ALL CATEGORY
Peran Forum Rektor Dibutuhkan untuk Selesaikan Radikalisme di Kampus
Jakarta, FNN - Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid mengatakan keberadaan civitas akademika, seperti Forum Rektor harus terlibat aktif dan produktif untuk membantu menyelesaikan radikalisme dan terorisme di kampus..\"Peran Rektor atau civitas akademika sangat vital dan signifikan sehingga dibutuhkan untuk mendorong para pengambil kebijakan, dalam hal ini negara maupun pemerintah. Karena kita negara demokrasi, maka yang menjadi pilar utamanya supremasi hukum sehingga regulasi sangat diperlukan. Ini sebagai solusi efektif untuk menurunkan tingkat indeks potensi radikalisme,\" katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.Nurwakhid menjelaskan BNPT dalam strategi penanggulangan radikalisme dan terorisme telah membuat kebijakan yang dinamakan pentahelix dengan melibatkan multipihak yang dibagi dalam lima pihak besar. Pertama adalah pemerintah, yaitu kementerian dan lembaga terkait maupun pemerintah daerah. Kemudian yang kedua adalah komunitas, ketiga civitas akademika, keempat adalah media, dan kelima adalah pengusaha.\"Radikalisme dan terorisme menjadi tanggung jawab seluruh elemen masyarakat, bangsa, dan negara. Nah civitas akademika yang salah satunya melalui Forum Rektor bisa ikut terlibat aktif dan produktif membantu bangsa ini guna menyelesaikan masalah radikalisme dan terorisme,” katanya usai acara Focus Group Discussion Forum Rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) se-Indonesia dan Perguruan Tinggi se-Provinsi Lampung pada Selasa (7/6).Nurwakhid berharap para rektor agar tidak henti-hentinya menjaga lingkungan kampus dari pengaruh penyebaran paham radikal dan terorisme karena sejatinya tak ada keterkaitan antara radikalisme dan terorisme dengan lingkungan kampus.Rektor IAIN Metro, Lampung, Hajah Siti Nurjanah mengatakan bahwa tujuan forum diskusi ini adalah bagaimana rektor-rektor ini bertanggung jawab terhadap lingkungan kampusnya.\"Ini agar mahasiswa, dosen, dan pegawai tidak terpapar, tidak terindikasi dengan paham radikal yang justru akan mengarah pada tindakan terorisme di perguruan tinggi. Berikutnya adalah meneguhkan moderasi beragama di segala sektor,\" ujar Siti Nurjanah.Ketua Kelompok Ahli BNPT yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) RI Habib Muhammad Luthfi bin Yahya meminta seluruh umat untuk menjadi penyelamat bangsa dan umat.Untuk itu, kata Habib Luthfi, seluruh masyarakat harus bisa menjadi perekat umat guna menghindari dari segala macam perpecahan dan tidak memberikan kesempatan kepada orang atau oknum-oknum lain untuk memecah belah umat dan bangsa ini. (Ida/FNN)
Ancaman Multibencana Diantisipasi Melalui Perencanaan
Jakarta, FNN - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat meminta ancaman multibencana di Indonesia harus diantisipasi melalui perencanaan yang menyeluruh dengan melibatkan para pemangku kepentingan dan masyarakat.\"Upaya melibatkan para pemangku kepentingan dan masyarakat dalam mengantisipasi ancaman multibencana di Tanah Air harus terus diupayakan karena secara alami negara kita memang dikelilingi gunung berapi, diapit dua benua, dan samudra yang sangat memengaruhi cuaca,\" katanya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.Hal itu dikatakannya terkait pernyataan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati pada pekan lalu yang mengungkapkan bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di wilayah cincin api dan negara seismik aktif, rentan terhadap risiko multibencana alam, baik berupa gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, banjir bandang, banjir rob, puting beliung, dan longsor.Lestari mengutip data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bahwa selama tahun 2021 mencatat 3.092 kejadian yang didominasi bencana hidrometeorologi.Bencana yang paling sering terjadi, yaitu banjir 1.298 kejadian, cuaca ekstrem (804), tanah longsor (632), kebakaran hutan dan lahan (265), gelombang pasang dan abrasi (45), gempa bumi (32), kekeringan (15), dan erupsi gunung api (1).\"Kondisi ancaman bencana yang sedemikian kompleks itu harus menjadi perhatian semua pihak agar sejumlah rencana dan upaya penanggulangan bencana di Tanah Air bisa direalisasikan dengan baik,\" ujarnya.Menurut dia, upaya mitigasi bencana harus ditingkatkan dengan melibatkan, antara lain sejumlah pakar di bidang infrastruktur, perencanaan kota, dan lingkungan.Dia mengatakan kesiapan menghadapi ancaman bencana bertujuan untuk sedapat mungkin menekan jumlah korban yang diakibatkan bencana alam.\"Upaya tersebut harus diikuti dengan peningkatan pemahaman masyarakat terkait ancaman bencana alam yang ada di sekitar tempat tinggal mereka,\" katanya.Lestari menilai mengedepankan kearifan lokal dalam melakukan mitigasi bencana harus dilakukan untuk mengakselerasi pemahaman masyarakat.Dia berharap ancaman multibencana di Tanah Air dapat dilihat sebagai tantangan yang harus dihadapi melalui kolaborasi yang baik dari seluruh elemen bangsa. (Ida/ANTARA)
Indonesia Darurat (2): Poros Perubahan Akan Musnahkan Penjajah Oligarki
Persoalan bangsa ini bukanlah soal pemerintah hari ini. Atau soal Presiden hari ini. Tetapi persoalan bangsa ini adalah Oligarki telah menjelma menjadi penjajahan bangsa Indonesia. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih OLIGARKI kini sudah muncul sebagai penjajah gaya baru. Perlu ditegaskan bahwa Kedaulatan Rakyat itu sebagai inti kedaulatan negara. Karena rakyat adalah pemilik negara ini sudah diinjak injak seenaknya. Cita-cita hakiki dari lahirnya negara ini adalah untuk mewujudkan “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” disikat habis menjadi milik sekelompok kapitalis oligarki. Sejak era Reformasi, khususnya sejak Amandemen Konstitusi tahun 1999 hingga 2002, kedaulatan rakyat lumpuh total. Berubah menjadi kedaulatan prosedural dan kedaulatan seremonial melalui Pemilu, dengan kendali oligarki Amandemen dengan dalih untuk memperkuat dalam sistem presidensiil dan memperkuat posisi perlemen, khususnya DPR RI, hanya sulapan dengan kekuatan hipnotis mengubah konsep kedaulatan yang seharusnya: Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat. Menjadi: Dari Rakyat, Oleh Partai Politik, dan Untuk Oligarki. Amandemen yang sudah menyimpang jauh dari apa yang dicita-citakan para pendiri bangsa ini, harus dihadapi dengan tegas, setelah peringatan melalui jalur konstitusi kandas. Koreksi terhadap peraturan perundang-undangan yang lahir itu tidak dalam semangat memberi manfaat kepada rakyat. Tapi sebaliknya, memberi manfaat kepada segelintir orang atau kelompok. Bahkan yang lebih kejam lagi, justru menyengsarakan rakyat, harus segera dicabut dengan kekuatan rakyat. Harus disampaikan langsung kepada seluruh stakeholder bangsa Indonesia ini, mendesak untuk diberi pencerahan bahwa perjalanan bangsa ini sudah menyimpang jauh dari kiblat bangsa, kita koreksi. Harus kita perbaiki, untuk Indonesia yang lebih baik. Poros Perubahan tidak berpikir tentang next election, tapi berpikir tentang next generation. Saat ini hampir semua persoalan yang dihadapi dan dirasakan oleh rakyat, yaitu terjadinya ketidakadilan dan kemiskinan. Ini adalah persoalan Fundamental bangsa Indonesia. Disebut Fundamental, karena penyebabnya juga Fundamental. Sehingga penyelesaiannya juga harus Fundamental. Ini tidak bisa kita atasi dengan pendekatan yang kuratif dan karitatif. Harus Fundamental. Dari Hulunya, bukan di Hilir. Ketidakadilan terjadi karena negara ini telah terkungkung oleh Oligarki Ekonomi yang telah menyatu dengan Oligarki Politik yang menyandera kekuasaan. Dan kemiskinan terjadi karena kemiskinan yang struktural, dampak dari ketidakadilan tersebut. Konsolidasi elemen Civil Society mutlak diperlukan sebagai bagian dari kesadaran kita sebagai bangsa, bahwa Oligarki Ekonomi yang menyatu dengan Oligarki Politik adalah musuh utama Kedaulatan Rakyat. Persoalan bangsa ini bukanlah soal pemerintah hari ini. Atau soal Presiden hari ini. Tetapi persoalan bangsa ini adalah Oligarki telah menjelma menjadi penjajahan bangsa Indonesia. Baru pernah terjadi dalam era Pemerintahan Presiden Joko Widodo, Oligarki Ekonomi ini diberi ruang seluas-luasnya. Apalagi masuk ke dalam kekuasaan, maka sama saja dengan kita memberikan kepada Sosok Sangkala atau Buto yang rakus untuk berkuasa. Menjadi raja di Nusantara, mengatur dan mengendalikan kebijakan negara. Bebas menguasai sumber daya alam untuk memperkaya diri dan kelompok mereka. Hanya Empat orang di Republik ini, tetapi kekayaannya sama dengan 100 juta rakyat. Ini keterlaluan! Dan keterlaluan itu melahirkan ketidakadilan dan wabah kemiskinan dimana mana. Poros Perubahan telah menempuh jalan konstitusi untuk menyelamatkan Indonesia, tetapi rezim bersama oligarki sudah bebal dari peringatan rakyat. Jalan satu satunya penjajahan Oligarki harus dimusnahkan dengan People Power atau Revolusi untuk mengembalikan negara ke jalan konstitusi sesuai UUD 1945 Asli. Kekuatan dan perjuangan moral Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Lintas Provinsi yang bergabung dengan Poros Perubahan untuk “Selamatkan Indonesia”. (*)
Mahasiswa STID Mohammad Natsir Desak Pemerintah India Minta Maaf
Jakarta, FNN - Sekretaris Jenderal Himpunan Mahasiswa Jurnalistik STID Mohammad Natsir, Fatih Madini mendesak pemerintah India tampil ke publik bersama Sharma dan Jindal untuk meminta maaf atas berbagai penghinaan dan ketidakadilan yang dihadapi kaum muslimin di India. “Kami berharap India, sebagai negara yang plural dan demokratis, dapat turut serta mendukung gerakan internasional PBB dalam memerangi Islamophobia,” ungkap Fatih Madini di Jakarta, Rabu (8/6/2022). Sebagaimana yang diketahui, dua pejabat negeri dari Bharatiya Janata Party (BJP), partai yang berkuasa di India menghadapi badai protes akibat ulahnya memperolok ajaran Islam. Keduanya adalah juru bicara nasional BJP Nupur Sharma dan Kepala Operasi Media BJP Delhi Naveen Kumar Jindal. Sharma sebelumnya dilaporkan masyarakat muslim di India akibat mengolok-olok al-Qur’an, dan menghina Nabi Muhammad SAW dalam forum debat di media Times Now pada Kamis (26/05). Alih-alih menghalau hujatan protes rekan separtainya, Jindal justru mempertanyakan kasus tersebut dan melayangkan komentar yang menghina Nabi Muhammad di akun media sosial pribadinya. Menanggapi aksi dua politisi India yang menghina Nabi Muhammad SAW, mahasiswa Himpunan Mahasiswa Jurnalistik Sekolah Tinggil Ilmu Da’wah Mohammad Natsir (HMJ STID) melayangkan kecaman kepada pemerintah India. HMJ STID Mohammad Natsir melihat adanya upaya menormalisasi kebencian terhadap masyarakat muslim yang dilakukan pemerintah India. Hal ini senada dengan pernyataan Asisten Luar Negeri Qatar Lolwah al-Khater yang dilansir oleh kantor berita negara Qatar, QNA. Ia mengatakan wacana Islamophobia telah mencapai tingkat berbahaya di India. “Kami mengutuk keras penghinaan yang dilakukan oleh Nupur Sharma dan Delhi Naveen Kumar Jindal terhadap Nabi Muhamamd Saw dan Aisyah RA. Sebagai pejabat negara, kedua politisi ini telah melayangkan pernyataan intoleran yang mencoreng keberagaman, serta menganggu hubungan India dengan negara-negara Islam,” kata Ketua HMJ STID Mohammad Natsir, Azzam Habibullah dalam pernyataan kepada media, Rabu (08/06). Meski demikian, mereka menyambut baik upaya Partai Bharatiya Janata Party dalam menjatuhkan saksi kepada Sharma dan Jindal. Hal ini diharapkan dapat mendorong partai untuk menghentikan semua gerakan kebencian terhadap umat Islam, dan menjamin keselamatan seluruh masyarakat minoritas di India. “Kami juga mengapresiasi Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia yang juga mengecam tindakan dua politisi India tersebut, dan telah memanggil Duta Besar India untuk menyampaikan aspirasi masyarakat muslim di Indonesia,” tegasnya. Aksi kedua politisi India tersebut membuat hubungan diplomatik India dengan negara-negara Islam berada diujung tanduk. Dilansir oleh media Al-Jazeera, India kini menghadapi badai diplomatik negara-negara Islam akibat peristiwa ini. Kementerian Luar Negeri Pakistan, Qatar, Oman, Uni Emirat Arab, Iran, Kuwait, dan Arab Saudi secara resmi telah memanggil duta besar India di negara masing-masing, dan mengajukan protes secara resmi. Sejumlah negara juga menghimbau pemerintah India meminta maaf kepada seluruh umat Islam. (TG)
Penataran Pancasila ke-2: Indonesia Merdeka Dasarnya Apa?
