ALL CATEGORY

Maju atau Mundur Pindah IKN? (1)

“Berdasarkan pendapat tersebut, IKN tidak hanya berfungsi sebagai pusat pemerintahan saja, akan tetapi berfungsi pula sebagai manifestasi identitas bangsa,” ucap Prof Susi. Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta RENCANA pindah Ibu Kota Negara pertama kali digulirkan oleh Presiden Jokowi dalam Sidang Paripurna DPR RI 2019. Jokowi memohon ijin kepada DPR yang mulia untuk memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Penajam Utara Kalimantan. Ibarat kata, DPR kehilangan kesempatan untuk meminta pendapat Rakyat, apakah permohonan pindah Ibu Kota Negara Republik Indonesia diterima atau ditolak. Muncullah tanggapan masyarakat luas tentang rencana pindah Ibu Kota Negara tersebut. Tampaknya Pemerintah telah menindaklanjuti rencana pindah Ibu Kota Negara tersebut dengan berbagai langkah, termasuk membuat sayembara desain pembangunan Ibu Kota Negara, hingga Presiden meletakkan batu pertama pembangunan kawasan Ibu Kota Negara di titik 0 Km sekaligus mendeklarasikan namanya Ibu Kota Negara Nusantara, dengan upacara setor tanah dan air dari seluruh provinsi NKRI, tidak terkecuali DKI, yang disatukan dalan Kendi Nusantara. Penetapan nama IKN Nusantara itu saja mengundang pro-kontra, termasuk menyangkut asal muasal istilah Nusantara. Di satu sisi, dalam sejarahnya Nusantara adalah sebutan wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit yang meliputi daratan Singapura hingga Thailand. Di sisi lain, istilah Nusantara dipersempit untuk menyebut kawasan Ibu Kota Negara yang notabene berbau Jawa sentris, padahal maksud pindah Ibu Kota Negara itu sendiri untuk pemerataan kesejahteraan rakyat Indonesia dengan menggeser konsentrasi penduduk dan peredaran uang dan kesejahteraan dari pulau Jawa pada umumnya, dan dari Jakarta pada khususnya. Kembali ke permulaan, pertama, bahwa pindah Ibu Kota Negara adalah mungkin, tetapi apakah tidak harus dengan persetujuan Rakyat melalui Referendum? Kedua, pertimbangan/motif/tujuan pindah IKN, untuk apa atau siapa? Jika tujuannya untuk menghindari banjir dan gempa bumi, ternyata banjir dan gempa bumi melanda kawasan tersebut juga. Ketiga, keputusan pindah IKN ke Kalimantan sudah direspons para pakar dari berbagai sisi yang kesimpulannya: lokasi itu sangat tidak layak, tetapi tetap diputuskan. Haruskah upaya pemindahan Ibu Kota Negara didukung? Keempat, salah satu keberatan pindah IKN adalah pembiayaan yang amat sangat tinggi sekali, dan berjangka panjang, hingga tahun 2045, sedangkan kondisi riel keuangan Negara berutang tinggi (7.000 triliun), akankah upaya pemindahan IKN diteruskan? Kelima, UU IKN sedang dalam gugatan, mengapa Presiden tetap dan telah melakukan langkah-langkah strategis berkenaan dengan penyelenggaraan dan pengelolaan IKN? Apakah tidak lebih bijaksana bila proses pengembangan dan pembangunan IKN Nusantara tersebut dihentikan, hingga perkaranya selesai? Tentang utang negara, Misbakhun, Anggota  DPR RI menulis, “Utang Kita Sebenarnya 17.500 Triliun.” Jumlah tersebut melebihi 100 persen dari PDB kita yang mencapai 15.600 triliun. Di atas adalah total utang pemerintah dalam rangka pembiayaan APBN. Utang menutup defisit pembiayaan APBN. Sejak era rezim ini, UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, dimulainya utang menggunakan mekanisme SBN (Surat Berharga Negara), State Treasury Bond yang lebih dikenal sebagai SUN (Surat Utang Negara). Era utang bilateral, multi lateral, dan utang kepada lembaga donor berkurang sangat tajam prosentasenya seiring dengannaiknya volume APBN kita, sehingga besaran defisit naik, dan jumlah surat utang makin membesar. SBN atau SUN diserap oleh pasar dan pembelinya bisa perbankan nasional, dana pensiun, lembaga asuransi, BPKH, LPS, BI dan siapa pun yang perlu investasi di government bond, baik asing maupun nasional. Apakah angka Rp 7.014,58 triliun tersebut sudah merupakan total utang pemerintah? Secara matematika tanggung jawab pemerintah masih belum. Ada 2 komponen perhitungan utang di luar utang pembiayaan APBN yang belum dihitung dalam struktur komponen utang pemerintah, yaitu: (1) contingency debt (utang yang menjadi tanggung jawab negara), seperti utang BUMN. Jumlah utang BUMN saat ini hampir mencapai Rp 6.000 triliun. (2) utang dana pensiun yang saat ini masih menggunakan metode beban langsung di APBN, padahal secara aktuaria dana pensiun ini harus dibuatkan pencadangan khusus sebagai beban biaya pensiun untuk ASN, TNI, dan Polri. Perkiraan jumlah beban utang pensiun mencapai sekitar Rp 4.500 triliun. Kedua item di atas tidak pernah masuk dalam perhitungan neraca keuangan negara. Padahal secara best practices di seluruh dunia, ketika menghitung neraca keuangan negara itu masuk dalam hitungan government debt. Kalau poin utang pembiayaan untuk APBN, contingency debt, dan utang dana pensiun dihitung semuanya masuk dalam neraca keuangan negara, maka total utang kita bisa mencapai 7.000 + 6.000 + 4.500 = Rp 17.500 triliun. Jumlah tersebut melebihi 100 persen dari PDB kita yang mencapai Rp 15.600 triliun. Padahal menurut UU Nomor 17 Tahun 2003, batas utang atau ratio debt kita maksimal 60% dari PDB. Pengelolaan negara secara serampangan dengan hutang yang besar bakal jadi beban dan bom waktu yang akan meletus menjadi krisis maha dahsyat lebihi krismon 97/98. Seorang penulis mengajukan pertanyaan, “Sampai Kapan?” Kita sedang menghadapi 4 hal berat. Pertama, gelembung nilai tukar rupiah terhadap US dolar. Nilai tukar yang ada sekarang adalah nilai semu. Sebab, ada doping berupa pinjaman dana dari luar negeri dalam US dolar yang terus-menerus masuk. Nilai tukar sebenarnya jauh di bawah yang ada sekarang. Pertanyaannya, sampai kapan doping itu bisa terus dilakukan? Kedua, gelembung utang. Untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur, seperti jalan tol, bandara, pelabuhan, mega proyek kereta cepat, dan lainnya, pemerintah mengambil pinjaman dari luar negeri. Akibatnya, utang makin menumpuk. Bila ditambah dengan utang-utang BUMN dengan skema B to B, jumlah utang itu sudah lebih dari Rp 10.000 triliun. Beberapa di antaranya, mulai bulan Maret lalui, sudah jatuh tempo. Bagaimana membayarnya? Ketiga, gelembung mega korupsi. Baru saja terbongkar mega korupsi di sejumlah lembaga keuangan non-bank, seperti Jiwasraya dan Asabri. Masih ada beberapa lagi yang mengalami keadaan serupa. Total kerugian bisa mencapai Rp 150 triliun. Hal ini membuat lembaga-lembaga itu mengalami kesulitan ketika tiba kewajiban membayar kepada para nasabahnya. Keempat, gelembung unicorn. Saat ini tengah terjadi persaingan dahsyat di antara perusahaan-perusahaan e-commerce untuk bisa menjadi pemenang. Untuk itu, mereka tak segan menggelontorkan dana sangat besar untuk promosi melalui pemberian aneka diskon. Istilahnya bakar uang. Tentu, tidak semua bisa menjadi pemenang. Kehancuran yang kalah akan membawa implikasi kelesuan ekonomi yang lebih dalam. Profesor Unpad singgung Hidden Political Agenda dalam Pemindahan IKN. Guru besar Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Susi Dwi Harijanti SH LLM PhD membeberkan berbagai alasan pemindahan ibu kota negara (IKN) di berbagai negara di belahan dunia. Ada yang berdasarkan alasan keamanan, tapi juga ada alasan politis menjauhkan rakyat dengan penguasa. Maksud itu disebutnya sebagai agenda politik terselubung atau \'hidden political agenda\'. “Ibu kota negara sering kali merupakan pusat dari gerakan masyarakat sipil dan tempat bergejolaknya protes dari masyarakat. Bahkan sejarawan Inggris Arnold Toynbee menyebut ibu kota sebagai \'the powder kegs of protest\'. Maka dari itu, menurut ahli politik Jeremy Wallace, pemerintah otoriter akan menggunakan pemindahan ibu kota negara sebagai taktik segregasi dalam rangka mengasingkan gerakan masyarakat sipil yang awalnya berpusat di ibu kota negara yang lama, sehingga menjadi berjarak jauh dengan pusat pemerintahan yang berada di ibu kota yang baru,” kata Prof Susi Dwi Harijanti SH LLM PhD. Prof Susi Dwi Harijanti menyitir pendapat Vadim Rossman, yakni tugas utama IKN dunia. Dengan kata lain, IKN mewakili citra ideal dari suatu negara dan merupakan miniatur dari sebuah negara. Ahli sejarah Andreas W Daum berpendapat bahwa terdapat empat fungsi ibu kota bagi sebuah negara, yakni: (1) fungsi administrasi; (2) fungsi penunjang integrasi bangsa; (3) fungsi simbolisasi bangsa; dan (4) fungsi pelestarian nilai, budaya, dan sejarah bangsa. “Berdasarkan pendapat tersebut, IKN tidak hanya berfungsi sebagai pusat pemerintahan saja, akan tetapi berfungsi pula sebagai manifestasi identitas bangsa,” ucap Prof Susi. Menurut Vadim Rossman, agar fungsi ibu kota sebagai penunjang integrasi bangsa dapat terwujud secara optimal, ibu kota harus dihasilkan melalui kompromi dari elemen-elemen bangsa yang terdiri atas etnis, agama, dan suku yang berbeda. Hal tersebut akan membuat ibu kota menjadi alat pemersatu dari perbedaan-perbedaan yang ada dalam suatu bangsa. “Montesquieu menggambarkan pula ibu kota sebagai kota yang menciptakan \'general spirit\' bagi sebuah bangsa,” tutur Prof Susi. (*)

