatakan secara resmi bahwa proses mediasi gagal sehingga persidangan dilanjutkan. Ketiga, sebagai lanjutannya saya mengikuti acara sidang berikutnya yaitu pembacaan gugatan, kemudian sidang pembacaan eksepsi dari tergugat dan turut tergugat, selanjutnya sidang pembacaan replik dari pihak penggugat, diteruskan dengan sidang pembacaan duplik dari pihak tergugat dan turut tergugat dan diakhiri dengan pembacaan putusan sela. Ada kejadian menarik, pada saat sidang pembacaan putusan sela tanggal 11 Agustus 2020, hakim menunda persidangan, dengan alasan karena ada urusan keluarga sehingga belum siap membacakan putusan sela, setelah itu terjadilah penundaan demi penundaan sampai akhirnya terjadi sidang pembacaan putusan sela tanggal 3 November 2020. Dalam sidang pembacaan putusan sela majelis hakim menyatakan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili gugatan saya menolak UUD'45 palsu. Setelah membacakan putusan sela, hakim menanyakan pada pihak tergugat dan pihat turut tergugat apakah menerima putusan sela, mereka menyatakan menerima, kemudian menanyakan pada pihak penggugat apakah menerima atau melakukan perlawanan terhadap putusan sela tersebut, spontan saya menjawab akan melakukan perlawanan, lalu saya diberikan waktu 2 minggu untuk menyatakan perlawanan dan berkas putusan sela bisa diambil paling lambat 3 hari setelah sidang. Tanggal 12 November kemudian, saya mengambil berkas putusan sela di Pelayanan Terpadu Satu Pintu, ajaibnya ternyata berkas belum turun, setelah dicek di Panitera, berkas putusan sela belum ditandatangani hakim karena cuti sampai tanggal 16 Nopember 2020. Sampai disini, saya hanya bisa mengambil nafas panjang….ternyata saya hanya punya waktu satu hari untuk mengajukan perlawanan terhadap putusan sela. Saya tidak akan menyerah karena gugatan menolak UUD'45 palsu ini bukan untuk kepentingan saya pribadi, tapi kepentingan banyak orang, untuk kepentingan generasi mendatang, persoalan sebesar ini hanya dihindari dengan putusan sela bahwa Pengadilan tidak berwenang mengadili, padahal acara persidangan sudah berjalan setahun lebih, sehingga saya bisa menyimpulkan bahwa majelis hakim seperti prajurit yang lari dari medan pertempuran, seperti kata pepatah Jawa "tinggal gelanggang colong playu", pepatah yang sering disematkan pada siapapun yang menghindari tanggung jawab. Ok, mengakhiri catatan saya ini, saya kembali mengingat kisah tauladan Nabi Musa a.s. Ketika rasionalitas Nabi Musa a.s. berucap, “Bagaimana umatku yang lemah dan tanpa senjata akan mengalahkan pasukan Fir'aun yang kuat?” Allah SWT menjawab, “Urusanmu hanya istiqamah dan taat, selainnya adalah kehendak-Ku.”Maka, teguhlah dalam memperjuangkan kebenaran. Karena, Allah pasti bersama kita. "Perjuangan milik kita, Kemenangan milik ALLAH" Salam Patriot Proklamasi! Penulis, praktisi hukum.
Mengapa Orang PDIP Ramai-ramai Menyerang Habib?
