ALL CATEGORY
Masih Adakah Masa Depan Islam di Indonesia?
Dan terakhr, bangsa Indonesia punya falsafah hidup Pancasila dimana sila pertamanya adalah bermakna ketegasan nilai Tauhid. Yaitu Ke Tuhanan Yang Maha Esa. Dimana konsepsi Pancasila yang notabonenya adalah kristalisasi nilai-nilai Islam juga menjadi pintu pemersatu Nusantara yang majemuk. Keberagaman nusantara adalah miniatur keberagaman dunia saat ini. Oleh: R. Baskoro Hutagalung, Forum Diaspora Indonesia MENARIK membaca berita mainstream (Babenews, Kumparan, Detik.Com) yang memberitakan tentang pengepungan 10 jam rumah artis kontroversial Nikita Mirzani oleh anggota Polres Serang, yang kemudian pulang dengan tangan hampa. Mengapa berita ini menarik khususnya bagi ummat Islam? Karena tampak sekali perbedaan perlakuan ketika aparat penegak hukum berurusan dengan kelompok Islam. Seperti penangkapan paksa terhadap ex Sekjend FPI Munarman, Habieb Rizieq Shihab, Gus Nur, Ustad Alfian Tanjung, (Alm) Ustad Maheer, dan terakhir kelompok Ormas Khilafatul Muslimin. Belum lagi kalau kita bicara tentang tragedi KM50, Sutoyo Cs, yang “dibunuh” di tempat tanpa pengadilan. Jawaban secara alibi hukum tentu akan ada saja diada-adakan oleh aparat penegak hukum kita. Apakah itu mereka karena menggunakan pasal terorisme, keamanan negara, atau karena ini kasus “extra ordinary” atau mungkin saja karena upaya perlawanan sehingga aparat penegak hukum mengambil langkah “tegas terukur” dimana maksud dan pengertiannya hanya mereka yang paham. Artinya, kita melihat sebuah sketsa buram dan menyedihkan bagi nasib kelompok Islam saat ini di Indonesia. Dicap sebagai kelompok mayoritas, dikunci dengan stigma radikalisme dan intoleran, tetapi dalam kenyataan kehidupan sosial justru mendapatkan perlakuan diskriminasi dan intimidasi serta pengekangan dalam menjalankan syariat agamanya yang sebenarnya dijamin oleh konstitusi UUD 1945 pasal 29 (ayat) 2 yang berbunyi, “ Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk menjalankan agama dan kepercayaannya menurut agama dan kepercayaannya masing-masing”. Tapi yang kita saksikan hari ini adalah ketika pemeluk agama lain melakukan tindak kejahatan, tidak pernah dikaitkan dengan agama yang dianutnya. Tapi berbeda apabila yang melakukan tindak kejahatan dari agama Islam, langsung dikaitkan dengan agama dan ibadahnya. Ketika pemeluk agama lain, atau ummat Islam itu sendiripun menggunakan pakaian yang bertentangan dengan ajaran Islam, atau gaya baru dari luar, maka akan dianggap sebagai sebuah ekspresi kebebasan dalam HAM (Hak Azazi Manusia). Namun ketika ummat Islam menggunakan pakaian yang disunnahkan Nabi Muhammad sebagai bahagian ibadah seperti cadar, Jilbab, Ghamis, Celana Cingkrang, Sorban, maka akan dicaci- maki dan distigmakan dengan radikalisme, kadrun, arab, dan bahkan teroris. Banyak lagi kalau kita mau ungkap dan bahas tentang perlakuan diskriminasi dan intimidasi terhadap kehidupan ummat Islam di Indonesia. Yang menjadi pertanyaannya adalah kenapa hal ini bisa terjadi ? Sedangkan para pemimpin negara ini adalah Islam ? Bahkan wakil presidenya seorang Kiyai dan ulama besar ? Para menterinya juga banyak Islam, tokoh agama, guru besar ? Ditambah lagi, ratusan ribu pesantren, ribuan sekolah Islam, dan mungkin jutaan ulama, ustadz, Kiyai, dengan performance yang luar biasa. Bahkan, juga banyak yang memiliki Ormas Islam, organisasi kepemudaan, bahkan juga partai politik Islam, para pejabat, aparat TNI-Polri juga Islam, jutaan mesjid dan Mushola, dan terakhir 83 persen penduduk Indonesia yang 270 juta ini adalah Islam. Namun kenapa semua ini bisa terjadi ?? Atau hal ini hanya dirasakan oleh barisan para sakit hati yang mengatasnamakan Islam saja ? Toh bagi kelompok Islam yang lain lagi tak ada merasakan apa-apa, dan tidak ada masalah dengan Islam di Indonesia? Sekarang mungkin kita baru sadar. Bahwa sebelum rezim ini berkuasa, ummat Islam hidup tenang. Para ulama dan kiyai begitu dihormati. Bahkan ketika ada permasalahan konflik sosial di daerah misalnya, cukup seorang tokoh ulama atau Kiyai menelpon Kapolda atau Kapolres, selesai masalah. Kehidupan sakral beragama begitu dihormati. Tak ada yang saling merecoki. Jauh berbeda dengan sekarang. Semua dibalik, seolah agama jadi sumber masalah kesemrawutan bangsa ini. Banyak tentunya pertanyaan kritis yang mesti kita jawab hari ini. Bagaimana gambaran nasib ummat Islam saat ini di Tanah Air. Ada yang menganggap lagi kritis dan bermasalah, tetapi ada juga malah sebaliknya. Menganggap bahwa Islam baik-baik saja. Dan menganggap justru Islam dirusak oleh para kelompok radikal dan kadrunisme. Untuk itulah tulisan ini dibuat mencoba mengurai dan mendiferensiasikan semua agar kita jernih mengamatinya. Pertama. Yang paling krusial terjadi terhadap ummat Islam itu sendiri adalah perpecahan dari internal Islam itu sendiri. Dan perpecahan ini sudah terjadi sejak zaman para Khalifah Urassyiddin. Dimana perpecahan yang awalnya hanya perbedaan pendapat terhadap kepemimpinan, lalu meluas dan melebar sampai kepada aliran, mahzab, dan manhaj (methode) dalam berdakwah. Kedua. Perpecahan dan perbedaan ini yang kemudian dalam konteks Nusantara diteliti, diterjemahkan, dan dimodifikasi oleh seorang sosiolog dan missionaris Belanda bernama Snouck Ugronje kedalam bentuk menjadikan Islam ke dalam tiga kelompok yaitu ; Islam kelompok Ibadah, Islam Kelompok Ekonomi, dan Islam kelompok Politik. Sehingga sejak pemerintahan Belanda telah terjadi kooptasi, apabila ber-Islam hanya untuk ibadah saja maka akan dibiarkan. Apalagi kalau ajaran Islamnya menjauhi dunia maka akan dijaga. Tetapi kalau ber-Islam nya mulai masuk wilayah ekonomi dan politik, maka akan dihabisi. Ketiga. Polarisasi Islam ini semakin mengkristal setelah dilaksanakannya Pemilu pertama pada juli 1955. Hasil pemilu pertama dalam sejarah politik Indonesia ini, secara rinci membagi-bagi dan memetakan secara jelas basis-basis masyarakat berdasarkan pilihan partainya. Khususnya bagi kelompok Islam. Akan terlihat masa yg basis NU, basis Muhammadiyah, Masyumi, Perti, kelompok Nasionalis hingga Komunis. Dan juga mana yang abu-abu tradisional. Keempat. Kondisi geopolitik global pasca perang dunia I dan II, sehingga runtuhnya Kekhalifahan Utsmani pada tahun 1924 juga sangat berpengaruh terhadap perjalanan Islam di Nusantara. Ibarat anak ayam yang lepas dari induknya. Karena dalam catatan sejarah, banyak kesulthanan di Nusantara yang menjadi protektoratnya Kekhalifahan Utsmani (Salim A Fillah 2018). Kelima. Munculnya barat sebagai pemenang perang dunia ke-dua, lalu membangun tatanan dunia baru yang kita kenal dengan istilah “the new world order”. Tentu banyak belajar dengan masa lalunya. Yaitu bagaimana mempertahankan hegemoni kekuasaan tatanan dunia baru yang mereka buat selama-lamanya. Sedangkan dalam fakta sejarah, ada satu kekuatan global dunia yang paling mereka takutkan, yaitu kekuatan global Islam. Karena kekuatan global Islam dalam system Khilafah pernah juga berkuasa selama 1333 tahun lamanya dan menguasai 1/3 bumi secara bertahap dalam 6 masa ke khalifahan hingga terakhir Kekhalifahan Utsmani Ottoman Turkey runtuh 1924. Keenam. Kekuatan global yang saat ini dikuasai barat, mulai memainkan politik devide et impera (pecah belah adu domba), dengan melakukan operasi perang pemikiran (Ghouzul Fikri) terhadap ummat Islam. Mempelajari sendi-sendi kelemahan Ummat Islam lalu mengadu domba dengan cara memecah belah Ummat Islam ke dalam bentuk aliran ibadah, manhaj dakwah, dan liberalisme pemikiran. Sehingga akhirnya saat ini Islam terpecah belah. Pintu dari pecah belah ummat Islam ini sangat efektif dilakukan melalui era kolonialisasi (Penjajahan). Membagi wilayah kekuasaan Islam yang dulunya satu payung