Indonesia Darurat (1): Presiden Harus Keluarkan “Supersemar” Lanjutan

Nuansanya akan hampir sama kembalinya negara RIS ke NKRI. Sehingga, pelaksanaan Pemilu mendatang sudah kembali pada jalur konstitusi sesuai UUD Asli. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih APABILA dalam kondisi negara ini terus memburuk dan terancam disintegrasi, demi alasan keamanan dalam negeri dan ancaman invasi asing, Presiden Joko Widodo harus segera untuk mengeluarkan semacam “Supersemar”. Ya. Surat Perintah Pemulihan Keamanan dan Atasi Ancaman Asing. Sebagai jaminan keamanan negara tetap terkendali dari bahaya dan ancaman negara yang makin membesar. Presiden Jokowi bisa aman, serahkan Surat Pemulihan Keamanan tersebut ke Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, sekaligus sebagai Penguasa Transisi. Dalam kondisi darurat seperti ini, dan jalan cepat tinggalkan jalan konstitusi lewat Triumvirat adalah sebuah rezim politik yang didominasi oleh tiga orang penguasa, yang masing-masing disebut triumvir (jamak: triumviri). Jalan Triumvirat ketiganya berkedudukan sama di atas kertas, tetapi dalam kenyataan hal ini jarang terjadi. Cara ini memang dapat digunakan untuk menggambarkan suatu negara dengan tiga pemimpin yang berbeda, yang semuanya mengklaim sebagai pemimpin tunggal. Pendapat dari beberapa tokoh Poros Perubahan, sistem dan proses melalui Triumvirat terlalu lama dan juga sangat rawan perpecahan dan campur tangan Oligarki yang terang benderang telah menjadi musuh rakyat. Rakyat sudah pada puncak kemarahannya untuk melawan karena Indonesia harus bersih dari kekuasaan Oligarki. Panglima TNI bisa ambil alih untuk terapkan atau memberlakukan Darurat Militer (bukan Darurat Sipil, dengan alasan untuk atasi keamanan dalam negeri dan ancaman asing), sehingga Panglima punya landasan hukum. Contoh paling tampak, sudah adanya infiltrasi asing yang menyaru sebagai TKA China. Mereka sudah membuat perkampungan eksklusif yang orang di luar kelompoknya akan sulit masuk. Mantan Kepala BIN Sutiyoso mengaku khawatir dengan TKA China yang terus berdatangan ke Indonesia. Menurut Sutiyoso, TKA China berpotensi semakin bertambah banyak yang datang dan memilih tinggal hingga menjadi mayoritas di Indonesia. Sebelumnya, Sutiyoso mengungkapkan kekhawatiran bahwa WNA dari TKA China tidak akan kembali ke negaranya dan justru menetap di Indonesia. Ia khawatir Indonesia akan seperti Singapura yang semula dipimpin Perdana Menteri orang Melayu, namun saat ini dipimpin oleh China. Menurutnya, tidak masalah pengusaha atau investor dari negara mana saja, akan tetapi harus tenaga ahli yang jumlahnya dua atau tiga orang dan bukan justru ribuan. Jika melihat sudah adanya ancaman TKA China seperti itu, tidaklah salah jika ini sudah masuk kategori Darurat Militer. Karena, mereka secara de facto telah menguasai sebagian wilayah teritorial NKRI yang bisa membahayakan warga di wilayah yang “diduduki” TKA China tersebut. Panglima TNI yang menjabat sebagai Penguasa Darurat bisa seperti perjalanan penerima mandat sejenis “Supersemar” yang saat ini dengan proses konstitusi berjalan dalam kondisi darurat. Penguasa Darurat bisa menjelma sebagai Presiden Transisi yang memiliki atau mempunyai  kewenangan untuk membentuk Kabinet Darurat. Angkat orang-orang potensial dan profesional untuk menjabat menteri. Satukan para tokoh reformasi jilid dua, yang memiliki integritas, jujur, dan profesional: gabungan dari tokoh sipil dan militer untuk mempercepat atau benar-benar mampu mengamankan Pilpres 2024 tanpa keterlibatan tangan hitam Oligarki. Dalam Kabinet Darurat ini tidak perlu ada Wapres (seperti saat BJ Habibie gantikan Soeharto). Presiden Darurat dengan mandat rakyat segera keluarkan Dekrit Kembali ke UUD 1945. Sepanjang sejarahnya, UUD 1945 itu telah mengalami 4 kali amandemen atau perubahan dalam kurun waktu dari 1999 hingga 2002 yang dilakukan dalam Sidang Umum maupun Sidang Tahunan MPR. Rangkaian pelaksanaan amandemen UUD 1945 seperti dikutip dari buku Mengapa Kita Harus Kembali ke UUD 1945? (2019) karya Taufiequrachman Ruki dan kawan-kawan bisa dibaca berikut ini: 1. Amandemen Pertama UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Umum MPR 14-21 Oktober 1999; 2. Amandemen Kedua UUD 1945 dilakukan di Sidang Tahunan MPR 7-18 Agustus 2000; 3. Amandemen Ketiga UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR 1-9 November 2001; 4. Amandemen Keempat UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR 1-11 Agustus 2002 Amandemen UUD 1945 menjadi salah satu sebab rusaknya tata kelola negara. Dan, batalkan semua UU yang terbukti merugikan rakyat dan negara. Segera proses secara hukum mereka yang terlibat dalam 4 kali Amandemen UUD ’45 tersebut.   Tarik juga kekuatan dari Ketiga Matra (Darat, Laut, dan Udara) masuk dalam Kabinet Darurat ini untuk jaga kekuatan TNI tetap kompak menyelamatkan Indonesia. Nuansanya akan hampir sama kembalinya negara RIS ke NKRI. Sehingga, pelaksanaan Pemilu mendatang sudah kembali pada jalur konstitusi sesuai UUD Asli. Gagasan ini hanya sekedar wacana dari banyak opsi kalau keadaan negara terus memburuk, karena terjadinya gelombang Revolusi atau People Power. Kemungkinan munculnya gerakan People Power atau Revolusi tersebut jangan dimaknai makar atau menentang pemerintah yang sah. Sebab apapun dalilnya kedaulatan negara ada di tangan rakyat. Dan, semua yang akan terjadi akibat dari tata kelola rezim sendiri yang sudah jauh menyimpang dari kiblat bangsa. Dan rakyat hanya ingin menyelamatkan Indonesia. (*)

