ALL CATEGORY
Kepala BIN Budi Gunawan Serasi Menjadi Cawapres Anies Baswedan
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jendral Polisi (Purn.) Prof. Dr. Budi Gunawan sangat layak dan pantas untuk dijodohkan menjadi bakal calon Wakil Presiden dari Anies Baswedan. Kapasitas dan kapabiltas sangat baik sebagai tokoh bangsa. Budi Gunawan sukses menjadi negarawan yang teruji mengabdi kepada bangsa Indonesia. Oleh Kisman Latumakulita - Wartawan Senior FNN HAMPIR dipastikan tidak ada komponen bangsa ini yang meragukan komitmen dan kemampuan Budi Gunawan. Meskipun tidak banyak diketahui masyarakat menengah-bawah, namun kiprah Budi Gunawan untuk menyatukan seluruh komponen bangsa selalu dan selalu dilakukan. Tidak pernah berhenti berbuat yang terbaik demi bangsa Indonesia. Berbagai lapisan masyarakat digalang untuk memastikan bahwa Indonesia tetap bersatu, baik hari ini maupun nantinya. Ketokohan Budi Gunawan bisa dianggap mewakili kaum nasionalis abangan. Figur yang cocok dengan bakal calon Presiden Partai Nasdem Anies Baswedan yang dikesankan mewakili kelompok nasionalis kanan. Pasangan koalisi yang serasi untuk menjaga dan mempertahankan keutuhan bangsa Indonesia. Anies Baswedan-Budi Gunawan dapat mengakhiri keterbelahan sosial masyarakat yang masih terasa sampai hari ini. Selain itu, pasangan Anies Baswedan-Budi Gunawan juga bisa membawa Indonesia bersaing dengan bangsa-bangsa lain di panggung kelas dunia. Apalagi menghadapi resesi ekonomi yang melanda dunia hari ini, dan telah masuk di halaman tengah rumah besar bangsa Indonesia, sangat membutuhkan pasangan Capres-Cawapres yang punya kemampuan di atas rata-rata normal. Butuh Capres-Cawapres yang punya kemampuan komunikasi dan diplomasi kelas dunia dan terukur. Itu hanya ada pada pasangan Anies Baswedan-Budi Gunawan. Jika terwujud, maka pasangan Capres-Cawapres Anies Baswedan-Budi Gunawan mengingatkan kita dan publik dunia kepada pasangan Presiden-Wakil Presiden Amerika legendaris Ronald Reagen-Goerge Bush senior. Bush adalah mantan Kepala Central Intelligence Agency (CIA). Pasangan Reagen-Bush sangat sukses ketika memimpin Amerika selama dua priode. Setelah Reagen berakhir periode kedua, giliran Bush senior yang menggantikan Reagen sebagai Presiden Amerika dari Partai Republik. Dibandingkan kandidat cawapres Agus Harimurti Yudhoyono dari Partai Demokrat maupun mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Budi Gunawan masih lebih unggul. Bisa dibilang unggul dalam semua aspek. Apalagi Budi Gunawan juga memiliki kedekatan yang sangat mumpuni dengan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Begitu pula bila dibadingkan dengan Jenderal Polisi (Purn.) Prof. Dr. Muhammad Tito Karnavian PhD, yang sekarang menjabat Menteri Dalam Negeri, maka Budi Gunawan juga masih lebih unggul. Budi Gunawan itu matang dan mampu di semua lini. Baik itu lini depan, lini tengah dan lini belakarang. Sementara masyarakat menduga Tito Karnavian menjadi bagian penting yang ikut membuat institusi Kepolisin jatuh ke titik paling nadir hari ini. Dimulai ketika Tito Karnavian menjabat sebagai Kapolri. Tito membentuk Satgassus Nusantara dan Satgassus Merah Putih. Sekarang sudah dibubarkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit. Anggota Komisi III DPR Mulfachri Harahap mengatakan, Satgassus adalah organ khusus di dalam institusi Kepolisian yang punya kewenangan tanpa batas. Dapat berbuat apa saja. Menjangkau dan mengambil alih kapan saja perkara di semua Polda. Para anggotanya dikesankan memliiki darah biru, yang dapat dipromosikan pada semua jabatan penting dan strategis di Kepolisian. Diperkirakan anggota Satgasus sangat mudah untuk sekolah pada semua jenjang pendidikan di Kepolisian. Kebijakan Tito Karnavian ini diteruskan oleh Kapolri Idham Azis. Anggota Satgassus sangat mudah untuk sekolah di Sekolah Calon Perwira Pertama, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (SESPIMMEN) maupun Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi (SESPIMTI). Kasihan Kapolri Jendral Listyo Sigit, yang hari ini harus kerja keras dan pontang-panting mencuci piring kotor yang ditinggakan Tito Karnavian dan Idham Azis. Misalnya, Tito Karnavian menunjuk Ferdy Sambo sebagai Korspripim Kapolri. Jabatan yang setara dengan Ajudan Presiden dan Ajudan Wakil Presiden. Tiga jabatan dengan pangkat Komisaris Besar (Kombes) Polisi ini, kalau dimutasi, dipastikan naik menjadi jendral bintang satu. Tidak mungkin dimutasi ke jabatan dengan pangkat Kombes juga. Diduga Tito Karnavian kini sedang digadang-gadang oleh beberapa petinggi PKS yang dikoordinir Sekjen PKS Habib Aboebakar Alhabsyi untuk berpasangan dengan Anies Baswedan sebagai bakal Cawapres. Manuver politik Sekjen PKS ini dapat dipahama, karena selama menjadi anggota DPR lima belas tahun, Habib Aboebakar Alhabsyi hanya bertugas di Komisi III DPR. Komisi yang membidangi masalah-masalah hukum. Wajar kalau mempunyai kedakatan khuusus dengan Tito Karnavian. Dukungan politik untuk Budi Gunawan, pastinya bukan hanya dari PDI-P saja. Sebab sebagai orang menjabat Kepala BIN selama enam tahun lebih, Budi Gunawan tentu punya kaki dan tangan dimana-mana. Mungkin juga di kalangan partai politik selain PDI-P. Bahkan diperkirakan Budi Gunawan masih punya pengaruh yang sangat kuat di kalangan Kepolisian dan TNI. Budi Gunawan diperkirakan masih juga punya pengaruh kuat di kementerian dan lembaga-lembaga negara. Bahkan termasuk di kalangan pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), para Gubernur dan Bupati-Walikota. Semua ini tentu menjadi modal dan kekuatan Budi-Gunawan untuk berpasangan dengan Anies Baswedan sebagai Cawapres. Jika demikian, maka pasangan Anies Baswedan-Budi Gunawan hampir pasti bakal menang jika berhadap-hadapan dengan pasangan Capres-Cawapres manapun. Budi Gunawan menjadi bakal Cawapres untuk Anies Baswedan, sangat ditetantukan oleh pandapat dari Ketua Umum PDI-P Megawati Soerkarnoputri. Tidak mungkin Budi Gunawan membuat keputusan penting tanpa mendengar pendapat dan masukan dari Megawati Soekarnoputri. Apalagi Budi Gunawan pernah menjadi Ajudan Presiden ketika Megawati Soekarnoputri menggantikan Abdurahman Wahid atau Gus Dur. Jika pasangan Anies Baswedan-Budi Gunawan terwujud, dan terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden di Pilpres 2024, maka dipastikan Ketua Umum PDI-P setelah Megawati Seokarnoputri nanti tetap dipegang oleh trah Soekarno. Jika dari trah Soekarno, maka kemungkinan besar Puan Maharani yang bakal naik tahta menjadi Ketua Umum PDI. (*)