akidah, menjadi terkotak-kotak menjadi negara bangsa (Nation State). Setelah terpecah belah melalui bentuk nasionalisme kenegaraan bukan agama lagi, lalu dipecah lagi melalui aliran-aliran ibadah, mahzab, harokah, manhaj dakwah, dan keorganisasian. Dimana akhirnya masing-masing aliran ini terjebak kepada ego sekterian alirannya. Ketujuh. Dan yang paling berbahaya dari keterpecahbelahan aliran sekterian dalam Islam itu adalah upaya sekulerisasi dan liberalisasi Islam. Yaitu sebuah pemikiran bagaimana memisahkan kehidupan dengan ajaran agama Islam. Agama hanya untuk ritual ibadah private semata. Sedangkan tentang kehidupan sosial-politik-ekonomi- budaya dan pemerintahan tunduk pada hasil pikiran manusia. Makanya tidak heran saat ini di Indonesia lagi tumbuh suburnya kelompok yang mengatas namakan pemeluk agama Islam, tetapi sering melecehkan bahkan bangga memperolok-olok ajaran dan simbol Islam. Kedelapan. Kondisi keterpecahanbelahan ummat Islam di Indonesia ini diperburuk lagi dengan berhasilnya “perang pemikiran” sejak zaman kolonial oleh para musuh Islam, agar ummat Islam tidak melek politik. Menjauhi politik, dan menganggap politik kekuasaan itu kotor dan agama itu suci. Hasil perang pemikiran destruktif terhadap ummat Islam itulah yang menjadi malapetaka bagi ummat Islam Indonesia saat ini. Dimana ketika kekuasaan politik dijauhi, maka diambil alih oleh kelompok Islam yang terafiliasi dengan kelompok Islam liberal-sekuler-syiah dan Islam opportunis. Jadi jangan heran, perlakuan pemerintah terhadap ummat Islam saat ini banyak yang kontroversial dan menyakiti ummat Islam. Karena bagi penguasa hari ini didominasi oleh kelompok Islam yang secara pemikiran liberal dan sekuler. Bahkan ada juga disusupi Syiah. Kesembilan. Yang menjadi masalah juga bagi ummat Islam itu sendiri adalah, penyakit “Wahn”. Yaitu penyakit cinta dunia dan takut mati. Karena kalau kita semua ummat Islam Indonesia ini jujur. Tak ada alasan, saat ini Islam babak belur dikriminalisasi oleh kelompok liberal-sekuler tersebut. Ini bisa terjadi karena Ummat Islam itu sendiri yang lemah, tidak kompak, dan sibuk dengan kehidupan duniawinya sendiri. Berdiam diri dengan kemungkaran yang jelas terjadi di depan matanya. Membiarkan saja para pejuang Islam, ulama, aktifis dikriminalisasi di depan hidungnya. Dan menutup mata atau juga “pengecut” melihat segala kemungkaran dan kesewenang-wenangan yang terjadi. Kesepuluh. Dalam konteks politik Indonesia. Keterbelahan ini juga yang dimanfaatkan oleh penguasa rezim hari ini untuk menutupi kegagalan-kerusakan roda pemerintahan. Yaitu, membagi kelompok Islam fundamentalis menjadi kelompok radikal kanan yang jadi musuh utama bersama pemerintah bersama kelompok radikal kiri dan kelompok tengah (opportunis-nasionalis). Karena rezim ini tahu, watak perilaku kelompok radikal kanan yang gemar bernahi munkar akan jadi ancaman bagi kekuasaannya yang di belakangnya adalah oligarkhi. Jadi untuk membendung dan menghadapi kelompok radikal kanan ini, maka pemerintah “memelihara” kelompok radikal kiri dan memanfaatkan tangan kekuasaan untuk menghabisi setiap gerak langkah kelompok radikal kanan tanpa ampun. Mana kelompok yang ikut, manut, patuh pada pemerintah akan aman dan diamankan. Mana yang bandel dan “sok-sok”an kritis dan menentang kepentingan oligarki melalui pemerintahan, maka akan disikat dengan berbagai cara. Dari sepuluh bahasan di atas, tentu kita dapat menyimpulkan bahwa kita mesti instropeksi dan jujur. Bahwa keterpurukan peran ummat Islam yang istiqomah (fundamentalis) saat ini juga adalah tak lain berawal dari internal kita sendiri. Sudah saatnya kita mulai perbaiki dari niat, keikhlasan, ilmu pengetahuan (hikmah yang hilang), ghiroh (semangat), fikroh (ruang pikir), dan aljuhdu (kesungguh-sungguhan), tajjarud dan tahadud (totalitas dan pengorbanan) dalam membangun sebuah gerakan ukuwah (persatuan). Tentu juga ini sesuatu yang tidak mudah. Tapi ini adalah sebuah keharusan. Karena pertolongan Allah SWT itu akan datang apabila ada “assbab” (penyebab/alasan) hasil ikhtiar kita semua. Dan kita sebagai bangsa Indonesia yang hidup di Nusantara harus yakin dan optimis dengan segala potensi yang kita punya. Bangsa Nusantara punya sejarah kegemilangan nenek moyang yang menguasai Asia Tenggara, dimana kalau secara luas itu melebihi luas kekuasaan Kekhalifahan Abbasiyah. Selanjutnya bangsa ini juga mempunyai modal sosial dan modal sumber daya alam yang melimpah. Dimana justru potensi ini akan bisa menjadi pintu bangsa Indonesia menjadi negara Super Power baru dunia. Dan terakhr, bangsa Indonesia punya falsafah hidup Pancasila dimana sila pertamanya adalah bermakna ketegasan nilai Tauhid. Yaitu Ke Tuhanan Yang Maha Esa. Dimana konsepsi Pancasila yang notabonenya adalah kristalisasi nilai-nilai Islam juga menjadi pintu pemersatu Nusantara yang majemuk. Keberagaman nusantara adalah miniatur keberagaman dunia saat ini. Jadi, kalau kita pahami ini semua. Bangsa Indonesia, khususnya ummat Islam, harus merubah mental dan mindset dari inferior menjadi superior. Secara otomatis, sikap mental ini akan melahirkan semangat (ghiroh), dan Jihad (Kesungguh-sungguhan) dalam mendakwahkan Islam secara kaffah. Tidak kaku, tidak jumud, tidak ego, tapi juga tidak berlebih-lebihan. Insya’ Allah. Perth-Australia. 16 Juni 2022. (*)
Gerakan Nasional Melawan Islamophobia
Oleh M. Rizal Fadillah Pemerhati Politik dan Kebangsaan Islamophobia adalah fenomena buruk dunia. Islam yang damai, toleran dan konstruktif dicitrakan terbalik menjadi buruk dan berbahaya dengan berbagai sebutan seperti agama teror, radikal, intoleran atau sebutan lainnya. Ketakutan berlebihan kepada Islam atau Islamophobia adalah disain global yang dtelan secara nasional bahkan lokal. Berangkat dari apa yang dikemukakan oleh Huntington sebagai \"clash of civilization\" maka spirit untuk melumpuhkan bahkan menghancurkan Islam telah menjadi agenda. Hantu-hantu ketakutan pada Islam dibuat agar dunia dapat dipengaruhi, dikomando, dan dikendalikan. Diciptakan ketergantungan kepada Barat di bawah pimpinan Amerika. Pangkal keberangkatan adalah peristiwa 9/11 tahun 2001 yakni serangan ke jantung Amerika baik area bisnis New York, markas pertahanan Arlington Pentagon, maupun pusat pemerintahan Washington. Fitnah keji dilancarkan kepada umat Islam melalui \"kelompok teroris\" yang berbahaya dan mengancam negara-negara. Undang-Undang dan Detasemen dibuat dimana-mana untuk merealisasikan program Islamophobia. Penista agama mendompleng dan ikut bergairah. 20 tahun operasi Islamophobia cukup melelahkan. Pemerintah Joe Biden menghentikan program itu. Council on America Islamic Relations (CAIR) bergerak, Undang Undang Penghapusan Islamophobia dibuat, usulan Ilhan Omar Partai Demokrat disetujui DPR Amerika. PBB menguatkan dengan Resolusi \"International Day to Combat Islamophobia\" 15 Maret 2022. Sebanyak 57 Negara OKI dan 8 negara termasuk Rusia menyepakati dalam Sidang Umum PBB. Dunia harus menghapus Islamophobia untuk Tatanan Dunia Baru (New World Order). Indonesia sebagai negara mayoriras muslim layak menjadi garda terdepan. Memimpin gerakan melawan Islamophobia. Tentu dengan mulai membersihkan anasir-anasir Islamophobist di dalam negeri. Tegas pada penista agama, stop tuduhan teroris, radikalis, atau sebutan buruk lain pada umat, ciptakan iklim yang lebih bersahabat. Undang-Undang Anti Islamophobia harus diterbitkan demi persahabatan umat dan meredam kegaduhan. Membangun kemajuan bersama untuk Indonesia yang lebih adil dan sejahtera. Undang-Undang yang dapat mengantisipasi perusakan moral, melecehkan simbol agama, serta mencegah negara dibawa ke arah liberalisme, sekularisme, maupun machiavelisme. Gerakan nasional melawan Islamophobia mesti dicanangkan. Ini momen untuk membangun kesatuan gerak dan langkah seluruh anak-anak bangsa menuju Indonesia bahagia. Gerakan nasional melawan Islamophobia adalah upaya konstruktif dan kontributif umat Islam untuk menegakkan konstitusi dan ideologi negara serta mengokohkan NKRI. Gerakan untuk memurnikan UUD 1945 dan mengimplementasikan Pancasila sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa. PBB telah menetapkan dan menggaungkan. Bangsa Indonesia menjawab dengan bukti dan konsistensi. Siap bersama-sama seluruh anggota PBB untuk melawan Islamophobia. Ayo berjuang bersama dalam gerakan nasional melawan Islamophobia. Untuk Indonesia jaya dan bahagia. Bandung, 17 Juni 2022