Rocky Gerung: Berpasangan dengan Puan, Anies Bakal Ditipu Oligarki

Solo, FNN – Akademisi dan pengamat politik Rocky Gerung saat menjadi salah satu narasumber “Dialog Nasional HUT Mega Bintang 25 Tahun” di Solo, Ahad (5/6/2022) menyebut, jika Anies Baswedan benar-benar berpasangan dengan Puan Maharani pada Pilpres 2024, Anies bakal ditipu Oligarki. “Saya mesti cari cara supaya keterangan dari Pak LaNyalla besok pagi bisa jadi gerakan! Mencari keterangan saya Rocky Gerung partai P3 Partai People Power karena hanya itu yang diinginkan rakyat,” tegas Rocky disambut tepuk tangan meriah peserta dialog tersebut. “Ini ada bahasa Jerman rouhen never gouten itu pasti Pak Mudrick (Deklarator dan Pendiri Mega Bintang Mudrick Setiawan M. Sangidu) atau Pak LaNyalla (AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, Ketua DPD RI) yang tahu. Di situ tuh artinya, dilarang merokok kalau di Istana. Bahasa Jerman deuven for gouten artinya, dilarang mikir kalau di Istana. Dan justru karena itu kehilangan pikiran kita dengan kekacauan akhir-akhir ini,” lanjutnya. Rocky menambahkan, sebetulnya kita tidak pernah memberikan kedaulatan terhadap Presiden ke Anggota DPR, ke Anggota MPR, karena kedaulatan itu adalah nyawa rakyat, tak mungkin kita serahkan nyawa itu pada mereka yang sebetulnya kita pilih dalam 5 tahun. Kedaulatan itu lebih abadi dari masa jabatan Presiden yang betul-betul sudah melekat pada hak untuk mempersoalkan kekuasaan kedaulatan selalu versus kekuasaan. Bagian kecil dari kekuasaan itu namanya oligarki. Jadi, point itu ingin kita pastikan hari ini. Di depan kita disodorkan nama-nama Calon Presiden. Namun, kata Rocky, nama-nama itu dihasilkan oleh siapa? Oleh kedaulatan rakyat, tidak oleh lembaga survei? Betul oleh lembaga survei yang dibiayai oligarki itu intinya, apa itu kedaulatan rakyat? Menurut Rocky, dalam demokrasi, kedaulatan rakyat artinya hak setiap orang untuk berkompetisi dari garis start yang sama. Sekarang ini garis start-nya  dibuat 20%. “Jadi, itu yang menyebabkan kenapa kita tidak lega untuk membiarkan politik itu diasuh oleh mereka yang ada di daftar itu sekarang,” tegas Rocky. “Kalau saya tanya misalnya, Anies Baswedan disukai oleh rakyat Solo, ok! Dia melalui apa Anies Baswedan akan maju sebagai Calon Presiden, Partai mana yang sekarang disebut PDIP, Ok boleh saja,” lanjutnya. Tapi pertanyaan berikutnya, PDIP pro 0 persen atau 20 persen? Dengan jalan pikirannya yang sama kita akan tagih pada Prabowo Subianto, hal yang sama akan kita tagih pada Ganjar Pranowo, pada Erick Thohir. Bahkan, “Saya akan pilih, saya akan ajukan mereka untuk dipilih kalau mereka pro kedaulatan rakyat, yaitu 0 persen,” tegas Rocky Gerung. Sekarang yang pro kedaulatan rakyat siapa tokoh-tokoh itu? “Saya ini baru dengar LaNyalla (Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti). Logikanya begitu. Jadi jangan kita dimanipulasi pikirannya seolah-olah Anies itu kan disetujui rakyat. Karena itu mari kita calonkan Anies,” lanjutnya. Siapa yang akan mencalonkan, Nasdem? “Nasdem pro 0 persen atau gak? Jadi, Anies juga akan ditipu oligarki karena kita tidak pernah awasi proses politik. Itu pentingnya kita awasi proses politik. Jadi itulah dasar awal kita berkumpul di sini upaya kita untuk memulihkan kedaulatan rakyat itu bisa kita mulai dari Solo,” tegas Rocky. Menurutnya, kita pernah memulai politik dari Solo. Dan, kita bisa akhiri juga dari Solo. Dulu itu kita mulai politik dari Solo dan kita bisa akhiri juga dari Solo. “Kita pernah mengirim orang dari Solo, dan kita bisa paksa dia pulang ke Solo. Itu jalan pikiran akal sehatnya begitu,” tambahnya. Indonesia bubar bukan karena perbuatan para pengkhianatnya, tapi karena mereka yang diam saja menyaksikannya. Apakah itu kata Panglima Besar Jenderal Sudirman? “Bukannya saya gak pernah baca tentang hal itu. Pasti dari panglima besar Robinhood Bodrex. Tapi orang akan kritik kok palsu oi, kita tafsirkan bahwa Jenderal Sudirman akan setuju perkataan itu. Gak mungkin kalau Jenderal Sudirman abai dengan pengkhianatan. Saya tahu ini akan diolok-olok nanti nih, plagiat-plagiat. Bukan soal plagiat, kita punya imajinasi bahwa kita bisa panggil para pendiri bangsa ini untuk menyetujui pikiran hari ini,” ujarnya. “Kan itu dasarnya Anda boleh taruh apa saja, dan pasti akan disetujui oleh Muh Hatta. Pasti setuju kita bisa ganti-ganti wajah Sudirman, Hatta, Syahrir, Nafsir karena mereka tersiksa di alam baqa sana karena bangsa ini diporak- poranda oleh oligarki,” tegas Rocky Gerung. “Padamu pahlawan kami mengadu tapi aduan ini bisa ditolak oleh Mahkamah Konstitusi, itu kurang ajar namanya. Apa yang akan kita lakukan sekarang ini kita akan pastikan bahwa kalau 20 persen sebagai peralatan pertama untuk membersihkan politik adalah 0 persen,” lanjutnya. Kalau itu ditolak, kata Rocky, kita semua akan menjadi anggota P3, Partai People Power. Itu dasar berpikirnya. Jadi teman-temab kita pastikan bahwa kehendak untuk mendongkel perubahan harus dimulai dengan mendongkel batasan-batasan yang dibuat oleh elit, yaitu 20 persen. “Baru kita uji pemimpin-pemimpin yang mampu untuk membaca kerutan rakyat. Itu syarat konstituonal pertama adalah 0 persen-kan dulu, nihilkan dulu. Syarat kedua, kita uji calon-calon presiden ini, ujiannya apa, bukan elektabilitas. Itu mainan oligarki. Kita uji pertama dengan prinsip etikabilitas, erikabilìty, dia harus jujur, tidak pernah bohong. Etika yang diajarkan oleh Islam adalah etika itu,” tegas Rocky. Rocky tadi menerangkan kondisi politik terakhir dari bangsa ini ada kondisi ekonomi, ada kondisi global politik. Jadi harusnya kita gembira hari ini karena kita paham asal-usul dari kekacauan kita adalah desain pemilu yang memang dihalangi untuk diwakili oleh kedaulatan rakyat. “Tadi saya terangkan kalau hambatan itu sudah selesai baru kita bisa undang orang untuk berkampanye. Dan, kampanye politik itu bukanlah di panggung-panggun, tapi di forum politik semacam ini supaya kita bisa uji pikiran-pikiran calon pemimpin kita,” terang Rocky. Jadi, lanjutnya, kita biasakan untuk menguji orang di dalam forum yang ada argumentasinya. Bukan sekedar mengguyur orang itu. Itu nanti argumentasi berikutnya. Kalau itu sudah tersedia forum akademis, baru kita mulai kasih pertanyaan pada calon Presiden apakah Anda complai? Apakah Anda lulus etikabilitas? “Ok kasih check point. Apakah Anda ĺulus intelektualitas? Ok, kasih check point. Baru kita uji elektabilitasnya. Begitu jalan pikirannya. Jadi, silakan bikin sendiri parameter lokalnya, apakah seorang calon lokal etikabilitinya itu complai atau negatif buat bikin itu gampang,” ungkap Rocky. Ia menyebut, Boyamin Saiman (Koordinator MAKI) punya daftar mereka yang tidak punya etika politik. Mereka yang kekurangan intelektualitas itu, KHNI punya daftar itu. Jadi, sekali lagi bagian itu yang hendak kita selenggarakan. Yang terakhir baru bicara tentang kemungkinan itu tidak bisa dipenuhi oleh calon siapapun karena tetap 20 persen, dihalangi untuk diucapkan. Kalau itu terjadi, kata Rocky, kita akan sama-sama mengadakan gerakan yang bernama LBP, Liga Boikot Pemilu. Mesti begitu, jadi LBP, bukan Luhut Binsar Pandjaitan. LBP itu artinya Liga Boikot Pemilu. “Itu konstituonal karena dasarnya adalah pemilu menghalangi rakyat berpartisipasi pemilu. Artinya itu adalah partisipasi rakyat. Saya mau berpartisipasi, Ok saya minta mulai dari 0,” ujarnya. “Tapi kata pemerintah mulai dari 20 persen. Itu kurang ajar. Jadi persaingan itu harus mulai dari dasar. Saya kira itu point-nya nanti kita pastikan urutan perkilogramnya, tapi dari Solo kita terbitkan matahari perunahan, dan tidak akan pernah tenggelam sebelum terjadi perubahan politik,” tegas Rocky. Selain Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, dalam Dialog Nasional itu hadir Deklarator dan Pendiri Mega Bintang Mudrick Setiawan M. Sangidu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Ustad Alfian Tanjung, Kolonel Purn Sugeng Waras, Boyamin Saiman, dan lainnya. (mth/sws)

