ALL CATEGORY

Makzullkan Jokowi!

Oleh M. Rizal Fadillah  - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  CUKUP berani dan hebat serta tepat desakan 100  ulama, habaib dan tokoh Jawa Timur yang diantaranya meminta MPR untuk memakzulkan Presiden Jokowi dalam butir pernyataan \"Mendesak MPR RI melaksanakan Sidang Istimewa dengan agenda pemakzulan Presiden Jokowi\". Pernyataan Aliansi tersebut disampaikan dalam acara yang dilaksanakan tanggal 4 Juni 2022 di Gedung Museum NU Surabaya.  Sesuai konsiderans pernyataan bahwa terlalu banyak masalah yang yang ditimbulkan oleh pemerintahan Jokowi. Dari mulai wacana penundaan Pemilu dan perpanjangan jabatan tiga periode, rekrutmen keturunan PKI menjadi prajurit TNI, kenaikan tarif dan harga, kebijakan Islamophobia, hingga Plt Kepala Daerah yang bernuansa KKN serta LGBT yang memerosotkan moral bangsa.  Desakan kepada MPR untuk Sidang Istimewa tentu menjadi fenomena menarik. Meningkat dari marak aspirasi yang awalnya mendesak Presiden Jokowi untuk mundur menjadi desakan pemakzulan. Artinya kekecewaan publik semakin besar sehingga memunculkan keberanian untuk mendesak MPR agar melaksanakan Sidang Istimewa dengan agenda pemakzulan Presiden.  Desakan Aliansi Ulama, Habaib, dan Tokoh Jawa Timur tersebut bukanlah tindakan inkonsitusional atau makar tetapi aspirasi yang patut dihargai dan dibaca sebagai bagian dari kekuatan rakyat yang ingin segera terjadi perubahan menuju perbaikan. Membiarkan kekuasaan di bawah pemerintahan Jokowi berlama-lama hanya menyebabkan keterpurukan. Negara harus diselamatkan.  Pola penyelamatan yang dipandang mendesak oleh para ulama, habaib, dan tokoh Jawa Timur ini adalah pemakzulan Presiden Jokowi. Seolah mengingatkan bahwa kondisi negara yang karut marut selama ini disebabkan oleh ketidakmampuan Presiden Jokowi untuk memimpin bangsa dan negara. Ikan busuk mulai dari kepalanya.  Desakan konstitusional seperti ini menjadi bagian dari kehidupan berdemokrasi yang sehat. Praktek ketatanegaraan yang wajar dalam rangka menormalisasi pengelolaan negara. Spiritnya adalah \"demi kemashlahatan umat dan keselamatan seluruh rakyat Indonesia\".  Sebelumnya ketua DPD RI LaNyalla Mattaliti saat menerima aktivis bulan Mei lalu menyatakan terhadap wacana pemakzulan Presiden ia mempersilahkan dan tidak bisa menghalang-halangi. Baginya itu langkah konstitusional yang ada aturannya, melalui DPR, MK, dan seterusnya.  MPR tentu akan didahului oleh respon atau langkah institusi DPR untuk menindaklanjuti desakan para ulama, habaib, dan tokoh tersebut.  Pasal 7A dan Pasal 8 ayat (3) UUD 1945 dapat dijadikan dasar hukum bagi pemakzulan Presiden beserta mekanisme konstituaionalnya.  Semangat pemakzulan ini juga menyiratkan skeptisme para ulama, habaib dan tokoh Jawa Timur bahwa Presiden Jokowi akan mampu mengubah dan memperbaiki kinerjanya serta mengantarkan dan menjamin Pemilu 2024  dapat berjalan lancar, adil, jujur dan demokratis. Pemakzulan dinilai sebagai awal dari perbaikan untuk meyerahkan kembali kedaulatan kepada rakyat sebagai pemilik otentiknya. Setelah lama dibajak, dicuri, atau dikudeta oleh tangan-tangan jahat oligarki. Oligarki penjajah bangsa.  Bandung, 10 Juni 2022

Masjid Kebayuran dan Buya Hamka

Oleh Ridwan Saidi - Budayawan  Menulis dan menyebutnya memang kebayUran dari kata BayUr. Bayur jenis jati pterospermum javanicum. Ini jati ringan. Material untuk daun pintu dan jendela juga perahu dan kapal. Di tahun 1905 Belanda tebang 110 ribu batang Bayur di Jawa.  Pembangunan Kebayuran dilakukan sejak tahun 1948 di jaman pendudukan Jakarta oleh NICA. Pembangunan dikelola oleh Centraal Stichting Wederopbouw CSW tahun 1948 hingga 1949, kemudian CSW lanjut sampai periode Walkot Syamsurizal berakhir tahun 1953 di jaman NKRI.  Lahan untuk pembangunan mesjid sudah tersedia di Jl Sisingamangaraja. Pembangunan mesjid dilaksanakan panitia lokal dan selesai sebelum Dekrit Presiden. Akhir 1950-an Buya Hamka berdiam di Jl Palatehan dekat mesjdid Agung Kebayuran. Begitu sebutannya. Jamaah mengangkat Buya sebagai Imam Besar masjid. Suatu hari di awal 1960-an Syekh Al Azhar Machmud Syaltut dari Mesir ke Indonesia dan shalat Jumat di masjid Kebayuran. Buya minta Syekh memberi nama pada mesjid Agung Kebayuran. Syekh Syaltut menamakan Al Azhar. Ketika Orde Lama dengan sokongan PKI makin keras berperilaku terhadap Islam di tahun 1962, umnat tiap Jumat dari mana-mana sembayang di Al Azhar mencari kesejukan mendengar khutbah Buya Hamka. Saya pun bersepeda ke Al Azhar dari Sawah Besar  Suatu hari di tahun 1963 jamaah tak lagi dapat mendengar khutbah Buya Hamka. Beliau ditangkap dan di penjara. Di tahun itu seorang tokoh pejuang dan aktivis Masyumi Kyai Syam\'un bikin hajatan di rumahnya di Kampung Mauk Tangerang  putranya berkhitan. Tokoh-tokoh Masyumi yang hadir a.l Hamka dan Gazali Syahlan. Badan Pusat Intelejen yang dipimpin Subandrio mendakwa itu bukan hajatan tapi rapat gelap. Petugas BPI tangkap semua tokoh Masyumi yang ada di situ termasuk sahibul hajat  Kyai Syam\'un. Mereka dijebloskan di tahanan tanpa diadili.  Tahanan politik itu juga disiksa. Saya bezoek Gazali Syahlan di tenpat tahanannya di Cipanas.  Ia disiksa, mulutnya distroom.  Seluruh tahanan politik baru hirup udara bebas setelah terbit Orde Baru tahun 1966. (RSaidi)

Jangan Berhenti Tangan Mendayung, Nanti Arus Membawamu Hanyut

Hancur.... Barongsai menari berpesta pora, beratraksi melibas Reog. Itulah hasil instan reformasi. Oleh : Letjen (Purn) TNI M. Setyo Sularso, Mantan Inspektur Jenderal TNI PANCASILA dan UUD 1945, dibuat oleh Generasi yang merasakan susahnya iuran mendirikan republik. Ketika beliau yang adalah para pejuang menyusun Dasar Negara dan UUD ‘45, bau mesiu masih ada di hidung mereka. Tangannya pun masih bergetar merasakan mengangkat rekannya yang terkapar berlumuran darah, dan bambu runcing juga masih tersandar di kamarnya. Mereka merasakan hidup susah dan dibantai penjajah. Sehingga, paham bagaimana mencari cara untuk mewariskan Republik ini supaya berumur panjang. Jangan bikin susah anak cucu, sehingga demikianlah bunyi UUD 1945. Presiden ialah Orang Indonesia Asli (pasal 6 ayat 1). Sangat disayangkan: Gagal.    Sebagian mereka menyaksikan, jerih payah dan rangkaian perjuangan yang melahirkan TMP (Taman Makam Pribumi) dari Sabang sampai Merauke di- Delete... oleh generasi sesudahnya yang bernafsu memutar jarum Kompas melebihi 360 derajat. Melupakan semboyan: Bangsa yang besar adalah .....! Sangat berbeda,  orang yang pernah berjuang dengan resiko nyawanya, kemudian memimpin negeri (seperti Vietnam) saat ini dengan mereka yang hanya mengambil hasil panen yang bibitnya disemai generasi pejuang.   Hancur.... Barongsai menari berpesta pora, beratraksi melibas Reog. Itulah hasil instan reformasi. Belajar dari keadaan yang ada di sekitar kita hari ini, kedunguan mindset yang sudah terpola dan tanpa terasa menggiring kita memasuki abad Benturan Peradaban, hanya ada satu jalan, dan harus diperjuangkan oleh kaum Bumi Poetra: Kembali ke UUD \'45 Asli! (*)

Prof. Sri Margono: Tujuan Konservasi Hanya “Lip Service”!