Kuat Tuntutan Kembali ke UUD 45, Now
Oleh Ridwan Saidi Budayawan Sembilan anggota Dokoritsu Zyunbi Tsosakai BPUPKI penanda tangan Piagam Jakarta 22 Juni 1945 tak pasti mendapat mandat pleno BPUPKI, karena itu sulit disebut sebagai panitia perumus. Sebutan Piagam Jakarta sebagai dokumen sejarah benar. Dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dikatakan Piagam Jakarta sebagai menjiwai dan tak dapat dipisahkan dengan UUD 45. Ini tak dapat diperdebatkan lagi. Bung Karno menempatkan dengan cerdas hubungan Piagam Jaiarta dan UUD 45. Perubahan UUD 45 sebanyak 4 x yang dilakukan MPR Reformasi menghebohkan. Zwaakpunt, titik lemahnya pada cara-cara perubahan yang dilakukan onrechterlijk, tak pula ditempatkan dalam Lembaran Negara, sehingga Konstitusi perubahan onrechtlijk. Reaksi atas perubahan muncul sejak 2003 melalui diskusi-diskusi terbuka, juga debat RS verrsus para juru cakap perubahan a.l DR Adnan Buyung, Nasution SH, dan penerbitan buku. Kemudian ada gugatan hukum atas perubahan UUD 45 ke lembaga peradilan dan masih berproses di tingkat MA. Penggugat Dr Zukifli Ecomei. Jalan hukum ditempuh sejak 2020. Aksi massa yang berjalan setidaknya sejak 2021 kini tidak lagi menuntut Jokowi mundur saja tapi sudah mengarah pada soal konstitusi juga. Semula ada suara yang berminat pada Reformasi jilid II, tapi sambutan dingin. Perubahan konstitusi saja effek dari reformasi. Tuntutan perubahan politik yang tengah berlangsung makin kuat mengarah pada normalisasi sistem. Pada 16/6/2022 di Gedung DPD Majelis Permusyarawatan Bumi Putera Indonesia menyerahkan mandat pada Ketua DPD LaNyalla untuk kembalikan UUD 45 hasil proklamasi RI. Mantan Wapres Jend Pur Try Sutrisno dalam sambutannya mengatakan, Kalau dalam Islam beliau (La Nyala) ini kita panggil Syuhada, karena beliaulah yang akan berjuang menyelamatkan bangsa dari oligarki. Seraya membaca berita itu saya pun terkenang kepada bapak2 dan ibu baik yang masih ada, atau yang telah berpulang ketika kami sejak 2003 memulai berjuang kembali ke UUD 45 yang asli. Mereka a.l Ibu Supeni Pujobuntoro, mantan KSAD Jend Pur Tyasno Sudarto, Kwik Kian Gie, Wakil Ketua DPR Sutarjo, Prof Sumantri SH, Amin Aryoso, Didiek Purnomo, dan RS. (RSaidi)
Ending Reshuffle: Jokowi Ajukan Ganjar Pranowo – Puan Maharani?
Jakarta, FNN - Apa yang Anda pikirkan bila melihat foto-foto dan video ini? Ini adalah saat tujuh orang ketua umum Parpol pendukung pemerintah berjalan bersama mengapit Presiden Joko Widodo. Demikian pertanyaan yang disampaikan wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal Hersubeno Point, Rabu (16/6/2022). Jokowi berada di tengah, di sebelah kanannya Ketum PDIP Megawati, diikuti Ketum PKB Muhaimin Iskandar, dan di ujung kanan Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Di sebelah kiri Jokowi itu Ketum Partai Nasdem Surya Paloh, kemudian Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PPP Suharso Monoarfa, dan yang ada di ujung paling kiri itu Ketum PAN Zulkifli Hasan. “Entah kebetulan atau memang sudah diatur sedemikian rupa posisi di kanan yang paling jauh tadi ditempati oleh Prabowo, dan diujung sebelah kiri paling jauh ini Zulkifli Hasan dua ketua umum partai ini pada pemilu lalu kan tidak berada dalam barisan pendukung Jokowi,” tegas Hersubeno. Prabowo malah menjadi capres saingan Jokowi. Dia malah menjadi penantang Jokowi. Namun sebelum pembentukan kabinet Prabowo berhasil “diakuisisi” menjadi pendukung Jokowi sekaligus ditarik masuk menjadi bawahan Jokowi dalam kabinet sebagai Menteri Pertahanan. Zulkifli Hasan, setelah melalui tarik-menarik penantian yang panjang akhirnya masuk juga dalam kabinet ini, tapi di masa akhir pemerintahan periode kedua dari Jokowi. Menurut Hersubeno, PAN pada awalnya terganjal masuk kabinet karena masih dijaga Amien Rais sebagai Ketua Dewan Kehormatan. Tapi, seiring pergolakan internal bahkan kemudian pertikaian antar desa. Karena Amien Rais dengan Zulkifli Hasan ini besan. Kemudian setelah Zulkifli Hasan terpilih pada kongres PAN di Kendari ketika itu kemudian Amien Rais kemudian diberhentikan dari partai. Masuknya PAN dalam kabinet ini hanya tinggal masalah waktu saja tapi memang terjadi tarik-menarik yang cukup panjang dan baru sekarang penantian itu berakhir. Momen Jokowi “jalan bareng”, seperti tayangan dalam video itu terjadi setelah tujuh Ketum parpol pendukung makan siang bersama sebelum pengumuman dan pelantikan menteri yang baru dilaksanakan pada pukul 13.30 hari Rabu kemarin. “Sekali lagi saya tanyakan kepada Anda apa yang anda pikirkan dan kemudian simpulkan dari video tadi betapa perkasanya ya pemerintah Jokowi, didukung oleh tujuh dari sembilan partai di parlemen, menyisakan PKS dan Demokrat di luar pemerintahan. Saya enggak mau menyebutnya sebagai oposisi karena di luar pemerintahan,” ujar Hersubeno. Total kursi yang mereka kuasai di parlemen saat ini ke kursi para pendukung pemerintah itu 81,9 persen. Artinya itu tersisa hanya 18,1 persen kursi di DPR di luar koalisi pemerintah. Dengan UU Pemilu yang masih menggunakan ambang batas atau presidential threshold 20% untuk syarat mencalonkan, maka praktis hanya partai-partai pengusung pemerintah yang bisa mengajukan pasangan capres dan cawapres pada pilpres 2024. Mereka tinggal baku atur siapa yang akan dijadikan presiden dan wapresnya. Tentu untuk basa-basi mereka tidak akan mengajukan calon tunggal tapi ada dua calon dan satu calon boneka. “Kira-kira begitu skenarionya. Nanti calon boneka itu juga akan mereka tarik dan beri posisi di kabinet, persis seperti apa yang terjadi pada pilpres ketika Jokowi-Ma\'ruf Amin berhadapan dengan Prabowo-Sandiaga Uno,” lanjutnya. Prabowo langsung ditarik masuk pada awal pembentukan kabinet, sementara Sandiaga Uno menyusul di tengah jalan, mereka semua senang, happy, tinggal rakyat yang dibiarkan melongo, uring-uringan, marah, karena merasa sudah dikhianati. Dan yang paling parah sampai sekarang terjadi pembelahan yang terus berlanjut. Ritual semacam itu, menurut Hersubeno, sangat mungkin akan terulang lagi pada Pilpres 2024. Partai-partai pendukung pemerintah tersebut pada awalnya memang sempat terbelah karena isu tiga periode. Kemudian isu penundaan pemilu dan juga perpanjangan masa jabatan. Tapi, reshuffle kabinet jilid-3 yang dilakukan oleh Jokowi itu menunjukkan, mereka sesungguhnya masih sangat kompak, bahkan semakin kuat dengan masuknya PAN ke kabinet. K “Keputusan Jokowi melakukan reshuffle kabinet secara parsial ini yang hanya mengganti dua orang menteri plus menggeser tukar personil dan penambahan seorang wakil menteri ini menunjukkan betapa cerdiknya Jokowi memainkan bidak catur politiknya,” ungkap Hersubeno. Setidaknya ada empat alasan mengapa Hersubeno menyebut Jokowi sangat cerdik memainkan bidak catur politiknya ini. Pertama, Jokowi sama sekali tidak mengurangi jatah partai-partai pendukungnya. Yang kedua, Jokowi memanfaatkan reshuffle kabinet ini dengan menambah jumlah partai pendukung pemerintah, dan yang ketiga, Jokowi memperkuat posisi pendukungnya di kabinet yang