ALL CATEGORY
Anis Matta: Kinerja Pemerintah Makin Terpuruk Kalau Menteri Sibuk Kampanye
Jakarta, FNN - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat Indonesia Anis Matta menegaskan, kinerja pemerintah saat ini semakin terpuruk, karena para menterinya sibuk kampanye atau melakukan kerja-kerja politik menjelang Pemilu 2024. Padahal sebagai pembantu Presiden, kemampuan teknis seorang menteri dibutuhkan untuk mengatasi kompleksitas krisis berlarut saat ini, bukan sibuk mempersiapkan pertarungan politik berikutnya Hal itu disampaikan Anis Matta dalam diskusi Gelora Talk bertajuk \'Kasak Kusuk Politik Aji Mumpung 2024, Bagaimana Sikap Presiden?\', yang digelar secara daring, Rabu (18/5/2022) petang. \"Seseorang yang seharusnya menjadi pembantu Presiden menggunakan seluruh resources yang ada dalam departemennya untuk membantu Presiden menjalankan tugas-tugasnya, justru melakukan kerja-kerja politik di luar itu\" kata Anis Matta. Menurut Anis Matta, manuver politik dari para menteri ini dalam rangka sosialisasi pencapresan atau berupaya membentuk koalisi baru menimbulkan persoalan moral dan etika, serta kontradiksi kompleksitas sistem presidensil. Dalam sistem presidensial, lanjut Anis, para menteri adalah pembantu Presiden yang diangkat dengan asumsi memiliki kemampuan teknis dalam bidang yang ditunjuk oleh Presiden. \"Jabatan kementerian adalah jabatan yang tidak dipertaruhkan melalui pemilihan, melainkan pengangkatan. Tapi begitu Presiden memasuki paruh kedua dari periode masa kerjanya, para menteri justru sibuk menyiapkan pertarungan berikutnya,\" ujar Anis Matta. Hal ini, tentu saja sangat disayangkan di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional. Anis Matta berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak membiarkan kondisi tersebut, hanya melihat saja para menterinya menggunakan jabatannya untuk melakukan kerja-kerja politik atau berkampanye secara terselubung. Sebab, kompleksitasnya masalah sekarang membutuhkan perhatian serius dari seorang Presiden dengan dibantu para menteri yang memiliki kemampuan teknis. \"Presiden tidak bisa membenarkan kelemahannya, ini memang bagian dari kompleksitas masalah sistem presidensil. Tetapi nanti kalau kita hidup 10-20 tahun lagi, kita mengenang ini sebagai periode Pak Jokowi, bukan periodenya Airlangga Hartarto. Karena kita mengenal satu nama yang bertanggungjawab dalam periode itu, yaitu presiden,\" katanya. Ketua Umum Partai Gelora ini menilai Presiden Jokowi akan menghadapi ujian berat dalam 2,5 tahun di sisa masa jabatannya. \"Presiden harus mampu memfaslitasi semua tujuan besarnya di tengah kompleksitas masalah sekarang, sehingga dapat meninggalkan legacy yang baik saat mengakhiri jabatannya,\" pungkas Anis Matta. Menanggapi hal ini, aktivis demokrasi Syahganda Nainggolan meminta Jokowi segera memberikan instruksi kepada menterinya untuk tidak bicara politik atau melakukan kerja-kerja politik hingga 2023. \"Buat saja Keputusan Presiden atau Instruksi Presiden, semua menteri tidak boleh bicara politik sampai Tahun 2023. Kalau perlu ganti menteri agar fokus, dilakukan reshuffle. Jokowi harus keras kepada menterinya, supaya etika bernegara bisa ditegakkan,\" tegas Syahganda Nainggolan. Namun, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin menilai ada sikap paradoks yang ditunjukkan Presiden Jokowi, sehingga sulit untuk mengganti menterinya yang melakukan kampanye terselubung. \"Selain mengizinkan menterinya rangkap jabatan ketua umum partai, jangan lupa tahun lalu, salah satu pimpinan Partai Gerindra sudah minta izin untuk maju sebagai calon Presiden. Jadi memang Jokowi membiarkan dan memberikan izin menterinya menjadi capres,\" kata Ujang Komarudin. Ia sudah meminta Jokowi agar memecat menteri yang melakukan kampanye atau melakukan kerja-kerja politik, hingga akhirnya dibully oleh buzzer empat calon presiden dari menteri tersebut. \"Tapi demi kepentingan bangsa, meski saya dibully sama buzzer empat capres tetap harus saya lakukan. Sekarang ini apa yang kita ucapkan, sering kali berbeda dengan tindakan. Kita sudah membiasakan kemunafikan,\" katanya. Sebaliknya, Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menilai Presiden Jokowi menghadapi dilema dengan sistem perpolitikan sekarang, sehingga tidak bisa seenaknya mengganti menteri meski tidak bisa bekerja di lapangan. \"Dari 33 menteri sekarang, Presiden Jokowi hanya memilih setengahya, setengahnya lagi ditentukan ketua umum parpol. Jadi kalau berharap dengan kinerja menteri sekarang sama saja dengan mimpi,\" kata Qodari. Menurut Qodari, desain politik sekarang harus dipahami semua pihak, yang kurang memberikan ruang bagi Presiden untuk menentukan seorang menteri tanpa harus konsultasi dengan ketua umum parpol. Sehingga ketika seorang menteri yang diusulkan ketua umum parpol tidak bisa bekerja, Presiden tetap saja tidak bisa menggantinya, karena ada dukungan partai politik, meskipun tidak memiliki kompetensi. \"Jadi anda harus pahami desain politik sekarang. Ketika dia didukung