ALL CATEGORY

Langkah Kecil Menuju Revolusi

Langkah kecil perlu menciptakan ilusi perlaha-lahan menggerogoti sedikit demi sedikit. Jangan khawatirkan ketika ada reaksi mereka marah karena itu tanda emosi mereka terlibat. Habisi mereka pada saat masih kecil. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih KETIKA Jenderal Charles de Gaulle melarikan diri ke Inggris ia mempunyai satu sasaran – memulihkan kehormatan Prancis, akan memerdekan Prancis. Seandainya de Gaulle mengumumkan niatnya ia pasti sudah dipandang sebagai campuran berbahaya antara ilusi dsn ambisi. Sebagai gantinya dengan luar biasa sabar dengan tetap fokus pada sasarannya de Gaulle menggerogoti sedikit demi sedikit. Kunci untuk menjadikan efektif adalah mempunyai kesadaran yang jelas pada sasarannya, lalu mengidentifikasi area kecil yang harus dikuasai. Untuk setiap gigitan harus mempunyai gigitan yang mempunyai logika strategi keseluruhan, sehingga tidak seorangpun mencium niatnya. Kalau gigitan terlalu besar, tidak akan sanggup menangani dan kewalahan dengan berbagai masalah. Cara kerja strategi: ambil tanpa diskusi dan peringatan – musuh akan bereaksi entah melawan atau memberi kerugiannya tanpa melawan. Ambil yang benar-benar berharga. Mainkan naluri konservatif mereka pada umumnya lebih kuat daripada naluri akuisitif mereka. Melakukan Fait accomply, kuncinya adalah bereaksi cepat tanpa diskusi. Bagian dari konservatifme adalah memilih diskusi yang tidak ada habis- habisnya tanpa mengambil tindakan. Diskusi sudah berlalu sudah tiba saatnya mengambil tindakan adalah kehormatan serta bobot. Semua kita tidak pernah mengetahui kapan Oligarki berdiskusi, semua kekuatan politik dan ekonomi sudah dalam genggamannya. Bahkan gabah (beras) lokal petani sudah dalam kendalinya. Masalah terbesar ada manusia terperangkap pada impian besar hanya impian dan kesulitan fokus pada sasaran dan tidak ada langkah langkah kecil yang diperlukan. Nafsu selalu ingin ada lompatan raksasa menuju sasaran. Dalam dunia sosial (alam) apapun untuk sampai pada besar dan stabil tumbuh secara perlahan lahan. Langkah kecil adalah tindakan berhubungan dengan manfaat psikologis tak terukur, terhubung dengan langkah besar. Langkah kecil bersifat terapeutik (pengobatan) dari pada tindakan. Langsung saja Fait accomply cara terbaik untuk mengambil kendali. Langkah kecil perlu menciptakan ilusi perlahan-lahan menggerogoti sedikit demi sedikit. Jangan khawatirkan ketika ada reaksi mereka marah karena itu tanda emosi mereka terlibat. Habisi mereka pada saat masih kecil. Mustahil akan terjadi People Power atau Revolusi tanpa langkah kecil yang mendahuluinya. (*)

BEM UI Jengkel dan Frustasi, Kinerja Jokowi dan Seluruh Pembantunya Dikasih Nilai Nasakom