Padoeka toean Ketoea jang moelia! Saja hanja mengatakan, bahwa sebagai hasil kompromis itoe jang diperkoeatkan oleh Panitia poen tjoema dari “bagi pemeloek-pemeloeknja” diboeang, maka itoe berarti moengkin diartikan jang tidak ada orang Islam dan mewadjibkan mendjalankan sjari’at Islam. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila KEMUDIAN bergulirlah perdebatan di BPUPKI untuk menjadikan teks “Piagam Jakarta” menjadi Pembukaan UUD 1945, yang kemudian membuang tujuh kata dalam Mukadimah berbunyi ”dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, menurut kemanusiaan yang adil dan beradab. Cuplikan Rapat Besar pada tanggal 14 – 7 – 2605. Rapat moelai poekoel 15.00. Hadikoesoemo IIN: Padoeka toean Ketoea jang terhormat! Assalamu’alaikoem warahmatullahi Wabarakatuh! Di dalam segala keterangan toean Syusa tadi hanja satoe, perkara jang ketjil sekali, jang akan saja minta ditjaboet atau dihilangkan, ialah saja mengoeatkan voorstel Kijai Sanoesi dalam pemboekaan di sini, katanja dengan kewadjiban oemat Allah S.W.T., bagi pemeloek-pemeloeknja perkataan itoe soeatoe keterangan dari Kijai Sanoesi, tidak ada haknja dalam kata-kata Arab, menambahkan djanggalnja kata-kata. Djadi tidak ada arti, tjoema menambahi djanggal, menambahi perkataan jang koerang baik, menoendjoekkan pemetjahan kita. Saja harap soepaja “bagi pemeloek-pemeloeknja” itoe dihilangkan sadja. Itoe saja masih ragoe-ragoe, bahwa di Indonesia banjak perpetjahan-perpetjahan dan pada prakteknja sama sadja. Itoe saja mempoenjai pendapatan mengoeatkan permintaan Kijai Sanoesi. Sekianlah. Radjiman Kaityo: Boleh saja minta Syusa mendjawab oesoel toean Hadikoesoemo. Soekarno IIN: Padoeka toean Ketoea, kami panitia perantjang mengetahoei, bahwa anggota jang terhormat Sanoesi minta mentjoret perkataan “bagi pemeloek-pemeloeknja” dan sekarang ternjata, bahwa anggota jang terhormat Hadikoesoemo minta djoega ditjoret. Tetapi kami berpendapat, bahwa kalimat-kalimat ini seloeroehnja jaitoe berdasar kepada ketoehanan. Seodahlah hasil kompromis di antara 2 pihak jang dengan adanja kompromis perselisihan di antara kedoea pihak hilang. Tiap kompromis berdasar kepada memberi dan mengambil, geven dan nemen. Ini soeatoe kompromis jang berdasan memberi dan mengambil. Bahkan kemarin di dalam panitia soal ini ditindjau lagi dengan sedalam-dalamnja di antara lain panitia diantaranja toean Wachid Hasjim dan Agoes Salim. Kedoea-doeanja pemoeka Islam. Pendek kata inilah kompromis jang sebaik-baiknja. Djadi panitia memegang tegoeh akan kompromis jang dinamakan oleh anggota jang terhormat Moh. Yamin “Djakarta Charter” jang disertai dengan perkataan toean anggota jang terhormat Soekiman, Gentleman agrement, soepaja ini dipegang tegoeh di antara pihak Islam dan kebangsaan. Saja mengharap padoeka toean jang moelia, rapat besar soeka membenarkan sikap panitia itoe. Hadikoesoemo IIN: Toean Ketoea, sesoedah saja djoega membilang sangat terima kasih kepada panitia jang telah membikin kompromi jang menoeroet perkataan begitoe, tetapi saja masih koerang senang. Jaitoe di sini kalau kita pandjangkan, tadi kita menghatoerkan alasan jang enteng. Tetapi roepanja alasan enteng ini, karena entengnja tidak diterima. Sekarang saja akan menghatoerkan alasan jang lebih berat, jaitoe: saja masih ingat waktoe di Amerika diadakan wet hoekoem inoeman keras. Roepanja oemat Islam Indoensia memoedji dengan adanja wet, sehingga pada waktoe saat dimoesjawaratkan kepada Boedi-Oetomo, jaitoe jang tjerita kepada saja ialah almarhoem Gondo, Raden Mas Pandji, apakah namanja jang dari Pakoealaman, jaitoe apakah memoeaskan, seoempamanja di Indonesia ini diadakan larangan, wet larangan minoeman keras oentoek orang-orang Islam sadja? Karena hoekoem itoe roepanja tjoema oentoek orang-orang Islam sadja, Boedi-Oetomo waktoe itoe merasa dihina. Kalau diadakan wet jang begitoe, itoe merasa dihina, dan ini jang dari saja sendiri: djikalau boenji atau kata-kata itoe berarti di sini akan diadakan doea peratoeran, satoe oentoek oemat Islam dan jang satoe lagi oentoek jang boekan Islam. Itoe saja kira di dalam satoe negara, tetapi saja peonja permintaan, prakteknja barangkali nanti sama sadja, rasa-rasanja koerang enak, saja kira sama sekali lebih tidak apa-apa. Soekarno IIN: Padoeka toean Ketoea jang moelia! Saja hanja mengatakan, bahwa sebagai hasil kompromis itoe jang diperkoeatkan oleh Panitia poen tjoema dari “bagi pemeloek-pemeloeknja” diboeang, maka itoe berarti moengkin diartikan jang tidak ada orang Islam dan mewadjibkan mendjalankan sjari’at Islam. Radjiman Kaityo: Ini soedah diremboek 2 kali oleh Ketoea Panitia. Toean Hadikoesoemo, apa masih memegang tegoeh? Hadikoesoemo IIN: Masih memegang tegoeh. Radjiman Kaityo: Djadi saja maoe tanja, sidang ini, bagaimana pendapatannja, apa diterima Panitia? Hadikoesoemo IIN: Jang dikemoekakan oleh Panitia tadi dikatakan, itoe tidak bisa