kekuatan politik, apa kemudian saya bisa mengganti, ya tidak bisa. Suka tidak suka, itulah realitas dan situasi dan kondisi sekarang. Rekomendasinya perbaiki sistemnya,\" kata Direktur Eksekutif Indo Barometer ini. Wakil Ketua Partai Gelora Fahri Hamzah menegaskan, politik itu memiliki aturan hukum. Jika standar etiknya dilanggar, maka akan menimbulkan kekacauan dalam sistem. \"Presidensialisme itu, tidak mentoleir membagi-bagi kekuasaan. Presiden itu mutlak, dia nggak bisa diatur-atur pimpinan parpol atau parlemen, dan Presiden tidak bisa dijatuhkan. Menterinya boleh berdebat jangan takut dihadang parlemen, kalau anggarannya ditolak, apa susahnya kembali ke anggaran tahun lalu,\" kata Fahri. Fahri justru mempertanyakan, apakah benar para pimpinan parpol berani sama Presiden, karena mereka akan menghadapi situasi dalam pemilu, dimana partainya maupun yang bersangkutan bisa tidak terpilih lagi \"Makanya kalau di Amerika Serikat ada pemilu sela sebagai ajang koreksi terhadap Presiden dan partai politik. Sehingga ketika ada pemilu akan menghasilkan partai yang berbeda dengan Presidenya,\" katanya. Fahri meminta Presiden Jokowi menertibkan para menterinya yang sibuk kampanye atau melakukan kerja-kerja politik menjelang Pemilu 2024. \"Keluyuran-keluyuran yang enggak jelas dari orang-orang yang ingin menjadi capres ini, adalah tindakan liar yang harus dihentikan, dan yang harus menghentikan memang Presiden. Elektabilitas Presiden sekarang melorot, karena memang ini salah, dan nggak boleh dibiarkan orang-orang itu. Berkampanye sendiri sudah ada jadwalnya baik itu Pilpres maupun Pemilu Legislatif,\" tegas Fahri Hamzah. (sws)
Mengapa Indonesia Harus Prabowo-Puan 2024-2029?
“Saya bertemu 4 kali, ini cacatan serius setelah Saya menyimak betapa dalamnya Prabowo memahani Indonesia” Oleh: Natalius Pigai, Aktivis HAM MENGAPA Indonesia butuh Prabowo Subinato dan Puan Maharani menjadi Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029? Mengapa bukan calon pemimpin yang lain? Saya akan mengulas secara mendalam berbagai kompleksitas persoalan bangsa ini yang hanya Prabowo Subianto dan Puan Maharani yang bisa menyelesaikannya. Prabowo yang memiliki karakter Negarawan, Politikus dan satu dari sedikit elit Indonesia yang peduli pada bangsanya dan rakyatnya, patriotik, nasionalis, tegas, objektif dan tidak mudah didikte oleh oligarki yang selama ini sudah melingkari kekuasaan, Prabowo juga Kombinasi Jawa dan Luar Jawa yang lebih sebagai figur candra kebangsaan. Demikian pula Puan Maharani yang ditopang oleh Ibu Megawati Sukarnoputri yang memiliki karier politik yang cukup mumpuni, bernaung di bawah Partai Nasionalis yang besar dan berasal dari Jawa dan Sumatera Selatan. Hari ini bangsa Indonesia berada di titik nadir, titik dimana terjadi divergensia nalar para pemimpin dan rakyat, titik jenuh dimana perilaku pongah yang dipertontonkan pemimpin, titik dimana pemimpin hadir menerkam rakyat, titik dimana Pancasila dan simbol-simbol negara bangsa dipandang sebagai artistik simbolisme tanpa perwujudan substansial. Kita berada di ambang kehancuran! Disparitas antar antar wilayah Timur, Tengah dan Barat, disparitas antar kelompok oligarki dan rakyat, kemiskinan makin hari kian parah, penganggur anak negeri lalu lalang menenteng tas, menyebrangi jembatan tanpa sungai di kota-kota metropolis, mengetuk pintu penguasa sembari mengucurkan air keringat. Kematian ibu dan anak yang tinggi, kebodohan nyaris menyelimuti seantero negeri ini. Pemimpin menggadaikan negeri ini kepada pasar, Indonesia sudah tergadai pada komprador, penguasa modal, kekuasan aseng dan asing, pemilik uang IMF dan Bank Dunia. Kita menjadi hamba sahaja melayani penguasa uang di kolong langit, dijamu dengan nilai fantastis, uang hasil keringat rakyat. Padahal 8 tahun yang lalu pemimpin tertinggi negeri berkomitmen menjaga moralitas untuk hidup tidak hedonis, anjurkan makan ubi, singkong, tahu dan tempe di setiap sidang kabinet. Inilah wujud nyata perilaku pongah dan bedebah dipertontonkan kepada rakyatnya sendiri tanpa perasaan malu. Banyak Bangsa iri hati pada bangsa ini, Nusantara. Dari Sabang sampai Merauke, Miangas di Utara sampai Rote Sabu Raijua Ujung Selatan, terdiri gugusan kepulauan sebanyak 17 ribu lebih pulau, di dalamnya berisi sumber daya alam yang melimpa ruah. Namun kita menyaksikan Hutan-hutan kita dicuri, rampas dan rampok (illegal loging), ikan-ikan di laut dan segala biota dicuri (illegal fishing), sumber daya alam di atas bumi dan perut bumi dijarah (illegal mining) komprador asing, aseng dan negara. Hegemoni mereka terlalu tinggi! Rakyat merana di atas kelimpahan. Ibarat tikus mati di lumbung padi. Letak geografis yang strategis, berada di antara 2 benua, Australia dan Asia, diapit 2 Samudera menjadi letak yang strategis sebagai lintasan mobilitas barang, jasa dan orang dari Eropa ke Pasifik dan Asia Timur, juga Australia ke Asia. Apapun alasannya Indonesia berada dalam ancaman. Kita diancam oleh 13 musuh tetangga, merongrong wilayah batas terluar