BADAN Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) menilai bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma\'ruf Amin gagal memenuhi janji-janjinya dan menjawab kekecewaan publik. Koordinator Bidang Sosial Politik BEM UI Melki Sedek Huang menyatakan, setelah 3 tahun memerintah, Jokowi dan Ma\'ruf sudah semestinya berhenti mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menimbulkan kegelisahan bagi publik. “Sikap kita jelas, 3 tahun kepemimpinan Pak Jokowi dan Ma\'ruf Amin, kami merasa cukup sudah berbagai kegelisahan ini sudah hadir, cukup sudah Pak Jokowi mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak populis, cukup sudah Pak Jokowi menghadirkan kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan,” kata Melki. Melki menuturkan, ada 8 isu yang disorot BEM UI dalam evaluasi tiga tahun pemerintahan Jokowi-Ma\'ruf yang semuanya masih dianggap belum berhasil. Salah satunya, kata Melki, Jokowi gagal melakukan reformasi kepolisian yang menjadi salah satu misi saat maju sebagai calon presiden pada 2014 lalu. “Salah satu misi Pak Jokowi di dalam Nawacita adalah bagaimana institusi kepolisian dapat menjadi harapan masyarakat dalam mengais keamanan, tapi buktinya justru isntitusi kepolisian malah jadi pihak yang paling berperan dalam hilangnya nyawa-nyawa di Kanjuruhan,” ujar Melki. Ia juga menilai Jokowi gagal menghadirkan pendidikan yang inklusif berkaca dari mahalnya biaya pendidikan tinggi. Terkait isu pendidikan, BEM UI juga menyoroti kebebasan berpendapat di lingkungan kampus yang seringkali dibatasi. “Belum lagi soal reforma agraria, belum lagi soal penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu yang belum selesai, dan juga bagaimana komtimen Pak Jokowi dalam menghadirkan kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan hukum yang berpihak pada masyarakat,” kata Melki. Bagaimana pengamat politik Rocky Gerung menanggapi pernyataan BEM UI tersebut? Berikut petikan dialog wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung di Kanal Rocky Gerung Official, Kamis (27/10/2022). Bung Rocky, ini kelihatannya anak-anak UI, BEM UI ini bener-bener lagi marah besar pada Pak Jokowi, marah atau frustasi dengan Pak Jokowi. Karena kemudian disebut ini dikasih semua kabinet ini, nilainya itu, dari Pak Jokowi, Pak Wapres, sampai seluruh menteri dan juga para penegak hukumnya diberi IPK-nya itu cuma di bawah 2. Ini cuma satu koma sekian. Ini nilainya enggak lulus kalau nilainya nasakom gitu. Iya, itu nasakom (nasib satu koma). BEM UI tersebut punya yang namanya Departemen Strategis. Mereka selalu secara rutin mengevaluasi, bahkan rektornya sendiri dievaluasi kok dan rektornya mungkin nol koma itu. Jadi kabinet itu di-wacths. Ada Kabinet Wacht versi UI karena anak-anak UI ini kan juga punya akses ke dalam data, juga punya akses pada politisi-politisi itu. Dosen-dosen mereka yang tajam-tajam selalu bocorkan keadaan gitu. Jadi, semua senior UI itu pasti diakses oleh BEM UI itu. Jadi, dia well inform. Dan, itu yang membedakan BEM UI mungkin dengan daerah. Tetapi, itu satu nafas sebetulnya. Cuma, BEM UI karena dekat dengan Jakarta jadinya lebih mudah untuk mengucapkan ledekan. Tetapi, BEM seluruh Indonesia juga melakukan hal yang sama tuh. Saya sudah ke BEM-BEM di negeri ini juga begitu. Di Mataram, saya ke Mataram, ke Denpasar, Universitas Udayana tuh. Macam-macam itu, di Palu, daerah kecil di Garut, Tasikmalaya, Sukabumi, mungkin dalam sebulan ini sudah 30 universitas undang saya tuh. Jakarta juga begitu yang swasta-swasta. Semua (BEM) ada dalam suasana yang sama itu, mau menilai, ini Pak Jokowi mau dikasih nilai berapa tuh. Dan semua merasa bahwa memang tidak ada prestasinya itu. Satu-satunya yang terus digenjot adalah soal IKN. Ini mahasiswa juga jengkel, ini bukannya memperbaiki pendidikan malah memperbaiki IKN. Sementara IKN dipromosikan kami nggak boleh kasih kritikan. Begitu kan. Kan mahasiswa sudah menganggap bahwa Jokowi sibuk dengan IKN, enggak peduli dengan pemilu sebetulnya, mau siapapun ganti presiden tetap harus IKN dilanjutkan. Bahkan, sudah dipastikan dalam kalau ada sidang pokok-pokok haluan negara maka IKN akan dimasukkan sebagai ketetapan. Jadi, mahasiswa merasa ini ada urusan apa sih presiden dan kabinet itu, hanya muter-muter dalam soal yang nggak ada hubungannya dengan cita-cita negara. Sementara kondisi masyarakat semakin memburuk. Bahkan, mereka mulai menghitung bahwa IKN itu kan yang untung yang punya tanah di situ. Itu sudah pasti untung. Tiga ratus ribu hektar tanah untuk ibukota negara itu pemiliknya adalah oligarki. Artinya, Presiden Jokowi mau servis oligarki. Kalaupun dibangun di situ proyek-proyeknya juga untuk oligarki. Jadi, semua mahasiswa menganggap hal yang paling berbahaya adalah presiden lupa pendidikan politik dan hanya sibuk dengan mengurus infrastruktur. Nah, itu yang kemudian dibaca dengan baik dalam statistik, lalu BEM UI kasih poin. Jadi, yang bagi kita dampaknya negatif semua. Tentu bereaksilah. Presiden pasti bereaksi berbicara, menteri bereaksi, segala macam akan bereaksi itu. Tapi masyarakat justru memuji itu kan. Jadi, apapun yang terjadi, dalam reaksi balik dari istana terhadap kritik dan dalam meme yang memang serius itu, rakyat merasa memang diwakili suara kita oleh BEM UI. Itu artinya masyarakat daerah juga merasa diwakili oleh seorang mahasiswa di daerah masing-masing. Jadi, sudah terjadi kesepakatan bahwa suara mahasiswa adalah suara emak-emak, suara mahasiswa adalah buruh, suara mahasiswa adalah suara masa depan. Sudah, itu intinya. Itu nggak mungkin dibantah oleh... Nanti juga ada istana suruh bikin survei, lalu dipakai big data segala macam. Nggak ada itu. Karena ini soal legitimasi, bukan soal legalitas. Gitu loh masalahnya. Oke. Dan saya kira ini, kalau kita lihat datanya cukup komprehensifkan. Saya sih baca meme-nya yang mereka buat lengkap seluruh kabinet dapat penilaian gitu. Dan yang menarik, Ibu Sri Mulyani, yang notabene Guru Besar UI juga dapet nilainya 1,7. Sementara kemudian, terutama penegakan hukum gitu, ya Kejaksaan, KPK, Kepolisian, itu nilainya lebih rendah lagi. Kalau Kepolisian dan KPK cuman 1,0 gitu ya. Ini menurut saya cukup kejam juga ya mereka memberikan penilaian terhadap kabinet dan pemerintahan Jokowi. Iya, karena mereka bandingkan, sebetulnya fair betul, mereka bandingkan yang dijanjikan Jokowi, yang dijanjikan Yasona Laoly, Menteri Hukum, ini semua menteri yang pernah berjanji itu gagal, nggak bisa mewujudkan itu. Lalu alasannya covid, alasannya macam-macam. Ya, iya, tapi mereka mesti kasih alasan yang bisa diterima oleh metodologi mahasiswa itu. Di dalam metodologi riset BEM UI, itu adalah apologi. Sebetulnya memang dari awal bohong saja. Jadi covid datang untuk membenarkan kebohongan mereka kan. Kan itu maksudnya. Demikian juga krisis pangan, krisis energi dunia, untuk membohongi supaya mereka selamat, ini kan karena keadaan eksternal atau ada eksternaliti. Enggak. Bukan karena itu. Dari awal arah ke perwujudan janji Pak Jokowi melalui kabinetnya itu gagal semua. Jadi mahasiswa nggak mungkin ditipu oleh headline Humas Istana. Jadi ngaco aja berkoar-koar para juru bicara istana karena diganti sini diganti situ, tetap mahasiswa menganggap kalian itu, satu blok istana, itu sebetulnya minus tuh. Sudah bagus kita kasih 1,7 tuh. Sebetulnya minus kalau dibandingkan dengan janji presiden, ya sudah minus semua kan. Jadi, nanti kan iya, ada infrastruktur yang enggak direncanakan dibuat, enggak ada dijanji dibuat. Itu juga enggak dihitung oleh mereka kan. Jadi, BEM UI hanya menghitung apa yang dijanjikan oleh Pak Jokowi dalam kampanye, itu yang dia evaluasi. Bukan yang enggak dijanjikan lalu tiba-tiba tapi kita sudah bikin ini kan. Iya tapi enggak dijanjikan. Itu artinya, ada kejahatan baru untuk memainkan hal yang tidak dijanjikan. Jadi tetap, logika dari BEM UI atau akademisi umumnya adalah metodologi, enggak ada hubungan dengan kebencian di situ.  