ALL CATEGORY
Kebijakan Konyol Menhub, Kenapa Tidak Sekalian Saja: Orang Kaya Dilarang Naik KRL?
Jakarta, FNN - Bila Anda adalah pengguna kereta rel listrik (KRL) commuter line, khususnya di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, sampai Cikarang dan kebetulan Anda adalah orang kaya atau yang dinilai oleh pemerintah sebagai orang kaya, maka bersiap-siaplah mulai tahun 2023 Anda harus membayar lebih mahal dari tarif yang biasa Anda bayar saat ini. Pemerintah, seperti dikatakan oleh Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, mengatakan bahwa selama ini Anda menikmati subsidi yang tidak tepat sasaran. Padahal, subsidi itu harusnya dinikmati oleh mereka yang tidak mampu alias miskin. Kalau semua subsidi akhirnya didapat kepada masyarakat yang membutuhkan, contohnya di KRL, kita gunakan hanya sekitar 4000 rupiah, itu cost-nya mungkin sekitar 10.000 -15.000 rupiah. Demikian kata Menhub dalam konferensi pers Selasa, 27 Desember 2022, di kantornya. “Kita akan pilah-pilah mereka yang berhak dapat subsidi dan mereka yang tidak berhak. Oleh karena itu, harus dibuat kartu. Kalau itu berhasil maka subsidi bisa kita berikan ke sektor lainnya,” lanjut Menhub. Jadi, Menhub Budi Karya Sumadi menilai bahwa ada yang tidak tepat sasaran di subsidi KRL. Kalau bisa ditertibkan, dia berharap bisa dialihkan ke sektor lain yang lebih tepat sasaran dan lebih berguna. Bagaimana rencana Kementerian Perhubungan ini? Jika didasarkan pada pernyataan Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Risal Wasal, maka tidak naik. Menurutnya, kalau subsidinya tepat guna maka tarifnya tidak naik. Cuma, kita pakai data di Kementerian Dalam Negeri, yang kaya membayar sesuai dengan harga aslinya dan yang kurang mampu akan mendapat subsidi. Dengan begitu, kita menyebutnya tidak naik, tapi subsidinya lebih tepat sasaran, tambah Risal Wasal yang juga hadir dalam jumpa pers tersebut. Risal Wasal menjelaskan bahwa pihaknya masih menimbang-nimbang data apa yang akan menjadi dasar pembeda antarpenumpang. Dia menyebutkan misalnya akan menggunakan data Kementerian Dalam Negeri atau mungkin data terpadu kesehatan sosial (DTKS) Kementerian Sosial. Yang pasti, data yang terbaik yang akan dipakai. Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, dalam Kanal Youtube Hersubeno Point edisi Rabu (28/12/22) membahas masalah kebijakan yang akan diambil oleh Kementerian Perhubungan ini. Berapa besarnya subsidi yang diberikan kepada penumpang KRL commuter line? Berdasarkan realisasi subsidi tarif KRL tahun 2021, jumlahnya 2,14 triliun. Dari mana pemerintah bisa menilai bahwa subsidi itu tidak tepat sasaran? Kalau memang betul tidak tepat sasaran, apakah pemerintah punya data berapa persen yang tidak tepat sasaran? Apakah mereka selama ini sudah membuat penelitian atau survei pendapatan para penumpang KRL commuter line? Atau pemerintah punya data lain sehingga bisa menyimpulkan bahwa subsidi tersebut tidak tepat sasaran? Bukankah selama ini pemerintah justru mendorong agar warga beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum atau berpindah dari mobil pribadi ke transportasi publik? Sekarang, begitu mereka berpindah transportasi publik justru dikatakan ada subsidi yang tidak tepat sasaran. Bukankah dengan beralih ke transportasi publik banyak sekali manfaat yang diperoleh oleh pemerintah? Misalnya, penggunaan bahan bakar fosil berkurang, kemacetan lalu lintas berkurang sangat signifikan, dan yang paling penting adalah emisi dari kendaraan bermotor juga berkurang. Berdasarkan riset tahun 2021, emisi kendaraan bermotor berkontribusi hingga 70% terhadap pencemaran udara di perkotaan. Berbagai manfaat tersebut juga berdampak signifikan terhadap ekonominya. Kalau kita konversikan dalam bentuk uang juga sangat besar. Belum lagi manfaat kesehatan karena orang stres juga berkurang. Seharusnya hal ini juga dikuantifikasi. Pemerintah jangan hanya menghitung berapa dana yang dikeluarkan untuk subsidi. Mungkin memang ada subsidi yang tidak tepat sasaran, meskipun menurut Hersubeno Arief agak konyol, tetapi, mari kita bandingkan dengan rencana pemerintah untuk memberi subsidi pada kendaraan listrik. Ini sama karena orientasinya untuk lingkungan yang bersih. Mulai Juli 2023, pemerintah akan memberi subsidi pada pembelian mobil listrik sebesar 80 juta rupiah, mobil hybrid 40 juta rupiah, motor listrik 8 juta rupiah, dan motor konversi 5 juta rupiah. Presiden Jokowi merencanakan total subsidi mencapai 5 triliun rupiah. Rencana pemerintah ini sudah disampaikan ke DPR, tapi masih dipersoalkan oleh DPR, di antaranya agar pemerintah tidak grusa grusu karena infrastruktur dari mobil listrik juga belum terbentuk. Rencana subsidi ini juga tidak ada dalam anggaran