ALL CATEGORY
Kate Victoria Lim Tanya Jaksa Agung Terkait Proses Hukum KTP Ganda di Kanal Uya Kuya
Jakarta, FNN – Kate Victoria Lim gadis 15 tahun, anak pengacara Alvin Lim, ketika diwawancarai Uya Kuya menyampaikan keluh-kesah dan aspirasinya terkait penegakan hukum di Indonesia. Hal ini imbas dari ditahannya Alvin Lim dari dugaan \'ikut serta\' memalsukan KTP. Dalam podcast Uya Kuya, Kate mempertanyakan kenapa hal yang sama terkait dugaan KTP palsu atas nama ST Burhanudin dengan 3 tahun lahir berbeda, justru tidak pernah diproses atau diselidiki oleh pihak berwenang padahal, Alvin Lim sudah membuat laporan resmi ke Jamwas terkait KTP aspal milik Jaksa Agung ini. Kate mempertanyakan kenapa ada perbedaan penanganan kasus dugaan KTP palsu yang digunakan oleh Jaksa Agung? “Aneh, pejabat negara ditanyakan perihal dugaan KTP palsu, bukan dijawab/ klarifikasi, malah dikriminalisasi oleh oknum aparat? Ayah saya divonis 4,5 tahun untuk kerugian 6 juta perak, sedangkan Pinangki terima gratifikasi milyaran, hanya vonis 4 tahun. Apakah Adil?” tanyanya. Kate Victoria Lim menjelaskan bahwa ini bukan pertama kalinya, ayahnya dikriminalisasi. Sebelumnya juga Alvin Lim sempat ditahan 9 bulan atas sangkaan penculikan anak. Padahal Alvin Lim hanya mengambil Kate, anak kandungnya sendiri dari rumah orang lain. Alvin Lim yang terkenal vokal, disebut Dahlan Iskan sebagai pengacara paling berani menghajar polisi dan jaksa serta membela masyarakat yang menjadi korban investasi bodong. Prestasinya antara lain, mengawal kasus Indosurya hingga Henry Surya ditahan. Bahkan, berani membongkar modus P19 mati Kejaksaan yang sempat membuat Henry Surya lepas demi hukum. Kate Victoria Lim, selaku putri tunggal Alvin Lim, sejak ayahnya ditahan mulai aktif bersuara meneriakan keadilan. Bahkan ikut dalam orasi di depan gedung MA dan Kejagung meminta agar ayahnya dibebaskan. Karena menjadi korban kriminalisasi. Gerakan Alvin Lim dan Kate Victoria Lim mendulang dukungan masyarakat luas yang mayoritas merasakan dampak buruknya penegakan hukum di Indonesia. (mth/*)
Ridwan Kamil Intens Bertemu dengan Partai Golkar
Bandung, FNN - Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Ace Hasan Syadzily mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan pertemuan intens dengan Gubernur Jabar M. Ridwan Kamil meski yang bersangkutan masih meminta waktu untuk memutuskan masuk Partai Golkar pada saat yang tepat. \"Kang Emil (Ridwan Kamil) masih minta waktu untuk berpikir akan bergabung dengan Partai Golkar. Saya pun masih menunggu waktu yang pas berbicara dengan dengan Kang Emil soal kelanjutan dari beberapa pembicaraan beberapa kali pertemuan dengan beliau,\" kata Ace Hasan Syadzily dalam keterangan tertulisnya di Bandung, Kamis. Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) merespons hasil survei Litbang Kompas menunjukkan elektabilitas Gubernur Jabar M. Ridwan Kamil di bursa Pilpres 2024 mengalami kenaikan signifikan. Dalam survei Litbang Kompas memisahkan kandidat capres dengan elektabilitas di atas 10 persen dan di bawah 10 persen, Ridwan Kamil menduduki puncak pada kategori di bawah 10 persen. Litbang Kompas menunjukkan elektabilitas Ridwan Kamil melejit mencapai 8,5 persen, sementara tokoh lainnya berada di bawah 3 persen. Hal ini , menurut dia, terkait dengan sinyal M. Ridwan Kamil yang bakal mengumumkan partai politik pilihannya di akhir tahun 2022. Sinyal kuat Ridwan Kamil untuk masuk Golkar, kata dia, sebetulnya sudah terlihat saat perayaan puncak HUT Ke-58 Partai Golkar di Jakarta Pusat. Saat itu Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar Airlangga Hartarto menyapa Kang Emil sembari melempar kode batik kuning. Ace mengatakan bahwa Partai Golkar menjadi salah satu partai politik yang menjadi pertimbangan Ridwan Kamil sebagai perahu barunya pada tahun 2024. \"Yang jelas bahwa Kang Emil ada keinginan untuk bergabung dengan partai politik, salah satunya adalah Partai Golkar,\" kata Ace. Di sisi lain, elektabilitas Ridwan Kamil saat ini mulai naik berdasarkan survei Litbang Kompas terbaru. Walaupun punya potensi itu, Partai Golkar masih konsisten untuk mengusung Ketum Airlangga Hartanto sebagai capres pada Pemilu 2024. \"Hingga saat ini Partai Golkar masih konsisten mendorong Pak Airlangga Hartarto sebagai capres dari Partai Golkar. Tidak ada nama yang lain,\" kata dia. (Ida/ANTARA)
Era Meritokrasi Pemilu 2024 Anies Antitesa Jokowi
Tentu pada 2024 nanti suksesi kepemimpinan akan beda dengan 2019, sebab pertarungan kepentingan akan sangat tajam dan akan menghalalkan segala cara. Sebab ini soal hidup matinya kelompok oligarki bisa jadi keris Empu Gandring akan mewarna perhelatan perebutan kekuasaan. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila PILPRES masih tahun 2024. Ketika ada partai yang mendeklarasikan calon Presidennya, partai besar PDIP menyoroti langkah Partai NasDem yang telah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden atau Capres 2024. Langkah NasDem sebagai partai koalisi pemerintah itu dinilai PDIP tak sesuai etika politik yang diharapkan, karena Anies selama ini diketahui memiliki pandangan berbeda dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Dalam politik itu tidak ada kawan atau lawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan yang abadi. Pandangan politik berbeda ya memang harus berbeda dan itu sudah menjadi kehendak rakyat. Mengapa, sebab rakyat ingin kembali pada tujuan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan cita-cita negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Menjadi ribut di koalisi pendukung PDIP ketika ada yang mengatakan Anies adalah antitesa Jokowi. Mengapa harus baper dan langsung marah, bukannya kontestasi pilpres itu adu konsep menawarkan apa yang dikehendaki rakyat? Bahkan harusnya memang calon bisa menawarkan antitesa dari Inkamben, misal selama ini banyak janji-janji yang tidak ditepati ya antitesanya buat janji- janji yang ditepati, selama ini diatur oleh oligarki, ya buat antitesanya negara ini merdeka tidak tergantung oligarki. Utang yang sudah menggunung ya buat antitesanya tidak lagi hutang yang sembrono. Menjual aset-aset negara seperti PLN ya buat antitesanya bahwa pemerintah berdaulat atas energi, korupsi yang merajalela ya antitesisnya korupsi dihabisi sampai keakar-akarnya. Kepolisian yang sudah berada di titik nadir ya buat antitesanya supaya Kepolisian bermartabat. Memperbaiki negeri ini dari keterpurukan perlu antitesa untuk meluruskan kesalahan-kesalahan yang selama ini terjadi. Pada Pilpres 2024 sudah saatnya politik Indonesia berubah, pemimpin harus terapkan Meritokrasi tidak lagi karena KKN, atau dinasti politik, dan asal-usul tidak jelas rekam jejaknya. Pemimpin harus terukur dan mempunyai kemampuan yang bisa ditelusuri rekam jejaknya. Istilah Meritokrasi (merit, dari bahasa Latin: mereō; dan krasi, dari bahasa Yunani Kuno: κράτος kratos, \'kekuatan, kekuasaan\') adalah sistem politik yang memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memimpin berdasarkan kemampuan atau prestasi, bukan kekayaan atau kelas sosial. 1. Kemajuan dalam sistem seperti ini didasarkan pada kinerja, yang dinilai melalui pengujian atau pencapaian yang ditunjukkan. 