ALL CATEGORY

Kalau Presiden Nonton Formula E, Please Jangan Teriak Anies Presiden!

WAWANCARA Gelaran Formula E di Jakarta International E-prix Circuit di Ancol pada Sabtu, 4 Juni 2022. Presiden Joko Widodo tampaknya akan nonton langsung balapan mobil listrik pertama di Indonesia ini. Sinyal kehadiran Presiden Jokowi di Ancol untuk menonton balapan Formula E itu bisa dilihat dari pengecekan tim Polda Metro Jaya dan Paspampres yang melihat kondisi Sirkuit Formula E.        Kepala Biro Operasional Polda Metro Jaya Kombes Marsudiyanto meninjau lokasi Sirkuit Formula E di Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, Senin, 30 Mei 2022. Ia ingin melihat persiapan pengamanan Presiden Jokowi.  “Insya’ Allah (presiden) hadir, (karena) dari Paspampres juga sudah ada yang melakukan pengecekan di sini, nanti akan disiapkan di sini VIP,” lanjutnya seperti dikutip dari Antara, Senin, 30 Mei 2022. Bagaimana akademisi dan pengamat politik Rocky Gerung melihat rencana Presiden Jokowi yang ingin hadir dan menonton langsung balapan Formula E ini, berikut petikan wawancara wartawan senior FNN Hersubeno Arief di kanal Rocky Gerung Official, Jum’at, 3 Juni 2022. Sehari menjelang pelaksanaan Formula E ada perkembangan yang sangat menarik karena Presiden beberapa waktu yang lalu menyatakan akan hadir dan beberapa hari sebelumnya pas valves juga Polda sudah mengecek security di Formula E. Tapi kemarin berhembus kabar, belum ada konfirmasi mengenai kepastian Pak Jokowi hadir dan kemudian Gubernur Anies Baswedan menyatakan, ini event olahraga, jangan dikait-kaitkan dengan masalah politik. Saya sih ingin tebak-tebakan saja denan Anda, kira-kira menurut keyakinan Anda presiden akan hadir atau tidak. Ya tergantung dukun dan pawang. Tapi, kelihatannya Presiden tidak akan hadir karena sponsor tidak turun. Jadi, itu keterangannya. Tidak ada sponsor, artinya presiden tidak akan hadir. Kan bisa memalukan kalau presiden hadir sponsornya tidak ada, lalu ada baliho gede-gede “nyumbang kagak, nongol iya”.  Kelihatannya begitu antisipasi presiden dan timnya. Jadi, ya sudah biarkan saja. Besok itu, Sabtu, ada racing tanpa racing politik. Jadi, orang anggap Presiden Jokowi sudah kalah duluan. Kan nggak nongol, artinya kalah. WO dong. Itu intinya. Kalau kita mau meringkas hiruk-pikuk tentang sponsor elektronik racing ini. Kalau saya berharap presiden tetap hadir. Saya juga maunya begitu, supaya ada headline. Bukan masalah headline, ini persoalan bagaimanapun juga supaya kita bisa memisahkan antara kepentingan politik dan olahraga, event politik dan olahraga gitu. Dia nggak hadir juga itu artinya politis. Jadi, presiden menganggap bahwa lebih baik tidak hadir daripada elektabilitas Anies naik. Kira-kira begitu timnya, petuah dari tim kepada Presiden begitu. “Pak Presiden (silakan) pilih. Kalau Bapak hadir potensi dipermalukan ada, Anies tetap akan moncer. Kalau nggak hadir juga tetap Anies akan moncer. Jadi, sebaiknya pilih satu saja, nggak hadir tapi enggak dipermalukan atau hadir dipermalukan. Karena potensi diperlukan besar sekali. Bukan karena Pak Jokowinya, tapi karena kelakuan buzer-buzernya. Menteri Erick Thohir juga bagian dari persoalan itu. Coba menteri Erick bilang bahwa oke BUMN karena ini soal bersama maka BUMN sebagai badan usaha milik negara dan event ini adalah milik negara juga, maka kita sponsori. Jadi Pak Erick Thohir memang nggak berani bersaing dengan akibat Jokowi yang potensi diperlukan. Atau bahkan pasti dipermalukan juga. Hadir, tidak hadir, Pak Jokowi pasti dipermalukan. Karena ajaib presiden tidak hadir di acara yang di mana dia dulu adalah Gubernur DKI-nya. Kan sebetulnya dia bisa datang di situ dan bilang ya saya sebagai mantan Gubernur bangga bahwa akhirnya kota ini punya event internasional. Kan dengan kalimat seperti itu saja sudah, sebetulnya orang akan bersimpati pada presiden. Dia hanya bilang sebagai mantan Gubernur dia bangga bahwa kota ini jadi kota bersama, bukan hanya Anies. Jadi otak buzer ini enggak nyampe buat bikin kalimat-kalimat sederhana itu. Jadi, ini antara lain juga karena karena kelakuan buzer yang membuat Pak Jokowi jadi mati gaya. Iya pasti itu. Kita agak kasihan sama Pak Jokowi dikerjain buzer. Karena memang buzer enggak menginginkan Pak Jokowi hadir. Akibatnya berlakulah self-full filling privacy..... Kalau Anda bikin ramalan dan Anda kumpulin banyak orang yang percaya maka ramalan itu jadi kenyataan. Jadi Pak Jokowi akan jadi pecundang. Dia nggak hadir itu artinya dia takut bersaing. Kan bisa begitu jadinya nanti interpretasinya. Apalagi Erick Thohir, sudah pasti nggak bakal hadir. Erick Thohir mungkin merasa ya sebaiknya saya akan nyumbang kalau Pak Anies Baswedan datang ke kantor saya minta- minta gitu, bawa proposal. Kira-kira sampai segitu rasa irinya. Kita sebagai penonton hanya bertepuk tangan karena ada pertandingan mobil listrik, juga ada pertandingan kandidasi di situ. Dua-duanya menyenangkan sebetulnya sebagai tontonan. Tinggal kita tentukan siapa yang harus kita usung atau atau kita tepukin tangan ketika victorylap. Tetap saja saya berharap Pak Jokowi akan hadir. Apalagi kan di situ katanya sudah disiapkan Paspampres, sudah ke sana, Kapolda juga, bahkan lokasi parkirnya pun sudah disiapkan. Masa mau kita pakai lokasi presiden nanti kalau presiden tidak hadir. Kan pamali itu. Saya juga ingin begitu, lihat beliau hadir. Tapi ya bagaimana dia hadir di suatu event di mana orang menganggap bahwa dia justru yang menghalangi pemberian sponsor itu. Kan kalau Pak Jokowi kasih sinyal saja pada Pak Erick Thohir pasti Erick Thohir turunkan dana sponsor itu. Tapi kelihatannya sudah final. Pak Anies juga menganggap bahwa atau panitia menganggap ya sudah nggak apa-apalah, yang penting Indonesia diselamatkan dulu dari kemungkinan gagal event internasional, tetap dan pasti banyak sponsor yang juga, oke kami bantu. Soal bantuan ini yang nantinya akan dipersoalkan di kemudian hari, kenapa negara tidak sponsori, justru swasta yang sponsori. Padahal ini adalah event nasional dan tidak ada hubungannya dengan politik. Lalu dicari siapa-siapa yang kasih sponsor pada Anies Baswedan, dia tidak akan dapat iklan atau proyek dari BUMN. Jadi ramai lagi. Ini akan berlangsung terus hanya karena ego dari Istana yang menganggap bahwa Anies akan dapat panggung di situ. Ya pasti. Ada tidaknya Jokowi, Anies pasti dapat panggung. Jadi, kalkulasi-kalkulasi itulah di menit-menit terakhir membatalkan seluruh semacam penghargaan kita pada Istana. Jadi, Istana menganggap lebih baik eksploitasi politik daripada datang di satu event yang betul-betul ingin diasuh dengan sportivitas. Jadi, tepat pada hari besok, orang akan anggap Erick Thohir, Jokowi, tidak sportif. Anies mengalami penganiayaan, maka elektabiltas Anies akan naik. Selalu begitu model kita dalam menghitung elektabilitas seseorang. Didholimi. Mari kita luruskan, sejak awal kita mendorong bahwa kita memilih Presiden itu harus ada track record-nya jelas, soal intelektualitas, kapabilitas, dan kemudian etikabilitas. Nah, sebenarnya apa yang dilakukan oleh Anies ini kan bagian dari track record seorang yang seorang Gubernur dengan rekam jejaknya. Apakah janji-janjinya terpenuhi atau tidak, dibandingkan ketika Jokowi jadi gubernur. Saya kira kita senang kalau perbandingan masalah prestasi didorong, sehingga lebih bermutu ketimbang saling membuli. Iya dengan sendirinya orang bilang wah Rocky FNN mendorong Anies Baswedan jadi presiden. Bukan itu. Di depan mata memang Anies akhirnya etikanya lebih tinggi dibandingkan Ganjar Pranowo, Jokowi, atau Erick Thohir. Kan orang akan nilai apakah Erick Thohir mampu berkompetisi dengan Anies? Etikabilitasnya apa? Kok nggak mau mempergunakan bajed itu untuk fair menyumbang pada semua event? Lalu Ganjar juga akan dinilai sebagai Jokowi kecil saja itu. Pak Jokowi tidak kasih sinyal untuk membantu Anies. Ini artinya Anies mau dihambat. Dan, orang akan kasih poin besar justru pada Anies karena bagi Anies ya sudah nggak ada sponsor juga nggak apa-apa. Etikanya Anies juga naik lagi kan dibandingkan dengan Erik, Ganjar, atau Jokowi. Jadi, kita mau katakan itu bukan karena kita ingin mendorong orang pilih Anies, tapi faktanya begitu. Jadi, Anies akan naik elektabilitasnya karena tiga orang tadi itu turun etikabilitasnya. Kan begitu dasarnya. Jadi, Anies diam-diam pun dia relatif akan lebih baik daripada Ganjar dan Erik yang dianggap oleh orang sebagai tidak etis karena selalu menghalangi gerak kompetitornya, bahkan di wilayah yang non-politis. Rumusan itu sudah ada dalam backmain.... orang. Dan orang akan lanjutkan lagi. Itu artinya ada briefing dari Presiden supaya Erick Thohir jangan bantu Anies. Makanya Ganjar jadi senang itu, Anies akan turun reputasinya karena tidak dapat bantuan. Ya ternyata masyarakat Jakarta berbondong-bondong membeli tiket. Tiketnya sudah habis. Jadi, pasti jalan event itu. Itu ngaco-nya kalkulasi Istana karena di belakangnya selalu ada rasa iri. Rasanya sayang sekali ya moment-moment semacam ini mesti berakhir seperti ini. Kita jadi tidak nyaman. Tapi, saya sih memahami kekhawatiran dari Pak Jokowi dan timnya gitu, karena jangankan di Formula E, waktu hadir di Mandalika pun Anies menimbulkan kehebohan. Itu banyak juga orang yang ya nggak apa-apa meneriakkan dia jadi presiden. Saya kira memang tidak bisa dibendung jika kali ini dilaksanakan di Formula E ini. Tapi kemarin kita sudah mengingatkan pada simpatisan Anies untuk juga menjunjung tinggi fastone politik. Kalau memang nantinya (kita masih berharap Pak Jokowi hadir) jangan sampai terjadi hal-hal yang membuat malu Presiden karena kalau begitu nanti Formula E akan tenggelam dengan skandal itu, sama dengan ketika Pak Jokowi dulu tenggelam karena aksi dari pawang hujan di Mandalika. Oke kita himbau dari FNN agar para penonton besok itu kalau Pak Jokowi datang jangan ucapkan Anies presiden. Cukup lewat WA grup saja. Jadi di antara mereka saja. Jangan pasang poster-lah. Apalagi kalau Pak Erick tiba-tiba nongol, sudah anggap saja itu adalah penonton. Pak Erick sebagai Menteri BUMN datang ke situ untuk meninjau apakah betul poster BUMN dipasang sebagai sponsor. Pak Jokowi juga akan ke situ karena harus mengucapkan satu dua patah kata sebagai kepala negara yang mewakili langit biru. Kira-kira begitu. Itu indah sekali. Kalau itu diucapkan, saya percaya bahwa publik Jakarta atau publik Indonesia akan menahan teriakannya. Mungkin kalau berbisik kan nggak kedengeran Pak Presiden. Sebagai orang yang ingin bangsa ini hidup rukun kita himbau supaya itu tidak terjadi terjadi. Jadi Pak Erick Thohir datanglah ke acara sirkuit nanti. Demikian juga Pak Jokowi. Kendati Anda tidak menyumbang nggak apa-apa karena saya jaminkan bahwa Anda tidak akan dipermalukan. (mth/sws)