APBN. Alasan Presiden Jokowi memberikan subsidi 5 triliun untuk kendaraan di atas adalah karena ini kendaraan yang ramah lingkungan. Mari kita bandingkan kebijakan ini dengan subsidi KRL yang 2,14 triliun tadi. Subsidi KRL tersebut akan ditertibkan dengan alasan tidak tepat sasaran karena orang kaya juga mendapat subsidi. Bagaimana dengan para pembeli mobil listrik? Mereka yang membeli mobil listrik itu dengan kasat mata itu dapat dipastikan orang kaya karena harga mobil listrik saat ini memang sangat tinggi dan hanya bisa dijangkau oleh orang-orang yang kaya. Memang, ada mobil listrik yang murah, kecil. Tetapi, rata-rata pembelinya juga bukan membeli mobil pertama. Mereka rata-rata orang kaya yang ingin mempunyai mainan sehingga membeli mobil listrik kecil-kecilan. Jadi, sekali lagi, kalau alasan subsidi KRL tidak sasaran, maka subsidi untuk mobil listrik, terutama, jelas lebih tidak tepat sasaran. “Ini subsidi untuk orang kaya, kalau ini clear, mereka yang beli itu pasti orang kaya. Beda sekali dengan pengguna KRL,” tegas Hersu. Jumlah subsidi mobil listrik juga dua kali lipat lebih dibanding subsidi KRL. Kalau alasannya untuk menciptakan udara yang bersih, KRL adalah kendaraan yang juga menggunakan bahan penggerak tenaga listrik. Jelas penggunaan KRL juga bersih lingkungan. KRL commuter line juga mempunyai keunggulan, yaitu memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke mode transportasi umum, sementara mobil listrik tetap saja akan menggunakan jalan mobil biasa dan tidak berdampak pada perubahan kemacetan lalu lintas. Malah, mungkin saja menambah kemacetan lalu lintas. Jadi, bagaimana kita memahami dua kebijakan yang kontras tadi? “Saya kira penjelasannya sederhana, ini karena adanya moral hazard, ada kepentingan bisnis dari para penguasa dan pengusaha kendaraan listrik tadi,” tegas Hersu. Anda bisa Googling siapa pemilik pabrik-pabrik sepeda motor dan mobil listrik ini, sementara KRL Commuter Line yang dikelola oleh PT Kereta Api Indonesia ini tidak ada celah peluang para pejabat dan keluarganya tadi atau mereka yang terafiliasi dengan para pejabat tinggi ini untuk mengeruk keuntungan dari negara. Demikian Hersubeno Arief mengakhiri pembahasannya. (ida)
Polri Mengundang KPU dan Bawaslu Hadiri Rilis Akhir Tahun
Jakarta, FNN - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengundang Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) RI pada kegiatan rilis akhir tahun yang digelar Sabtu (31/12). Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo di Jakarta, Rabu, menyebutkan Polri mengundang semua mitra kepolisian, termasuk KPU dan Bawaslu karena bertepatan dengan momen memasuki tahun politik. “Tahun 2023 itu kan sudah memasuki tahun politik, makanya KPU dan Bawaslu bagian dari pemilu, kami undang (rilis akhir tahun),\" kata Dedi. Ia mengatakan dalam rilis akhir tahun yang akan dilaksanakan sebelum pergantian tahun itu untuk mendengar paparan Kapolri terkait situasi keamanan, ketertiban masyarakat selama tahun 2022, pandangan, dan tanggapan para mitra Polri, seperti Komnas HAM, Kompolnas, perwakilan media, KPU, dan Bawaslu. \"Bawaslu sebagai pengawas pemilu dengan Polri terus bersinergi mengawasi seluruh rangkaian perjalanan dan tahapan pemilu agar pesta demokrasi berjalan aman, lancar, dan damai,\" kata Dedi. Dedi mengatakan Polri berupaya untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, termasuk mengawal agar pesta demokrasi berjalan aman dan lancar tanpa ada politik identitas dan polarisasi. Sesuai amanat Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dalam Apel Kasatwil 2022 pada Rabu (14/12), yang mengingatkan seluruh jajaran melakukan persiapan menghadapi Pemilu 2024, terutama mencegah polarisasi dan penggunaan politik identitas agar situasi serupa pada tahun 2019 tidak kembali terulang. Kapolri memaparkan sejak tahapan pemilu dimulai sudah memengaruhi tensi politik saat ini. Polri, kata dia, perlu melakukan persiapan pengamanan baik dari sisi langkah-langkah preventif, preemtif untuk mencegah polarisasi, menjaga persatuan, dan kesatuan dengan melibatkan seluruh elemen bangsa. \"Tentunya menjadi bagian yang harus kami persiapkan disamping upaya-upaya Polri untuk melakukan penegakan hukum terhadap kasus-kasus yang menjadi atensi dan perhatian masyarakat,\" kata Sigit.(sof/ANTARA)
PBB Mendesak Taliban untuk Membatalkan Larangan Terhadap Hak Perempuan