2. Meskipun konsep meritokrasi telah ada berabad-abad lamanya, istilah ini sendiri diciptakan pada tahun 1958 oleh sosiolog Michael Dunlop Young dalam buku distopia politik dan satirenya yang berjudul The Rise of the Mercy. Bangsa ini tidak bisa lagi dipimpin dengan pemimpin yang tidak jelas rekam jejaknya dan harus berani menegakkan kebenaran terhadap apa yang sudah menjadi kesepakatan pendiri negara bangsa ini yaitu Pancasila dan UUD 1945 asli. Saya sering dengar pidato Aneis Baswedan yang mengatakan bahwa hutang kita mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Pernyataan sepert ini tidak sederhana, sebab mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tak mungkin diletakkan pada sistem Individualisme, Liberalisme, dan Kapitalisme. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan antitesa dari Individualisme, Liberalisme, dan Kapitalisme. Artinya, tidak ada jalan lain mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia kalau tidak kembali pada Pancasila dan UUD 1945 yang asli. Artinya, sistem MPR harus dikembalikan MPR menjadi lembaga tertinggi negara, dengan GBHN-nya dan presiden mandataris MPR. Tentu pada 2024 nanti suksesi kepemimpinan akan beda dengan 2019, sebab pertarungan kepentingan akan sangat tajam dan akan menghalalkan segala cara. Sebab ini soal hidup matinya kelompok oligarki bisa jadi keris Empu Gandring akan mewarnai perhelatan perebutan kekuasaan. Antara Pendawa dan Kurawa, antara kaum akal sehat melawan akal dengkul. Tetapi saya yakin bahwa era kengawuran dan pengkhianatan terhadap negara proklamasi akan berakhir. Allah akan turun tangan, sebab negara ini didirikan berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur, didirikan, dan dipertahankan dengan resolusi jihad yang penuh dengan panjatan doa-doa para ulama sesepuh bangsa ini. Tentu Allah tidak akan membiarkan negara ini hancur-lebur. (*)
Operasi Intelijen di Muhammadiyah dalam Muktamar Agar Jangan Memilih Pengurus yang Kritis pada Rezim
Oleh: Moh. Naufal Dunggio, Ustadz Kampung dan Ketua LDK PWM DKI DI setiap Ormas pasti ada operasi intelijen jika mau Muktamar atau semisal dengan itu agar tidak mengakomodir para pengurus Muhammadiyah yang kritis pada pemerintah. Operasi intelijennya diantara lain mulai mengumpulkan beberapa peserta di beberapa propinsi yang akan ikut Muktamar kemudian di-briefing oleh pengurus pusat yang jadi kacung penguasa agar para peserta jangan memilih pengurus lama yang kritis pada rezim penguasa yang suka menangkap Ulama. Para pengurus pusat yang diincar itu saat ini, yakni diantara lain Ayahanda Anwar Abbas, Ayahanda Busro Muqoddas, Ayahanda KH Muhyidin Junaidi, dan Ayahanda Dahlan Rais (adik dari Amin Rais). Untung di Muhammadiyah pakai sistem Kolektif Kolegial. Jadi kelompok yang akan intervensi di Muhammadiyah gak bisa bermain. Sebagaimana mereka suka bermain dalam pemilihan ketum dan pengurus Ormas lain. Para penghamba penguasa itu hanya bisa seperti di atas itu. Main di tiap-tiap provinsi berkolaborasi dengan pengurus yang bisa dijadikan alat penguasa untuk menyingkirkan mereka-mereka yang tidak disukai rezim laknatullah. Yah kalau para kader Muhammadiyah bila gak sayang pada Muhammadiyah maka akan ikut saja apa yang dimauin rezim. Bagi mereka slogan Hidup-Hidupkan Muhammadiyah Jangan Cari Hidup di Muhammadiyah gak berlaku lagi. Yang ada banyak-banyak cari jabatan di Muhammadiyah agar bisa numpang hidup di Muhammadiyah. Kalau itu yang terjadi maka ke depan Muhammadiyah akan jadi Fosil hanya enak jadi bahan cerita pernah ada Ormas yang sangat kaya dengan AUM (Amal Usaha Muhammadiyah)-nya yang bejibun tapi diurus oleh orang-orang yang gak amanah. Kita tulis ini karena kita kader sejak dari rahim ibu kita yang dulu dari NA sampai \'Aisyiyah. Jadi kita gak mau Muhammadiyah jadi Bancakan orang-orang yang tamak dan rakus numpang hidup di Muhammadiyah. Kita Bukan Ormas Anti Pemerintah. Pemerintah itu wajib dibantu agar tidak salah jalan dalam membawa bahtera NKRI. Salah satu cara membantu itu dengan menghidupkan Budaya Kritis. Supaya kelihatan di Muhammadiyah kita punya Otak karena suka berdebat dengan argumen bukan dengan sentimen. Mari kita tunjukkan kepada pencinta rezim laknat bahwa kita gak bisa dibeli dan diatur dengan cara memilih suara terbanyak pada orang-orang yang gak disukai rezim. Ada anak muda potensial yang telah jadi Profesor yang bisa jadi Nakhoda Baru di Muhammadiyah yakni Prof. Dr. H. Abdul Mukti, MA. Muhammadiyah harus di-reshuffle. Pengurus yang sudah tua-tua yang sudah udzur silakan Mundur. Berikan kesempatan Kader Muda yang belum Terkontaminasi dengan rezim laknat. Selamat bermuktamar. Jangan sampai kita kehilangan JATI DIRI kita sebagai warga persyerikatan. Nasrum Minallah wa Fathun Qoriib. Wallahu A\'lam ... KiranaRSCM, 271022. (*)
Menempa Daya Muda
Dengan menggali modal sejarah, kita bisa bercemin bahwa peristiwa Sumpah Pemuda bisa dilukiskan sebagai ekspresi pembongkaran kreatif (creative destruction). Oleh: Yudi Latif, Cendekiawan Muslim, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia INDONESIA tanpa komitmen memberdayakan kaum muda ibarat pohon melupakan akarnya. Menulis dalam majalah pengobar kemajuan, Bintang Hindia (volume no. 14/1905: 159), Abdul Rivai mendefinisikan “kaum muda” sebagai “semua orang Hindia [muda atau tua] yang tak lagi berkeinginan untuk mengikuti aturan kuno, namun sebaliknya bersemangat untuk mencapai rasa percaya diri melalui pengetahuan dan ilmu”. Munculnya istilah “kaum muda” sendiri merefleksikan usaha intelektual dari kaum inteligensia baru untuk menemukan batas imajiner antara diri mereka dengan aristokrasi tua dengan cara mengkonstruksi penanda beda bagi kedua kelompok tersebut. Anggota bangsawan “tua” disebut “bangsawan usul”, sedangkan anggota bangsawan “muda” disebut “bangsawan pikiran”. Pada terbitan pertama majalah yang sama tahun 1902, Rivai mengingatkan bahwa demi kemajuan, “Tak perlu memperpanjang perbincangan kita mengenai ‘bangsawan usul’ karena kemunculannya memang telah ditakdirkan.... Saat ini, pencapaian dan pengetahuan-lah yang akan menentukan posisi seseorang. Inilah situasi yang melahirkan munculnya ‘bangsawan pikiran’.” Kedua jenis bangsawan itu lantas dipertautkan dengan komunitasnya masing-masing. Pengikut “bangsawan usul” diasosiasikan dengan komunitas “kaum tua” atau “kaum kuno”, sedangkan penganjur “pikiran” diasosiasikan dengan komunitas “kaum muda”. Dalam perkembangannya, istilah kaum muda digunakan secara luas dalam liputan media dan wacana pendukung bangsawan pikiran. Sebuah usaha merepresentasikan identitas kolektif dari mereka yang memiliki kesamaan tekad untuk memperbaharui masyarakat Hindia melalui jalur keilmuan-kemajuan. Sejak itu, istilah kaum muda atau pemuda selalu dirapatkan dengan kualitas pengetahuan/keterpelajaran seperti tercemin dalam kemunculan entitas “pemuda-pelajar”. Istilah Belanda ‘jong’, yang kerap digunakan untuk menamai satuan-satuan organisasi pemuda-pelajar pada dekade awal abad ke-20, tidak merujuk pada sembarang pemuda, melainkan memiliki konotasi khusus pada “yang muda-yang terpelajar-yang berilmu”. Jenis pemuda macam inilah yang kemudian melahirkan “Sumpah Pemuda” pada 28 Oktober 1928, sebagai tonggak penciptaan kebangsaan Indonesia. Peringatan Sumpah Pemuda menjadi momen pengingat bahwa pada awal pertumbuhan gagasan ke-Indonesia-an, kaum muda-lah yang menjadi inisiator, pemimpin, sekaligus pelaksana politik kebangsaan. Adapun politik dalam kesadaran pemuda terpelajar ini adalah politik akal-budi untuk mengupayakan resolusi atas problem-problem kolektif (kaum terjajah) melalui pengikatan solidaritas kekitaan dan pemenuhan kebajikan publik. Peluang dan Ancaman Dengan cetakan dasar ke-Indonesia-an seperti itu, usaha apa pun untuk memancangkan kembali marwah bangsa ini harus mempertimbangkan fitrah