Anies Diincar Nasdem dan Puan Maharani

Oleh: Tjahja Gunawan - Penulis Wartawan Senior FNN Situasi politik menjelang Pemilu Presiden 2024 terus menggeliat dan berubah secara dinamis. Kini para politisi di sejumlah parpol  saling mengintip dan menjajagi sosok yang hendak mereka dukung dalam Pilpres 2024. Beberapa hari lalu, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto bertemu Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.  Bahkan jauh sebelumya, Prabowo yang juga Menhan ini telah menemui Khofifah Indar Parawansa di Surabaya. Gubernur Jatim yang memiliki basis kuat di kalangan NU ini, disebut-sebut akan dipasangkan dengan Anies Baswedan pada Pilpres 2024.  Mencium ada rencana tersebut, sehari setelah Lebaran lalu, Prabowo segera menemui Gubernur Jatim itu di Gedung Grahadi Surabaya untuk mengetahui posisi politik yang sebenarnya.  Sementara yang diketahui publik selama ini, Prabowo rencananya akan dipasangkan dengan Puan Maharani. Tapi belakangan rencana \"perkawinan politik\" Partai Gerindra-PDIP ini ternyata belum permanen. Masih ada kemungkinan berubah menjelang Pilpres nanti. Bahkan ada kemungkinan tiket Prabowo dalam kompetisi Pilpres nanti akan diserahkan kepada sosok yang lebih muda darinya. Selain itu,  belakangan ini mantan Wapres Jusuf Kalla dikabarkan aktif melakukan loby kepada Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Tujuannya, tentu untuk menyandingkan Anies Baswedan dengan Puan Maharani dalam \"pelaminan politik 2024\".  Seperti diketahui, JK selain dikenal sebagai pengusaha senior juga ahli dan berpengalaman dalam melakukan lobi-lobi politik. Itu terbukti ketika dia merancang pasangan Anies-Sandiaga Uno pada Pilkada DKI tahun 2017. Saat ini pun, JK yang baru saja merayakan ulang tahun ke 80, kembali turun gunung untuk membuka jalan bagi Anies Baswedan untuk bisa berduet dengan Puan pada Pilpres mendatang.  Meyakinkan Konstituen Meskipun secara politik kombinasi Anies-Puan merupakan pasangan ideal karena bisa mengawinkan antara kelompok agama Islam dengan nasionalis, namun tidak mudah untuk bisa meyakinkan konstituen dan massa di tingkat grass root pada masing-masing kelompok tersebut. Tapi jika itu bisa terwujud, diharapkan bisa mengatasi keterbelahan dalam masyarakat saat ini. Kini yang namanya persatuan nasional menjadi sesuatu yang sangat berharga untuk bisa diwujudkan secara riil di negeri ini.  Sebelumnya Ketua DPP PDIP Puan Maharani Puan Maharani juga telah menyatakan dirinya terbuka peluang berduet dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Pilpres 2024. Puan menegaskan tak memiliki masalah, apalagi sampai bermusuhan dengan Anies. \"Mungkin saja (duet dengan Anies), nggak ada yang tidak mungkin di politik. Semua dinamika itu bisa terjadi. Ya tinggal kita lihat lagi tahun depan lah bagaimana ceritanya, cerita-cerita politik,\" kata Puan seperti dikutip portal berita Detik, Rabu (23/3/2022). Sementara itu survei Indonesia Elections and Strategic (indEX) Research menunjukkan, pasangan Anies Baswedan dan Puan Maharani sebagai capres dan cawapres menjadi pilihan favorit untuk berlaga di Pilpres 2024. Survei indEX Research digelar pada 21-30 Maret 2022. \"Pasangan capres-cawapres Anies-Puan paling banyak dipilih masyarakat dengan elektabilitas sebesar 51,3 persen,\" kata peneliti indEX Research Reza Reinaldi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (7/4/2022). Rupanya bukan hanya Puan Maharani (PDIP) yang mengincar Anies Baswedan, Partai Nasdem juga mempunyai ambisi untuk menduetkan Ganjar Pranowo dengan Anies Baswedan. Skenario Partai Nasdem ini segera dimanfaatkan isunya oleh kelompok Relawan Pro Jokowi (Projo). Sebagaimana diberitakan portal CNN Indonesia, Jumat (3/6/2022), Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi mengklaim bahwa Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh sudah membicarakan capres-cawapres kepada Presiden Jokowi pada Selasa 31 Mei 2022. Menurut Budi, Surya Paloh ingin menduetkan Ganjar-Anies. Isu Surya Paloh mengusulkan nama Ganjar-Anies mencuat usai pertemuannya dengan Jokowi. Namun, Surya Paloh telah membantah kabar itu sehari setelahnya. \"Ya ketemu dengan Pak Presiden benar, tapi tidak spesifik membicarakan hal itu. Nanya hal lain seperti apa yang tadi kita diskusikan dengan Pak Prabowo,\" ucap Surya setelah pertemuan dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di NasDem Tower, Rabu (1/6). Nah, belum apa-apa relawan Projo sudah membiaskan informasi pertemuan Ketua Partai Nasdem dengan Jokowi. Kedepannya Nasdem akan menemui banyak masalah kalau memaksakan  diri memgawinkan Ganjar-Anies.  Di sisi lain, ada juga kelompok lain terutama NU Struktural yang ingin menyandingkan Ganjar dengan Erick Thohir sebagai Ketua Umum \"Partai BUMN\". Namun di antara mereka masih berselisih karena satu sama lain maunya ingin jadi capres bukan cawapres.  Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, baik Ganjar Pranowo maupun Erick Thohir akan maju dalam Pilpres mendatang dengan cara \"membeli parpol\". Sponsornya para konglomerat (oligarki) dan yang menjadi King Makernya adalah Jokowi. Parpol yang sudah \"dibeli\" bohir Ganjar Prabowo adalah Partai Golkar, PPP dan PAN. Lantas ketiga ketua umum parpol tersebut menyatakan diri sebagai partai Koalisi Indonesia Bersatu.  Dalam Pilpres nanti, Jokowi berkepentingan untuk ikut cawe-cawe agar setelah tidak lagi menjadi presiden bisa hidup tenang bersama keluarganya. Dengan begitu Jokowi tidak merasa dihantui ancaman pidana terkait dugaan praktek KKN baik yang terkait dirinya maupun anaknya Gibran Rakabuming (Walikota Solo) dan mantunya Bobby Nasution (Walikota Medan).  Jika mengacu pada sistem politik yang berlaku sekarang, kombinasi pasangan yang paling realistis adalah duet Anies-Puan. Sebab Anies  memiliki elektabilitas tinggi sementara cawapres Puan Maharani berada di PDI-P yang telah memenuhi ketentuan Presidential Threshold 20 persen. Sementara Erick Thohir atau Ganjar Pranowo tidak memiliki partai.  Gubernur Jateng memang kader PDIP tapi sekarang sedang dimusuhi oleh Puan Maharani dan para kader PDIP lainnya.  Tanpa menggandeng partai lain pun, pasangan Anies-Puan sudah bisa melenggang maju melalui PDI-P dalam kontestasi Pilpres. Apalagi kalau nanti Anies didukung PKS. Maka lengkap sudah koalisi parpol nasionalis dengan partai yang berbasis ideologi Islam. ***