Dan nggak berlebihan kalau kita misalnya menilai Ibu Sri Mulyani itu bakar duit negara karena kita lihat sekarang kan kemarin ada data terbaru angka hutang kita sampai sekarang ini sudah tembus sampai 7.420 triliun ya. Dengan begitu, kalau rasio pembayaran pokok dan hutangnya itu sekarang sudah tembus sampai 1000 triliun. Bayangkan itu pendapatan kita cuma berapa gitu, cuma 2000 sekian, APBN kita 3000 sekian. Jadi, sekarang ini kira-kira pendapatan kita itu, untuk membayar bunga dan pokok hutang saja sudah lebih dari 40% dari pendapatan kita. Dan, hampir dipastikan bahwa kita ini hanya bisa membayar pokok dan bunga hutang itu dengan hutang baru. Nah, itu yang akan dilakukan oleh Anies Baswedan nanti. Jadi, berhutang baru untuk membayar bunga dan pokok kan? Atau mau siapa pun presidennya. Itu justru yang yang akan diingatkan oleh BEM. Jadi, BEM bukan sekadar mengingatkan Sri Mulyani, Jokowi, Laoly, Kejaksaan dan segala macam, BEM juga mengingatkan beban yang akan ditanggung oleh presiden baru. Kan nggak mungkin itu, kecuali dengan gampang Anies dan Ganjar atau siapa pun yang menjadi presidennya nanti mengatakan oke. Kita akan minta supaya internasional membatalkan. Nggak bisa. Karena ini perjanjian-perjanjian yang ada MoU dan akan dinyatakan sebagai liabilitinya adalah negara, yang akan jadi tanggungan adalah aset negara. Kan investor melihat Indonesia masih bisa digaruk sumber dayanya. Jadi, sekali lagi, ini hutang yang akan dibebankan pada 4 hari pertama presiden baru 2024 itu. Jika terjadi di luar 2024, lebih mudah untuk negosiasi dengan internasional bahwa ini ada force majeure. Dan itu artinya rakyat tidak menghendaki galang gulung hutang yang dibuat oleh Presiden Jokowi. Tapi itu juga sulit karena kan tetap orang mau melihat ini muluslah pergantian kekuasaan. Justru kalau mulus maka bebannya jadi berat buat presiden berikutnya kecuali ada eskip yang mengatakan bahwa presiden di depan tidak boleh diikat oleh presiden yang sekarang. Justru semua partai yang ingin mencalonkan presiden mesti kulonuwun pada Pak Jokowi. Itu anehnya Indonesia, sudah bebannya besar, tapi masih minta izin lagi pada petahana. Petahana ya yang bikin kesulitan pada kalian. Kan itu dungu namanya. Kalau dulu ada istilah gali lubang tutup lubang, sekarang nggak cukup gali lubang baru ini. Karena saya kira gali dua lubang baru itu untuk menutup satu lubang lama gitu yang terjadi. Iya, itu memang terasa dan ajaib memang, ini mereka yang masih kasak kusuk buat cari koalisi. Apa sebetulnya poinnya? Jadi, rakyat mesti kita didik bahwa ini semua akan terjebak di dalam beban yang ditinggalkan Presiden hari ini nih. Karena itu, bikin kontras, supaya publik internasional juga kalau negonya gampang nanti. Kan kalau misalnya Anies mengatakan kami akan beda dengan Pak Jokowi, nah publik akan maafin, publik internasional atau investor internasional kemudian akan oke, karena Anda akan berbeda, kami kasih diskon. Tapi kalau Anda hanya penerus utang Jokowi maka beban hutang itu akan ditagihkan kepada Anda. Ini juga tim Anies Baswedan rada kurang berpikir membayangkan itu. Bung Rocky, saya mengamati, dalam situasi semacam ini saya melihat ada kesan Pak Jokowi itu, saya tidak tahu apakah beliau tidak paham atau beliau teraliminasi dari realitas gitu? Kenapa saya tanyakan ini, terutama soal ibukota baru, itu kan ternyata pak Jokowi tetap memaksakan dan kemarin misalnya naik kapal patroli TNI gitu, beliau menyusuri jalur logistik IKN, dan sebagainya. Loh, beliau tahu nggak sih bahwa IKN terancam batal tidak terlaksana. Tapi beliau kemudian melakukan hal semacam itu. Jadi apa sebenarnya yang terjadi pada Presiden kita ini. Dia menunggangi imajinasi dari pendukung-pendungkungnya yang juga sebetulnya, yang namanya imajinasi itu delusinya lebih besar daripada faktanya. Jadi semua pendukung Jokowi membayangkan memang akan terjadi, kenapa? Karena mereka sudah lihat laptop Pak Jokowi yang benar-benar keren. Demi masa depan, kita tahu bahwa IKN itu keren betul. Itu kayak kota di masa depan. Tapi itu di laptop kan. Kalau saya dengar dengan orang-orang yang bahkan intelektual yang ada di daerah-daerah itu merasa hebat betul ya. Iya, tapi itu di laptop. Bagaimana di-breakdown yang di laptop itu menjadi proposal bisnis. Wong semuanya kabur kok. Jadi, Pak Jokowi sebetulnya realitas baru yang dia bayangkan itu, itu juga disponsori oleh semacam ya dihipnosis, semacam ide palsu dari para pendukungnya itu. Pak Jokowi pun merasakan kami saya masih didukung oleh relawan masih menganggap. Ya, masuk akal secara estetik, tapi secara finansial itu nggak bisa tuh. Jadi, kelihatannya kan orang nggak paham bahwa ibukota baru akan dibangun di lahan sekitar 250-300.000 hektar. Lalu orang bertanya, itu lahannya siapa? Lahannya negara? Bukan. Itu lahan dari oligarki yang sudah ada kelihatannya, ada HPH, ada tambang segala macam itu. Itu kan akan dihitung sebagai kalau dijual kan dibeli negara kan itu dihitung habisnya. Jadi, sebelum IKN itu jalan dan pasti setelah jalan dia bubar, tanah-tanah itu sudah diperoleh transfernya ke oligarki. Kan itu yang diriset oleh masyarakat sipil sejak setahun lalu bahwa yang diuntungkan pertama adalah pemilik tanah yang menyewa dari negara dibeli lagi oleh negara dengan harga tinggi itu karena faktor bisnis. Yang kedua, begitu mulai dibangun relasi negara dengan oligarki ini juga yang akan menentukan siapa yang akan membangun. Jadi, semua hal yang ada di atas kertas itu akhirnya kita pastikan IKN itu adalah ibukota oligarki. Lalu kita siapa? Kita disuruh bayar pajak untuk membiayai 30-40% dari IKN itu kan? Kan itu yang mestinya masuk di kepala kalangan aktivis atau LSM atau intelektual analis-analis, bahkan di daerah-daerah yang ada kampusnya. Tapi, nggak bisa berpikir rasional karena dihipnosis oleh realitas palsu yang digambarkan oleh Presiden Indonesia di 2045 akan punya Ibukota yang kira-kira bertetangga dengan surga. Jadi disebutnya apa Bung Rocky, hiperealitas atau apa disebutnya. Boleh disebut hiperialitas, tapi dalam psikologi namanya itu disebut delusi. Membayangkan sesuatu yang nggak mungkin. Kalau ilusi masih mending tapi ini delusi, hal yang pasti nggak mungkin tapi dibayangkan mungkin supaya tetap pada attachment dengan Presiden Jokowi kan. Itu sama dengan kita merasa mesti ada attachment dengan Bung Karno, nanti Bung Karno jadi otoriter di ujung hidupnya. Tetapi tetap Bung Karno adalah hebat, iya hebat kira-kira di awal kemerdekaan. Setelah itu beliau setelah ‘59 jadi otoriter. Tapi, bagian otoriter dari Bung Karno enggak mau dilihat, lalu kita pergi terus menganggap Bung Karno hebat-hebat-hebat. Itu delusi namanya. Kan sejarah mestinya ada faktanya, Soekarno hebat tetapi di ujungnya dia jadi buruk. Itu yang mesti kita tetapkan sebetulnya. Kita enggak menghina Bung Karno, dia adalah Bapak Proklamasi, tapi di ujung dia jadi otoriter. Demikian juga Jokowi, di awal dia menjanjikan pro rakyat, di ujung dia pro oligargi. Kan itu mesti dipisahin kan. Nah, kalau itu disambung terus namanya delusi. Itu orang sakit jiwa sebetulnya ya, yang membayangkan bahwa presiden Jokowi masih sama seperti di awal waktu dielu-elukan. Dan enggak ada satupun mulai dari Esemka, kalau kita sebut kira-kira ada 300 kebohongan. (sof/sws)