perjuangan emansipasi berbasis daya muda dan daya pengetahuan. Kesadaran akan pentingnya usaha merevitalisasi daya muda dan daya pengetahuan itu menemukan kembali relevansinya dalam usaha Indonesia menghadapi tantangan masa kini. Berdiri awal dekade kedua abad ke-21, di tengah dunia yang baru beringsut dari cengkraman pandemi Covid-19, seperti deja vu yang menyerupai latar peristiwa Sumpah Pemuda. Berakhirnya Perang Dunia I, suasana kehidupan di Hindia Belanda memasuki masa krisis dan katastrofi yang akut. Hal itu ditandai oleh ambruknya kehidupan perekonomian, krisis industrial dan krisis pangan, akibat disrupsi perang, bersamaan dengan cengkraman pandemi influenza (1918-1920) yang memakan korban kematian sekitar 4,6 juta jiwa. Krisis perekonomian membuat pemerintahan kolonial mengetatkan ikat pinggang, dengan menguatkan tindakan represif. Suasana demikian justru membangkitkan semangat perlawanan dari minoritas kreatif kaum muda untuk menyatukan berbagai gugus perjuangan ethno-nationalism ke dalam suatu blok historis bersama, dengan menciptakan komunitas imajiner (civic-nationalism) baru bernama Indonesia. Sumpah Pemuda menjadi monumen kesadaran kebangsaan baru, yang telah membuka jalan bagi kemerdekaan Indonesia. Bila kaum muda terpelajar pada masa kolonial mampu merespon tantangan zamannya, sanggupkah kaum muda masa kini merespon tantangan zaman baru? Untuk itu, kita perlu memiliki bayangan ke mana pendulum sejarah kehidupan dunia bergerak pasca pandemi Covid-19. Salah satu skenario yang bisa kita rujuk adalah pandangan Peter Zeihan dalam buku, The End of the World is Just the Beginning (2022). Menurutnya, perkembangan globalisasi dalam beberapa dekade terakhir sebenarnya dipicu oleh kepentingan Amerika Serikat untuk melumpukan Uni Soviet selama perang dingin, melalui aliansi strategis dengan berbagai negara lintas-benua. Untuk itu, Amerika Serikat telah menawarkan bantuan keamanan, investasi, infrastruktur teknologi, finansial dan pasar global. Rantai pasokan berskala global dimungkinkan karena proteksi angkatan laut AS. Dolar AS menopang pasar finansial dan internasionalisasi energi. Komplek-komplek industri inovatif tumbuh untuk memuaskan konsumen AS. Kebijakan keamanan AS menekan negara-negara bersengketa untuk melucuti senjata. Miliaran orang memperoleh makanan dan pendidikan berkat sistem perdagangan global yang dipimpin AS. Berkat semua itu, globalisasi merebak dengan membuat segala hal jadi lebih cepat, lebih baik, lebih murah. Dengan berakhirnya perang dingin, AS kehilangan kepentingannya untuk mempertahankan itu. Kecuali bila AS terlibat perang langsung dengan negara-negara adidaya baru, pendulum sejarah akan berbalik arah menuju de-globalisasi. Tandanya mulai dicanangkan pada era pemeritahan Donald Trump: “America First”. Dan keterisolasian berbagai negara semasa pandemi covid-19 yang lalu mempercepat proses ke arah itu. Bila era deglobalisasi menjadi kenyataan, negara dan kawasan tak memiliki pilihan lain kecuali membuat barang sendiri, menanam makanan sendiri, memenuhi energi sendiri, bertempur dengan senjata sendiri, dan mengerjakan semua itu dengan penduduk dan sumberdayanya sendiri. Dalam menghadapi perkembagan tersebut, Indonesia memiliki peluang dan ancaman. Secara geografis, Indonesia berada di kawasan strategis sebagai gerbang menuju pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di Asia Timur dan India, sekaligus batu loncatan menuju pusat ketegagan geopolitik global di masa depan. Secara demografis, Indonesia beruntung memiliki struktur penduduk bercorak muda; bisa terhindar dari problem negara-negara Eropa dan Asia Timur yang mengalami proses penuaan (aging). Kita juga memiliki keanekaragaman sumberdaya sebagai sumber rantai pasok bagi industri sendiri. Tantangan terbesar yang kita hadapi adalah rendahnya modal manusia (human capital). Padahal, berdasarkan pengalaman gerak maju lintas-negara, kendati faktor terwariskan (geografi, demografi, geologi, sumberdaya alam) bisa berkontribusi terhadap kemajuan, faktor yang paling menentukan adalah modal manusia. Alhasil, bila Indonesia gagal membangun kualitas hidup dan kapabilitas manusia, maka di negeri yang begitu strategis dan kaya potensi sumberdaya ini, kelimpahan penduduk muda tak akan menjadi bonus demografi lagi, melainkan bencana demografi. Apa yang Harus Dilakukan? Untuk bisa merespon tantangan tersebut, kita perlu melakukan perubahan konsepsi pembangunan dengan menyadari kembali khitah ke-Indonesia-an. Seperti kebangkitan nasional di masa lalu yang dikobarkan kaum terpelajar sebagai produk pembangunan kualitas manusia, begitu pun peta jalan kemajuan Indonesia masa kini. Pembangunan tak boleh hanya dipahami sebatas pembangunan infrastruktur fisik dan indikator perekonomian kuantitatif (PDB, pendapatan per kapita, dan sejenisnya). Pembangunan itu pada hakekatnya harus dipahami sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas hidup. Kalau kita bicara kualitas hidup, kata kuncinya adalah kapabilitas dan keberfungsiannya dalam memecahkan problem riil masyarakat. Dan kalau kita bicara kapabilitas dan keberfungsian, tumpuan utamanya adalah pendidikan dengan dukungan sistem politik dan sistem perekonomian yang kondusif. Pendidikan baik dapat meningkatkan kapabilitas manusia dengan keunggulan dalam pengetahuan, keterampilan-tata kelola, dan karakter, yang dapat menumbuhkan pribadi baik sekaligus warga negara dan warga dunia yang baik. Dalam kaitan itu, Ray Dalio (2021) mengingatkan bahwa sepanjang sejarah peradaban, kemakmuran suatu bangsa ditentukan oleh kemampuannya menghadirkan suatu sistem yang di dalamnya orang-orang berpendidikan baik bisa bekerja sama secara damai, dengan penghormatan terhadap hukum, peraturan dan ketertiban masyarakat, hingga dapat melahirkan berbagai inovasi dan produktivitas yang melambungkan kesejahteraan. Sistem demikian bisa terlahir dalam kehadiran negara yang sehat. Negara yang memiliki kepemimpinan kuat dan kapabel dengan tata kelola pemerintahan yang baik dan kehadiran warga sipil yang bisa dikelola akan lebih memiliki daya resiliensi dan responsi daripada negara yang tak memiliki kualitas tersebut. Negara yang lebih inventif akan lebih makmur dan lebih mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan dan tantangan ketimbang negara yang kurang inventif. Politik Kebudayaan Gerak maju pembangunan berbasis kapabilitas manusia memerlukan transformasi paradigmatik dari pendekatan politik dan ekonomi sebagai panglima menuju budaya sebagai panglima. Kebudayaan harus menjadi dasar dan haluan pembangunan yang dibudayakan di jantung pendidikan. Seperti diingatkan Bung Hatta, apa yang diajarkan dalam pendidikan adalah kebudayaan, sedang pendidikan sendiri adalah proses pembudayaan – melalui olah pikir, olah rasa, olah karsa dan olah raga, yang dapat berfungsi optimal dalam kehadiran lingkungan tata nilai, tata kelola, dan tata sejahtera yang baik. Dalam usaha itu, strategi kebudayaan dituntut melakukan reorientasi pada dimensi mitos (keyakinan), logos (pengetahuan) dan etos (karakter kejiwaan). Pada dimensi mitos, kita harus menyangkal mitos yang memandang status quo senioritas, kekayaan dan keturunan sebagai ukuran kehormatan dan tumpuan kemajuan. Mitos baru harus dimunculkan dengan mempercayai kualitas manusia dan kapasitas kaum muda sebagai ukuran kehormatan dan agen perubahan. Seiring dengan itu, kaum muda sendiri diharapkan dapat menyelamatkan kepercayaan rakyat kepada Republik, dengan mengembalikan politik pada khitahnya sebagai