New York, FNN - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak Taliban untuk membatalkan berbagai larangan terhadap hak-hak perempuan Afghanistan.Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Selasa (27/12), kelima belas anggota DK PBB menyatakan keprihatinan yang mendalam bahwa Taliban telah menangguhkan akses ke universitas untuk perempuan dan anak perempuan.DK mengecam penangguhan sekolah di atas kelas enam untuk anak perempuan Afghanistan dan menuntut partisipasi penuh, setara, dan bermakna dari perempuan dan anak perempuan di Afghanistan.Dewan mendesak Taliban untuk membuka kembali sekolah dan dengan cepat membalikkan kebijakan dan praktik yang disebut mewakili semakin meningkatnya penghapusan penghormatan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental.Mengekspresikan keprihatinan yang mendalam mengenai laporan bahwa Taliban telah melarang pegawai perempuan pada LSM dan organisasi internasional untuk pergi bekerja, DK mengatakan hal itu akan berdampak langsung dan signifikan pada operasi kemanusiaan di Afghanistan.Kepala bantuan PBB Martin Griffiths dalam pengarahannya kepada DK pekan lalu menggambarkan suramnya situasi keamanan di Afghanistan.Dia mengatakan bahwa 97 persen warga Afghanistan hidup dalam kemiskinan dan 20 juta orang menghadapi kelaparan akut.Taliban telah gagal memenuhi janji mereka kepada komunitas internasional.Perempuan dan anak perempuan telah dirampas haknya, termasuk hak atas pendidikan.Perempuan menghilang dari publik sejak Taliban kembali berkuasa pada 15 Agustus 2021, ketika pejabat dari pemerintahan Kabul yang didukung AS melarikan diri dari Afghanistan menyusul mundurnya pasukan asing dari negara tersebut.Anak perempuan dilarang masuk sekolah tingkat menengah dan atas. Banyak perempuan menuntut hak mereka dipulihkan dengan turun ke jalan, memprotes, dan mengorganisasi kampanye.(sof/ANTARA)
Identitas Harus Memperkuat Persatuan, Bukan Jadi Alat Pecah Belah
Jakarta, FNN - Kantor Staf Presiden (KSP) mengatakan identitas seharusnya memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, bukan malah menjadi instrumen politik untuk memecah belah menjelang Pemilu 2024.Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Juri Ardiantoro dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) kerap mengingatkan bahaya politik identitas bagi Indonesia, terutama menjelang kontestasi Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.Juri menekankan bahwa bahaya politik identitas yang kerap disampaikan Presiden Jokowi adalah identitas yang disalahgunakan untuk instrumen politik kebencian guna memunculkan potensi polarisasi di masyarakat.“Kita perlu mendetailkan bahwa yang dimaksud adalah identitas yang merusak atau identitas yang dipakai untuk politik kebencian. Harusnya identitas untuk memperkuat persatuan dan bukan untuk politik pecah belah,” kata Juri.Juri mengatakan politik identitas masih menjadi isu strategis yang harus diwaspadai oleh seluruh pemangku kepentingan terkait pelaksanaan Pemilu 2024. Hal itu karena pesatnya perkembangan teknologi informasi dan penggunaan media sosial.Dia menyambut baik langkah Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI yang telah melakukan analisa isu-isu strategis yang dilansir dalam Indeks Kerawanan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. Salah satu isu strategis yang memiliki pengaruh kerawanan adalah potensi polarisasi masyarakat yang disebabkan kegiatan politik identitas.“Memang sekarang yang perlu diwaspadai adalah keterbelahan masyarakat yang tajam akibat politik identitas, terutama saat ini perkembangan teknologi informasi dan penggunaan media sosial sangat pesat,” kata Juri Ardiantoro.(sof/ANTARA)
Isu "Reshuffle" Kabinet, Anggota DPR RI Menanggapi
Solo, FNN - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima menanggapi isu \"reshuffle\" kabinet Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang akhir-akhir ini kembali muncul.\"Saya kira \'reshuffle\' jangan jadi isu ya. Kalau mau \'reshuffle\' ya \'reshuffle\',\" katanya di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Rabu.Ia mengatakan \"reshuffle\" atau perombakan anggota kabinet menjadi hak prerogatif presiden.\"Saya kira presiden paham betul bagaimana kompetensi masing-masing menterinya dan komunikasi dengan ketua parpol pengusung juga intens. Menurut saya, \'monggo-monggo\' saja (\'reshuffle\') karena situasi saat ini membutuhkan kebersamaan dari pemerintah dan kabinetnya,\" kata dia.Ia mengatakan jangan sampai presiden memiliki menteri namun tidak memiliki kabinet.\"\'Reshuffle\' harus mengarahkan menteri agar menjadi kabinet yang ikut menyelesaikan banyak hal, terutama dalam situasi yang tidak mudah ini,\" katanya.Ia mengatakan presiden tidak hanya membutuhkan menteri kompeten tetapi membutuhkan kabinet yang solid.\"Terutama pada hal-hal yang menyangkut pangan, logistik, dan energi. Saat ini kan tidak dalam situasi normal, apalagi global. Solid saja belum tentu selesai, maka kalau \'reshuffle\' itu hak presiden,\" katanya.Ia mengatakan kabinet tersebut harus bekerja keras membereskan segala situasi, paling tidak hingga tahun 2024.\"Oleh karena itu, kalau mau \'reshuffle\' segera saja agar tidak menjadi isu,\" katanya.(sof/ANTARA)