berasal dari non partai. Keempat, skenario yang sangat seru karena Jokowi ini semakin kuat menutup peluang Anies Baswedan untuk mendapatkan tiket pencapresan pada Pilpres 2024 nanti. Mengapa Hersubeno menyebut ada empat alasan pertama tadi Jokowi dan sama sekali tidak mengurangi jatah partai pendukungnya. Langkahnya ini sangat taktis untuk menjaga ketenangan di akhir masa jabatannya. Semula berhembus spekulasi Menko Perekonomian sekaligus Ketum Golkar akan dicopot dari jabatannya. Spekulasi itu sudah cukup lama berhembus, bahkan kemudian diikuti dengan rumor dia akan dikudeta dari jabatannya. Rumor ini semakin santai dan kuat ketika dewan pakar PAN Drajat Wibowo menyatakan akan ada nama besar yang terdepak dari kabinet dan reshuffle tersebut akan menjadi efek domino dalam politik Indonesia. Ucapan semacam itu petunjuk bahwa Airlangga akan dicopot. Sebelumnya, sejumlah media berspekulasi apakah mungkin kalau nama besar itu Luhut Binsar Pandjaitan. Memang nggak salah spekulasi semacam itu, karena nama besar sekarang yang kita sebut di dunia politik Indonesia pasti mengacu kepada Luhut. Dia kalau kita lihat tidak mungkin. Yang paling mungkin dicopot adalah Airlangga Hartarto. Bahkan, sejumlah media itu menyebut posisinya akan diganti oleh Luhut. Luhut dari Menko Marinves menggantikan posisi dari Airlangga sebagai Menko Perekonomian. Posisi yang ditinggalkan Luhut sebagai itu akan diisi oleh Erick Thohir. Begitu juga dengan NasDem yang sehari sebelum reshuffle itu nama Menteri Pertanian Sahrul Yasin Limpo juga termasuk dalam daftar yang akan dicopot. SYL adalah kader partai NasDem. Dia bersama dengan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perdagangan M. Luthfi, dan Menteri Agraria Sofyan Djalil bahkan sudah dipanggil ke Istana dan oleh media ini dijadikan isyarat, ketiganya akan dicopot. Dugaan media ini tidak terlalu meleset ya karena Luthfi dan juga Sofyan Djalil benar-benar dicopot dari jabatan masing-masing sebagai Menteri Perdagangan dan Menteri Agraria Tata Ruang, tapi Mentan Syahrul Yasin Limpo lolos dari lubang jarum. “Dengan mempertahankan Airlangga dan SYL dan tidak mengutak-atik pos kementerian dari parpol, maka Jokowi ini berhasil menjaga ketenangan dan sekaligus dia bisa memperteguh, memperkuat dukungan dari parpol-parpol pendukungnya,” ungkap Hersubeno. Begitu juga dengan partai-partai lain termasuk PKB, PPP, Gerindra dan tentu saja PDIP tak ada yang diganggu Jokowi bahkan partai non parlemen seperti PSI pun itu sama sekali tidak diganggu jatah mereka sebagai Wamen ATR. Hanya ditukar personilnya dari Surya Chandra bertukar posisi dengan Raja Juli Antoni yang masuk. Kedua, melalui reshuffle kabinet ini, Jokowi memperbesar dan memperkuat partai pendukungnya. Jokowi memasukkan Zulkifli Hasan sebagai Menteri perdagangan menggantikan Luthfi dan menambah partai baru non parlemen dengan menjadikan Sekjen PBB Afriansyah Nur sebagai Wakil Menteri Tenaga Kerja. Khusus untuk Afriansyah Nur ini kita perlu memberi catatan bahwa Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra itu bersama dengan Ketua DPD LaNyalla Mattalitti sudah mengajukan gugatan Presidential Threshold 20%, padahal PT 20% ini betul-betul yang sangat dijaga oleh pemerintah. Karena untuk apa tadi? “Untuk menjaga permainan. Hanya mereka saja yang boleh bermain, hanya mereka saja yang bisa mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden,” tegas Hersubeno. Dengan masuknya Apriansyah Nur ini pasti akan jadi bahan pertimbangan dari Yusril Ihza Mahendra sebagai Ketum PBB apakah dia masih bersikeras juga untuk menggugat PT 20% walaupun kalau kita lihat sejarahnya dia ini bukan hal yang baru dia sudah sejak lama menggugat ini. Dengan masuknya Apriansyah Nur tadi Jokowi sekaligus menambah jumlah politisi di kabinetnya. Sekarang ini total menjadi 50 orang yang ada di pos kementerian dan wakil menteri, 24 orang berasal dari politisi. Ketiga, Jokowi juga mulai menambah jumlah pendukungnya yang dari non partai dengan memasukkan nama mantan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Marsekal Hadi ini adalah kolega lama Jokowi semasa dia menjadi Walikota Solo bahkan karir Hadi yang melejit sampai menjadi Panglima TNI ini juga tidak lepas dari perkoncoan lama mereka. Yang keempat, “Ini saya kira yang paling menarik ya ini salah satu langkah persiapan lain menuju Pilpres 2024. Ini Jokowi yang menutup peluang Anies Baswedan untuk mendapatkan tiket pada pilpres 2024. Gimana ceritanya?” Semula, partai yang diperkirakan akan berpeluang besar mendukung Anies itu adalah Nasdem, PAN, dan PPP. Kemudian Jokowi sudah mulai menutup ke peluang itu dengan terbentuknya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Golkar, PPP, dan PAN Ini dicurigai dan diduga akan menjadi partai yang mengusung Jokowi untuk tiga periode ataukah kalau tidak tiga periode, ini akan digunakan oleh Ganjar Pranowo sebagai sekocinya Jokowi. Dengan masuknya Zulhas ke kabinet ini, maka praktis peluang itu sudah benar-benar tertutup nggak mungkinlah sekarang Zulhas bermain mata gitu dengan Anies Baswedan. Padahal kita tahu bahwa konstituen PAN itu mayoritas menginginkan Anies Baswedan, tapi kita sudah sama-sama tahu bahwa aspirasi rakyat aspirasi konstituen tidak selalu sejalan dengan aspirasi atau keinginan dari para elit politik kita. Menurut Hersubeno, sekarang berarti tinggal NasDem yang tersisa. “Dan saya kira hari ini kita akan mendengar apakah NasDem tetap akan menyebut nama Anies sebagai salah satu kandidat yang akan diusungnya,” tuturnya. Kita bahwa para pengurus wilayah dari NasDem itu dalam Rakernas Nasdem kali ini diminta untuk mengusulkan nama-nama siapa yang akan diusung menjadi calon presiden pada pilpres 2024. Dan nanti tiga nama ditentukan oleh Surya Paloh. Dari berbagai daerah memang nama Anies ini yang paling kuat. Bila kemudian ternyata Surya Paloh memutuskan tidak mengusung nama Anies itu artinya memang sudah terjadi di dalam kabinet tidak mengusung nama Anies maka praktis tiket untuk Anies sudah tidak tersedia. Tapi, bila Anies masih masuk sebagai salah satu capres yang bakal diusung NasDem, peluangnya masih terbuka walaupun Hersubeno jujur menyatakan, sangat berat. Kenapa? Karena di luar NasDem kemungkinan yang bisa mengusung Anies Baswedan itu adalah koalisinya bersama PKS dan Demokrat. Bila NasDem berkoalisi dengan PKS dan Demokrat, maka jumlah kursi mereka mencukupi syarat ambang batas pencapresan, yakni 20%. Mengapa peluangnya cukup berat? Sebab kalau kita mencermati dinamika internal di PKS suara mereka ini tidak bulat, sinyal itu tidaknya bisa kita tangkap dari ucapan Sekjen PKS Habib Abubakar Al-Habsyi yang menyatakan partainya tidak mau lagi berada di luar pemerintahan. Media menafsirkan bahwa mereka sudah lelah menjadi oposisi dan dengan begitu benar-benar mereka harus melakukan kalkulasi dengan siapa mereka akan berkoalisi pada Pilpres 2024 kalau peluangnya misalnya Anies sangat kecil mereka tidak akan masuk dalam koalisi itu. Jadi syarat utamanya adalah secara kalkulasi politik yang diusung itu harus menang Pilpres. “Jadi Anda boleh tidak sepakat dengan langkah Jokowi, boleh menilai bahwa reshuffle kali ini hanya menyenangkan elit karena ada tukar-tambah politik yang menguntungkan, tak ada kaitannya dengan masyarakat,” tukas Hersubeno. Namun, lanjutnya, bukan itu tujuan dari reshuffle kabinet kali ini. “Nggak ada urusannya soal minyak goreng dan sebagainya. Itu hanya gimmick atau kalau kata halusnya, komunikasi politik saja,” tegasnya. Tapi bagi Jokowi dan juga bagi para pendukungnya, terutama bagi kelompok kepentingan yang berada di belakangnya yang sering disebut sebagai oligarki, reshufle kali ini setidaknya bisa membuat mereka sementara menarik nafas sangat lega. Itu