Rezim Akan Runtuh Akibat Kabut Teori “Guna Tolol”
“Sudahlah yang ingin hobi mengeluh dan dleming lanjutkan, yang ingin terus misuh dan marah marah silakan. Jangan sampai, stress, stroke atau bisa menjadi gila”. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih MOBOKRASI pemerintahan di Indonesia dipegang dan dipimpin oleh rakyat jelata yang tidak tahu seluk-beluk pemerintahan. Otomatis akan melahirkan pemimpin yang inkonstitusional and plain stupid (inkonstitusional dan bodoh). Indonesia sekarang ini seperti hidup tanpa aturan, pengendalian dan tanpa pemimpin, lahan Indonesia menjadi jarahan banyak pihak yang ingin terus menjarahnya. Persaingan kekuatan para penjarah, saat ini Indonesia telah menjadi milik kaum elit, para borjuis – kapitalis Oligarki Politik dan Ekonomi, yang bebas mengatur dan mengendalikan negara dengan suka cita menjadi ambtenaar. Yang ada di Istana hanya badut-badut: When a clown moves into a palace he Doest be come a king. The palace be come a circus (Ketika badut pindah ke Istana dia tidak menjadi raja. Istana menjadi sirkus). Yang berlaku adalah teori guna tolol. Menurut Markus Ghiroth (gembong komunis 1965), dalam strategi komunis, ada namanya istilah “teori guna tolol”. Yaitu: orang-orang tolol yang berguna. Menempatkan orang-orang “tolol” bodoh, manut, mata duitan, rakus jabatan, di posisi strategis agar kemudian bisa dan mudah di atur dan di kendalikan. Kritik dari Bung Ihsanudin Nursi ringan tapi tajam, bagi penggemar petahana bahwa rezim ini tidak ada cacat sedikitpun bagi mereka. Ketika ditunjukkan kebodohan, kebohongan dan kegagalan petahana mereka tetap tak bergeming. Saya beri istilah “pemuja”, karena mereka ini sudah menganggap petahana satu-satunya sosok yang akan menyelamatkan Indonesia, “Ratu Adil”-lah istilahnya, ujarnya. Gangguan kejiwaan ini bisa semakin parah, ketika kebohongannya mendapat pujian. Kebohongannya yang menjadi-jadi membuat semua omongannya pasti kebalikannya. Dampaknya kerusakan di mana-mana. Perubahan tidak akan terjadi jika kita menunggu orang lain atau waktu yang lain. Kitalah yang ditunggu-tunggu. Kita adalah perubahan yang dicari (Barack Obama). Kalau mau menunggu sampai siap, kita akan menghabiskan sisa hidup kita hanya untuk menunggu – (Lemony Snicket). Tak ada jalan pintas ke tempat yang layak dituju (Beverly Sills). Fokuslah, bukan sekadar sibuk saja (Tim Ferris). Tanpa sasaran dan rencana meraihnya, Anda seperti kapal yang berlayar tanpa tujuan (Fitzhugh). Hidup yang tidak dipertaruhkan tidak akan pernah dimenangkan” – (Sutan Syahrir). Dan jiwamu, jika tidak kau sibukkan di dalam kebenaran maka ia akan menyibukkanmu dalam kebathilan” (Imam Syafi’i). “Sudahlah yang ingin hobi mengeluh dan dleming lanjutkan, yang ingin terus misuh dan marah marah silakan. Jangan sampai, stress, stroke atau bisa menjadi gila”. Hanya percaya atau tidak sudah tidak ada jalan perubahan dengan cara kompromi, teori guna tolol harus dihentikan total, tata kembali Indonesia – “kembali ke UUD 45 asli”, jalannya hanya ada satu pilihan “Revolusi”. (*)
Anies Baswedan: Bola Salju Perubahan
Oleh Prof. Ridha Dharmajaya - Direktur Institute for Democracy Research (IDR) INDONESIA itu hebat. Kalau saat ini kita dilanda banyak masalah, itu bukan karena kita tidak punya sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM). Melainkan karena para penguasa tidak mampu mengelola kedua sumber itu agar Indonesia menjadi negara maju. Negara ini kaya raya. SDA melimpah ruah. Dan itu ada di mana-mana. Berjenis-jenis. SDM juga melimpah ruah. Pun ada di mana-mana. Beragam-ragam, bertingkat-tingkat, untuk pekerjaan ringan maupun pekerjaan berat. Untui pekerjaan hardware (keras) maupun pekerjaan software (lunak). Jadi, SDA-nya serba ada dan SDM-nya serba bisa. SDA dan SDM yang kualitatif sekaligus kuantitatif. Inilah aslinya Indonesia. Bangsa dan negara ini dikaruniai kekayaan yang komplit. Tetapi, kekayaan yang dahsyat itu hanya dinikmati oleh segelintir orang yang hanya mengutamakan nafsu kerakusan. Mereka mengeksoloitasi kekayaan yang maif itu untuk keuntungan pribadi sebesar mungkin. Mereka itu adalah persekongkolan orang-orang yang tidak memikirkan orang lain. Mereka semata-mata memikirkan diri sendiri dan geng-geng yang membantu mereka melakukan tindakan yang hanya pantas disebut sebagai perampokan itu. Inilah persekongkolan antara oligarki bisnis (pemodal) dan oligarki kekuasaan, baik yang berada di eksekutif maulun di legislatif. Indonesia sedang babak belur di tangan mereka. Semua serba terbalik. Logika terbalik. Makna ucapan terbalik. Nilai-nilai pun ikut jungkir balik. Yang benar divonis salah. Yang salah diberi perlindungan, dst. Rakyat susah dan semakin menderita. Pengelolaan negara amburadul sempurna. Rajut sosial menjadi rusak. Semua perbedaan, baik itu soal keimanan, pandangan dan pilihan politik, kultural, dll, digunakan sebagai resep adu domba. Berkembanglah dan maraklah keterbelahan sosial-politik. Rakyat disibukkan oleh perpecahan yang kian hari semakin dalam dan mengeras itu. Alhamdulillah, di tengah situasi yang carut-marut ini masih ada harapan untuk perubahan. Walaupun harapan itu harap-harap cemas. Meskipun kita semua sedang dihimpit seribu kerumitan. Hari ini, harapan perubahan itu tampak muncul di horizon Indonesia. Perlahan, perubahan itu bukan lagi dalam bentuk harapan. Tapi sudah menyosok menjadi kenyataan. Dari Jakarta, sebagai jantung Indonesia, perubahan yang diteriakkan di seluruh pelosok negeri itu telah menggelinding menjadi bola salju. Dan bola salju itu tidak lain adalah Anies Baswedan. Sejak hari pertama duduk di kursi gubernur DKI, Anies menuliskan lembaran pertama perubahan itu. Dia mengubah kultur administrasi pemerintahan dan orientasi pembangunan fisik dan psikis Jakarta. Supremasi hukum, etika dan humanisme menjadi tema besar pengelolaan pemerintahan. Singkatnya, semua aturan nasional dan regional harus ditegakkan. Anies menertibkan tempat-tempat hiburan yang sebelumnya menikmati kesewenangan dalam beroperasi. Alexis adalah salah satu