Aspirasi Masa Jabatan Kades Diteruskan ke Kemendagri

Makassar, FNN - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar di hadapan para kepala desa di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, menyampaikan bahwa aspirasi mereka terkait masa jabatan sudah diteruskan ke Kementerian Dalam Negeri.\"Aspirasi para kepala desa mengenai masa jabatan sudah saya teruskan ke Kemendagri. 18 tahun masa jabatan kalau boleh bukan dibagi tiga tapi dibagi dua (periode) saja,\" ujarnya di Gowa, Senin.Ia mengatakan jabatan kepala desa yang sebelumnya hanya enam tahun bisa diduduki oleh kepala desa maksimal tiga periode dengan jumlah masa jabatan 18 tahun.Namun, ia mengaku jika aspirasi para kepala desa itu cukup dua periode tetapi masa jabatannya sama, yakni selama 18 tahun atau dalam satu periode bisa dijabat selama sembilan tahun.\"Yang berkembang di kalangan para kepala desa bagaimana 18 tahun ini dibagi dua saja, yakni sembilan tahun. Bahasan yang mendasari adalah permasalahan yang terjadi di masyarakat tidak bisa menyelesaikan perbedaan pilihan kalau hanya enam tahun,\" katanya.Menurut dia, salah satu pertimbangan yang diambil adalah meredam dan meminimalisir konflik horizontal yang ditimbulkan dari pemilihan kepala desa (pilkades).Kemendagri sendiri, kata dia, sudah memberikan perhatian serius mengenai aspirasi para kepala desa tersebut dan segera akan melakukan pembahasan lebih lanjut. \"Sudah ada tanggapan dari Kemendagri dan ini akan dibahas lebih lanjut,\" terangnya.Selain itu, keputusan yang diambil Kemendagri mengenai permasalahan kepala desa sudah diputuskan, yakni terkait pelaksana tugas (Plt) kepala desa yang tidak boleh lebih dari enam bulan.\"Kemendagri sudah memberikan solusi tidak ada Plt boleh lebih dari enam bulan karena kalau lebih, maka akan dilaksanakan pilkades tetapi yang memilih adalah perwakilan,\" ucapnya. (Ida/ANTARA)

Kekuasaan Luhut Sampai di Puncak Borobudur

MENTERI Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mulai merambah dan menapaki Candi Borobudur yang terletak di Magelang, Jawa Tengah. Bagaimana pendapat akademisi dan pengamat politik Rocky Gerung? Wartawan senior FNN Hersubeno Arief mewawancarai Rocky Gerung melalui kanal Rocky Gerung Official, Senin (6/6/-2022). Berikut petikannya. Heboh Pak Luhut lewat Instagramnya mengumumkan bahwa tiket masuk ke Borobudur akan dinaikkan menjadi 750.000 rupiah dan untuk turis asing itu sampai 100 US Dollar. Jadi heboh karena orang bingung kenapa Pak Luhut yang mengumumkan. Bukannya Borobudur ini bukan BUMN, tapi pariwisata ini di bawah Sandiaga Uno selaku Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Makanya banyak yang lapor ke Pak Sandi, jatah Bapak diserobot sama Pak Luhut. Ya sebagai Perdana Menteri, beliau menentukan semua hal. Sebagai tokoh yang sudah dianggap menguasai semua soal sehingga kekuasaan beliau sekarang sampai ke puncak Borobudur. Jadi hal yang betul-betul mencengangkan, tapi kita tahu bahwa Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) memang hanya percaya pada Pak Luhut. Jadi anggap saja sebagai Perdana Menteri semua hal harus sepengetahuan dan bahkan seizin Pak Luhut. Dan netizen tidak perlu kaget karena nanti akan ada jabatan baru lagi. Mungkin Pak Luhut nanti akan dapat jabatan karena sudah sampai di puncak Borobudur. Nanti juga akan dapat jabatan mengkoordinir penyelaman untuk menemukan benda-benda purbakala. Itu juga berhubungan dengan maritim. Jadi, sewaktu-waktu kas negara kosong (bukan kosong sebetulnya) tetapi Sri Mulyani pelit saja). Dia baru dapat duit banyak dari ekspor komoditas tapi nggak mau dipakai karena akan dipakai nanti buat pencitraan dan Pemilu 2024. Karena itu, semua sektor harus dimoneterisasi. Sekarang Borobudur. Dan, sebentar lagi penyelaman benda-benda purbakala buat nutupin APBN yang seharusnya untuk rakyat. Tapi sebetulnya ada masalah bahwa harga itu kan harga yang terlalu berat untuk turis domestik karena memang lebih banyak turis domestik yang ke Borobudur. Jadi kalau alasannya itu untuk menjaga konservasi, ya semua orang juga ingin agar punya pengetahuan tentang Borobudur. Jadi, orang yang ingin tahu kalau dia mahasiswa atau orang biasa ingin tahu ke Borobudur tetap dikasih tarif 750.000 kan? Jadi tetap itu berat sekali. Nah Pak Luhut menganggap bahwa yang naik ke atas itu cuma yang ingin mengerti Borobudur karena itu orang asing. Orang Indonesia juga mau jalan ke situ. Apalagi kalau dibilang tarif dasarnya 750 ribu, lo orang ke Borobudur itu untuk tiba di stupa terakhir bukan sekadar mondar-mandir cari kuliner di Borobudur. Jadi itu. Tapi kita nggak perlu persoalkan karena itu keputusan Perdana Menteri. Ya, kalau itu clear hanya soal konservasi dan sebagainya, kita sepakat karena bagaimanapun itu salah satu situs warisan dan salah satu keajaiban dunia, kita mesti jaga dengan benar. Tapi kan yang kita soroti peran tadi. Tapi kalau lihat aktivitas Menteri BUMN, wajar kalau Pak Luhut kemudian ambil alih tugas itu, karena saya lihat di status medsosnya Pak Erick Thohir sekarang sibuk menghadiri silaturahmi akbar PAN. Saya kira pasti ini urusannya bukan soal ekonomi ini tapi ini soal Pilpres 2024. Ya itu Erick Thohir masih dalam jabatan yang digaji negara untuk membenahi BUMN, dia sibuk mondar-mandir nyari posisi di partai-partai. Jadi, kita bisa mengerti karena kemarin Erick Thohir sebetulnya pamornya sudah dijatuhkan Pak Jokowi karena soal Formula E dan Anies Baswedan yang berkibar lagi, maka pasti Pak Erick mau cari jalan supaya dia naik lagi sebagai figur. Jadi, persaingan Erick dan Anies sudah terbaca publik. Dan kita tahu bahwa Formula ini kan sesuatu yang berhasil dipamerkan oleh Anies dan diakui oleh Internasional karena justru Erick Thohir tidak mau membantu. Jadi kalau Erick Thohir masih mondar-mandir nyari perahu, yaitu Pak Jokowi senang juga. Ya biarin saja duitnya habis untuk mondar-mandir tapi di ujungnya toh dia akan dibatalkan karena pasti Jokowi menganggap bahwa Erick Thohir bukan figur yang bisa setara dengan dia, dalam arti popularitas. Jadi percuma juga. Tapi, okelah biarin saja dia lakukan itu, tetap orang ingin lihat bagaimana politik kita diasuh melalui prinsip dasar yaitu nol persen. Saya membaca berita itu, dia bertemu dengan PAN lalu diminta sinyal supaya menyumbang juga pada KIB dan Koalisi Indonesia Berantakan. Tapi begitulah keadaan kita hari ini, seolah nggak tertahankan ambisi-ambisi itu. Tapi pasti dia akan dibatalkan oleh kesulitan ekonomi ke depan. Itu keyakinan analisis kita. Jadi kelihatannya justru yang nggak sibuk kasak-kusuk itu Pak LBP ya, fokus pada pekerjaannya. Karena Pak LBP nggak perlu nyapres. Tapi kan realitasnya Pak Luhut juga yang berkuasa. Iya Pak Luhut itu ngatur 2 agenda, agenda ekonomi dan agenda politik. Kan kemarin ketemu di Silatnas Golkar yang di tuan rumahi oleh Golkar. Lalu, sekarang PAN lakukan hal yang sama, mirip-mirip begitu. Itu pasti semua sepengetahuan Pak Luhut-lah. Kira-kira begitu. Semua ini kan komorbid yang faksinya hanya bisa melapor ke Pak Luhut. Nanti Pak Luhut yang kasih presiden, mana yang kita amputasi, mana yang kita kasih vaksin ketiga. Kira-kira begitu politik kita. Gampang bacanya. Tapi, yang tidak tercegah adalah keinginan rakyat untuk memulai gerakan yang disebut 20% atau nggak. Jadi kalau Erick Thohir mondar-mandir tapi tetap pro 20 persen itu percuma. Kemaren saya di Solo kita bahas kelakuan para politisi, dan lalu kita sepakat untuk minimal saya yang sepakat sebetulnya, kalau para kandidat ini, Erick, Anies, atau siapapun tidak setuju 0%, itu artinya mereka ini ingin bermain curang. Kan ini semua cari tiket 20 persen kan? Dia cari tiket di NasDem, di Golkar. Jadi gerakan cari tiket 20% ini jangan mengelabui demokrasi karena rakyat tidak menghendaki 20%. Jadi kalau mereka masih ngotot, kita bikin gerakan LBP, Liga Boikot Pemilu. Kelihatannya LBP masuk ke mana-mana ya? Bahkan, masuk oposisi dong kalau begitu? Iya karena kita akan pakai lembaga baru itu, Liga Boikot Pemilu, disingkat LBP. Kembali fenomena Pak Luhut yang menunjukkan betapa beliau luar biasa berkuasa, lepas apakah itu nanti terjadi atau tidak tapi kan Pak Luhut sudah menunjukkan intensi akan menangani juga masalah Candi Borobudur, selain minyak goreng. Ini menunjukkan betapa Pak Luhut memang masuk ke mana-mana, minyak goreng, parpol, kemudian sekarang Borobudur, soal penggalihan harta karun. Bagaimana kita memahami fenomena orang seperti Pak Luhut dalam negara demokrasi seperti Indonesia ini? Tentu prinsip pertama adalah tupoksi. Melanggar tupoksi itu artinya yang kita sebut meritocracy, profesionalisme, memang tidak ada dalam kabinet Jokowi. Kan percuma ada pembagian kerja kalau akhirnya semua diambil alih. Tetapi yang lebih konyol lagi, yang fungsinya diambil alih diam-diam doang kan. Jadi mustinya dia yang malu dia mengundurkan diri saja. Oke, tugas saya sudah diambil Pak Luhut. Soal pariwisata mustinya Pak Sandi bilang, terima kasih karena saya tidak lagi dianggap, maka saya akan mengundurkan diri. Itu teguran pada Sandi, Lutfi (Muhammad Lutfi, Menteri Perdagangan), Airlangga (Menko Ekonomi Airlangga Hartarto). Ini semua itu sebetulnya cara Pak Jokowi untuk mempermalukan menteri-menterinya. Tentu, Pak Luhut tidak mungkin melakukan itu kalau nggak dibisiki secara telepati oleh Pak Jokowi. Jadi mungkin Pak Luhut punya Rara telepati bahwa kalau saya ambil alih ini pasti Pak Jokowi nggak akan larang. Itu artinya, Pak Luhut bilang Pak Jokowi silakan pecat mereka yang nggak mampu karena saya sudah ambil alih. Percuma kita ini bayar menteri-menteri yang secara teknis tidak melakukan tupoksinya. Itu juga melanggar tata tertib anggaran. Demikian juga Pak Luhut, kita cuma bayar satu kali sebagai Menko saja, dia ambil alih aktivis yang lain. Maka kita anggap tidak efisien dong. Kan pembagian tugas itu artinya satu fungsi dilakukan oleh satu institusi. Nah sekarang kalau fungsi itu berlebih, Pak Luhut jadi nggak efisien. Seolah Pak Luhut bilang, saya bisa lakukan sendiri. Hasilnya pasti akan merosot kalau dilakukan dengan cara yang berlebihan. Pak Luhut mungkin sewaktu-waktu akan masuk pada The Law of Diminishing Returns, sementara menteri-menteri yang lain bengong doang. Mereka yang bengong digaji, harusnya mundur. Jadi kontras itu sebetulnya yang sedang dirpertontonkan oleh Istana. Nah, di ujungnya terlihat bahwa memang orkestrasi Jokowi nggak berjalan. Masa ada orkestrasi, tapi yang kedengaran cuma biolanya doang. (mth/sws)