Klarifikasi Hasnaeni Semakin Mempersulit Posisi Ketua KPU
Oleh Asyari Usman - Jurnalis Senior FNN HASNAENI Moein alias Wanita Emas membuat klarifikasi. Intinya, dia mencabut pengakuan pertama bahwa dirinya telah dileceh-seksualkan oleh Hasyim Asy’ari, Ketua KPU, berkali-kali. Hasnaeni mengatakan tuduhan awal terhadap Ketua KPU, tidak benar. Rekaman video tuduhan itu, kata Hasnaeni, dia buat ketika dia dalam suasana depresi. Siapa pun yang memprakarsai klarifikasi itu tentu bertujuan untuk menyelamatkan Hasyim Asy’ari. Tetapi, akhirnya klarifikasi model begini malahan sekarang memperburuk dan mempersulit posisi Ketua KPU. Mengapa memperburuk dan mempersulit posisi Hasyim Asy’ari? Pertama, belum sempat sehari klarifikasi itu berlalu, Hasnaeni muncul lagi dengan pernyataan bahwa dia membuat klarifikasi itu karena ada tekaman dan ancaman. Kuasa hukum Hasnaeni, Dr Farhat Abbas SH, menerima surat dari Hasnaeni tentang tekanan dan intimidasi dari Ketua KPU. Mengutip REPUBLIKA online edisi 26 Desember 2022, Hasnaeni mengatakan: \"Atas intimidasi, tekanan, dan ancaman tersebut di atas saya dengan terpaksa membuat video (klarifikasi).\" Ini merupakan cuplikan dari surat keterangan tertulis Hsnaeni yang dikirimkan lewat kuasa hukumnya, Farhat Abbas, Senin, 26 Desember 2022. Farhat membagi-bagikan surat ini kepada para wartawan. Kedua, pengakuan Hasnaeni bahwa dia diancam dan diintimidasi oleh Ketua KPU akan memperpanjang drama ini. Kalau semula Ketua KPU berharap klarifikasi Hasnaeni akan menghentikan ekspos kasus dugaan pelecehan atau gratifikasi seks sebagai imbalan lolos verifikasi Partai Republik Satu (PRS) yang di ketuai Wanita Emas, sekarang kasus ini semakin “trending”. Tuduhan ancaman dan intimidasi Ketua KPU terhadap Hasnaeni kini menjadi episode lanjutan yang akan terus menggelayuti Hasyim Asy’ari. Pak Ketua akan disibukkan oleh pengakuan terbaru Hasnaeni. Skandal gratifikasi seks ini akan menjadi lebih rumit lagi. Ketiga, Hasnaeni pasti paham bahwa dia harus bertempur habis-habisan alias “gaspol” menghadapi Ketua KPU menyusul pengakuan intimidasi dan ancaman itu. Sebab, pengakuan terbaru ini akan membawa dia memasuki babak “sepala mandi, biarlah basah kuyup”. Diperkirakan, suasana psikologis Hasnaeni akan berubah dari pecundang menjadi pejuang. Sangat mungkin Hasnaeni akan mengadopsi slogan “fight till the end” (bertempur sampai tamat) melawan Ketua KPU. Kemungkinan dia menyadari bahwa dia sedang dikejar menuju jalan buntu. Di ujung jalan buntu itu dia tidak melihat bakal ada pertolongan. Posisi ini bisa saja memicu perlawanan yang semakin sengit. Keempat, Ketua KPU bakal kerepotan kalau perkara dengan Hasnaeni berlanjut. Sebab, perhatian dan simpati publik akan semakin besar. Di mata publik, Ketua umum PRS itu akan dilihat sebagai “cicak melawan buaya” dalam menghadapi Hasyim Asy’ari. Pasti muncul dukungan publik yang sangat kuat. Dan pada gilirannya, pertempuran yang tak seimbang ini akan menjadi perhatian segelintir orang yang masih waras di pemerintahan seperti Menko Polhukam Mahfud MD yang dikenal tidak suka pejabat yang sewenang-wenang. Kalau ini yang terjadi, posisi Ketua KPU semakin rapuh. Presiden Jokowi sendiri boleh jadi “jengkel” juga kepada Hasyim Asy’ari. Sebab, dengan entengnya Ketua KPU membocorkan ke Hasnaeni tentang skenario para penguasa, termasuk Jokowi, untuk memastikan kemenangan pasangan Ganjar Pranowo dan Erick Thohir di pilpres 2024. Selama ini memang banyak orang yang tahu tentang skenario Ganjar-Erick 2024. Tetapi, konfirmasi Ketua KPU yang didengar sendiri oleh Hasnaeni punya nilai tambah yang bisa memberatkan Jokowi. Bocoran dari mulut Hasyim itu menunjukkan bahwa dia, sebagai ketua KPU, “resmi” menjadi bagian dari skenario Oligarki ini. Jadi, dilihat dari sisi mana pun juga, klarifikasi Hasnaeni bahwa tidak benar Hasyim melakukan pelecehan seksual terhadap dirinya semakin mempersulit posisi Ketua KPU itu. Solusi terbaik adalah pengunduran diri. Barulah setelah itu mantan petinggi Banser tersebut tidak lagi menjadi fokus pemberitaan.[]
Tujuh Tantangan Terbesar Indonesia 2023: Pemberantasan Korupsi (Catatan Akhir Tahun - 4)