seni untuk mewujudkan kemaslahatan bersama (common good). Seiring dengan itu, mitos lama yang mempercayai bahwa kemenangan suatu golongan harus dibayar oleh kekalahan golongan lain mesti diganti dengan mitos baru yang mempercayai keutamaan berbagi kebahagiaan dengan merayakan kemenangan secara bersama. Potensi kekayaan dan keragaman Indonesia tak boleh dibiarkan terus dikuasai secara eksklusif dan berjalan dalam situasi “plural-monokulturalisme”, tanpa kesediaan saling berbagi dan berinteraksi. Harus diciptakan wahana yang dapat menguatkan semangat persatuan dalam perbedaan (bhinneka tunggal ika), lewat perluasan jaring-jaring konektivitas (perjumpaan) dan inklusivitas (kesetaraan dan keadilan), yang dapat mengatasi prasangka dan kecembuan sosial dan memperkuat rasa saling percaya, serta menghasilkan persenyawaan yang unggul dan produktif . Pada dimensi logos, pengukuhan kembali kekuatan ilmu sebagai ukuran kehormatan terasa penting ketika daya pikir (bangsawan pikiran) mulai direndahkan kembali oleh “kebangsawanan usul” baru, dalam bentuk oligarki-plutokrasi, politik dinasti, dan popularitas “tong kosong”, yang membawa mediokritas dalam berbagai bidang kehidupan. Dengan merajalelanya mediokritas, etos kreatif dan ekonomi inovatif sebagai basis kemakmuran dan daya saing bangsa tak memiliki topangan yang kuat. Jika bangsa ini hendak merestorasi elan vitalnya, seperti yang pernah dihidupkan oleh pemuda pelopor di masa lalu, tak ada jalan lain bahwa modal pengetahuan dan pemahaman (logos) perlu ditingkatkan dengan memperbaiki sistem pembelajaran sosial secara kolektif (collective social learning). Bahwa kemajuan dan kesejahteraan rakyat harus dipandang sebagai hasil dari proses belajar sosial, melalui kesetaraan kesempatan (opportunities) dan kebebasan (freedom) bagi siapa pun untuk belajar mengembangkan diri dan meraih apa yang dilihat seseorang secara reflektif sebagai sesuatu yang bernilai. Untuk memberi lingkungan yang kondusif bagi penguatan modal pengetahuan, praksis demokrasi harus kembali dipimpin oleh orientasi etis ‘hikmat/kebijaksanaan yang memuliakan nalar-pengetahuan dan kearifan. Seturut degan itu, selain perlu penguatan sistem pendidikan inklusif, dunia pendidikan juga diharapkan menjadi wahana penumbuhan budaya demokrasi dan kompetensi kewargaan (civic competence). Harus dicegah proses pendidikan yang mengarah pada eksklusivisme dan segregasi sosial. Kapitalisasi dunia pendidikan harus dibatasi dengan meneguhkan kembali standar meritokrasi di atas daya beli. Pada dimensi etos, perlu ada transformasi karakter untuk membebaskan bangsa dari perbudakan mental dan mentalitas budak yang kurang memiliki daya kemandirian, suka eker-ekeran mempertentangkan hal remen-temeh dengan mudah terpukau pada gebyar lahir ketimbang isi batin. Terkait hal ini, energi kaum muda harus diarahkan untuk memperkuat etos kejuangan. Meski minoritas kreatif masih tumbuh, energi etos kaum muda hari ini banyak terkuras oleh kecenderungan mental menerabas, keguyuban kekerasan dan permusuhan, serta kecenderungan menutupi kemalasan dan melempar tanggung jawab dengan menyalahkan pihak lain. Demi kebahagiaan dan kemajuan bersama, etos negatif tersebut harus diganti dengan etos solidaritas, etos mandiri, etos kerja dan etos kreatif sesuai dengan bakat dan karakter masing-masing. Dengan menggali modal sejarah, kita bisa bercemin bahwa peristiwa Sumpah Pemuda bisa dilukiskan sebagai ekspresi pembongkaran kreatif (creative destruction). Menerobos kecenderungan kejumudan, serba ragu, konformis, status kita tangkap api Sumpah Pemuda sebagai ekspresi pembongkaran kreatif (creative destruction). Menerobos kecenderungan kejumudan, serba ragu, konformis, status quois dan parokialis dari kaum tua, para pemuda-pelajar, umumnya berusia di bawah 30 tahun, datang dengan ilmu dan etos kreatif. Etos kreatif ini, seperti dilukiskan Margaret Boden dalam The Creative Mind (1968), bersendikan kepercayaan diri dan kesanggupan menanggung risiko, sehingga memiliki keberanian untuk mendekonstruksi bangunan lama demi konstruksi baru yang lebih baik. Itulah trayek kebangkitan bangsa di masa lalu, itu pula trayek kebangkitan bangsa menuju masa depan. (*)
IKN: Presiden Sudah Berada di Jalan Buntu
Akan dikaji dengan cara apapun IKN akan mengalami kegagalan. Kegagalan dari caranya sendiri yang terlalu berambisi, spekulasi dengan rancang bangun asal-asalan. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih GAMBARAN: “Belati bentuknya panjang dan runcing. Tidak pernah diasah. Dalam bentuknya itulah terletak kesempurnaannya sebagai alat untuk menembus secara bersih dan dalam. Entah ditusukkan ke bagian samping, belakang atau menembus jantung, efeknya tetap fatal”. Presiden Joko Widodo seperti sales yang terus menawarkan investasi di Ibu Kota Negara (IKN), namun sepertinya banyak kendala mengarah ke situasi buntu. Pemerintah melakukan “Obral” IKN berupa fasilitas dapat HGB 160 tahun, tax holiday 30 tahun, tax reduction sampai 350 persn. Luar biasa promosinya. Ini seolah tanah Kalimantan itu sudah menjadi milik “pribadi” saja. Cara yang paling dangkal untuk berusaha menarik investasi adalah melalui omongan tanpa apapun yang nyata di belakangnya. Pengaruh yang dihasilkan oleh sekadar goyang lidah sepertinya tidak akan terlalu berarti. Hanya ingin memukul emosi, menyilaukan, dengan gambaran, harapan, dan stimulus dengan janji-janji peluang emas yang mereka mengira akan menarik dan menyentuh para investor. Selama ini merasa sebagai penguasa yang paling berkuasa seringkali enggan menerima masukan, saran, dan nasihat dari para punggawa pemilik ilmu sesuai ahlinya. Didorong emosi ambisi dan mungkin karena proyek titipan, di luar kemampuan untuk menolaknya. Intinya, terlalu banyak membanjiri perkataan yang merasa paling tahu dan benar justru selama ini kosong dari kecocokan antara kata dengan realitanya, akan berdampak pantulan balik yang negatif atau pasti mental. Ketika Presiden Jokowi hanya bicara secara umum tentang kebaikan IKN tanpa mampu menjelaskan apa persisnya tentang kebaikan tersebut. Dia sedang menyembunyikan sesuatu di balik yang ia maksud. Ketika menghadapi kondisi seperti inilah kita harus curiga. Ini bukan akan membangun Ibu Kota Negara tetapi justru akan menjual Ibu Kota Negara. Dia selalu menggunakan kata-kata manis silakan investasi apa saja – obral IKN berupa fasilitas dapat HGB 160 tahun, tax holiday 30 tahun, tax reduction sampai 350 persen. Itu adalah bahasa samar, berbunga-bunga penuh dengan metafora yang cerdik. Siapapun yang terperangkap ke dalamnya bisa dipastikan akan terjebak pada kekonyolan tersebut. Dugaan kuat Presiden Jokowi sendiri sesungguhnya tidak meyakini apa yang dikatakannya itu tetapi ia katakan sebagai benar. Selalu menyembunyikannya dengan kebohongan sehingga dampaknya akan selalu mendapatkan kesulitan. Karena sekuat apapun menyembunyikan kebohongan pasti akhirnya jebol. Akan dikaji dengan cara apapun IKN akan mengalami kegagalan. Kegagalan dari caranya sendiri yang terlalu berambisi, spekulasi dengan rancang bangun asal-asalan. Presiden sudah berada di jalan buntu. Tak ada saran terbaik selain, sebaiknya dihentikan sebelum berakibat lebih fatal. (*)
Siti Fadilah Supari: Penyebab Kematian Gagal Ginjal Akut Ada Empat, bukan Hanya EG dan DEG