simbol kesewenangan yang kemudian ditutup atas instruksi Anies. Penghentian pekerjaan pulau reklamasi merupakan contoh spektakuler tindakan hukum yang dilaksanakan Anies. Supremasi hukum diperkuat oleh etika dan prinsip-prinsip humanisme (kemanusiaan). Inilah resep utama yang digunakan Anies. Dampak dari penagakan hukum dan perangkat peraturan itu mengubah suasana Jakarta. Pendekatan kemanusiaan yang diterapkan Anies menyempurnakan misi perubahan Jakarta. Seluruh rakyat, tidak hanya orang Jakarta, menyaksikan perubahan fisik dan psikis yang diprakarsai Anies. Banyak warga yang tidak punya tempat tinggal, sekarang bisa menikmati program rumah murah dan mudah. Anies membangun infrastruktur transportasi yang baru. Atau memperbaiki dan meningkatkan kualitas jaringan yang sudah ada. Anies menciptakan taman-taman hijau yang selama ini tidak ada atau tidak dirawat. Semua ini menumbuhkan rasa nyaman dan percaya diri warga Jakarta. Selama lima tahun ini warga kecil yang terpinggirkan, ikut merasakan kebahagian hidup. Mereka merasa dimanusiakan. Inilah antara lain hasil kebijakan humanisme yang melengkapi langkah-langkah penegakan peraturan hukum. Walhasil, Jakarta tidak hanya milik orang-orang yang berduit. Tetapi juga menjadi harapan hidup berjuta-juta orang kecil yang kemarin tak dianggap oleh kapitalisme dan individualisme Jakarta. Terlalu singkat tulisan ini untuk menjelaskan pekerjaan teknokratis yang sangat rumit selama kepemimpinan Anies di Jakarta. Yang jelas, dia telah mengubah Jakarta menjadi kota yang berkemanusiaan. Dia juga mengubah kota besar ini menjadi ramah pengguna transportasi, menjadi ramah bagi orang yang memerlukan perawatan kesehatan, menjadi ramah bagi pelaku bisnis besar, menengah maupun kecil, menjadi ramah bagi penikmat taman hijau, dlsb. Begitu dahsyat transformasi yang dialami Jakarta dan warganya. Begitu nyata dan drastis perubahan yang digagas oleh Anies. Sampai-sampai gaungnya menjangkau dan menyentuh hampir semua sudut negeri. Yang kemudian memicu keinginan sebagian besar rakyat agar Anies memimpin perubahan Indonesia. Masih lagi duduk di Balai Kota Jakarta, sekian banyak kelompok relawan bermunculan. Mereka semua siap mendukung Anies di Pilpres 2024. Siap juga mengkampanyekan Anies kepada rakyat. Sungguh luar biasa. Anies Baswedan kini berubah menjadi bola salju perubahan. Dia terus menggelinding sambil memperbesar bola salju itu. Medan, 13 November 2022
Olah Raga Tracking Bukit Warga Kota
Jakarta, FNN- Pasca berangsurnya pandemi covid-19 mendorong masyarakat untuk bertahan hidup lebih sehat dan selalu bugar. Menurut Ketua Komunitas Tracking Tifis-Tifis Jakarta, Dr Des Hanafi, kepada FNN di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Minggu (13/10/2022) setelah perlahan berangsur hilangnya covid memang meningkat pesat tuntutan gaya hidup sehat masyarakat di tanah air, bahkan gaya hidup ini juga mendunia. \"Sebagian masyarakat terutama melakukannya dengan cara Olah Raga ringan di alam terbuka hijau\" kata Des Hanafi. Sedangkan bagi masyarakat perkotaan yang kehidupannya sesak dengan hiruk- pikuk dan polutan serta rentan terserang penyakit, maka Olah Raga adalah satu pilihan terbaik. Salah satu Olah Raga terbaik dan murah yang bisa dilakukan mayarakat antara lain adalah misalnya dengan perenggaran, jalan kaki dan jogging di alam terbuka. Sedangkan bagi warga Jakarta dan sekitarnya jalan sehat, jogging atau tracking bukit bisa dilakukan di sekitaran kawasan perbukitan Sentul, Bogor, Jawa Barat. Di kawasan Sentul ini banyak pilihan masyarakat untuk trakking, seperti menuju ke Curug Cibingbin, Curug Ngumpet, Curug Bidadari, Curug Kembar, Curug Leuwi Hejo, Curug Putri Kencana, Curug Hordeng dan Curug Lope. Selain trakking wisata Curug di kawasan Sent ini masyarakat juga bisa memilih Goa Agung Garonggang. Jarak tempuh Jakarta-Perbukitan Sentul Bogor sekitar 48 km. Sayangnya Kawasan Perbukitan Sentul adalah kawasan hijau yang relatif asri yang kini tengah mengalami perusakan lingkungan hijau karena perambahan pohon dan pengembangan perumahan yang dikuasai swastanisasi. Bagi para pendaki bukit Sentul kepada FNN menyayangkan terjadinya proses perusakan alam dan penguasaan kawasan bukit sentul yang terkendali. Bagi pecinta olah raga Hiking dan Tracking dari Mapala UI Olik Warso, berharap pemerintah mau berperan aktif dan serius menjaga keasrian perbukitan Sentul hingga masyarakat luas bisa terus menikmati oksigen yang berlimpah terjaga baik. (Bun)
Harmoni Agung
Oleh: Yudi Latif, Cendikiawan Muslim, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia SAUDARAKU, agama itu bicara tentang keselamatan pengikut, sedang budaya (budi pekerti) bicara tentang keselamatan bersama. Setiap agama punya universe tersendiri, budaya ibarat lobang cacing (dalam string theory) yang menghubungkan antar-universe ke dalam tatanan agung multiverse. Adalah baik menjaga keselamatan universe masing-masing, dengan menjadi pemeluk agama yang baik. Namun, harap diingat, keselamatan semua saling tergantung, yang memerlukan keserasian gerak antar universe, dengan mengembangkan budaya kewargaan (kebersamaan) yang baik. Mabuk Tuhan jangan sampai melupakan sesama makhluk. Karena Tuhan tak bisa hadir dalam jiwa pemeluk yang menyengserakan, menyakiti, dan membunuh kehidupan yang lain. Jalan menuju Tuhan harus seiring dengan jalan menuju kemanusiaan dan kealaman. Manakala Tuhan ramai diseru, namun tak membawa kosmos, malah menimbulkan chaos dalam kehidupan bersama, itu pertanda zaman Kaliyuga. Jalan penyelamatan warga bumi menuntut kita untuk berketuhanan secara berbudaya. Semua jalan agama kekamian harus bisa terintegrasi ke dalam sistem lalu lintas budaya kekitaan. Itulah pangkal jalan satyayuga-kertayuga. (*)
Penyempurnaan Kerusakan Ekonomi Indonesia