Oleh Dr Syahganda Nainggolan - Sabang Merauke Circle HARI ini saya membahas tantangan ke empat Indonesia tahun depan, yakni pemberantasan korupsi. Pembahasan ini menyangkut aspek struktural maupun kultural. Struktural berhubungan dengan kekuasaan, sistem legal dan \"power relation\". Sedangkan kultural berhubungan dengan moralitas, norma dan gerakan serta dinamika sosial dalam masyarakat. Negara-negara besar selalu berhasil memperlihatkan indeks persepsi korupsi yang tinggi, pada indeks versi \"Transparancy International\" artinya penanganan korupsi sangat baik. Indonesia selalu berada pada indeks yang rendah, di bawah rerata dunia (44). Tahun lalu indeks Indonesia mencapai 38, jauh di bawah Singapura dan Malaysia. Transparansy International mengaitkan tingginya korupsi dengan rusaknya kebebasan sipil dan banyaknya pelanggaran hak-hak asasi manusia di suatu negara (lihat: ti.or.id/indeks-persepsi-korupsi-2021-korupsi-hak-asasi-manusia-dan-demokrasi/). Musuh koruptor adalah control sosial. Tapi sebenarnya ini juga berkaitan dengan ideologi. Ketika saya menulis ”Matinya Reformasi, Budaya Korupsi dan Tamatnya Nasib KPK”, 2019, disitu diperlihatkan cerita Jung Chang, seorang novelis asal China, dalam novelnya yang sangat terkenal, “Wild Swans: Three Daugters of China”, terjadi perubahan kultur pada ayahnya yang menjadi pimpinan Komunis sebuah kota di era Mao Ze Dong. Ideologi itu mengantarkan budaya baru pada ayahnya untuk masuk pada “rule of thumb” promosi karir orang bukan berdasarkan hubungan keluarga (anak, istri, ponakan, dll), melainkan berdasarkan pemahaman nilai-nilai komunis. Di China, keberhasilan menolong keluarga, apalagi mendorong anak dan keponakan menjadi pejabat negara, menjadi kebanggaan. Budaya kita juga begitu, masih. Jung Chang menceritakan tindakan ayahnya itu, tidak menolong keluarga, membuat mereka dikucilkan keluarga. Sisi kultural ini adalah sisi yang menyangkut nilai yang dianut oleh masyarakat. Indonesia, sebagai masyarakat mayoritas muslim, seharusnya terikat dengan nilai-nilai anti korupsi, kolusi serta nepotisme. Sebuah ilustrasi ajaran Islam misalnya diuraikan sebagai berikut: Ibnu Zanjuwaih (wafat 247 Hijriyah) meriwayatkan dalam bukunya Al-Amwal, ia berkata, \"Umar Bin Khattab memiliki seekor unta. Budaknya memerah susu unta setiap hari untuknya. Suatu ketika, budak membawa susu unta ke hadapan Umar. Umar berfirasat lain dan dia bertanya kepada budaknya, \"Susu unta dari mana ini?\" Budaknya menjawab, \"Seekor unta miIik negara (Baitul Maal) yang telah kehilangan anaknya, maka saya perah susunya agar tidak kering, dan ini harta Allah\". Umar berkata, \"Celakalah engkau! Engkau beri aku minuman dari neraka!\". (Sumber: Republika, 14/12/20, “Teladan2 Umar yang tak Aji Mumpung Gunakan Fasilitas Negara”). Nilai yang diajarkan pada peristiwa itu adalah tidak mencampur-adukkan barang publik dengan barang pribadi. Selain itu, sebagai penguasa utama, Umar Bin Khattab, memberikan teladan bahwa membersihkan diri dari harta haram harus dimulai dari khalifah (presiden atau raja). Rasa malu atas prilaku korupsi dalam budaya, juga seharusnya dicontohkan oleh masyarakatnya. Masyarakat yang sadar selalu menolak mengambil hak orang lain. Hal ini terlihat pada masyarakat yang tertib dalam antrian, misalnya bertransportasi atau di pusat pelayanan lainnya. Masuk perguruan tinggi negeri, melalui titipan dan sogokan, seperti yang terjadi di Unila baru-baru ini, menunjukkan kerusakan struktural dan kultural sekaligus, karena melibatkan katabelece orang yang berkuasa, dan menunjukkan calon mahasiswa yang tidak menghargai hak-hak orang lain. Berbeda dengan masyarakat biasa, bagi seorang pemimpin, rasa malu harusnya ditebus dengan cara-cara yang luar biasa, misalnya bunuh diri, seperti yang dilakukan Roh Meehyong, eks presiden Korea Selatan, atau mengundurkan diri dari jabatan, seperti yang sering dilakukan pejabat di negara beradab. Korupsi merupakan cerita lama. Lalu dari mana kita memulai telaahan? Kita harus fokus pada korupsi yang menyangkut kekuasaan. Sebab, kekuasaan yang dibangun oleh sistem dan orang-orang yang korup akan memastikan negara itu menjadi negara gagal (failed state). Marilah kita lihat yang terbaru dari kekuasaan rezim Jokowi. Kita dikejutkan oleh Luhut Binsar Panjaitan (LBP), Menko Maritim dan Investasi, beberapa hari lalu dalam sebuah pidatonya yang menyebar luas, bahwa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) seharusnya tidak terus-menerus melakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan). Alasannya, kita hidup di dunia, bukan di surga. Menurutnya, OTT memalukan Indonesia di dunia internasional. Operasi KPK ini padahal sejak awalnya merupakan andalan KPK untuk membongkar korupsi, karena KPK sebagai institusi memang didesain untuk bekerja “extra ordinary”. Melakukan penyadapan dan tangkap tangan adalah kekuatan KPK dibanding institusi Kejasaan Agung. Kita harus mengecam pernyataan LBP ini sebagai pelemahan pemberantasan korupsi saat ini. Pemberantasan korupsi memang harus dilakukan di dunia, bukan di surga. Pernyataan LBP yang didukung oleh Mahfud MD soal KPK terbaru