kedjadian. Sebab kalau pemerintah soenggoehpoen mendjalankan kewadjiban semata-mata, pemerintah tidak bisa mendjalankan sjari’at Islam. Pemerintah tidak boleh memeriksa agama. Djadi kalau saja, tidak. Radjiman Kaityo: Toean-toean, tentang hal apa jang dimadjoekan oleh toean Hadikoesoemo itoe ada perselisihan sedikit, sebetoelnja banjak, sapa harus distem sadja? Distem sadja, karena ini saja kira tidak begitoe perloe sekali distem. Apakah diminta berdiri sadja? Abikoesno IIN: Padoeka toean Ketoea, sebagaimana jang telah diterangkan oleh toean Ketoea daripada Panitia ini, maka apa jang termoeat di sitoe ialah boeah kompromi antara golongan Islam dan golongan kebangsaan. Kalau tiap-tiap daripada kita haroes misalnja jang membentoek kompromi itoe, kita dari golongan Islam haroes menjatakan pendirian, tentoe sadja kita menjatakan, ialah sebagaimana harapan toean Hadikoesoemo. Tetapi kita soedah melakoekan kompromi, soedah melakoekan perdamaian dan dengan tegas oleh padoeka toean Ketoea dari Panitia soedah dinjatakan, bahwa kita haroes memberi dan mendapat. Oentoek mengadakan persatoean djanganlah terlihat di sini tentang soal ini dari steman, nanti ada tanda jang tidak baik boeat doenia loear. Kita harapkan soenggoeh-soenggoeh, kita mendesak pada segenap golongan jang ada dalam Badan ini soedilah kiranja kita mengadakan soeatoe perdamaian. Djanganlah sampai nampak pada doenia loear, bahwa kita dalam hal ini adalah perselisihan faham. Sekianlah! (tepoek tangan). (*)
MUI Ajak Masyarakat Perangi Islamophobia
Jakarta, FNN -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak masyarakat internasional menghormati Resolusi PBB tentang memerangi Islamophobia dan mendorong untuk ditingkatkannya dialog antaragama maupun dialog antar peradaban untuk meningkatkan saling pemahaman, saling menghormati dan saling bertoleransi. Ajakan MUI tersebut disampaikan Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Sudarnoto Abdul Hakim, dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (7/6/2022). Pernyataan pers MUI ini disampaikan menyikapi penghinaan Nabi Muhammad SAW yang dilakukan oleh Juru Bicara Barathiya Janata Party (BJP) India Nupur Sharma dalam sebuah debat di televisi. MUI menyesalkan pernyataan Juru Bicara JBP yang menghina Nabi Muhammad SAW dalam debat di televisi India terkait kisruh antara Masjid Gyanvapi yang bersebelahan dengan kuil Kashi Vishnawanth dalam satu situs yang sama di Varanasi, India. Seharusnya, kata Sudarnoto, Juru Bicara BJP berfokus pada bagaimana menyelesaikan agar kisruh tersebut dapat terselesaikan sesuai dengan aturan di India dan tidak membawa konflik tersebut pada kebencian terhadap Islam yang menyebabkan protes secara global khususnya di dunia Islam. \"MUI berpandangan bahwa pernyataan Juru Bicara BJP tersebut tidak bertanggungjawab, tidak sensitif, tidak terpuji, menimbulkan ketidaknyamanan, dan melukai perasaan umat Islam di seluruh dunia yang sangat menghormati kedudukan Nabi Muhammad SAW,\" ujar Sudarnoto Abdul Hakim. MUI berpandangan bahwa tindakan tersebut berlawanan dengan semangat untuk menciptakan harmoni antaragama, dan berlawanan dengan Resolusi PBB tentang Memerangi Islamophobia (Maret 2022). Oleh karena itu, lanjut Sudarnoto, MUI mengajak Pemerintah dan warga India untuk menghormati dan melaksanakan Resolusi PBB tentang Memerangi Islamophobia dan tidak menjadi bagian dari Islamophobia serta tidak melindungi pelaku Islamophobia. MUI menyampaikan apresiasi kepada pimpinan Partai BJP yang telah merespon protes umat Islam dan sejumlah negara Islam dengan memberi sanksi kepada juru bicara Partai BJB yg telah menghina Rasulullah SAW tersebut. MUI mengharapkan Partai BJP meningkatkan upaya moderasi kepada para pimpinan dan anggotanya sehingga penghinaan kepada Islam dan agama lain tak terjadi lagi. MUI juga menyampaikan terima kasih kepada Kementerian Luar Negeri RI yang telah memanggil Dubes India di Jakarta untuk menyampaikan protes atas penghinaan Nabi Muhammad SAW oleh Jubir BJP MUI menyerukan kepada Pemerintah RI untuk mengusulkan dialog bilateral lintas agama RI-India guna moderasi kelompok agama di kedua pihak. MUI siap berpartisipasi pada dialog bilateral lintas agama tersebut. Kemenlu RI telah memanggil Dubes India untuk RI terkait pernyataan juru bicara (Jubir) Partai Bharatiya Janata yang berkuasa di India, Nupur Sharma. Pada pertemuan itu Kemlu RI mengutuk keras pernyataan politikus India itu. Jubir Kemlu RI Teuku Faizasyah mengatakan, Dubes India untuk RI Manoj Kumar Bharti diterima langsung oleh Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika (Aspasaf) Abdul Kadir Jailani. Pertemuan digelar pada Senin (6/6) sore. (TG)
FPI Reborn adalah FPI Palsu yang Diperalat untuk Menjatuhkan Anies yang Popularitasnya Terus Meroket