Wacana "People Power" Menyeruak, LaNyalla: Itu Hak Kedaulatan Rakyat

Solo, FNN - Wacana mengenai people power muncul dalam Dialog Nasional Peringatan 25 Tahun Mega-Bintang bertema Kedaulatan Rakyat versus Oligarki dan KKN, di Solo, Jawa Tengah, Ahad (5/6/2022). Wacana people power muncul jika Mahkamah Konstitusi akhirnya menolak penghapusan Presidential Threshold 20 persen atau tidak mencabut Pasal 222 di dalam UU Pemilu yang ditengarai sebagai pintu masuk Oligarki Ekonomi menyandera kekuasaan. Dikatakan LaNyalla, dirinya sebagai pejabat negara harus menjalankan Konstitusi, yaitu menjaga siklus Pemilu 5 tahunan. Karena itu dirinya akan mengamankan pemerintahan Joko Widodo sampai 2024. Ditambahkan LaNyalla, saat dilantik, dirinya disumpah atas nama Tuhan untuk menjalankan amanat Konstitusi dan berpihak kepada kepentingan rakyat. Tetapi sebagai manusia, dirinya dibekali akal dan pikiran serta hati oleh Tuhan, untuk digunakan. “Makanya saya selalu padukan, akal, pikir dan dzikir. Sehingga kita harus adil sejak dalam pikiran. Jernih dari hati dan berani mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah,” imbuhnya. Oleh karena itu, DPD RI menggugat Pasal 222 di UU Pemilu yang menciderai Konstitusi ke MK. Tetapi, kalau MK menolak, kemudian rakyat ingin people power, dirinya tidak berhak menghalangi. “Konstitusi sebenarnya memberi ruang untuk pemberhentian pimpinan nasional. Ada jalurnya. Sampaikan ke DPR dan MPR, nanti MPR ke MK, itu tahapannya. Di luar itu ada ekstra konstitusi. Itu hak rakyat, apabila rakyat sebagai pemilik kedaulatan menghendaki. Saya tidak berhak menolak. Tetapi saya juga tidak mendorong-dorong. Silakan saja bapak ibu dan saudara, dan pastikan bahwa rakyat yang menang. Untuk itu tunggu komando Pak Rocky Gerung,” timpal LaNyalla. Mendengar timpalan LaNyalla, Rocky pun langsung menyambar mikrophone, dia bertanya ke peserta, kita memilih padam atau menyala. “Karena nama saya tadi langsung disebut oleh Pak LaNyalla, tunggu komando, maka ada waktunya kita pilih, menyala atau padam,” tukasnya disambut teriakan menyala oleh peserta dialog. Sementara Lieus Sungkharisma, narasumber dialog lainnya mengatakan kedaulatan rakyat sudah kalah oleh oligarki. Ketidakadilan di berbagai bidang kehidupan di negara ini yang membuat rakyat muak dengan kepemimpinan saat ini. “Sekarang rakyat sudah berani untuk bersuara. Jangan anggap mereka diam karena takut. Rakyat diam karena sedang menunggu siapa yang muncul untuk memimpin people power,” katanya. Narasumber lainnya, Ketua Presidium FUI DIY, Syukri Fadholi, berharap kekuatan antara poros Islam dan Nasionalis bersatu untuk selamatkan bangsa dari kerusakan yang terjadi. Selamatkan bangsa dari penyimpangan cita-cita proklamasi. “Perlu ada persatuan antara nasionalis dan religius untuk hancurkan oligarki yang berkuasa saat ini. Sehingga membawa gerakan ke bawah bahwa bukan hanya umat Islam yang tertindas tapi juga kaum marhaen tertindas oligarki,” ujar dia. Sementara Sekjen Syarikat Islam, Ferry Juliantono, menjelaskan oligarki harus dihentikan. Demokrasi bangsa harus diubah total dengan kekuatan rakyat yang bersatu melawan kedzaliman oligarki. “Pilpres 2024 tidak menjamin terjadinya perubahan signifikan. Makanya semua kekuatan rakyat harus bersatu. Ketua DPD RI, aktivis dan civil society harus berkolaborasi. Karena apa, kekuatan  oligarki adalah kekuatan modal. Dan itu hanya bisa dilawan dengan kekuatan massa,” paparnya. Dalam dialog, Ketua DPD RI hadir didampingi Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin dan Togar M Nero. Selain itu, hadir Deklarator dan Pendiri Mega Bintang Mudrick Setiawan M. Sangidu dan pengamat politik Rocky Gerung, hadir juga Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Ustad Alfian Tanjung, Kol (Purn) Sugeng Waras, Boyamin Saiman dan lainnya.(mth/*)