negara dijadikan pusat penyelundupan orang (traficking), dan penyeludupan barang (smugling) dan pusat transaksi narkotika. Konflik kawasan mengancam geopolitik kita secara serius. Soal Laut China Selatan, Konflik psikologis Australia dan Asia, pergolakan bangsa Moro di Philipina, perjuangan bangsa Melayu di Jala, Patani, dan Naratiwat di Thailand Selatan dan berbagai konflik regional yang mengitari kawasan ini. Jangan anggap remeh karena sejarah dunia telah membuktikan, sebuah negara baru lahir juga bubar tidak hanya karena perjuangan semesta tetapi juga momentum. Momentum dimana konflik kawasan mampu membentuk peta dan geopolitik baru. Sejarah telah mengajarkan kita bahwa tidak mustahil bangsa ini lepas dari belenggu penjajahan jika tahun 1942 Jepang tidak menyerbu Honolulu, Amerika mengamuk mengusir Jepang melalui lautan Pasifik, Bom Atom Jatuh di Hiroshima dan Nagasaki. Invasi Jepang di Indonesia dan Belanda terusik. Adanya kekosongan kekuasan membuat Laksamana Maeda memerintahkan pembentukan Dokuritsu Jumbi Zusakai, Panitia Persiapan Kemerdekaan. Konflik dan perang antara blok Barat dan Timur telah menghasilkan ratusan negara-negara baru pada abad-19 baik di Afrika, Asia juga di Amerika Latin. Oleh karena itu, jangan main-main. Hari ini juga China penetrasi ke Asia Tenggara, Singapura telah jatuh, kawasan Pasifik mulai diintai, kawasan Afrika, Sri Langka dan Maladewa nyaris jatuh di tangan China artinya Samudera India di ufuk barat Indonesia akan dikendalikan tangan bangsa China yang musuh bebuyutan India. Bukan mustahil konflik di masa depan adalah Lautan Andaman dan Teluk Benggali. Apalagj nilai histori bahwa bangsa Sino Tibetian dan Austro Asiatik di Thailand dan Myanmar memiliki sejarah yang panjang dengan bangsa Mongol di China. Sebagai negara yang memiliki Labilitas integrasi nasional, dibutuhkan Kekuatan pertahanan yang tangguh. Kekuatan pertahanan tidak hanya terdapat pada: 1) Jumlah dan Profesionalisme Militer; 2). Alat Utama Sistem Persenjataann (Alutsista) militer yang memenuhi atau melampui kekuatan minimum (minimum esensial Force); 3). Kekuatan Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya yang tangguh; 4. Kekuatan rakyat Indonesia. Kenyataan menunjukkan bahwa militer hanya menjadi garda depan integrasi teritorial dengan mengedepankan pertahanan doktrin unitarian NKRI. Militer tidak pernah mempu bersuara atau berbicara menekan pemerintah tentang pentingnya keadilan sosial. Tidak mungkin Negara Kesatuan akan utuh tanpa keadilan sosial, sebaliknya keadilan sosial merekatkan jiwa nasionalisme dan integritas sosial. Selama 73 tahun kita tersandera dan berbicara terus menerus tanpa henti tentang NKRI Harga Mati, spanduk di depan kantor kantor militer, atau reklame, baliho militer terpampang di sudut-sudut jalan NKRI Harga Mati, tetapi mana tulisan Keadilan, kesehatan, pendidikan dan sandang, pangan dan Papan sebagai keadilan sosial Harga mati? Kita tidak ingin militer menjadi panglima dalam perang, juga panglima dalam pembangunan seperti sistem binomial pada masa orde baru, tetapi sejatinya mereka menekan pemerintah akan pentingnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kita mesti bertanya kepada pemimpin negeri ini. Mengapa Indonesia sampai pada umur 73 tahun masih berdiskursus tentang pentingnya pembangunan karakter kebangsaan (nation and character building). Masih berbicara tentang jati diri bangsa, masih berbicara tentang pemilik negeri dan bukan pemilik negeri, masih berbicara tentang nilai-nilai fundamental, kita masih berbicara tentang adanya labilitas integrasi nasional dan integrasi sosial. Ketidakharmonisan bangsa ini bertahan begitu lama. Salah satu sumber dan pemicu persoalannya adalah tiap pemimpin di negeri ini mengklaim diri sebagai sentrum utama nasionalisme, sumber nasionalisme. Presiden klaim diri pusat nasionalisme berada di singgasana kekuasaan di Istana Negara dan pemegang kekuasaan, sedangkan rakyat dianggap bukan nasionalis. Seakan-akan pusat nasionalisme hanya deliver dari Soekarno ke Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid Gusdur, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo saat ini. Sementara rakyat dianggap bukan pemilik nasionalisme. Bahaya akibat nasionalisme personifikasi individu para pemegang kekuasaan menjustifikasi dan bahkan memperlebar segregasi antara pemerintah dan rakyat, di mana rakyat termarjinalkan dari mainstream utama nasionalisme dan bahkan dianggap bukan nasionalis. Akibatnya hari ini kita menyaksikan jutaan rakyat Muslim turun ke jalan-jalan protokol menuntut keadilan, orang-orang pinggiran di Papua, Aceh dan Kalimantan berjuang mempertahankan identitasnya. Itu problem kebangsaan kita saat ini. Karena nasionalisme hanya diklaim milik segelintir elit politik di negeri ini. Perilaku arogan yang dipertontonkan oleh pemimpin negeri ini dengan mengkultuskan diri sebagai pemilik negara adalah absurd, arogan, kronisme dan cenderung primordialisme. Namun harus diingat bahwa Bangsa ini tidak pernah diperjuangkan oleh