TAYANGAN kanal Hersubeno Point, Kamis (9/6/2022), yang dipandu wartawan senior FNN Hersubeno Arief kali ini menyoroti rencana kenaikan tarif masuk ke Candi Borobudur, yang disampaikan oleh Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan yang kemudian ditunda tahun depan, setelah diprotes. Bersama dengan sejarawan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta Prof. Sri Margana (Jawa: Margono), Hersubeno Arief membahasnya. Berikut petikannya.    Anda pasti juga sempat kaget, ketika Pak Luhut menyampaikan rencana untuk menaikkan tarif masuk ke Borobudur 750 ribu dan untuk turis asing 100 US Dollar, berarti hampir 1,5 juta. Dan, ribut-ribut ini membuat Pemerintah kendor karena Pak Luhut dan Ganjar (Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah) menyatakan sementara ditunda kenaikan. Saya lebih terkejut lagi ketika membaca komentar dari seorang Guru Besar Ilmu Sejarah di Universitas Gajah Mada Profesor Sri Margono yang menyatakan, ini tidak ada hubungannya dengan konsekuensi. Tapi, ini lebih pada urusannya untuk menggaet investor. Saya akan mengajak Anda langsung ngobrol dengan Profesor Sri Margono. Sebetulnya gak semata-mata menggaet investor. Jadi, ada 2 kepentingan yang membuat pemerintah tampaknya dilema. Yang pertama, peringatan UNESCO. Unesco sudah mengingatkan kepada pengelola Candi Borobudur bahwa Candi ini umurnya sudah lebih dari 1000 tahun dan sudah tidak mampu lagi untuk menampung ribuan orang pengunjung yang naik ke bagan Candi. Bayangkan saja kalau setiap hari itu rata-rata 11.000 pengunjung, itu jumlah yang luar biasa. Belum lagi kalau menghadapi perilaku pengunjung yang tidak ramah dengan situs. Umumnya kalau kita lihat perilaku mereka itu justru merusak. Dari penelitian dan analisis para ahli akeologi, itu menunjukkan sebetulnya Borobudur itu dalam waktu yang sama hanya mampu menahan antara 100-200 orang. Itu maksimal dalam waktu yang bersamaan, selama ini setiap harinya rata-rata ada 11.000 orang walaupun dalam waktu tidak bersamaan. Tapi, 11.000 orang itu kalau dirata-rata melebihi kemampuan Borobudur yang sudah tua untuk menahannya. Itu dibuktikan sekarang ini tanah atau yang menjadi dasar dari bangunan Candi ini sudah ambles menurun dan juga kemarin ada aksi-aksi fandalisme dari pengunjung yang justru merusak situs, sehingga diperingatkan agar kuota Borobudur ini dibatasi demi keselamatan situsnya, tapi juga demi keselamatan para pengunjung itu sendiri. Jadi, di satu sisi ada tuntutan ini dari Unesco, sehingga pemerintah mencoba untuk memutuskan meresponnya dengan mengurangi kuota yang kemarin disebutkan seharinya hanya 1.200 orang. Tapi, itu maksudnya adalah yang bisa naik Candi. Artinya yang bisa masuk lebih dari itu, tapi yang bisa naik ke badan candi hanya 1.200 orang itu. Ini kepentingan yang pertama untuk menyelamatkan situs. Tapi, kepentingan yang lainnya adalah seperti mungkin tidak terlalu banyak diikuti oleh publik bahwa mulai tahun 2018 Pemerintah sudah membentuk Badan Otorita Borobudur, yaitu suatu badan yang dipakai untuk mengelola seperti Danau Toba. Untuk mengelola kawasan hightland Borobudur itu menjadi kawasan wisata premium, jadi khususmya Pegunungan Menoreh dari Kabupaten Purworejo Sangiang membentang sampai Kulonprogo, dan nanti sampai Magelang itu akan dijadikan kawasan wisata premium. Kata premium ini mengandung konotasi sudah eksklusif dan mahal. Kalau saya melihat situs-situsnya BOB dan Instagramnya, mereka sedang gencar-gencarnya mengkampanyekan agar ada investor yang masuk membangun itu. Jadi di kawasan ini yang umumnya wilayah Perhutani akan dikembangkan hotel-hotel, wisata-wisata yang hipotorizem. Kemudian, wisata restoran baru, sehingga membutuhkan investor-investor yang banyak. Masih ada lagi yang lain. Semua itu dimaksudkan karena ada Badan Otorita Borobudur ini jyang akan dimasukkan status BLU, Badan Pelayanan Umum. Artinya, dengan merubah statusnya menjadi BLU itu dana-dana pemasukan pemerintah yang nonpraja nanti bisa digunakan membiayai kepentingan-kepentingan, pengeluaran-pengeluaran yang tidak bisa diprediksi. Artinya, tampaknya Pemerintah ini, mungkin beban pajak untuk APBN sudah terlalu tinggi, jadi ingin ada pembiayaan-pembiayaan yang di luar prediksi itu dibiayai non pajak. Salah satunya sektor parawisata yang sangat menjanjikan penghasilannya, apalagi wilayah Borobudur di sini kaitannya di satu sisi ingin melindungi situs, di sisi lain juga ada kepentingan menghasilkan dana yang besar untuk kepentingan. Apa yang Anda khawatirkan kalau kawasan itu diubah menjadi kawasan Premium? Pertama, menjadi sangat eksklusif, mungkin yang bisa menjangkau itu hanya kelas menengah ke atas. Kedua, dampak terhadap lingkungan juga tinggi. Beberapa penduduk di sekitar Candi itu sudah mulai merasa mengeluhkan dengan banyaknya hotel itu, kualitas air juga akan berkurang. Kemudian juga guesthouse-guesthouse yang dikembangkan masyarakat sekitar untuk para turis itu nanti akan tersaingi oleh investor-investor besar termasuk restoran-restoran. Dan juga biasanya kalau punya restoran besar atau hotel itu mereka menjual merchandise-merchandise atau sovenir-sovenir yang juga diusahakan oleh penduduk lokal di sana. Ini mungkin akan tersaingi. Otomatis para wisatawan yang datang ke sana itu ingin mencari tempat yang lebih nyaman, yang lebih prestise dibanding harus berjubel-jubel saat memasuki kios-kiosnya sovenir yang ada di Borobudur itu. Kemudian ada dampaknya yang lain adalah akan diadakannya mobil listrik untuk operasional Candi Borobudur dari tempat parkir itu menuju ke Loket. Padahal warga mengandalkan dokar yang juga ramah lingkungan. Tujuannya untuk menyelamatkan lingkungan. Jadi ada kekhawatiran-kekhawatiran seperti ini. Lagi pula saya agak ragu nanti kalau investornya datang dari sekitar Jogja atau orang Magelang atau Purworejo. Saya yakin pasti datang dari luar daerah ini, sehingga nantinya walaupun di situ berkembang begitu pesat fasilitas wisata, saya kira penikmat terbesar adalah investor. Jadi satu sisi ini semacam ada parade atau tabrakan kepentingan konservasi reservasi dan kemudian dengan kepentingan kapital. Sementara kapitalisme