Ini mengerikan! Ini sama artinya dengan kekayaan ekonomi Indonesia telah merosot separuh, namun pada saat bersamaan kewajiban Indonesia terhadap asing yakni utang dalam mata uang dolar telah meningkat separuh. Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) ADA dua indikator utama ekonomi negara itu menuju kerusakan atau menuju perbaikan, yakni 1) Penerimaan negara sebagai indikator pemeirntah berhasil cari uang atau gagal; 2) Nilai tukar sebagai indikator pemerintah berhasil berdagang secara internasional atau gagal. Dari dua indikator tersebut ternyata pemerintahan Joko Widodo akan berakhir dengan kerusakan ekonomi Indonesia yang makin parah. Jaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono di awal penerimaan negara terhadap Gross Domestic Product (GDP) berada pada posisi 13% lebih. Di ujung pemerintahan SBY penerimaan negara merosot menjadi 10,8 % terhadap GDP. Dalam ekonomi GDP adalah indikator yang utama. GDP adalah total output yang dihasilkan dalam ekonomi. Semakin tinggi GDP seharusnya penerimaan negara makin besar. Kalau sebaliknya, berarti banyak yang maling, korupsi atau nyolong di negara itu. Pemerintahan Jokowi selanjutnya malah menyempurnakan kerusakan dalam penerimaan negara. Meskipun laju eksploitasi sumber daya alam berlangsung masif dan rakyat dipajakin makin intensif, tapi penerimaan negara terhadap GDP jatuh sampai titik terendah. Menurut data Bank Dunia, sejak 2014 begitu pemerintahan Jokowi dimulai penerimaan negara terhadap GDP terus meluncur secara pasti tanpa ada kemampuan mengatasinya. Pada 2020 penerimaan negara terhadap GDP hanya sebesar 8,3%. Ini adalah yang paling buruk sejak tahun 1981 dimana penerimaan negara terhadap GDP saat itu sempat mencapai 21,8 persen. Kerusakan paling besar yang telah mengakibatkan makin terpuruknya Indonesia dalam pergaulan global dan perdagangan internasional adalah terpuruknya nilai tukar rupiah. Di masa awal pemerintahan SBY nilai tukar rupiah terhadap USD senilai Rp 8.700 per USD. Seiring berjalannya pemerintahan SBY nilai tukar rupiah atas USD meluncur sampai akhir pemerintahan SBY menjadi Rp. 12 300 per USD. Tetapi rata rata kurs sepanjang pemerintahan ini adalah Rp. 10.000 per USD. Nah, pemerintahan Jokowi membawa nilai tukar mata uang Indonesia makin tidak berharga. Menyempurnakan Kerusakan dalam nilai mata uang negara. Nilai rupiah terhadap USD sepanjang pemerintahan Jokowi talah merosot 50% lebih. Sekarang nilai tukar rupiah terhadap USD adalah Rp 15.700 per USD. Jika pada masa pemerintahan SBY nilai tukar rupiah rata-rata Rp 10.000 per USD, maka selama pemerintahan Jokowi rata rata nilai tukar rupiah Rp 15.000 per USD. Ini mengerikan! Ini sama artinya dengan kekayaan ekonomi Indonesia telah merosot separuh, namun pada saat bersamaan kewajiban Indonesia terhadap asing yakni utang dalam mata uang dolar telah meningkat separuh. Ibarat negara ini sudah jatuh, masih ditimpa tangga. Kerusakan tampaknya akan terus berlanjut. Jika belajar dari pengalaman sekarang transisi SBY ke Pemerintahan Jokowi, maka transisi pemerintahan Jokowi ke pemerintahan baru menuju pemilu serentak 2024 bisa jadi membuat rupiah akan kehilangan nilai lebih banyak lagi. Hal ini disebabkan menjelang peristiwa politik besar seperti pemilu gonjang-ganjing politik dan ketidakpastian makin buruk. Rupiah akan mengarah ke Rp 20.000 - Rp. 25.000 per USD. Sebab fundamentalnya adalah hampir tidak ada penahan tergerusnya cadangan devisa Indonesia yang tergantung pada impor dan kewajiban membayar utang luar negeri yang sangat besar. (*)
Main Dua Kaki Jokowi
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan DUKUNGAN kepada Prabowo adalah mainan baru Jokowi. Tentu tidak melepas dukungan kepada Ganjar Pranowo. Isu ingin ada tiga pasangan yang bertarung seperti demokratis tetapi sebenarnya oligarkis. Oligarki yang berjudi untuk dua pasangan. Pasangan ketiga yang menjadi target penyingkiran adalah Anies Baswedan. Jika Prabowo berpasangan dengan Puan maka Jokowi senang berada di kaki ini. Berdamai dengan Megawati. Kaki lainnya adalah KIB yang diharapkan mengajukan Ganjar-Airlangga. Jika pasangan ini sukses Jokowi berbahagia. Sementara Anies Baswedan- AHY atau Anies Aher, akan menjadi musuh kedua pasangan restu Jokowi tersebut. Skenario sukses dua kaki Jokowi adalah pertarungan antara pasangan Prabowo lawan Ganjar Pranowo. Dugaan kuat Jokowi akan all out untuk Ganjar. Andai Prabowo ternyata menang Jokowi masih bisa senyum meski agak kecut. Inilah pola baru yang memungkinkan untuk melawan Anies Baswedan. Politik identitas yang disematkan kepada Anies menjadi bola yang akan disepak-sepak terus. Jika ternyata final nanti adalah Ganjar Pranowo melawan Anies Baswedan maka kubu Prabowo akan bergabung mendukung Ganjar. Segala cara akan digunakan untuk memenangkannya. Kecurangan 2019 dapat terulang agar oligarki tetap berlanjut. Jokowi perlu perlindungan. Bahasa Jokowi \"saatnya Prabowo jadi Presiden\" bisa saja untuk kejutan lain yakni Jokowi menjadi Cawapres Prabowo sebagaimana gencar juga dimunculkan. Tapi ini merupakan pasangan bertegangan tinggi. Risiko besar karena pasangan Prabowo-Jokowi menjadi musuh bersama siapapun lawan-lawannya. Termasuk PDIP yang marah besar. Dukungan rakyat kepada Anies Baswedan justru akan menguat sebagai wujud dari aspirasi perlawanan. Politik dua kaki Jokowi lebih rasional ketimbang berdiri di kaki sebelah kiri. Manuver ini untuk mengimbangi penggumpalan dukungan rakyat pada Anies Baswedan. Semua masih berkonfigurasi mengingat proses pendaftaran Capres masih jauh. Lebih jauh lagi manuver ini adalah upaya untuk menepis upaya rakyat yang sudah muak dengan tingkah polah rezim Jokowi. Mereka ingin Jokowi berhenti saat ini. Tidak percaya pada kebersihan Pemilu 2024. Harapan rakyat jika Pemilu 2O24 terlaksana maka hal ini tidak dijadikan sebagai ajang judi kekuatan oligarki atau semata kepentingan dan perlindungan Jokowi. Pemilu 2024 adalah peletakan dasar bagi pembangunan demokrasi yang lebih segar dan berkemajuan. Dan itu hanya dapat terjadi jika Jokowi tidak lagi berstatus sebagai Presiden. Bandung, 13 November 2022
Ironis, Dana Triliunan Digelontorkan untuk KTT G20, di Jakarta Satu Keluarga Tewas karena Kelaparan