Jakarta, FNN – Segerombolan orang dengan atribut menyerupai ormas Front Pembela Islam (FPI) berorasi memberikan dukungan kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan sebagai calon presiden tahun 2024. Tujuannya mudah ditebak, menstigma Anies sebagai capres yang didukung oleh ormas radikal versi rezim. Sayang, aksi murahan itu banyak cacatnya: orasinya kaku, jilbabnya berantakan, perempuannya pakai jeans ketat, dan belakangan sang koordinator aksi mengaku dibayar Rp 150 ribu. Gubraak. Tak ada penipuan yang sempurna. Demikian benang merah yang bisa dirangkum FNN Online dari analisis wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Harsubeno Point, Selasa, 07 Juni 2022. “Kagak ada panas kagak ada hujan, begitu biasanya orang Betawi menyebutnya. Tiba-tiba saja kemarin kita dikejutkan dengan adanya segerombolan orang yang mengakui dari Front Pembela Islam melakukan deklarasi mendukung Anies Baswedan menjadi Capres tahun 2024 nanti,” demikian Hersu, panggilan akrab Hersubeno Atief memulai analisisnya. Puluhan orang yang mengenakan pakaian putih ada yang bersorban disertai sejumlah ibu-ibu yang juga berpakaian putih memakai kerudung itu menggelar spanduk di Patung Kuda Jalan Thamrin tak jauh dari Balai Kota DKI Jakarta. “FPI dukung Anies untuk jadi Presiden tahun 2024.” Di bawahnya tertulis Anies Presiden, FPI Reborn. Aksi sejumlah orang ini tentu saja, sangat mengejutkan banyak pihak. Front Pembela Islam secara resmi sudah dilarang oleh pemerintah bersama dengan HTI. Sekarang FPI telah bermetamorfosa menjadi Front Persaudaraan Islam, yang kalau dilihat fokusnya lebih pada kegiatan dakwah pendidikan dan yang paling menonjol khususnya kemanusiaan. Front Persaudaraan Islam sangat aktif turun ke berbagai wilayah bencana di Indonesia. Tidak ada lagi aksi besar-besaran, penurunan massa turun ke jalan seperti di masa lalu sebelum FPI itu dilarang. Maka, wajar bila tiba-tiba FPI muncul dengan nama yang janggal dengan sebutan FPI Reborn. Kayak milenial banget. Aneh, FPI dilahirkan kembali dengan kosa kata yang tidak match dengan citra FPI selama ini. Kita tahu FPI itu lebih banyak gaya ke arab-araban, oleh karena itu disebut juga kadrun. Tetapi FPI yang demo kemarin itu kebule-bulean dengan nama FPI Reborn. Ini membuat banyak kening orang berkenyit, kok isu yang dibawa soal pencapresan Anies Baswedan? Di media sosial beredar beberapa foto yang menampilkan kejanggalan dari aksi masa itu. Misalnya beberapa perempuan yang hadir meskipun berbusana muslim dan kerudung, namun mereka menggunakan celana jeans yang sangat ketat, sama sekali tidak mencerminkan citra pendukung FPI yang selama ini kita kenal dengan FPI yang dipimpin oleh Habib Rizieq Shihab. Kejanggalan lain, peserta pria menggunakan kupluk, ada yang sorban, tapi ada satu lagi yang menarik perhatian, sebagian mengenakan pita hijau di lengan kanannya. Ini tampaknya semacam sandi atau kode bahwa gerakan ini diorganizir. Lebih menarik lagi setelah aksi bubar, ada foto-foto yang beredar beberapa perempuan itu melepaskan kerudungnya. Jadi fix, kerudung ini hanya properti sesaat, spesial buat unjuk rasa pesanan. Tak lama kemudian ada konfirmasi dari DPP Front Persaudaraan Islam menyampaikan statemen bahwa Front Pesaudaraan Islam ini adalah metamorfosa dari FPI atau Front Pembela Islam. Mereka membenarkan FPI Reborn sama dengan FPI Abal-Abal. Front Persaudaraan Islam menyatakan mereka adalah massa bayaran sesuai pengakuan seseorang yang disebut sebagai korlap atau koordinator lapangan. \"Atas nama Al-fatih KH Khairul Anam meminta maaf kepada Front Persaudaraan Islam. Malam ini, hari ini saya menyatakan pertama kronologis yang sesungguhnya malam itu saya ditelpon oleh bapak Edy jam 9.00 disuruh baca doa atau berdoa di Monas. Pagi-pagi saya mengajak jamaah dan santri ke Monas. Saya berangkat jam 7 dari lokasi langsung menuju ke Monas. Sampai ke lokasi saya merasa kager. Di lokasi ada yang membagikan bendera FPI, sementara saya tidak melihat pengurus dan tokoh besar FPI atau Front Persaudaraan Islam. Saya merasa tertipu dan dibohongi dan diperalat oleh orang tersebut. Selesai acara tersebut jam 11.30, kami pulang naik bis. Lalu bapak Edy mengasihkan uang tiap orang dikasih 150.000 maka kami merasa dibohongin banget oleh orang itu.