ALL CATEGORY
Menuju “Poros Perubahan Nasional”
Selamat dan sukses pada dialog kebangsaan kedua di Bandung. Negara harus kembali ke UUD ‘45 Asli. Atas dasar itulah dialog Nasional merasa perlu untuk membentuk “Poros Perubahan Nasional”. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih PADA tanggal 26 Juni 2022 para tokoh Nasional akan melanjutkan dialog ke-2 di Bandung, untuk konsolidasi menyatukan tekad berjuang mengembalikan negara ini yang telah menyimpang dari tujuan kiblat bangsa. Pada dialog kebangsaan pertama yang dihadiri oleh beberapa tokoh Nasional bertepatan dengan Peringatan Lahirnya Mega Bintang ke-25 di Kota Solo telah sepakat untuk berjuang melalui wadah bernama Poros Perubahan Nasional. Gagasan munculnya Poros Perubahan Nasional dari dialog Nasional di Solo tersebut karena keprihatinan atas telah terjadinya ketidakadilan yang meluas yang dirasakan oleh masyarakat dan kemiskinan struktural yang diabaikan oleh penguasa negara. Negara telah berubah menjadi seluler, liberal, dan kapitalis. Kedaulatan rakyat terkikis telah hilang, bahkan negara telah lepas kendali dari Pancasila sebagai gronslag negara dan UUD 1945 diganti dengan UUD 2022. Amandemen UUD ‘45 menjadi UUD 2022 telah mengakibatkan negara berjalan tanpa arah, menimbulkan banyak masalah, negara menyimpang dari tujuan negara. Rezim saat ini seperti tidak menyadari bahayanya ketika negara telah mengganti UUD ‘45 dan melepaskan diri dari nilai nilai dasar Pancasila. Keadaan negara makin terpuruk, dan bahkan menuju pada kerusakan hingga kehancurannya adalah akibat negara telah dikendalikan oleh Oligarki sangat kuat mencengkeram, mengarahkan, dan mengendalikan tata kelola negara dan bayang bayang kekuatan China yang riil berpotensi menjadi penjajah gaya baru. Dalam kendali Oligargi, negara menyimpang jauh dari tujuan negara, yaitu: \"untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Selamat dan sukses pada dialog kebangsaan kedua di Bandung. Negara harus kembali ke UUD ‘45 Asli. Atas dasar itulah dialog Nasional merasa perlu untuk membentuk “Poros Perubahan Nasional”. Silakan partai politik sibuk menyusun Koalisi, tetapi rakyat juga berhak untuk menyusun Koalisi: Koalisi Rakyat Bersatu untuk Poros Perubahan Nasional menuju Indonesia Kembali UUD ‘45 Asli, musnahkan Oligarki, dan selamatkan Indonesia dari kehancurannya. Untuk memusnahkan Oligarki dan menyelamatkan Indonesia dari kehancuran yang sudah di depan mata adalah kita harus segera memberlakukan kembali UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Karena, amandeman UUD ’45 itulah penyebab tatanan kehidupan berbangsa dan negara menjadi rusak. Berbagai produk perundangan hasil amandemen UUD ’45, seperti UU Minerba dan UU Omnibus Law, merugikan rakyat. Implementasi Pasal 33 UUD 1945, tidak ada sama sekali. Padahal, UUD 1945 menyatakan, ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” (Pasal 33 Ayat 1); ”Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” (Pasal 33 Ayat 2); ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” (Pasal 33 Ayat 3); dan ”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional” (Pasal 33 Ayat 4). Ambillah contoh implementasi pada pasal 33 ayat 2 dan di atas. Siapa yang menguasai ribuan hingga jutaan hektar lahan di Sumatera, Kalimatan, dan wilayah provinsi lainnya dengan konsesi lahan adalah Oligarki Ekonomi dan Oligarki Politik. Rasanya saya tidak perlu menyebut siapa saja mereka ini. Silakan googling sendiri. Di sana banyak data dan informasi mengenai penguasaan lahan oleh segelintir orang dan kelompok oligarki. Mungkikah Presiden Joko Widodo berani mengeluarkan Dekrit Kembali ke UUD 1945 Asli? Rasanya tidak akan berani. Karena, salah satu penopang “investasi politik” yang menjadikan Jokowi presiden adalah oligarki. Untuk mewujudkan kembalinya UUD 1945, maka kehadiran Poros Perubahan Nasional diharapkan menjadi penggerak perubahan situasi politik Indonesia lebih baik. (*)
Memecah Mitos Mahfud