Kerancuan Pemahaman Ideologi Pancasila

Ah, saudara-saudara, mengapa toh begini? Apa memang bangsa Indonesia itu ditakdirkan Tuhan menjadi bangsa inlander, bangsa yang pecah-belah, bangsa yang tidak mampu mengangkat dirinya ke taraf yang lebih tinggi? Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila IDEOLOGI adalah kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut berbagai bidang dalam kehidupan manusia. Dengan demikian secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa Ideologi adalah kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia. Prof Notonegoro mengemukakan bahwa Ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi dasar bagi suatu sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada hakikatnya merupakan asas kerokhanian yang antara lain memiliki ciri: Pertama, Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan; Kedua, Mewujudkan suatu asas kerokhanian, pandangan dunia, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban. Inilah desain Negara Republik Indonesia dengan bersumber pada Pancasila. Alinea IV Pembukaan UUD 1945: Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Coba renungkan desain negara yang ada di Alenia ke-4 itu oleh pendiri negara sudah membentuk Negara dengan desain berdasarkan ideologi Pancasila. Uraian dan ide-ide atau gagasan oleh pendiri negeri ini diuraikan dalam pasal- pasal pada batang tubuh UUD 1945. Persoalan Ideologi Pancasila ini harus jelas dulu, sebab yang disebut Ideologi Pancasila itu adalah Ideologi Negara Berdasarkan Pancasila, dan tafsir itu sudah dibuat oleh pendiri negara ini di dalam pasal-pasal batang tubuh UUD 1945. Yang dimaksud Ideologi Negara Berdasarkan Pancasila adalah UUD 1945 Asli mulai dari Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasannya, itulah ideologi Negara berdasarkan Pancasila. Jadi tanpa disadari, Amandemen UUD 1945 itu yang diamandemen adalah ideologi negara berdasarkan Pancasila. Bagaimana mungkin ideologi Pancasila diterapkan pada negara yang sudah diamandemen Pancasilanya. Sejak diamandemennya UUD 1945, banyak aturan yang dasarnya Liberalisme, Kapitalisme. Seperti sistem presidensil, pilkada, pilsung, pilpres, bertentangan dengan Negara berdasarkan Pancasila. Kerancauan dan kekacauan ini karena banyak yang tidak tahu kalau Ideologi Negara Pancasila itu ya Batang Tubuh UUD 1945. Bukannya ideologi Negara berdasarkan Pancasila itu kristalisasi pemikiran tentang negara berdasarkan Pancasila yang terurai dalam pasal-pasal UUD 1945. Setelah Amandemen UUD 1945 keadaan menjadi kacau, sebab Pancasila yang seharusnya menjadi dasar negara diabaikan. Mana bisa demokrasi dengan pemilihan langsung yang jelas mempertarungkan dua kubu atau lebih itu disamakan dengan Gotong-royong, disamakan dengan Persatuan Indonesia, disamakan Dengan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Usaha mencangkokkan Pancasila dengan Demokrasi liberal adalah bentuk pengkhianatan terhadap ideologi Pancasila . Mari kita cermati apa yang di katakan Bung Karno. Cuplikan Pidato Presiden Sukarno: “Telah sering saya katakan, bahwa demokrasi adalah alat. Demokrasi bukan tujuan. Tujuan ialah satu masyarakat yang adil dan makmur, satu masyarakat yang penuh dengan kebahagiaan materiil dan spirituil.   Sebagai alat, maka demokrasi (dalam arti bebas berfikir dan bebas berbicara) harus berlaku dengan mengenal beberapa batas. Batas itu ialah batas kepentingan rakyat banyak, batas kesusilaan, batas keselamatan Negara, batas kepribadian bangsa, batas pertanggungan-jawab kepada Tuhan.” Apa yang terjadi sekarang demokrasi dianggap agama baru yang diyakini bisa membawa bangsa ini menjadi sejahtera, mana mungkin terwujud keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia diletakkan pada sistem Liberalisme Kapitalislisme. Demokrasi liberal yang dijalankan justru menuju runtuh dan punahnya bangsa ini, bagaimana tidak kekayaan Ibu Pertiwi hanya dinikmati oleh segelintir orang. Sekitar 70% lahan dikuasai oleh 0,10 Aseng dan Asing. PLN yang dahulunya adalah perusahaan publik yang dibiyayai oleh rakyat melalui APBN kok sekarang bisa menjadi milik perorangan dan asing. Padahal UUD 1945 mengatur “Bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Jika 70% Bumi Indonesia sudah dikuasai oleh 0,10 persen orang Indonesia, maka pemerintah telah melanggar konstitusi. Apakah negara yang demikian yang kita inginkan? Marilah membangun kesadaran bersama untuk mengembalikan Indonesia, mengembalikan marwah UUD 1945 dan Pancasila secara benar. Ya, krisis menyusul krisis, sehingga akhirnya mungkin nanti menjadilah krisis itu satu krisis total, krisis mental! National dignity kita amblas sama sekali, sehingga banyak di antara kita ini tidak merasa malu bahwa dunia-luaran ada yang goyang kepala, ada yang bertampik sorak kesenang-senangan. Tidak merasa malu, kalau dunia-baru berkata “Indonesia is breaking up” (Indonesia mulai runtuh), Quo vadis malu, kalau dunia-baru berkata Indonesia is breaking up (Indonesia mulai runtuh), “Quo vadis Indonesia?” (kemanakah engkau Indonesia?), “A nation in collapse” (Satu bangsa yang sedang ambruk). Ah, saudara-saudara, mengapa toh begini? Apa memang bangsa Indonesia itu ditakdirkan Tuhan menjadi bangsa inlander, bangsa yang pecah-belah, bangsa yang tidak mampu mengangkat dirinya ke taraf yang lebih tinggi? Saya yakin tidak! Tetapi saya kira bangsa Indonesia salah sistem politiknya, terutama sekali dalam masa perpindahan ini. Bangsa Indonesia dan rakyat Indonesia telah “disalah-gunakan” oleh pemimpin-pemimpinnya dalam rock-and-roll-nya demokrasi-omong yang tak kenal batas, demokrasi-omong yang tak kenal disiplin, demokrasi-omong yang tak kenal pimpinan. Ya, demokrasi yang tak kenal pimpinan. Demokrasi kita demokrasi yang tak terpimpin. Demokrasi kita demokrasi “free fight liberalism”. Demokrasi kita demokrasi “hantam-kromo”, demokrasi “asal bebas mengeluarkan pendapat”, (demokrasi bebas mengkritik, bebas mengejek, bebas mencemooh, bebas (zonder leiderschap, zonder management ke arah tujuan yang satu. (Cuplikan pidato Soekarno). Sekarang apa yang terjadi dengan bangsa ini, caci-maki, pecah-belah justru dibiayai lewat buzer-buzer atas nama kebebasan LGBT yang bertentangan dengan kesusilaan dianggap HAM. (*)