kelompok, satu orang, satu suku dan agama. Laksamana Malahayati berjuang di Aceh, Sisingamangaraja di tanah Batak, Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah, Hasanudin di Makasar, Patimura di Ambon, demikian pula ada 7 Pahlawan keturunan China, ada Baswedan dari keturunan Arab, pahlawan beragama Katolik dari Jawa Tengah, Slamet Riyadi, Adi Sutjipto, Adi Sumarmo, Yos Sudarso, I.J. Kasimo dll, yang merintis kemerdekaan ini semua suku bangsa dan agama. Para pejuang ini keturunan rakyat jelata, bukan darah biru, raja-raja di nusantara juga tidak pernah berjuang kemerdekaan Indonesia, mereka hanya sebagai pemungut cukai, kaki tangan dan anak emas kolonial. Padahal dalam sejarah, Kolonial hanya 1 orang Raja yang diesksekusi Mati oleh Belanda, yaitu Raja Ende Lio di Flores, Pius Wasi Wangge dieksekusi di Kupang, namun hari ini kesultanan Yogyakarta, dan Kesunanan Solo dan Darah Biru di Jawa mengklaim negeri ini milik mereka, omong kosong!. Apa yang perlu kita lakukan hari ini, rakyat Indonesia harus bersatu melawan dan menentang nasionalisme personifikasi individu menjadi nasionalisme tanah air dan bangsa. Karena Nasionalisme menyatakan pertautan perasaan identitas diri dan keanekaragaman sebagai mosaik Indonesia. Nasionalisme juga bersatu karena kita mengalami trauma dan tragedi yang sama pada masa lampau (renan). Atas nama nasionalisme membungkam lawan-lawan politik adalah salah, atas nama nasionalisme menerkam rakyat juga tentu tidak bisa dibenarkan. Ironi di negeri ini, di Jerman Adolf Hitler tampil sebagai pemimpin yang kejam membunuh 6 juta Bangsa Yahudi tidak pernah mengklaim diri pusat nasionalisme, juga bukan untuk mempertahankan kekuasaannya sebagai kanselir Jerman. Tetapi Hitler membela bangsanya yaitu bangsa Prusia, berjuang demi harga diri bangsa Prusia. Demikian pula di Rusia dimulai dari restrukturisasi Rusia melalui grasnot, demokratizaya dan preostroyka dan akhirnya juga negara Rusia melepaskan beberapa negara pecahan di Eropa Timur dan 3 negara di Kaukasia Selatan pada 1991 juga untuk mempertahankan bangsa Rusia seperti sekarang ini. Revolusi Perancis adalah juga mempertahankan bangsa Perancis dan juga restorasi Meiji di Jepang terjadi setelah penjajahan Jepang terhadap China dan kemenangan Jepang atas perang Manchuria menghadapi Rusia dan Jerman juga untuk mengangkat harga diri dan nasionalisme bangsa Jepang, bukan untuk mempertahankan citra atau kekuasaan Meiji dan Kawan-Kawan yang menjadi Pemimpin perang. Oleh karena itu, para pemimpin negeri ini yang mengklaim diri pusat nasionalisme harus kita lawan! Kita harus lawan! Kita harus lawan. Lawan tidak mesti perlawanan fisik tetapi perlawanan terhadap cara pandang, pola pikir dan nalar penguasa yang berada di singgasana kekuasaan. Karena akal sehat untuk mengelolah negeri ini sedang tumpul, galau dan bahkan nelangsa di simpang kiri jalan. Bangsa ini sedang mengalami Problematik secara kronis sepanjang lebih dari 50 tahun. Salah satu sumber persoalannya dimulai ketika Negara ini mengambil 3 senyawa yang berbeda dalam satu wadah yaitu; Nasionalisme, Agama dan Komunis. Bagaimana mungkin tiga pilar yang bertentangan bisa dipaksa dalam satu wadah. Nasionalisme yang mengedepankan cinta pada tanah air dan bangsa yang bersifat profan, duniawi dan alam pikir sekuler. Sedangkan Agama berbicara tentang hubungan transendental antara Tuhan dan Manusia, Tuhan dijadikan sebagai sumber moral dan pusat kekuasaan dan Komunisme yang mengajarkan cara pandang materialisme, sebuah dialektika dan logika tentang peniadaan Tuhan. Sangat kontras dengan posisi ideologi politik-ekonomi negara-negara dunia ketiga di mana dunia berada dalam perang dingin antara blok barat dan timur. Bandingkan di Tanzania, pejuang dan proklamator bangsa Sanzibar dan Tanggayika Prof Julius Nyerere membangun doktrin sosialisme utama yaitu kombinasi antara sistem sosialis, kapitalis dam nasionalisme berpusat pada rakyat agrarian. Agama ditempatkan pada posisi Agung (adiluhung). Sebenarnya akhir tahun 1960-an ketiga pilar ini sudah mulai pudar dan pecah serta komunisme dibubarkan, bahkan dilarang dan tidak berada satu wadah, namun 1973 ketika terjadi fusi partai, kekuatan komunisme masuk dalam mesin utama sebuah partai menjadi kekuatan utama sebuah partai yang bertahan sampai sekarang. Sedangkan kelompok agama sebagai penentang komunisme masih memiliki ingatan akan trauma dan tragedi (memoria pasionis), bermusuhan dan menyimpan dendam kesumat atas peristiwa 65. Sepanjang kekuatan komunisme ini masih ada dalam mesin utama politik maka persoalan bangsa ini tidak akan pernah berakhir. Dampaknya hari ini kita menanggung dosa sejarah dan akan terus menjadi noda hitam bangsa dalam sejarah Indonesia. Berbicara tentang komunisme adalah pembicaraan yang paling sensitif di negeri ini. Keberadaan komunisme masih menghantui sebagian besar rakyat Indonesia. Namun hari ini pemerintah menjalin hubungan dengan negara komunis China menunjukkan mengambil politik luar negeri lebih ekstrim melampaui pakem