ini juga adalah tanda-tanda terbukanya sikap rezim Jokowi yang tidak mendukung lagi upaya pemberantasan korupsi. Dulu, Jokowi, ketika pertama kali menyusun kabinetnya, menyingkirkan Budi Gunawan (BG) dari calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia, karena alasannya KPK memberikan rapor merah (tidak bebas korupsi) pada BG. Saat itu Jokowi memberi pesan kepada rakyat Indonesia bahwa dia akan memulai sebuah pemerintahan yang bersih, anti korupsi. KPK sebagai institusi yang kala itu sangat dipercaya publik sebagai penyaring calon-calon pejabat negara, yang terkait bebas korupsi, menjadi partner Jokowi dalam menseleksi semua calon kabinetnya. Menyingkirkan BG kala itu tentu saja menjadi spektakuler karena BG merupakan inti dari partai pendukung utama Jokowi, yakni PDIP. Namun, kemesraan dengan KPK berangsur sirna, bersamaan dengan hilangnya tema-tema anti korupsi. Pada tahun 2019 KPK dilemahkan dengan revisi UU KPK, yang menempatkan KPK dalam kontrol pemerintah via Dewan Pengawas. KPK tidak dilibatkan lagi dalam seleksi pejabat yang bersih, bahkan KPK disterilisasi dengan isu Taliban pada tahun 2021, dan terakhir KPK terkesan diintimidasi oleh LBP. Pada era Jokowi jilid satu, berbagai persoalan korupsi muncul, baik dalam skala besar maupun menengah. Skala besar terkait isu “Papa Minta Saham”, dan penangkapan dua menteri Jokowi, Imam Nahrawi dan Idrus Marham. Dalam catatan Kompas 2019, malah ada lebih banyak lagi menteri/mantan menteri Jokowi yang terkait dengan masalah korupsi (nasional.kompas.com/read/2019/12/19/10474081/kaleidoskop-2019-menteri-era-jokowi-yang-berurusan-kasus-korupsi). Sedangkan skala menengah adalah penangkapan kepala-kepala daerah yang jumlahnya tetap besar. Pada era Jokowi jilid dua, korupsi sepertinya mulai subur seperti di era orde baru. CNBC melukiskan bawa hanya di era Jokowi ini jumlah uang dikorupsi hampir sama dengan kasus BLBI Orde Baru, yakni kasus Apeng, korupsi Jiwasraya, dan Asabri. (sumber: www.cnbcindonesia.com/market/20220817183001-17-364517 ini-daftar-3-kasus-korupsi-terbesar-ri-nyaris-samai-blbi/2). Di era Jokowi ini juga kejahatan terhadap orang miskin dilakukan, ketika bencana kematian datang, yakni dengan korupsi dana Bantuan Sosial Covid-19. Selain korupsi oleh Menteri Sosial, Menteri Jokowi lainnya juga melakukan korupsi, yakni Edhy Prabowo, Menteri KKP. Terakhir, yang menggemparkan pada tahun 2022 ini adalah PPATK temukan transaksi keuangan misterius sebanyak Rp. 183,8 T, korupsi dalam skandal ijin ekspor minyak goreng, serta skandal korupsi dan mafia kasus dua Hakim Agung (Sudrajat Dimyati dan Gazalba Saleh). Hakim Agung sebagai simbol “malaikat” atau perwakilan Tuhan Y.M.E di muka bumi ternyata sudah bobrok juga. Tak kalah penting juga, jumlah harta anak-anak Jokowi, yang begitu besar menimbulkan pertanyaan, seperti yang dilaporkan Ubaidillah Badrun ke KPK, terkait dengan perolehan dana untuk pembelian saham senilai Rp. 92 Milyar (www.tribunnews.com/bisnis/2022/01/14/perihal-pembelian-saham-rp-92-miliar-yang-bikin-putra-presiden-jokowi-kaesang-dilaporkan-ke-kpk). Akhirnya, kini kita menyadari bahwa era Jokowi saat ini sebanding atau bahkan lebih buruk dari era Orde Baru dalam lilitan dan pusaran kasus korupsi. Sebagian besar pendukung Jokowi melihat peristiwa yang ada dari kacamata sebaliknya dan sebagian lagi melihat dengan “kacamata kuda”. Kelompok pertama berargumentasi bahwa justru di era Jokowi inilah kasus korupsi besar terungkap dan ditangani. Ini adalah prestasi Jokowi, menurutnya. Argumentasi ini sangat lemah tentunya. Sebab, dalam teori kepemimpinan, jika menteri-menteri Jokowi dan mitranya, seperti petinggi parpol melakukan korupsi, maka dipastikan ada “share responsibility” yang harus ditanggung oleh Jokowi sebagai presiden. Kelompok kedua, yang melihat dengan “kacamata kuda”, melihat bahwa yang salah pasti bukan pemerintah, melainkan keadaan. Istilah kita hidup bukan di surga, seperti yang diargumentasikan LBP, menunjukkan kondisilah yang salah. Argumen ini tentu sangat konyol. Pemerintahan SBY telah menaikkan 14 poin, dari 20 ke 34, selama 10 tahun berkuasa, index persepsi korupsi Indonesia versi Transparancy International. Sedangkan rezim Jokowi hanya menaikkan 4 poin, dari 34 ke 38, index yang sama, selama 8 tahun berkuasa. Seandainya prestasi Jokowi bisa sama dengan SBY, atau rata-rata peningkatan 1,4 poin pertahun, maka seharusnya Indonesia akan mempunyai Indeks di atas rata-rata dunia, yakni 45,2, pada tahun lalu. Sayangnya, persoalan korupsi semakin merajalela. Sebab utama yang bersifat struktural atas merajalelanya korupsi adalah pengebirian KPK. KPK meskipun saat ini tetap diapresiasi, namun dianggap tidak lagi mempunyai tingkat “kesucian” dan