\" Kalau kita menyimak pengakuan dari tokoh yang disebut korlap, fix bahwa ini FPI palsu dengan massa bayaran. Pria yang disebut sebagai korlap tersebut mengaku sebagai korban penipuan. Pertanyaan sekarang, ini mainan siapa? Benarkah ini dilakukan oleh intelijen hitam seperti disebutkan oleh DPP Front Persaudaraan Islam? Kalau mereka main intelijen-intelijen hitam mengapa bentuknya berupa deklarasi Anies Presiden 2024. Dari situ kita sebenarnya dengan mudah dapat petunjuk, “deklarasi” dalam tanda kutip tadi adalah bentuk kampanye hitam atau black campaign bagi Anies Baswedan. Tujuannya untuk menakut-nakuti yang non-Islam dan yang Islamofobia untuk jangan lagi memilih Anies Baswedan. Front Pembela Islam bagaimana pun selama ini kan sudah diframing sebagai organisasi Islam Radikal, pimpinannya dipenjara, organisasinya dilarang. Jadi kurang apalagi? Sementara Anies juga diframing sebagai figur politik aliran dan bila dia nanti berkuasa, ormas-ormas yang dicap radikal seperti FPI dan HTI akan kembali. Kalau Anies jadi presiden, maka akan seperti Taliban di Afganinstan. Kira-kira begitulah yang digambarkan oleh mereka ini. Publik tentu belum lupa, bahwa tidak lama setelah Ade Armando dianiaya dan ditelanjangi massa di depan gedung MPR DPR, Wakil Ketua Dewan Pembina PSI (Partai Solidaritas Indonesia) membuat konten di Cokro TV yang mengaitkan pelakunya adalah massa yang terafiliasi dengan Front Pembela Islam dan HTI. Dia kemudian memanfaatkan atau mengambil simpatisan dari Anies Baswedan. Jadi, kemarin kontennya langsung mendapat reaksi yang luar biasa dan banyak yang mempersoalkan itu. Karena inisiatif ini dianggap memprofokasi atau menyebabkan kabar bohong tentang afiliasi antara FPI dan HTI. Memang tidak bisa dipungkiri dalam Pilkada DKI 2017 Habib Rizieq dan FPI mendukung Anies Baswedan, tapi bukan berarti FPI dan Anies Baswedan ini adalah kelompok radikal. Kita bisa menyaksikan sendiri bagaimana menjadi Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan juga menampilkan figur yang insklusif. Banyak sekali pengakuan-pengakuan umat non-muslim yang memberikan testimoni bahwa Anies Baswedan ini bukan figur yang eksklusif. Anies adalah figur yang bisa mengayomi semua umat beragama di Jakarta. Yang juga mesti disoroti adalah kenapa “deklarasi” dalam tanda petik itu dilakukan setelah 2 hari Pemprov DKI sukses menggelar Balapan Formula E. Ini kita bisa mengkait-kaitkan soal itu. Kita tahu nama Anies melambung setelah ajang Formula E digelar. Padahal kita tahu berbagai hambatan itu telah dilakukan dan dibuat agar balapan internasional itu gagal. Mulai dari pengajuan hak interpelasi yang diajukan PSI dan PDIP, dilaporkan ke KPK, dan kemudian BUMN tidak mau memberi sponsor. Soal laporan ke KPK ada beberapa media tapi bukan media-media arus utama (media mainstream) yang menyebutkan bahwa KPK akan segera menggelar pemanggilan Anies Baswedan berkaitan dengan gelaran Formula E itu. Ini juga bisa kita kaitkan apakah ini bagian dari operasi media? Ini yang mesti kita kaitkan lebih lanjut. Setelah sukses Formula E, nama Anies mau gak mau menjadi salah satu kandidat Capres atau Cawapres 2024 yang posisinya teratas. Anies bahkan disebut sebagai kandidat Capres dan Cawapres oleh sejumlah tokoh misalnya Mantan Wapres Jusuf Kalla yang berusahan memasangkannya dengan Puan Maharani yang diusung oleh PDIP. Kemudian Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menyodorkan nama Anies kepada Presiden Jokowi untuk dipasangkan sebagai Cawapresnya Ganjar. Ganjar menjadi Calon Presiden Anies menjadi Calon Wakil Presidennya. Pendek kata, gelaran Formula E ini membuat Anies posisi semakin kokoh pada Pilpres 2024, karena itu Anies harus diamputasi dengan cara yang paling mudah, yaitu dengan menakut-nakuti umat non-Islam atau umat Islam yang Islamofobia, bahwa Anies ini didukung oleh Islam Radikal. Isu semacam jangan dianggap enteng. Walaupun sudah dibongkar di media secara masif dan juga dikuliti di media sosial, namun dalam masyarakat yang terbelah seperti saat ini, masyarakat yang hidup dalam tsunami isu, sejauh ini terbukti sangat efektif, mengapa? Karena kita hidup dalam era post trust, orang mau mendengar apa yang mereka dengar dan sesuai dengan persepsi dalam benaknya. Sebagai contoh, kalau ada berita yang tiba-tiba sesuai dengan pemikiran Anda, walaupun hanya judul saja, tanpa Anda baca isinya, biasanya Anda lansung percaya dan share. Ini yang sering saya ingatkan berkali-kali, begitu berbahaya, karena banyak sekali berita di media apalagi dengan judul dan isi yang tidak nyambung. Tetapi dalam era post trust seperti ini, orang akan percaya. Ketika ada orang membaca misalnya Anies didukung oleh FPI itu muncul di media-media atau media sosial, mungkin bagi kubu yang tidak mendukung Anies, itu langsung di-share, kemudian terbentuk presepsi Anies didukung oleh Front Pembela Islam. Bahkan bila dijelaskan bahwa itu beritanya bohong atau ada operasi black campaign terhadap Anies, mereka tetap tidak percaya. Ini yang sedang terjadi. Saya melihatnya ada 2 tujuan dari aksi yang digelar kemarin. Pertama ini mengalihkan isu pembicaraan dari sukses menggelar Formula E itu menjadi isu Anies didukung Islam Radikal. Tetapi sejauh ini di media arus utama dan media sosial ini sudah aquarted. Ini lansung dikuliti, langsung ditelanjangi. Kedua, ini untuk menakut-nakuti non-muslim atau Islamofobia bahwa bila Anies terpilih menjadi Presiden, maka Indonesia akan dikuasai oleh Islam Radikal seperti saya sebut tadi. Pokoknya persis kayak model Taliban yang berkuasa di Afganinstan. Sekali lagi jangan anggap remeh bahwa isu murahan