politik bebas dan aktif. Kebijakan politik luar negeri pemerintah yang lebih condong ke China dibandingkan negara-negara Amerika, Eropa bahkan Jepang cenderung mengancam eksistensi negara Republik Indonesia. China adalah super Power bidang ekonomi, politik, militer juga finansial. Pada bulan Oktober 2017, Konggres Nasional Partai Komunis China telah menetapkan 4 hal penting terkait Indonesia yang harus dicermati dan diwaspadai: 1). Menetapkan Xi Jinping sebagai Presiden China sekaligus sebagai Ketua Politbiro Partai Komunis China. Dimana Jinping pernah ke Jakarta merumuskan konsep Jalur Sutera di Jakarta; 2). Partai Komunis China menetapkan perantau (diaspora) China di seluruh dunia ditetapkan sebagai bangsa China dan China mengenal warga negara mengikuti pertalian darah (ius sanguinis); 3). Keputusan Partai Komunis China bahwa kurang lebih 400 juta orang harus keluar dari China, karena ruang dan kapasitas di China tidak cukup mampu menampung pertumbuhan penduduk. Ada korelasi dan signifikan jika adanya penetrasi kapital China, pembukaan kawasan industri, pembangunan kawasan real estate dan reklamasi pesisir partai, penguasaan agro wisata, agro industri dan perkebunan yang luas adalah miliu dimana potensial bagi tempat penampungan penduduk China sesuai target Partai Komunis China. Ini yang harus dicurigai dan diwaspadai bangsa ini. Soal 4 Pilar Bangsa. Saya harus mengulas satu per satu untuk memahami cara pandang Out of The Box tentang 4 pilar ini. Kita mesti kembangkan pemikiran baru yang lebih dinamis dan fleksibel menyertai perkembangan jaman. Pancasila. Ironi memang! Hari ini, Pancasila sebagai landas pijak bangsa (norma dasar) mulai terusik, Tuhan mulai dipertentangkan antara sentrum utama kekuasaan dan sumber moral, kemanusiaan terasa tidak adab dan tidak adil, persatuan terkungkung dalam polarisasi SARA, permusyawaratan dimonopoli komunitas mayoritas berlindung didalil dan jargon “One men, One Vote, dan One Value” di negeri yang penduduknya tidak seimbang, keadilan yang kontradiktif tanpa disertai dengan distribusi kekuasaan yang merata, (no distribution of justice without distribution of power). Soal Distribusi Kekuasaan ini amat penting. Problem saat ini yaitu kurangnya distribusi kekuasaan (disturibution of power) yang berdampak pada distribusi keadilan (distribution of justice) maka ada benarnya jika keadilan hanya berpusat pada sekelompok oligarki politik juga ekonomi pada kelompok pemenang ini. Pancasila tidak mesti dijadikan sebagai azas tunggal karena semua komunitas bangsa ini memiliki Azas yang berbedah bedah, ada yang berazas agama, ada yang berazas budaya, ada yang berazas kepribadian suku dan bangsa di nusantara. Sudah saatnya kita membuka wacana (diskursus) Tuhan sebagai sumber kekuasaan atau sumber moral adalah hal yang mudah diperbincangkan agar termasuk tuntutan akan adanya Piagam Jakarta dan juga Piagam Madina. Demikian pula kemanusiaan yang adil dan beradab, istilah “adil dan beradab” ini adalah kata kerja, bukan kata sifat sehingga tidak tepat dimasukan sebagai falsafah hidup (filosofiche groundslack), demikian pula persatuan Indonesia tercerai berai dalam sektarianime dan etnisistas, adalah fakta sosial yang tidak bisa ditutupi atau disembunyikan bahwa ada Islamo phobia, Kristen phobia, Papua phobia, Jawa phobia, Bali phobia sudah mulai tumbuh kembang dan menjamur di mana-mana. Persoalan permusyawaratan, sistem pemilu sekarang promosional terbuka adalah sistem Winers takes all, pemenang ambil semua, tidak tepat karena adanya fakta bangsa kita Persebaran penduduk yang tidak seimbang, Jawa masih dominan dari suku lain maka bukan tidak mungkin Presiden melalui pemilihan dan juga legislatif pasti didominasi oleh mayoritas di negeri ini, ini yang namanya kekuasaan berpusat pada satu suku. Problem saat ini kurangnya distribusi kekuasaan (disturibution of power) yang berdampak pada distribusi keadilan (distribution of justice) maka ada benarnya jika keadilan hanya berpusat pada sekelompok oligarki politik juga ekonomi pada kelompok pemenang ini. NKRI itu hanya sebuah bentuk bangunan negara bangsa, bentuk negara ini sama dan ibarat nomenklatur yang termasuk bangunan sosial, bangunan sosial bersifat dinamis bukan statis dan kaku, sebagaimana sistem sosial yang selalu berubah, NKRI itu juga bisa berubah, sangat ironis seluruh dunia Negara kesatuan itu dibentuk jika; luas wilayahnya kecil, negara kontinental (daratan), penduduknya homogen, kekuasaan terpusat. Kalau bangsa kita jelas bahwa wilayah negara ini terlalu luas, negara maritim, penduduk heterogen, dan pemerintahan demokratis, inilah yang namanya contradictio in terminus. Sudah saatnya kita harus formulasi Ulang tentang NKRI dengan bentuk negara Federasi atau Serikat. Bangsa Aceh bisa mengatur dan mengurus diri sendiri, Sumatera Utara, Kalimantan, Sulawesi dan Bali, NTT dll. UUD 1945, sebagai landasan konstitusional tidak dapat diterapkan dan tidak relevan lagi dengan kondisi kekinian bangsa Indonesia. Kalau kita cermati sebagai landasan