disebabkan, sejak munculnya ide tiga periode atau penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan, Jokowi berada dalam tekanan yang sangat berat dari partai pendukungnya. Tapi kalau dilihat apa yang terjadi setelah reshuffle itu, kelihatannya semuanya sudah mulai berbaik-baikan. Kalau toh ada sedikit catatan, ada sedikit muncul ketidakpuasan itu dari PDIP mungkin kurang tepat juga kalau menyebutnya sedikit, karena apa? Pertama, target mereka untuk menggusur Menko Luhut itu tidak tercapai. Sudah lama sekali kita tahu bahwa PDIP ingin menggusur Luhut tapi dengan waktu yang tersisa tinggal dua setengah tahun rasanya sampai akhir periode ini niatan dari PDIP ini tidak akan tercapai. Yang kedua, mereka juga tidak dapat tambahan kursi apakah itu merambah posisi menteri ataupun wamen. Kita membaca di media, sebelumnya sejumlah fungsionaris PDIP menyatakan keyakinannya bahwa PDIP akan mendapatkan tambahan jatah kursi di kabinet. “Jadi apa dong kira-kiranya akan dijanjikan atau yang sudah dijanjikan oleh pak Jokowi kepada Megawati?” tanya Hersubeno. Sehingga kemarin setelah Jokowi hadir dalam peresmian di masjid At-Taufiq, Megawati menyatakan senang. Ini tampaknya, dugaan banyak pengamat yang menduga ada upaya-upaya untuk merukunkan Megawati dengan Jokowi itu dengan cara menduetkan Ganjar-Puan. Selama ini gara-gara Ganjar tersebut, hubungan dengan PDIP menjadi rendah. Pertama tadi jelas soal tiga periode, dan kedua juga adanya kecenderungan, adanya kecenderungan Jokowi mengajukan Ganjar sebagai capres itu juga menjadi persoalan yang mengganjal hubungan antara Jokowi plus Ganjar dengan Megawati dan PDIP. Anda pasti bertanya-tanya apa mungkin dia menduetkan Puan dengan Ganjar dalam hal ini Puan sebagai Wakil Presiden dan Ganjar sebagai Presiden. Dalam politik itu tidak ada yang tidak mungkin karena kalau Anda cepat baca-baca di media ini Guntur Soekarnoputra bahkan dikabarkan akan membuka Musyawarah Nasional Laskar Ganjar yang akan dilaksanakan di Kota Blitar 19 Juni mendatang dan di situ Laskar Ganjar ini menyatakan akan mengusung pasangan Ganjar dan Puan sebagai capres dan cawapres pada pilpres 2024. “Bagaimana menurut Anda? Silakan Anda menyimpulkan sendiri. Saya yakin udah punya penilaian yang berbeda dengan saya,” kata Hersubeno. (mth/sws)
Untuk Menyelamatkan Negara, TNI Harus Segera Bersikap!
Begitu pula untuk anggota DPRS dan MPRS baik dari unsur TNI-Polri semua harus bersih dari anasir oligarki. DPRS dan MPRS harus diisi oleh orang-orang profesional dan akademisi yang juga bersih dari pengaruh Oligarki. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih CARUT-marut di Indonesia telah masuk pada masalah yang fundamental dan harus diatasi secara fundamental pula. Yaitu Oligarki Ekonomi yang semakin membesar dan menyatu dengan Oligarki Politik yang juga telah menyandera kekuasaan. Ganasnya Rezim Oligarki Politik dan Ekonomi ini sudah mentok untuk diatasi dengan cara cara prosedural konstitusional. Saat ini semua rekayasa demokrasi prosedural telah masuk perangkap tipuan. Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, contohnya, justru menjadi “perampok keadilan”. Dengan pasal ini Oligarki Politik dan Oligarki Ekonomi justru bisa mengatur permainan untuk menentukan Pimpinan Nasional bangsa ini. Dan, yang lebih esensi adalah Pasal 222 tersebut sama sekali tidak derivatif dari Konstitusi di Pasal 6A Undang-Undang Dasar 1945. Rezim Oligarki harus diakhiri dan dihentikan, jalan keluarnya dengan revolusi rakyat atau people power. Ini konstitusional kalau rakyat menghendaki. Dalam keadaan darurat ekonomi semua bisa terjadi termasuk menunda Pilpres 2024. Sinyalnya terlihat saat Presiden Joko Widodo bermanuver dan kasak-kusuk ojo kesusu terkait dengan Pilpres 2024. Sinyal akan terjadinya krisis pangan dan ekonomi sudah diwanti-wanti oleh Presiden Jokowi, Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menkeu Sri Mulyani. Kalau dapur emak-emak sudah nggak bisa lagi berasap, dia akan keluar bawa panci lalu digendang-gendang, rakyat pasti akan marah dan keluar melawan pemerintah, sebagai solusi mencari jalan keluar dari kesulitan hidupnya. Lonceng people power itu mulai dari dapur rumah tangga yang tidak berasap lagi. People power, terjemahnya itu kedaulatan rakyat, bukan makar. Gerakan dapur tidak ngebul pasti akan nyeret menjadi gerakan Revolusi Rakyat. Kalau itu terjadi, maka semua berantakan dan itu akan menghasilkan social unresh (keresahan sosial). Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa harus bersiap-siap untuk menghadapi situasi paling buruk bersama Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. Jangan ada lagi wacana yang mencoba menyeret-nyeret Jenderal Andika dalam ranah perpolitikan. Bukan tidak mungkin, peristiwa serupa seperti tahun 1998 juga bakal terjadi. Perlu diingat, pada 1998 Presiden Soeharto bisa jatuh salah satunya berawal dari dapur yang macet disamping alasan politik lainnya, hampir sama dengan keadaan saat ini yang justru lebih parah. Sebenarnya, semua ini berawal dari ketidakmampuan Presiden Jokowi untuk menerangkan ke publik bagaimana daya beli, bagaimana inflasi, bagaimana stagflasi, problem kesulitan pangan, energi dan rakusnya Oligarki yang terjadi saat ini. Inilah yang menyebabkan kita yang cinta NKRI harus membangun satu blog baru untuk mencegah jangan sampai kekacauan dan arogansi di kalangan elit ini merembet ke rakyat. Jika social unresh terjadi, demi menyelamatkan negara, Panglima TNI punya kewajiban dan kewenangan untuk “mengambil-alih” kekuasaan, kemudian ia ditetapkan oleh MPR menggantikan Presiden yang mandatnya sudah dicabut rakyat melalui people power. Adalah tugas TNI menyelamatkan NKRI dari keterpurukan ekonomi dan krisis politik yang bisa mengancam persatuan dan kesatuan. Termasuk juga, potensi ancaman dari luar (terutama China) yang sudah mengirim pasukannya untuk masuk ke Indonesia dengan kamuflase TKA China. Apabila benar terjadi people power itu bisa menjadi landasan hukum bagi TNI untuk bergerak dan mengambil langkah penyelamatan tersebut. Perlu diingat, “metode” serupa ini sebenarnya pernah terjadi dalam lintasan sejarah kita. Sejarah bisa berulang dalam bentuk lain, seperti saat lahirnya Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) dari Presiden Soekarno ke Pangkostrad ketika itu, Mayjen TNI Soeharto, yang mengakhiri people power dengan membubarkan DPR dan MPR. Kemudian, membentuk DPRS dan MPRS yang akhirnya melantik Pangkostrad itu sebagai Pejabat Presiden RI menggantikan Bung Karno pada 1967 hingga terselenggaranya Pemilu 1971. Krisis 1965 (G30S/PKI) yang menyebabkan Bung Karno harus lengser. Kemudian Pak Harto naik, peristiwa sejarah ini dapat terulang kembali. Pak Nasution yang selamat dari PKI, akhirnya jadi Ketua MPRS yang melantik Pak Harto sebagai Pejabat Presiden. Setelah sebelumnya DPR dan MPR telah dibubarkan sebgaai konsekuensi dari penyerahan untuk pemulihan keamanan kepada Pangkostrad Mayjen Soeharto. Kemudian dibentuklah DPRS dan MPRS. DPR-MPR dibubarkan karena peran dan fungsinya, sudah tidak lagi menjadi wakil rakyat, tetapi telah menjelma \"mewakili pemerintah\". Panglima TNI yang sudah menerima mandat “mengambil alih kekuasan” bisa segera membubarkan kabinet dan menyusun kabinet darurat menempatkan tokoh nasional untuk membantu pemulihan, ketertiban, dan menyelamatkan negara. Menunjuk tokoh yang memiliki kompetensi negarawan, misalnya Jenderal Purn Gatot Nurmantyo sebagai Ketua MPRS, Rizal Ramli sebagai Wapres mendampingi Andika Perkasa untuk memulihkan ekonomi negara. AA LaNyala Mattalitti ditempatkan sebagai Ketua DPRS. Prabowo Subianto bisa ditugaskan sebagai Ketua DPAS. Anies Baswedan mungkin lebih cocok menempati posisi Mendagri. KSAL Laksamana TNI Yudho Margono diangkat sebagai Panglima TNI. Jabatan Kepala BIN diserahkan kepada KSAU Marsekal Fajar Prasetyo menggantikan Budi Gunawan. Semua pejabat menteri dan setingkat menteri harus bebas dari anasir oligarki. Begitu pula untuk anggota DPRS dan MPRS baik dari unsur TNI-Polri semua harus bersih dari anasir oligarki. DPRS dan MPRS harus diisi oleh orang-orang profesional dan akademisi yang juga bersih dari pengaruh Oligarki. Itu dilakukan setelah Andika Perkasa sebagai pejabat Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden kembali ke UUD 1945 asli. Tugas segara melaksanakan Pemilu dan Pilpres secepatnya, sesuai rambu-rambu Konstitusi UUD 1945 asli. Jangan terkejut. Gambaran di atas adalah hanya sebuah pikiran alternatif dari segala kemungkinan terburuk yang terjadi. Tentu harapan kita rezim saat ini benar-benar menyadari ada situasi genting yang bisa meledak setiap saat. Reshuffle Kabinet bukan jawaban. Karena rezim masih “terikat kontrak” dan tidak akan bisa dari Oligarki serta kekuatan asing yang selama telah merusak dan menjerumuskan negara dengan utang yang menumpuk. (*)