by Asyari Usman Jakarta FNN - Sabtu (14/11). Sehari setelah tiba kembali di Indonesia, Habib langsung diserang oleh para politisi PDIP. Dimulai oleh Henry Yosodiningrat. Dia minta polisi agar melanjutkan laporannya sekitar empat tahun lalu. Waktu itu, Henry merasa nama baiknya dicemarkan oleh Habib. Setelah Henry, ada lagi serangan. Yaitu imbauan dari orang Banteng lainnya agar Polisi melanjutkan kasus-kasus Habib. Sebelum Habib tiba, Ruhut Sitompul juga ikut menyerang. Politisi yang hobi lompat-lompat partai ini berkomentar tentang pidato KH Muhammad Shabri Lubis yang, pada 13 Oktober 2020 ketika demo UU Cilaka, mengatakan Habib akan pulang memimpin revolusi. Kemudian, Kiyai Shabri mengklarifikasi bahwa yang ia maksud adalah revolusi akhlak. Atas klarifikasi ini, Ruhut menyebutnya sebahai “Raja Ngeles”. Sementara itu, anggota DPRD DKI dari PDIP, Gilbert Simanjuntak, mempersoalkan kunjungan Gubernur Anies Baswedan ke kediaman Habib di Petamburan pada 11 November. Sehari setelah IB tiba. Menurut Simanjuntak, kunjungan Anies itu tidak memberikan contoh yang baik di tengah upaya meredam Covid-19. Meskipun Anies selalu memakai masker. Simanjuntak mungkin saja punya poin dalam berkomentar tentang silaturahmi Anies itu. Tetapi, kalau dilihat gambar besar persoalan Covid, maka sangatlah jelas bahwa bobot politis nyinyiran Simanjuntak jauh lebih berat dari aspek medis yang dijadikannya alasan. Dari rangkaian serangan beruntun dari kubu PDIP terkait dengan kepulangan Habib, tampaklah betapa kompaknya Partai Bateng dalam orkestrasi mereka memojokkan IB. Mereka keluar beramai-ramai menyerang dari sisi apa saja. Termasuklah komentar “relijius” dari selebriti asal bunyi, Dewi Tanjung. Dia mengatakan, terkait kepulangan Habib, lihat saja nanti siapa yang akan kena azab. Dewi menganggap Habib orang sombong. Yang bakal kena azab. Nah, mengapa kubu PDIP melancarkan serangan? Dan apa tujuannya? Tentang mengapa, tentu tidak sulit dijawab. Yaitu, karena Habib sangat kritis terhadap orang-orang yang anti-Pancasila. Habib juga lantang meneriakkan bahwa kebangkitan neo-komunis semakin menjadi-jadi di era kekuasaan PDIP belakangan ini. Tentang apa tujuan serangan ini, juga tidak berat untuk dijelaskan. Yaitu, untuk melemahkan semangat Habib dan umat dalam memperjuangkan keadilan dan meruntuhkan oligarkhi cukong yang menguasai Indonesia secara “de facto”. Ada pertanyaan ketiga: mengapa kubu PDIP berani melancarkan serangan terhadap Habib? Jawabannya, mungkin Banteng memiliki semuanya sehingga merasa bisa melakukan apa saja. Karena memiliki semuanya, tentu mereka ingin melakukan ujicoba kekuatan yang mereka punyai itu. Barangkali mereka berpikir, kapan lagi diujicobakan. Sebetulnya, cara-cara seperti ini bukan hal baru. Selama ini pun PDIP suka menunjukkan perasaan bahwa merekalah pemilik negara ini.[] (Penulis wartawan senior FNN.co.id)
Benarkah Tahanan Politik Jumhur Positif Covid?
by Luqman Ibrahim Soemay Nabire FNN – Kamis (12/11). Tahanan politik dan akitivis Komite Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Muhammad Jumhur Hidayat dikabarkan positif terpapar covid 19. Namun Jumhur kabarnya tidak sendirian yang positif terpapar virus laknat dan jahannam tersebut. Belasan tahanan lain yang ditahan Bareskrim juga dikabarkan mengalami hal yang sama. Tahanan politik dan aktivis KAMI yang lain seperti Syahganda Nainggolan, Anton Permana dan Kingkin Anida dikawatirkan berpotensi untuk tertular covid 19 juga. Meskipun demikian, sampai sekarang belom ada pernyataan resmi dari aparat kepolisian. Baik itu dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) maupun Devisi Hubungan Masyarakat Polri terkait informasi yang hari ini beredar WhatsAap (WA) tersebut. Sebelumnya dikabarkan tiga tersangka di Bareskrim positif terpapar virus covis 19. Dua diantaranya, yaitu Anita Kolopaking dan Hendri Rusli yang terkait kasus suap Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Sementara