konstitusional tidak mampu menjadi pijakan para pembuat undang undang, berbagai pasal di batang tubuh yang bertentangan dengan berbagai peraturan perundangan yang dihasilkan saat ini. Selain adanya gugatan sekelompok orang yang dituduh makar yang ingin agar kata “asli” dihidupkan kembali juga adanya undang-undang yang sebenarnya bertentangan misalnya hukuman mati, sesuai dengan pasal 28 huruf i UUD 1945 menyatakan pengakuan hak hidup namun dalam UU KUHP masih menerapkan hukuman mati, demikian pula UUD juga tidak statis, kita memilik pengalaman amandemen UUD 1945. Sudah saatnya UUD 1945 dilakukan perubahan secara radikal untuk mengakomodir agar adanya kepastian kepentingan golongan minoritas dalam eksistensi Republik ini. Bhineka Tunggal Ika ini hanya hanya adagium yang dimaknai secara simbolik tetapi tidak substansial, pengakuan keanekaan secara simbolik tidak disertai dengan kebijakan yang berbhineka, ketika Presiden menunjuk menteri 28 orang dari 34 di antara berasal dari 1 suku, yaitu Jawa maka sejatinya tidak melaksanakan atau mewujudkan bangsa pelangi atau Bhineka. Bhineka adalah bangsa pelangi karena itu tidak tepat kalau disebut Ika atau Tunggul, pengakuan secara faktual Bahwa kita berbangsa multy etnik dan Multi minoritas adalah sesuatu ada (being). Kenyataan hari ini menyaksikan bangunan kebhinekaan bangsa rapuh bahkan nyaris tuntuh, saatnya mesti belajar mengakui adanya fakta bangsa ini memang berbeda-beda. Semua riuh rendah dan riak-riak di bangsa ini tidak jatuh dari langit, ada akar historisnya dan ironisnya persoalan-persoalan ini muncul ketika bangsa ini memilih Pancasila, UUD 45, NKRI Adam Bhinneka Tinggal Ika menjadi pilar-pilar bangsa yang konstan tanpa membuka ruang menampung nilai-nilai baik yang lahir, timbuh dan berkembang di negeri ini. Termasuk Hukum Syariah, Khilafah dan Khalifah sebagai komplementer untuk melengkapi cara pandang, pemikiran dan tindakan berbangsa dan bernegara. Sampai kapanpun bangsa ini akan bermasalah ketika penetrasi Islam transnasional begitu kencang berkembang pada mayoritas, namun negara menutup ideologi, dogmatika agama yang dianut oleh mayoritas rakyat Indonesia. Kita telah mengalami kemunduran tidak hanya dalam pembangunan fisik tetapi yang terpenting adalah pembangunan manusia. Empat Tahun lalu, Kata NAWACITA begitu magnet dan membahana seantero nusantara. Namun, sejak tahun 2016, Jokowi gugup mengucapkan kata “Nawacita” dan tenggelam di hamparan lautan nusantara. Kegagalan terbesar bangsa ini adalah gagal menemukan pemimpin yang Berfikir (ontologis), mampu menerjemahkan (epistemologis) dan juga bisa mendeliver menjadi nyata (aksiologis). Seperti Revolusi Mental yang konon katanya mau merubah 7 sifat buruk “manusia Indonesia” yang dikemukakan oleh Muchtar Lubis antara lain: munafik (hipokrik), korup, percaya tahayul. Namun Jokowi telah menenggelamkan sendiri karena ada tumpukan nalar orde baru dan mendung besar di atas Istana Negara. Akhirnya, hari ini kita menyaksikan rakyat menjerit karena tidak mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan akibat pemimipin tidak mampu mengelola negeri ini. Nilai tikar rupiah makin melemah ke posisi psikologi mencapai Rp 14.900. Kita sudah memasuki babak baru krisis perekonomian. Apa yang telah saya jelaskan di atas adalah berbagai persoalan fundamental yang harus diselesaikan. Tidak lain dan tidak bukan yaitu melalui Revolusi konstitusional. Revolusi konstitusional memang tidak mudah ditemukan dalam berbagai pustaka. Secara teori hanya kita mengenal revolusi konstitusi. Namum saya tegaskan Revolusi jangan dilihat sebagai sebuah perlawanan fisik, tetapi merujuk kepada ide Bung Karno yaitu Revolusi sebagai pergerakan nasional. Pergerakan untuk perubahan ketatanegaraan (pemerintahan atau keadaan sosial). Pada hakikatnya revolusi sebagai “perombakan, penjebolan, penghancuran, pembinasaan dari semua yang tidak kita sukai, dan membangun apa yang kita sukai. Revolusi adalah perang melawan gagalnya pemimpin negara dan melawan tatanan, norma dan keadaan yang buruk untuk melahirkan keadaan yang baru”. Hal ini harus dimulai jika hanya Prabowo Subianto dan Puan Maharani sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI 2024-2029. NB: Tulisan ini merupakan tanggungjawab saya sendiri sebagai Penulis. (*)
Makna Berkemas Jokowi - Iriana
Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan ADALAH Gibran Rakabuming Raka Walikota Solo yang membenarkan bahwa ayah bundanya sudah mulai mengemasi isi kediaman Istananya dan mencicil mengirim menggunakan kurir ke Sumber Banjarsari Solo kampung halamannya. Menurut Gibran hal yang wajar untuk mulai berkemas karena ayahnya akan habis masa jabatannya sebagai Presiden. Padahal masa jabatan itu masih dua setengah tahun lagi. Berkemas dini ini tentu tidak lazim dan dapat menyiratkan makna dan kemungkinan antara lain : Pertama, sesuai alasan yang dikemukakan Gibran bahwa Jokowi akan selesai masa jabatan dan tidak menambah untuk periode ketiga. Jadi normal saja berbenah dua setengah tahun lebih awal. Bisa saja untuk menunjukkan kesederhanaan bahwa sampai akhir periode hanya menyisakan dua stel baju. Putih dan kaos ala Musk he he Kedua, tipu-tipu saja seolah menunjukkan tekad untuk tidak akan memperpanjang jabatan, akan tetapi terhadap gerakan dukungan tiga periode tetap dibiarkan bahkan dibuka peluang. Tuh kan saya sudah tidak mau tiga periode, sudah berkemas sejak jauh-jauh hari, tetapi aspirasi rakyat harus didengar, ini negara demokrasi. Ketiga, memang sudah merasakan berat untuk menyelesaikan jabatan 2,5 tahun lagi itu. Hasil renungan atau tekanan ia harus berhenti di satu tahun ke depan. Kesepakatan oligarki, Presiden dan Wakil Presiden berhenti di tengah jalan. Kemudian menyiapkan lebih dini dan matang figur kepanjangan tangan. Keempat, nasehat dukun. Meski tidak rasional akan tetapi jika diyakini pasti akan dituruti. Perilaku aneh dan tidak lazim untuk berkemas dua setengah tahun sebelum jabatan berakhir menandakan bahwa spiritualitas dapat mengabaikan pandangan dan kritik. Kelima, konstelasi global membuat kehilangan kepercayaan diri. Kepulangan dari Amerika tidak membawa oleh-oleh yang dapat membuat sumringah rakyat Indonesia. Bahkan terlalu banyak olok-olok atas Presiden. Investasi masih dalam tahap janji. Desakan untuk mundur cukup kuat. Jokowi dianggap gagal menunaikan amanat untuk menyelesaikan problema bangsa dan negara. Bahkan dinilai justru menjadi sumber dari masalah itu sendiri. Hampir sulit menyebut prestasi signifikan dari kepemimpinannya. Isu perpanjangan periode berhadapan dengan antitesa berhenti sebelum akhir periode. Membengkak hutang luar negeri sulit dihindari, korupsi disana sini, ancaman krisis ekonomi, rendah daya beli dampak pandemi, serta teriakan serak mengemis investasi. Megawati menjauh dari Jokowi, berantakan partai koalisi, serta oligarki yang berkonfigurasi. Semua memperkuat desakan agar Jokowi segera mengundurkan diri. Berkemas dini dan bersiap untuk kembali adalah tanda-tanda kemenangan dari kekuatan antitesa itu. Jokowi cukup sampai sini. \"Yo omahe Solo, yo mulih neng Solo, no\" . Betul Mas Gibran, lebih cepat lebih baik \"luwih cepet luwih apik\". Bandung, 19 Mei 2022
Surat Terbuka Buat Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian
Kepada Yang Terhormat Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian Di Jakarta. Dengan Hormat, Kami dari CBA (Center For Budget Analysis) meminta kepada Bapak Menteri Dalam negeri, Tito Karnavian agar segera menegur dan evaluasi Plt Walikota Bekasi Tri Adhianto Serta segera menghentikan Mutasi dan Pelantikan Pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, karena: 1). Mutasi yang asal-asalan dan cenderung Arogan. Hal ini dilihat dari Daftar Persetujuan, Pengukuhan, Pengangkatan dan Pengangkatan Pejabat di lingkugan Pemerintah Daerah Kota Bekasi Nomor 821/3051/OTDA tertanggal 9 Mei 2022 yang disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri terlihat bahwa usulan Plt Walikota Bekasi Cenderung Asal – asalan dan Arogan karena tidak melibatkan Baperjakat dalam mengolah dan menganalisa beban jabatan yang diemban dalam melakukan pelayanan publik kepada masyarakat Kota Bekasi 2). Mengusulkan Pergantian Pejabat yang tidak sesuai kemampuan dan keahliannya; Postur Usulan Mutasi dan Promosi di Pemerintah Propinsi Jawa Barat Nomor 2039/KPG.07/BKD tertanggal 08 April 2022 TIDAK sesuai dengan Sumber Daya Manusia yang diperlukan dalam SKPD. Ini bisa kita lihat dari penempatan bahwa pejabat yang tidak memiliki keahlian dan pengalaman yang spesifik menduduki jabatan baru yang membutuhkan pengalaman dan keahlian dalam jabatan itu seperti pada OPD SETDA yang memutasi Kabag ULP-nya dan diganti dengan Pejabat Baru yang tidak berpengalaman dalam urusan Pengadaan Barang dan Jasa dan menjelang Masa Pensiun. Sementara kita tahu bahwa Pengadaan Barang dan Jasa merupakan Pintu Masuk atas APBD yang akan dijalankan untuk pemenuhan akan pembangunan di Kota Bekasi dari berbagai macam sektor kebutuhan pelayanan masyarakat, indikasi ini akan berdampak pada kualitas pelayanan kepada masyarakat yang lebih buruk dibanding Walikota terdahulu, pun halnya sama di SKPD seperti DLH, DBMSDA dan yang lainnya. 3). Urgensi Kebutuhan diabaikan; Dalam hal urgensi pelayanan masyarakat haruslah terpenuhi terlebih dahulu tapi ini tidak bisa kita lihat dalam usulan promosi dan mutasi yang diusulkan Plt Walikota terkait pelayanan dasar kesehatan masyarakat bahwa pada Dinas Kesehatan pun Plt Walikota mengusulkan Kepala SKPD yang tidak mengerti Pelayanan dasar kesehatan masyarakat, jadi akan kah pelayanan kesehatan masyarakat nya akan terlayani dengan baik pasca tidak diberlakukannya jaminan kesehatan berbasis NIK (KS – NIK) yang menjadi produk unggulan Rahmat Effendi dan Tri Adhianto dalam Pemilukada 2,5 Tahun ke belakang dan lagi-lagi yang akan menjadi Korban adalah Masyarakat Kota Bekasi atas nama Pelayanan Masyarakat. Demikian Surat terbuka ini, kami ajukan kepada Bapak Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. Terimah kasih atas kerjasamanya. Jakarta, 18 Mei 2022 Uchok Sky Khadafi Direktur CBA