Reshuffle Kabinet Langkah Mundur Jokowi
Menteri-menteri yang terlalu banyak bicara di awang-awang, misalnya Unicorn, bisnis start-up, dll., jelas tidak memahami persoalan inti, bahwa rakyat saat ini butuh kepastian makan dan makan. Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle ADANYA isu pergantian menteri sudah menguras energi masyarakat karena pemberitaan yang massif dan menjanjikan perbaikan pembangunan ke depan. Meskipun, sesungguhnya dalam masa dua tahun sisa pemerintahan Presiden Joko Widodo janji perbaikan apapun susah untuk dilaksanakan. Namun, perlu kita menganalisis manfaat apa yang mungkin diperoleh dari pergantian kabinet Jokowi hari ini. Reshuffle kabinet, di dalam pemerintahan parlementer biasanya dilakukan jika sebuah partai koalisi menarik diri dari koalisi, dibentuk koalisi baru, sehingga dibentuk kabinet baru. Jika seorang menteri perwakilan partai koalisi mundur atau terpaksa mundur karena terlibat korupsi, misalnya, Perdana Menteri bisa menggantikan menteri itu dari asal partai yang sama. Di Indonesia, dengan sistem presidensial, perombakan kabinet itu dilakukan oleh presiden, utamanya, karena presiden sendiri ingin memperbaiki kinerja pemerintahannya. Itulah esensi pergantian kabinet dalam sistem presidensial. Meskipun, tidak dapat dipungkiri ada kepentingan akomodasi terhadap partai pendukung. Merujuk pada kinerjanya, baik pada isu pembanguan, politik maupun kesejahteraan, tuntutan terhadap pemerintahan Jokowi sesungguhnya bermuara pada 3 hal: 1. Secara politik terjadi perpecahan bangsa yang sangat dalam, yang bersumber dari perbedaan pemahaman atas Pancasila dan hak-hak warganegara. Yang mana baru-baru ini disinyalir Mahfud MD sebagai tantangan besar menuju 2024. Perpecahan ini diiringi juga dengan berbagai keruntuhan indek demokrasi, pelanggaran HAM yang meningkat serta peningkatan pada agenda Islamophobia. Di samping itu, moralitas pejabat negara dalam kerangka bebas korupsi, kolusi dan nepotisme semakin buruk. Meskipun indeks persepsi korupsi semakin baik satu poin pada CP2021, itu tidak mampu menjelaskan hancur-hancuran korupsi infrastruktur, sebagaimana pernyataan pimpinan KPK bahwa korupsi infrastruktur mencapai 35-50% (Sumber: berbagai media, Pahala Nainggolan, KPK, Oktober 2021) 2. Secara pembangunan, catatan keberhasilan atau yang diklaim keberhasilan saat ini adalah transaksi perdagangan yang surplus. Terutama dari sektor ekstraktif. Perekonomian lainnya bermasalah seperti hutang luar negeri yang melonjak mencapai lebih dari Rp 10.000 triliun, deindustrialisasi yang terus meningkat, pengangguran meningkat dan kualitas infrastruktur yang buruk. 3. Sisi kesejahteraan rakyat semakin buruk. Ikhtiar pemerintah adalah ikhtiar malas, yang dengan bersandar pada bantuan sosial. Subsidi yang berjumlah ratusan triliun tidak menjadi kekuatan produksi rakyat, yang menciptakan lapangan kerja. Sebaliknya, berbagai kekayaan yang dihasilkan dari pengerukan habis-habisan sumber daya alam, baik batubara, nikel, minyak goreng, dan lain-lain, lebih memperkaya segelintir orang-orang kaya dan pejabat rakus. Jika 3 problem di atas merupakan inti daripada inti persoalan, maka struktur persoalan harus dijawab oleh Jokowi dengan me-reshuffle kabinet berbasis kepentingan kinerja. Misalnya dalam hal minyak goreng, perdebatan saat ini yang dilakukan oleh Luhut Binsar Panjaitan versus menteri perdagangan baru terkait perlu tidaknya minyak curah untuk orang miskin dihapus atau tidak. Ini perdebatan aneh dari dua orang yang merasa memiliki mandat. Luhut sebelumnya kita tahu mendapat penunjukan dari Jokowi sebagai ketua satgas penanggulangan harga dan ketersediaan minyak goreng. Harusnya, reshuffle berarti mengembalikan portofolio minyak goreng kepada menteri baru. Dengan keduanya masih ber “versus”, belum jelas bagaimana pergantian kabinet ini dimaknai. Persoalan struktural lainnya yang mestinya direspon Jokowi dijadikan sebagai pertimbangan reshuffle harusnya menyangkut soal kepercayaan publik bahwa pemerintahan Jokowi bebas KKN. Simbol penyalahgunaan kekuasaan dalam pemerintahan Jokowi selama ini, setidaknya yang beredar di media, adalah isu penggunaan kekuasaan oleh Luhut dalam bisnis PCR dan tambang-tambang. Luhut semakin kaya ketika berkuasa, diungkap Sri Mulyani dalam konteks pembayaran pajak sang menteri. Sedangkan Erick Thohir, pada isu PCR dan penggunaan BUMN untuk pencitraan politik menyongsong pencapresan ke depan. Tentu saja Jokowi mengalami isu yang sama, dengan dugaan keterlibatan anaknya berbisnis dengan pihak-pihak yang terkait penggundulan hutan, yang bermasalah hukum, yang saat ini sedang dilaporkan Ubaidillah Badrun, ke KPK. Rakyat berharap kedua menteri itu juga diganti. Tapi, itu tidak terjadi. Sektor infrastruktur, sebagaimana disampaikan KPK di atas, menyesakkan dada. Namun, tidak ada juga reshuffle di kementerian ini. Dari sisi ekonomi, rakyat ingin pula adanya perubahan dalam mencari sumber-sumber pembiayaan pembangunan dan penghematan (ketepatan alokasi anggaran) dilakukan oleh Menteri Keuangan dan kepala Bapennas yang lebih baik. Bagaimana meningkatkan pendapatan pajak yang lebih tinggi secara umum dan khususnya dari sektor ekstraktif, bagaimana mencoret projek-projek mercusuar di kala ekonomi perlu penghematan, bagaimana meningkatkan transparansi pembiayaan agar korupsi bisa diperkecil di bawah 10%? Ini adalah masalah inti. Sektor ini memerlukan menteri baru dan visi baru. Namun, Jokowi tidak melihat pertimbangan kinerja sektor ini penting ditingkatkan. Sehingga tidak ada perlunya pula pergantian menteri di bidang ekonomi. Sektor pertanahan dan tata ruang, yang mengalami pergantian, tidak jelas maknanya. Sebab, Jokowi tidak memberi penjelasan terkait cita-citanya di Nawacita, yakni Landreform. Jika yang diminta Jokowi urusan sengketa tanah, atau pengeluaran ijin hak guna yang diskriminatif memihak usaha besar, itu juga bukan persoalan besar. Kecepatan urusan ijin hak guna bukan soal inti, karena sifatnya administratif. Inti persoalan yang tidak terpecahkan adalah keadilan kepemilikan tanah di Indonesia. Kenapa segelintir orang memiliki tanah jutaan hektar, sementara lainnya tidak memiliki. Sektor kesejahteraan juga sama. Dalam masa krisis, anggaran negara harus dialokasikan seluas-luasnya untuk menciptakan projek-projek padat karya. Usaha-usaha UMKM sektor manufaktur dan usaha informal yang menyerap lapangan kerja, harus jadi agenda siang dan malam. Menteri-menteri yang terlalu banyak bicara di awang-awang, misalnya Unicorn, bisnis start-up, dll., jelas tidak memahami persoalan inti, bahwa rakyat saat ini butuh kepastian makan dan makan. Jokowi seharusnya mengevaluasi secara benar tentang kapasitas menteri- menteri sektor kesejahteraan lalu menggantikan diantara yang tidak baik. Terkait politik, Indonesia yang dihantui dengan perpecahan, harus direspon Jokowi dengan mengevaluasi menteri-menteri yang terkait dengan politik. Lalu menggantikan menteri yang tidak sanggup menggalang persatuan nasional. Apa yang dilakukan Jokowi, antara gegap-gempita rencana pergantian kabinet dengan hanya menggantikan 2 menteri saja, merupakan langkah mundur. Kenapa mundur? Karena pergantian ini tidak mencerminkan upaya merespon tuntutan kinerja sebagai alasan pergantian. Memang, dua tahun sisa pemerintahan Jokowi, tidak bisa banyak diharapkan untuk melakukan reformasi kinerja yang bersifat struktural. Kita tak mungkin lagi berharap ada reshuffle berikutnya. Ini reshuffle terakhir yang paling banyak dibicarakan media saat ini. Reshuffle yang gagal. Seharusnya, lebih baik tidak melakukan reshuffle, kalau reshuffle itu tidak memenuhi harapan publik. Sebuah pekerjaan sia-sia. (*)