Manuver Partai Non-KIB

Oleh Ridwan Saidi - Budayawan  Dari 6 partai-partai non KIB, Koalisi Indonesia  Bersatu: PDIP Grindra Nasdem Demokrat PKB dan PKS, PDIP yang tampak tenang. Ketua   PDIP bergerak tanpa bola karena sepertinya paham bola akan bergulir ke mana. Ketika bola di kaki Megawati pasti disepak ke arah gawang lawan dan bola masuk berikut kipernya.  Diamnya PKS dan PKB tak sama dengan diamnya PDIP, kedua partai Islam senyap saja, apa karena diam itu emas, atau belum tune in dengan perkembangan situasi. Ikhtiar?  Tentu kedua partai itu ikhtiar, mungkin tak hendak banyak cakap khawatir dianggap riya. Syukurlah. Ketua Nasdem banyak bergerak. Bertemu dengan Ketua  Gerindra sudah. Prabowo Menhan, pada Idul Fitri 1443 H bertemu Presiden Jokowi. Juga bertemu dengan Ketua PDIP Megawati. Sepertinya Prabowo mau ambil kesimpulan ketika berkata, Capres harus berpengalaman, tak harus saya. Tampaknya pertemuan Ketua Nasdem dan Letjen Purn. Prabowo  Subianto penuh dengan konten teka-teki.  Pada 5/6/2022 Ketua Nasdem ditemui Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Letjen Purn. Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam realese Partai Demokrat dijelaskan sifat pertemuan yang 3 jam itu hanya kekeluargaan saja. Sepertinya teka+teki juga yang didulang Ketua Nasdem. Justru dengan teka-teki itu Ketua Nasdem dapat ambil kesimpulan sendiri gerangan apa yang akan terjadi pada minggu-minggu ke depan. Apa sesungguhnya yang terjadi tetap tanda tanya karena pejabat pemerintah pun diam semua. Tahun 1965 dalam suasana tegang tak menentu Anwar Sanusi yang anggota CC PKI sempat berkata, ibu Pertiwi sedang hamil tua. Kalau disimak kesibukan orang-orang non-partai bercapres ria, sepertinya politik  lancar-lancar saja. Tetapi rangkaian pernyataan Menko Mahfud MD soal politik, juga pernyataan Menkeu Mulyani soal krisis yang gawat di sektor finec, bukan hal sederhana. Kalau tidak ada berada tak \'kan tempua bersarang rendah.y Suasana prolog perubahan memang seperti sekarang ini. Sungguh tak mengenakkan bagi partai-partai, mereka laksana digoreng tak pakai minyak. Migor mahal lho, susah lagi. (RSaidi)

Anwar Usman dan MK yang Layak Dibubarkan

Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan MAHKAMAH Konstitusi (MK) itu wadahnya jelas ada karena aturan Konstitusi, tetapi personalnya jika menggunakan bahasa halus, patut untuk ditinjau kembali atau \'to the point\' nya dibubarkan. Sulit untuk dipercaya harus ganti dengan komposisi baru.  Sejak mengadili kasus Pilpres 2019 pekerjaan MK dinilai tidak memuaskan. Statemen Anwar Usman Ketua MK yang hanya takut kepada Allah patut dibaca takut pada kekuasaan. Presiden sebagai Capres saat itu tidak berhenti dari jabatan. Kekuasaan tetap dikendalikan. Putusan MK soal dana pandemi atas Judicial Review pasal 27 UU No 2 tahun 2020 bukan membatalkan tetapi memberi ruang waktu hingga akhir tahun ke 2 sejak diundangkan. Jika bertentangan dengan UUD 1945 ya semestinya dibatalkan. Frasa \"itikad baik sesuai peraturan perundang-undangan\" itu bias atau sangat interpretatif.  Demikian juga dengan putusan soal omnibus law UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, MK memberi waktu perbaikan 2 tahun atas aturan yang dinyatakan inkonstitusional. Lucu juga aturan inkonstitusional kok nunggu 2 tahun untuk batalnya. Disuruh perbaikan lagi.  MK sebenarnya melihat aturan-aturan itu salah dan bertentangan dengan Konstitusi. Tetapi ada nuansa \"kebaikan hati\" untuk menolong Pemerintah. Disinilah publik menilai bahwa MK itu bermain.  Sukses MK menjadi mitra kekuasaan menyebabkan ada balas \"kebaikan hati\" Pemerintah bersama DPR yang menetapkan UU No 7 tahun 2020 yang memperpanjang masa jabatan Hakim MK dari 5 tahun hingga 15 tahun. Lalu usia pensiun pun diubah menjadi 70 tahun. Adakah untuk kepentingan Pemilu khususnya Pilpres 2024  ? Terlalu.  MK itu bagian dari rezim yang dibuktikan dengan penolakan gugatan JR tentang Presidential Threshold 20 %. Bukan satu dua gugatan yang ditolak, belasan gugatan tidak dikabulkan. Dan hingga kini gugatan demi gugatan masih terus dilakukan meski MK tetap ngotot untuk memproteksi. PT 20 % adalah politik licik rezim yang nyata-nyata anti demokrasi.  UU kepentingan rezim sulit digoyahkan. UU IKN pun kini digugat, namun sudah dapat diduga, MK yang diketuai Anwar Usman ini akan menolak gugatan pula. Dengan berbagai alasan tentunya.  Publik khawatir akan semakin kuatnya cengkeraman kekuasaan atas MK apalagi kini Ketua MK Anwar Usman telah resmi menjadi adik ipar dari Presiden. Anwar berkilah akan tetap profesional, tapi siapa percaya ? Dulu saat teriak hanya takut pada Allah saja, aroma kecurangan juga sangat terasa. Padahal waktu itu Anwar membawa QS An Nisa dan Al Maidah, segala.  Soal kawin dengan Idayanti adik Jokowi, publik  harus dibuat percaya bahwa awalnya ia, Anwar Usman, katanya tidak tahu bahwa istrinya itu adalah adik Jokowi. 6 bulan lho dari kenal hingga melamar. Ada ada saja. Tapi sudahlah, hanya setelah tahu, secara etika Anwar Usman semestinya mundur dari jabatan Hakim MK. Dipastikan ada konflik kepentingan disana.  Ketua DPD LaNyalla Mattalitti berteriak keras jika MK dimasuki kepentingan ekonomi dalam urusan PT 20 % maka MK layak dibubarkan ! Nah, memang MK layak dibubarkan, rakyat semakin sulit untuk mempercayai independensinya. Apalagi jika harus \"mengadili\" Presiden berdasar UUD 1945 Pasal 7A.  Jangan-jangan rakyat akan berseloroh untuk memelesetkan Hakim MK dari Hakim Mahkamah Konstitusi manjadi Hakim Memelintir Konstitusi.  Demi kepentingan rezim hingga habis masa jabatan 5 tahun eh 15 tahun dan pensiun 70 tahun.  Luar biasa kejahatan politik melalui hukum di negeri wakanda !  Bandung, 7 Juni 2022