MEMANG ironis. Ada sekeluarga yang tinggal di kawasan Kalideres, Jakarta Barat, yang jaraknya sekitar 5 km dari Istana Merdeka, meninggal karena tak bisa beli beras. Mereka kelaparan. Pesan WhatsApp (WA) terakhir satu keluarga yang meninggal kelaparan itu ditujukan kepada petugas PLN. Mereka tak punya uang untuk bayar listrik dan beli beras. Pesan WA terakhir ini sudah berlangsung lama sekitar sebulan lalu. Sesudah mengirimkan pesan WA, keluarga ini diduga tidak punya apa-apa lagi untuk dimakan dan diminum. Lantas, mengunci diri di dalam rumah dan meninggal satu per satu sebelum akhirnya mayat mereka mengeluarkan aroma busuk. Hasil autopsi jenazah empat anggota keluarga di Kalideres ini, mereka meninggal sekitar 3 minggu lalu atau sekitar pertengahan Oktober 2022. Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pasma Royce menyebut, kematian 4 orang sekeluarga di Kalideres ini karena tidak makan dan minum dalam waktu yang cukup lama. Keempatnya tewas dalam waktu yang berbeda. “Ini dari bapaknya, ibunya, serta iparnya ini waktu berbeda meninggalnya, sehingga pembusukannya masing-masing berbeda,” kata Pasma lagi. Yang lebih ironis, meski jaraknya tidak jauh dari Istana tempat Presiden Joko Widodo berkantor, seolah rakyat yang meninggal karena kelaparan dianggap peristiwa biasa, seperti halnya tewasnya 135 orang suporter Aremania akibat tembakan gas air mata oleh aparat Kepolisian di Jawa Timur, 1 Oktober lalu. Meski korban meninggal akibat gas air mata, yang “disalahkan” justru Stadion Kanjuruhan. Makanya, stadion kebanggaan Aremania itu harus dirobohkan karena “tidak sesuai” standar FIFA. Meski ada peristiwa kelaparan dan korban Aremania di Stadion Kanjurunan, sepertinya Pemerintah lebih fokus pada gelaran KTT G20 di Denpasar, Bali, pada pertengahan November 2022 ini. Bagaimana pengamat politik Rocky Gerung melihat persoalan itu? Berikut ini dialog lengkapnya wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan Presiden Akal Sehat itu di Kanal Rocky Gerung Official, Sabtu (12/11/2022). Soal Tewasnya Satu Keluarga Akibat Kepalaran Sebentar lagi, kepala negara dari berbagai negara yang akan bergabung dalam forum KTT G20 datang ke Bali. Tetapi, yang sudah pasti Presiden Vladimir Putin tidak akan hadir. Yang jelas, yang jadi bintangnya tidak akan hadir, termasuk Presiden Zelensky dari Ukraina. Bersamaan dengan itu, ada satu peristiwa yang menurut saya tragis dan mengenaskan, ada satu keluarga di Jakarta Barat, di Ibukota negara, ditemukan tewas dan sudah berhari-hari. Untuk sementara, hasil outopsi menyebutkan kemungkinan besar keluarga ini sudah hampir pasti karena lambungnya kosong dan otot-otot yang menciut karena dia ini sudah tidak makan dan minum berhari-hari. Saya membayangkan situasi yang sangat miris dalam situasi ini. Begitu Bung Rocky, suasana kebatinan kita hari-hari ini. Ya, itu di Ibukota. Kita membayangkan di daerah. Untung sekali daerah masih ada semacam toleransi, antara tetangga bisa saling menjenguk. Tapi, poinnya adalah ada kekurangan pangan atau harga-harga mahal. Saya kemarin dari Bengkulu dan ketemu petani-petani sawit yang juga protes bahwa harganya sekarang lagi baik-baik, tapi nanti kemudian jatuh lagi, lalu yang mereka protes adalah yang mereka dapat paling 1/10 dari yang harusnya mereka dapat, karena permainan korporasi besar. Jadi, sebetulnya ini satu fakta bahwa ekonomi tidak diurus oleh pemerintah. Pemerintah memang mengurus ekonomi, tapi hanya yang besar-besar. Nah, itu yang seringkali Pak Jokowi nggak paham bahwa kalau makronya bagus belum tentu mikronya bagus juga. Karena makro itu disebutkan di dalamnya disparitas. Karena itu, disebut agregat-agregat yang kemudian figurnya, angka-angkanya diperlihatkan seolah-olah membaik atau bertumbuh. Padahal, dia bertumbuh di atas disparitas yang makin lama makin tajam. Jadi, kalau kita bilang tewas karena kekurangan makanan, itu seharusnya kita nggak percaya. Karena mereka bilang ya ada kesulitan ekonomi, tetapi APBN kita bagus koq, pertumbuhan bagus, dan ada surplus APBN. Jadi, sekali lagi, tugas negara untuk memantau potensi terjadinya kelaparan itu tidak dilakukan. Negara sibuk mempromosikan dirinya sendiri sebagai berhasil. Jadi, poin kita, penderitaan rakyat yang disebut misteri, itu sekedar dijadikan umpan untuk mengatakan bahwa negara akan mengurus. Ada kekerasan, negara akan mengurus. Padahal, sebetulnya fakta yang diperlihatkan dan seringkali juga dipantau oleh publik internasional, bahwa negara tidak punya koneksi langsung dengan data riil di daerah. Jadi, kalau dikatakan bahwa negara punya data, iya, tapi datanya itu sekadar data untuk dipamerkan, bukan data untuk mengatasi masalah. Itu maksud saya. Jadi, big data itu tidak ada gunanya kalau tidak ada big policy. Big policy tidak ada gunanya kalau nggak ada big ideas. Nah itu intinya. Ini mereka bukan kelaparan lagi Bung Rocky, ini betul-betul nggak makan, karena itu dibuktikan dari otopsi di lambung yang kosong, kemudian polisi juga menemukan kulkasnya betul-betul kosong. Padahal, kalau kita lihat, ini perumahan kelas menengah kalau di Jakarta. Jadi ini yang kita sebut kemarin beberapa kali menyatakan bahwa banyak sekali orang yang nearpoor, batas antara kaya dan miskin, dari kelas menengah kemudian turun menjadi miskin, tapi kalau ini sangat-sangat miskin, sehingga mereka tidak bisa makan lagi sama sekali. Itu sangat mungkin tiba-tiba uangnya habis saja dan dia nggak tahu mau ngapain, saling menguatkan lalu akhirnya kehabisan tenaga, lalu tewas secara tragis di situ. Kita membayangkan itu ada G20 di Bali yang dipersiapkan bertahun-tahun, iklannya ada di mana-mana. Setiap peristiwa rapat seminar, ada pidato ketua panitia tentang G20, menteri ngomong tentang G20. Tetapi, ada kelaparan hanya 5 km dari Istana. Jadi, kontras itu, kita bukan mau protes bahwa pemerintah tidak boleh pamerkan hasilnya, tetapi pameran itu mesti berimbang dengan deteksi dari petugas-petugas tentang potensi kemiskinan, potensi kelaparan, potensi tewasnya manusia, hanya karena satu dua hari tenaganya hilang tiba-tiba dia lihat dompetnya ternyata sudah habis, di ATM ternyata sudah nggak ada lagi. Jadi, sebetulnya persiapan tentang kesulitan pangan dunia ini, juga harus masuk di dalam agenda kabinet. Mestinya begitu kan. Jadi, kabinet sibuk mengurus isu global food and energy, tapi nggak pernah ada satu sidang yang betul-betul dibuat kita paham bahwa presiden bersidang untuk memantau potensi terjadinya impoverishment, pemiskinan yang tiba-tiba ini. Jadi, poin kita selalu, buat apa ada data kalau akhirnya data itu dibatalkan oleh peristiwa tragis kemarin, satu keluarga tewas karena tidak makan. Jadi, orang bertanya kalau rapat itu ngapain di ibukota (Istana), apa sebenarnya yang dirapatkan. Absurd sekali kita membayangkan dalam satu dua minggu ke depan, akan sibuk dengan suatu perhelatan besar, tapi keadaan