Jakarta, FNN - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menyatakan keprihatinannya terhadap cara negara dalam merespon kematian atau musibah yang terjadi sebagai sesuatu yang biasa saja. Seperti kematian pada kasus gangguan gagal ginjal akut misterius yang telah merenggut ratusan nyawa anak-anak di berbagai daerah Indonesia. Hingga kini kasus tersebut, telah mencapai 255 kasus yang terjadi di 26 Provinsi, dan tercatat sebanyak 143 anak meninggal dunia. Padahal negara memiliki kewajiban untuk melindungi nyawa atau jiwa sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, dimana salah satu tujuan bernegara itu adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. \"Harusya ada konsen yang besar dari negara terhadap nyawa anak-anak, nyawa harapan, nyawa masa depan. Ini menjadi keprihatinan kita bersama seperti mempersoalkan nyawa hampir 1.000 petugas pemilu di masa lalu. Kemudian nyawa korban tragedi Kanjuruhan yang membuat kita pilu, dianggap berlalu begitu saja, tanpa ada satu keseriusan untuk melihat ini, ada problem yang sangat fatal. Menurut saya, agak aneh kalau kita lihat responnya, itu bukan cara kerja negara yang benar, korbannya anak-anak akibat sirup yang sudah dikonsumsi lama,\" kata Fahri Hamzah saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talk bertajuk \'Gagal Ginjal Akut Mengkhawatirkan Negeri, Bisakah Dihentikan?\', Rabu (26/10/2022) sore. Menurut Fahri, langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan memanggil para pelaku, pengawas, polisi dan jaksanya beberapa waktu lalu ke Istana Negara, setelah itu keluar perintah, pemain obat-obatan akan dikenai delik pidana, tidak menyelesaikan masalah yang sedang terjadi. \"Bukan begitu cara bekerja negara, negara harus menghargai _separation of job_ , pembagian tugas. BPOM itu tidak boleh dilepaskan dari tanggungjawab, karena negara sudah mengimplan sistem pengawasan obat dan makanan,\" tegasnya. Sehingga ketika dikemudian hari ada yang salah seperti ada yang keracunan dan ada yang meninggal, maka kata Wakil Ketua DPR Periode 2004-2009 ini, negara harus menyalahkan dirinya dulu, dan tidak boleh menyalahkan orang lain. \"Itulah cara bekerjanya sistem, tapi yang terjadi negara selalu menyalahkan rakyat, menyalahkan pengusaha, pemain. Harusnya negara menyalahkan diri dulu, dan memeriksa apakah ada kebobolan sistem dalam dirinya terhadap konsumsi obat terlarang atau beracun yang menyebabkan kematian pada anak-anak saat ini,\" ujarnya. Fahri menegaskan, upaya Partai Gelora dalam menyikapi kasus gangguan gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) pada anak ini adalah dalam sistem pada sektor kesehatan Indonesia agar pemerintah selalu siap dalam menghadapi krisis kesehatan yang terjadi. \"Nah, saya kira, Partai Gelora Indonesia akan selalu concern dengan perbaikan sistem untuk penataan sistem kesehatan kita. Negara harus punya kesiapan apa pun yang masuk ke dalam negeri kita,\" pungkasnya. Pemerintah Dinilai Abai Namun, Ketua Bidang Kesehatan DPN Partai Gelora Rina Adeline menilai pemerintah abai terhadap upaya pencegahan dalam mengantisipasi meningkatnya kasus gangguan gagal ginjal akut pada anak, padahal kasus tersebut sudah terjadi terlebih dahulu di India dan Gambia, Afrika Barat. \"Jadi yang perlu saya garis bawahi di sini adalah tentang pengawasan kita yang seperti ketinggalan alarm, sehingga kemudian muncul kondisi-kondisi seperti di India dan Gambia. Ini sangat mengejutkan, memakan korban jiwa anak-anak generasi mudah kita di bawah 5 tahun, cukup tinggi,\" kata Rina. Seharusnya pemerintah, terutama BPOM dapat mengantisipasi dengan melakukan pengawasan terhadap obat Sirop yang mengandung zat etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang menjadi penyebab kematian pada anak-anak yang terjadi di Gambia pada Juni 2022 lalu, agar tidak terjadi di Indonesia. \"Harusnya pada bulan Agustus atau September sudah ada alarm terhadap pengawasan obat-obatan yang dijual bebas, ingredients atau kandungan aditif yang diperbolehkan, tapi semua sepertinya lewat dan lolos dari pengawasan. Jangan baru jatuh korban jiwa anak-anak yang tinggi, baru melakukan pengawasan,\" katanya. Rina berharap masyarakat terus diberikan edukasi secara terus menerus mengenai pentingnya kesadaran pada sektor kesehatan agar ketika terjadi krisis kesehatan di Indonesia bisa melakukan pencegahan diri sendiri. \"Terakhir yang perlu ditingkatkan lagi, adalah penelitian kedepan perlu cakupan yang lebih luas lagi agar kita tidak tertinggal. Karena Femopizole, obat gagal ginjal yang didatangkan dari Singapura itu hanya sekedar antidot atau penawar zat racun etilen glikol, tidak menyembuhkan gagal ginjal akut itu sendiri,\" katanya. Penyebab Gagal Ginjak Akut Sementara itu, Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) dr. Siti Fadilah Supari mengatakan, penyebab gangguan ginjal akut pada anak sebetulnya bukan hanya, karena zat kimia etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Adapun, EG dan DEG merupakan zat kimia pelarut tambahan dalam sirop obat. Menurut Siti Fadilah, jika diduga penyebabnya tercemar EG dan DEG biasanya bayi terkena karena minum obat sirop. Sebab, yang terjadi di Gambia, Afrika Barat, bayi meninggal setelah tiga hari minum obat sirop tersebut. \"Yang saya tahu, pemerintah mengumumkan sejak ada pasien di RSCM. Kemudian kematiannya meningkat sampai 5-6 kali menunjukkan satu KLB. Tetapi tidak diumumkan berapa banyak korban yang benar-benar dari sirop yang diminum,\" kata Siti Fadilah. Siti Fadilah menyebutkan, munculnya gangguan ginjal akut awalnya dari Gambia, Afrika Barat. Diketahui, ada 66 bayi meninggal terkena gangguan ginjal akut karena tercemar zat kimia EG dan DEG. Hal tersebut disampaikan oleh WHO. Kemudian di Indonesia, juga mengalami hal serupa, terjadi peningkatan gangguan ginjal akut pada anak sejak Oktober 2022. Siti Fadilah menuturkan, pemerintah yang menginformasikan jika penyebab karena tercemar EG dan DEG merupakan hal yang kurang tepat. Seharusnya pemerintah mengumpulkan para ahli untuk mencari penyebab tersebut. \"Jadi belum tentu karena itu (EG dan DEG) saja dan tidak diumumkan berapa persen pasien yang minum obat sirop dan beberapa persen karena yang lain,\" paparnya. Dikatakan Siti Fadilah, ada empat hal menyebabkan seseorang bisa terkena gagal ginjal akut di antaranya; Pertama, tercemar EG dan DEG. Kedua, umumnya karena infeksi biasa atau infeksi luar biasa, misalnya bakteri virus dan lainnya. Penyebab infeksi ini juga ada angka kematian. Sementara kematian gangguan ginjal saat ini meningkat 5 kali lipat. \"Ini jangan dilupakan begitu saja,\" ujarnya. Ketiga, Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C). MIS-C berkepanjangan akibat long Covid-19. Keempat, ada hubungannya dengan vaksin Covid-19 atau booster yang diberikan. Dikatakan Siti Fadilah, secara tidak langsung ibu dari balita yang sudah mendapat booster Covid-19 bisa menjadi perantara untuk menularkan gangguan ginjal akut pada bayinya. Menurut Siti Fadilah, ada beberapa kejanggalan terkait gangguan ginjal akut ini. Dalam hal ini, ia menyoroti keputusan pemerintah langsung menyebutkan penyebabnya adalah tercemar EG dan DEG, tanpa melakukan penelitian terlebih dahulu. Menurutnya, seharusnya pemerintah mengumumkan jumlah orang yang terkena gangguan ginjal akibat minum obat sirop. Selain mengumumkan jumlah, lanjut Siti Fadilah, pemerintah juga harus menyampaikan secara rinci jenis sirop apa saja yang diminum pasien tersebut. Selanjutnya, Siti Fadilah juga menyoroti pernyataan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang menyampaikan tidak pernah memeriksa kadar EG dan DEG. Padahal, sirop disebut tercemar jika kadar EG maupun DEG lebih dari 0,1%. Hal tersebut tertuang dalam