ALL CATEGORY

Akademisi Dorong Audit Peraturan Sesuai Nilai Pancasila

Jakarta, FNN - Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Ahmad Tholabi Karlie mendorong audit peraturan perundang-undangan agar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.\"Perlu memastikan setiap produk hukum yang dibentuk oleh pembentuk peraturan perundang-undangan, agar sesuai dengan nilai Pancasila,\" kata Tholabi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah itu menyebutkan dua pola untuk memastikan setiap produk hukum sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.\"Pertama, memastikan nilai Pancasila terkandung dalam setiap norma hukum; dimulai dari perencanaan setiap produk hukum di seluruh jenis peraturan perundang-undangan, baik level Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,\" jelasnya.Langkah tersebut perlu dilakukan secara serius dan sungguh-sungguh oleh pembentuk peraturan perundang-undangan, dengan memastikan aspek filosofis pembentukan regulasi yang terakomodasi dalam rumusan draf, katanya.\"Secara operasional, melibatkan partisipasi publik yang sebanyak-banyaknya menjadi salah satu instrumen untuk melahirkan rancangan produk hukum agar sesuai dengan nilai Pancasila,\" jelasnya.Kedua, lanjutnya, ialah itu dengan melakukan langkah proaktif dari pembentuk peraturan untuk melakukan perubahan terhadap setiap produk hukum yang terindikasi keluar dari spirit Pancasila.\"Pilihannya bisa dilakukan melalui mekanisme legislative review bila merupakan produk hukum yang dihasilkan bersama antara eksekutif dan legislatif di pusat maupun daerah; atau dilakukan executive review bila produk hukum yang dihasilkan dari pihak eksekutif,\" kata Ketua Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) se-Indonesia itu.Berbagai langkah tersebut menjadi upaya konkret untuk memastikan setiap peraturan berjalan sesuai dengan Pancasila.\"Saya kira Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dapat memimpin langkah tersebut. Apalagi BPIP bertanggungjawab langsung kepada Presiden,\" ujarnya. (Sof/ANTARA)

Menggugat Lahirnya Pancasila 1 Juni: Mengkhianati Pemikiran Soekarno!