Jika orang-orang yang waras enggan atau masa bodoh atas penyimpangan-penyimpangan yang berlangsung di sekitarnya, maka Allah SWT akan membiarkan mereka, dan doa-doa mereka tidak diijabah-Nya. Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta SALAH satu stasiun televisi nasional menayangkan program dialog dalam kemasan “Mitos atau Realitas”. Misalnya, laki-laki berumur lebih panjang daripada perempuan, itu mitos; ngopi bisa mempererat persahabatan, itu realitas. Mahfud MD pernah menulis di twitter, “Saat biaya politik semakin mahal, elit juga semakin jelek, karena sistem yang dibangun mendorong ke arah korupsi. Malaikat masuk ke dalam sistem Indonesia pun bisa menjadi iblis juga.” Dalam sebuah meme lengkap dengan foto wajah Mahfud MD tertera narasi demikian, “Malaikat sekalipun akan berubah menjadi iblis bila berani masuk ke dalam sistemnya Indonesia saat ini.” (Mahfud MD/Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi 2013). Pada tanggal 9 November 2017 Mahfud MD menulis lagi, “Setiap kasus bisa dicari pasal benar atau salahnya menurut hukum. Tinggal siapa yang lihai mencari atau membeli. Intelek tukang bisa mencarikan pasal-pasal sesuai dengan pesanan dan bayarannya.” Beredar juga tulisan Mahfud MD, “Saya nantang siapa saja, dimana saja, di dalam forum terbuka. Yang bisa menunjukkan kepada saya, tentang adanya khalifah atau khilafah sebagai sistem pemerintahan di dalam Al-Quran dan Hadis,” kata Mahfud MD usai jadi pembicara seminar di IAIN Salatiga, Kamis (7/12/2017). Bahwa Pak Menteri pernah mengajukan pernyataan tantangan untuk berdiskusi tentang Khilafah, karena itu pernyataan ini penting untuk ditindaklanjuti dalam kerangka berdakwah, menjelaskan esensi khilafah dari hukum hingga urgensinya. Adapun untuk waktunya, kami persilakan Pak Menteri untuk dapat mengagendakannya. Kami berusaha menyesuaikan waktunya. Untuk konfirmasi 081290774763 a/n Ahmad Khozinudin, Jakarta (19/4/2022). “Saya tak ada waktu melayani dialog yang hanya sensasi,” kata Mahfud MD (democrazy.id). Apakah ini bentuk kebohongan Pak Mahfud? Demikian kata Ahmad Khozinudin. Prof. Daniel Mohammad Rosyid menulis, “Saya ingat almarhum ayah kami alumni FH UGM 1961 melarang kami kuliah di FH. Beliau bilang, itu FH Bengkong, “dadio dokter opo tentara”. Ini karena praktek hukum di Indonesia makin memuakkan. Lalu ayah berhenti jadi pengacara, pindah jadi pedagang.” Penulis lain menyebutkan bahwa di USA memang penegakan hukum (rule of law) sangat “stricht” sekali. Keputusan pengadilan (hukum) tidak ditentukan oleh hakim, tetapi oleh “juries” ... hakim cuma sabagai moderator, bukan pengambil keputusan atas nama Tuhan seperti di Indonesia. Sistem Hukum di Indonesia memang warisan kolonial Belanda yang menempatkan hakim sebagai “wakil” Tuhan ... eh, pemerintah/penguasa. Penulis yang lain punya kawan/senior yang baik, alm Trimoelja D. Soerjadi SH, pengacara/pembela Kasus Marsinah. Pernah menasehati agar jangan sekali-kali coba berurusan dengan hukum (pengadilan) di negeri ini. “Waktu almarhum bicara begitu saya masih belum paham maksudnya, sampai suatu saat almarhum minta serta mengajak saya masuk menjadi anggota ad hoc Dewan Kehormatan Peradi (Jatim), dan di situlah saya betul-betul paham bagaimana sulitnya menegakkan kebenaran dan mencari keadilan di negeri ini.” Pledoi alm Trimoelja untuk kasus Marsinah diberi judul “The Republic of Fear”. Pembelaan yang betul-betul bikin ramai saat itu, karena harus melawan rezim Soeharto yang sangat represif, keras-menindas, waktu itu. Keberanian membela kebenaran yang berisiko hancurnya mobil almarhum yang parkir di depan rumah, ditabrak lari, dan bentuk-bentuk teror lainnya. Alhasil, terdakwa (palsu) disangkakan sebagai pembunuh Marsinah dibebaskan oleh Hakim, dan DanRem di mana kasus Marsinah terjadi dicopot dan dipindahkan. Berkenaan dengan tragedi berdarah di muka bumi kita ingat komentar Ali Syari\'ati, pemikir revolusi Iran yang ikut menjungkalkan Syahreza Pahlevi, bahwa Kabil adalah inspirator penumpahan darah di bumi. Siapa saja yang melakukan pembunuhan dapat disebut sebagai ahli waris darah dingin Kabil. Al-Quran mentahbiskan bahwa siapa saja yang membunuh jiwa tanpa kesalahan bagaikan membunuh semua insan, dan begitu sebaliknya. Motif orang melakukan kejahatan itu bermacam-macam, akan tetapi jika dilacak bisa ditemukan akarnya pada watak dan karakter negatif manusia, yakni iri, dengki, dan dorongan nafsu hewani. Al-Quran menarasikan kisah Nabi Yusuf bersama saudara-saudaranya. Ketamakan manusia juga digambarkan dalam kisah dua orang yang beperkara yang mengadu kepada Nabi Daud AS. Dalam kehidupan sosial-politik, Ratu Saba\' di masa Nabi sekaligus Raja Sulaiman, putra Raja-Nabi Daud, menarasikan bahwa para raja bila memasuki suatu wilayah cenderung destruktif, merusak stabilitas dengan menistakan kalangan yang terhormat. Tidak jauh berbeda, para pemuda pada masa penguasa tertentu terpaksa menyelamatkan akidahnya dengan mengasingkan diri dalam sebuah gua. Dalam sepenggal kisah Nabi Musa menuntut ilmu, ternyata ia tidak sanggup menahan diri, bersabar untuk tidak berkomentar atas apa saja yang dilakukan oleh guru spiritualnya, yakni merusak kapal yang ditumpanginya. Tuhan memperingatkan tentang azab yang diturunkan, yakni tidak hanya menimpa para pelaku kejahatan. Karakter orang-orang beriman bertolak