Bedah Politik di Solo

Dari dialog tokoh Nasional ini akan dibedah politik kebangsaan dan lahirnya semangat untuk menyelamatkan Indonesia dari gangguan para begundal dan penghianat negara. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih HAMBATAN menjelang Pilpres 2024. Presidential Threshold 20 % itu kelokan dan lorong demokrasi yang semakin sempit, bahkan tersumbat. Pertarungan strategi oleh para politisi partai dan mantan politisi yang pejabat negara (Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla, Megawati Soekarnoputri dan Joko Widodo) semua sedang bermain di lorong yang sempit. Akademisi Rocky Gerung (dalam dialog santai dengan Hersubeno Arief dari FNN) tanpa beban mengurai analisa dengan tajam, cerdik dan lincah. Konon JK sudah beberapa kali bertemu Puan, terendus dugaan JK sedang “turun tangan” mencoba menyatukan Anies Baswedan dengan Puan Maharani. Para politisi yang juga Ketum Partai sontak terbelalak, berspekulasi ini bisa menenggelamkan kasak kusuk mereka, memporak-porandakan bargaining mereka dan bisa menurunkan posisi tawarnya untuk bermain kocok sana sini. Mereka sadar JK bukan politisi kaleng kaleng. Apalagi kalau arusnya menyentuh SBY, Megawati, dan Jokowi. Kerja politik JK hanya sebagai gambaran bahwa JK sangat paham apa yang diinginkan Megawati. Sebagai sahabat Megawati, JK harus menolong karibnya bahwa Puan untuk RI satu masih perlu pematangan, disamping ada gangguan dari kadernya sendiri yang nyeruduk tanpa ijin pawangnya. JK sangat paham politik identitas yang tidak bisa diremehkan menyatunya kelompok Islam dan Nasionalis. Gambaran itu terbaca oleh JK maka wajar mencoba menyatukan Puan (Nasionalis ) dan Anies (Islam). Formasi pasangan Capres ini masih sangat cair tetapi formasi kekuatan Islam dan Nasionalis akan menjadi penentu kemenangan Capres pada Pilpres 2024. Mereka semua sedang berjibaku di lorong dan tikungan sempit, apa yang akan terjadi menjadi milik politisi yang sudah kenyang makan garam. Lorong sempit dimaksudkan bagaimana bisa melahirkan Capres yang benar-benar untuk Indonesia, bukan Capres boneka atas remote bandar Oligarki. Kalkulasi politik tetap akan berjalan dinamis dengan munculnya suatu koalisi Indonesia atau koalisi Nusantara, bebas dengan label yang serem-serem walau itu hanya glamor saja. Kabut Pilpres 2024 tetap bakal menghadapi ancaman yang sangat berat ketika transaksi politik telah menjadi budaya pemilu/Pilpres, semua bisa tenggelam dalam alam pola pragmatis. Jalan pendek atau by pass bisa saja ditempuh, dugaan kuat seperti yang dialami Jokowi asal jadi Presiden, persoalan beban politik balas jasa dengan Bandar politik dipikir kemudian. Semua lihat peluang karena dari sisi anggaran hampir tidak akan ada Capres yang kuat secara mandiri secara finansial. Sedang bandar politik jelas tidak akan berspekulasi selingkuh dengan Capres yang menolak jadi bonekanya. Gambaran selanjutnya, kata Rocky Gerung, akan dibahas di Solo bersama para tokoh Nasional lainnya bertepatan dengan HUT Mega Bintang. Ormas yang berpusat di Solo ini sudah malang-melintang dalam belantara politik yang bergerak pada tataran politik identitas Nasionalis - Islam dan muatan identitas lainnya. Bukan kekuatan politik tertentu tetapi lurus bela keadilan untuk wong cilik. Dari dialog tokoh Nasional ini akan dibedah politik kebangsaan dan lahirnya semangat untuk menyelamatkan Indonesia dari gangguan para begundal dan penghianat negara. Lahirnya pemimpin Capres yang memiliki wawasan negarawan setia kepada tujuan negara sesuai dengan UUD 45 dan utuh dengan jiwa Pancasila yang sebenarnya. Negara terhindar mengulangi kesalahan lahirnya Presiden hanya sebagai boneka Oligarki dari negara asing. Semoga lewat dialog tokoh Nasional di Solo, bersamaan Presiden juga sedang berada/pulang ke Solo. Arah politik yang sedang dimainkan oleh para politisi busuk dan politisi negarawan dibedah dan bisa terbaca dengan jelas. (*)