itu adalah semacam black campaign yang sangat sukses membelah bangsa kita. Sebagai media secara kelembagaan Forum News Network ingin menyerukan dan menghilangkan sekat-sekat itu. Bahkan kita mulai menjembatani adanya jurang pemisah antara satu anak bangsa dengan anak bangsa lain dalam posisi pencapresan. Kali ini komitmen kami adalah menciptakan lapangan permainan yang fair bagi semua kandidat, yakni lapangan permainan yang sama yakni presidential threshold (PT) 0 persen. Kalau dengan PT 20 persen, selama ini lapangannya mereka yang mengatur yang boleh bermain siapa saja mereka yang mengatur, kemudian wasitnya juga mereka yang mengatur, aturannya seperti sudah diatur dan siapa yang menang pun, mereka yang mengatur, kenapa? Karena dengan PT 20 persen itu maksimal dalam situasi semacam ini, paling banyak 3 kandidat. Tetapi dengan partai-partai dikuasai oleh penguasa dengan ketua umum partai disandera oleh kasus-kasus hukum maupun kasus personal, maka akan sulit membayangkan muncul sampai 3 kandidat, maksimal paling 2 kandidat. Itu pun sudah bisa ditentukan siapa yang akan menang nantinya. Persislah kayak Pilpres 2019. Siapa pun yang posisinya mendukung 0 persen akan kami dukung, tentu setelah sama-sama kita akan sepakat 0 persen, kita akan memilih merekomendasi berdasarkan parameter-parameter objektif sebagaimana omongan Rocky Gerung yakni intelektualitas, etikabilitas, kapasitas, dan kapabilitas. Dari situ kita lupakan lagi soal politik aliran, kita lupakan soal orang populer dan elektabilitasnya tinggi. Bukan itu yang kita pilih, tapi bangsa kita ini Indonesia yang besar, ini harus dipimpin oleh seseorang yang memang punya syarat-syarat tadi. Dengan cara ini kita bisa mengembalikan Indonesia dengan umat Islamnya terbesar di dunia, sebagai negara terbesar di Asia Tenggara. Kita bisa memainkan peran dalam peraturan permainan politik global saat ini. Karena itu kami bertanya kepada Anies Baswedan apakah Anies akan bersama kami dalam barisan PT 0 persen atau ikut dalam permainan arus PT 20 persen dengan prinsip yang penting dapat tiket dalam Pilpres 2024 dan bisa nyapres. Gak peduli partai mana yang mencalonkan itu sepakat dengan PT 0 persen atau tetap bermain dalam PT 20 persen. Kenapa ini penting untuk di-declare oleh Anies? Karena bila posisi Anies seperti itu, bahwa dia ikut arus permainan yang penting dapat tiket, sejak awal kami menyatakan bahwa posisi kami berseberangan dengan Anies Badwedan sebab Anies hanya akan menjadi bagian dari permainan oligarki dan kita akan mengalami kembali pembelahan seperti yang terjadi sekarang ini. (ida, sws)
Negara Bukan-Bukan
Sekarang, di tengah-tengah deformasi kehidupan berbangsa dan bernegara, kedaulatan rakyat yang makin menghilang, hutang yang menggunung, saya khawatir ketika melihat banyak Budi-Budi yang suka menjawab “Bukan (Urusan) Saya”. Oleh: Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS, @Rosyid College of Arts SUATU ketika seorang tokoh ditanya apakah Republik ini negara agama. Dia bilang bukan, walaupun konstitusi menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Apakah Republik ini negara sekuler? Dia jawab bukan. Saat Prof. Kaelan dari UGM mengatakan bahwa sejak amandemen ugal-ugalan atas UUD 1945, maka bangsa ini sudah murtad dari Pancasila, maka benar kesimpulan yang menyatakan bahwa Republik ini bukan negara Pancasila, jika bukan negara bukan-bukan. Upaya para elit parpol yang bakal tergusur dari Senayan dalam Pemilu 2024 untuk memerangi politik identitas baru-baru ini merupakan bukti mutakhir bahwa memang Republik ini diseret para elitnya untuk menjadi negara tanpa identitas. Sejak Donald Trump muncul sebagai calon presiden negara bukan-Pancasila, sederetan perempuan mengaku di depan publik bahwa mereka semua pernah dilecehkan secara seksual olehnya. Ini kemudian oleh media disebut “Gerakan Saya Juga”, atau Me Too Movement. Ini menunjukkan ada fenomena sosial di mana wong cilik memberanikan diri untuk melawan kekuatan pengaruh seorang tokoh. Saat aktris Amber Heard dinyatakan kalah dalam gugatan pencemaran nama baik aktor Johny Depp baru baru ini, beberapa pengamat mengatakan bahwa “Gerakan Saya Juga” telah mengalami kemunduran serius. Sayang kehidupan berbangsa dan bernegara kita selama ini gagal membangun masyarakat cerdas yang berani mengambil tanggungjawab, sehingga yang terjadi bukan “Gerakan Saya Juga”, tapi yaitu sebuah budaya “Bukan Saya”, sebuah Not Me Culture. Ini boleh diilustrasikan dalam kasus remaja Budi berikut. Suatu ketika Budi ditanya Pak Amir guru Sejarahnya di sekolah. “Siapa penandatangan teks Proklamasi Kemerdekaan?\" Budi menjawab “Bukan saya, pak”. Jengkel, pak Amir bertanya lagi. “Budi, dengar baik-baik, siapa yang menandatangani teks Proklamasi ?”