Pemuda itu Bernama Anies

Oleh Nuim Hidayat - Kolumnis  ANIES bukan seperti Jokowi. Bila Jokowi tidak ketahuan prestasinya ketika mahasiswa, Anies sebaliknya. Sejak mahasiswa ia sudah berprestasi. Ia biasa berorganisasi dan memecahkan masalah di kampus dan negerinya. Hingga akhirnya ia menduduki sebagai Ketua Senat Mahasiswa UGM. Ia bukan mahasiswa yang anut grubyuk. Musim demo, semua ikut demo. Di tahun 90-an ketika mahasiswa ramai demo Orde Baru, Anies dan kawan-kawan mencari jalan sunyi yang lebih sulit. Yaitu meneliti monopoli cengkeh saat itu yang dikuasai jaringannya oleh Tommy Soeharto. Hasil penelitiannya membuat merah pemerintah Orba saat itu. Di masa mudanya Anies juga menjadi reporter atau wartawan yang andal. Ia telah mewawancarai sejumlah menteri dan pejabat. Ia juga membuat program yang menarik di TVRI Yogya, sehingga namanya melambung tinggi di daerah pusat budaya Jawa itu. Banyak gadis-gadis berkirim surat kagum kepadanya  Anies tak puas hanya mencari ilmu di dalam negeri saja. Untuk meningkatkan ilmu dan wawasannya ia kemudian melanglang buana ke Amerika. Ia menyelesaikan master dan doktornya di sana. Keinginannya sebenarnya ingin menjadi dosen sebagaimana orang tuanya. Ia pun akhirnya berhasil menjadi rektor di Universitas Paramadina. Tapi latar belakang ilmu ekonomi dan politik yang ditekuninya menyebabkan ia harus ikut serta dalam proses politik di Tanah Air. Maka ketika tahun 2014 Presiden Jokowi menunjuknya sebagai Menteri Pendidikan ia pun menerimanya. Ia heran kenapa presiden memecatnya di tengah jalan. Mungkin presiden dan kroninya tidak ingin sistem pendidikan yang dibuat Anies menguntungkan umat Islam Indonesia di masa depan. Namun yang jelas, pembawaannya yang kalem dan cermatnya dalam bertutur dan bertindak menjadikan kaum minoritas pun nyaman dengannya. Anies tidak dianggap ancaman bagi mereka. Bahkan diantara mereka kini banyak yang mendukung Anies karena keteduhan dan keamanan yang diwariskan Anies dalam lima tahun memimpin Jakarta. Kini Anies tidak muda lagi. Meski ada sebagian kalangan yang menyatakan ia masih muda karena belum berumur 60 tahun. Apapun kata orang, Anies adalah contoh pemuda yang baik dan berprestasi di negeri ini. Pemahaman Islam dan kebangsaan Anies tidak diragukan. Ia ingin mewarisi jejak kakeknya yang sangat berprestasi dalam kemerdekaan bangsa ini. Anies ingin melunasi janji kemerdekan, agar masyarakat benar-benar bisa tenteram, adil dan makmur. Sejak mahasiswa Anies telah mengenal pemikiran tokoh-tokoh pendiri bangsa ini. Tjokroaminoto, Soekarno, Hatta, Sjahrir, Mohammad Natsir dan lain-lain. Anies kaya pengetahuan dan pengalaman. Tahun 2024 adalah tahun menentukan bangsa ini. Apakah bangsa ini akan mandiri atau terus disetir asing, seperti saat ini. Mendukung Anies sebagai calon presiden, bukan hanya memilih calon yang tepat untuk memimpin bangsa ini. Memilih Anies juga bermakna memberikan pelajaran kepada para pemuda. Jadilah pemuda seperti Anies. Jadilah pemuda yang berprestasi, giat mencari ilmu, senang berorganisasi, memberikan solusi kepada masyarakat dan mempunyai keimanan yang kuat. Saatnya 2024 kita mempunyai presiden yang bisa menjadi teladan bagi generasi muda. Presiden yang kata-kata dan tindakannya mencerahkan bagi bangsa Indonesia  Bukan mencari calon presiden lain yang tidak jelas prestasinya dan hanya bisa membuat ruwet bangsa. Selamat hari Sumpah Pemuda. Selamat mencari, membentuk dan menemukan pemuda-pemuda yang hebat di negeri ini. Pemuda yang shalih, cerdas dan kreatif. Pemuda yang akan membawa bangsa ini dihormati dan sejajar dengan bangsa-bangsa besar di dunia. Wallahu azizun hakim. (*)

Bravo BEM UI

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan TERSENYUM nyaris tertawa tetapi mengacungkan jempol atas kreativitas BEM UI dalam memberi penilaian kepada kabinet Jokowi-Ma\'ruf. Ternyata IP seluruh Menteri itu rata-rata satu koma sehingga disebut Nasakom, nasib satu koma. IP terendah 1,O yang diberikan kepada Kapolri Listyo Sigit \"Malaikat Pelindung Institusi Bobrok\" dan Ketua KPK Firli Bahuri \"Si pelanggar Kode Etik\". IPK (Indeks Prestasi Kurang Ada) tertinggi adalah Nadiem Makarim 1,7 dan segera digelari \"Menteri yang salah urus Pendidikan\". Di tengah ada \"Penjahat Pengkhianat Demokrasi\" yaitu Luhut Binsar (1,3) dan Bahlil Lahadalia (1, 4). Sementara Sri Mulyani, Arifin Tasrif dan Suharso Monoarfa berpredikat \"Tukang Bakar Duit Rakyat\". Penilaian yang tentu membuat kecut wajah Jokowi-Ma\'ruf ini dinilai kreatif dan cermin kemampuan mahasiswa menangkap aspirasi masyarakat. Kabinet JM memang buruk dan amburadul. Cocok bila dinarasikan sebagai Indeks Prestasi Kurang Ada. Suara BEM UI adalah suara dari masyarakat yang diam atau bungkam.  \"Hatrick\" BEM UI sejak \"The King of Lip Service\", \" Foto pajangan di kelas SD\" hingga kini \"kabinet Nasakom\" ini tentu menarik. Sebuah kritik membangun untuk membangunkan kabinet yang \"kerja-kerja-kerja\" nya tidur melulu. Menjelang berakhir dari periode yang lebih banyak akting ketimbang hasil penting. Terlalu banyak imajinasi dibanding prestasi.  Dari aspek ideologis meski bukan yang dimaknai BEM UI penamaan Nasakom juga menggelitik. Nasib satu koma berlaku pula untuk pengelolaan kehidupan Demokrasi di bawah Jokowi. Gaya politik Orde Lama di masa Demokrasi Terpimpin ternyata dijalankan. Demokrasi yang dipimpin Oligarki. Nasionalis berbau kiri mendominasi.  Sementara agama tergencet tidak berdaya. Itupun agama dalam konteks peliharaan rezim. Rezimintasi faham agama.  Di samping aksi demonstrasi bersama BEM lain BEM UI juga melakukan aksi narasi. Titik temunya adalah suara keras kepada rezim yang bebal, sok kuasa dan pandai bersandiwara. Rezim yang menganggap rakyat sebagai penonton yang mudah dibohongi dan dipaksa untuk kagum pada alur cerita kepalsuan.  Satu lagi peluru telah ditembakan mahasiswa kepada Pak Jokowi bersama kabinetnya. Moga mereka sadar.  Bravo BEM UI. Selamat Hari Sumpah Pemuda.  Bandung, 28 Oktober 2022