Hersubeno: Perpecahan Jokowi vs Megawati Makin Nyata dan Dalam

Jakarta, FNN - Perpecahan antara Jokowi khususnya menghadapi Pilpres 2024 ini makin nyata dan dalam. Ada perbedaan kepentingan di antara keduanya yang membuat mereka memulai menempuh jalan masing-masing. Demikkian paparan wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Kamis, 02 Juni 2022. Semakin dalamnya antara Ketua Umum PDIP dengan petugas partainya itu setidaknya bisa kita saksikan dalam drama 2 babak yang berlansung hanya dalam waktu 2 hari berselang. Megawati tidak hadir pada peringatan Hari Lahir Pancasila versi pemerintahan Jokowi yang diselenggarakan pada Rabu 01 Juni 2022 dan digelar di Ende Nusa Tenggara Timur. Sebaliknya Jokowi juga tidak hadir dalam peresmian Smart Campus Sekolah Tinggi Inteligen Negara di Sentul Jawa Barat yang dilaksanakan pada hari Senin 30 Mei 2022. Jadi pada hari Senin, 30 Mei 2022 Jokowi tidak hadir dalam acara penting yang dihelat oleh Megawati dan giliran tanggal 1 Juni 2022 Megawati tidak hadir pada peringatan Hari Lahir Pancasila. Ketidakhadiran 2 figur penting itu di 2 acara yang berbeda menyiratkan makna yang sangat simbolis. Acara yang digelar di Kampus Sekolah Intelegent Negara itu yang punya hajat adalah kepala Badan Intelijen Negara, Jenderal Polisi Budi Gunawan. Ini figur yang sangat dekat dengan Megawati. Kalau kita kaitkan dengan Jokowi, ia punya jasa yang sangat penting yakni Pasca Pilpres 2019 bisa mempertemukan Jokowi dengan rivalnya yakni Prabowo Subianto yang sama-sama kita ketahui berakhir dengan Prabowo masuk kabinet Jokowi. Bukan hanya Prabowo tapi pasangan Cawapres Sandiaga Uno juga belakangan bergabung menjadi anak buah Jokowi. Sementara kalau dilihat dari namanya Smart Campus Dr. Honoris Causa Ir. Sukarno jelas ini nama yang secara personal melekat pada Megawati. Jadi ini merupakan acara yang sangat penting bagi Megawati secara personal dan sudah selayaknya Jokowi hadir. Bagaimana dengan peringatan Hari Lahir Pancasila? Dengan memilih hari lahir Pancasila di Pulau Ende tentu saja ada maksud khusus dari Jokowi untuk merajuk hati Megawati. Di pulau inilah Bung Karno pernah mengalami pembuangan bersama salah satu istrinya yakni Nyonya Inggit Garnasih pada masa sebelum kemerdekaan. Ini sebenarnya tidak tepat disebut sebagai salah satu istrinya karena pada waktu itu satu-satunya istri memang Inggit Garnasih. Maksud saya ini kan Presiden Sukarno punya banyak istri dan pada waktu itu Bung Karno masih didampingi oleh Inggit Garnasih. Di tempat ini pula dikabarkan Bung Karno merumuskan Pancasila yang kemudian disampaikannya pada pidato di Badan Penyidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan atau yang kita kenal sebagai BPUPK dan kemudian dikenal sebagai BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945. Sudah lama keluarga Sukarno memperjuangkan tanggal 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila, namun pemerintahan sebelumnya ini tidak menyepakatinya, sebab sekarang Pancasila yang rumusannya disepakati seperti yang kita tahu sekarang. Ini resminya baru lahir pada tanggal 18 Agustus 1945, disepakati pada tanggal 18 Agustus 1945 sehari setelah kemerdekaan Republik Indonesia. Beda sekali dengan rumusan yang diajukan oleh Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945. Yang paling mencolok adalah Sila Ketuhanan itu menjadi Sila kelima, pada formula komposisi dari Pancasila yang digagas oleh Bung Karno kemudian pada tanggal 1 Juni itu diklaim oleh Pemerintaan Jokowi sebagai hari lahir Pancasila. Banyak ahli sejarah yang tidak menyepakatinya. Tapi apapun itu sudah ditetapkan oleh Pak Jokowi menjadi hari lahir Pancasila dan waktu itu upaya untuk melahirkan hari lahir Pancasila sudah dimulai gencar ketika Taufik Kiemas suami ibu Megawati menjadi ketua MPR ditahun 2009 sampai 2013. Barulah setelah Jokowi terpilih menjadi presiden pada tahun 2016 melalui Kepres 24 tahun 2016 hari lahir Pancasila ditetapkan pada tanggal 1 Juni. Kalau melihat proses ditentukan hari lahir Pancasila dan dipilihnya Ende sebagai hari peringatan, maka sesungguhnya ini penuh makna simbolis bagi Megawati dan keluarga Sukarno. Namun ternyata dia sendiri tidak hadir bukan hanya tidak hadir di lokasi, tapi dia tidak hadir melalui virtual karena banyak tokoh lain termasuk Wakil Presiden Ma\'ruf Amin dan Mantan Wakil Presiden Tri Sutrisno juga hadir melalui virtual. Megawati berkilah ketidakhadirannya karena dia harus menghadiri acara yang penting yakni Seminar Nasional Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa yang juga diselenggarakan secara virtual. “Saya ditanya kenapa sebagai ketua Dewan Pengarah BPIP ibu tidak muncul di sana. Biasa toh wartawan jahil, saya bilang kita bagi tugas di sana ada pengurus BPIP itu,” kilah Megawati kepada media. Kalau kita mau jahil tetapi agak sulit rasanya menerima masalah Megawati masalah waktu seminar. Ini kan tinggal batu akur atau waktunya mundur sebentar tidak harus diganti harinya, waktunya aja 24 jam.  Sementara kalau kegiatan kenegaraan peringatam hari lahir Pancasila pastilah sudah terjadwal jauh-jauh hari sebelumnya. Peringatan ini tidak hanya sekadar kaitannya karena Ibu Megawati sebagai Dewan Pengarah BPIP tetapi makna historis secara personal sangat-sangat kuat bagi keluarga besar Soekarno. Dua peristiwa terakhir ini membuka mata publik. Ini pasti ada sesuatu yang sangat serius di antara Jokowi dengan Megawati, masing-masing sudah punya agenda dan kepentingan sendiri yang sulit dipertemukan sehingga, mereka mencoba menghindari dalam event ini. Kan penting bagi Jokowi untuk terus memanuver berjuang memperpanjang masa jabatannya atau setidaknya menyiapkan subsesor yang bisa mengamankan kepentingannya pasca dia lengser. Megawati juga tetap kukuh pada pendiriannya untuk memperpanjang eksistensj pra-Sukarno dengan mempersiapkan Putri Mahkota Puan Maharani menjadi Cawapres 2024, syukur-syukur kalo bisa menjadi Capres. Perbedaan kepeningan yang diametral antara ketua umum dan petugas partai inilah yang tampaknya menjadi pangkal pecahnya kongsi politik di antara mereka. Tanda awal perpecahan itu muncul setelah para pendukung Jokowi berjuang untuk memperpanjang masa Jabatan sebanyak 3 periode. Sebuah media mengutip saking kesalnya saking marahnya Megawati sampai mengucapkan kata memang negara ini milik mbahnya! Ini pernyataan yang sangat keras, untuk memperpanjang masa jabatannya Megawati sampai memerintahkan fraksi PDIP di MPR menarik diri PPHN atau pokok-pokok haluan negara kalau dulu dikenal sebagai GBHN pada pemerintahan masa Orde Baru. Padahal PPHN ini adalah gagasan yang diperjuangkan oleh Megawati, namun agar tak dimanfaatkan untuk kepentingan Amandemen UUD 45 yang memungkinkan mengubah batas waktu periode kepresidenan dari dua periode menjadi 3 periode. Megawati bersama beberapa Parpol Koalisi pendukung pemerintah menutup rapat pintu amandemen sampai pada tahun 2024. Megawati sampai mau mengorbankan gagasannya untuk membuat PPHN itu demi menghadang langkah Jokowi untuk maju menjadi 3 periode. Tak mau menyerah lewat jalur Amandemen ini, di bawah komando Luhut Panjaitan para pendukung Jokowi berusaha menunda Pemilu dengan memperpanjang masa jabatan Jokowi sampai setidaknya tahun 2027. Upaya ini juga dimentahkan oleh Megawati dan partaj pengusung lainnya kecuali Golkar, PKB dan PAN yang waktu itu menggagas memperpanjang masa jabatan Jokowi dengan cara menunda Pemilu. Sejak itu hubungan Megawati dan Jokowi merenggang, pada awal Idul Fitri lalu Jokowi memilih berlebaran di Jakarta. Ini ada kesan kuat ia menghindari Megawati yang biasanya selama Hari Raya, apalagi kita tahu Lebaran tahun ini adalah pertama orang bisa bebas bersilaturahmi setelah 2 tahun mengalami pengetatan pertemuan-pertemuan yang bersifat offline karena pandemi. Dan ketika tiba-tiba sekarang orang ingin leluasa bisa bersilaturahmi ternyata Jokowi malah memilih untuk berlebaran di Jogjakarta. Pada waktu itu Jokowi hanya Lebaran dengan Megawati by phone dan baru beberapa hari dia di Jakarta dia sowan ke Megawati di Jalan Teuku Umar. Jokowi lebih memilih berlebaran di Jogjakarta itu dan memperpanjang masa liburannya dengan berlibur ke Bali bersama dengan anak cucunya. Walaupun Megawati sudah menunjukkan ketidaksenangannya dengan langkah Jokowi, namun Jokowi tampaknya gak peduli juga. Pada saat bertemu dengan relawan Projo di kawasan Borobudur Jawa Tengah pada tanggal 21 Mei 2022, Jokowi menunjukkan sikap bahwa dia seolah punya otoritas sendiri untuk menentukan siapa capres penggantinya. Ucapan Jokowi ini bisa ditafsirkan dengan beragam makna. Ada yang menyebut itu merupakan sinyal bahwa dia akan mendukung Ganjar yang juga hadir diacara tersebut, ada pula yang menafsirkan Jokowi akan maju kembali sebagai Capres untuk 3 periode. Apapun tafsirnya, namun ini sudah pasti Jokowi sudah punya pilihan sendiri dan tidak lagi tunduk pada keputusan partai yang dipimpin oleh Megawati. Ini kita jadi terkejut karena 5 hari berselang setelah itu yakni tanggal 26 Mei ketika Jokowi menikahkan adiknya, Hidayati dengan Ketua Mahkamah Konstitusi Ambar Usman di Solo. Pesta besar-besaran itu dihadiri sejumlah tamu penting elit parpol dan juga petinggi negara namun Megawati dan keluarganya tidak tampak hadir. Ini beda sekali dengan saat Pak Jokowi menikahkan putra dan putrinya beberapa waktu yang lalu, hubungan keduanya tampak sekali kompak dan harmonis. Megawati bersama keluarganya lengkap mereka tampak berfoto bersama dengan kedua mempelai dan menebar senyum yang menunjukkan kebahagiaan. Kemesraan itu tampaknya kini sudah berlalu. Putri Megawati yakni Puan Maharani yang juga ketua DPR sempat mengaku tidak bisa hadir karena ada acara di Bali. Namun Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengaku kepada media bahwa Megawati dan keluarga memang tak diundang dalam acara pernikahan adik Pak Jokowi itu. Beritanya sempat dikutip oleh tempo.co, namun beberapa saat berita tersebut hilang. Apakah memang keluarga Megawati tak diundang atau di undang tetapi tidak datang, itu menunjukkan adanya sesuatu yang sedang terjadi? Ketua DPD di MPR Tamsil Lingrung mengaku dia mendapat bocoran dari mantan Mensos Bakhtiar Chamzah bahwa Ketua Umum PPP yang kini menjadi kepala Bappernas yaitu Menteri Perencanaan Nasional dia diminta Jokowi untuk menjauhi PDIP. Apakah info tersebut akurat, faktanya kemuduan kita menyaksikan terbentuknya Koalisi Indonesia Bersatu yang terdiri dari Golkar, PPP, dan PAN. Pembetukan koalisi itu terjadi tak lama setelah muncul kabar yang sangat santer bahwa Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto itu mau dikudeta dan dicopot dari jabatannya sebagai Menko Perekonomian. Banyak yang menduga koalisi ini akan digunakan Jokowi sebagai kendaraan politiknya. Ini ada 2 opsi, yang pertama akan digunakan sendiri oleh Jokowi dilihat dari keadaan amandemen UUD 1945 batasan untuk 2 periode menjadi 3 periode. Kalau dia tidak bisa dia terobos amandemen ini, maka dia akan gunakan sebagai kendaraan politik proxy-nya yakni proxy Jokowi. Nama yang sangat santer beredar itu disebut adalah Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah saat ini. Nama Ganjar ini semakin menguat bahkan menjadi subsesor sekaligus proxy Jokowi ketika Ketua Umum Partai Nasdem menemui Jokowi pada 24 Mei malam dan menyodorkan nama Ganjar-Anies sebagai pasangan calon Presiden tahun 2024. Ketus DPP Partai Nasdem Sugeng Suparwoto mengakui bahwa memang mereka menyodorkan nama Ganjar-Anies yang memang pilihan terbaik dengan alasan untuk mengatasi pembelahan rakyat Indonesia. Bagaimana dengan nasib Puan? Selama ini namanya disebut-sebut sebagai Calon Wakil Presiden bagi Prabowo. Namun ini muncul opsi baru mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dikabarkan mencoba menjadi Mak Comblang agar Puan berpasangan sebagai Cawapres Anies. Salah satu bukti seriusnya perjodohan Anies dan Puan ini indikasinya adalah saat ini Puan sedang menjalankan Umroh ke tanah suci Mekah didampingi oleh Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia Komisaris Jenderal Polisi Syafrudin yang dikenal sebagai orang dekat Jusuf Kalla. Jadi artinya kabar bahwa mereka ini dicoba dijodohkan oleh Jusuf Kalla ini benar dong dan disebutkan oleh Tamsil Lingrung mereka sudah bertemu sampai 3 kali. Sementara itu hari Rabu (1/06/2022) kemarin Prabowo justru diundang makan siang ke kantor Nasdem. Di depan Prabowo Surya Paloh mengakui dia bertemu Jokowi pada tanggal 24 Mei malam. Dia mengatakan pada pertemuan tersebut dia membicarakan bagaimana kelanjutan pembangunan Indonesia ini pasca-Jokowi. Pernyataan Surya Paloh ini pernyataan sorang politisi yang multi tafsir. Nadanya mirip seperti yang dikatakan Airlangga Hertarto soal Koalisi Indonesia Bersatu yang dibentuk untuk menjaga kelanjutan pembangunan di era Jokowi yang menurut dia sudah dirasakan manfaatnya. Kita bisa menafsirkan pernyataan-pernyataan dari elit politik ini tampaknya mereka sudah ada kesepakatan bahwa Jokowi akan berakhir masa jabatannya dan dia diyakinkan bahwa penggantinya adalah figur yang bisa menjaga kepentingan politiknya. Siapa nama itu yang jelas bukan Puan.  Nasdem dengan tegas menyebut nama Ganjar berpasangan dengan Anies, bagaimana dengan Prabowo? Setelah dia bertemu dengan Surya Paloh dia mengatakan  bahwa pertemuan itu adalah kangen-kangenan sesama alumni Partai Golkar, Anda percaya? Saya sih tidak. Satu hal yang  pasti Jokowi jelas punya agenda politik sendiri dan itu berbeda dengan Megawati. Dia ingin kepastian politiknya terjaga setelah dia lengser. Para politisi yang sudah memanufer ini adalah bagian dari upaya mengaitkan Jokowi apakah janji mereka nantinya bisa dipegang oleh Jokowi? Satu hal yang pasti dalam politik itu tidak ada pertemanan abadi. Itu adagium yang berlaku di politik bahwa yang abadi itu adalah kepentingan. Itu hukum basic politik yang tidak bisa ditawar-tawar. (sof, sws)  