ini sifatnya, dia eksploitatif. Ok, jadi yang Anda bayangkan harusnya seperti apa? Di satu sisi sehingga Borobudur bisa menjadi satu situs kebanggaan Bangsa warisan Dunia bisa tetap kita jaga dengan lestari. Terus bagaimana juga bisa pemerintah tetap membiayai itu dan memberikan manfaat kepada masyarakat dan juga tentang alam sekitarnya, ini yang bisa kita jaga. Ya ini pertanyaan yang bagus, sekaligus juga usulan untuk pemerintah kalau masalah kondisi Candi Borobudur itu harus diutamakan karena ini situs yang sangat luar biasa dan memiliki kandungan ilmu pengetahuan yang luar biasa, menjadi kebanggaan nasional. Bahkan sudah ditetapkan menjadi sebagai wild ferifix. Jadi, sudah seharusnya kita bertanggung jawab untuk menjaganya dengan baik. Kalau memang analisis para ahli, ikuti saja analisis para ahli ini. Kalau ahli mengatakan tidak boleh lebih dari 100 atau 200 orang naik ke bagan candi dalam waktu yang sama, kita ikuti saja. Karena ini berdasarkan penelitian, saya menyarankan agar wisatawan tidak perlu naik Candi Borobudur, sebagaimana naik bagan candi seperti yang dilakukan di Prambanan. Wisatawan sudah dibatasi banget untuk naik ke bagan Candi, karena memang rawan gempa. Kemudian juga tidak mampu menahan beban pengunjung. Sebaliknya juga mengurangi vandalisme para pengunjung itu. Jadi harapan, saya preservasi ini diutamakan, kemudian konservasi. Jadi ada 2 kepentingan. Kepentingan preservasi dan konservasi. Kalau presenvasi itu menjaga agar situs ini tetap terawat agar tidak rusak dan mencegah dari kerusakan. Kalau konservasi itu memang mengelola supaya kawasan ini bisa bermanfaat. Yang pertama, konservasi harus membuat wilayah ini menjadi wilayah yang aman. Aman dalam pengertian situs dan aman untuk pengunjung. Kedua, bermanfaat secara sosial, budaya, ilmu pengetahuan, sebagai tujuan dari pendidikan dan wisata religius dan sebagainya. Syukur-syukur kawasan ini bisa dikelola dan menyejahterakan ekonomi rakyat setempat. Tapi konservasi ini harus didasarkan pada preservasi yang diutamakan. Jadi, preservasi dulu, baru konservasiya. Kalau Candi itu situsnya rusak mau kita kelola sebaik mungkin akan tetap tidak bermanfaat. Orang itu ke sana karena Borobudurnya, bukan karena tempat-tempat lain? Ya karena Borobudurnya dan yang mungkin agak dilupakan oleh pemerintah yang ingin saya tekankan selama ini adalah Borobudur hanya dieksploitasi, dikampanyekan sebagai destinasi wisata, akan dijadikan wisata premium. Itu kemudian melupakan fungsi candi Borobudur itu sendiri. Borobudur sebenarnya tempat beribadah saudara-saudara kita yang beragama Budha. Itu dalam waktu setahun atau setiap harinya, tidak ada waktu khusus yang diperuntukkan bagi umat Budha bisa beribadah, seperti misalnya umat Islam beribabadah, atau umat Kristen. Umat Budha hanya tunggu hari besar saja, boleh masuk. Padahal kepentingan beribadah itu tidak hanya pas hari besar. Saya membayangkan pemerintah itu memperhatikan fungsi asli Borobudur untuk beribadah saja, sehingga dalam waktu seminggu itu ada waktu sehari untuk memberikan kesempatan pada masyarakat yang beragama Budha untuk beribadah. Muncul keluhan seperti itu? Ya ada keluhan-keluhan seperti itu, terus kapan kami bisa beribadah, apalagi melihat perilaku pengunjung itu. Misalnya, orang masuk masjid tidak boleh dong pake sendal, pasti lepaskan. Orang naik Borobudur bisa pakai sepatu cekak, bisa pakai uang kotor selain membuat erusi batu-batu yang sudah ribuan tahun itu juga bisa membuat kerusakan pada Candi dan lain sebagainya. Inikan sengaja. Seandainya satu hari saja dalam seminggunya itu diberi kesempatan gak harus fullday-lah. Mungkin dari pagi sampai siang atau dari siang sampai sore, itu memberi waktu khusus untuk umat Budha beribadah. Itu sudah sangat luar biasa aturan-aturan ini, tidak hanya aturan ketidak-masukan preservasi atau menjaga situs saja, tapi juga aturan-aturan etika. Tempat ibadah saya membayangkan itu bisa loh kita misalkan ambilnya negara karena tempat ibadah misalnya Bluemosque di Istanbul gitu yah. Itu bagaimana bisa menjadi destinasi wisata yang diandalkan oleh pemerintah Istanbul, tapi di satu sisi ritualnya masih bisa terus berjalan dengan bagus, bahkan kalau orang Islam sampai 5 kali sehari, kan gitu. Ya benar, saya ingin konsep konservasi ini juga memperhatikan fungsi Candi yang benar fungsi situs ini yang aslinya gitu, yang mendasar. Untung anda mengingatkan bahwa ini masih ada perang karena memang selama ini di dalam benak kita semua, saya kira masyarakat menganggap itu sebagai tempat wisata biasa saja, bahwa itu mesti diingatkan itu tempat yang religius gitu yah. Ya selama ini kan waktu itu sudah ada upaya, misalkan orang yang naik itu harus dibungkus kain. Dililitkan di badan, itu untuk turis-turis yang pakai sofand atau sebagainya, bisa sopan. Tapi, kali ini kebutuhan Candi tidak sekedar etika, religius saja tapi juga etika preservasi. Jadi, menurut saya hal terbaik adalah tidak perlu naik ke badan Candi. Mungkin ada baiknya Pemerintah betul-betul menghentikan sejenak. Seharusnya saat pandemi itu dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk penelitian, meneliti kondisi fisik Borobudur itu seperti apa? Ahli-ahli arkeologi dan bangunan itu benar-benar dikerahkan untuk meneliti, kalau ada sesuatu yang sangat krusial dalam hal keselamatan Candi ini bisa dilakukan tindakan-tindakan, sehingga bisa menyelamatkan Candi dan juga para pengunjung. Jadi, saya sarankan itu lakukanlah penelitian yang serius yang sangat akurat. Kemudian diumumkan kepada masyarakat tentang kondisi tersebut. Saya kira masyarakat mengerti, akan menaati kalau tidak boleh naik Candi, tidak apa-apa. Sekarang di Borobudur itu sudah ada. Itu nonton film-film yang menjelaskan. Bagi para pengunjung yang memiliki minat khusus untuk ilmu pengetahuan, untuk riset, untuk pendidikan dan segalanya itu bisa masuk ke sini. Jadi pengelola bisa mengembangkan sebuah dokumentasi yang komperehensif dari sisi arsitektural, dari sisi filosofi, dari sisi keagamaan, dari sisi sejarahnya dan dari sisi konferehensi sejak ditemukan hingga diubah bentuknya seperti yang sekarang ini. Itu saya kira kalau