Oligarki Merampas Kedaulatan Rakyat

Oligarki Ekonomi inilah yang membiayai semua proses itu, dari biaya yang harus dikeluarkan untuk membangun koalisi partai, kampanye, dan biaya dalam proses pemenangan Pilpres lainnya. Oleh: Tamsil Linrung, Ketua Kelompok/Ketua Fraksi DPD di MPR RI SEMUANYA bersifat responsif. Tiada gagasan cemerlang, tiada solusi matang. Begitulah negara ini dikelola. Permasalahan demi permalahan yang muncul ditangani secara tambal sulam. Yang penting terlihat bekerja, agar semboyan “kerja, kerja, kerja” bisa tetap mengudara. Dan, negara semakin rapuh. Rakyat terbelah, kesenjangan menganga lebar. Ini menjadi lahan subur bagi mekarnya oligarki. Betul kata Jefrey A. Winters, ketidaksetaraan material yang ekstrem akan menghasilkan ketidaksetaraan politik yang ekstrem pula. Kita menghadapi ketidaksetaraan ekstrem itu. Satu persen orang kaya di Indonesia telah menguasai 50 persen aset nasional. Sementara itu, Lembaga Oxfam menyatakan, total kekayaan empat milyader terkaya di Indonesia setara dengan total kekayaan 100 juta penduduk miskin Indonesia, atau 40 persen penduduk miskin. Di sisi lain, pemerintah sering membanggakan pembangunan infrastruktur. Padahal duit untuk pembangunan sebagian berasal dari hutang, yang bakal menyandera generasi bangsa hingga lamanya berpuluh-puluh tahun ke depan. Pemerintah sering membanggakan petumbuhan ekonomi. Padahal riset bank dunia mengatakan pertumbuhan tersebut memberi manfaat hanya kepada 20 persen orang paling kaya di Indonesia saja. Semakin jomplang distribusi kekayaan material, semakin besar pengaruh orang tajir dalam motif dan tujuan politiknya. Dan karenanya, semakin ulet pula mereka mencari koneksi di kekuasaan. Kelompok yang terkoneksi itu sering disebut oligarki, yakni kelompok orang kaya yang memiliki pengaruh terhadap kekuasaan. Di media sosial, netizen seringkali menyebut secara sinis Joko Widodo sebagai boneka. Sepertinya sebutan ini dikaitkan dengan kecurigaan adanya peran oligarki dalam pemerintahannya. Bahkan, perjalanan politik Jokowi dari Solo hingga ke Istana Negara, dicurigai lekat dengan peran oligarki. Oleh Winters, misalnya, kesuksesan Jokowi bertarung di DKI dulu itu disebut-sebut dimungkinkan oleh gerakan oligarki di mana kekuasaan kaum berduit menempatkan Jokowi di hadapan para pemilih. Meski Jokowi memang telah mendapat dukungan dari akar rumput, tapi Winters menilai pertarungannya dalam Pilkada DKI saat itu bukan karena inisiatif atau gerakan politik akar rumput. Jokowi adalah produk oligarki, begitu kata Direktur Buffet Institute of Global Affairs dalam riset berjudul “Oligarchy and Democracy in Indonesia” (2013). Boleh jadi, hubungan mesra dengan oligarki tersebut tidak terputus hingga pemilihan presiden yang telah dua periode menempatkan Jokowi di atas singgasana RI 1. Itu pula sebabnya, tidak sedikit yang menduga isu penundaan pemilu, atau perpanjangan masa jabatan presiden, atau presiden tiga periode lagi-lagi dicurigai sebagai keinginan oligarki. Oligarki menemukan habitat paling nyaman berkembang biak di era Jokowi. Selama 10 tahun tak cukup, maka disoronglah isu itu. Politisi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu salah seorang yang berpendapat demikian. Lebih pedas lagi, Ekonom Senior Rizal Ramli mengatakan bahwa masa keemasan oligarki terjadi di era Jokowi. Oligarki telah menjadi bagian dari kekuasaan. Mereka bisa mengatur undang-undang dan kebijakan. Langkah Nyata DPD RI Pernyataan yang sama juga diungkap Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI LaNyalla Mattalitti. Menurutya, oligarki telah menyandera kekuasaan sehingga menjadi musuh bersama kita semua. Oligarki dalam pandangan LaNyalla semakin rakus menumpuk kekayaan dan menyimpan kekayaannya di luar negeri. Oligarki ekonomi telah menyatu dengan oligarki politik. Memberikan ruang kepada mereka tumbuh dan bersimbiosis dengan kekuasaan, sama saja dengan menghancurkan bangsa ini. Semakin oligarki berkembang, semakin pendek umur Indonesia. Sayangnya, oligarki bahkan telah mengakar ke sendi utama pelaksanaan kedaulatan rakyat, yakni Pemilihan Umum. Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memaksa Partai Politik untuk berkoalisi dalam mengusung pasangan Capres dan Cawapres. Kita sudah mengenalnya dengan presidential threshold, ambang batas bagi partai politik yang mengusung calon presiden dan calon wakil presiden. Secara kelembagaan, DPD RI telah mengajukan gugatan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 222 UU Pemilu. Bagi DPD RI, Pasal tentang ambang batas pencalonan Presiden ini adalah pasal penyumbang terbesar ketidakadilan dan kemiskinan struktural di Indonesia. Melalui pasal ini Oligarki Ekonomi mengatur permainan untuk menentukan pimpinan nasional bangsa ini. Situasi tersebut menjadi pintu masuk bagi Oligarki Ekonomi dan Oligarki Politik untuk mengatur dan mendesain pemimpin nasional yang akan mereka ajukan ke rakyat melalui Demokrasi Prosedural yang disebut sebagai Pilpres. Oligarki Ekonomi inilah yang membiayai semua proses itu, dari biaya yang harus dikeluarkan untuk membangun koalisi partai, kampanye, dan biaya dalam proses pemenangan Pilpres lainnya. Tidak heran, pasal 222 UU Pemilu telah berkali-kali digugat ke Mahkamah Konstitusi. Namun, MK bergeming. Terakhir, penolakan MK karena pemohon tidak memiliki legal standing. Menurut MK, yang berhak mengajukan gugatan tersebut adalah partai politik, sebagai pihak yang disebut-sebut dalam pasal 222. Kini, DPD RI telah mengajukan gugatan judicial review atas pasal yang sama. Seharusnya tidak ada alasan lagi bagi MK untuk menolak. Ketua DPD RI secara terbuka menyatakan, bila MK nanti menolak gugatan DPD RI, maka MK telah dengan sengaja memberi ruang kepada Oligarki Ekonomi untuk menyandera dan mengendalikan negara ini. Dan, sepantasnyalah kalau MK dibubarkan saja. Kita wajib mengawal perjalanan tuntutan DPD dan PBB di MK. Konsolidasi elemen Civil Society mutlak diperlukan guna mengakhiri rezim Oligarki Ekonomi sekaligus memastikan kedaulatan tetap di tangan rakyat. (*) 