belakang dengan karakter orang-orang munafik. Orang-orang munafik mengajak berbuat jahat, dan mencegah berbuat baik. Akhir drama di panggung dunia adalah mahkamah Illahi pada hari akhir nanti yang menampakkan kontras kondisi orang-orang yang tidak beriman dengan mereka yang bertakwa kepada Tuhan. Rasulullah SAW jauh hari sebelumnya telah mengingatkan perlunya peduli dalam kehidupan bersama. Jika orang-orang yang waras enggan atau masa bodoh atas penyimpangan-penyimpangan yang berlangsung di sekitarnya, maka Allah SWT akan membiarkan mereka, dan doa-doa mereka tidak diijabah-Nya. Dalam kondisi bagaimanapun orang-orang beriman tidak boleh putus asa dan menyerah pada situasi dan kondisi yang membelenggunya. Salah seorang penulis merumuskan 15 falsafah hidup KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai berikut. 1. “Orang yang masih terganggu dengan hinaan dan pujian manusia, dia masih hamba yang amatiran.” 2. “Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak tanya apa agamamu.” 3. “Semakin tinggi ilmu seseorang, maka semakin tinggi toleransinya.” 4. “Agama mengajarkan pesan-pesan damai. Tapi ekstremis memutarbalikannya. Kita butuh Islam ramah, bukan Islam marah.” 5. “Perbedaan itu fitrah. Dan ia harus diletakkan dalam prinsip kemanusiaan universal.” 6. “Memuliakan manusia berarti memuliakan penciptanya. Merendahkan dan menistakan manusia berarti merendahkan dan menistakan penciptanya.” 7. “Esensi Islam tidak terletak pada pakaian yang dikenakan, melainkan pada akhlak yang dilaksanakan.” 8. “Jika kamu memusuhi orang yang berbeda agama dengan kamu, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan Allah, tapi Agama. Jika kamu menjauhi orang yang melanggar moral, berarti yang kamu pertuhankan bukan Allah, tapi moral. Pertuhankanlah Allah, bukan yang lainnya. Dan pembuktian bahwa kamu mempertuhankan Allah, maka kamu harus menerima semua makhluk. Karena begitulah Allah.” 9. “Sebenar apa pun tingkahmu, sebaik apa pun perilaku hidupmu, kebencian dari manusia itu pasti ada. Jadi jangan terlalu diambil pusing. Terus saja jalan.” 10. “Perbedaan dalam berbagai hal, termasuk aliran dan agama, sebaiknya diterima, karena itu bukan sesuatu masalah.” 11. “Tuhan tidak perlu dibela, Dia sudah Maha segalanya. Belalah mereka yang diperlakukan tidak adil.” 12. “Menyesali nasib tidak akan mengubah keadaan, terus berkarya dan bekerjalah yang membuat kita berharga.” 13. “Kepemimpian yg baik dapat membawa hasil yang baik tanpa banyak menumpahkan darah.” 14. “Tidak ada jabatan di dunia ini yang perlu dipertahankan mati-matian.” 15. “Marilah kita bangun bangsa dan kita hindarkan pertikaian yang sering terjadi dalam sejarah. Inilah esensi tugas kesejarahan kita, yang tidak boleh kita lupakan.” Siapa saja yang masih mempunyai benih-benih kebaikan, sebarkanlah, walaupun kiamat sudat dekat.] Tegakkan kebenaran dan keadilan kepada siapa saja, kapan saja, dan di mana saja, walaupun langit akan runtuh. Semua manusia setara di muka hukum, demikian pula di muka Tuhan Yang Maha Esa. (*)
Peta Jakarta 1618. Kyai Arya Patih Majakatera
Oleh Ridwan Saidi Budayawan Peta tahun 1618, pra-VOC, dibuat orang Belanda yang dikoleksi Ijzerman. Ini port Jacatra, gerbang Jacatra yang batas selatannya Beos. Bukit-bukit Tambora yang melebar dari Glodok baru digusur XVIII M. Konsentrasi penduduk di Kapuk Muara, Blandongan, dan Jembatan Lima. Selain di kawasan dalam peta. Saat peta dibuat pembangunan Labuhan Kalapa II dan Kota Inten sudah selesai pada tahun 1540. Ke arah utara peta lokasi adalah Menara Syahbandar. Blok merah dalam peta adalah kawasan Patih Kyai Arya. Maka ada dua alat bukti tentang kepatihan Majakatera (Jacatra): 1. Dokumet perjanjian Portugis Malacca dan Sunda Kalapa 1521 yang menyebut Patih . Mundari 2. Peta Ijzerman yang memuat lokasi hunian Patih Kyai Arya. Dengan demikian terbantah claim Kesultananan Banten yang berdiri 1552 menjajah Sunda Kalapa. Peta ini juga menginformasikan gelar Kyai sudah dipakai di négeri Betawi paling tidak tahun 1618. Sebelah utara hunian Kyai Arya tertulis Batterij. Mestinya Ba\'cere, hunian Peru. Blok sebelah barat yang dibelah Kali Ciliwung dengan blok Timur adalah Port Jacatra. Inilah Kota Jacatra dimana ada pasar, alun-alun dan messigiet (mesjid). Port Jacatra bagian dari pembangunan labuhan Kalapa II 1522-1540. Bangunan mesjid yang tersisa hingga kini mihrab. Tetapi sulit disimpulkan bahwa ini mesjid tertua di Jakarta. Karena di sebelah barat Majakatera ada sumur bersuci yang dinamakan Mandi Rancan yang masih terpelihara hingga kini. Keberadaan Mandi Rancan dilaporkan Bujangga Manik dalam Lalampahan yang ditulis XIV M. (RSaidi).