mereka memiliki pemahaman yang begitu detail mengenai ini nanti kebutuhan naik ke badan Candi itu bisa diatur sedemikian rupa. Ini gagasan menarik, apalagi dengan teknologi digital yang luar biasa ini yah. Artinya kalau teknologinya benar dikelola dengan benar, tanpa naik ke Candi pun kita akan punya pengalaman yang sama, cuma tetap, hanya tidak melihat di depan mata. Tetapi kalau saya membaca sebelum membaca berita yang Anda tulis sebelum mengutip Anda dengan membayangkan akan mengembangkan wisata yang premium, saya kira kekhawatiran Anda tidak berlebihan kalau dengan konsep itu. Agak beratlah saya kira kalau mengandalkan pengusaha-pengusaha lokal dan yang akan masuk itu adalah pemodal-pemodal besar yang biasanya kalau pemodal besar kan eksploitatif dong. Ya betul. Kalau sekarang ini kita lihat berkembang itu sekitar pegunungan Monora. Itu kan muncul inisiatif-inisiatif lokal, pengusaha-pengusaha lokal yang mengusahakan tempat-tempat wisata alternatif di bukit-bukit Nora itu, dan cafe-cafe semuanya dikelola oleh masyarakat setempat, walaupun ya ada sebagian besar dari luar Jogja. Tapi saya melihat ini lebih inisiatif ke lokal, sehingga ekonomi rakyat memang berkembang dari bawah, bukan didatangi dari luar Jogja. Ini, bahkan saya membayangkan, pasti nanti juga fasilitas ini diberikan prioritas diberikan juga investor luar negeri pun, akan tertarik datang seperti yang di Bali itu. Banyak hotel-hotel premium di Bali itu investornya asing ini yang mungkin sedikit banyak dipertimbangkan pemerintah untuk lebih memperhatikan ekonomi rakyat setempat. Kita balik lagi ke soal yang memicu perdebatan ini adalah menaikkan tarif itu. Jadi menurut Anda, Anda bisa pastikan bahwa ini tidak akan efektif atau ada kekhawatiran apa soal kenaikan tarif ini. Saya bilang ini akal-akalan, begitu. Maksud saya gini, atau juga ugal-ugalan. Istilahnya akal-akalan saja lah kalau pemerintah ingin merespon warning dari Unesco, Ok dibatasi. Tapi pada saat yang sama tidak ikhlas kalau pemasukannya berkurang. Jadi mau gak mau, karena hanya dibatasi 1.200 orang, maka tarifnya dinaikkan supaya penghasilan tetap. Nah ini gak fair kalau harus ditanggung rakyat lagi. Juga ini akan sangat segergatif, karena nanti Borobudur akan jadi panggung pertunjukan antara orang yang berduit dan tidak berduit. Bayangkan kalau Mas Arief datang ke sana bersama saya, kemudian saya punya 750.000 bisa naik, tapi Mas Arief cuma mampu bayar 50.000. Kemudian bye-bye Mas Arief, Anda cukup di bawah saja, saya yang ke atas bersama 1.200 orang yang lain. Ini jadi panggung pertunjukkan orang-orang berduit. Itu rasa keadilannya tidak ada dan juga gak ada jaminan toh kalau orang beduit itu perilakunya lebih baik dari pada yang tidak berduit bisa lebih menjaga situs dan sebagainya. Jadi, ini kebijakan yang perlu dipertimbangkan. Jangan sampai nantinya Borobudur hanya menjadi pertunjukan perbedaan kelas sosial yang tinggi akan dipertontokan pada dunia itu. Padahal kan sebenarnya selain wisata, ini ada fungsi-fungsi edukasi, itu yang sebenarnya tidak kalah pentingnya bagi publik kita. Lagi pula angka 750 itu sama sekali pemerintah tidak bisa menjelaskan dan setiap pejabat sepertinya beda-beda pendapat. Kemarin saya live di sebuah acara pengelola TV itu mengatakan bahwa 750 itu untuk mereka yang naik ke badan Candi. Kemudian pejabat dari Jakarta, Dirjen Kebudayaan menjelaskan, nanti akan ada atraksi-atraksi lain selain Candinya itu sendiri supaya masyarakat punya alternatif tidak hanya naik ke badan Candi saja. Ini kan 2 hal yang berbeda. Ya benar untuk naiknya atau untuk atraksi yang lain seperti itu. Dan ada satu lagi yang, menurut saya, tidak proper ketika disebutkan kita sudah mulai merintis Borobudur ini sebagai pusat atraksi-atraksi, misalnya pertunjukan musik jazz atau festival-festival rock atau musik yang lain. Nah ini Ok lah, kan banyak tempat untuk musik jazz rock dan sebagainya. Ini kan Candi, tempat suci kok otak festivalnya di situ. Kalau di Prambanan ada Candi tempat keramaian. Itu match, ya itu seratai yang menggambarkan mengapa Candi itu dibuat match dan itu seni tradisional kita yang luar biasa. Nah ini Borobudur mau dipakai untuk festival jazz. Ini mestinya kebudayaan yang dicari bentuk-bentuk festival lain yang relevan. Misalnya, wayang kulit atau tari-tari tradisional dan sebagainya. Itu lebih relevan daripada ini kayak menghina saudara-saudara kita yang beragama Budha itu. Ok jadi saya membayangkan kalau di Jogja 750 itu kita bisa mengajak, saya seneng Anda memberikan ilustrasi. Kalau yang bisa naik itu Anda dan saya tidak, karena itu suatu penggambaran yang khas jadi strong recomendation anda apa dengan situasi ini karena ini hanya ditunda, bukan dibatalkan untuk kenaikan tarif itu? Pemerintah harus bisa menjelaskan sampai ke jumlah itu untuk apa? Kalau hanya sekedar untuk pengganti tiket, yang hilang itu yang biasanya 11.000 orang sekarang hanya 1.200 orang, itu gak fair. Dan di sini artinya apa tujuan konservasi, itu hanya lip service saja, hanya dalih bahwa tujuan konservasi dibatasi. Jadi, ini membatasinya dengan memaksa membayar. Menurut saya, itu cara-cara kolonial yang tidak bijak, semuanya dibebankan kepada rakyat sendiri yang harus ditanggung pengelola. Rakyat yang harus memikulnya. Dan itu kurang budi. Saya senang, ini menteri Pak Luhut dan menteri Sandiaga Uno merespon Pak Ganjar (Ganjar Pranowo) juga untuk menunda. Harapan saya tidak hanya menunda saja. Logika saya gini, kalau kita masuk candi sekarang ini 50.000 dan bisa naik ke badan Candi, sekarang tidak boleh lagi otomatis objek yang bisa dinikmati pengunjung. Ini berkurang pengunjung itu dulu bisa, sekarang gak bisa. Logikanya malah kalau gak bisa, ya malah turun tiketnya. Itu logikanya karena kita hanya bisa di dataran saja, tak bisa naik. Jadi seharusnya objeknya berkurang. Kemudian untuk para pelajar, untuk para pengunjung pelajar ini hanya 5.000. Kalau saya membayangkan bahwa kalau untuk pelajar gratis ya, apalagi kalau hanya di dataran karena ini bagian pelayanan publik, bagian dari masyarakat yang membayar pajak dan misi pendidikan kita jangan rakyat terlalu dibebani. (mth/sws)