Demi Marwah Partai, Puan Harus Capres

Maka seharusnya PDIP sejak sekarang sudah bisa mengambil keputusan dan mengumumkannya ke publik. Agar si calon segera bisa melakukan sosialisasi mencari dukungan. Oleh: Wahyudin, Koordinator Kajian dan Analisa Keterbukaan Informasi Publik (KAKI Publik) PUAN Maharani, sebuah nama fenomenal. Perempuan pertama yang berhasil duduk di puncak singgasana parlemen. Ketua DPR RI. Boleh saja orang nyinyir, dianggap tidak pintar atau punya perilaku tidak etis karena sering mematikan mic saat anggota DPR sedang bicara. Tapi bisa dipastikan yang menyanjung jauh lebih banyak daripada yang nyinyir. Kehebatan Puan bukan saja karena dia Ketua Parlemen, tetapi sejak lahirpun dia sudah hebat. Betapa tidak, dia lahir dari seorang ibu yang anak presiden pertama Indonesia. Maka Puan adalah cucu presiden. Lebih dahsyat lagi ibunya kemudian menjadi presiden. Dan ibunya adalah presiden perempuan pertama di Indonesia. Maka sebutan Puan menjadi: Ketua DPR RI Perempuan pertama, Cucu presiden pertama dan anak presiden perempuan pertama di Indonesia. Masih ada predikat lain, yaitu Puan adalah kader andalan yang digadang-gadang menjadi calon presiden dari PDIP, partai pemenang partama di tiga kali pemilu era reformasi. Pendek kata, Puan sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kriteria sebagai Calon Presiden. Posisi Ketua DPR merupakan simbol prestasi perjuangan. Dan menjalankan tugas sebagai ketua DPR adalah indikator seseorang memiliki pengalaman memimpin lembaga tinggi negara. Lalu jika menggunakan kriteria bibit, bebet, bobot, Puan memiliki semuanya. Bibit, jelas seperti dikemukakan di depan, dia keturunan orang hebat. Bebet, atau kekayaan secara ekonomi, Puan adalah isteri pengusaha sukses. Bobot, Puan jelas tokoh yang berbobot dengan segudang pengalaman memimpin lembaga besar. Disamping Ketua DPR, Puan juga pernah menjadi menteri. Bukan sembarang menteri. Tapi menteri koordinator. Artinya menteri yang membawahi beberapa menteri. Walhasil, Puan memenuhi kualifikasi sebagai Capres. Puan bisa menjadi obat kekecewaan kaum Marhaen selama hampir 10 tahun. Kecewa karena selama pilpres dilakukan secara langsung, PDIP tidak pernah dianggap menang secara hakiki. Dari empat kali pilpres, PDIP dua kali kalah dan dua kali kecewa karena tidak  berhasil mengusung kader utamanya, Megawati Soekarnoputri. Pilpres 2004 dan 2009, PDIP mencalonkan Megawati dan kalah. Kemudian 2014 dan 2019 PDIP terpaksa menerima tekanan kuat, sehingga mau tidak mau menerima Joko Widodo sebagai Capres dari PDIP. Nama Puan sudah dimunculkan sebagai bakal calon sejak 2014. Hingga kini sudah memakan cukup waktu bagi Puan untuk mempersiapkan diri segala sesuatunya menjadi Calon Presiden. PDIP sudah berpengalaman menjadi penguasa saat Megawati menjadi Wapres dan selanjutnya Presiden. Pernah beroposisi 10 tahun saat Indonesia dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono. Kemudian dua periode memiliki Presiden yang bukan pimpinan di partai dan bukan bagian langsung dari partai. Tentu PDIP sudah melakukan refleksi dan evaluasi. Pasti sudah merumuskan kesimpulan, pada posisi mana PDIP harus memperjuangkan secara maksimal, mati-matian. PDIP sebagai partai besar dan tiga kali menjadi pemenang pemilu pada era reformasi ini tidak mungkin akan tinggal diam. Semampang masih pada tataran kewenangannya, maka PDIP harus menggunakan kewenangan itu untuk kepentingan yang lebih baik. Kewenangan PDIP Sesuai Undang-undang, PDIP satu-satunya partai yang memenuhi presidential threshold. PDIP bisa mengusung Calon Presiden/Wapres sendiri tanpa partai lain. PDIP bebas menentukan siapa Capres dan Cawapres yang akan diusung. Maka seharusnya PDIP sejak sekarang sudah bisa mengambil keputusan dan mengumumkannya ke publik. Agar si calon segera bisa melakukan sosialisasi mencari dukungan. Soal siapa yang akan dicalonkan, ukuran pertama adalah siapa yang memiliki komitmen tertinggi dalam merealisasikan mimpi PDIP tentang Indonesia. Yang paling bisa menjadi peluru perjuangan PDIP. Dan siapa kader yang paling bisa \'diajak bicara\' oleh PDIP dalam merealisasi mimpi-mimpi partai. Ukuran-ukuran itu mengharuskan PDIP untuk mencalokan kader pilihannya, tentu Puan Mharani. Bukan sekadar orang PDIP atau simpatisan partai. Dan untuk merealisasikan mimpi-mimpinya tentang Indonesia itu, PDIP harus mencalonkan kader utamanya menjadi Calon Presiden, bukan Wapres. Fakta yang tergambar jelas dalam sejarah Indonesia, Wapres tidaklah memiliki kewenangan besar dalam proses penyelenggaraan negara. Alangkah sangat disayangkan, jika PDIP sebagai partai pemenang pemilu, satu-satunya partai yang yang berwenang secara mandiri menentukan Capres/Cawapres. Lalu hanya rela menjadikan kader andalannya sebagai Calon Wakil Presiden. Apalagi jika mengalami kekalahan dalam Pilpres, maka PDIP menjadi kalah dua kali. Kalah dalam proses dan kalah pada hasil. Tentu harga diri partai menjadi semakin kempes tak berdaya. Berbeda keadaannya, jika PDIP gagah berani mencalonkan kader utamanya menjadi presiden. Maka pada tahapan ini partai sudah menang dan membuat rasa bangga pada pendukungnya. Tentu saja harus diperjuangkan agar bisa menang Pilpres. Modal menang Pemilu 2019 harus dipelihara dan ditingkatkan agar pemilu berikutnya juga menang. Menang Pileg dan Menang Pilpres. Jikapun kalah dalam Pilpres, tidak mengurangi marwah partai. PDIP tetap gagah berani. Maka demi marwah PDIP dan membuat kaum marhaen bisa tersenyum, Puan Maharani harus menjadi Presiden. (*)