Sekarang Saya Jawab…
Silakan partai politik sibuk menyusun Koalisi, tetapi rakyat juga berhak menyusul Koalisi. Yaitu; Koalisi Rakyat Bersatu untuk Perubahan yang lebih baik. Oleh: AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia SAYA sebenarnya tidak mau menanggapi banyaknya pertanyaan dan komentar di media sosial. Baik itu di grup WA, maupun di twitter dan medsos lainnya. Yang pada intinya, menanyakan, mengapa LaNyalla akhir-akhir ini kritis dengan narasi-narasi fundamentalnya tentang negara ini. Dulu-dulu LaNyalla ke mana saja? Begitulah inti dari banyak pertanyaan, jika saya simpulkan. Bagi saya pertanyaan-pertanyaan seperti itu wajar. Terutama bagi mereka yang tidak mengikuti perjalanan saya sejak dilantik menjadi Ketua DPD RI pada 2 Oktober 2019 (dinihari), silam. Karena sejak saat itu, saya menyadari betul, bahwa saya telah melakukan transformasi posisi. Dari sebelumnya aktivis organisasi di Ormas, menjadi pejabat negara. Di lembaga negara yang mewakili daerah. Maka sejak saat itu, saya putuskan untuk keliling ke semua daerah di Indonesia. Untuk apa? Untuk melihat dan mendengar langsung suara dari daerah. Agar lembaga DPD RI ini memiliki manfaat sebagai wakil daerah. Apalagi lembaga ini dibiayai dari APBN. Meskipun jauh lebih kecil dibanding DPR RI. Hampir satu tahun awal masa jabatan, saya terus berkeliling daerah. Bahkan di awal Pandemi Covid. Dan apa yang saya temukan? Ada dua persoalan yang hampir sama. Yaitu: Ketidakadilan yang dirasakan masyarakat dan Kemiskinan Struktural yang sulit dientaskan. Dari temuan itu, saya simpulkan bahwa dua persoalan tersebut adalah persoalan yang fundamental. Tidak bisa diatasi dengan pendekatan karitatif dan kuratif. Ibarat di dunia medis, persoalan tersebut hanya symptom dari sebuah penyakit dalam. Saya berdiskusi dan berdialog dengan banyak orang. Kolega di DPD RI dan sahabat. Memang benar. Persoalan tersebut ada di hulu. Bukan di hilir. Ini tentang arah kebijakan negara. Yang dipandu melalui konstitusi dan ratusan Undang-Undang yang ada. Sehingga sering saya katakan, ini bukan persoalan pemerintah hari ini saja. Atau Presiden hari ini saja. Tetapi persoalan kita sebagai bangsa. Oleh karena itu, saat DPD RI menjadi penyelenggara Sidang Tahunan MPR Pada 16 Agustus 2021 lalu, saya mulai menyampaikan persoalan kebangsaan ke muka publik dalam sidang yang dihadiri semua lembaga negara saat itu. Termasuk Presiden dan Wakil Presiden. Sejak saat itu, saya terus-menerus meresonansikan, bahwa kita harus melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa. Karena negara ini semakin hari, semakin sekuler, liberal, dan kapitalis. Karena itu saya juga sampaikan berulangkali. Bahwa saya mengajak semua pejabat negara untuk berpikir dan bertindak sebagai negarawan. Bukan politisi. Karena negarawan tidak berpikir next election. Tetapi berpikir next generation. Saya menyadari betul. Bahwa sebagai pejabat negara saya disumpah untuk taat dan menjalankan konstitusi dan peraturan perundangan yang berlaku. Tetapi sebagai manusia saya dibekali akal untuk berfikir, dan qolbu untuk berdzikir. Sehingga saya selalu memadukan Akal, Pikir, dan Dzikir. Saya melihat ada persoalan di dalam konstitusi kita. Di mana kedaulatan rakyat di dalam sistem demokrasi perwakilan yang didesain oleh para pendiri bangsa sudah terkikis dan hilang. Bahkan kita telah meninggalkan Pancasila sebagai grondslag negara ini. Dan, puncak dari semua itu adalah saat kita tiba-tiba melakukan amandemen konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 silam. Dengan cara yang ugal-ugalan dan tidak menganut pola addendum. Sehingga kita menjadi ‘bangsa’ yang lain. Karena itu wajar bila Profesor Kaelan dari UGM Jogjakarta dalam hasil penelitian akademiknya, menyimpulkan bahwa amandemen 1999-2002 silam bukanlah amandemen atas konstitusi. Tetapi penggantian konstitusi. Saya tidak perlu mengulas panjang lebar di sini. Silakan dibaca sendiri hasil penelitiannya. Tapi yang pasti, sejak amandemen itu, semakin banyak lahir undang-undang yang menyumbang ketidakadilan dan kemiskinan struktural. Dan itulah yang saya temukan setelah saya berkeliling ke 34 provinsi di Indonesia. Mengapa terjadi? Karena kita telah meninggalkan mazhab ekonomi pemerataan dan meninggalkan perekomian yang disusun atas azas kekeluargaan, dengan membiarkan ekonomi tersusun dengan sendirinya berdasarkan mekanisme pasar. Kita telah meninggalkan ciri utama dari Demokrasi Pancasila dimana semua elemen bangsa ini, yang berbeda-beda, harus terwakili sebagai pemilik kedaulatan utama yang berada di dalam sebuah lembaga tertinggi di negara ini. Kita telah meninggalkan sistem demokrasi yang paling sesuai dengan watak dasar dan DNA bangsa yang super majemuk ini. Dimana demokrasi dilakukan dengan pendekatan konsensus. Bukan dengan pendekatan mayoritas. Akibatnya tidak ada lagi ruang bagi elemen civil society non-partisan untuk ikut menentukan arah perjalanan bangsa ini. Karena hanya partai politik yang pada prakteknya menjadi penentu. Sehingga Pancasila sekarang seperti Zombie. Walking dead. Atau istilah