Indonesia dan Arab Saudi Percepat Penyelesaian MoU Penempatan PMI
Jakarta, FNN - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah melakukan pertemuan bilateral dengan Arab Saudi sebagai salah satu langkah untuk mempercepat penyelesaian nota kesepahaman (Momerandum of Understanding/MoU) untuk penempatan pekerja migran Indonesia (PMI).\"Pertemuan ini bagian dari upaya kita mempercepat Memorandum of Understanding antara Pemerintah Indonesia dengan Kerajaan Arab Saudi, terutama terkait pengiriman Pekerja Migran Indonesia,\" kata Sekretaris Jenderal Kemnaker Anwar Sanusi dalam keterangan yang diterima di Jakarta pada RabuDalam pertemuan di di Jenewa, Swiss pada Selasa (14/6) itu dilakukan penandatanganan risalah rapat yang merupakan tindak lanjut dari pertemuan bilateral kedua negara yang terjadi di sela-sela ajang The 2nd EWG Meeting di D.I. Yogyakarta.Anwar menjelaskan hingga saat ini progres penyusunan MoU antara tim teknis kedua negara berjalan dengan lancar dan produktif serta membawa sejumlah kemajuan terutama menyangkut masalah penempatan dan pelindungan PMI.Beberapa poin pembahasan yang mengalami kemajuan selama ini, jelas Anwar, di antaranya mengenai pengupahan, pelindungan, hubungan kerja, hak-hak PMI serta batas-batas kewajiban PMI selama bekerja di Arab Saudi.\"Sekali lagi ini memang langkah yang sangat progresif. Namun demikian perlu kita kawal secara bersama. Mudah-mudahan setelah MoU itu selestidak kurang dari 500 tulisan yang dimuat di surat kabaai kita benar-benar memiliki sebuah sistem yang baik untuk kita menempatkan pekerja migran kita, terutama di Arab Saudi,\" ujar Anwar.Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah juga telah melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Tenaga Kerja dan Pembangunan Kerajaan Arab Saudi, Ahmed Al-Rajhi, secara virtual pada 3 Juni 2022.Melalui pertemuan tersebut, Indonesia dan Arab Saudi sepakat untuk mempercepat proses integrasi sistem MUSANED (aplikasi pasar kerja Arab Saudi) dan SISNAKER (sistem pasar kerja Kemnaker RI) dengan melakukan amandemen terhadap Technical Arrangement yang telah habis masa berlakunya.Kedua negara juga telah membahas penghentian konversi visa setelah penerapan program Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK). (mth/Antara)
Mahfud Sebut Indonesia Tak Punya Catatan Pelanggaran HAM di PBB
Jakarta, FNN - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan Indonesia tidak memiliki catatan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Dewan HAM PBB.\"Yang lebih menggembirakan lagi, di Dewan HAM PBB, tidak ada catatan apa pun tentang pelanggaran HAM di Indonesia,\" kata Mahfud dalam konferensi pers secara virtual mengenai kunjungannya ke Dewan HAM PBB dan Komisi Tinggi HAM PBB di Jenewa, Swiss, sebagaimana dipantau dalam kanal YouTube Menko Polhukam RI, di Jakarta, Kamis.Dalam pidato Pembukaan Sesi Ke-50 Sidang Dewan HAM yang disampaikan oleh Komisioner Tinggi HAM PBB, lanjut dia, Indonesia tidak termasuk ke dalam daftar 21 negara yang perkembangan HAM-nya sedang dirujuk oleh mereka.\"Komisioner Tinggi HAM menyebut 21 negara yang perkembangan HAM-nya dirujuk, Indonesia tidak termasuk di dalamnya,\" ujar Mahfud.Dengan demikian, Mahfud pun mengatakan Indonesia sudah tiga kali berturut-turut sejak tahun 2021 sampai 2022 ini, tidak menjadi negara yang dinilai oleh Dewan HAM PBB memiliki permasalahan terkait dengan pelanggaran HAM.\"Sudah tiga tahun ini, tepatnya sejak tahun 2020, Dewan HAM PBB tidak menyebut Indonesia dalam catatan negara yang punya masalah pelanggaran HAM,\" kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.Lebih lanjut, Mahfud pun menyampaikan capaian itu menandakan bahwa Indonesia sudah mengalami kemajuan dan mengomunikasikan secara proporsional mengenai perlindungan dan penegakan HAM.Pada kesempatan yang sama, ia menyatakan bahwa tudingan mengenai Indonesia yang menjadi sorotan PBB dalam pelanggaran HAM tidaklah benar.\"Catatan lain dalam kunjungan saya ke Dewan HAM dan Kantor Komisi Tinggi HAM di Jenewa, ternyata, tidak benar adanya tudingan bahwa Indonesia menjadi sorotan PBB dalam pelanggaran HAM,\" ungkap Mahfud.Ia menjelaskan memang terdapat laporan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) kepada Special Procedure Mandate Holders (SPMH). Namun, lanjut dia, laporan laporan itu tidak pernah dibahas di sidang Dewan HAM.Mahfud mengatakan laporan-laporan itu ditampung dan disampaikan kepada pemerintah Indonesia untuk diselesaikan.\"Laporan-laporan itu ditampung dan disampaikan kepada Pemerintah kita dan setelah dijawab, masalahnya selesai dan tidak sampai dibawa ke Dewan HAM,\" tambah Mahfud.Di samping itu, Mahfud juga menegaskan informasi tentang adanya agenda kunjungan Komisi Tinggi HAM PBB ke Indonesia untuk menyelidiki pelanggaran HAM tidaklah benar.\"Selain itu, juga tidak benar adanya agenda kunjungan Komisi Tinggi HAM PBB ke Indonesia untuk melakukan penyelidikan. Justru, kita yang mengundang mereka ke Indonesia, tetapi jadwal-nya belum ditetapkan,\" ucap Mahfud. (mth/Antara)
Try Sutrisno Sebut Pikiran LaNyalla untuk Perbaiki Bangsa Gamblang dan Komprehensif
Jakarta, FNN – Wakil Presiden RI ke-6 Try Sutrisno tak bisa menyembunyikan kekaguman terhadap sosok Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) La Nyalla Mattalitti. Ia mengatakan bahwa pemikiran Ketua DPD RI itu sangat gamblang dan komprehensif. Hal tersebut diungkapkan Try Sutrisno dalam acara Silaturahmi Elemen Masyarakat Presidium Nasional Majelis Permusyawaratan Bumiputra Indonesia, Kamis (16/6/2022) di Gedung B DPD RI, Senayan, Jakarta. “Sambutan pak Nyalla itu sangat tegas sekali, gamblang dan komprehensif. Sambutan beliau adalah sama persis dengan pemikiran saya. Buku saya yang tebal-tebal terangkum semua oleh pemikiran beliau dan pandangan pak Nyalla,” ujarnya yang langsung disambut tepuk tangan para peserta. Lebih lanjut Try mengatakan, dia sangat setuju dengan Ketua DPD RI yang mana tadi mengajak kita sebagai rakyat jangan sampai disebut mengkhianati bangsa dan negara. “Kalau dalam Islam beliau ini kita panggil syuhada. Karena beliaulah yang nantinya akan berjuang menyelamatkan bangsa dari Oligarki. Saya sepakat bahwa Oligarki kini sudah ada dua. Oligarki Ekonomi maupun Oligarki Politik. Pak Nyalla memperjuangkan untuk mengkaji ulang konstitusi dan punya tujuan mulia, yakni menyelamatkan bangsa kita dari orang-orang yang tidak peduli dengan Pancasila,” ujarnya. Pernyataan Try Sutrisno menegaskan dari pertemuan sebelumnya antara Try Sutrisno dan Ketua DPD di kediaman mantan Panglima TNI itu beberapa waktu lalu. Seperti diberitakan, saat itu, Try Sutrisno memberikan wasiat kepada