Media Sosial Revolusioner

Perlahan tapi pasti, media sosial terus mencairkan kebekuan demokrasi formal. Pseudo demokrasi yang hanya melahirkan pemimpin korup dan tiran, sedikit demi sedikit berhasil ditelanjangi dan diarak massal.Media sosial pada akhirnya menjadi etalase publik yang memajang distorsi penyelenggaraan negara. Oleh: Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI SEIRING era keberlimpahan informasi, perkembangan teknologi komunikasi  terasa kian massal, efisien dan efektif dimanfaatkan publik. Tak hanya menyentuh dimensi sosial, interaksi udara menunggang kehebatan dan kecanggihan satelit itu, leluasa menyasar  dinamika peradabapan manusia secara lebih komprehensif. Persoalan budaya,  politik, ekonomi, hukum, keamanan dsb, menjadi langganan tetap dan menu keseharian dari membuncahnya  tema-tema media sosial. Menariknya, tak hanya menampilkan aspek kuantitatif dan kualiatif, konten media sosial juga dipenuhi keberagaman berita. Tentang pergerakan populasi manusia dan persoalan HAM, eksistensi perilaku dan habitat binatang,  dinamika alam dan ekosistemnya, serta semua informasi lainnya yang saling bercampur mengisi hingar-bingar ruang lintas sosial tersebut. Alhasil, pelbagai isu dan  intrik sesak menyeruak atas nama kebebasan berpendapat dan menikmati suguhan demokrasi. Sejalan dengan itu, antara hoax dan fakta semakin sulit dibedakan. Agitasi dan propaganda semakin tipis selisih identitasnya dengan keberadaan ujaran kebencian, permusuhan dan fitnah sekalipun.  Ada pertarungan sengit antara yang gemar mengumbar kamuflase dan  manipulasi data dengan yang masih setia mengusung suara marginal dan  realitas obyektif rakyat. Pun demkian, selalu saja ada politisasi dan anggaran berbiaya besar yang menempel pada para buzzer dan pendengung yang beroperasi sebagai petugas pembelahan sosial, pemecah-belah bangsa dengan modus menghina agama dan melecehkan para ulama dan pelbagai gerakan moral.  Belakangan semakin terus bertumbuh dan meningkat eskalasinya, dari sekedar media alternatif menjadi media pengharapan dan tempat bertumpu gejolak hati dan jiwa rakyat. Ketika terjadi penyumbatan saluran aspirasi dari mekanisme formal dan normatif, suara rakyat mengalir deras menyusuri kanal-kanal pembebasan. Amanat  rakyat yang digaungkan  seakan seperti air bah yang tak terbendung.  Bukan hanya sekedar aspirasi, lebih dari itu, keinginan yang membatin dan lama bersemayam sebagai \"silent mayority\", kini menjelma menjadi amplitudo gugatan dan perlawananan serta pembangkangan. Media sosial akhirnya benar-benar menjadi media kesadaran kritis dan kesadaran makna bagi proses penyelenggaraan kehidupan bernegara dan berbangsa. Mengungkap kenyataan secara terbuka dan ekspresif, tentang nilai-nilai dan betapa paradoksnya ketika dituangkan dalam praktek-prakteknya. Lebih polos dan murni mengurai syahwat KKN, memamerkan betapa betapa bugilnya para  politisi, pejabat dan pengusaha tanpa    aurat integritasnya, serta bangganya para pemimpin dan penguasa pada kerakusan dunia. Termasuk juga begitu masif dan serba permisifnya,  distorsi penyelenggaraan negara tampil seronok, mabuk  dan tanpa malu,  marak di pangung-pangung sosial rakyat. Meskipun bagaikan berselancar dengan ranah pidana yang berbungkus UU ITE, media sosial tetap digandrungi rakyat sebagai wadah sekaligus sarana refleksi dan evaluasi kebangsaan. Sebuah gerakan gerilya opini dan berpotensi sebagai mobilisasi, juta langkah taktis dan stategis yang tak bisa diremehkan, sangat memungkinkan menjadi stimulus meraih capaian tuntututan  kesetaraan dan keadilan sosial. Dengan lepas dan tanpa beban,  namun tetap tajam dan menohok menguliti para pemimpin dan aparat pemerintahan yang korup dan dzolim. Rakyat larut menjadikan media sosial sebagai sidang sekaligus vonis dari pengadilan rakyat yang sesungguhnya.  Mungkin dan boleh jadi ini cara sebagian besar rakyat berkomunikasi, setelah negara dan aparat pemerintahannya gagal menyampaikan bahkan sekedar memahami kehendak dan  aspirasi rakyat. Ketika media mainstream tak berperan memainkan fungsi kontrol dan menyampaikan kebenaran, maka media sosial seakan meniadi kawan seiring sejalan dalam berdemokrasi dan ramah menerima kegelisahan dan kecemasannya. Sama halnya dengan suara kritis, perlawanan  dan pembangkangan yang selalu dikawal tindakan represif, penjara  dan ancaman kematian. Maka celoteh rakyat yang sejatinya menjadi representasi dari upaya mencari  nafkah keadilan dan kebebasan yang terbelenggu. Sepertinya, dapat mewakili anomali konstitusi,  terutama saat pendapat rakyat tak lagi dapat dicegah untuk  mengemuka dan memenuhi ruang publik, meskipun itulah satu-satunya dan yang terbaik yang dimikili rakyat dalam berdaulat sebagai warga negara dan warga bangsa. Duhai media sosial yang revolusioner, meski tanpa pasukan dan senjata dan uang negara yang berlimpah, serta para pemuja dan penghamba kekuasaan  yang berlindung atasnama negara. Semoga tetap dinamis dan mengupayakan perubahan dan kehidupan yang lebih baik untuk rakyat, negara dan bangsa Indonesia. Layaknya keindahan jargon-jargon Pancasila, UUD 1945 dan NKRI yang sering dikumandangkan. (*)

Vaya Con Dios

Oleh Ridwan Saidi - Budayawan Prabowo terkait capres: Kalau bisa yang pengalaman, tidak harus saya (Derik.com) Megawati membuat pernyataan yang merangsang nieuwsgierig, rasa ingin tahu. Megawati khawatirkan kondisi RI, \"kalau aku sudah \'ndak ada, piye yo\", katanya. (Detik.com) Sebait lyric lagu Melayu Sekedar Bertanya nyanyian Babay Suhaeni tahun 1970-an membantu kita memahami motif pernyataan kedua tokoh di atas: Wajahmu dulu berseri-seri Senyummu sungguh manis sekali Pandangan matamu bercahaya Tetapi kini jauh berbeda. Pernyataan Prabowo mengesankan reluctancy terhadap pencapresan. Jokowi menggunakan istilah ojo kesusu ketika di Jateng Projo bersemangat untuk mencapresi Ganjar. Megawati sudah lama tak menyebut akronim capres. Capres jadwalnya tetap, tapi kutipan sikap-sikap di atas tidak terhubung dengan realisasi jadwal. Juga SBY tak bicara capres, AHY tidak melakukan lobbies seperti Ketua PAN atau Nasdem. Semangat bercapres ria berkobar pada capres-capres non-partai.  Bagaikan api nan tak kunjung padam laiknya, mengutip Sutan Takdir Alisyahbana.  Sidang-sidang kabinet lama tak tersiar. Untuk soal-soal teknis Presiden cuma kordinasi dengan Menko Luhut.  Content jadwal Jokowi lebih pada kunjungan ke pasar-pasar.  Nada sendu membayang dalam tampilan pembesar. Di wajahmu tak lagi kulihat bulan.  The lady who knew too much, itulah latar  ucapan Megawati yang dikutip di atas. Ia dikenal akrab dengan Presiden Korea Utara Kim Jo Il dan penerusnya sekarang, tapi berhadir di pelantikan Presiden Korsel, dan bicara empat mata sesudah itu. Korsel dekat dengan USA semua orang tahu. Megawati dengan Presiden Korsel bila bicara tentang Ukraine atau China, dalam term ilmu fiqih dikatakan mustahil pada akal, karena tidak proporsional. Yang dibahas tentu Indonesia. Itu tercermin dari kata-kata Mega, gimana kalau saya sudah \'ndak ada. Facta: Mega mitra wicara.  Vaya con dios mi vida Vaya con dios lu sudah (RSaidi)