Di sinilah bukti, Pancasila itu bukan lahir 1 Juni, dan itu Bung Karno sendiri mengatakan jika Pancasila dilahirkan 1 Juni jelas mendiskontroksi pemikiran Bung Karno, menyelewengkan pemikiran Bung Karno terhadap Pancasila. Oleh Ir. Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila SETIAP tanggal 1 Juni Pemerintah memperingati hari lahirnya Pancasila, dan menjadi Hari Libur Nasional. Berikut bunyi Keppres Nomor 24 Tahun 2016: Menetapkan: KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG HARI LAHIR PANCASILA. PERTAMA: Menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila. KEDUA: Tanggal 1 Juni merupakan hari libur nasional. Dalam Keppres itu, penetapan 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila dan Hari Libur Nasional bertujuan agar pemerintah, masyarakat dan seluruh komponen bangsa memperingati Pancasila sebagai Ideologi Bangsa. Sungguh sesuatu yang aneh pemerintah mengharuskan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa tetapi sejak UUD 1945 diamandemen negara ini sudah tidak berideologi Pancasila lagi. Mengapa? Karena, Pancasila sebagai ideologi negara berdasarkan Pancasila oleh pendiri negeri ini, ideologi negara berdasarkan Pancasila itu diuraikan di dalam batang tubuh UUD1945 dan penjelasannya. Negara berdasarkan Pancasila itu ada tiga cirinya: 1. Adanya lembaga tertinggi negara yang disebut MPR. Yang mewakili seluruh elemen bangsa dengan sistem keterwakilan, hal ini sesuai dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. 2. Adanya politik rakyat atau politik negara yang menjabarkan visi, misi negara yang disebut GBHN. Bukan seperti sekarang ini, Presiden dan Wakil Presiden punya Visi Misi sendiri, padahal presiden yang menjalankan negara sehingga ada dua visi dan misi. 3. Presiden adalah mandataris MPR, bukan Presiden sebagai Petugas Partai. Pancasila tidak pernah dilahirkan, justru Keppres Nomor 24 Tahun 2016 tentang lahirnya Pancasila perlu digugat. Sebab telah terjadi penyesatan, dan penyewengan terhadap pemikiran ajaran Soekarno terhadap Pancasila. Tidak benar Pancasila itu lahir 1 Juni 1945, hal ini disangkal sendiri oleh Bung Karno dalam Kursus Pancasila Bung Karno. Rupanya Pemerintah dan BPIP tidak belajar Pancasila Bung Karno secara benar dan secara Historis. Jika saja Megawati dan BPIP mau belajar Kursus Pancasila Bung Karno tidak akan terjadi kerusakan Ideologi Pancasila. Dan tidak akan muncul kata-kata Ketua BPIP Pancasila adalah musuh agama. Yang heran kok bisa yang tidak paham Pancasila dijadikan Ketua BPIP yang dibayar ratusan juta. Berikut Cuplikan Kursus Pancasila Apa Sebab Negara Republik Indonesia Berdasarkan Pancasila? Cuplikan Amanat PJM Presiden Soekarno pada tanggal 24 September 1955 di Surabaya ......”Tidak benar Saudara-saudara, bahwa kita sebelum ada Bung Karno, sebelum ada Republik Indonesia – sebenarnya telah mengenal akan – Pancasila? Tidakkah benar kita dari dahulu mula, telah mengenal Tuhan, hidup di dalam alam Ketuhanan Yang Maha Esa? Kita dahulu pernah menguraikan hal ini panjang lebar. Bukan anggitan baru. Bukan karangan baru. Tetapi sudah sejak dari dahulu mula bangsa Indonesia adalah satu bangsa yang cinta kepada Ketuhanan. Yah kemudian Ketuhanannya itu disempurnakan oleh agama-agama. Disempurnakan oleh Agama Islam, disempurnakan oleh agama Kristen. Tetapi dari dahulu mula kita memang adalah satu bangsa yang berketuhanan. Demikian pula, tidakkah benar bahwa kita ini dari dahulu mula telah cinta kepada Tanah Air dan Bangsa? Hidup di dalam alam kebangsaan? Dan bukan saja kebangsaan kecil, tetapi kebangsaan Indonesia. Hai engkau pemuda-pemuda, pernah engkau mendengar nama kerajaan Mataram? Kerajaan Mataram yang membuat candi Prambanan, candi Borobudur? Kerajaan Mataram ke-2 di waktu itu di bawah pimpinan Sultan Agung Hanjokrokusurno? Tahukah Saudara-saudara akan arti perkataan Mataram? Jikalau tidak tahu, maka aku akan berkata kepadamu “Mataram berarti Ibu”. Masih ada persamaan perkataan Mataram itu misalnya perkataan Mutter di dalam bahasa Jerman – Ibu. Mother dalam bahasa Inggeris – Ibu. Moeder dalam bahasa Belanda – Ibu. Mater dalam bahasa Latin – Ibu. Mataram berarti Ibu. Demikian kita cinta kepada Bangsa dan Tanah air dari zaman dulu mula, sehingga negeri kita, negara kita, kita putuskan Mataram. Rasa kebangsaan, bukan rasa baru bagi kita. Mungkinkah kita mempunyai kerajaan seperti kerajaan Majapahit dan Sriwijaya dahulu, jikalau kita tidak mempunyai rasa kebangsaan yang berkobar-kobar di dalam dada kita? Yaah kata pemimpin besar yang bernama Gajah Mada, Sang Maha Patih Ihino Gajah Mada. Benar kita mempunyai pemimpin besar itu. Benar pemimpin besar itu telah bersumpah satu kali “tidak akan makan kelapa, jikalau belum scgenap kepulauan Indonesia tergabung di dalam satu negara yang besar”. Benar kita mempunyai pemimpin yang besar itu. Tetapi apakah pemimpin inikah yang sebenarnya pencipta daripada kesatuan kerajaan Majapahit? Tidak! Pemimpin besar sekadar adalah sambungan lidah daripada rasanya rakyat jelata. Tidak ada satu orang pemimpin besar, walaupun besarnya bagaimanapun juga, – bisa membentuk satu negara yang sebesar Majapahit ialah satu negara yang besar, yang wilayahnya dari Sabang sampai ke Merauke, – bahkan sampai ke daerah Philipina sekarang. Katakanlah Bung Karno pemimpin besar atau pemimpin kecil – pemimpin gurem atau pemimpin yang bagaimanapun, – tetapi jikalau ada orang yang berkata: “Bung Karno yang mengadakan negara Republik Indonesia”. Tidak benar!!! Janganpun satu Soekarno sepuluh Soekarno, seratus Soekarno, seribu Soekarno – tidak akan bisa membentuk negara Republik Indonesia, jikalau segenap rakyat jelata Republik Indonesia tidak berjuang mati-matian!” Kemerdekaan adalah hasil daripada perjuangan segenap rakyat. Maka itu pula menjadi pikiran Bapak, Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, – tetapi milik kita semua dari Sabang sampai ke Merauke! Perjuangan untuk merebut kemerdekaan ini dijalankan oleh semua bangsa Indonesia. Aku melihat di dalam daerah-daerah yang kukunjungi, di manapun aku datang, aku melihat Taman-taman Pahlawan. Bukan saja di bagian-bagian yang beragama Islam, tetapi juga di bagian-bagian yang beragama Kristen. Aku melihat Taman-taman Pahlawan di mana-mana. Di sini di Surabaya, pada tanggal 10 November tahun 1945, siapa yang berjuang di sini? Segenap pemuda-pemudi, kiai, kaum buruh, kaum tani, segenap rakyat Surabaya berjuang dengan tiada perbedaan agama, adat-istiadat, golongan atau suku. Rasa kebangsaan kita sudah dari sejak zaman dahulu, demikian pula rasa perikemanusiaan. Kita bangsa Indonesia adalah satu-satunya bangsa di dalam sejarah dunia ini, satu-satunya bangsa yang tidak pernah menjajah bangsa lain adalah bangsa Indonesia. Aku tantang orang-orang ahli sejarah yang bisa membuktikan bahwa bangsa Indonesia pernah menjajah kepada bangsa lain. Apa sebab? Oleh karena bangsa Indonesia berdiri di atas dasar perikemanusiaan sejak dari zaman dahulu. Dari zaman Hindu, kita sudah mengenal perikemanusiaan. Disempurnakan lagi rasa perikemanusiaan itu dengan agama-agama yang kemudian. Di dalam zaman Hindu kita telah mengenal ucapan: “Tat Twam Asi”. Apa artinya Tat Twam Asi? Tat Twam Asi berarti “Aku adalah dia, dia adalah aku”. Dia pakai, aku ikut pakai. Dia senang, aku ikut senang. Aku senang, dia ikut senang. Aku sakit, dia ikut sakit. Tat Twam Asi – perikemanusiaan. Kemudian datanglah di sini agama Islam, mengajarkan kepada perikemanusiaan pula. Malah lebih sempurna. Diajarkan kepada kita akan ajaran-ajaran fardhu kifayah, kewajiban-kewajiban yang dipikulkan kepada seluruh masyarakat. Misalnya jikalau ada orang mati di kampungmu, dan kalau orang mati itu tidak terkubur, – siapa yang dianggap berdosa, siapa yang dikatakan berdosa, siapa yang akan mendapat siksaan daripada dosa itu? Bukan sekadar kerabat famili daripada sang mati itu. Tidak! Segenap masyarakat di situ ikut tanggung jawab. Demikianlah pula rasa kedaulatan rakyat. Apa sebab pergerakan Nasional Indonesia laksana api mencetus dan meledakkan segenap rasa kebangsaan Indonesia? Oleh karena pergerakan nasional Indonesia itu berdiri di atas dasar kedaulatan rakyat. Engkau ikut berjuang! Dari dahulu mula kita gandrung kepada kedaulatan rakyat. Apa sebab engkau ikut berjuang? Oleh karena engkau merasa memperjuangkan dasar kedaulatan rakyat. Bangsa Indonesia dari dahulu mula telah mengenal kedaulatan rakyat, hidup di dalam alam kedaulatan rakyat. Demokrasi bukan barang baru bagi kita. Demikian pula cita-cita keadilan sosial, – bukan cita-cita baru bagi kita. Jangan kira, bahwa cita-cita keadilan sosial itu buatan Bung Karno, Bung Hatta, atau komunis, atau kaum serikat rakyat, kaum sosialis. Tidak! Dari dahulu mula bangsa Indonesia ini cinta kepada keadilan sosial. Kalau zaman dahulu, kalau ada pemberontakan, – Saudara-saudara berhadapan dengan pemerintah Belanda, – semboyannya selalu “Ratu Adil”, ratu adil para marta. Sama rata, sama rasa. Adil, adil, itulah yang menjadi gandrung-nya jiwa bangsa Indonesia. Bukan saja di dalam alam pergerakan sekarang atau di dalam pergerakan alam nasional tetapi dari dulu mula. Maka oleh karena itulah aku berkata, baik Ketuhanan Yang Maha Esa maupun Kebangsaan, maupun Perikemanusia-an, maupun Kedaulatan Rakyat, maupun Keadilan Sosial, bukan aku yang menciptakan. Aku sekadar menggali sila-sila itu. Dan sila-sila ini aku persembahkan kembali kepada bangsa Indonesia untuk dipakai sebagai dasar daripada wadah yang berisi masyarakat yang beraneka agama, beraneka suku, beraneka adat-istiadat. Inilah Saudara-saudara, maka di dalam sidang Dokuritu Zyunbi Tyousakai di dalam zaman Jepang, pertengahan tahun 1945 telah diadakan satu sidang daripada pemimpin-pemimpin Indonesia, dan di dalam sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai itu dibicarakan hal-hal ini….. Di sinilah bukti, Pancasila itu bukan lahir 1 Juni, dan itu Bung Karno sendiri mengatakan jika Pancasila dilahirkan 1 Juni jelas mendiskontroksi pemikiran Bung Karno, menyelewengkan pemikiran Bung Karno terhadap Pancasila. Oleh sebab itu Keppres Nomor 24 Tahun 2016 harus digugat karena telah menyesatkan bangsawan negara. Kaum cerdik pandai, Ulama, Tokoh Agama, harus melakukan perlawanan, sebab lahirnya Ke Tuhanan Yang Maha Esa 1 Juni melawan akidah agama apapun di Indonesia. Entah apa yang ada di pikiran pengusung RUU-HIP itu rasanya mereka tidak lagi mempertimbangkan sejarah, nilai-nilai, bahkan dengan kalap Pancasila ditengelamkan, dan sesungguhnya sejak Amandemen UUD 1945 Indonesia sudah dicabut rohnya. Indonesia saat ini bukan lagi Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945, Indonesia bukan lagi yang digambarkan di dalam Pembukaan UUD 1945 dan Batang Tubuh UUD 1945 beserta penjelasannya, dan Indonesia bukan lagi Indonesia yang berdasar pada Pancasila. Indonesia saat ini adalah negara dengan dasar Ultra Liberal, maka tidak heran jika 0,2 % minoritas China menguasai lahan 70% di dalam sektor perkebunan, tambang-tambang, real estate, industrial estate, dan 0,1 persen penduduk Indonesia menguasai 50% kekayaan Indonesia, apakah ini semua sesuai dengan Tujuan bernegara? Inilah bukti nyata bahwa negara bangsa ini sudah bukan Negara Pancasila. Pertanyaan berikutnya apakah kita sebagai anak bangsa membiarkan keadaan seperti ini? Tentu tidak saja yakin mulai membesar tingkat kesadaran kita sebagai bangsa, dan saya juga yakin akan ada revolusi besar di negeri ini, bagaimana dengan Anda, apakah Anda sudah sadar atau belum tentang keadaan bangsa dan negara ini. (*)