satu lagi adalah Darmansyah, yang terkait dengan kasus Batubara. Tersangka Hendri Rusli telah meninggal dunia karena positif terjangkit covid 19. Belum lama ini telah dilakukan test sweeb terhadap hampir seluruh tahanan yang ada di rumah tahanan Bareskrim Polri. Jumlahnya sekitar 150-an orang tahanan. Dari jumlah tersebut, dikabarkan 18 tahanan positif terpapar covid 19. Satu diantara tahanan yang positif itu adalah tahanan politik politik dan aktivis KAMI Muhammad Jumhur Hidayat. Kini ke 18 tahanan Bareskrim yang postitif terpapar covid 19 itu diisolasi di tiga kamar tahanan. Masing-masing kamar berisi 6 orang tahanan yang posotif. Namun cara ini dipastikan tidak menyelesaikan masalah. Bahkan sangat mungkin menambah masalah baru. Karena berkumpulnya banyak tahanan yang positif terpapar covid 19 lebih dalam satu kamar. Prinsip dari isolasi adalah berkurangnya bersentuhan secara fisik dengan orang lain. Makanya tenaga medis yang bertugas marawat dan melayani pasien positif covid 19, selalu diharuskan untuk melindungi diri. Misalnya, dengan menggunakan pakaian Alat Pelindung Diri (APD). Tujuannya untuk memotong dan memutus mata rantai penularan virus covid 19. Bila tahanan 6 orang digabungkan dalam satu kamar seperti sekarang, hampir dipastikan penyebarannya semakin menjadi-jadi. Bukannya semakin berkurang. Bahkan sangat berpotensi untuk menyebar ke mereka yang potensial selalu bersentuhan dengan para tahahan tersebut. Apakah itu para petugas di tahanan, para penyidik maupun yang lain. Langkah yang paling mungkin dilakukan Bareskrim Polri adalah membatarkan penahanan mereka yang telah dinyatakan positif terpapar covid 19. Supaya para tahanan itu segera dirawat dan diisolasi di tempat-tempat atau rumah sakit yang telah disediakan negara. Bisa dirawat di rumah sakit wisma atletik Kamayoran atau di Rumah Sakit Sulianti Suroso. Bareskrim Polri sebagai institusi negara yang menahan ke 18 tahanan yang positif covid 19 itu, maka Bareskrim harus beratanggung jawab terhadap peroalan yang sekarang menimpa mereka. Termasuk upaya-upaya untuk menyembuhkan mereka dari covid 19. Sebab sebelum ditahan, mereka dipastikan tidak terjangkit covid 19. Mereka baru terjangkit seteleh mendekam di tahanan Bareskrim Polri. Kondisi yang hari ini terjadi di tananan Bareskrim Polri ini, bukan saja telah membuat para tahanan lain yang negatif covid 19 merasa tidak nyaman. Bahkan keluarga dari tahanan yang tak terjangkit juga selalu merasa tidak nyaman dengan anggota keluraganya yang ditahan. Keluarga selalu was-was terhadap kondisi tersebut. Apalagi jumlah yang positif terjangkit sangat itu banyak. Bareskrim bisa saja dicatat sebagai institusi penegak hukum yang menelantarkan para tahanannya. Bahkan dapat dikatargorikan sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Kejadian ini tentu menjadi catatan buruk terhadap satu satu intitusi penagak hukum di Indonesia. Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.
Bravo Jenderal Gatot
by M Rizal Fadillah Bandung FNN – Kamis (12/11). Akhirnya Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo tidak datang menghadiri penganugerahan Bintang Mahaputera oleh Presiden Republik Indonesia di Istana Negara. Sebagai Pemerintah tentu sudah memenuhi kewajibannya. Sementara di lain pihak, Pak Gatot juga memiliki prinsip kuat untuk menolaknya. Terlepas dari narasi surat yang dikirim Pak Gatot kepada Presiden Jokowi, tetapi sikap untuk tidak menghadiri dalam situasi keprihatinan kesehatan dan politik seperti ini cukup memberi pesan yang aspiratif. Publik bisa menilai konten pesan tersebut dari lima aspek. Pertama, dengan menolak hadir pada penganugerahan yang bukan tanggal 17 Agustus adalah kritik atas pengubahan budaya yang selama ini berlaku. Hari Pahlawan sebaiknya khusus untuk penghormatan dan penghargaan kepada para pahlawan. Waktu yang spesial untuk para pahlawan. Kedua, Bintang Mahaputera untuk purna