kompendium informasi obat (farmakope) Amerika Serikat maupun Indonesia. \"Kalau satu kemasan obat, kemudian kita tidak tahu EG dan DEG berapa, kita tidak bisa menyalahkan dia dong. Kemudian semua obat sirop distop. Padahal yang tidak boleh yang ada kandungannya EG dan DEG melebihi 0,1%,\" ucapnya. Selanjutnya, Siti Fadilah menyayangkan kelanjutan dari kasus gangguan ginjal diduga akibat kandungan EG dan DEG pada obat sirop sehingga ada menjadi tersangka. Menurutnya, seharusnya tidak seperti itu. Sebab, hal terjadi saat ini merupakan kelalaian karena tata kelola. Pada kesempatan ini, ia membandingkan ketika eranya menjadi Menkes. \"Zaman saya dulu masih andai, masih nurut dengan UU 1945 yang asli, belum kapitalistis, belum liberalistis, belum banget walaupun sudah mulai,\" ucapnya. Dikatakan Siti Fadilah, ketika ia menjadi Menkes ada perubahan yang sangat luar biasa pada BPOM, bahwa dengan liberalisasi, dengan masuknya kesehatan ke pasar bebas, maka peran BPOM hanya untuk registrasi. \"BPOM harus nurut saja pada yang tertera dari pabrik-pabrik obat yang meregister, baru kalau ada masalah baru diteliti,\" ucapnya. \"Ini kan masuknya kebobolan, kebobolan bukan salahnya BPOM, bukan salahnya Menkes, tetapi kesalahan sistem, barangkali itu,\" pungkasnya. Pemerintah Bergerak Cepat Menanggapi hal ini, Kepala Biro Komunikasi Publik Kemenerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, Kemenkes sejak mengetahui terjadi peningkatan kasus gangguan ginjal akut pada anak pada bulan Agustus 2022 telah bergerak cepat untuk mencegah peningkatan kasus tersebut. Nadia menuturkan, Kemenkes mendeteksi gangguan ginjal akut dengan cepat mulai bulan Agustus 2022. Pasalnya, terjadi peningkatan kasus yang signifikan dari bulan sebelumnya. Tercatat, pada bulan Agustus ada 36 kasus, sedangkan sebelumnya peningkatan hanya satu atau dua kasus. Untuk memastikan peningkatan kasus tersebut, Nadia menuturkan, Kemenkes mengklarifikasi dan mencocokan informasi data tersebut dengan Ikatan Dokter anak Indonesia (IDAI). \"Dari pembahasan-pembahasan ini disampaikan dan IDAI setuju ini adalah gagal ginjal berbeda,\" kata Nadia. Nadia menuturkan, kondisi klinis gangguan ginjal akut yang dihadapi pasien saat ini tentu berbeda dengan gejala klinis sebelumnya, yakni tidak bisa buang air kecil secara tiba-tiba. Namun, situasi gangguan ginjal tersebut cepat terjadi perburukan pada pasien. Kemenkes, kata Nadia, melakukan pemeriksaan virus/bakteri dan jamur dari spesimen darah dan urine. Namun, tidak ditemukan penyebab konsisten. Apalagi, gagal ginjal yang biasa memiliki kesempatan sembuh 90% saat cuci darah, namun khusus untuk penyakit gagal ginjal sejak Agustus hingga Oktober 2022, proses cuci darah tidak tidak memberikan hasilnya yang signifikan. \"Hanya 30% dari awal-awal bulan Agustus-September itu yang bisa sembuh dengan sempurna,\" ucap Nadia. Menurut Nadia, Kemenkes mendapat titik cerah penyebab gangguan ginjal tersebut, karena WHO mengeluarkan surat edaran pada 5 Oktober 2022 tentang kasus gangguan ginjal pada anak di Gambia, Afrika Barat. Adapun penyebabnya adalah pelarut obat-obatan yang mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). EG dan DEG merupakan zat kimia pelarut tambahan dalam sirop obat. Namun sebelumnya, Kemenkes, kata Nadia, telah melakukan berbagai langkah pencegahan kenaikan kasus seperti mengimbau melalui surat edaran terkait menghentikan sementara penggunaan dari pada sirup obat pada fasilitas pelayanan kesehatan, dan tenaga kesehatan. \"Ini tentunya untuk melindungi masyarakat kita. Padahal waktu itu, sebenarnya terus mencari penyebabnya tetapi secara cepat kita putuskan dulu untuk menghentikan obat dalam bentuk cairan maupun sirop,\" paparnya. Nadia menuturkan, belajar dari Gambia, Kemenkes juga melakukan intervensi lanjutan karena ada dugaan kemungkinan gangguan ginjal akibat dampak obat-obatan. Adapun intervensinya seperti meningkatkan kewaspadaan kepada tenaga kesehatan mengenai gejala-gejala gangguan ginjal pada anak, hingga mengeluarkan surat edaran terkait standarisasi tata laksana termasuk pemeriksaan laboratoriumnya untuk mencari penyebabnya menghentikan penggunaan virus. Sebab, kasus gangguan gagal ginjal di Indonesia ada indikasi mengarah ke intoksikasi akibat adanya zat toksik cemaran dari pelarut yang selama ini digunakan untuk melarutkan atau menstabilkan cairan obat dalam bentuk sirop. Lantas, pemerintah memberikan obat antidotum Femopizole injeksi untuk pengobatan pasien gangguan gagal ginjal akut yang didatangkan dari Singapura, diberikan gratis kepada seluruh pasien. Obat tersebut, kemudian diuji coba kepada 11 pasien gangguan gagal ginjal di RSCM. Hasil uji coba itu memperlihatkan kondisisiu pasien yang membaik dan stabil. (*)
Radikalisme Negara
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan MEMBERI warning atas kemungkinan terjadi sesuatu itu bagus dalam rangka membangun kesadaran atau meningkatkan kewaspadaan. Akan tetapi warning berlebihan yang berbau ancaman justru dapat menjadi teror. Baik teror fisik maupun psikologis. Teror tersebut dapat dilakukan oleh anggota atau elemen masyarakat dan dapat pula oleh negara. Moeldoko yang membuat sinyalemen terjadinya peningkatan radikalisme pada tahun politik 2023 dan 2024 adalah berlebihan, tidak mendidik dan membuat resah masyarakat. Moeldoko menakut-nakuti dan menciptakan teror. Moeldoko itu teroristeroris atau radikalis. BNPT langsung merespon dengan siap melakukan mitigasi. Radikalisme dan politik identitas menjadi hantu politik yang dikembangkan oleh negara. Menjadi pertanyaan besar adakah peristiwa aneh perempuan nyasar ke Istana Negara menodongkan pistol FN ke arah Paspampres menjadi paket hemat dari pernyataan Moeldoko soal radikalisme? Paket hemat karena modalnya cuma pakaian muslimah dan cadar. Soal senjata FN kan bisa diambil kembali, entah siapa yang meminjamkan. Ketakutan rakyat yang diciptakan oleh negara namanya teror negara. DR Steve Hewitt Senior Lecturer in American and Canadian Studies menyatakan bahwa terorisme negara adalah agen negara yang melaksanakan kekerasan. \"What is state terrorism? It is similar to non state terrorism in that it involves palitically or ideologically or religiously inspired act of violence against individuals or groups outside of armed conflict. The key difference is that agents of the state are carrying out the violence\". Sangat besar kemungkinan bahwa pembunuhan aktivis Munir, 6 laskar FPI, dr Sunardi, serta tragedi Kanjuruhan yang melibatkan state actor termasuk dalam state terrorism. Sedangkan pembubaran HTI dan FPI serta kriminalisasi ulama dan tokoh serta aktivis kebangsaan dan keagamaan itu adalah state radicalism. Demikian juga dengan pernyataan Moeldoko yang menakut-nakuti masyarakat dengan isu peningkatan radikalisme jika bukan terorisme negara, sekurang-kurangnya adalah radikalisme negara. Sayangnya BNPT sering menempatkan diri sebagai agen negara untuk membuat marak atau menciptakan rdikalisme itu sendiri. Nah peristiwa perempuan FN di depan Istana Negara jangan-jangan menjadi upaya pembenaran dari radikalisme yang tak lain diduga menjadi salah satu bentuk radikalisme negara. Umat Islam yang dijadikan fitnah dari gerakan radikalisme tersebut. Terorisme, radikalisme, intoleransi, bahkan moderasi menjadikan target dan sasaran pelumpuhannya adalah umat Islam. Non State Radicalism dan State Radicalism sama-sama harus diwaspadai. Berlakulah adil dan jujur demi bangsa dan negara Republik Indonesia. Bandung, 27 Oktober 2022.