Demi NKRI Cebong, Kampret, dan Kadrun Segera Rekonsiliasi Mengakhiri Pembelahan

Jakarta, FNN - Pembelahan di masyarakat akibat Pemilu 2019, dikhawatirkan bakal berlanjut pada Pemiu 2024. Padahal dari hasil survei Litbang Kompas, sesungguhnya mereka (dua kubu yang berbeda) menghendaki kenyataan ini segera di akhiri. Hasil survei terbaru menunjukkan 90,2 persen responden sepakat kedua kubu mesti menahan diri untuk tidak berkomentar di media sosial karena dapat menimbulkan kebencian. Sebanyak 87,8 persen responden juga setuju agar buzzer yang memperkeruh suasana ditindak tegas. Kemudian, 85,3 persen responden menyatakan harus ada rekonsiliasi kedua kubu. Lalu 84,6 persen responden setuju bahwa istilah \"cebong\", \"kampret\", dan \"kadrun\" harus diakhiri.  Sebanyak 36,3 persen publik menilai buzzer, inluencer, atau provokator menjadi hal utama yang membuat polarisasi atau keterbelahan di masyarakat makin meruncing. Sementara itu, sebanyak 21,6 persen mengatakan polarisasi disebabkan informasi hoaks atau tidak lengkap, 13,4 persen menyatakan akibat kurangnya peran dari tokoh bangsa dalam meredakan perselisihan, dan 5,8 persen menyatakan akibat teknologi media sosial. Seperti apa Litbang Kompas melakukan survei dan apa rekomendasi dari survei terebut, berikut wawancara Peneliti Litbang Kompas, Yohan Wahyu dengan wartawan senior FNN, Hersubeno Arif, dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Rabu, 08 Juni 2022. Peikannya: Apa yang mendorong Litbang Kompas melakukan survei tentang buzzer? Ini diilhami oleh Pemilu yang tinggal 2 tahun lagi. Tahapan Pemilu yang akan dilakukan mulai 14 Juli 2022 ini, kita melihat masih diliputi oleh suasana polarisasi dan pembelahan politik sebagai residu kontestasi Pemilu 2019 terutama pemilihan Presiden. Nah kita coba mengangkat tema ini, pingin tahu bagaimana respons publik ya melihat isu ini. Hasilnya memang kelihatan sebagian besar publik hampir 70 persen lebih, itu khawatir dengan pembelahan ini.  Itu akan tetap terjadi di Pemilu 2024 esok. Jadi kekhawatiran ini yang sebenarnya kita ingin memberikan early warning  terhadap semua pihak, terutama kontestan Pemilu, pemerintah, dan semua pihak, bahwa ini harus menjadi perhatian serius agar kemudian kita melihat Pemilu 2024 itu menjadi ajang kontestasi gagasan, ajang kontestasi yang sifatnya positif. Tidak lagi menjadi perang kebencian, perang permusuhan yang selama ini menghiasi dunia sosial media kita. Itu yang menjadi latar belakang kenapa survei ini mengambil tema soal pembelahan politik ini. Bagaimana hasilnya? Hasilnya kelihatan memang secara umum apakah publik yang selama ini berseberangan merasa sekarang ini semakin buruk atau semakin baik. Jadi pertanyaan itu direspons sebenarnya cukup terbelah, sebagian 45 persen menyatakan semakin baik, artinya tensi persaingan itu sudah berkurang, tetapi sebagian yang lain ya sama,  40,3 persen menyatakan semakin buruk. Dengan kondisi ini kita tanyakan juga apakah khawatir dengan pembelahan ini masih terjadi di Pemilu 2014 nanti, iya 73 persen menyatakan sangat khawatir pembelahan dan permusuhan saling bersitegang, itu akan tetap menghiasi di Pemilu 2024. Hal apa yang membuat keterbelahan dan kemudian muncul kubu-kubuan ini semakin meruncing, pernyataan atau jawaban yang paling banyak dari responden itu karena adanya buzer, influencer atau buzer terutama yang sebenarnya justru semakin memperkeruh persaingan. Ini semakin memelihara kubu-kubuan. Itu kontribusi kehadiran buzzer. Terutama dari semua kubu. Dari kedua kubu sama-sama memproduksi narasi-narasi atau konten-konten yang justru semakin memperkeruh, semakin memelihara ketegangan antara dua kubu itu. Selain kehadiran buzer, juga hoax. Hoax itu sebenarnya menjadi bahan bakar untuk saling manyerang, Ini yang dibaca oleh publik sebagai faktor yang paling memberikan kontribusi terbesar terhadap kekhawatiran terhadap kondisi yang semakin menghiasi Pemilu 2004 nanti. Sampelnya hanya di perkotaan atau ada yang dari pedesaan? Ini profil responden Kompas yang pernah kami wawancara tatap muka di lapangan. Jadi, meskipun ini survei melalui telepon, ini secara populasi sudah menggambarkan populasi masyarakat Indonesia, baik dari pedesaan maupun perkotaan, karena ini responden kami untuk survei-survei berkala tetap muka di lapangan, secara komposisi antara pedesaan dan perkotaan hampir seimbang. Ini sebagai representasi dari populasi masyarakat Indonesia itu sendiri. Artinya ini sudah merepresentasikan masyarakat Indonesia ya? Ini cukup representatif bagi masyrakat Indonesia. Bisa dibreakdown lebih jauh apa saja isu-isu yang membuat mereka khawatir, dan apa yang mereka harapkan dalam situasi seperti ini? Harapan publik sebenarnya, situasi seperti kalau bisa diakhiri. Bagaimana cara meredam dan mengurangi potensi-potensi ketegangan antara kedua kubu ini, ya salah satunya adalah bagaimana menyelesaikan dan mengatur keberadaan para buzzer ini. Tentu responden tidak bisa berkata detil, karena kita wawancara by phone. Tapi memang ada harapan kondisi ini ketegangan seperti ini bisa dikurangi. Misalnya pelabelan diksi-diksi yang selama ini menghiasi sosial media kita, antara Kadrun, Cebong, Kampret itu kalau bisa diakhiri. Dengan mengurangi penggunaan diksi itu setidaknya iklim perbincangannya relatif lebih lebih sehat dan positif. Selama diksi-diksi itu diproduksi terus-menerus, oleh kedua kubu, maka situasinya tidak akan membaik, karena itu akan terus-terusan meningkat tensi ketegangan antara kedua kubu. Harapan publik juga antara kedua kubu ini sebenarnya bisa menahan diri. Ini hampir mayoritas dikemukakan oleh publik 90,2 persen berharap kedua kubu bisa menahan diri untuk tidak memproduksi konten-konten atau unggahan-unggahan yang justru semakin memperkeruh suasana. Atau justru mendukung upaya kebencian atau kemarahan dari kubu yang lain. Antara yang pro dan kontra saling menjatuhkan.  lni iklim yang tidak sehat. Kemudian kami menanyakan apakah iklim seperti ini akan mengancam atau merusak demokrasi, mayoritas mengatakan iya hampir 80% menyatakan situasi seperti itu mengancam demokrasi kita.  Demokrasi kan tidak dibangun dari kebencian, demokrasi itu mestinya dibangun dari kontestasi gagasan. Kita bertarung gagasan. Gagasan mana yang indah dan cukup baik bagi rakyat, itulah yang akan diterima. Ini situasinya tidak bertarung gagasan tapi malah bertarung saling menjatuhkannya. Jadi, ibaratnya tidak negative campaign, tapi kadang black campaign, tidak berdasarkan data dan fakta tapi yang diproduksi adalah berdasarkan kebencian. Semua dilandasi oleh kebencian, oleh permusuhan. Ini yang dibaca oleh responden. Ini justru merusak demokrasi itu sendiri. Demokrasi itu tidak tidak seperti itu. Demokrasi itu saling mengagungkan gagasan, saling menghormati semua orang dikasih ruang untuk berekspresi tanpa menjatuhkan yang lain. Ini justru kebalikan, mereka berekspresi dengan menjatuhkan yang lain. Ini yang menjadi ancaman dan dibaca oleh responden, ini akan merusak iklim demokrasi kita. Angkanya luar biasa tinggi, artinya mayoritas dari kita ini, rakyat sudah muak dan jengkel ya? Sebenarnya ekspektasinya cukup tinggi agar segera berakhir. Tetapi situasi saat ini belum ada upaya yang cukup serius untuk mengakhirinya, baik dari kedua kubu ataupun mungkin dari pemerintah.  Yang terjadi lebih pada pengaturan-pengaturan yang sifatnya memang lebih mudah diatur. Misalnya soal konten hoax, pemerintah cukup aktiflah melakukan kontrol terhadap konten-konten yang secara substansi salah, tidak benar, penuh kebohongan, Kemenkominfo cukup aktif memberikan konten edukasi di laman website-nya. Jadi, edukasi literasi digital yang selama ini menjadi kata kunci yang dimainkan. Tapi belum ada upaya-upaya khusus yang bisa menjembatani antara kedua kubu ini. Ini sebenarnya menjadi PR bareng semua pemangku kepentingan untuk sedikit meredakan ketegangan. Kalau kita lihat diskusi-diskusi pegiat Pemilu itu sebenarnya political enginering itu bisa dilakukan ketika undang-undang Pemilu bisa direvisi. Sekarang kan tidak mungkin,  karena memang sudah disepakati Pemilu 2024 masih pakai undang-undang yang lama, yang sebenarnya kalau kita lihat political engineering yang bisa kita lakukan itu, adalah bagaimana kemudian membangun kontestasi yang sifatnya tidak lagi ada dualisme, dikotomi. Jadi misalnya dari jumlah pasangan calon presiden itu, kalau bisa jangan 2. Itu salah satu political engineering yang cukup banyak bisa mengurangi ketegangan antara kedua kubu. Tapi kalau kita lihat kecenderungan dua Pemilu terakhir, terutama 2019, itu malah mengulangi apa yang terjadi di 2014.  