lainnya; Pancasila Not Found. Dan, negara ini akhirnya dibajak oleh bertemunya Oligarki Ekonomi dengan Oligarki Politik. Inilah yang saya sebut dengan kita sebagai bangsa telah durhaka kepada para pendiri bangsa. Telah durhaka kepada para pahlawan yang merelakan nyawanya, dengan dua pilihan kata saat itu, yaitu; Merdeka atau Mati! Sebuah semboyan yang kini terasa absurd. Padahal itu semua mereka lakukan demi kemerdekaan. Demi perwujudan kecintaan kepada tanah air. Dan demi satu harapan mulia; ‘agar tumbuh generasi yang lebih baik’. Tetapi hari ini yang tumbuh adalah oligarki ekonomi yang menyatu dengan oligarki politik, yang menyandera kekuasaan agar negara tunduk dalam kendali mereka. Bagi saya, untuk memperbaiki Indonesia, harus dimulai dengan memurnikan kembali demokrasinya. Artinya, mengembalikan demokrasi, yang selama ini digenggam kalangan oligarkis yang rakus, kepada kaum intelektual yang beretika, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Karena kita merdeka oleh kaum intelektual. Kaum yang beretika. Kaum yang bermoral dan berbudi pekerti luhur. Yaitu para pendiri bangsa kita. Bukan partai politik. Karena berdirinya partai politik sebagai bagian dari tata negara adalah setelah Wakil Presiden Muhammad Hatta mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden pada tanggal 3 November 1945. Maklumat itu pun diberi restriksi yang sangat jelas dan tegas. Bahwa partai politik memiliki kewajiban untuk memperkuat perjuangan mempertahankan kemerdekaan, dan menjamin keamanan rakyat. Sehingga maknanya jelas. Partai politik memiliki kewajiban untuk ikut memperjuangkan visi dan misi dari lahirnya negara ini. Dimana visinya jelas tercantum di alinea kedua pembukaan konstitusi, yaitu untuk menjadi negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Sedangkan misi negara juga jelas tertulis di alinea keempat pembukaan konstitusi kita, yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Saya meyakini, masih banyak kader partai politik yang memiliki idealisme. Yang sangat ideologis dengan platform perjuangan partainya. Tetapi dengan mekanisme pemilihan anggota DPR yang memberikan peluang kepada peraih suara terbanyak, maka mereka seringkali tersingkir dalam pemilu karena keterbatasannya. Saya juga meyakini masih ada anggota DPR RI yang masih memiliki idealisme. Yang sangat ideologis dengan platform perjuangan partainya. Tetapi dengan mekanisme satu suara fraksi dan aturan recall serta ancaman PAW, tentu melemahkan perjuangan tersebut. Dan bangsa ini sudah tidak mengerti lagi kedalaman makna dari kata ‘Republik’ yang dipilih oleh para pendiri bangsa sebagai bentuk dari negara ini. Padahal dalam kata Republik tersimpul makna filosofis yang sangat dalam, yakni Res-Publica, yang artinya Kemaslahatan Bersama dalam arti seluas-luasnya. Itulah mengapa kesadaran kebangsaan ini harus kita resonansikan kepada seluruh elemen bangsa ini. Bahwa kedaulatan rakyat harus kita rebut kembali. Karena rakyat adalah pemilik sah negara ini. Silakan partai politik sibuk menyusun Koalisi, tetapi rakyat juga berhak menyusun Koalisi. Yaitu; Koalisi Rakyat Bersatu untuk Perubahan Indonesia yang lebih baik. Saya berharap para mantan aktivis progresif yang sekarang menjadi Komisaris-Komisaris di BUMN dan Pejabat Negara tidak berubah menjadi taqlid buta. Sehingga menjadi pejuang anti perubahan dan menjadi politisi yang berpikir keras tentang next election. Bandung, 25 Juni 2022. (*)
Menlu Ukraina: Kami Berdiri Bersama Moldova Hadapi Ancaman Rusia
Jakarta, FNN - Ukraina mendukung Moldova dalam menghadapi ancaman baru dari Rusia, kata Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba pada Sabtu, setelah Moskow memperingatkan kedua negara calon anggota Uni Eropa (EU) itu tentang adanya konsekuensi negatif.“Kami berdiri bersama rakyat dan pemerintah Moldova yang bersahabat di tengah ancaman baru yang datang dari Moskow. Yang tersisa dari Rusia hanyalah melontarkan ancaman ke negara-negara lain setelah puluhan tahun gagal menerapkan kebijakan berdasarkan agresi, pemaksaan, dan sikap tidak hormat,” kata Kuleba di Twitter.Rusia pada Jumat mengatakan keputusan para pemimpin EU untuk menerima Ukraina dan Moldova sebagai kandidat anggota membawa konsekuensi negatif.Meskipun proses penerimaan anggota EU memerlukan waktu bertahun-tahun, keputusan itu menjadi simbol keinginan EU untuk merangkul lebih erat negara-negara bekas Uni Soviet.Dengan memperluas cakupan EU hingga ke Ukraina dan Moldova, EU mengorbankan cita-cita demokrasi demi \"ekspansi tak terkendali serta perbudakan politik dan ekonomi negara-negara tetangganya.\" (Sof/ANTARA/Reuters)
Ketua DPD RI Ingatkan Pentingnya Soft Skill untuk Bersaing di Era Society 5.0