BARUS Intan Sejarah

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  Geographia yang ditulis Claudius Ptelomeus 161 M memuat lampiran peta dunia. Di peta itu terdapat Barus yang dieja Burusai. Metode penulisan yang dipakai Ptelemeus dengan mewawancara pelayar yang mangkal di Venice, kemudian Ptelemeus ke Alexandria, Egypt. Dalam koleksi Egyptian litho, terdapat lukisan pelayar Andunisi yang juga ke Egypt. Susahnya, litho Egypt tanpa time line. Barus itu zona econ pertama di Andunisi yang terkenal dengan perdagangan kapur barus.  Bangsa Egypt sudah ke Barus pada jaman Rameses II medio XIII SM (1279-1213  SM) saat mana Egypt mulai balsem jenasah yang bahan utamanya barus. Nama lain barus: kafur, kamfer dan fansur.  Barus cuma ada di Andunisi. Sampai V M Barus masih menjadi akses utama ke Sumatera. Bahkan Queen of Sheba Axumite II M merapat di Barus untuk menjelalahi Sumatera (see: Giovanni XV M, Raffles XIX M). Pada VI M muncul zona econ Lamuri di Aceh yang berdagang rempah2 di pamtai timur Sumatera. Lamuri Aceh sudah dikenal bangsa Egypt pada era SM. Pulau We di utara Aceh berasal dari kata seru Egypt: We,  yang bermakna kagum. Pada XIII M muncul di Aceh power system Samudra Pasai di selatan Lamuri.  Barus di Tapanuli Tengah. Pergerakan Islam dari sini ke selatan sampai ranah Minang. Pada VII M Islam sudah di Minangkabau. Kerajaan Paga Ruyung berdiri XIV M . Pada time frame yang berdekatan dengan Samudra Pasai. Keduanya kerajaan muslim. Kerajaan muslim Tidore juga abad XIII. Begitu pun Luwu. Paga Ruyung ekspor kopi via Barus. Ini berlaku sampai meletusnya Perang Padri 1821-1837. Sebelumnya jalur econ Paga Ruyung juga menyisir selatan menuju tambang mas Rejang Lebong. Paga Ruyung juga miliki tambang mas di bukit Opir Pasaman. Tapi depositnya kalah dengan Rejang.  Jalur niaga Lamuri,  kemudian Samudra Pasai,  pastilah melintas Kedah. Maka menjadi hyphothesis bahwa agama (Islam) dan peradaban juga bahasa mesti melintas jalur econ dimana ada zona econ. Variabel econ tak boleh diabaikan dalam mengkaji persebaran agama (Islam). Berdasarkan hypothesis ini mestilah ditolak claim Islam masuk Indonesia dibawa orang Gujarat. Dengan  Gujarat tak ada jalur econ, apatah pula mereka secara econ kurang mampu di XIII M itu. Abad yang di-claim teolog de Graaf sebagai time frame orang Gujarat sebar Islam di sini. Claim tak berdasar. Tiongkok sebar Islam disini? Dari jalur bahasa apalagi peradaban tak ketemu. Apatah pula econ. (RSaidi)

Sumpah Pemuda?