Nah ke depan, kami melihatnya 2024 itu masih ada kesempatan yang cukup luas untuk setidaknya ketika dua atau lebih dari dua  pasangan calon, itu sedikit banyak, mungkin sedikit bisa mencairkan ketegangan ini. Apakah itu juga dibaca oleh responden Anda bahwa dengan sisi Pemilu sekarang yang kira-kira memaksimal calon paling ketiga atau bahkan dua? Di survei sebelumnya mengatakan seperti itu. Jadi responden lebih berharap pasangan calon Presiden kalau bisa lebih dari dua. Sebagian besar, salah satu pertimbangannya adalah untuk mengurangi tensi ketegangan, meskipun ada juga di survei yang ini juga terkait isu pembatasan durasi kampanye. Itu salah satu juga untuk mengurangi ketegangan. Jadi, hampir sebagian besar responden itu berharap durasi kampanye diperpendek. Jadi tidak sepanjang 2019 kemarin yang 203 hari,  tapi mereka berharap diperpendek. Nah kita hari ini atau kemarin pemerintah, DPR, dan KPU sudah menyepakati selama 75 hari. Ini sebenarnya sedikit banyak mengurangi potensi ruang untuk ketegangan itu terjadi terus-menerus. Memperpendek masa kampanye itu juga mengurangi potensi ketegangan. Responden ingin agar pemerintah menindak tegas, tapi kita tahu, ada kesan tindakan itu hanya berlaku kepada para oposisi. Apakah ini muncul di survei Kompas? Tidak ada pertanyaan khusus soal apakah penanganan atau laporan terkait  konten-konten yang sifatnya negatif itu, berlaku partisan tidak muncul. Tapi yang jelas isu ini sebenarnya bukan isu partisan, isu keinginan agar-agar kondisi ini cepat mereda itu, bukan sesuatu partisan, baik responden pemilih Jokowi maupun responden pemilih Prabowo di Pemilu 2019 kemarin, kalaupun itu dipakai untuk merepresentasikan kedua kubu. Itu sama-sama berharap kondisi ini segera diakhiri. Artinya memang ini bukan isu partisan, seperti halnya ketika responden menilai kinerja pemerintah. Itu masih ada bobot partisannya, pemilih Jokowi ekspresinya lebih banyak yang menanggapi positif dibandingkan pemilih Prabowo yang cenderung kritis terhadap kinerja pemerintahan. Ini berbeda dengan isu penilaian terhadap kinerja pemerintah. Isu terhadap bagaimana mengurangi ketegangan polarisasi ini,  tidak terlihat isu partisan, karena sama-sama kedua kubu berharap ini segera diakhiri. Dari kenyataan itu sebetulnya keinginan untuk sama-sama mengakhiri besar sekali ya? Bener, kalau kita lihat memang yang selama ini dikategorikan para buzzer  ini follower-nya tinggi-tinggi semua. Jadi, ini yang sebenarnya mungkin sebagian kecil, tapi dampaknya itu kemudian sangat negatif. Tidak hanya di dunia sosial media,  karena sebenarnya wacana-wacana yang diproduksi itu kadangkala juga menjadi rujukan media mainstream. Wacana-wacana ini problem-problem juga bagi media mainstream ketika informasi-informasi yang diproduksi di sosial media itu di jadikan juga konten-konten di media-media mainstream. Nah, ini sebenarnya pekerjaan rumah juga bagi teman-teman media. Iya, sekarang memang berubah polanya, media sosial justru menjadi rujukan media mainstream. Para buzzer punya follower yang sangat besar, tetapi imbasnya tidak seperti yang dibayangkan, karena ternyata sebagian besar menolak? Iya, sebenarnya realitas ketegangan setidaknya kalau kita ikuti, ketegangannya terjadi di sosial media. Jarang sekali ketegangan terjadi di tingkat lapangan. Itu yang patut kita bersyukur, ketegangan-ketegangan itu tidak sampai pada ketegangan fisik di lapangan. ya jangan sampai seperti itu tetapi sebenarnya ketika tingkat penggunaan sosial media kita semakin tinggi penetrasi internet juga semakin tinggi, data jadi Kementerian Informasi itu hampir 200 juta dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 260, itu sudah terakses internet. Data Kominfo juga menyebutkan sebagian besar akses internet itu digunakan - kalau enggak salah 75% itu untuk mencari informasi di sosial media.  Nah, ini kan problem ketika orang semakin ketergantungannya ke sosial media, smakin tinggi dan sementara produksi konten itu lebih didominasi oleh bukan oleh media mainstream, tapi para pendengung. Ini problem ketika informasi-informasi yang dijanjikan oleh pendengung itu konten-konten yang tadi, tidak mencerahkan, tapi memproduksi kebencian. Ini problem. Nah, ini yang patut kita bersyukur, tidak sampai-sampai diikuti ketegangan di lapangan, meskipun mungkin beberapa kasus di daerah-daerah terjadi, tapi saya pikir ini kesempatan bahwa kita masih punya waktu, Pemilu masih dua tahun lagi. Tapi kalau ini tidak dimulai dan tidak diinisiasi oleh terutama pemerintah. Secara regulasi pun ini juga masih lemah soal-soal apa pengaturan kampanye di sosial media. Misalnya misalnya dalam arti ada ketentuan di pemilu 2019 kemarin, kontestan atau ke tim kampanye itu harus mendaftarkan akun resmi misalnya, tapi kan tidak menjamin akun-akun yang tidak resmi itu bisa dipantau. Ada rencana tindakan tegas dari pemerintah, apa bentuknya? Di jajak pendapat memang tidak cara tegas tindakan seperti apa yang diharapkan. Yang jelas ketika kami menanyakan itu 87,8 persen responden berharap ada tindakan tegas terhadap buzzer yang memperkeruh suasana. Mungkin bisa kami maknai bagian dari law inforcement tadi. Setiap orang siapapun dia yang sebenarnya memproduksi kebencian, melanggar undang-undang ITE, saya pikir itu layak ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku tanpa melihat siapa dia?  Ini soal trust, ketika tidak diberlakukan sama, maka otomatis akan diikuti dampaknya. Penegakan hukum menjadi lemah. Dengan data yang dimiliki Kompas, sebetulnya mudah mengakhiri pembelahan ini ya, sesuai harapan kami, FNN? Ini tugas siapa? Pemerintah dan para kontestan Pemilu nanti. Jadi, pemerintah sebagai  fasilitator Pemilu,  yang kemudian dilaksanakan oleh penyelenggara Pemilu dan juga para kontestan Pemilu. Saya pikir nanti setiap kali masa kampanye mau diadakan, biasanya penyelenggara membuat rule yang mengatur secara detail bagaimana koridor-koridor kampanye terutama kampanye di sosial media. Tantangannya adalah bagaimana kontrol mampu dilakukan oleh penyelenggara Pemilu. Tapi yang paling penting sebenarnya kesadaran dari semua pihak, terutama kontestan Pemilu baik partai politik maupun Capres. Pilkada dimulai bulan November 2024, mereka tidak boleh main-main buzzer. Kalau influencer untuk campaign positif saya pikir hak mereka, karena memang kampanye itu kan mengenalkan program. Jadi, biarkan publik dikasih ruang-ruang pertarungan gagasan, bukan pertarungan kebencian. Kadangkala kita juga stres melihat konten-konten yang sifatnya saling merendahkan, saling membenci. Kalau kita lihat baca hasil survei ini sebenernya masyarakat kita relatif cerdas mana yang baik bagi bangsa ini ya. Kita punya punya pengalaman Pemilu 2004 dengan lima calon, setelah itu juga enggak masalah walaupun itu sampai dua putaran. Untuk pemilihnya Pak SBY maupun pemilihnya Ibu Mega juga enggak pernah sampai sejauh ini, meskipun harus kita akui, waktu itu sosial media mungkin tidak semasif saat ini. Tapi kita punya pengalaman bahwa dengan dua calon di dua putaran di 2004 bahkan di 2009 tiga paslon, kita tidak pernah sampai terjadi residu yang negatif. Penelitian Oxford University kemudian dilanjutkan dengan LP3ES menyatakan buzzer itu jadi ladang bisnis? Iya memang. Kuncinya lebih ke bagaimana lalu lintas perbincangan di sosial media itu lebih sehat. Kalau kita merujuk literasi digital kita yang di skala 1-5, yang paling rendah itu adalah tingkat literasi yang sifatnya keamanan. Jadi, aman dari konten-konten negatif. Jadi, publik kita atau pengguna sosial media kita, itu di tingkat budaya literasi itu sudah relatif tinggi, kalau enggak salah hampir mendekati empat. Tapi tingkat keamanan mereka memilah, mana konten yang terbaik, konten yang benar, ini yang sebenarnya paling rendah kalau kita merujuk indeks literasi digital di Indonesia. Nah ini yang sebenarnya menjadi pekerjaan rumah dan ini yang sebenarnya dimanfaatkan oleh buzzer-buzzer itu. Ketika mereka melihat pengikutnya tambah banyak, yang komen komen justru mendukung. Mereka merasa pasarnya masih ada, maka mereka main terus. Apa rekomendasi Litbang Kompas dari temuan ini? Kalau dilihat dari jawaban responden sih, yang pertama tentu berharap ini segera dikuatkan upaya-upaya untuk menghentikan ini semua. Kalau karena waktu mepet tinggal 2 tahun, tentu harus ada upaya-upaya yang sifatnya kalau dari pertanyaan kami sih ada 85,3 persen responden sepakat rekonsiliasi kedua kubu. Hanya bentuk rekonsiliasi seperti apa, saya pikir ini menjadi PR bagi semua terutama para pegiat sosmed yang konsen dengan isu ini,  salah satunya Mas Hersu sebagai penggiat sosmed, mungkin bersama-sama kita perkuat di sosmed, tentu ini menjadi salah satu langkah yang cukup positif. Bahwa dengan hasil survei ini, bisa menjadi legitimasi dan argumentasi bahwa sudah enggak ada maknanya pertarungan yang sifatnya dilandasi oleh kebencian. Kita harus menggeser kebencian ini dengan gagasan, saling tarung gagasan, prestasinya apa? Jadi yang penting kontribusi terhadap bangsa dan negara ini lebih ke karya, bukan sekadar rasa. Justru pertarungan karya ini yang sebenarnya buat publik mendidik, juga buat pemilih. Itulah ketika meng-endors seseorang jadi capres, ya lihat karyanya, jangan sekadar rasanya yang diaduk-aduk itu. Sementara buzzer ini mainnya di rasa, tidak main di karya. Justru itu yang sebenarnya pertarungan gagasan yang harus diperkuat, bukan pertarungan yang dilandasi oleh kebencian dan permusuhan. Kita butuh aktor-aktor dan kekuatan civil society yang ada di sosmed untuk sama-sama menggaungkan ini.  Kalau perlu diikuti dengan pertemuan kopi darat lalu digaungkan secara sosial media, saya kira ini menjadi titik awal yang bagus. (sws)