Yogyakarta, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menekankan pentingnya soft skill untuk meningkatkan daya saing di era society 5.0. Terutama di bidang ekonomi dan kewirausahaan. Hal itu dikatakan LaNyalla saat menyampaikan keynote speech secara virtual dalam seminar bertema “Optimalisasi Soft Skill Mahasiswa di Era Society 5.0 Guna Menciptakan Lapangan Kerja” yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Hasyim Asyari Jombang, Kamis (23/6/2022). “Tantangan kita di masa pemulihan ekonomi adalah kewirausahaan dan penciptaan lapangan kerja. Mahasiswa harus punya soft skill, salah satunya di bidang teknologi informasi dan komunikasi,” kata LaNyalla. Menurut LaNyalla, lima perusahaan terbesar di dunia saat ini tidak ada satu pun yang bergerak di bidang industri manufaktur, properti, ritel, maupun pertambangan. Lima perusahaan itu adalah Apple, Alphabet (induk usaha Google), Microsoft, Amazon, dan Facebook. “Sekarang perusahaan properti dengan lahan 100 hektare pun akan kalah valuasi korporasinya dibanding perusahaan digital yang kantornya hanya 0,5 hektare. Itulah mengapa penting bagi para mahasiswa, apapun cita-cita kalian, harus memiliki kesadaran digital,” tegas LaNyalla. Ia juga meminta mahasiswa untuk terjun ke masyarakat dan memperbanyak aktif di organisasi untuk meningkatkan kemampuan. “Kembangkan kemampuan diri. Ikutilah pelatihan-pelatihan, termasuk saat ini begitu mudah mencari ilmu di jagat internet. Berselancar di dunia maya jangan hanya digunakan untuk bermedia sosial saja, tetapi optimalkan untuk mengasah kemampuan diri,” ujar LaNyalla. LaNyalla melanjutkan, semua itu akan membentuk, meningkatkan dan menjaga penguasaan soft skill yang akan menentukan karier para mahasiswa, termasuk untuk membuka usaha guna menciptakan lapangan kerja. Dikatakan LaNyalla, setiap tahun ada lebih dari 1,7 juta sarjana lulusan dari seluruh kampus di Tanah Air. “Gelarnya sama, usianya kurang-lebih sama, lantas apa yang membedakan? Salah satunya soal soft skill,” tutur LaNyalla. Saat ini, ada ratusan juta pekerja yang tergantikan oleh robot atau digitalisasi. Tanpa soft skill, daya saing akan hilang. LaNyalla menegaskan jika DPD RI terus mendorong pengembangan SDM dengan berbagai kompetensi lunak atau soft skill, salah satunya di bidang digital. “Kami ingin mendorongnya bukan hanya terpusat di kota besar, tapi di seluruh pelosok Tanah Air melalui sistem pendidikan yang baik, termasuk melalui dunia vokasi. Juga tentu saja melalui keterlibatan sektor swasta,” tegas LaNyalla. Menurut LaNyalla, revolusi digital memaksa kita beradaptasi cepat. Ada banyak contoh kalau tidak mau berinovasi secara digital, pasti akan ditelan zaman. “Nokia dulu sangat digdaya. Kini tak terdengar lagi ceritanya. Kita dulu antre cetak film untuk menghasilkan foto. Kini anak-anak muda, kalian semua para mahasiswa, mungkin sudah tak banyak lagi yang mengenal merek Kodak,” tutur LaNyalla. Selain itu, perlahan tapi pasti, kemampuan otot akan diganti robot. Riset ILO atau Organisasi Pekerja Internasional menyebutkan, hampir 400 juta orang beralih pekerjaan karena dampak dari digitalisasi di berbagai bidang. Menurutnya, kajian lembaga manajemen internasional McKinsey menyebutkan, pada 2030 diprediksi akan ada 800 juta pekerja yang diganti dengan kemampuan robotik. “Bayangkan kelak, mungkin 10 tahun lagi, di pabrik itu semua isinya sudah robot. Bisa dibayangkan betapa ngerinya dan betapa besarnya tantangan SDM kita,” tutur LaNyalla. Hadir dalam kesempatan itu Rektor Universitas Hasyim Asyari, Prof Dr Haris Supratno, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Hasyim Asyari, Prof Dr Ujang Pairing, seluruh sivitas akademika dan mahasiswa Universitas Hasyim Asyari. (Sof/Lanyalla Center)
Adab Terima Kasih dalam Politik Indonesia Mulai Hilang
Jakarta, FNN - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani menilai adab berterima kasih dalam politik di Indonesia sudah mulai hilang karena jarang sekali para pemimpin menyampaikan terima kasih kepada orang-orang yang telah membesarkannya.\"Dalam adab politik di Indonesia jarang sekali para pemimpin kita menyampaikan terima kasih kepada orang-orang yang telah membesarkannya, apalagi berterima kasih kepada partai yang telah mengangkat namanya,\" kata Muzani dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.Hal itu dikatakannya saat menghadiri acara wisuda Pondok Pesantren Riyadhussalam pimpinan KH Abdul Wahid, Mandalawangi, Pandeglang, Banten, Sabtu.Muzani menekankan pentingnya pendidikan akhlak dan adab dalam dunia pendidikan karena merupakan bekal penting untuk setiap murid jika nanti menjadi pemimpin di tengah masyarakat.Menurut dia, sering sekali masyarakat mengesampingkan adab dan akhlak berterima kasih kepada siapa yang telah membesarkan, apalagi dalam dunia politik anomali tersebut sering terjadi.Muzani menilai, tradisi politik yang tidak berterima kasih tersebut bukan menunjukkan suatu adab dan akhlak yang baik. Dia mengatakan, dalam tradisi politik Indonesia, terimakasih adalah suatu yang langka dan jarang dijumpai sehingga menjadi suatu hal yang mahal.\"Orang yang dibersarkan partai, justru bersaing dengan partai yang membesarkannya, bersaing demi jabatan-jabatan. Adab politik kita telah dijauhi oleh pelaku politik kita,\" ujarnya.Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra itu menilai adab dan akhlak berterima kasih merupakan cara untuk mencari keberkahan demi kebaikan membangun bangsa dan negara.Karena itu menurut dia, penting untuk masyarakat berterima kasih kepada orang-orang yang telah membesarkan diri agar meraih kebaikan bersama.Muzani berpesan kepada siswa yang telah diwisuda untuk tidak melupakan jasa kyai, guru, dan orang tua yang membesarkan, termasuk jasa pondok pesantren yang merupakan almamaternya.\"Hormatilah para gurumu, kiaimu, para ustaz yang telah mengajarmu memberikan ilmu-ilmu kehidupan yang berguna bagimu dan agama. Jangan sekali kali kalian lupa, apalagi mengkhianati orang-orang yang telah membesarkanmu,\" katanya.Dia berharap Ponpes Riyadhussalam bisa menciptakan calon pemimpin yang bisa menjaga tradisi dan adab berterima kasih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (Sof/ANTARA)
DPC PPP Jakarta Dorong Duet Anies-Suharso di Pilpres 2024
Jakarta, FNN - Musyawarah Ranting (Musran) DPC PPP Jakarta Pusat mendorong duet Anies Baswedan-Suharso Monoarfa sebagai calon presiden dan calon wakil presiden dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.“Sebagai aspirasi atau usulan boleh-boleh saja, tetapi pada waktunya nanti seluruh kader harus tertib dan tegak lurus terhadap keputusan yang dibuat DPP PPP. Nanti aspirasi teman-teman DPC akan kami teruskan ke DPP,” kata Wakil Ketua DPW PPP DKI Jakarta Riano P Ahmad dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.Musran DPC PPP Jakpus dibuka langsung oleh Wakil Ketua DPW PPP DKI Jakarta, Riano P Ahmad didampingi Ketua DPC PPP Jakpus, Ustadz Abdul Hai.Dalam kesempatan ini, muncul aspirasi yang disampaikan ketua ranting di tingkat kelurahan se-Jakarta Pusat, yang menginginkan agar Ketua Umum DPP PPP Suharso Monoarfa maju sebagai cawapres, diduetkan dengan Anies Baswedan sebagai capres di Pilpres 2024.Riano mengaku memahami apa yang menjadi keinginan kader PPP, namun seluruh kader harus sabar dan menunggu keputusan DPP PPP karena saat ini partainya tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama Golkar dan PAN.\"Saya menitipkan pesan kepada seluruh pengurus DPC hingga Ranting PPP di wilayah Jakarta Pusat untuk mulai melakukan kerja-kerja politik di masa waktu 19 bulan menuju Pemilihan Legislatif (Pileg) Tahun 2024,\" ujarnya.Dia mengajak para kader PPP untuk berkomitmen mengembalikan kejayaan partai di Jakarta. Karena itu menurut dia, konsolidasi partai harus mulai digerakkan ke tiap kelurahan dan dilanjutkan dengan kelompok kerja ke tingkat RW.\"PPP merupakan partai warisan ulama dan tokoh-tokoh agama terdahulu, dan pernah menjadi partai besar di eranya, khususnya di Jakarta,\" ujarnya.Dalam kesempatan tersebut, para ketua ranting PPP di tingkat kelurahan se-Jakarta Pusat meyakini duet Anies-Suharso akan memudahkan kader PPP di akar rumput dalam melakukan pendekatan ke masyarakat. Hal itu karena pelaksanaan Pileg dan Pilpres 2024 akan digelar secara serentak. (Sof/ANTARA)
PDI Perjuangan Tegur Masinton Soal Peluang Koalisi dengan PKS-Demokrat
Jakarta, FNN - DPP PDI Perjuangan akan mengeluarkan surat teguran terhadap anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Masinton Pasaribu karena berbicara ke publik soal peluang kerja sama antara partai tersebut dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat.Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di sela-sela acara Festival Ikan Bakar Nusantara di Jakarta, Sabtu, mengatakan Masinton telah dilaporkan ke Badan Kehormatan PDI Perjuangan dan akan mendapatkan teguran lantaran berbicara terkait konten yang bukan lingkup tanggung jawabnya.\"Saya sudah koordinasi dengan Badan Kehormatan, dan sebelumnya Pak Masinton sudah mendapat teguran lisan, dan sekarang akan diberikan teguran lagi sesuai dengan AD/ART Partai,\" kata Hasto di Jakarta, Sabtu.Sebelumnya, Masinton mengatakan pernyataan Hasto Kristiyanto, yang menyebut kecil kemungkinan PDI Perjuangan bekerja sama dengan PKS dan Partai Demokrat untuk kepentingan Pilpres 2024, sebagai pernyataan pribadi Hasto.Menanggapi pernyataan Masinton itu, Hasto menegaskan setiap anggota PDI Perjuangan harus berbicara sesuai dengan ruang lingkup masing-masing.\"Setiap anggota partai harus berbicara sesuai dengan ruang lingkup,\" tegasnya.Hasto kembali menegaskan bahwa sulit bagi PDI Perjuangan untuk membangun kerja sama politik dengan PKS dan Partai Demokrat dengan melihat seluruh kebijakan.\"Sehingga, itu merupakan hal yang rasional, hal yang biasa di dalam demokrasi. Ada suatu partai yang betul-betul bisa bonded (terikat), membangun kerja sama, ada yang berbeda,\" katanya.Guna memahami sikap politik PDI Perjuangan terkait koalisi dengan PKS dan Partai Demokrat, dia mengaku menghormati posisi kedua partai itu yang berada di luar pemerintahan.Dalam Rapimnas PKS, lanjut Hasto, banyak kritik yang dilontarkan dari partai berbasis Islam itu terhadap pemerintah Presiden Joko Widodo. PDI Perjuangan bisa memahami itu sebagai sesuatu yang sejalan dengan ruang lingkup PKS yang berada di luar pemerintahan serta sebagai bagian dari check and balance.