Sentimen-sentimen primordial kesukuan justru mulai marak akhir-akhir ini. Langkah ini adalah sebuah langkah mundur, jika bukan pengkhianatan, Soempah Pemoeda. Oleh: Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS Surabaya. @Rosyid College of Arts HARI ini, 28 Oktober 2022, kita mengenang Soempah Pemoeda 94 tahun silam. Peristiwa itu menandai kelahiran sebuah bangsa baru, yaitu Bangsa Indonesia. Segera perlu dicermati bahwa Bangsa Indonesia tidak lahir secara alami, tapi buah imajinasi anak-anak muda dari berbagai suku yang tinggal di sebuah bentang alam yang semula disebut sebagai Hindia-Belanda. Imajinasi tersebut kemudian disebut anak-anak muda itu sebagai bangsa Indonesia. Peristiwa Soempah Pemoeda itu dengan demikian melahirkan dua imajinasi baru : bangsa sebagai entitas baru yang melampaui suku, dan Indonesia yang menggantikan Hindia-Belanda. Peristiwa itu sangat penting karena terbukti kemudian memungkinkan Proklamasi Kemerdekaan bangsa terjajah itu 17 tahun kemudian oleh Soekarno-Hatta. Imajinasi para pemoeda itu yang menjelaskan mengapa Emanuel Macron tidak lama ini mengkhawatirkan kemunduran Barat sebagai kekuatan imajinasi yang selama 200 tahun lebih mendominasi dunia. Macron mengatakan bahwa konflik Rusia-Ukraina merupakan bukti pengeringan imajinasi Barat vis-a-vis Timur yang dengan susah payah didaku oleh China. Permusuhan NATO vs Rusia adalah blunder geostrategi karena membiarkan AS untuk mendorong terus permusuhannya dengan Rusia itu sebagai permusuhan Barat dengan tetangga dekat Eropa sendiri. Rusia semakin menempatkan diri sebagai Eurasia karena dimusuhi terus-menerus oleh NATO. Kejadian Kamis pagi kemarin di sebuah SMA swasta di kawasan Juwingan Surabaya menjadi penting bagi saya dalam memaknai Sumpah Pemuda hari ini. Bersama istri dan juga Kepala Sekolahnya, kami menyaksikan putra-putri SMA Kertajaya bercerita tentang foto-foto di sekitar rumah mereka yang mereka ambil sendiri beberapa waktu sebelumnya. Rumah-rumah pemuda-pemudi ini tersebar luas sejak di Jojoran, Sidotopo, Benowo, Menganti, hingga Gubeng Kertajaya. Beberapa diantaranya tinggal di Homesantren di kawasan Tambaksari. Rumah-rumah itu pada umumnya sederhana, dalam kampung yang padat penduduk. Rico yang tuna netra tinggal di Homesantren. Sebagian lagi yatim atau bahkan yatim piatu seperti Yunita yang bercita-cita jadi dokter. Zuhair yang tinggal di sekitar Gelora Bung Tomo berkisah tentang mengintip pertandingan sepakbola dari atas loteng rumahnya. Bercerita di depan teman-temannya tentang rumah mereka masing-masing beserta kenangan indah bersama keluarga adalah sebuah proses memaknai pengalaman sebagai imajinasi yang dikonstruksi kembali. Belajar adalah proses memaknai pengalaman sebagai imajinasi, sebagai dongeng. Banyak yang tidak menyadari bahwa bangsa ini, dan juga Indonesia adalah dongeng kolektif, sebuah imagined community, bukan in factu, tapi in statu nascendi yang terus dilahirkan dalam imajinasi. Begitu imajinasi kolektif para pemuda ini hilang, maka hilang pula bangsa dan Indonesia. Begitulah tingkat kerapuhan bangsa Indonesia ini. Tentu sangat berbahaya sekali jika para penguasa dengan sembrono memberi pengalaman buruk berbangsa dan bernegara melalui berbagai maladministrasi publik di mana banyak hukum dibuat bukan untuk kepentingan masyarakat kecil, tapi untuk mempertahankan kekuasaan para elit politik dan segelintir taipan. Hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Pendidikan melalui persekolahan massal paksa dijadikan instrumen pencetakan buruh trampil bagi kejayaan invetasi para pemilik modal asing dan kaki tangan domestiknya. Pemilu hanya menjadi istrumen transfer bersih hak-hak politik publik pemilih ke para elit partai politik, bukan untuk memastikan siklus kepemimpinan yang semakin meritokratik yang menghasilkan pelayanan publik yang semakin pula memberdayakan, mencerdaskan, dan memerdekakan bangsa ini. Polarisasi yang makin tajam antara kelompok cebong dan kampret alias kadrun tidak bisa dibiarkan menghancurkan imajinasi kolektif bangsa ini. Sayang sekali rezim saat ini justru memelihara tidak sedikit kanker medsos buzzer bayaran untuk mempertajam keterbelahan bangsa ini. Jika Sumpah Pemuda membuka sebuah spektrum baru bagi barisan suku-suku yang menjadi sebuah bangsa baru, rezim oligarki saat ini justru menempuh jalan sebaliknya: membiarkan keterbelahan ini untuk tetap berkuasa sambil menjadi kaki tangan kekuatan-kekuatan nekolimik asing. Sentimen-sentimen primordial kesukuan justru mulai marak akhir-akhir ini. Langkah ini adalah sebuah langkah mundur, jika bukan pengkhianatan, Soempah Pemoeda. Kegiatan Zuhair, Yunita, dan Rico dkk bercerita di depan kelas di sebuah kampung di Surabaya itu penting dari perspektif pemuda Indonesia saat ini. Di kampung Peneleh yang tidak jauh dari Juwingan, dulu HOS Tjokroaminoto mulai membangun imajinasi kolektif bangsa ini bersama Soekarno muda. Ingatlah bahwa bangsa Indonesia adalah sebuah imajinasi kolektif yang rapuh. Pemuda Indonesia saat ini, sejak millenials sampai Gen-Z tidak boleh membiarkan diri menjadi korban kemiskinan imajinasi segelintir orang yang sok berkuasa. Jemursari, 28 Oktober 2022. (*)