Ratusan Produk UMKM Indonesia Tembus Eropa pada Ajang "Java in Paris"

Jakarta, FNN - Shopee bekerja sama dengan Pemerintah Kota Surakarta, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Paris, dan Le BHV Marais Paris menghadirkan program “Java in Paris” yang membawa ratusan jenis produk UMKM lokal melantai di pusat perbelanjaan Le BHV Marais, Paris, Prancis.Duta Besar Republik Indonesia untuk Prancis, Andorra, Monako, dan UNESCO Mohamad Oemar menyampaikan bahwa program Java in Paris merupakan sinergi yang baik dari pemerintah pusat, daerah, dan swasta.“Kita menjalin suatu kolaborasi dari UMKM-nya, para kreatornya, pemerintah daerah, pemerintah pusat, para desainer dan perwakilan Indonesia di Paris untuk bekerja sama dengan entitas di paris, Le BHV Marais di Paris untuk menampilkan karya-karya terbaik untuk bisa diperkenalkan dan juga bisa diterima oleh masyarakat internasional,\" ujar Oemar dalam jumpa pers virtual, Kamis.Oemar mengatakan ajang Java in Paris merupakan satu kesempatan berharga bagi para pelaku UMKM untuk bisa memperkenalkan sekaligus memamerkan karya-karya terbaik mereka.Paris, kata dia, adalah tempat yang tepat bagi para pelaku kreatif untuk memperkenalkan karya, baik di bidang fesyen, kuliner, perhiasan, dan kerajinan lainnya.Oemar menambahkan, bahwa kurasi langsung yang dilakukan oleh tim dari Le BHV Marais, juga membuat produk UMKM yang ditawarkan sudah sesuai dengan selera pasar di Prancis dan standar Uni Eropa.Ratusan jenis produk yang telah dikurasi akan dipamerkan dan dijual di Le BHV Marais, Paris mulai 8 Juni hingga 17 Juli 2022.Program ini menjadi lanjutan dari kesuksesan pembukaan Kampus UMKM Shopee Ekspor Solo yang berhasil membawa lebih dari 10 ribu UMKM Solo melakukan ekspor dalam waktu satu tahun.Program ini juga merupakan realisasi komitmen Pemerintah Kota Surakarta dalam mendukung UMKM Kota Solo naik kelas dan berdaya saing global melalui promosi di salah satu kota kiblat fesyen dunia.Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming mengatakan kegiatan ini merupakan momentum yang sangat baik bagi UMKM untuk dapat melompat lebih tinggi dan menembus pasar dunia.“Java in Paris menjadi sebuah pencapaian baru bagi UMKM lokal agar bisa dikenal dan diminati di pasar Eropa. Melalui produk-produk UMKM ini, kita juga bisa memperkenalkan cerita dan nilai budaya meskipun ini hanya bagian kecil dari budaya Indonesia yang begitu luar biasa,\" kata dia.Lebih lanjut, Gibran menyampaikan terima kasih kepada KBRI di Paris, BHV Marais, dan Shopee Indonesia atas sinergi dan dukungan terhadap karya anak bangsa sehingga bisa berada di panggung dunia.Director of BHV MARAIS Home & Eataly Paris Marais Purchasing Amandine de Souza menyampaikan bahwa ajang ini akan membuat pelanggan Le BHV Marais bisa merasakan pengalaman langsung tentang produk Indonesia.Le BHV Marais merupakan salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Prancis, bagian dari jaringan Galeries Lafayette“Indonesia memiliki budaya yang kaya, namun, masih sedikit masyarakat Prancis dan Eropa yang mengetahui hal ini. Oleh karena itu, kami bekerja sama dengan Shopee untuk mengurasi brand dan produk terbaik dari Indonesia agar bisa ditampilkan kepada para pengunjung di Paris,\" ujar dia.\"Kami ingin semakin banyak orang mengenal produk Indonesia salah satunya Batik buatan Solo melalui kerja sama dengan Pemerintah Kota Surakarta,\" sambung dia.Sementara itu, Direktur Eksekutif Shopee Indonesia, Handhika Jahja menjelaskan komitmen #ShopeeAdaUntukUMKM melalui program \"Java in Paris\".Shopee, kata dia, ingin menjadi kawan dalam setiap perjalanan UMKM Indonesia. Kelanjutan dari komitmen Shopee untuk UMKM adalah melalui program Java in Paris yang disinergikan dengan Pemerintah Kota Surakarta, sekaligus menandai satu tahun berdirinya Kampus UMKM Shopee Ekspor Solo.\"Kami berharap, dukungan melalui program ini bisa memberikan dampak positif bagi perkembangan UMKM lokal agar lebih banyak UMKM yang bisa dikenal di pasar internasional. Ini adalah waktunya bagi UMKM untuk tidak hanya berjaya di Indonesia, tapi juga bisa eksis di kancah internasional,” ucap Dhika.Acara pembukaan \"Java in Paris\" menampilkan pagelaran budaya yang digelar di sepanjang jalan Rue de Rivoli di depan Le BHV Marais, Paris, Prancis, Rabu (8/6).Pagelaran budaya tersebut menghadirkan pertunjukan gamelan, wayang, dan tari yang ditampilkan oleh para pekerja seni dan budaya asal kota Solo, dengan arahan dari Koreografer Eko Supriyanto. Acara pembukaan juga dimeriahkan oleh penampilan penyanyi Anggun C. Sasmi.Program Java in Paris tidak hanya mempromosikan produk-produk UMKM asal Indonesia di Paris, tetapi juga memperkenalkan ragam kegiatan budaya lainnya.Beberapa acara yang bisa diikuti oleh para pengunjung BHV Marais termasuk lokakarya membatik, tari Bali, seni beladiri pencak silat, pertunjukan musik, serta acara mencicipi teh dan kopi khas Indonesia. Acara-acara tersebut diadakan setiap Sabtu mulai 11 Juni hingga 2 Juli di Le BHV Marais. (mth/Antara)

Survei NEW INDONESIA: Kepuasan Terhadap Presiden Jokowi Tetap Tinggi

Jakarta, FNN - Temuan survei NEW INDONESIA Research & Consulting menunjukkan tingkat kepuasan terhadap Presiden Jokowi tetap tinggi mencapai 80,6 persen, bahkan di antaranya 9,6 persen merasa sangat puas. \"Meskipun cenderung stagnan, tetapi tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi masih tetap tinggi,\" kata Direktur Eksekutif NEW INDONESIA Research & Consulting Andreas Nuryono dalam siaran pers di Jakarta, Kamis. Angka tersebut kata dia naik tipis dari hasil survei sebelumnya pada Februari 2022 yang dicatat sebesar 79,3 persen. Sementara itu, tingkat ketidakpuasan turun dari 19,6 persen menjadi 17,3 persen, di antaranya 1,1 persen merasa sangat tidak puas. Sisanya sebanyak 2,1 persen menyatakan tidak tahu/tidak menjawab. \"Jika melihat angka pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2022 sebesar 5,01 persen, itu mengalami kontraksi tipis dibandingkan dengan kuartal sebelumnya,\" kata Andreas. Angka tersebut menurut dia juga lebih tinggi dibanding yang dicatat dari sejumlah negara, seperti Tiongkok, Korea, dan Amerika. Situasi pandemi COVID-19 di Indonesia sudah sangat terkendali, ditandai dengan banyaknya pelonggaran terhadap pembatasan sosial. Untuk pertama kalinya sejak 2020, mudik lebaran diperbolehkan, berakibat pada lonjakan jumlah pemudik. Tingginya cakupan vaksinasi dan hasil survei serologi yang menunjukkan terbentuknya kekebalan masyarakat memberi keyakinan dan optimisme, dengan tetap memberlakukan protokol kesehatan dalam setiap aktivitas di tempat umum. Hal itu membuat tingkat kepuasan terhadap Presiden Jokowi sedikit meningkat dibandingkan hasil survei sebelumnya. Namun juga cenderung stagnan karena beberapa hal, seperti dampak pemulihan ekonomi dunia pasca-pandemi, bayang-bayang resesi dan inflasi harus menjadi perhatian serius pemerintah. Dampak perang juga telah mendorong kenaikan harga sejumlah komoditas strategis, khususnya pangan dan energi.Indonesia masih banyak mengimpor pangan, sehingga dikhawatirkan perekonomian nasional akan kembali terganggu. Bahkan, minyak goreng, di mana Indonesia penghasil CPO terbesar di dunia, kenaikan harga pun telah menimbulkan gejolak di tengah masyarakat.  \"Mendekati tahun politik, kesalahan dalam mengelola dampak ekonomi global bisa menjadi celah untuk menyerang kebijakan pemerintah, dan berpotensi menggerus tingkat kepuasan publik,\" tutur Andreas. Survei NEW INDONESIA Research & Consulting dilakukan pada 30 Mei-3 Juni 2022 terhadap 1.200 orang mewakili seluruh provinsi. Metode survei adalah multistage random sampling, dengan margin of error plus minus 2,89 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen. (mth/Antara)