tugas setingkat Menteri tidak baik dipecah-pecah. Sebagian diberikan pada Hari Pahlawan. Sebab dengan protokol kesehatan semuanya dapat diberikan pada tanggal 17 Agustus sebagaimana biasanya. Seperti yang diberikan kepada mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Fadli Zon. Ketiga, sikap solidaritas seorang prajurit yang luar biasa. Tidak mau "makan tulang kawan". Begitu juga dengan solidaritas terhadap teman-teman seperjuangan di Komite Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang sedang menghadapi kesulitan berupa penahanan di tahanan Bareskrim. Tidak bagus menerima penghargaan dari pemerintah di tengah "korps" menghadapi kesulitan. Harus senasib sepenanggungan. Apalagi pada pada waktu yang bersamaan, teman-teman seperjuanga juga ditahan oleh pemerintah hanya karena berbeda pendapat dengan pemerintah. Padahal substansi yang dijadikan alasan bagi pemerintah menanahan teman-teman KAMI nyata-nyata terjadi. Yaitu tata kelola negara yang kacau-balau dan amburadul. Hanya berdasarkan pendekataan kekuasaan sematar. Akibatnya, negara terancam keluar dari tujuan bernegara seperimana yang diamantkan oleh Pembukaan UUD 1945. Keempat, penunjukan menjadi salah seorang Presidium KAMI adalah amanah untuk memimpin upaya-upaya menyelamatkan bangsa. KAMI menilai bangsa dapat tidak selamat di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Tidak baik untuk menerima kalungan penghargaan dari Presiden yang nyata-nyata mesti diluruskan berbagai kebijakannya. Kelima, Pak Gatot Nurmantyo itu adalah contoh pemimpin bangsa dalam arti yang sebenarnya. Bukan pemimpin yang abal-abal, odong-odong, kaleng-kaleng dan beleng-belekang. Pemimpin yang diharapkan konsisten berjuang terus bersama dengan rakyat. Dalam situasi normal, maka 2024 adalah peluang untuk amanah kepemimpinan nasional. Dalam situasi darurat, dengan tetap bersama rakyat, maka menjadi lebih kuat dan solid. Segala kemungkinan bisa saja terjadi. Apa saja yang terjadi ke depan tidak ada yang bisa memprediksi. Yang terpenting adalah selalu bersama-sama dengan rakyat. Pak Gatot sebaiknya jangan mau untuk dijauhkan dengan denyut nadi rakyat seincipun. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) tidak jelas menyatakan bahwa penghargaan telah diterima. Sayangnya, suara Pemerintah lain menyatakan lain. Penghargaan Bintang Mahaputra yang disediakan untuk Pak Gatot justru kembali ke negara. Apapun itu, Pak Gatot Nurmantyo telah menunjukkan kualitas dan sikap yang sangat konsisten. Ciri dari pemimpin yang punya karakter. Pemimpinan yang sangat dirindukan oleh rakyat sekarang, di tengah krisisi pemimpin pandai menjilat untuk mendapat jabatan dan penghargaan. Sikap Pak Gatot merupakan sesuatu yang patut untuk diapresiasi. Sudah sesuai dengan apa yang memang sedang diharapkan oleh rakyat. Bravo, Pak Jenderal Gatot! Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Anies Temui HRS, Ada Yang Salah?
by Tony Rosyid Jakarta FNN – Kamis (12/11). Habib Rizieq Shihab (HRS) Pulang. Tepat di hari pahlawan. Heroisme kepulangan HRS menjadi isu terhangat di media. TV One menayangkan secara live. Satu-satunya TV mainstream yang tayang secara live. Usai dhuhur, tayangan HRS di TV One berhenti. Berhenti atau karena dihentikan, tanya saja ke publik. Malam harinya, kepulangan Habib Rizieq jadi tema di program ILC TV One. Para narasumber sudah dihubungi. Sebagian besar menyatakan bersedia datang. Beberapa narasumber bahkan sudah dalam perjalanan menuju ke studio TV One. Namun acara ILC mendadak dibatalkan. Ada apa? Apa alasan dibatalkan? Hanya Karni Ilyas dan Tuhan yang tahu jawabannya. Tokoh yang dikenal dengan panggilan Imam Besar (IB HRS) ini memang penuh kontroversi. Pro-kontra mewarnai gerakan moralnya. Sejak mendirikan FPI hingga ketika HRS ini mengendalikan komandonya di Makkah selama tiga setengah tahun terakhir. Terkait dengan 17 persoalan hukum yang dituduhkan kepadanya, hingga ketegangannya