Utang, Utang Lagi, Lagi Utang Jadi Ambyar

Oleh Syafril Sjofyan - Pemerhati Kebijakan Publik, Sekjen FKP2B, Aktivis Pergerakan 77-78 Liz Truz mundur dari Perdana Menteri Inggris. Jabatan bergengsi. Baru seumur jagung. Karena mau berutang. Utang mau menutupi APBN yang ambyar. Kenapa utang lagi, karena ingin agar rakyat Inggris punya  kehidupan ekonomi lebih baik. Dengan memotong pajak lemasukan  APBN berkurang ya utang jalan keluarnya. Tak terduga Poundsterling mata uang juga paling bergengsi, ambrol nilainya. Ojo dibandingke. Emang. Rakyat Indonesia beda dengan rakyat Inggris. Nrimo. Indonesia utangnya malah sudah sepertiga dari besarnya APBN. Artinya besaran APBN setiap tahun sepertiganya habis untuk bayar utang. Menurut begawan Ekonomi. Dr. Rizal Ramli untuk bayar bunga utang saja dengan berutang lagi. Artinya utang kita sudah gali lubang tutup jurang.  Jurang tidak akan bisa ditutupi. Malah lubang  gali-galian di mana-mana. Liz yang mundur di Inggris bertujuan meningkatkan kehidupan ekonomi dengan memotong pajak. Sementara di negerinya Presiden Jokowi, utang ditambah untuk meningkatkan infrastruktur. Bukan langsung untuk meningkatkan kesejahteraan, pajak tidak dipotong malah dinaikkan.  Menurut para ahli. Infrastrukturnya Jokowi banyak tidak menghasilkan produktivitas keekonomian. ROI (Return on Investment) rendah bahkan negatif. Salah satunya LRT di Palembang, Anda sudah tahu. Penumpangnya sepi, termasuk berbagai bandara dan pelabuhan. Sepi tanpa kesibukan. Tanpa pemasukan. Rugi. Pasti. Beban juga pasti.  Mana lagi ROI yang rendah. KCIC Kereta Cepat Indonesia Cina Jakarta-Bandung.  Sudah dihitung oleh ahli setingkat Faisal Basri memperkirakan BEP (Break Event Point) titik impasnya baru tercapai puluhan tahun bahkan ratusan tahun. Mungkin ketika itu sudah jadi rongsokan atau ketinggalan zaman. KCIC sekarang sudah jadi beban APBN dan seterusnya.  Ada lagi infrastruktur ROI rendah. Ada IKN Ibu Kota Baru. Sehingga investor sama sekali tidak tertarik. Bagi Investor. ROI sangat penting. Itu nyawa mereka untuk melangkah. Jika salah bisa bangkrut alias mati. Timbul ide rezim Jokowi obral tanah. Bahkan terkesan menggadaikan tanah air. Boleh “pakai” selama 160 tahun. Masihkah investor tidak tertarik?. Ingat ROI. 160 tahun,luar biasa!. Hampir sama dengan separuh lamanya Indonesia dijajah Wulanda, 350 tahun lamanya.  Terus bagi rezim pemerintah tinggal keruk APBN dan Utang lagi. Maaf, istilahnya banyak menggunakan istilah ekonomi. Bagi awam bagaimana untuk memahaminya. Mari kita sederhanakan. Seorang  kenalan saya. Suku Cina. Pedagang bahan tekstil di Jakarta sukses. Ingin menjadi pengusaha industri. Keuntungan dagangnya untuk beli tanah, digadaikan/utang ke Bank. Untuk membeli mesin industri (infrastruktur) mendirikan pabrik.  Belum mencapai titik impas. Dia ingin membangun real estate di Bandung Barat, dengan modal berutang lagi ke Bank. Jaminannya pabrik. Lalu real estate tidak laku. Macet. Pabrik pecah kongsi. Macet lagi. Akhirnya disita Bank. Utang lagi. Lagi utang. Ambyar. Satu lagi contoh. Ini viral. Tahukan. Kasus Cipaganti Rental di Bandung. Mengembangkan infrasutruktur bisnis ke berbagai hal. Caranya mengumpulkan  investor dengan iming-iming pengembalian dengan keuntungan besar. Ambyar. Pemilik terpaksa jadi penghuni rutan. Dibalik jeruji besi. Tentang uraian utang apa masih bisa disederhanakan, supaya bisa lebih dicerna. Bisa. Seseorang yang  gengsinya tinggi. Dengan “kecerdikannya” berutang memiliki rumah gedung, mobil mewah dan berbagai tampilan kemewahan. Supaya dianggap orang sukses, kaya, termasuk golongan elite. Sampai kepada titik dimana kemampuan bayar sudah tidak ada. Semua bentuk kemewahan disita. Bahkan mungkin berurusan dengan kepolisian, kejaksaan bahkan KPK. Anda bisa tarik kesimpulan sendiri. Jika itu terjadi pada Negara Indonesia dengan besarnya utang  setiap tahun harus bayar sepertiga dari APBN. Untuk bayar bunga dan pokoknya 805 Triliun ya utang lagi. Sampai ketitik tidak berkemampuan bayar. Konon tahun 2023 krisis ekonomi akan terjadi. Kelam kata para pejabat tinggi termasuk kata presiden. Kata Rizal Ramli tidak tahun depan. Tapi sekarang sudah berlangsung. Tidak sama dengan kisah tentang pengusaha yang bangkrut, yang berakhir di jeruji besi. Bagi Sang Presiden dan menteri-menteri tidak berakhir di jeruji besi. Bagi Negara si pembuat utang jor-joran, Presiden Jokowi, Menko Ekuin Erlangga, Menkeu Sri Mulyani  atau Luhut Binsar Panjaitan, menteri berbagai jabatan, setelah berakhir jabatan mereka tetap kaya. Minimal uang dan hadiah dari akhir jabatan Milyaran, apalagi di antara mereka di samping sebagai penguasa juga merangkap menjadi pengusaha, akan tetap kaya. Tidak akan menderita ketika ada krisis ekonomi melanda. Hidup tetap enak, bahkan keluarga dan turunan mereka tetap sejahtera. Legacy rezim menjadi kelam karena utang lagi, lagi utang dan ambyar, akan menjadi beban penguasa berikutnya, menjadi beban rakyat. Termasuk infrastruktur yang ditinggalkan menjadi beban anak cucu, generasi mendatang. Ingat ada yang berumur ratusan tahun merugi, bahkan 160 tahun. Perlu dipikirkan untuk menyusun UU tentang pertanggungjawaban pemimpin. Terutama Presiden dan menteri-menterinya. Yang ugal-ugalan berutang, dan infrastruktur yang merugi dan mangkrak. Harus ada resiko walaupun tidak menjabat lagi. Supaya mendatang tidak ada lagi pemimpin yang seenaknya membangun. (*)

Menatap Masa Depan Indonesia

Oleh Tony Rosyid -  Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa HARUS tetap optimistis. Tidak boleh ada kata pesimis. Setiap negara punya masalah yang tidak ringan. Tapi, untuk Indonesia memang cikup berat. Entah harus dimulai dari mana. Para akademisi berharap sebuah perubahan bisa diawali dengan lahirnya seorang pemimpin yang memiliki integrity, capability dan commitment (kenegarawanan) yang kuat. Masalah di Indonesia boleh dibilang akumulasi warisan dari masa lalu. Terutama Orde Lama dan Orde Baru. Orde Reformasi tidak banyak membuat perubahan kecuali perubahan pada sistem pilpres. Semula menjadi hak pilih MPR, sekarang diambil alih secara langsung oleh rakyat. Hanya itu. Yang lain? Secara substansial, tidak banyak perubahan. Mungkin ada, tapi untuk siapa? Ini pertanyaan yang sangat serius. Dari aspek mental, Indonesia beda dengan umumnya negara maju. Di negara maju, mereka tahu masalah, lalu berupaya mengatasinya. Di Indonesia, mereka tahu masalah, tapi diwariskannya ke generasi berikutnya. Mungkin kesimpulan ini tidak sepenuhnya tepat. Tapi, faktanya memang terlalu sedikit masalah mendasar yang mampu diatasi oleh setiap rezim. Berganti rezim, masalah tetap sama. Hampir semua masalah diwariskan dari generasi ke generasi selanjutnya. Dari satu rezim ke rezim berikutnya. Nyaris tidak ada perubahan kecuali hanya infrastruktur. Sejumlah problem utama dan krusial tidak berubah. Penegakan hukum misalnya, tak ada perubahan signifikan. Padahal, hukum adalah pondasi peradaban bangsa. Jika hukum tidak memberi kepastian dan rasa keadilan, maka sebuah bangsa akan sulit membangun karakternya. Karakter bangsa sangat dipengaruhi oleh penegakan hukumnya. Hukum, dalam prakteknya, tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Apalagi jika politik ikut terlibat. Keadilan menjadi barang langka dan sangat mahal. Tumpulnya hukum dalam waktu yang terlalu lama telah menyuburkan lahirnya para mafia. Semua mafhum, Indonesia adalah negara yang telah dikuasai oleh para mafia. Oligarki disebut sebagai rajanya mafia.  Selama hukum tidak ditegakkan dan persoalan terkait aparat hukum tidak diatasi, maka Indonesia akan sulit melangkah ke depan untuk menjadi bangsa yang punya harapan sebagai bangsa yang maju. Lemahnya penegakan hukum (law inforcement) menjadi tembok tebal yang akan terus menghambat Indonesia untuk membenahi masa depannya. Selain hukum, ada masalah birokrasi. \"Kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah\". Birokrasi kita terlalu rumit dan berbelit-belit. Semua serba uang dan panjang. Urus pendirian perusahaan, bisa berminggu-minggu. Bahkan berbulan-bulan. Biayanya cukup mahal. Padahal, lahirnya perusahaan akan membuka lapangan kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi dan menambah income (pajak) negara. Itu saja dipersulit.  Di Amerika, seorang gubernur (negara bagian) dan presiden (federal) akan dipilih kembali kalau mampu menambah lapangan kerja. Ini ukuran umumnya negara maju. Di Indonesia, bukan prestasi yang jadi ukuran, tapi pencitraan. Birokrasi menjadi rumit dan padat biaya (serba bayar). Lagi-lagi, ini ada hubungannya dengan penegakan hukum yang lemah. Korupsi dan suap menjamur jadi tradisi dalam praktek birokrasi kita. Birokrasi menjadi sarang mafia, karena hukum seringkali tidak hadir di sana. Soal ekonomi, kita juga punya masalah serius. Orang kaya terlalu sedikit dibanding orang miskin. Jarak kaya-miskin terlalu lebar. 1% orang Indonesia menguasai 50% kekayaan negara. 10% menguasai 77% kekayaan negara. 90% warganegara memperebutkan 23% sisanya.  Satu tanah bisa ada tujuh sertifikat. Mafia tanah bekerjasama dengan oknum birokrat mengambil tanah rakyat dan merampok tanah negara. Ini terus terjadi dan belum sungguh-sungguh mampu datasi. Kita bisa bayangkan seandainya sumber daya alam (SDA) kita, mulai dari nikel, batu bara, besi, emas, dll, 65% buat negara dan hanya 35% untuk investor (lokal maupun asing), maka kemakmuran rakyat akan terjamin. Pendidikan tidak hanya free sampai SMA, tapi gratis juga sampai kuliah. Kualitas pendidikan dan riset akan mampu mendorong lebih cepat lagi kemajuan bangsa. Inilah cita-cita kemerdekaan bangsa yang terabaikan.  Empat aspek yaitu penegakan hukum, sistem dalam birokrasi, kekuatan ekonomi dan kualitas pendidikan merupakan pilar peradaban bangsa yang harus dibenahi dan ditata ulama lebih serius, sungguh-sungguh dan terukur. Jika empat pilar ini tidak  berubah, terlalu pesimis berharap Indonesia mengalami perubahan yang berarti di masa depan. New York, USA, 26 Oktober 2022