\"Kurang elok bila dengan berbagai perbedaan ideologi (antara PKS dan PDI Perjuangan), kami tidak mengambil sikap politik atas kerja sama dengan PKS. Dan saat ini posisi PDI Perjuangan mendukung Pak Jokowi, sehingga tidak mungkin juga kami bekerja sama dengan Pak Jokowi dan pada saat bersamaan ada kerja sama dengan pihak-pihak yang terus menyerang pemerintahan Pak Jokowi dan kemudian dilakukan suatu penggalangan,\" jelasnya.Namun demikian, politikus asal Yogyakarta itu mengatakan pihaknya menghormati ideologi PKS sebagai pihak yang berada di luar pemerintahan.\"Jadi, selain perbedaan ideologi, kami menghormati posisi PKS yang berada di luar pemerintahan; tetapi untuk bekerja sama dengan PKS, ditinjau dari aspek ideologi, aspek historis, ada hal yang memang berbeda,\" tambahnya.Begitu juga terkait dengan Partai Demokrat, dia mengatakan aspek historis antara PDI Perjuangan dan partai berlambang mercy itu masih bisa dilakukan proses rasionalisasi. Namun, dia menilai pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak sesuai dengan dengan apa yang dijanjikan kepada rakyat dan tak sejalan dengan fundamental PDI Perjuangan.\"Dalam disertasi saya juga menunjukkan ada perbedaan fundamental di dalam garis kebijakan politik luar negeri, politik pertahanan yang digariskan dari zaman Bung Karno, zaman Bu Mega, dengan zaman Pak SBY,\" katanya.Dalam politik, lanjutnya, kerja sama itu menjadi hal penting, namun harus melihat ideologi, platform, dan kesejarahan.\"Jadi, sikap PDI Perjuangan ketika bersentuhan dengan persoalan bangsa dan negara, persatuan itu dikedepankan untuk membela bangsa dan negara; tetapi terkait dengan kontestasi pemilu, hal yang rasional apabila ada perbedaan ideologi, perbedaan platform, perbedaan skala prioritas,\" ujar Hasto. (Sof/ANTARA)
Anies Baswedan, Gagasan Narasi Karya, Menjawab Tantangan Masa Depan
Oleh Isa Ansori, Peresensi Diawali dengan prolog yang diucapkan oleh Anies Baswedan, Apa yang kita kerjakan di Jakarta, selalu berkaitan dengan tiga hal, yaitu gagasan, narasi dan karya. Setiap karya dibelakangnya ada narasi, sebelum ada narasi ada gagasan, tidak ada karya tanpa gagasan, tidak ada kebijakan tanpa gagasan. Buku ini mengajak kita pada pengembaraan bagimana Anies menjalankan kerja - kerjanya, yang selalu dilandasi panduan runut gagasan, narasi dan karya. Memang membincang tentang Anies tak akan ada habisnya, Anies di setiap gerak dan gagasannya selalu dipenuhi sajian yang bergizi. Di tengah gempuran dan narasi fitnah tentang Anies dari para buzzer bayaran dan pembenci Anies, hadir sebuah karya tentang Anies yang akan menambah literasi kita. Buku Anies Baswedan, Gagasan Narasi Karya, Menjawab Tantangan Masa Depan, hadir tepat waktu di tengah masih banyaknya kekosongan literasi tentang Anies. Buku setebal 267 halaman, tulisan Abdurrahman Syehbubakar & Smith Alhadar ini akan membawa kita dalam sebuah perjalanan pikiran bagaimana melihat Anies secara terpadu dan komperehensif. Abdurrahman Syehbubakar adalah kolumnis dan kritikus sosial politik, pakar dan praktisi penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial. Pria berkacamata yang lahir di desa Wanasaba, Lombok Timur, 22 November 1968, telah banyak menulis artikel berkaitan dengan isu politik, demokrasi, penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial di media cetak dalam dan luar negeri. Smith Alhadar adalah seorang pakar dan kolumnis terkemuka Politik Timur Tengah, kelahiran Ternate, 27 Juni 1956. Sudah lebih dari seribu artikel ditulisnya dan dimuat di berbagai media nasional baik cetak maupun online, terutama yang berkaitan dengan persoalan - persoalan Timur Tengah. Buku yang merupakan kumpulan esei kedua penulis ini, memuat secara terpadu dan komperehensif tentang sosok Anies dalam menaiki dan menempuh karir politiknya, kehidupan sosial, budaya dan agama yang penuh gejolak di Jakarta. Meski Anies adalah gubernur DKI Jakarta, sebuah propinsi yang menjadi ibu kota Indonesia, sepak terjang Anies selalu dikaitkan dengan dinamika politik secara nasional, apalagi momentumnya bertepatan dengan akan dilaksanakannya suksesi kepemimpinan nasional 2024. Buku ini terasa renyah dan nyaman mengikuti alur yang dibuat oleh penulisnya. Terdiri dari 5 bagian, bagian pertama berkisah tentang Indonesia Saat Ini dan Ke Depan, bagian kedua memotret Gagasan dan Narasi Anies Baswedan, bagian ketiga menulis tentang Aksi dan Karya Anies, bagian keempat kehidupan Anies yang diwarnai gempuran berita fitnah dan hoaks, Seputar Fitnah Politik Terhadap Anies Baswedan dan bagian kelima menulis tentang Menuju Pilpres 2024. Di dalam buku ini juga, kita mendapatkan kumpulan tulisan tentang berbagai penghargaan atas prestasi prestasi Anies selama dan sebelum menjabat Gubernur DKI Jakarta. Nampaknya buku ini menemui momentumnya dan akan menambah wawasan kita tentang siapa sejatinya sosok Anies. Selamat Menikmati! Judul Buku : Anies Baswedan, Gagasan Narasi Karya, Menjawab Tantangan Masa Depan Penulis :Abdurrahman Syehbubakar dan Smith Alhadar Diterbitkan oleh :Institute for Democracy Education ( IDe) Tebal : 267 halaman Cetakan pertama, Mei 2022 Peresensi : Isa Ansori (*)