sakral yang sama seperti awalnya dulu. KPK yang semula dibentuk sebagai lembaga “extra ordinary”, yang sejajar dengan pemerintah, akhirnya dikontrol oleh pemerintah melalui revisi UU KPK 2019. Misalnya, dalam kasus laporan Ubeidillah Badrun pada kasus anak Jokowi yang di drop KPK dari kasus yang layak ditindak lanjuti, serta, kasus Formula-E yang dianggap akan mentersangkakan Anies Baswedan, terjadi kecurigaan bahwa KPK mengalami intervensi dari kekuasaan. Selanjutnya, KPK juga tidak lagi menjadi lembaga yang mengkordinasikan Kejaksaan Agung dan Kepolisian dalam penanganan kasus korupsi. Dalam skandal minyak goreng, yang melibatkan pejabat negara dan kerugian (penderitaan) rakyat yang begitu besar, tahun ini, kepolisian dan kejaksaan agung malah terkesan “adu cepat” merespon kasus ini. Sedangkan KPK tidak terlibat didalamnya. Sebab kedua adalah hilangnya keteladanan pemimpin. Langkah berani Jokowi menyingkirkan Budi Gunawan (BG) di awal berkuasa, memperlihatkan kesan spirit anti korupsi yang tinggi. Tapi langkah ini menjadi diragukan karena tujuan menyingkirkan BG bisa jadi bukan utamanya untuk pemerintahan bersih, karena tuduhannya BG terlibat korupsi (rekening gendut), melainkan Jokowi mungkin sekedar memperalat KPK untuk kepentingannya sendiri. Sebab, BG kemudian menang di pengadilan dalam membersihkan nama baiknya dan Jokowi kemudian memberikan jabatan kepala BIN kepada BG. Semakin lama Jokowi berkuasa, memasuki tahun ke -9 sebentar lagi, keteladanan Jokowi semakin dipertanyakan. Jokowi terlihat membangun dinasti dan kongsi politik yang sarat dengan KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme). Misalnya, selain perkawinan anak Jokowi baru-baru ini yang terkesan super mewah, ketika rakyat kesulitan makan. Kemudian anak Jokowi lainnya, Walikota Solo, mendapat previlage berhubungan langsung dengan Raja negara berdaulat Uni Emirat Arab, Mohammad Bin Zayed, untuk urusan uang ratusan milyar rupiah, yang banyak diberitakan saat ini (lihat: regional.kompas.com/read/2022/12/23/110218178/dapat-izin-dari-kemendagri-gibran-berangkat-ke-uea-tanggal-25-desember-2022?page=2). Bukankah itu seharusnya dilakukan dalam hubungan bilateral kedua negara? Sebab ketiga adalah hilangnya ideologi. Selama pemerintahan SBY, yang mampu meningkatkan indeks persepsi korupsi begitu besar, SBY mengadopsi demokrasi ala barat di Indonesia, secara konsisten. Dia mengadopsi ideologi liberal. SBY memperkuat kontrol sosial untuk mengawasi pemerintah. Di era Jokowi, pembungkaman atas kontrol sosial dilakukan dengan masif, termasuk pemenjaraan aktifis pro demokrasi dan ulama. Namun, berbeda dengan di China era Mao Ze Dong, maupun kisah Umar Bin Khattab, yang saya singgung di awal, rezim Jokowi berjalan tanpa ideologi. Selain itu, bahkan kebanyakan lingkungan penguasa disekitar Jokowi adalah pebisnis. Cara pandang pebisnis terhadap negara sangat berbeda dengan politisi yang tumbuh sebagai kader-kader ideologi. Rizal Ramli, yang mempopulerkan istilah Peng-Peng (Penguasa-Pengusaha), menunjukkan bahwa penguasa dan sekaligus pengusaha membuat negara tersandera pada kepentingan keuntungan pengusaha itu, bukan untuk rakyat. Lalu apa yang menjadi kekhususan pembicaraan kita untuk tahun depan? Tahun depan adalah tahun politik. Kekuasaan dan segala sumberdaya berpotensi dibelokkan untuk kepentingan yang berkuasa. Apalagi kita sudah bahas situasi saat ini yang tanpa kontrol sosial. Kita harus bekerja keras untuk pemberantasan korupsi. Pertama, kita harus mempropagandakan dibubarkannya \"Peng-Peng\", pengusaha yang sekaligus menjadi penguasa. Orang-orang bisnis harus meninggalkan bisnisnya secara total jika terjun ke politik. Begitu juga keluarga inti harus bebas dari bisnis. Tidak ada lagi penguasa yang pengusaha sekaligus. Kedua, kita harus mendorong ideologi politik ke depan yang berbasis nilai nilai sakral. Ideologi itu akan mengontrol pemerintahan agar berbasis nilai-nilai, di mana keberhasilan seorang ditentukan oleh kontribusinya pada \"public goods\" dan kehidupan sosial. Negara harus berfungsi sosial dan untuk kebaikan. Olehkarena itu, eksistensi pemerintahan bersih menjadi mutlak. Ketiga, mengembalikan KPK pada fungsi awalnya. Yakni sebagai institusi \"extra ordinary\" dalam pemberantasan korupsi dan independen. Keempat, keteladanan pemimpin harus terjadi. Pemimpin yang bersih harus diperjuangkan. Budaya anti korupsi hanya bisa dimulai jika pemimpinnya anti korupsi. Presiden harus bebas korupsi dan kabinet harus bebas korupsi, itu cita-cita kita tahun 2024. Tahun 2023 adalah tahun penentuan nasib bangsa. Bangkit atau punah. (*)
Cuaca Ekstrem Diharapkan Tidak Mengganggu Pelayaran Penumpang KM Lawit