rakyat itu betul-betul terabaikan atau bukan sekadar terabaikan, tapi nggak punya akses untuk mengetahui apa yang akan dibicarakan di G20. G20 itu menjadi semacam konspirasi yang sangat elitis dan rakyat bahkan nggak boleh pergi ke Bali dan beberapa relawan yang memperjuangkan hak rakyat kecil dihalau untuk masuk ke Bali oleh LSM, oleh ormas juga tuh. Nggak ada semacam persiapan untuk mengatakan pada rakyat ini perhelatan bangsa, nggak ada, jadi perhelatan presiden dan kabinet dengan target yang pasti gagal gitu, karena upaya untuk mengakhiri perang di Eropa nggak jadi, karena Ukraine nggak datang, Putin nggak datang. Kalau Amerika datang, itu pasti memaksa bangsa Indonesia untuk memilih, proksi China atau Amerika. Kan itu saja. Tentang Pilpres dan Capres Oke. Karena itulah secara konsisten, kita, FNN, selalu menyerukan, terutama berkaitan dengan Pilpres, calon-calon presiden, itu memang betul-betul, itu tidak hanya modal pencitraan. Itu yang selalu kita serukan, karena ini menarik juga. Saya dikirimi meme atau kompilasi, ini bagaimana tanpa sadar itu ada foto-foto Ganjar itu posisinya persis semua dengan posisi yang dilakukan Pak Jokowi. Saya jadi tersenyum-senyum sendiri dan saya jadi teringat Anda tidak salah kalau menyebutkan bahwa memang Ganjar ini Little Jokowi. Little dalam pengertian politis ya, bukan pengertian fisiknya. Karena fisiknya lebih gede Ganjar dari Pak Jokowi. Saya agak bingung melihat meme semacam ini. Apalagi kemudian gara-gara itu saya penasaran, kalau dilihat banyak sekali foto-foto Ganjar dan sebagainya yang saya bilang untuk apa ya presiden pencitraan semacam itu. Apakah bisa membuat kenyang orang satu keluarga yang tewas di Kalideres, Jakarta Barat, tadi. Saya menganggap Ganjar itu (sudah) kehilangan daya untuk meningkatkan elektabilitasnya. Dayanya hilang, gayanya banyak. Jadi, miskin daya, kaya gaya, sehingga mengulang-ulang sesuatu yang mungkin tim suksesnya bilang yang begini lucu, ini milenial bisa tertarik. Tapi, itu artinya, timnya Ganjar ini membodohi rakyat. Kan rakyat kita mau ada pertandingan politik berbasis gagasan, berbasis konsep, bukan berbasis postur, posisi, gimik-gimik yang dibuat dengan kamera-kamera canggih. Buat apa. Kita menghindari itu justru. Kita mau orang datang seadanya, tetapi keseadaannya itu tidak menghalangi kemampuan dia untuk mengadakan pikiran, supaya pikiran yang diadakan itu, itu yang kita pestakan nanti di 2024. Jadi persiapan-persiapan Pemilu sekarang itu betul-betul sekedar numpang tenar, tapi enggak ada gagasan. Mau tenar saja tuh. Sekaligus itu kan KPU kasih dong semacam panduan, supaya rakyat paham kalau yang beginian itu memalukan. Kalau KPU sendiri cuma bilang bahwa kami cuma penyelenggara maka secara teknis kami siapkan kotak-kotak suara. Sebetulnya, fungsi KPU itu bukan sekedar menjadi panitia teknis, tapi mendorong proses Pemilu itu yang betul-betul bermutu, dimulai dari mengevaluasi gimik-gimik dari para capres ini. Bukan demi KPU, tapi demi rakyat yang akan memilih. Jadi, KPU ini juga jadi tempat cari kerjaan doang tuh. Dia nggak paham apa artinya menghidupkan demokrasi. Sekarang orang enggak lihat ada persaingan demokrasi. Orang lihat siapa yang dapat amplop duluan, orang lihat siapa yang dikasih fasilitas duluan, dan Ganjar paham itu. Ya saya dapat informasi, beberapa mahasiswa bahkan dibuatkan di kampus itu semacam klub. Ada lagi yang dapat fasilitas rumah untuk tempat diskusi, tapi dengan pesan “kalian mesti kritis ya. Iya, kritis, tapi disuruh kritis oleh orang yang memberi fasilitas”. Itu yang Anda maksud kelompok Cipayung plus itu ya? Iya. Itu sudah pastilah. Tetapi ada juga kelompok-kelompok mahasiswa yang memberitahu saya bahwa kami mahasiswa ada yang dikasih Rp 300.000, ada yang dikasih sejuta sebulan. Buat apa? Ya buat bikin kegiatan. Oleh siapa? Oleh timnya Ganjar. Saya lupa kapan, mungkin 3 - 4 bulan lalu saya dengar cerita itu. Saya bilang ya nggak apa-apalah. Kan itu fasilitas yang diberikan agar kalian aktif. Iya, tapi itu kayaknya sogokan. Saya bilang belum tentu. Mungkin orang lain yang mau jatuhin Ganjar, tapi mereka menganggap bahwa itu bagian dari upaya supaya kita nggak mengkritik Ganjar. Ya, biasa saja, yang penting mahasiswa tetap tahu keadaan. Mahasiswa bisa bandingkan antara Jokowi dan Ganjar. Saya bilang begitu. Bedanya apa, ya sama saja. Ya, kalau begitu ngapain pilih Ganjar, pilih Jokowi saja lagi. Tapi, sekali lagi, siram-menyiram fasilitas ini adalah hal yang sudah biasalah. Itu kita tahu. Yang kurang, siram-menyiram gagasan. Kenapa kita terus mengkritik Mas Ganjar ini, karena dia kan katanya disebut salah satu calon presiden yang potensial untuk memenangkan Pilpres. Nah, kita inginnya dia menang karena memang gagasannya jelas tentang bangsa Indonesia itu seperti apa, bukan hanya karena menang gaya tadi. Yang gimik-gimik ini mestinya berhentilah. Tunjukkan yang lebih naik kelas. Itu sindirannya bagus. Naik kelaslah. Masa’ dari dulu gitu-gitu saja. Sudahlah, biarin itu bagian dari Pak Jokowi. Waktu Ganjar cari gorong-gorong yang mirip gorong-gorong yang punya Jokowi itu yang bentuknya sama. Jadi, sukses Pak Jokowi jangan ditiru oleh Ganjar, karena itu sukses yang palsu. Di ujung pemerintahan Pak Jokowi bangsa terbelah, di ujung pemerintahan Pak Jokowi rasa aman publik hilang, di ujung pemerintahan Pak Jokowi disparitas meninggi, masa iya mau diikuti Ganjar. Ini Pak Jokowi bahkan sudah merasa bahwa sudah di ujung pemerintahan dia tinggal satu yang ingin dia pastikan bahwa siapapun pengganti beliau, IKN harus jalan. Itu keinginan saja. Tapi, siapapun pengganti Jokowi, pasti IKN akan batal. Karena ini bukan soal menjalankan, tapi soal kemampuan menjalankan. Ganjar pasti tidak bisa meneruskan IKN itu, karena hutang-hutang Jokowi, hutang korporasi apalagi utang-utang BUMN yang dipakai untuk membiayai aksi korporasi, itu akan ditagih oleh lender-nya mungkin masih nego, tetapi kalau ditagih oleh rakyat bagaimana coba. Kalau nggak ada, rakyat merasa bahwa ya itu dalam setiap hari bisa dicicil itu kematian seperti yang terjadi di Jakarta Barat kemarin itu. Oke. Kita terusin ngomong soal capres. Kalau tadi Ganjar sudah kita bahas, sekarang soal Anies. Kemarin ulang tahun Nasdem, 10 November. Ternyata, yang paling banyak disoroti publik adalah ternyata