Tiong Hua Sinonim Wasathiyah, Din Syamsuddin: Perlu Integrasi dan Sinergi Peradaban

Kuala lumpur, FNN - Ada persinggungan atau peririsan antara Konsep Tiong Hua dari Peradaban China dan Wasathiyah dalam Islam. Demikian kesimpulan yang menyeruak dari sebuah acara yang bertajuk Media Dialog dalam rangka Perayaan Idul Fitri 1443 H  yang diselenggarakan oleh Chengho Multicultural and Education Trust di Kuala Lumpur, 1 Juni 2022. Dialog berlangsung di Mines Beach Hotel, Kuala Lumpur. Dialog yang diikuti sekitar 60 orang itu menghadirkan sebagai pembicara Tan Sri Lee Kim Yew, Pendiri Chengho Multicultural and Education Trust, Malaysia, Prof. M. Din Syamsuddin, Ketua Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC), Jakarta, Tuan Sheikh Hussain Lee, Ketua Pertubuhan Alkhadeem, Kuala Lumpur, Dato\' Shamsul Najmi bin Shamsuddin, Pengarah Tiong Hua Foundation, dan moderator Dato\' Mohd Zaini bin Hassan, Pendiri BebasNews.my, Malaysia. Menurut Tan Sri Lee Kim Yew, Tiong Hua (di Indonesia disebut Tionghoa) adalah sebuah falsafah, bukan nama kaum atau golongan. Falsafah ini terdiri dari dua kata yakni Tiong yang berarti jalan tengah, dan Hua yang mengandung arti kerja sama dan kemakmuran. Secara ringkas, Tiong Hua berarti jalan tengah untuk kemakmuran bersama. Sebagai falsafah, menurut Lee Kim Yew, seorang pengusaha dan pemerhati masalah keagamaan dan peradaban, Tiong Hua berasal dari Ajaran Konghucu. Kata China atau Cina datang belakangan dan lebih merupakan penamaan terhadap sebuah negara atau bangsa. Falsafah Tiong Hua bisa dilekatkan kepada China tapi juga dinisbatkan kepada orang lain asalkan menghayati dan mengamalkan falsafah tersebut. Falsafah Tiong Hua menurunkan sepuluh nilai kebaikan atau keutamaan, di antaranya kejujuran, loyalitas, dan rasa malu (terhadap keburukan), dan perhatian kepada keluarga. Tokoh Muhammadiyah Prof. M. Din Syamsuddin, yang diundang secara khusus ke forum di Kuala Lumpur tersebut,  diminta menjelaskan Wawasan Wasathiyah Islam. Din Syamsuddin selain sebagai Ketua CDCC juga memprakarsai dan mengetuai gerakan baru yaitu World Fulcrum of Wasathiyat Islam (Poros Dunia Wasathiyat Islam). Dalam presentasinya Din Syamsuddin menjelaskan bahwa wasathiyah adalah watak ajaran Islam dan umat Islam dijadikan Allah SWT sebagai Ummatan Wasathan (Umat Jalan Tengah). Wasathiyah menolak segala bentuk ekstrimisme yang menampilkan perilaku melampaui batas. Pada saat yang sama juga menentang segala bentuk egosentrisme baik keagamaan, kebangsaan, dan pengelompokan sosial-budaya serta politik. Menurut Din Syamsuddin, ada tujuh kriteria Wasathiyat Islam, yaitu i\'tidal (berlaku adil dan menegakkan keadilan), tawazun (keseimbangan), tasamuh (toleransi), syura (bermusyawarah), ishlah (melakukan perbaikan dan perdamaian), qudwah (melakukan prakarsa perbaikan), dan muwathanah (kewargaan yakni menerima dan membangun negara). Terhadap Falsafah Tiong Hua yang dijelaskan sebagai jalan tengah untuk kemakmuran, Din Syamsuddin menyambut positif dan mengatakan bahwa falsafah itu beririsan dan sejalan dengan Wasathiyat Islam (Wawasan Jalan Tengah Islam). Maka, kata Ketua Poros Dunia Wasathiyat Islam itu, kedua pandangan dunia tersebut dapat diarusutamakan sebagai dasar solusi bagi adanya peradaban baru yg damai, sejahtera, adil, makmur, dan beradab. Baik Tan Sri Lee Kim Yew maupun Prof. Din Syamsuddin bersepakat bahwa kedua falsafah/wawasan ini, Wasathiyah dan Tiong Hua, menjadi tema The 8th World Peace Forum (Forum Perdamaian Dunia Ke-8) yang akan diselenggarakan pada 16-17 Nopember 2022 di Solo. (Forum yang akan menghadirkan sekitar 100 tokoh agama dan cendekiawan dari berbagai negara ini diharapkan dapat bekerja sama dengan Panitia Muktamar Muhammadiyah atau Universitas  Muhammadiyah Surakarta sebagai mitra). World Peace Forum, kerja sama antara Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations/CDCC pimpinan Din Syamsuddin dan Chengho Multicultural and Education Trust pimpinan Tan Sri Lee Kim Yew, telah berlangsung sebagai forum dwi tahunan sejak 2006, dengan mengambil tema besar One Humanity, One Destiny, One Responsibility (Satu Kemanusiaan, Satu Tujuan, Satu Tanggung Jawab). (sws)