Menteri Erick Ingin Indonesia Jadi Hub Produksi Vaksin Dunia

Jakarta, FNN - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menginginkan Indonesia menjadi hub produksi vaksin dunia dengan mendorong perusahaan farmasi pelat merah PT Bio Farma (Persero) dapat meningkatkan kapasitas produksinya.  Pemerintah Indonesia melakukan uji klinis fase ketiga Vaksin COVID-19 BUMN yang akan diprioritaskan untuk kebutuhan domestik. Kapasitas awal yang disediakan adalah 120 juta vaksin per tahun dan bisa ditingkatkan menjadi 500 juta vaksin. \"Total produksi kita sampai 500 juta. Kalau nanti diperlukan untuk memperbesar apalagi kita menginginkan Indonesia menjadi hub produksi vaksin dunia, ya kita bisa tingkatkan,\" kata Erick dalam acara Kick Off Uji Klinis Fase III Vaksin COVID-19 BUMN yang dipantau di Jakarta, Kamis. Erick menyampaikan bahwa pemerintah akan terus melakukan inovasi baik itu kerja sama di dalam negeri ataupun anak Indonesia yang sekarang sedang berkarir di luar negeri atau sekolah di luar negeri untuk bisa meningkatkan teknologi akan Indonesia tidak terus tertinggal dari negara lain. Menurutnya, pandemi COVID-19 telah mengajarkan kita bahwa pentingnya membangun kedaulatan kesehatan masyarakat. Erick menegaskan tidak ingin Indonesia fakir dalam penemuan sains ataupun industri kesehatan secara menyeluruh. Karena itu Kementerian BUMN mendorong transformasi hingga meningkatkan fasilitas dan teknologi pada perusahaan farmasi pelat merah.Tak hanya itu, kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti BPOM dan universitas akan membuat Indonesia tidak terus bergantung dengan negara lain. \"Apakah dalam konteks bahan baku obat, apakah dalam konteks mendorong kesehatan secara menyeluruh baik dalam menjaga supaya masyarakat percaya kepada kesehatan yang dibangun di dalam negeri ataupun terobosan seperti hari ini bagaimana kita punya vaksin sendiri, tidak terus mengimpor vaksin. Konteks inilah kenapa hari ini kita membuktikan bisa bekerja sama dan memberikan solusi terbaik untuk bangsa dan negara,\" kata Erick. (mth/Antara)

Luhut Usulkan Anggaran Rp429,06 Miliar pada 2023

Jakarta, FNN - Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan anggaran sebesar Rp429,06 miliar pada 2023 atau bertambah Rp146 miliar dari pagu indikatif yang sebesar Rp283,06 miliar.\"Terdapat kegiatan yang belum terakomodir dalam pagu indikatif 2023, di antaranya adalah untuk kegiatan Archipelagic and Island States (AIS) Forum sebesar Rp50 miliar,\" katanya dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Kamis.Adapun pagu indikatif Kemenko Marves yang sebesar Rp283,06 miliar tersebut tumbuh 8,4 persen dari pagu indikatif dalam APBN 2022 yang senilai R260,92 miliar.Anggaran AIS Forum tersebut khususnya akan digunakan untuk perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi para kepala negara dan kepala pemerintahan sebagaimana diarahkan oleh Presiden Jokowi.Luhut juga mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp38,85 miliar untuk mendukung pelaksanaan dan pencapaian target dari kegiatan-kegiatan yang diarahkan langsung oleh Presiden Jokowi dan kegiatan strategis lain.Tambahan anggaran senilai Rp35,73 miliar diusulkan untuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia di lingkungan Kemenko Marves.Untuk pemeliharaan dan operasional gedung juga diusulkan anggaran tambahan Rp14,94 miliar, meskipun Luhut meyakini akan mulai pindah ke Ibu Kota Nusantara pada semester II 2023.Anggaran tahun 2023 tersebut akan digunakan antara lain untuk koordinasi bidang pengelolaan lingkungan dan kehutanan, bidang pariwisata dan ekonomi kreatif, serta bidang koordinasi investasi dan pertambangan. (mth/Antara)

Survei: Elektabilitas PDIP-Gerindra Belum Terkalahkan

Jakarta, FNN - Survei NEW INDONESIA Research & Consulting menyebutkan elektabilitas PDI Perjuangan dan Gerindra belum terkalahkan meski belakangan ada manuver partai politik lain yang mengarah ke koalisi. \"Di tengah terbentuknya KIB dan manuver partai-partai menuju 2024, elektabilitas PDIP dan Gerindra masih belum terkalahkan,\" kata Direktur Eksekutif NEW INDONESIA Research & Consulting Andreas Nuryono dalam siaran pers di Jakarta, Kamis. Dia mengatakan belum ada partai yang bisa mengungguli posisi PDIP dan Gerindra di tengah-tengah manuver partai-partai tersebut. Temuan survei NEW INDONESIA Research & Consulting menunjukkan elektabilitas PDIP mencapai 17,7 persen, sedangkan Gerindra sebesar 12,5 persen. PDIP dan Gerinda selalu menempati peringkat pertama dan kedua, sementara partai-partai lain berfluktuasi. Posisi ketiga terakhir diduduki oleh PKB, dengan elektabilitas sebesar 8,0 persen. Golkar yang menjadi inisiator KIB hanya meraih elektabilitas 5,8 persen, atau kembali tergeser oleh parpol oposisi Demokrat (6,2 persen). Lalu berikutnya ada PSI (5,5 persen), PKS (5,0 persen), dan Nasdem (4,4 persen). Anggota KIB lainnya kata dia juga belum aman posisinya, karena masih di bawah ambang batas parlemen, yaitu PPP (2,5 persen) dan PAN (1,8 persen). \"Dibandingkan dengan Golkar, elektabilitas PPP dan PAN mengalami sedikit kenaikan,” tutur Andreas. Dia menjelaskan jika dikorelasikan dengan Pilpres, tingginya elektabilitas PDIP dan Gerindra menunjukkan poros koalisi yang terbangun untuk mengusung capres-cawapres berpeluang lebih solid dan merebut dukungan luas. Kemudian menurut dia KIB juga menghadapi tantangan mengingat belum ada tokoh dari internal ketiga parpol yang memiliki elektabilitas cukup tinggi, demikian pula dengan Nasdem, yang cenderung lebih memilih untuk mengusung capres-cawapres dari luar partai. Partai-partai lainnya masih belum membicarakan soal koalisi. Sisanya, kata dia adalah partai-partai baru dan non-parlemen, di antaranya Ummat (1,3 persen), Gelora (1,0 persen), dan Perindo (0,8 persen). Lalu, Hanura dengan elektabilitas (0,3 persen), PBB (0,2 persen), dan PKPI serta Berkarya masing-masing (0,1 persen). Garuda dan Masyumi Reborn nihil dukungan, sedangkan pilihan partai lainnya 0,9 persen. \"Masih ada 25,9 persen yang menyatakan tidak tahu/tidak jawab,\" ucapnya. Survei NEW INDONESIA Research & Consulting digelar pada 30 Mei-3 Juni 2022 terhadap 1.200 orang mewakili seluruh provinsi. Metode survei adalah multistage random sampling, dengan margin of error plus minus 2,89 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen. (mth/Antara)