. Mulai merasa ketakutan, Budi menjawab lagi. “Sungguh bukan saya, pak Amir,” ujar Budi. Jengkel sekaligus heran, kemudian pak Amir memutuskan menelpon Ibu Budi saat istirahat siang. “Bu, Budi anak ibu kurang belajar. Tadi pagi saya tanya siapa yang menandatangani teks Proklamasi Kemerdekaan malah dijawab bukan dia. Ini bagaimana, Bu?” Ibu Budi menjawab “Memang bukan Budi yang menandatanganinya. Bapak jangan memfitnah anak saya, dong. Saya curiga jangan-jangan malah pak Amir sendiri yang menandatangani.” Sekarang, di tengah-tengah deformasi kehidupan berbangsa dan bernegara, kedaulatan rakyat yang makin menghilang, hutang yang menggunung, saya khawatir ketika melihat banyak Budi-Budi yang suka menjawab “Bukan (Urusan) Saya”. Di saat suara kritis masih terdengar sayup-sayup ditelan buzzing narratives para infleuencers, Saya harap bangkit “Gerakan Saya Juga” di mana makin banyak warga negara tua atau muda, sipil atau militer, intelektual atau awam yang sadar untuk segera mengambil alih tanggungjawab meluruskan kembali kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga Republik Indonesia tidak terus terpuruk menjadi negara gagal. Jika tidak, maka Republik ini niscaya akan jatuh menjadi “negara bukan-bukan”. Malang, 8 Juni 2022. (*)
Nabi Dihina, Umat Islam Tak Boleh Diam
Jakarta, FNN - Penghinaan yang dilakukan Napur Sharma, Juru Bicara Partai Bharatiya Janata Party (BJP) terhadap Nabi Muhammad SAW di sebuah TV di India memicu kecaman dari umat Islam di berbagai belahan dunia. \"Ini sangat menyakitkan perasaan umat Islam, karena Nabi Muhammad itu sosok yang sangat dimuliakan, kita harus ramai-ramai memprotesnya, \" tegas Ustadz Haikal Hassan, Pembina Majelis Keluarga Indonesia (MKI). Penceramah yang biasa dipanggil Babe ini menyeru kepada umat Islam tidak tinggal diam dan meminta pemerintah Indonesia untuk bersikap tegas. \"Justru kalau kita diam, akan bertambah masalah karena kita sudah kehilangan kecintaan terhadap nabi kita, \" ungkap Haikal Hasan yang juga Sekretaris Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) DKI Jakarta ini. Menurut Babe, ucapan tokoh Hindu radikal ini bisa memicu kerusuhan sosial dan memperparah kebencian dari kelompok Islamophobia. Padahal, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sudah menyeru untuk menghentikan Islamophobia dengan memproklamasikan 15 Maret sebagai Hari Internasional Memberantas Islamofobia (The International Day to Combat Islamophobia). \"Meskipun kita ramai-ramai melakukan aksi kecaman, tetap harus menjaga akhlak yang mulia sebagaimana dicontohkan oleh rasululloh, \" seru Babe. \"Semoga aksi ini bisa dicatat sebagai bukti kecintaan terhadap baginda rasululloh, \" tambahnya. Sementara itu Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri mengutuk keras pernyataan yang merendahkan Nabi Muhammad SAW. \"Indonesia mengutuk keras pernyataan yang merendahkan Nabi Muhammad SAW oleh dua orang politisi India,\" demikian seperti ditulis secara resmi lewat akun Twitter Kementerian Luar Negeri Indonesia @Kemlu_RI, Senin (6/6/2022). Pihak Kemlu pun menuliskan bahwa pernyataan tersebut sudah disampaikan kepada Duta Besar India di Jakarta. Negara lain yang juga mengutuk penghinaan yang dilakukan Napur Sharma adalah UEA, Oman, Irak, Maladewa, Yordania, Libya dan Bahrain. Sebelumnya, Kuwait, Iran dan Qatar telah memanggil duta besar India untuk mendaftarkan protes mereka, dan Arab Saudi telah mengeluarkan pernyataan tegas. (TG)
Luitenant Gambier dan Icon Jakarta
Oleh Ridwan Saidi - Budayawan Nederlands Batav nomenclatur yang dipakai Daendels pada era kekuasaannya di Jawa 1800-1825. Pembuktian: a.l coin yang diedarkan Daendels dengan masa edar sampai tahun 1826. Awal Nederlands Batav berbasis di \"kota tua\" yang kini Museum Seni Rupa. Bangunan didirikan Daendels. Daendels inngin memindahkannya ke selatan. Ia perlu palaeis, istana, yang tak jauh dari perkantoran yang dibangunnya di lapangan Banteng. Kini kantor Kemenkeu. Daendels menugaskan seorang Luitenant Zeni Gambier untuk membuka lapangan luas di selatan yang akan jadi pandangan lepas di depan istana yang akan didirikannya. Lapangan itu sangat luas dan penduduk menyebutnya Tana Lapang Gambir merujuk Luitenant Gambier. Sekarang orang menyebut Monas saja. Karena adanya monument Nasional yang tetap sebagai Icon Jakarta. Yang pernah ada di lapangan Gambir: 1. Hofd Bereau, kantor polisi 2. Kantor Telkom 3. Press Club 4. Pasar Malam Gambir 5. Deca Park 6. Pacuan kuda 7. Keur mobil, uji la yak 8. Lapangan2 Olahraga: Sepakbola Lap BVC dan Hercules, masuk berbayar. Lapangan terbuka Hockey dan Bola Keranjang. Pengguna lapangan-lapangan olah raga sampai dengan tahun 1950-an orang Belanda. Di antara dua lapangan terbuka yang paling ramai ditonton bola keranjang. Hockey yng nonton sepi. Yang main lelaki Belanda, Inlanders tak ada. Saya juga ga betah nontonnya. Saya pindah ke bola keranjang. Susah cari tempat berdiri, penonton berjubel. Pantesan orang ramé, yang main céwèk- cewek Belanda, uda gitu pakai short lagi. (RSaidi)