dengan istana telah membuat HRS semakin populer. Kemampuannya untuk menggerakkan jutaan manusia membuat sejumlah pihak, termasuk istana was-was. Ditengah kontroversi kepulangan HRS, Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta malah mendatanginya. Bersilaturahmi, atas nama pribadi maupun Gubernur DKI. Kebetulan, HRS adalah warga DKI. Seorang tokoh, sekaligus ulama yang disegani dan berpengaruh, khususnya bagi warga DKI. Begitulah seorang pemimpin, mesti mampu membangun hubungan baik dengan semua unsur yang ada di masyarakat. Terutama para tokoh yang memiliki pengaruh terhadap warganya. Nggak peduli apa agamanya, dari mana asal etinisnya, dan apa mazhab politiknya. Mengembangkan hubungan dengan para tokoh diperlukan oleh setiap pemimpin. Pertama, untuk manjaga stabilitas sosial masyarakat. Banyak persoalan di tengah warga yang justru sangat efektif ketika menyelesaikannya melibatkan peran para tokoh agama maupun tokoh masyarakat. Kedua, menyusun agenda bersama untuk pembangunan kota Jakarta. Terutama pembangunan moral dan mental warga. Anies, selaku orang nomor satu di DKI melakukan peran ini. Merangkul semua pihak, terutama tokoh-tokoh berpengaruh seperti HRS. Tak ada alasan untuk tidak merawat hubungan baik dengan para tokoh, meski kontroversi sekalipun. Poinya adalah bahwa setiap tokoh yang punya pengaruh dan punya kontribusi untuk bangsa. Wajib bagi pemimpin untuk menjaga hubungan baik. Bahkan melibatkan peran sosialnya. Tidak peduli tokoh itu semazhab atau tidak semazhab dengannya. Begitulah mestinya seorang pemimpin. Harus mampu berdiri di atas semua golongan masyarakat. Masuk ke semua tokoh agama dan tempat ibadah. Anies datang dan kepada semuanya. Anies menyapa dan bersilaturahmi dengan mereka. Apalagi dengan HRS yang peran dan pengaruhnya terhadap masyarakat DKI sangat besar. Hanya pemimpin kerdil, picik, dan licik yang berdiri hanya di atas golongan dan kelompoknya sendiri. Silaturahmi dan sikap merangkul, itu etika dan langkah strategis yang harus terus dirawat oleh setiap pemimpin. Baik pemimpin daerah, maupun pemimpin nasional. Apalagi ini terkait dengan tokoh sekelas HRS yang kepeduliannya terhadap moralitas bangsa dianggap punya pengaruh cukup besar bagi masyarakat. Melalui "revolusi akhlak", HRS ambil risiko untuk masa depan bangsa dan negara. Sampai disini, apa yang salah dengan Anies? Mengapa kader PDIP, Gilbert Simanjuntak, berteriak dan menuntut mendagri mengevaluasi dan memberi sanksi terhadap Anies? Apa ada UU yang melarang seorang pemimpin bertemu warganya? UU nomor berapa dan pasal berapa seorang gubernur dilarang bersilaturahmi dengan tokoh agama? Apakah bertemu tokoh agama itu pelanggaran hukum? Ahok menista agama, lalu divonis dua tahun penjara. Itu saja anda boleh menjenguknya. Jelas-jelas ada vonis bersalah, ada pasal pasal yang dilanggar, anda tidak dilarang menjenguk. Presiden sekalipun tidak dilarang menemuinya. Begitu juga menjenguk para koruptor dan terpidana yang lain. Tidak haram! Kenapa bertemu HRS dipersoalkan? HRS bukan terpidana, bukan pula koruptor. Dia bukan penjahat. Kenapa hormat dan ta'dzim Anies kepada ulama anda masalahkan? Menyorot protab Covid-19, ada kesan mengada-ada. Ketika HRS pulang, yang disorot bukan masker dan social distancing. Tetapi pemerintah justru lebih fokus menyoal kepulangan HRS. Membincang masalah dan deportasinya. Seolah nggak peduli dengan protab covid-nya. Giliran Anies datang, ada yang cari-cari masalah terkait protab kesehatan. Kalau begitu cara elit selalu bersikap, nalar rakyat Indonesia akan jadi ikut rusak. Di egara hukum, masyarakatnya mesti bernalar hukum. Hukum itu untuk semua. Hukum bukan hanya untuk lawan politiknya. Jangan ada nalar golongan dan nalar kebencian. Fanatisme dan kepentingan golongan inilah yang merusak karakter kebangsaan. Rakyat butuh sikap kenegarawanan, bukan kampanye kebencian. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.