Teroris Absurd di Depan Istana, Rocky Gerung: Indonesia Memang Rapuh, Siapapun Bisa Masuk ke Wilayah Strategis
SEORANG wanita berhijab dan bercadar berinisial SE tiba-tiba melintas di depan Istana Negara, Selasa (25/10/2022). Ia kemudian “menodongkan” senjata pistol jenis FN ke arah Paspampres yang tengah berjaga. Dengan sigapnya, salah seorang anggota Paspampres langsung membekuknya. Kemudian, seorang Paspampres lainnya tampak memanggil anggota Polantas yang sedang bertugas di depan Istana. Tampaknya video singkat ini diambil dari CCTV Istana. Rekaman video singkat tersebut seolah menjawab rekaman video yang viral di media sosial yang menggambarkan SE ditangkap oleh beberapa Polantas yang sedang bertugas di depan Istana. Video itu pun direkam melalui handphone. Direktur Pencegahan BNPT A. Nurwakhid dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (25/10/2022), langsung menyimpulkan wanita yang berusaha masuk istana dengan senjata pistol itu diklaim memiliki pemahaman radikal serta diketahui sebagai pendukung ormas radikal, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang telah dibubarkan pemerintah pada 19 Juli 2017 lalu. Aneh! Meski belum ada hasil pemeriksaan polisi, BNPT sudah mengedarkan spekulasi bahkan fitnah keji terhadap HTI. Padahal, belum ada hasil BAP dari si wanita yang diklaim radikal tersebut, oleh pihak kepolisian. Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran malah meminta semua pihak untuk bersabar dan tidak menimbulkan spekulasi terkait peristiwa penodongan pistol yang dilakukan oleh seorang perempuan di depan Istana Negara itu. Irjen Fadil mengatakan bahwa kasus tersebut belum tentu ada kaitannya dengan terorisme yang biasanya terjadi. ”Masih banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Belum tentu teror,” katanya, Selasa (25/10/2022). Peristiwa ini sulit dilepaskan dari pernyataan KSP Moeldoko perihal radikal. Sebelumnya, sekitar sepekan lalu, Moeldoko menyebut radikalisme akan meningkat menjelang penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024. Ia mengutip data dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai dasar pernyataannya. “Survei BNPT pada tahun 2020 potensi radikalisme 14 persen. Itu data dalam kondisi anomali saat pandemi. Tahun politik 2023-2024 ada kecenderungan meningkat,” kata Moeldoko di Istana Jakarta, Kamis (20/10/2022). Bagaimana pengamat politik Rocky Gerung melihat peristiwa tersebut? Ikuti dialog wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung di Kanal Rocky Gerung Official, Rabu (26/10/2022). Halo halo, apa kabar Anda semua. Semoga selalu dalam keadaan sehat walafiat. Tetap semangat, seperti kami berdua dengan Bung Rocky Gerung selalu semangat. Setiap kali mau mengupdate informasi dan bertemu dengan Anda semua ya Bung Rocky. Ya, kita semangat untuk analisis hal-hal yang absurd sebetulnya. Soal 0%, soal macam-macam tuh. Orang Jawa harus jadi Presiden kemarin. Dan juga Erick Thohir pastikan itu. Ya macam-macamlah. Yang lebih absurd penangkapan seorang perempuan yang kita nggak tahu itu apa sebetulnya dia di depan Istana itu, mau ngapain. Nunggu ojek atau apa. Nah, kita fokus itu saja ya. Nanti soal orang Jawa dan sebagainya itu kita bahas di konten berikutnya ya. Ini menarik saya kira, bukan menarik karena peristiwanya, tetapi mengapa ada kejadian absurd semacam itu. Jujur ini membingungkan. Kalau mau diframing bahwa ini teroris, masa ada teroris yang datang sendirian ke depan Istana dan sebagainya gitu. Dan senjatanya pun enggak jelas. Apalagi penjelasan Pak Moeldoko itu enggak ada peluru tajamnya itu di dalam pistolnya. Jadi, ya ini apakah kemudian mengacungkan pistol, menodong atau menunjukkan pistol itu kan dua hal yang berbeda itu. Kalau Pak Moedoko yang bereaksi pertama, saya ingat juga Pak Moeldoko seminggu lalu mengatakan akan ada kekerasan, akan ada teror, akan ada ancaman ini, bersamaan dengan politik identitas waktu itu. Kalau kita mau lihat ilmu framing ya musti dibuktikan bahwa ada potensi itu maka datanglah seorang perempuan ke Istana sendirian lenggang kangkung. Jadi, kita melihat ini adalah wacana istana untuk menutupi hal yang sudah dia ucapkan ternyata salah atau memang ada upaya baru untuk membuat berita yang sebetulnya juga sulit diverifikasi kan. Tapi dari segi absurd, karena orang perempuan datang di situ pas di depan pintu istana itu. Itu artinya CCTV mati dong semua dari awal. Logikanya begitu kan? Mungkin saja dia melintas di situ segala macam, tapi nggak mungkin ada seorang perempuan di wilayah bahkan ring setengah itu, tidak terpantau oleh CCTV. Intel di situ kan macam-macam. Tapi, ini sinyal bahwa siapa yang mau klaim itu. Tiba-tiba polisi bilang tangkap, itu agak aneh juga. Polisi lalu lintas menangkap itu. Itu artinya penjaga istana itu lalai sehingga polisi lalu lintas yang justru menemui. Kan logikanya begitu. Ya, kita percaya saja bahwa itu sudah diterangkan oleh Komandan Paspampres bahwa tidak ada upaya untuk menerobos istana. Itu lebih masuk akal sebetulnya. Jadi, kan itu juga kalau sampai lolos 20 meter dari istana, Paspampres mestinya dipecat dong, nggak bisa antisipasi. Tapi sekali lagi, kekacauan-kekacauan atau absurditas semacam ini akan jadi berita. Ya kalau netizen bilang ini pengalihan isu iya. Pengalihan isu untuk semua isu yang enggak bisa dialihkan lagi kan. Isu bersiliweran kok, apa yang mau dialihkan tuh. Saya membayangkan ada dua dilema setidaknya tuh. Kalau mau digunakan untuk menjastifikasi wacana yang disampaikan oleh pemerintah meningkatnya kekerasan karena politik identitas gitu, karena identitasnya jelas nih pakai jilbab dan pakai cadar, kan kita tahu itu identitas ke mana. Ini kan di satu sisi sudah kelihatan sudah mulai digoreng-goreng juga oleh-oleh buzer walaupun mereka agak ragu-ragu soal itu karena di luar itu kan harus diingat bahwa Indonesia ini mau jadi tuan rumah G20. Kalau ada teroris yang mau ngamprokin istana itu kan bisa batal pertemuan G20 itu. Ya, kalau dari segi itu, kita bisa bahkan buat imajinasi bahwa itu sangat mungkin juga agen asing yang diselundupkan untuk menguji Indonesia mampu nggak. Kan G20 tinggal 2 minggu. Itu artinya, KGB mungkin sudah tambah 3 kali lipat agen Putin di Indonesia. Mungkin