Jokowi Berkhianat pada PDIP dan Megawati

Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan INI belum berbicara soal pengkhianatan Jokowi pada negara, bangsa dan rakyat Indonesia. Amanah untuk memajukan kesejahteraan umum dan melindungi segenap bangsa dinilai gagal ditunaikan dan menyimpang.  Perhatian kita tertuju dahulu kepada pengkhianatan Jokowi kepada partai pengusung utama dan Ketua Umum Partai tersebut. Jokowi diajukan sebagai Capres pada Pemilu 2014 maupun 2019 oleh PDIP meskipun yang bersangkutan bukan berasal dari kader PDIP. Saat menjadi Gubernur DKI sebelumnya Jokowi diusung oleh Partai Gerindra bersama PDIP. Peran PDIP baik untuk Pilgub 2012 maupun Pilpres untuk menggoalkan Jokowi sangat besar. Bahkan dapat disebut sebagai penentu utama.  Tetapi kini ternyata Jokowi mulai menjaga jarak dengan  PDIP. Perseteruan Jokowi dengan Megawati semakin meruncing. Sejak KPK \"milik Jokowi\" dan Kejagung \"milik Megawati\" maka target-target hukum saling berbalas. Pembongkaran kasus korupsi jadi mainan untuk memperkuat posisi.  Waktu Iedul Fitri lalu, Jokowi dengan Megawati tidak berhalal bihalal, Jokowi memilih ke Jogyakarta. Dalam perhelatan pernikahan adik Jokowi baik Megawati maupun Puan tidak menghadiri. Sebaliknya di saat acara penting BIN Smart Campus Soekarno yang dihadiri Prabowo, Budi Gunawan dan Hendropriyono, Jokowi yang tidak hadir. Aktivis PDIP Bambang Pacul menyatakan ada pihak yang menjauhkan Jokowi dari Megawati dan PDIP. Rupanya Jokowi \"mutung\" karena kemauannya tidak didukung. Soal perpanjangan masa jabatan tiga periode. Akhirnya saling bermusuhan. Namun \"hengkang\" nya Jokowi dari Mega dan PDIP dapat berkonsekuensi apalagi jika kualifikasinya sampai pada pengkhianatan.  Tiga kemungkinan akibat politik ke depan yang dapat terjadi akibat Jokowi berkhianat, yaitu : Pertama, bersama kekuatan oposisi PDIP akan melakukan upaya untuk menurunkan Jokowi sebelum tahun 2024 baik dengan melakukan tekanan politik maupun proses Sidang Umum MPR. Mengendalikan trium virat dan mempengaruhi MPR untuk menghasilkan pasangan yang dianggap menguntungkan PDIP.  Kedua, ikuti alur waktu hingga Pemilu 2024 dimana PDIP maju dengan Capres sendiri, tidak mendukung \"calon kepanjangan tangan\" jokowi. Jokowi kehilangan basis partai pelindung. Akhirnya akan masuk fase penghukuman pasca masa jabatan.  Ketiga, penunjukkan Plt Kepala Daerah yang dipastikan \"orang orang Jokowi\" akan diganggu PDIP sehingga skenario bantuan Kepala Daerah untuk sukses Pilpres dapat digagalkan. Bandar atau oligarki dibuat ragu untuk tetap berada di belakang kepentingan Jokowi.  Dengan melepaskan diri dari PDIP dan Megawati, Jokowi kehilangan  sandaran partai politik. Jokowi semakin teralienasi dan menyebabkan pilihan hanya satu yaitu mundur. Dalam hal tidak mundur, Jokowi tetap ingin menempatkan diri sebagai \"king maker\" untuk banyak kandidat Ganjar, Erik, Sandi, Anies bahkan Prabowo. Berharap \"king\" nya nanti dapat menyelamatkan pribadinya baik kekayaan maupun keluarganya.  Dengan memusuhi PDIP yang telah berjasa melahirkannya justru Jokowi itu berkhianat di akhir.  Sejarah banyak mencatat bahwa pengkhianat selalu memiliki garis ujung kehidupan yang tragis.  Jokowi dengan Megawati bukan sekedar pecah kongsi tetapi soal bukti teman yang tidak berbalas budi. Puan yang semestinya dibantu dan didukung, justru ditelikung. Ganjar Pranowo telah menjadi boneka jokowi dan oligarki untuk menghabisi Megawati dan Maharani.  Meskipun begitu, Jokowi akan habis masa kekuasaannya sebentar lagi. Dan demi menyelamatkan diri terpaksa ia harus tabrak sana sini. Tapi semua itu adalah tahap sakaratul maut yang tidak akan bisa menolong untuk menghidupkan kekuasaan menjadi seribu tahun lagi.  \"Betrayal is not a way of calm, victory and happiness but a form of restless, defeat and suffering\" Berkhianat bukan jalan bagi ketenangan, kemenangan, dan kebahagiaan tetapi wujud dari kegelisahan, kekalahan, dan penderitaan.  Bandung,  03 Mei 2022

Jokowi Akan Hadir di Formula E, Rocky Gerung: Nyumbang Kagak, Nongol Iya

Jakarta, FNN – Setelah melalui pergulatan panjang, akhirnya seluruh BUMN tidak memberikan sponsor pada ajang balap mobil Formula E di Ancol Jakarta, 4 Juni 2022. Sempat terbersit di benak BUMN untuk memberikan sponsor, tetapi dalam bentuk barang bukan cash value, publik menyebutnya bantuan nasi kotak. Pertamina membantu bahan bakar, PLN kasih supply listrik, dan Telkom kasih komunikasinya.  Di detik-detik akhir ada satu yang masih bertahan yaitu Pertamina, tapi itu diputuskan untuk ditolak  karena sponsornya terlalu kecil, hanya barter dan potongan harga, dikhawatirkan jadi temuan KPK. Menanggapi sikap BUMN yang terkesan ogah-ogahan mensponsori Formula E, pengamat politik Rocky Gerung menyatakan keheranannya. “Itu ajaib. Harusnya Pak Jokowi malu dong. Masa nyumbang kagak, tetapi minta diundang. Kan begitu. Ini adalah hak Gubernur sebetulnya untuk protes. Ini event metropolitan dan disaksikan oleh publik internasional,” katanya kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Kamis, 02 Juni 2022. Namun demikian Rocky memaklumi karena keputusan memberikan sponsor atau tidak tergantung Jokowi. Sementara dia  punya beban berat jika harus membantu rival politiknya. “Dari awal kita tahu bahwa ini juga persaingan. Jadi tentu Pak Jokowi bilang bahwa saya akan datang di situ supaya ada berita bahwa saya membuka, berada di tengah peristiwa internasional itu. Tapi jangan sponsori. Kalau sponsori, kalau saya di situ dan ada sponsor bisa yang menang politik racing ini, ini kan racing politik, Anies Baswedan. Jadi itu konyolnya. Kan mustinya ada kelegaan untuk sportivitas. Ini mendukung sportivitas, jangan ada upaya untuk menunggangi headline di Formula E. Jadi Formula E dibatalkan oleh Formula U, Formula Uang. Itu soalnya,” kata Rocky. Inti dari semua itu masyarakat Jakarta sudah tahu bahwa ini permainan untuk menggusur Anies. “Tapi itu enggak mungkin terjadi lagi karena Anies sudah digadang-gadang bakal dibawa oleh Pak JK ke Ibu Mega. Jadi sekali lagi, jika Anies semakin dilecehkan, dia akan semakin moncer. Itu kira-kira begitu kondisinya,” paparnya. Absennya BUMN dalam ajang bergengsi itu sesungguhnya justru akan merugikan kalkulasi ke politik istana. “Bayangkan Pak Jokowi masuk ke sirkuit lalu orang teriak Anies, Anies. Lain kalau Pak Jokowi menyumbang. Kan Pak Jokowi yang menentukan nyumbang atau tidak. Kan bisa diperintahkan eh nyumbang semua ya, kan saya mau ada di situ. Supaya teriakannya oke Pak Jokowi tiga setengah periode, tiga setengah periode. Kan bisa diatur massanya. Jadi, konyol juga nih istana,” tegasnya. Rocky menganggap Jokowi terlalu “Baper” dalam menghadapi perhelatan ini. Momentum yang bisa mengakrabkan masyarakat melalui sportivitas justru dimanfaatkan sebagai permainan curang. “Jadi, sekali lagi Anies akan dikendalikan oleh mental-mental yang nggak berani berkompetisi. Dan rasa iri itu yang akan membuat masyarakat Indonesia mengatakan oke kalau begitu kita pro Anies saja deh karena Anies dikhianati terus itu, dizolimi. Kalau istilah itu sudah muncul maka elektabilitas Anies naik,” katanya. Rocky menduga di area balap, akan ada poster yang dipasang secara demonstratif, “Nyumbang Kagak Nongol Iya.” Lalu orang-orang menghubungkan dengan Pak Jokowi. “Jadi, ya sudah kita terima kecerdasan publik Jakarta untuk mengolok-olok dan membuat satire terhadap Pak Jokowi itu, enggak kalah tajamnya dengan kelantangan Masinton dan Trimedya untuk mengucapkan kalimat-kalimat yang menohok. Kira-kira begitu. Kita akan menonton dua peristiwa nanti di Ancol, yaitu racing mobil dan racing politik. Dan kita tahu siapa yang menang,” papar Rocky. Rocky menyayangkan pilihan sikap Jokowi dan teman-temannya yang terlalu dangkal dalam menghadapi event olah raga internasional yang seharusnya dijunjung tinggi dengan fair. Pendangkalan ini terjadi karena kekhawatiran istana tentang perubahan politik. “Kalau istana santai saja kan tidak ada soal. Justru kekhawatiran itu bahwa istana enggak punya kader lagi, terjadilah saling jegal ini. Sinyal bahwa di arena balapan mobil ada balapan politik. Itu buruknya,” tegasnya. Rocky membayangkan, keadaan akan semakin asyik ketika nanti ternyata ada Megawati hadir di situ lalu duduk di samping Anies yang diapit oleh Puan Maharani. “Saya bayangkan, Pak Jokowi wajahnya seperti apa nanti. Itu kan kesulitan protokoler juga. Tapi kita ingin saksikan juga sebetulnya, Ibu Mega bilang, saya PDIP akan mengerahkan warga buat nonton itu dan saya ingin sekali duduk di samping Anies. Dan ibu Puan juga akan mengapit Anies. Itu sinyalnya langsung bercahaya tuh. Nah itu yang tidak mampu dihitung oleh para penasihat Presiden Jokowi. Jadi Presiden Jokowi menjadi konyol di situ,” tegasnya. Rocky juga khawatir nanti publik akan mengolok-olok Jokowi saat hadir di arena. “Jokowi Pulang, Jokowi Pulang.” Apalagi kalau sinyal itu menjadi kasar, maka hilang peradaban sportivitas kita. “Kita mau mencegah itu. Saya terangkan itu sebagai potensi, bukan saya ingin terjadi potensi itu. Masih ada waktu Pak Jokowi untuk perintahkan Erick Thohir bantu Formula E. Selesai problem,” tegasnya. Pemboikotan sponsor untuk Formula E adalah contoh betapa tidak baiknya perilaku pimpinan kita dalam berpolitik. Padahal berpolitik dengan kemanusiaan sebenarnya sangat adiluhung. “Politik itu adalah aktivitas yang adiluhung. Jadi, semakin adi seseorang itu, dia harus dituntut untuk makin luhur cara-cara berpolitiknya. Adab itu yang tidak ada di kita. Jegal menjegal,” pungkasnya. (ida, sws)