nggak jadi deklarasi bersama dengan PKS dan Demokrat, walaupun kemudian Demokrat dan PKS menyampaikan bahwa itu tinggal proses waktu saja. Tapi kalau kita menyimak pidatonya Anies Baswedan dan Pak Surya Paloh, ada dua hal yang saya sorot. Pertama, Pak Surya Paloh sekarang kelihatannya sudah mulai release bahwa dia harus menghadapi Nasdem akan direshuffles, selalu diulang lagi bahwa itu hak prerogatif dari Pak Jokowi. Tetapi, Pak Jokowi tahu siapa sahabat Jokowi. Sementara, Anies mengingatkan bahwa kita berterima kasih pada Nasdem yang sudah memilih jalan untuk mendaki dan terjal. Dia mengingatkan kita bahwa untuk mencapai tujuan yang tinggi, untuk sukses, orang harus memilih jalan yang mendaki dan terjal. Dan saya kira sebenarnya untuk proses awal Nasdem sudah bagus, berani melawan pemerintah padahal dia bagian dari pemerintah. Cuma penanganan afternya itu yang kemarin kita persoalkan. Jelas narasi Anies lebih kerenlah dari Ganjar, sudah memilih tapi jalan yang terjal. Kan bagi milenial, itu menandakan intelektualitas. Kemampuan Anies untuk menyulap kepahitan hidupnya itu, dia kan sekarang sedang pahit kehidupan politiknya. Padahal dia kan harus memutuskan pro Nasdem yang artinya separuh pro- Jokowi atau pro-relawan yang sepenuhnya anti – Jokowi. Kan gitu mental itu. Jadi, Anies dijepit di situ tuh dan jepitan itu yang mungkin juga Anies diuji. Kalau mau terus dengan Nasdem, itu artinya Nasdem mau bawa Anies untuk nego dengan Jokowi. Kemarin saya usulkan ya kalau itu jalan pikirannya, ya langsung saja. Nasdem bilang Anies kami pasangkan dengan (putra Jokowi) Gibran Rakabuming Raka. Selesai masalah. Aduh, diulang lagi nih. Nanti ribut lagi nih. Saya selalu hanya menguji jalan pikiran tuh. Jadi, continuitys and change, siapa? Yang paling tepat Gibran. Karena sinyal continuity ada pada Gibran. Anies jadi lebih aman. Mungkin itu juga yang ditunggu Pak Jokowi. Dan, Gibran bisa magang di situ. Ya pasti PKS sama Demokrat akan marah pada saya, tapi saya tahu mereka paham satire saya. Jadi, bagian-bagian ini yang mau kita ujikan tuh. Tetap Anies sudah ada di dalam elu-eluan massa, nggak mungkin lagi ditinggalkan. Jadi. Anies akan maju terus sebagai calon presiden karena pertandingannya sekarang bukan Anies versus Ganjar tapi Anies versus Jokowi. Anies versus Surya Paloh. Kalau Anies kalah, relawan pasti mundur, lalu bubarlah pencalonan Anies kan. Tapi, banyak juga relawan yang mungkin bisa disogok. Itu kritik saya kemarin kepada Anies, ya Anda akan maju karena sejarah memanggil. Tapi Anda jangan panggil relawan untuk mendekat ke Nasdem. Itu dua agenda yang berbeda. Biarkan relawan lakukan aktivitasnya dan mungkin sekali kalau Pemilu formalnya gagal, bisa Pemilu dilakukan oleh relawan. Jadi Anies mesti berani ambil risiko itu. Sebagai sahabat ya selalu mendorong Anies untuk mempertimbangkan bahwa tidak harus politik itu sempurna melalui sistem elektoral. Kalau ada kecelakaan, orang akan tunggu Anies itu dihasilkan oleh (suatu) kecelakaan politik. Itu juga bagus buat Indonesia untuk belajar bahwa dari awal politik ini memang diasuh dengan cara yang tidak benar. Oleh karena itu, Pemilu tidak boleh membenarkan cara itu. Harus ada Pemilu yang diselenggarakan oleh rakyat, bukan oleh KPU. Dan, kita bisa bayangkan, kalau terjadi deadlock misalnya Anies nggak ada cawapresnya, bagaimana keadaan Indonesia. Sementara, semua bakal cawapres bisa disogok Istana supaya jangan mau jadi cawapresnya Anies. Berarti Anies enggak masuk walaupun elektabilitas naik terus, maka terjadi social unrest. Kan itu. Jadi kita mesti membayangkan cara-cara buruk untuk menghalangi Anies. Itu sebetulnya yang sudah kita bayangkan adalah cara-cara bagus untuk memuluskan Ganjar, tapi kemudian Presiden Jokowi berpikir ya sudahlah daripada ribut saya mending dorong Prabowo Subianto saja karena Prabowo yang sudah terjamin kesetiaannya. Kira-kira begitu. Politik kan goal without moral. Satu waktu juga Pak Prabowo mungkin ngasih sinyal bahwa saya enggak akan terusin IKN, karena itu berat betul, walaupun Pak Prabowo punya tanah di situ. (sof/sws)
Jayakarta Siapa, Pak?
Oleh Ridwan Saidi Budayawan JAYAKARTA di Jakarta menurut van der Zee dalam Stad van Coen baru tahun 1610. Namanya tak ada kaitan dengan nama Jakarta. Jakarta dari Majakatera, land of power, tempat di seberang menara Syahbandar. Dalam peta navigasi Juan Barros Portugis menjadi Jacatera dan pada 1512 Tom Pires: Jacatra. Di lidah penduduk jadi Jakatra terkemudian Jakarta. Pelabuhan tak berubah tetap Cumda Kalapa. Cumda artinya cemerlang. Yang bertahan kemudian ucapan Sunda. Jayakarta berkemah dengan rombongannya a.l Wijayakrama. Pada saat itu Syahbandar Sunda Jalapa Arya Ranamanggala. Dia orang Asia minor yang berbatasan India. Arya ras Asia minor, kecuali Mongolia. Jayakarta menawarkan tanah di Jakarta yang katanya miliknya kepada orang Inggris. Inggris cek ke Betawi. Betawi membantah karena tak dibebarkan adat menjual tanah. Orang2 Betawi dan Inggris menggeruduk kemah Jayakarta. Tak jelas pemicunya akhirnya pasukan Betawi yang kala itu telah bersenapan api menyersng kemah Jayakarta. Banyak yang tewas a.l Wijayakrama. Jayakarta dan 10 pengikutnya lari ke arah barat. Pasukan Betawi menburu. Di suatu tempat bernama Kasemen ke-11 orang itu ditemukan dan dibunuh. Mereka dimakam di tempat. Prof Uka, guru arkaeologi saya di SMA, membenarkan Kasemen itu makam Jayakarta. Saya sudah ke Kasemen. Jakarta dikendalikan oleh Tandem (sekutu) Syshbandar dan Kuasa adat yang nomenclatur-nya patih. Syahbandar Wa Item yang menjabat sejak 1518 tandemnya Patih Mundari. Kalau Arya Ranamanggala tandemnya Ki Aria. Jakarta tak pernah ada power system kerajaan. Power system oada Tandem. Dalam naskah perjanjian dengan Portugis 21 Agustus 1521 pihak Jakarta disebut Tandem. Seharusnya HUT Jakarta 21 Agustus 1521. Ini perjanjian Internasional pertana yang melibatkan Indonesia. Kalau HUT 22 Juni 1527 tak ada apa-apa. Jskarta sedang membangun Labuhan Sunda Kalapa II sebagai follow up perjanjian dengan Portugis. Pelabuhan I di Kali Adem dihajar rob. Dalam hal keamanan atau istilah lokal penyaringan (bukan penjaringan) ditangani pasukan Betawi. Pada 1550-1623 kerajaan Mataram membantu keamanan Sunda Kalapa (de Haan, Oud Batavia). Dongeng asyik apalagi pas siskamling sembari makan kacang rebus dan nyeruput kupi. Tapi sejarah bukan dongeng. (RSaidi)