Nestapa di Akhir Kekuasaan

Akhir kehidupannya akan sangat berat karena telah menyandang sebagai musuh bersama rakyat (common enemy of the people). Bahkan sangat mungkin akan berhadapan bermacam kasus hukum yang akan menimpanya. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih SETIAP kekuasaan akan berakhir dan ending dari kekuasaan tergantung saat berkuasa. Sikap ‘ojo dumeh’ didasarkan pada kenyataan bahwa jalannya kehidupan itu bagaikan roda yang berputar. Setiap titik pada roda akan mengalami perubahan posisi, dari bawah ke atas dan dari atas ke bawah. Siapa yang akan melindungi Presiden Joko Widodo setelah dia lengser dari kekuasaannya. Ini pertanyaan spontan seorang mahasiswa yang terlibat dalam diskusi Kajian Politik Merah Putih. Karena masyarakat memiliki pertanyaan yang sama dan mungkin menyelinap pertanyaan dalam otak Jokowi sendiri. Bung Karno, dilindungi Presiden Soeharto ketika mau dimahmilubkan oleh para jenderal garis keras. Pak Harto dilindungi TNI dan Golkar. BJ Habibie, dilindungi Golkar dan TNI. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, mereka bertiga adalah pemimpin parpol yang punya pengaruh kuat di parlemen dan masyakat. Terlindung oleh partainya. Jokowi, bukan Ketum partai, statusnya jadi presiden cuma petugas partai. Presiden paling banyak masalah akibat kelola negara tanpa arah, negara dan rakyat menjadi korbannya. Di ujung masa bhaktinya hubungan Jokowi dengan Megawati mulai retak, dan bisa pecah kongsi. Akibat Jokowi salah tingkah punya ambisi memperpanjang masa jabatannya dan atau merekayasa tiga periode. Belum ada reda, secara sepihak menerjang arus kebijakan PDIP menjagokan Ganjar Pranowo sebagai penggantinya. Melewati batas riil politiknya, merasa dirinya sudah bertransformasi menjadi institusi politik yang bisa menentukan perpolitikan di Indonesia. Nasibnya hanya tinggal tergantung belas kasihan Oligarki.  PDIP memang the rulling party yang memberi tugas Jokowi sebagai Presiden sebagai petugas partai, lepas dari kendalinya. Lupa masih ada etika politik yang harus dijaga, bahkan bisa menjadi pelindung paska purna tugasnya diabaikan, diinjak dan dilumatkan. Bisa terjadi jika Megawati menarik dukungan kepada Jokowi, maka Jokowi akan bernasib nestapa di akhir kekuasaannya, akan menjadi mangsa para lawan politiknya selama ini atau akan dibidik berbagai masalah dari semua penjuru. Saat ini sebagai Presiden, Jokowi bisa mengendalikan institusi TNI dan Polri tetapi paska purna tugas, jangan harap TNI dan Polri akan melindunginya. Telah menjadi rahasia umum dia telah merusak pola karir para perwira. Dia memilih perwira-perwira di posisi strategis hanya karena faktor kedekatan pribadi dan para penjilatnya. Ini merusak soliditas dan karir di TNI dan Polri. Setelah Jokowi pensiun, para perwira pilihan Jokowi diduga kuat pasti dicopot dan mereka harus cari selamat sendiri-sendiri. Tidak ada satupun yang berani melindunginya karena mereka orang lemah, perwira yang tidak mendapatkan “pengakuan” dari teman dan para prajuritnya. Harapan terakhirnya Jokowi akan berlindung kepada ormas Pro Jokowi (Projo). Dipastikan Projo akan membubarkan diri, karena ormas ini bukan ormas yang militan, tapi hanya sekedar ikut angin berhembus. Bisa terjadi mantan Projo akan ribut ikut memangsa menagih janji-janji upahnya yang belum dibayarkan. Para taipan (Oligarki) yang selama ini mendukung pencitraan Jokowi otomatis akan kabur dan tidak akan peduli lagi, karena sudah tak ada lagi kepentingan politik dan ekonomi dengan Jokowi. Oligarki hanya berkepentingan dengan kekuasaan, keuntungan dan kelangsungan usaha ekonominya. Akhir kehidupannya akan sangat berat karena telah menyandang sebagai musuh bersama rakyat (common enemy of the people). Bahkan sangat mungkin akan berhadapan bermacam kasus hukum yang akan menimpanya. Akibat penyalahgunaan kekuasaan dan indikasi korupsi yang melekat pada diri juga pada kroni kroninya. Kebaikan dan keburukan tidak akan pernah bercampur dan tidak akan hilang dan terhapus karena waktu. Salah nasib bukan ketenangan hidup di akhir masa jabatannya tetapi ending kekuasaannya akan dirundung penderitaan hidup yang sangat berat. (*)