Ketua DPD RI untuk melakukan Kaji Ulang Konstitusi hasil Amandemen tahun 1999-2002 silam, demi penyelamatan bangsa dan negara. “Saya ini sudah 87 tahun, tidak lama lagi akan meninggal, saya titip wasiat kepada Anda, karena saya tahu Kakek Anda, Pak Mattalitti itu pejuang. Waktu peristiwa perobekan Bendera Belanda di Surabaya, saya masih anak-anak, melihat dari toko Kakek Anda di Tunjungan. Tolong selamatkan bangsa dan negara ini dari kehancuran di masa depan,” ungkap pria kelahiran Surabaya 15 November 1935 itu. Dia membeberkan bahwa, Amandemen Konstitusi yang dilakukan empat tahap di tahun 1999 hingga 2002 silam sama sekali tidak dilakukan dengan tahapan yang ideal. Perubahan dilakukan cepat-cepatan, dan ada pengaruh kepentingan asing. Sehingga hasilnya, bangsa ini kehilangan keindonesiaannya. “Isi pasal-pasalnya sudah tidak nyambung lagi dengan Pancasila yang ada di naskah Pembukaan UUD. Sehingga jangan heran kalau kemudian lahir banyak sekali Undang-Undang turunan dari Konstitusi yang merugikan rakyat sebagai pemilik kedaulatan bangsa ini,” tuturnya beberapa waktu lalu. Puncaknya, kata Try Sutrisno, adalah diubahnya sistem paling hakiki dari Pancasila, yaitu lembaga keterwakilan rakyat, yang dulu berada di Lembaga Tertinggi Negara, yaitu MPR, yang terdiri dari DPR, Utusan Daerah, Utusan Golongan dan Fraksi ABRI (TNI-Polri). “Sehingga sekarang sistem negara ini menjadi liberalis, individualistis dan kapitalis. Semua ditentukan Partai Politik. Padahal Pancasila yang dirumuskan pendiri bangsa ini adalah sistem asli yang sudah sangat cocok untuk membuat Indonesia menjadi negara yang kuat dan berdaulat,” tandasnya. Dikatakan Try, situasi sekarang dimana Legislatif menjadi heavy (kuat, red), bukan kemudian berdampak kepada check and balances yang kuat dan berpihak kepada kepentingan rakyat. Tetapi menjelma menjadi parpol heavy. Karena DPR adalah kepanjangan parpol. Karena itu, lanjutnya, Kaji Ulang Amandemen Konstitusi, dengan cara kembali kepada UUD Naskah Asli, lalu lakukan perbaikan-perbaikan melalui Adendum. Agar bangsa ini, dan anak cucu kita selamat. Bangsa ini bukan milik segelintir orang, tetapi milik 270 juta rakyat. “Saya minta Anda, karena Kakek Anda itu pejuang lho. Perjuangkan Kaji Ulang Konstitusi kita. Pastikan kedaulatan kembali ke tangan rakyat. Pastikan Pancasila yang ditetapkan di Naskah Pembukaan UUD menjadi falsafah dan norma dari semua Pasal yang ada di Konstitusi. Ini wasiat saya,” pungkasnya. (*)
Presiden Jokowi Memang Milik Orang Kaya
Oleh Natalius Pigai, Mantan Pekerja Komnas HAM dan Kepala Sub Bidang Statistik Kemenakertrans RI. “Dalam 8 tahun jumlah orang miskin turun hanya 1,54%, sedangkan orang kaya naik 171,7 ribu atau 61,7%. Artinya 20 Ribu Trilyun APBN dalam 8 tahun hanya diarahkan untuk proyek-proyek yang masuk kantong elit bukan orang miskin dan kaum termarjinalkan. Kontras dengan pemimpin yang dilahirkan di pinggiran sungai, muncul bak meteor sebagai pemimpin mewakili kaum papa”. Seminggu lalu dalam perjalanan saya ke benua Amerika saya sempatkan mampir di sebuah tokoh buku Internasional untuk membeli buku seperti biasanya karena saya selalu beli dan buku-buku bestseller dunia. Selain Saya beli buku berjudul; 1). The Thanging World Order, Why Nations Succeed and Fail karya Ray Dalio. 2. How To Avoid A Climate Disaster karya Bill Gates. 3. Post Corona karya Scott Galloway. 4). Dll. Di sebuah sudut kecil saya menemukan setumpuk buku yang masih utuh sepertinya buku tersebut tidak banyak yang berminat untuk beli, berjudul “ Jokowi and The New Indonesia” karya Darmawan Prasojo with Tim Hanningan. Dalam buku tersebut karena tentang biografi politik maka keunikan Jokowi yang tergambar adalah Jokowi seorang berasal dari sebuah tempat kumuh dipinggiran sungai orbit bak meteor menjadi seorang Presiden. Jokowi memutus tembok raksasa politik dinasti yang dikuasi para oligarki politik Indonesia. Sehari yang lalu saya ditelpon orang Badan Pusat Statistik, Pak Natalius Buku “ Statistik Indonesia 2022” sudah selasai dicetak boleh ambil. Saya membaca secara saksama data soal kemiskinan pada halaman 271 tentang Kemiskinan (Poverty and Human Development) dan datanya sangat lengkap secara utuh dari 2014-2021 yang akan saya sajikan untuk rakyat Indonesia agar dapat memotret dengan mudah apakah Joko Widodo punya niat baik dan peduli pada orang miskin. Ternyata tahun 2014 ketika Joko Widodo menjadi Presiden orang miskin di Indonesia sebanyak 11,25 % dan pada bulan September 2021 persentase orang miskin sebesar 9,71 persen artinyua selama 8 tahun Joko Widodo pimpin Indonesia hanya turun 1,54% sekali lagi hanya “Satu Koma Lima Puluh Empat Persen” selama 8 tahun memimpin Indonesia. Kemudian berapa uang yang diberi kewenangan oleh negara untuk Joko Widodo sebagai Kepala Pemerintahan selama 8 tahun, jika setiap tahun rata-rata APBN sebanyak 2.400 maka hampir 20 Ribu Trilyun. Kemana saja uang tersebut diarahkan dan diamanfaatkan oleh Joko Widodo jika dalam 8 tahun kemiskinan hanya turun 1,54%?. Bisa diperkirakan bahwa APBN 20 Ribu Trilyun diarahkan kepada sekelompok elit atau orang-orang berkuasa dan kroninya. Hal tersebut terlihat dari data jumlah orang kaya di Indonesia semakin meningkat sepanjang 2020 terungkap dari laporan Credit Suisse bertajuk \'Global Wealth Databook 2021. Mengutip laporan Credit Suisse, Selasa 13 Juli 2021, jumlah masyarakat Indonesia yang memiliki kekayaan bersih di atas US$1 juta atau Rp14,4 miliar (kurs Rp14.400 per dolar AS) mencapai 171.737 orang pada 2020. Tidak fair jika hanya melihat potret kebijakan Jokowi karena itu selanjutkan saya akan menyajikan pula kebajikan yang berorientasi pada pengentasan kemiskinan para Presiden sebelumnya yakni Suharto, Habibie, Gusdur, Megawati dan SBY. Perbandingan seperti ini penting, karena gambaran periodik ini akan membuka tabir kemampuan (kapabilitas) seorang presiden. Siapa presiden yang pro dan tulus terhadap orang miskin (pro poor) dan siapa presiden yang tidak peduli dengan orang miskin, siapa presiden yang lebih pro kepada sekelompok elit oligarki dan orang-orang kaya. Berikut data penurunan kemiskinan masing-masing presiden. 1. Habibie hanya dalam setahun menurunkan angka kemiskinan 1,1% yaitu dari 24,43 menjadi 23,42%. 2. Gus Dur hanya dalam dua tahun memimpin angka kemiskinan turun sebanyak 5,01% yaitu dari 23,42% menjadi 18,41%. 3. Megawati mampu menurunkan angka kemiskinan dalam durasi waktu singkat 2,51% yaitu dari 18,41% menjadi 1,75%. 4. SBY periode pertama mampu menurunkan angka kemiskinan sebanyak 5,7% yaitu dari 16,66% menjadi menjadi 10,96% 5. Joko Widodo menurunkan angka kemiskinan selama 8 tahun sebanyak 1,54% persen. “Dengan demikian Presiden Jokowi dalam jangka waktu delapan tahun, hanya mampu menurunkan angka kemiskinan 1,54%. Jumlah yang sangat kecil sekali dibandingkan dengan presiden-presiden yang lain. Lebih ironi lagi bahwa Jokowi 8 tahun orang miskin turun 1,54 sementara orang kaya di Indonesia naik semakin meningkat sebanyak 61,7% dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 107 Ribu orang sebagaimana dilaporkan tahun 2020 menurut laporan Credit Suisse bertajuk \'Global Wealth Databook 2021. Mengutip laporan Credit Suisse, Selasa 13 Juli 2021, jumlah masyarakat Indonesia yang memiliki kekayaan bersih sekitar US$1 juta atau Rp14,4 miliar (kurs Rp14.400 per dolar AS) mencapai 171.737 orang pada 2020. Pemerintah Jokowi justru menghadirkan program yang mencekik leher rakyat miskin seperti kenaikan harga BBM, Kenaikan harga listrik dan pengendalian harga pangan untuk menekan inflasi yang kurang sehingga penyebab sulitnya mengentaskan kemiskinan di negeri ini. Jadi, Jokowi ini presiden untuk siapa? Presiden untuk orang kaya atau orang miskin? (*)