Harapan Permohonan Maaf Kepada Keluarga Besar Sukarno Kandas oleh Amandemen UUD
Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) KETETAPAN MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang *Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Sukarno* ditetapkan 12 Maret 1967. Memang sudah cukup lama, 55 tahun silam, tetapi dampak turbulensinya terasa hingga sekarang. MPRS ketika itu berpendapat bahwa pidato pertanggungjawaban Presiden Sukarno yang berjudul Nawaksara pada 22 Juni 1966, yang kemudian dilengkapi dengan surat presiden tentang Pelengkap Nawaksara pada 10 Januari 1967, tidak memenuhi harapan rakyat. Artinya tidak diterima oleh MPRS. Dalam butir a pertimbangan, MPRS berpendapat bahwa Presiden Sukarno telah melakukan kebijaksanaan yang secara tidak langsung menguntungkan G-30-S/PKI dan melindungi tokoh-tokoh G-30-S/PKI. Pada prinsipnya, pencabutan kekuasaan Presiden / Mandataris MPRS oleh MPRS memang merupakan hak dan wewenang MPRS sebagai lembaga tertinggi negara, sesuai konstitusi yang berlaku ketika itu, di mana wewenang MPR(S) lebih tinggi dari Presiden. Sehingga keputusan pencabutan kekuasaan ini sah menurut konstitusi, dan tidak bisa dipermasalahkan oleh siapapun. Peristiwa hampir serupa, tapi tidak sama, terjadi pada Presiden BJ Habibie, di mana pertanggungjawabannya tidak diterima oleh MPR pada sidang istimewa tahun 1999. Perbedaannya, MPR tidan mencabut kekuasaan Presiden Habibie, yang tetap menjabat sebagai Presiden hingga pemilihan Presiden berikutnya setelah pemilu 1999. Tetapi Habibie sadar bahwa dukungan politik kepadanya sangat rendah sehingga yang bersangkutan memutuskan untuk mundur dari bursa pencalonan Presiden pada pemilihan berikutnya. Keputusan ini patut dihargai sebesar-besarnya, dan menempatkan Habibie sebagai negarawan sesungguhnya. Yang menjadi persoalan bukan pemberhentian Presiden Sukarno oleh MPRS. Tetapi salah satu alasan pemberhentian tersebut yang menurut pihak tertentu sangat mencoreng dan merugikan nama Sukarno, karena dianggap mendukung G-30S-PKI. Apalagi Pasal 6 TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tersebut berbunyi _“Menetapkan penyelesaian persoalan hukum selanjutnya yang menyangkut Dr. Ir. Sukarno, dilakukan menurut ketentuan-ketentuan hukum dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan, dan menyerahkan pelaksanaannya kepada Pejabat Presiden._ Masalahnya, penyelesaian persoalan hukum tersebut tidak pernah ditindaklanjuti hingga Sukarno (Bung Karno) meninggal tahun 1970, membuat persoalan hukum ini tidak mungkin lagi dapat ditindaklanjuti setelah itu. Setelah sekian lama berlalu, Presiden Soeharto / Mandataris MPR kemudian memberi gelar Pahlawan Proklamator kepada Bung Karno dan Bung Hatta melalui Keputusan Presiden pada 1986. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian mempertegas dengan memberi gelar Pahlawan Nasional kepada Bung Karno dan Bung Hatta melalui Keputusan Presiden pada 2012. Apakah gelar Pahlawan Proklamator dan Pahlawan Nasional kepada Bung Karno ini sebagai pengakuan negara bahwa Sukarno tidak terkait peristiwa G-30-S/PKI? Apakah gelar Pahlawan Proklamator dan Pahlawan Nasional tersebut sudah cukup memulihkan nama Bung Karno sesuai harapan para pendukung dan keluarga besar Bung Karno? Di samping itu, TAP MPRS No XXXIII/MPRS/1967 juga sudah dibatalkan oleh TAP MPR No 1/MPR/2003, dan dinyatakan tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan. Tetapi, ada beberapa kalangan masyarakat merasa semua itu belum cukup, dan berharap pemerintah Indonesia menyampaikan permohonan maaf kepada Sukarno dan keluarga besarnya karena pernah mengeluarkan TAP MPRS tersebut. Pertanyaannya, apakah bisa? Apakah secara hierarki kelembagaan negara dimungkinkan? Karena yang mengeluarkan TAP MPRS adalah lembaga MPR(S) yang mempunyai kedudukan dan wewenang lebih tinggi dari pemerintah (atau presiden sebagai mandataris MPR(S)), maka, logisnya, pemerintah tidak bisa minta maaf atas keputusan MPR(S) tersebut. Karena, permintaan maaf dari pemerintah bisa mempunyai implikasi, pemerintah (seolah-olah) telah melakukan koreksi terhadap keputusan lembaga MPR yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pemerintah (ketika itu), yang mana berarti pemerintah melanggar hierarki kelembagaan negara? Kalau ini terjadi, maka bisa menjadi preseden buruk, di mana pemerintah bisa melakukan koreksi terus-menerus terhadap lembaga MPR, yang saat ini mempunyai kedudukan sederajat. Sangat bahaya. Karena itu, yang bisa membatalkan keputusan MPR adalah lembaga MPR itu sendiri. Artinya, TAP MPR harus dibatalkan dengan TAP MPR lagi, tidak bisa oleh undang-undang, apalagi keputusan presiden. Dan ini sudah dilaksanakan, TAP MPRS No XXXIII/MPRS/1967 sudah dibatalkan oleh TAP MPR No I/MPR/2003. Kalau pembatalan ini belum cukup dan negara perlu minta maaf, maka yang harus minta maaf seharusnya adalah lembaga MPR. Bukan Presiden. Tetapi, akibat amandemen UUD 1945 asli sebanyak empat kali sejak 1999-2002, MPR saat ini sudah tidak bisa mengeluarkan Ketetapan MPR yang bersifat kebijakan dan mengikat keluar. Artinya, MPR tidak bisa minta maaf kepada pihak luar, dalam hal ini kepada Sukarno dan keluarga besarnya? Lagi pula, atas dasar apa MPR saat ini bisa menyatakan bahwa TAP MPRS No XXXIII/MPRS/1967 tersebut keliru sehingga perlu minta maaf? MPR dalam hal ini juga dalam posisi dilematis. Agar bisa memuaskan semua pihak, maka mau tidak mau harus diadakan proses penyelesaian hukum terlebih dahulu sesuai bunyi pasal 6 TAP MPRS tersebut. Apakah mungkin? Bagaimana kalau minta fatwa Mahkamah Konstitusi Dalam beberapa kasus permohonan uji materi terkait TAP MPR, Mahkamah Konstitusi juga berpendapat tidak berwenang mengadili TAP MPR terhadap UUD. Mahkamah Konstitusi hanya berwenang mengadili undang-undang terhadap UUD. Dengan demikian, amandemen UUD 1945 sudah mengakibatkan kekosongan hukum terkait TAP MPR. Berharap pemerintah Indonesia atau negara menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga besar Bung Karno sepertinya sulit terealisasi. Demikian sumbang pemikiran ini diberikan dengan harapan dapat menjadi bahan diskusi lebih lanjut untuk mengisi kekosongan hukum pasca amandemen UUD. (*)