Simpati untuk Badan Riset Kementrian dan Eijkman Institute

Jakarta, FNN – Negara dan Kementerian memerlukan DSS (decision support system) kuncinya Badan Riset. Demikian disampaikan Prof. Widi A Pratikto, Guru Besar Teknik Kelautan ITS, Surabaya, Rabu (1/6/2022). Eijkman Institute banyak menggeluti Biologi Molekuler dan mengkoordinasikan Vaksin MP (merah putih) salah satu flag NKRI. Seperti kita ketahui, Vaksin MP merupakan proses panjang yang hasilnya akan terwujud tidak lama lagi. “Dalam kondisi VUCA (Volatility - Uncertainty – Complexity – Ambiguity) maka peran DSS untuk suatu negara dan kementerian sangat vital,” kata Prof. Widi kepada FNN. Menurutnya, masalah kekinian misalnya, Volatility Moneter, Climate Change Dynamics, Food Security and Scarcity, Renewable Energy, Masalah Penyakit Baru dan Pengembangan Benih (Seed) menjadi strategis. Pejabat Negara tentu aware akan masalah terkait tentang hal ini. Prof. Widi menyebut, Badan Riset Kementerian itu memiliki kewajiban untuk melakukan Giat Penelitian bukan saja menopang Direktorat Jenderal terkait di Kementerian tersebut. “Namun juga Giat dalam melihat Future Challenge yang dihadapi Kementerian dan related areas,” tegasnya.   Sebagai contoh, KKP sangat giat melakukan berbagai kegiatan dan penelitian via Partnership dengan Mitra ASEAN, EU, Negara-negara D8 Organization for Economic Cooperation, ASIA PACIFIC (CTI CFF), USA, Japan, SEAFDEC, APFIC, Australia, Swedia dan lain-lainnya. Kegiatan tersebut sebagaimana lazimnya via MOU. Kegiatan KKP misalnya, untuk Peningkatan Produksi Perikanan (Tangkap dan Budidaya), Evasive species dan Penyakit Ikan dan Marine, Climate Change and Adaptation, Kebencanaan, Food Security, Water Scarcity di Pulau-pulau dan lain-lainnya. “Belum lagi tugas KKP men-support dan ber-partner dengan negara-negara ASEAN, Negara D8, dan Negara Asia Pasifik dalam Frame Kerjasama ASEAN dan CTI CFF,” lanjut mantan Dirjen (2002 – 2006) dan Sekjen (2006 – 2009) KKP itu. Dana dan support Penilitian tidak bisa lagi bergantung dari negara saja. Tapi, Kebersamaan melalui Partnership dan Swasta serta Kerjasama Luar Negeri adalah faktor strategis yang perlu disemaikan. Dengan Rencana BRIN melakukan integrasi Lembaga-lembaga Penelitian baik di LPNK dan Kementerian tentu akan menjadikan Lumpuhnya Badan Penelitian Kementerian dalam menopang DSS untuk Kementerian dalam melaksanakan Tupoksi tugas pokok dan fungsinya serta Giat Kerjasama. Prof. Widi berharap, semoga makin banyak Peneliti, Ilmuwan dan Akademisi yang memahami nilai strategis ini dan berani hand to hand untuk berjuang dalam meningkatkan Peran Penelitian untuk kemajuan Negara dan Bangsa serta Produktvitas Negara. “Ada suatu masa sekitar 1995 – 2000 dimana saya merasakan enjoyment memperoleh Riset Unggulan Terpadu (3 tahun), Buku Pedoman Ajar – LPDP DIKTI – ADB dan Giat Penelitian SPP dimana kegiatan tersebut melibatkan dan memberdayakan mahasiswa,” ungkapnya. Kegiatan tersebut tampak harmoni dan reliable-nya kegiatan dan pengendalian yang anggarannya diperoleh dari Kemenristek, Operasinya oleh LIPI dan masih ada kegiatan via DIKTI dan Universitas. Hal ini tentunya akan memunculkan kreativitas, kerjasama dan mobility serta keinginan maju secara bersama. Jiwa dan semangat ini yang tampak mengendur. Untuk itu perlu adanya peningkatan pemahaman partnership dan interdepensi sehingga rencana Integrasi BRIN melalui PERPRES 78 Tahun 2021 itu perlu ditinjau kembali. (mth)

Hubungan Jokowi-Megawati Retak, Mungkinkah PDI-P Mencabut Mandat?

Oleh : Tjahja Gunawan -  Wartawan Senior FNN KETIDAKHADIRAN Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada acara pernikahan adik Jokowi, Idayati dengan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman di Solo, Jawa Tengah, Kamis 26 Mei 2022, mengindikasikan hubungan ketua partai penguasa dengan petugas partainya sedang tidak baik-baik kalau bukan dikatakan retak. Indikasi adanya disharmoni hubungan Jokowi-Megawati, juga terlihat dari absennya Paun Maharani pada acara pernikahan itu. Alasannya, Puan sedang berada di Bali mengikuti rangkaian acara Global Platform for Disarter Risk Reduction (GPDRR) 2022 di Badung, Bali. Biasanya jika orangtua tidak bisa hadir dalam acara sakral seperti undangan pernikahan, anaknya diutus untuk mewakili. Ini ibu dan anak, Megawati maupun Puan Maharani seolah kompak memboikot acara penting keluarga Jokowi di Solo.  Sebaliknya Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang nota bene kader PDI-P,  datang ke acara nikahan Ketua MK tersebut. Sekedar tambahan info, kini sebagian publik  memelesetkan MK dengan \"Mahkamah Keluarga\". Ya mungkin saja plesetan ini mengemuka karena publik menafsirkan acara tersebut sebagai \"pernikahan politik\".  Oleh karena itu, Ganjar Pranowo menyempatkan diri untuk hadir pada acara itu. Walaupun beberapa hari lalu Kota Semarang dilanda banjir rob,  Gubernur Jateng ini nampaknya tidak terlalu peduli. Baginya, datang ke acara pernikahan \"Mahkamah Keluarga\" di Solo jauh lebih penting. Apalagi sebelumnya Ganjar Pranowo telah mendapat sinyal dukungan dari Jokowi untuk maju sebagai calon presiden 2024. Jokowi Ambil Alih PDI-P? Seperti diketahui, Jokowi hadir dalam Rakernas Relawan Projo (Pro Jokowi) , di Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (21/5/2022). Kendati dalam acara itu Jokowi meminta para relawan Projo agar tidak terburu-buru (ojo kesusu) dan bersabar terkait capres  2024, namun kehadirannya di acara itu mengindikasikan dukungan kepada Ganjar. Bahkan beberapa analis politik menyebutkan, dalam Pilpres nanti kemungkinan Ganjar Pranowo akan dipasangkan dengan Menteri BUMN Erick Thohir. Seperti halnya Ganjar, saat ini Erick Thohir  juga aktif melakukan \"safari politik\" kemana-mana.  Bagi Ganjar dukungan dari Jokowi saat ini memiliki \"nilai politis\", apalagi setelah dia teralienasi dari partainya, PDI-P. Ganjar nampaknya tidak peduli dirinya sekarang dimusuhi Puan Maharani dan Ketua Umum PDI-P Megawati. Dia sangat percaya diri dengan dukungan dari para relawan Jokowi dan komitmen dukungan dari para pengusaha besar (baca: oligarki). Ada atau tidak ada dukungan dari Megawati dan PDI-P, Ganjar Pranowo tetap akan maju dalam Pilpres 2024. Kendaraan politiknya belum tentu PDIP, tapi partai lain. Yang penting nanti bisa memenuhi Presidential Threshold 20 persen sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.  Keretakan hubungan Megawati-Jokowi  juga diduga antara lain karena ucapan Jokowi yang memberi sinyal dukungan kepada Ganjar Pranowo sebagai penerusnya. Sejauh ini retaknya hubungan Jokowi-Megawati masih berupa indikasi. Artinya, belum benar-benar terjadi \"perceraian politik\" diantara keduanya. Kecuali kalau sampai Megawati benar-benar mencabut mandat PDI-P kepada Jokowi.  Kembali kepada judul tulisan ini, mungkinkah Megawati mempunyai keberanian untuk mencabut mandat kepada Jokowi sebagai petugas partai? Dalam dunia politik, pertanyaan seperti itu  sebenarnya termasuk agak naif sebab di dunia politik praktis tidak ada hal yang tidak mungkin terjadi.  Artinya, kalau kekecewaan Megawati sudah memuncak bukan hal mustahil kepercayaan dia kepada Jokowi akan berakhir secara tragis. Jika misalnya mandat PDI-P kepada Presiden Jokowi dicabut secara resmi sebelum 2024, konsekuensinya PDI-P harus menarik semua menterinya dari jajaran Kabinet Indonesia Maju. Saat ini terdapat empat kader PDIP di kabinet Jokowi. Keempatnya adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati.  Jika Megawati ternyata hanya sekedar uring-uringan sendiri dan hanya curhat ke orang-orang tertentu secara terbatas tanpa mengekspresikan sikap politiknya secara riil, sangat boleh jadi kekuatan sosok trah Soekarno di partai berlambang banteng itu mulai memudar. Ini sekaligus juga menunjukkan posisi dan kekuatan politik Jokowi yang nota bene disebut sebagai petugas partai justru makin menguat. Sehingga bukan mustahil, Jokowi justru bisa mengambil alih secara paksa PDI-P.  (hostile take over). Kita lihat saja nanti. ***