juga agen CIA pasti juga sudah beroperasi di Indonesia. Karena nggak mungkin peristiwa sebesar G20 dalam keadaan dunia lagi tegang, dalam keadaan ekonomi lagi buruk, dalam keadaan Indonesia lagi berantakan, nggak ada operasi intelijen asing, itu pasti itu. Ini mungkin juga kita bisa bikin prokes di BIN bahwa ini semacam agen yang dibina oleh agen-agen luar, untuk menguji security alertness dari Indonesia. Dan kira-kira itu sebetulnya. Kan kita bisa membayangkan spay. Ini makin serem. Cuma kita tahu bahwa keadaan Indonesia memang rapuh dan siapapun bisa masuk ke wilayah-wilayah strategis. Dan itu bukan cuma istana. Kalau istana mungkin jauh sekali itu, jauh sekali dari kemungkinan diintervensi karena pasti ada detektor langkah di Merdeka Utara pasti dipasang sensor mobil, sensor langkah orang, metal detektor pasti, kira-kira 20 meter dari Monas sudah dipasang. Itu mudah sekali kan kita juga tahu soal-soal semacam itu. Tetapi, yang lebih berbahaya adalah daya tahan bangsa ini yang terpecah karena tadi sinyal politik identitas muncul lagi. Itu justru yang membahayakan. Jadi, hal-hal yang sifatnya primordial dieksploitasi terus. Pakai cadar, segala macam, jilbab, seorang perempuan lagi. Itu standar operasi intelijen sebetulnya. Seorang perempuan nanti dianggap ya itu suruhan atau sakit jiwa segala macam. Tapi, di atas keterangan-keterangan itu, kita harus pastikan faktanya kita dengan mudah tersulut oleh isu-isu politik identitas. Itu bahayanya. Dan ini ada kecenderungan karena sering sekali pemerintah memainkan isu itu. Jadi begitu ada isu semacam itu, publik terutama yang ini, langsung waspada juga, ada apa ini. Kan gitu. Langsung ya. Itu yang paling bagus, publik akhirnya belajar dari pass event, peristiwa-peristiwa sebelumnya yang menganggap apa sebetulnya. Orang mulai diingatkan lagi. Pak Wiranto dulu kasusnya apa yang ditusuk. Terus yang menyerbu kantor polisi itu perempuan atau apa. Jadi banyak black number yang kemudian disamarkan, lalu kita diingatkan lagi. Jadi ini semacam kalau dalam teori Nazi itu, propaganda yang disiapkan untuk menguji kesiapsiagaan. Dan, propaganda itu pasti didesain. Itu kan teknik-teknik begini kan kita ngerti. Itu yang jago adalah ketika Perang Dunia ke-2, semua intelijen bikin mockup untuk menghidupkan kecemasan publik. Itu intinya. Tetapi kan gini. Yang selalu kita bahas itu ya, seringkali kita ulang-ulang, bahkan mungkin orang sampai bosan, soal public disthrust yang meluas. Bahkan misalnya begini. Kan harusnya, ini idealnya, sekecil apapun ancaman terhadap istana, kalau dalam sebuah negara yang serius, tetap saja mesti dianggap sebagai sebuah alert. Tapi, yang di kita justru itu jusrtu jadi perdebatan gitu. Ada yang membesar-besarkan, tapi satu sisi ada yang malah menertawakan gitu. Yang menertawan lebih banyak, karena nggak ada satupun orang Indonesia yang berpikir membunuh Presiden Jokowi. Kan Presiden Jokowi wajahnya wajah nelangsa, wajah yang kadang kala wajah semacam itu menurut saya apa, itu nggak ada sikap otoriter dari Presiden Jokowi, tetapi sebaliknya orang anggap dalam wajah Pak Jokowi itu ada kepemimpinan otoriter. Karena mengendalikan partai politik, memaksakan kebijakan. Jadi semacam ada soft otoritersm di dalam istana. Tetapi, orang bikin kalkulasi apa gunanya itu misalnya ada seorang perempuan di situ. Terus ngapain? Kan dia mesti ada skenario besar. Kalau individu yang nggak. Itu masuk istana kan panjang sekali jalannya. Menteri-menteri saja mesti disuruh tes urine dulu, apakah si teroris ini mau dites urine dulu tuh supaya bisa masuk istana. Jadi, hal-hal yang absurd, buat sementara kita anggap saja karena menerangkan itu saja sudah banyak versi. Ini polisi nangkap, polisi mencurigai dari jauh, terus Paspampres rampas senjatanya atau petugas Polantas yang rampas. Dan, kalau di video kita lihat rampasnya itu ya biasa saja gitu. Kan bukan teroris yang dikepung segala macam. Jadi, mungkin saja itu juga senjata air. (ida/sws)
Taruma Nagara, di Manakah Paduka?
Oleh Ridwan Saidi Budayawan 1. Tak satu prasasti yang menyebut nama di atas. Baris 3 prasasti Ciaruteun medio XIII berbunyi: Srimatah Purnawarmanah TaruN-a-naga. Baginda Purnawarman (Raja Khmer) TaruNa naga. Sejarawan lokal koor ini Kerajaan Hindu TaruMa Nagara IV M. Time line dari mana, tak jelas. Bila itu dari kata Citarum, OK-kan dulu. Di Bekasi ada Citarum, di Banten ada Ciwahanten, artinya sama: sungai untuk larungkan kepala hewan korban. Sama dengan sungai Nil. Orang India waktu itu tinggal di Bekasi? Tidak. Periksa toponim di Bekasi kebanyakan bahasa native. Terkecuali: 1. Pondok Gede. Awal hunian Parsi. Mereka sebut diri orang Pasargede, ibukota kerajaan Parsi. 2. Jati Raden. Raden bahasa Armen: pemuka agama. 3. Jatiranggon. Ranggon kota di Burma. 4. Sri Amur. Amur bahasa Armen tangguh. 5. Tambelang. TambeRang bahasa native pemarah. Indianya mana? Kedatangan India muslim dari Malabar pada XI M. Mereka berdiam di zona ekonomi. Misal Fatimah binti Maimun XI M di Gresik, mereka disebut orang Koja. Tidak ada bukti dan jejak kedatangan orang Gujarat di sini pada XIII M untuk menyebarkan Islam. Islam sudah menyebar di sini sejak VII M. India non-muslim masuk Indonesia tahun 1873 via Medan. Sehingga tak ada jejak India di sini baik dalam toponim mau pun linguistik. Prasasti lain yang jadi tumpuan buat keberadaan so called kerajaan Taruma Nagara prasasti Batu Tumbuh, Priuk. Arkaeolog bilang prasasti Tugu. Prasasti ini diterjemahkan oleh Purbotjaroko yang oleh fans-nya disebut maha sejarahwan. Purbo menerjemahkan Purnawarman menggali parit dari sungai Chandrabagha ke sungei Gomati sepanjang 20 km lewat depan rumah mertua Purnawarman. Setelah itu pesta dengan menyembelih 1000 ekor lembu. Tak ada sungai bernama Chandrabagha atau Gomati di Bekasi. Chandr a Baghr artinya sinar bulan yang jatuh ke taman. Gomati bahasa Swahili untuk gadis jelita. Pada medio XIII M Khmer Kingdom yang dipimpin Raja Purnawarman diserang Siam. Purnawarman tewas. Orang-orang Khner migrasi a.l ke Indonesia. Lima prasasti beraksara Venggi dan berbahasa Khmer dengan resapan India tersebar 1 di Jakarta 1 di Banten dan 3 di Bogor dibuat migran Khmer untuk Purnawarman raja yang mereka cintai. (RSaidi).