MUNAS III APPSANTI : Akademisi Mesti Responsif Dengan Keadaan

Bali, FNN -  Asosiasi Program Studi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi Indonesia (APPSANTI) menyelenggaraan Musyawarah Nasional ke-III di Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA) di Bali pada 27-28 Oktober 2022. Munas dihadiri oleh 23 perguruan tinggi se-Indonesia.    Ketua APPSANTI 2020-2022 Ubedilah Badrun dalam sambutanya mengemukakan bahwa  kaum Akademisi mesti responsif dengan keadaan. \"Sebab keadaan saat ini penuh dengan ketidakpastian, akademisi mesti responsif menjawab tantangan zaman ini, termasuk dunia pendidikan\" tegas Ubedilah Badrun. Dekan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial UNDIKSHA Prof.Dr.Sukadi dalam sambutanya mengemukan bahwa zaman yang terus berubah ini memerlukan pandangan yang komprehensif dan multidisipliner. \"Problem Indonesia itu demikian rumit sehingga tidak cukup hanya diselesaikan oleh satu ilmu, misalnya pendekatan teknologi saja, tetapi memerlukan juga pandangan-pandangan ilmu sosial \" ungkap Prof.Sukadi.  Munas APPSANTI III saat ini masih berlangsung memasuki agenda sidang Komisi. Ada tiga komisi dalam Munas tersebut. Komisi A membahas AD/ART, Komisi B membahas Program Umum Asosiasi, dan Komisi C membahas Rekomendasi Internal-Eksternal. Seluruh hasil sidang Komisi akan diplenokan untuk diambil keputusan. \"Hasilnya akan dipublikasikan pada Jumat (28/10)sore \" tegas panita pelaksana Munas III Irwan Nur yang juga dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi UNDIKSHA. (sws)

Terkait Tragedi Kanjuruhan, Ketua Umum PSSI tak Memenuhi Panggilan Polisi

Surabaya, FNN - Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia Mochamad Iriawan tidak memenuhi panggilan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jawa Timur, Kamis, untuk diperiksa saksi Tragedi Kanjuruhan Malang.Kepala Bidang Humas Polda Jatim Komisaris Besar Polisi Dirmanto mengatakan Iwan Bule (sapaan Ketua Umum PSSI) seharusnya diperiksa bersama 14 orang saksi lain yang terdiri atas panitia pelaksana Arema, petugas keamanan atau steward, pengurus PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB).\"(Saksi) yang tidak hadir Ketua PSSI. Alasannya karena beliau (Iwan Bule) sedang ada kegiatan dengan FIFA atau dengan PSSI yang tidak bisa ditinggalkan. Acaranya di Jakarta,\" kata Dirmanto.Ia menambahkan penyidik menerima surat permintaan penundaan pemeriksaan dari Ketua Umum PSSI Iwan Bule dan minta penjadwalan ulang pemeriksaan di Mapolda Jatim pada Kamis, 3 November 2022. \"Sesuai surat yang kami terima, beliau (Iwan Bule) berencana tanggal 3 November hadir di Polda Jatim,\" ujar Kabid Humas.Mengenai potensi adanya tersangka baru dalam tragedi Kanjuruhan, Dirmanto mengatakan bahwa penyidikan bersifat dinamis. Penyidik saat ini sedang mendalami subjek hukum lainnya. \"Penyidikan dinamis dan penyidik sekarang sedang mendalami subjek hukum lainnya. Nanti ditunggu saja hasil pemeriksaan itu oleh penyidik,\" katanya.Polda Jatim telah melimpahkan berkas perkara tragedi Kanjuruhan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Pelimpahan tahap pertama berkas perkara dari enam orang tersangka tragedi Kanjuruhan itu dibagi dalam tiga berkas.Berkas pertama dengan tersangka Direktur Utama PT LIB Akhmad Hadian Lukita. Dia dijerat pasal 359 dan atau pasal 360 KUHP dan pasal 103 ayat 1 junto pasal 52 UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.Sedangkan berkas perkara kedua adalah untuk tersangka Ketua Panpel Arema FC, Abdul Haris dan security officer Suko Sutrisno yang dijerat pasal 359 dan atau Pasal 360 KUHP dan atau pasal 103 ayat 1 junto pasal 52 UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.Ketiga adalah berkas perkara dengan tersangka Kabag Ops. Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi; dan Komandan Kompi Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman. Ketiga anggota Polri itu dijerat pasal 359 dan atau pasal 360 KUHP.Peristiwa kericuhan suporter yang terjadi usai laga Arema FC versus Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan Malang pada 1 Oktober 2022 mengakibatkan 135 korban jiwa dan ratusan orang mengalami luka berat dan ringan.(Sof/ANTARA)