Partai Rakyat atau Partai Bejat

Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  Viral ucapan Ketua Partai Rakyat yang mendukung LGBT dan menyinggung asal usul Nabi Muhammad SAW yang menurutnya bukan keturunan Arab. Sebagai Ketua Partai ucapannya merepresentasi ideologi dan visi Partai tersebut. Selama tidak ada pelurusan resmi dari partainya, pernyataan itu representatif.  Kini di zaman edan orang tidak takut atau malu menyatakan pikiran edan di ranah publik. Sensasi untuk membangun popularitas demi mendongkrak organisasi atau partainya. Menerjang norma, etika, dan aturan berbangsa dan bernegara. Agama pun dihajar habis. Sayangnya  di saat moralitas berantakan, hukum pun ternyata tumpul.  LGBT itu bukan Hak Asasi Manusia ( HAM) tetapi Penyimpangan Asasi Manusia (PAM). HAM adalah hak yang melekat dengan kemanusiaan, jika hak itu hilang, maka hilanglah kemanusiaannya. Hak hidup, hak berbicara, hak bekerja adalah contoh HAM karena melekat dengan kemanusiaannya. Mencuri, korupsi, dan LGBT bukan HAM karena jika hilang, tidak hilang kemanusiaannya. Tetap manusia. LGBT itu bukan perilaku manusia, bahkan hewan pun tidak ada yang gay dan lesbian.  Ketua Partai Rakyat itu secara ngawur atau asbun menyebut bahwa Nabi Muhammad SAW bukan keturunan Arab. Apa dasar fikiran dari orang yang tak tahu sejarah ini? Bukti sikap anti Arab dan, jika muslim, jahil terhadap Islam. Tidak mengenal Nabi nya sendiri. Nabi Muhammad SAW adalah suku Quraisy cucu tokoh besar Quraisy Abdul Mutholib, bro.  Rakyat Indonesia itu mayoritas muslim. Muslim tahu bahwa menurut Qur\'an perilaku LGBT itu menyimpang. Sejarah jelas menggambarkan tentang perilaku LGBT kaum Luth yang diadzab Allah SWT. Mendukung LGBT masuk dalam ruang terkutuk. Begitu juga rakyat muslim akan faham siapa Nabi Muhammad SAW nasab, misi dan akhlaknya. Nah Partai Rakyat itu Partai yang berjuang untuk rakyat yang mana?  Jika berjuang untuk rakyat LGBT atau rakyat yang tidak kenal Nabi Muhammad SAW bahkan menistakannya, maka itu adalah Partai Bejat bukan Partai Rakyat. Rakyat itu berasal dari kata bahasa Arab \"ro\'iyah\" dan ada ucapan Nabi yang berkaitan dengan rakyat ini \"kullukum ro\'in wa kullukum mas\'ulun an ro\'iyatihi\"--kalian semua pemimpin dan akan dipertanggugjawabkan kepemimpinan atas rakyatnya.  Nah boss Partai Rakyat harus hati-hati ngomong  di negara yang menghormati moral dan agama. Jangan ngawur dan sekedar cari popularitas. Sudah terlalu banyak penjahat yang cuap-cuap mencari popularitas. Semoga Partai Rakyat tidak menjadi Partai Bejat, Partai Laknat, atau Partai Penjilat.  Selamat berjuang untuk rakyat, bukan untuk komunitas LGBT dan penista agama.  Bandung, 1 Juni 2022