Jakarta, FNN - Salah satu calon penumpang Kapal Motor (KM) Lawit, Keyla asal Sukabumi, Jawa Barat berharap kapal yang hendak ditumpanginya menuju Pontianak, Kalimantan Barat tidak terkendala cuaca ekstrem seperti yang diramalkan BMKG. \"Semoga perjalanannya lancar, ombak juga tidak tinggi dan tidak hujan deras,\" ujarnya saat ditemui di Pelabuhan Penumpang Tanjung Priok, Jakarta, Rabu. Sementara itu, calon penumpang lainnya, Agus juga berharap agar kapal yang memiliki tujuan akhir di Pontianak ini dapat berangkat sesuai waktu yang ditentukan yakni pukul 16.00 WIB. \"Saya berharap agar perjalanan tepat waktu, tidak ada gelombang (tinggi),\" ujar pria asal Pontianak ini. Dalam kesempatan yang sama, salah seorang mahasiswa universitas di Yogyakarta, Nisa, juga menuturkan kesiapannya menghadapi perjalanan pertamanya menaiki moda transportasi kapal laut. \"Saya siapkan minuman yang asam-asam dan obat anti mabuk laut karena ini perjalanan pertama saya,\" ujarnya. Adapun berdasarkan jadwal, Kapal Pelni KM Lawit akan melintasi rute Tanjung Priok (Jakarta)- Tanjung Pandan (Belitung) - Pontianak (Kalimantan Barat) dan berangkat pukul 16.00 WIB.Berdasarkan pantauan ANTARA, pada siang hari pukul 11.30 WIB hingga pukul 15.00 WIB cuaca di sekitar pelabuhan Tanjung Priok diguyur hujan dengan intensitas ringan hingga sedang. Sebelumnya Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan pada 28 Desember 2022 terjadi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat. Masyarakat pun diimbau untuk tetap tenang dan memperbarui informasi melalui kanal-kanal resmi BMKG serta mewaspadai potensi bencana hidrometeorologis.(ida/ANTARA)
Komisi Yudisial Mengusulkan Kewenangan Penyadapan Bersifat Independen
Jakarta, FNN - Komisi Yudisial (KY) mengusulkan kepada DPR RI agar lembaga tersebut memiliki kewenangan penyadapan yang bersifat independen, sehingga tidak harus bekerja sama dengan lembaga penegak hukum lain sebagaimana ketentuan saat ini.\"Kami akan mencoba mengusulkan kepada DPR bahwa kewenangan KY tidak bekerja sama dengan aparat hukum lain, tetapi kewenangan penyadapan KY bersifat mandiri,\" kata Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Joko Sasmito di Jakarta, Rabu.Dengan kewenangan independen tersebut, sambung Joko, KY bisa lebih leluasa dalam mengawasi hakim-hakim yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dan pelanggaran pidana lain.Menurut dia, kewenangan penyadapan KY saat ini masih terikat dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Artinya, jika KY meminta bantuan penyadapan, maka KY harus melalui ketiga lembaga tersebut.Apabila kewenangan penyadapan independen oleh KY tersebut dikabulkan DPR, jelasnya, hal itu bukan berarti KY akan menyadap semua hakim di Indonesia. KY hanya akan melakukan penyadapan kepada hakim yang diduga terindikasi atau ada temuan terlibat kasus korupsi, bahkan berselingkuh.Senada dengan Joko, Wakil Ketua KY M. Taufiq H.Z. mengatakan pada dasarnya pengawasan terhadap hakim agung dengan hakim tingkat pertama maupun hakim tingkat banding sama saja. Sebagai contoh, lanjutnya, beberapa waktu lalu KY baru saja memeriksa hakim yustisial MA.\"Dua atau tiga hari ini saya akan melakukan pemeriksaan terhadap Hakim Agung SD. Artinya, tidak ada perbedaan,\" ujarnya.KY juga berkomitmen untuk terus memperkuat kewenangan lembaga tersebut atau paling tidak mengembalikan kewenangan KY seperti sebelum amendemen UUD Negara RI 1945 oleh Mahkamah Konstitusi (MK).(ida/ANTARA)
Ikuti BMKG Acuan Soal Cuaca Ekstrem
Jakarta, FNN - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar masyarakat mengikuti informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) soal cuaca ekstrem.\"Ikuti semua informasi, dan ikuti semua yang disampaikan oleh BMKG,\" kata Presiden Jokowi, di Istana Negara Jakarta, Rabu.Sebelumnya, salah satu peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut potensi hujan ekstrem hingga badai dahsyat terjadi pada 28 Desember 2022. Hal itu membuat sejumlah masyarakat khawatir akan bencana tersebut.Namun Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Fachri Radjab pada Selasa (27/12) mengatakan hujan dengan intensitas sedang hingga lebat, bahkan sangat lebat masih berpotensi terjadi hingga awal Januari 2023.Peningkatan curah hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat berpotensi terjadi pada tanggal 30 Desember 2022.Terkait badai, BMKG menjelaskan, menurut terminologi meteorologi adalah bagian hujan lebat dan angin kencang yang biasanya terkait dengan siklon tropis atau angin kencang yang menyertai cuaca buruk berkecepatan sekitar 64-72 knot.Atas prakiraan cuaca tersebut, BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan terus memperbaharui informasi melalui kanal-kanal resmi BMKG.(ida/ANTARA)