Apa yang Dimulai dari Solo, Akan Diakhiri di Solo

DALAM kanal Rocky Gerung Official, Ahad (5/6/2022), wartawan senior FNN Hersubeno Arief sempat membahas soal Formula E, tetapi Formula E dari sisi olahraga sudah selesai. Alhamdulillah sukses, walaupun tanpa pawang tidak ada hujan. Ini juga tetap menarik, hal-hal yang irasional ternyata sebetulnya bisa kita kesampingkan dalam kehidupan kita. Begitu juga dalam politik. Mestinya hal-hal yang irasional seperti itu juga dikesampingkan. Kita masih harus lebih rasional, termasuk dalam soal perkubuan dalam politik antara “Percebongan” dan “Perkadrunan” politik yang irasional. Bagaimana pandangan akademisi dan pengamat politik Rocky Gerung seputar politik irasional maupun rasional? Ikuti wawancara Hersubeno dengan Rocky Gerung. Politik irasional dan politik rasional, bisa Anda jelaskan? Iya, tema irasionalitas itu muncul karena kita nggak bisa kalkulasi politik di dalam fasilitas yang rasional. Dan, tukar-tambah politik itu selalu sifatnya irasional. Yang rasional itu 0% selalu supaya lengkap. Jadi kalau balik, akhirnya setelah racing mobil listrik itu sekarang ada racing politik di area yang sama. Yang lebih dominan adalah meme dan gimick dari orang-orang yang ada di situ. Bahwa Pak Anies membirukan Ancol, akhirnya terlihat senyum sumringah dari Anies dan Puan. Lalu orang bikin kalkulasi di situ. Pak Jokowi akhirnya datang. Yang justru hilang dari peredaran Erick Thohir. Orang anggap ini gara-gara Erick Thohir Pak Jokowi kena getahnya. Coba Erick Thohir dari awal kasih dana untuk itu maka Erick Thohir akan dielu-elukan juga. Jadi, ini sebetulnya yang pinter Pak Jokowi, dia suruh Erick Thohir tahan, Erick Thohir pikir Pak Jokowi pasti nggak datang juga. Eh, Pak Jokowi nongol. Jadi analisis begini yang saya pikir itu tadi, kecerdikan dari Pak Jokowi. Jadi, Erick anggap ya sudahlah nggak dianggap. Jadi, Anda di-prank oleh Pak Jokowi. Begitu yang terjadi dan akhirnya Erick tahu, memang dia tidak mampu atasi Anies di situ. Bagian ini yang menarik kita. Permainannya, game changer-nya adalah Puan dan Anies, tetapi orang tetap lihat bahwa Puan - Anis ini fraksi siapa. Sebagai tontonan lebih menarik foto duet di situ, selfie antara Puan dan Anies. Dan, selfie di situ yang pasti akan merobek-robek fotonya oleh Erick Thohir. Kemaren yang menyedot perhatian orang justru kehadiran Puan, karena ini berkaitan dengan isu bahwa akan dipasangkan. Puan rupanya pulang dari umroh bersama orang kepercayaan JK (Jusuf Kalla), Komjen Purnawirawan Saffrudin, itu langsung nonton ke Formula E. Saya lihat kemarin (Kebetulan saya juga nonton) wajah Puan memang segar. Dia sibuk selfi, sibuk ambil gambar. Dan yang membuat saya terkejut, pagi  ini saya dapet kiriman dari kader muda Partai Golkar, barisan pendukung utama Anies - Puan untuk 2024. Baju putih untuk Indonesia politik bebas hambatan, no politik identitas. Anies - Puan rekonsiliasi nusantara.  Ya, orang bisa duga dengan kuat bahwa KNPG itu adalah wilayah operasi Jusuf Kalla. Jadi memang jaringan itu sudah disiapkan. Dan Pak JK jagolah bikin begitu. Nah, foto itu bikin Erick Thohir manyun lagi. Mereka kecolongan lagi itu. Tapi memang itulah politik, politik yang tanpa pola tadi, politik yang saling menunggu di tikungan. Itu yang bikin kita jadi buruk sebetulnya. Kan nggak ada ucapan apa-apa tiba-tiba langsung Anies - Puan. Tapi, kita juga harus hati-hati, bisa jadi itu juga jebakan buat Anies kan. Anies tetap punya captive market. Captive market dia adalah masyarakat intelektual kota yang memang sinis terhadap profil politik PDIP dari awal. Demikian juga masyarakat muslim yang ingin agar supaya Anies itu menjadi tokoh yang berseberangan dengan agenda yang sekarang. Kan tetap dianggap bahwa PDIP bagaimanapun adalah bagian dari pendukung Jokowi. Jadi, sebetulnya garis air itu yang seharusnya dipertahankan Anies. Kalau nggak, Anies juga bisa kena tipu juga dia. Dielu-elukan di situ untuk digergaji dan akan ada memang mungkin pengaruh Anies balik jadi cebong. Jadi soal beginian yang musti kita hati-hati. Kita ingin agar supaya politik diasuh dengan betul dengan konsep yang jelas. Kita juga perlu tanya ke Anies. Anies pro 20 persen atau tidak? Jadi, jangan nebeng di pantai yang memang tidak ingin 20% itu dihilangkan. Kalau saya bertanya pada Anies, Anda akan dipilih oleh PDIP, Anda dipilih melalui sistem demokrasi yang jernih apa nggak? Apakah PDIP ingin supaya kompetisi itu dimulai dari nol, PDIP bilang nggak, dia mau tetap 20%. Itu artinya Anies masuk juga di dalam perpolitikan yang buruk secara demokratis dan Anies paham itu sebagai intelektual tentu dia akan kita tagih. Nanti dia pergi ke kampus-kampus Anies akan ditanya lo Anies ikut di dalam gerbong yang antidemokrasi? Kenapa? Sebab Anda pro 20 persen karena PDIP tak mau ada kompetisi bebas. Jadi, di situ sebetulnya jebakan batmannya. Jadi saya kira bikin clear dulu ya kalau memang PDIP mau mengusung Anies, tapi dengan syarat deklarasi bahwa dukung 0% juga. Harus jelas dong supaya orang ngerti bahwa PDIP paham demokrasi. Kalau sekadar nunggang pada popularias Anies tanpa nol persen, itu artinya PDIP membohongi publik lagi. Bahwa seolah-olah itu partai demokratis tapi nggak berani kompetisi bebas. Jadi biarkan ada peluang calon lain. Tentu calon lain mungkin anggap oke, mending kita koalisi aja dengan Anies. Toh kita nggak bisa capai 20%. Tetapi setelah 20% itu dibatalkan dan itu harus juga PDIP bersama PAN, PKS, Demokrat, balik lagi ke Mahkamah Konstitusi (MK) minta dinolkan. Minta dinihilkan bahkan threshold. Baru ada kompetisi yang sehat. Baru kita anggap bahwa Anies bermutu, PDIP bermutu. Jadi, mulai dari nol persen. Itu rezim politik, dari start-nya dimulai. Oke sekarang kita baca peta hari ini. Yang tadi kan peta wilayah ideal. Peta faktualnya sudah semakin clear ketika kemarin malam ada pertemuan Koalisi Indonesia Bersatu. Mereka membuat blog baru dan jelas mengusung presiden sendiri. Jadi jelas mereka akan berseberangan dengan Ibu Megawati. Karena itu kemudian ada manuver dari Pak Yusuf Kalla dan tentu saja ini kan namanya gayung bersambut. Pasti nanti juga ada manuver dari PDIP untuk mengusung Anies dengan Puan. Itu petanya. Yang kedua ada peta ideal dan ada peta faktual. Peta idealnya kalau memang bisa bersatu ini sangat bagus kalau idenya soal mengakhiri pembelahan. Tapi peta realitasnya kedua pendukungnya pasti akan saling menolak, baik pendukung Anies maupun Puan. Ya, itu peta faktual yang didesain di bawah meja. Kan kalau faktual mustinya didesain di atas meja biar semua orang clear siapa ingin apa, siapa mau apa, oke transaksinya di atas meja. Kalau di bawah meja kita nggak bahwa mereka ingin kangkangi lagi demokrasi. Kita akan bikin blog sendiri kalau itu. Namanya Koalisi Boikot Pemilu (KBP). Karena ini penting, kita nggak boleh main-main setelah kita tahu perpecahan bangsa dan kita analisis perpecahan bangsa terjadi karena blocking dua head-to-head itu. Jadi demokrasi kita musti kembali kepada garis start yang sama, yaitu 0%. Selama itu nggak ada, tetap kita dorong ini. Ini saya sudah dapat banyak pendukung untuk deklarasi Liga Boikot Pemilu. Bagaimana menurut Anda masa depan dari pemasangan antara Anies dan Puan. Ya itu dua minggu lagi bubar. Kan nggak jujur itu. Itu yang terjadi. Karena kecepatan orang untuk nyari peluang/celah itu tidak kompatibel dengan keadaan di masyarakat yang menganggap bahwa itu permainan yang buruk. Dan Anies bisa dijebak di situ justru. Saya kira Anies mulai paham bahwa itu jebakan. Memang dielu-elukan di situ, memang bisa ditransaksikan di bawah. Tetapi gumpalan politik di luar yaitu masyarakat sipil, muslim politik, buruh, dan mahasiswa, tahu itu adalah permainan buruk. Begitu ekonomi masuk dalam jebakan krisis dunia, itu berantakan semua. Jadi saya tetap melihat di KIB politik Indonesia berantakan. Demikian juga manuver Pak JK. Karena ada bagian dalam diri manusia yang tahu kok dia nggak jujur, kok ini permainan tipu-menipu. Jadi, keadaan itu, moral clarity, sudah dipahami oleh rakyat. Ya elit bisa mulai zig zag, tapi ini ujungnya apa? Orang tetap akan tuntut itu.  Oke, selamat berada di Solo ya, bertemu dengan sejumlah tokoh kritis, dengan Pak Mudrick Setiawan MS, inisiator Mega Bintang.  Iya, ini Mega Bintang mengaktifkan kembali kenangan bahwa Ibu Megawati  pernah bersama-sama dengan kekuatan moslem beroposisi pada Orde Baru. Ini bukan PDIP sekarang, tapi kita mengenang Mega Bintang, yaitu simbol perlawanan rakyat. Kan dulu Mega artinya wong cilik, Bintang artinya ingin keadilan. Jadi dua-duanya satu posisi yang bagus untuk mengingatkan kembali bahwa sekarang wong cilik itu diperas oleh oligarki, sekarang Bintang itu yang disebut sebagai publik Islam, itu terpecah hanya karena soal 20 persen. Kira-kira itu intinya. Jadi kembalikan kekuatan nasionalis dan keadilan versi muslim supaya ada balancing politik. Itu yang akan diperingati nanti. Banyak tokoh yang bicara. Dan itu dimulai dari Solo. Ya, apa yang dihasilkan di Solo bisa dibatalkan di Solo juga. (mth/sws)