MK Tidak Menerima Gugatan IKN

MK  (Mahkamah Konstitusi) tidak menerima enam gugatan IKN terkait dari kedudukan hukum, posita dan petitum yang tidak jelas, pemohon dinilai tidak mengalami kerugian secara langsung atas pembentukan UU IKN. Oleh Sugeng Waras - Purnawirawan TNI AD  Kedudukan hukum terkait legal standing / keterkaitan pemohon uji formil dan materil, posita terkait dalil yang menggambarkan hubungan dasar suatu tuntutan dan petitum  merupakan tuntutan yang diajukan penggugat kepada hakim untuk dikabulkan. UU IKN resmi diundangkan dan dimuat dalam lembaran negara pada 15 Februari 2022, atau dead line tuntutan uji formilnya pada 31 Maret 2022, adapun gugatan pemohon terkait tuntutan uji formil diajukan melebihi batas tenggang waktu 45 hari yang telah ditentukan. Ini mengingatkan saya sewaktu menghadiri sidang di PN Jakarta Pusat dalam agenda pembacaan putusan dalam pembelaan terhadap May Jen Purn  Kivlan Zen dimana hakim menyampaikan bahwa pembelaan yang dilakukan tidak tertuang pada permasalahan di berkas perkara yang dibuat oleh kepolisian. Ini yang menjadi paradok, karena bisa saja masalah yang potensial sengaja tidak dimunculkan dalam berkas perkara, disisi lain bisa menjadikan hal yang meringankan bagi tim pembela untuk melakukan pembelaan sekaligus tidak memberikan peluang dalam ajuan pembelaan yang signifikan. Dengan kata lain  hal hal yang sangat krusial dalam poin-poin kerawanan atau persyaratan IKN yang logis dan komprehensif tidak dituangkan dalam dalil dalil UU IKN. Salah satu contoh misalnya bahwa IKN merupakan center of grafity of state, atau setidaknya bahwa disekitarnya didomisili oleh mayoritas penduduk hingga 60  -- 70 persen, atau bahwa IKN harus dengan pertimbangan geografis, demografis, strategis, filosofis dan komunikatif , atau dihadapkan kepada hakikat ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan. Sudah selayaknya bahwa secara formil dan materil tidak bisa dibandingkan dengan berdirinya suatu perusahaan  atau proyek tertentu. Oleh karenanya putusan MK terkait kedudukan hukum, posita dan petitum harus direlevansikan dengan syarat nilai strategis dan taktis tanpa mengabaikan waktu, sumber daya alam, sumber daya buatan serta situasi dan kondisi negara saat berlaku. Dengan demikian akan diperoleh suatu jawaban komprehesif yang mengkaitkan kepentingan  hukum dengan kepentingan negara secara utuh. Sebenarnya ini mengatas namakan kepentingan orang banyak, sebagai hak warga negara yang ingin mencegah dan mengantisipasi segala perbuatan atau tindakan yang dapat mengarah kepada kerugian dan bahayanya suatu negara. Maka tidak salah jika ketua DPD RI AA Nyala Mahmud Mattaliti pernah mengingatkan bahwa hasil produk hukum MK sebaiknya tidak berdampak pada mencelakakan negara. Memang tidak  sepenuhnya benar mengkaitkan hubungan pernikahan antara ketua MK dengan adik presiden Ir Joko Widodo yang mengkaitkan dengan pernikahan politik, namun setidaknya harus bisa dicegah hal hal yang berkaitan dengan KKN. (Bandung, 1 Juni 2022)

Miss World & Putri Temui Jokowi di Saat World Twilight War

Oleh Ridwan Saidi - Budayawan  Media online suara.com pada 31/5/2022 mewartakan, bertempat di Istana Bogor Presiden Jokowi menerina kehadiran 34 peserta lomba Putri Indonesia 2022, Putri Indonesia 2019 dan Miss World 2018. Sepertinya pertemuan  menggambarkan relasi Indonesia -dunia. Indonesia mesti concern dan aktual dengan pergolakan dunia. Pertemuan dengan Putri-putri dan Miss World bisa saja di-OK, tapi  tak cukup jika mau antisipasi pergolakan dunia.  Missile S300 Rusia beberapa hari lalu menyerang pesawat-pesawat tempur Israel. Sebelumnya Presiden Putin saat Ukraine War bergejolak ingatkan dunia bahwa Rusia akan perangi Israel, seraya Putin  mengaitkan dengan demografi Ukraine yang banyak Jewishnya, dan keterlibatan Ukraine dalam produksi senjata biologi. Serangan S300 Russia itu tak mendapat tanggapan Western Countries, sementara Israel mengaku tidak ke-napa2 oleh serangan yang ditudingnya dari Rusia. Western countries juga tak bereaksi ketika tahun lalu Hamas serang Israel selama hampir tiga minggu. Rusia dan USA sama menunjukan simpati mereka pada dunia Islam. Sehingga menjadi sulit menempatkan Rusia dan USA dalam posisi konfrontatif. Apalagi Menhan USA medio Mei  berkata bahwa Rusia tantangan, China ancaman. Memang perang kata2 Presiden2 Rusia dan USA, sangat tajam. Yang terjadi twilight war, perang samar-samar.  Jewish diasphora ramai bicarakan jenis-jenis kuman pandemi. Berawal kopat kopit, lalu omicron, kini cacar monyet. Orang kaitkan dengan guide stone Georgia, demografi manusia mau dipatok 500 juta jiwa saja. Bagi USA, China musuh terbuka. Bagi Rusia, Israel musuh terbuka. Ketika USA hajar China, Rusia buang muka. Pas Israel ada yang hajar, USA diam saja. Setuju dengan diam kalau dalam konteks membahas soal fiqih disebut ijma\' sukuti.  Pemerintah harus menyimak dengan cerdas perubahan dunia. Apalagi keadaan Indonesia kata Bambang Susatyo, Ketua MPR, pada  18 April 2022, sudah krisis di atas krisis. Menkeu Mulyani 31/5/2022 pun mengucap kalimat yang sama. Sehingga makin meyakinkan publik bahwa  sekedar rawat inap mustahil menolong. Dan dokter biasanya minta keluarga bawa pulang saja itu pasien.  Perubahan bakal mampir di mari. Nyok kita ngopi. (RSaidi)

Dewan Pers: Jangan Hanya Diam Melihat Penyimpangan Pemerintah!

Jakarta, FNN – Ketua Dewan Pers yang juga Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Prof Azyumardi Azra meminta pers jangan hanya diam ketika melihat penyimpangan yang dilakukan Pemerintah. Pernyataan itu menjawab wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal Hersubeno Point, Selasa (31/5/2022). Seperti, pengangkatan pejabat TNI dan Polri aktif sebagai penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat walikota. Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga telah melantik lima penjabat gubenur pada 12 Mei 2022. Pada Ahad (22/5/2022), Kementerian Dalam Negeri akan melantik 37 penjabat bupati dan 6 penjabat wali kota.  “Ini saya kira reperkusi politik dari kebijakan yang bertolak belakang dengan reformasi,” ungkap Azyumardi. Reprekusi adalah dampak atau konsekuensi yang tidak terelakan. Menurutnya, pengangkatan penjabat untuk menggantikan posisi kepala daerah yang habis masa jabatannya sebelum pemilihan 2024 mengingkari prinsip otonomi daerah. Sejumlah gubernur, ujarnya, turut menolak usulan keputusan pemerintah pusat karena usulan mereka tidak diakomodasi. “Padahal yang namanya otonomi daerah dengan susah payah dibangun,” imbuhnya. Ia menjelaskan, kebijakan yang kembali menguatkan resentralisasi bisa menimbulkan perlawanan. Ia mencontohkan, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) muncul karena ketidakpuasan di daerah pada kebijakan pemerintah pusat. Gerakan ini muncul pada 1950-an. Kemudian ada Daud Beureueh yang memimpin gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Aceh. “Tapi kayaknya kita sudah amnesia tidak mau belajar dari sejarah,” tegasnya.  Azyumardi juga menyoroti kondisi demokrasi di Indonesia saat ini. Indeks demokrasi Indonesia, ujarnya, disebut menurun, bahkan flawed democracy atau belum sempurna. “Tadi kalau saya bilang apa yang perlu syukuri, tapi ada juga yang perlu kita ratapi. Saya kira yang kita ratapi itu terkait perkembangan yang mungkin tak terlalu menyenangkanlah dari sudut Pers sendiri maupun sudut publik kita, masyarakat kita secara keseluruhan terutama dalam konteks demokrasi,” ujar Azyumardi. Mengenai pentingnya Pers itu ada yang menyebutnya sebagai one of pilars of democracy atau salah satu elemen penting yang esensial dalam demokrasi itu ada juga pokoknya perannya sangat pentinglah. Karena untuk memainkan peranya itu tentu saja pers harus bebas. Freedom of press itu adalah bagian dari demokrasi. “Kalau tidak ada kebebasan ya berarti tidak ada demokrasi, ya kan kira-kira sederhananya seperti itu,” lanjutnya. Peran Pers itu sangat penting dalam demokrasi. “Pertama saya kira yang tadi itu sebagai medium untuk terwujudnya kebebasan berekspresi melalui media. Jadi itu yang bisa dibaca dan diikuti oleh publik kira-kira begitu,” tegasnya. Yang kedua, lanjut Azyumardi, pentingnya Pers dalam demokrasi itu sebagai kekuatan chat and balance. “Saya mengatakan hal ini mungkin agak baru, kadang-kadang agak kaget juga ada orang bilang bahwa tidak ada dokumen-dokumen Dewan Pers. Yang saya lihat, apa yang saya kemukakan ini bahwa Pers yang bebas itu harus menjadi critical partners of goverment atau bahkan juga masyarakat crirical partners of goverment of society katakanlah begitu,” papar Azyumardi. Menurutnya, pers harus bisa menjadi mitra kritis dari pemerintah, dan bukan hanya pemerintah saja. Sebetulnya ada this cabang pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) yang menjadi kekuatan critical partners. Apresiasi atas apa yang dilakukan yang positif dilakukan oleh pemerintah, eksekutif maupun yudikatif. Kita apresiasi, kita dukung, kita hargai tapi pada saat yang sama kita juga harus tes itu juga, bisa bicara dengan tegas, dengan jelas dan jujur mengenai hal-hal yang dilakukan ketiga cabang pemerintahan. Yang tidak pada tempatnya tidak patutlah dilakukan atau merusak kehidupan bangsa dan bernegara secara berkeseluruhan. Misalnya, diam dalam soal-soal korupsi, banyaklah. Menurut Azyumardi, yang terakhir ini tentu saja pers harus berani bicara mengenai proses pengangkatan pejabat-pejabat kepala daerah yang tidak sesuai dengan proses-proses demokrasi, tidak transparan, dan itu harus dikemukakan oleh Pers. Pers itu jangan melihat keadaan itu kemudian bertindak sebagai corongnya dari tiga cabang pemerintahan itu. Termasuk MK, MA, dan Yudikatif. Ada juga eksekutif presiden dengan kabinet dari pusat. “Kemudian ada pusat daerah dan ada DPD, DPR. Juga, ada MPR. Ada banyak hal positif yang mereka lakukan, tetapi juga banyak hal yang mencemaskan, terutama dalam kaitannya dengan demokrasi itu tadi yang sudah saya sebut contohnya, pengangkatan penjabat kepala daerah yang kalau saya sebetulnya menolak pilkada yang harus ditumbukkan semua pada 27 November 2024,” ujar Azyumardi. Pejabat yang pada 12 Mei 2022 pejabatnya dilantik itu bisa berkuasa sampai pertengahan 2025. Memang menjabatnya selama 1 tahun, tapi 1 tahun bisa diperpanjang diperpanjang diperpanjang, mengapa sampai 2024 atau 2025? Karena kalau terjadi pertikaian hasil-hasil pemilu di KPU atau di Bawaslu tak akan selesai, harus tertundalah pengesahan dan pelantikan penjabat kepala daerah yang dipilih melalui pilkada itu. Jadi, bukan sekedar 2 tahun. Penjabat itu jika lebih dari 2 tahun atau bahkan sebetulnya menurut Undang-Undang tak boleh penjabat itu lebih dari 2 tahun setengah dari masa jabatan. “Katakanlah 2 tahun 6 bulan, itu jelas tidak boleh, tapi mungkin pemerintah mengakalinya dengan Kementerian Dalam Negeri mengangkat penjabat itu per 1 tahun ya kan, tapi per 1 tahun itu bisa sampai 3 tahun,” ungkap Azyumardi. Mungkin juga cara mengakalinya dengan digilir-gilir, yang tadinya di Banten dipindahkan ke DKI menggantikan Anies Baswedan. Bisa juga terjadi begitu. Bahkan juga kemudian menjadi masalah itu pengangkatan TNI aktif menjadi penjabat Bupati Serang. “Itu salah satunya, ini baru langkah awal saja udah rame. Pejabat pemerintah bilang, ini kan putusan MK itu tidak mewajibkan. Karena hanya rekomendasi. Kemudian dibantah petinggi MK sendiri, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan kemudian Sekretaris dan Sekjennya. Itu yang gak terlalu banyak media-media yang memberitakannya,” tegas Azyumardi. “Kalau di luar dari konteks demokrasi itulah yang tadi saya lihat semua itu, mungkin harus kita ratapi keadaan seperti itu yah! Sehingga, demokrasi kita bukan jadi semakin kuat tapi makin gak jelas arahnya,” lanjutnya. Kemudian kaitannya dengan Pers, “Kalau dulu Pers itu kan telah menemukan kebebasannya di jaman Presiden Habibie, Menteri Penerangannya Pak Yunus Yosfiah. Itu yang membuka peran kebebasan pers setelah pada masa Presiden Soeharto itu media-media kritis sering dibredel.” (mth/sws)