Tampilan Pemimpin Politik
Oleh Ridwan Saidi - Budayawan Foto di atas diambil dari sobekan koran lama yang caption sudah tak utuh. Foto menampilkan Dwi Tunggal Sukarno Hatta menghadiri upacara Dies Natalis Universitas Indonesia di Fakultas Tehnik UI di Bandung yang krmudian jadi ITB. Tahun diprakirakan 1951-56. Dalam foto tampak gesture berbeda antara dua tokoh berhadapan dengan wanita panitia penyambut. Bung Hatta merunduk tersenyum tipis. BK tersenyum lebar seraya mata menatap panitia penyambut. Gesture kedua tokoh natural. Bukan akting. Presiden Ho Chi Min atau Paman Ho pernah ke Indonesia sekitar tahun 1955-58. Ia hadir di DPR yang masih di gedung Kemenkeu sekarang. Ia dipersilakan ke pentas pimpinan yang ternyata kualitas kursi pimpinan dan anggota berbeda. Paman Ho menolak kursi salon dan minta kursi rotan untuk anggota. Paman Ho acting? Tebar pesona untuk sedot popularitas agar tiga periode? Itu bukan tipe Paman Ho. Pemimpin politik harus cerdas dan menguasai bahasa asing. Pak Harto tahu bahasa Belanda juga Inggris, tapi beliau memilih menggunakan penerjemah. Memaksakan diri berbahasa asing dengan pronounciation buruk mestinya malu dengan diri sendiri. Di pentas Internasional pemimpin politik harus dapat menunjukkan kecerdasannya. Apalagi di dining table, omomgan tentang karya Shakespeare bisa saja ada yang melontarkan. Masa\' parameter pemimpin politik bisa nyemplung ke kali. Karena itu perubahan politik tidak sekadar mau ganti orang. Sebelum mendapatkan Ali Sadikin sebagai calon Gubernur DKI, Bung Karno membentuk tim kecil pimpinan Dr Jo Leimena untuk talent scouting. Sarana untuk membangun leadership a.l olahraga. Di Jakarta hampir sirna ruang terbuka untuk olahraga sepakbola. Organisasi Pramuka sangat bermanfaat, tapi popularitasnya memudar. Intelectual gymnastic harus dilatih sejak sekolah menengah, termasuk ketrampilan debat. Perubahan itu tidak mudah tapi jangan dihindarkan sebagai kewajiban sejarah. (RSaidi)
Ruhut Apes Hina Anies & Orang Papua, PDIP Tak Mau Bela
Jakarta, FNN – Politisi PDIP Ruhut Sitompul kali ini sepertinya tidak mungkin bisa lepas dari jeratan hukum. Apalagi, PDIP sendiri terkesan lepas tangan tak akan membelanya terkait meme Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Seperti disampaikan wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam Hersubeno Point, Rabu (18/5/2022), Sekretaris DPD PDIP DKI Jakarta Gembong Warsono menanggapi tindakan Politikus PDIP Ruhut Sitompul yang mengunggah meme Gubernur Anies Baswedan menggunakan koteka. Gembong sendiri tidak ingin banyak berkomentar mengenai konten di akun Twitter milik Ruhut tersebut. Menurut dia, salah atau tidaknya Ruhut akan diputuskan oleh pihak yang berwajib. Terlebih, saat ini Ruhut memang sudah dilaporkan kepada polisi. \"Apakah yang dilakukan Pak Ruhut itu nanti dikategorikan melanggar hukum, ya, nanti penegak hukum yang menetapkan. Kami hormati, kami hargai apa yang dilakukan para pendukungnya Anies karena mereka tidak terima, ya silakan saja,\" ujar Gembong, Jumat (13/5/2022). Dia meminta agar mantan Ketua DPP Partai Demokrat itu menghadapi proses hukum tersebut dengan baik. “Apalagi sudah dilaporkan, tidak ada cara lain selain dihadapi dengan baik, taat proses hukum,\" kata dia. Ruhut Sitompul mengunggah meme Anies Baswedan di akun Twitter miliknya. Akibat unggahan tersebut, dia kemudian dilaporkan kepada polisi. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan membenarkan adanya laporan terhadap Ruhut. Ruhut dilaporkan oleh Panglima Komandan Patriot Revolusi (Kopatrev) Petrodes Mega MS Keliduan atau Mega. Sebelumnya, Ruhut mengunggah foto sekelompok orang yang mengendarai sepeda motor yang memakai kaos dengan tulisan di belakangnya, “Haram Hukum Anies Baswedan”. Kemudiam para netijen juga memberikan semacam klarifikasi bahwa foto yang pertama ketika orang naik sepeda motor dengan tulisan itu adalah semacam editan, tidak ada itu. Beda forumnya pengendara motor ini ada, tapi tidak ada yang mengenakan kaos dengan tulisan semacam itu. Jadi, unggahan foto itu berusaha menyindir Anies Baswedan yang selama ini dianggap sok paling Arab. Ruhut mengungkapkan, “Anies mempunyai darah Arab, Anies kerab memanfaatkan kesukuannya itu untuk politik identitas.” Dulu merasa paling Arab karena kakeknya begitu Arab. Sekarang dia merasa dari Jawa karena dari Jogjakarta. “Sudah itu dia datang lagi ke satu daerah mengaku paling ini paling itu semua diakui sama dia,” begitu Ruhut. “Apakah itu benar foto Pak Anies atau bukan kalau editan atau diedit maka itu maknanya blasstening atau penghinaam. Itu kata Natalius Pigai di akun twitter-nya,” kata Hersubeno Arief. “Tapi Pigai tidak menyatakan akan melaporkan Ruhut ke Polisi dan memang ini sifat dari Pigai dia tidak pernah sekalipun dia serimg dihina dengan ujaran rasis bahkan pernah ada juga menyamakan dia seperti seekor Gorila,” lanjut Hersubeno Arief. Keputusan Pigai, dia tidak pernah mau mengadukan itu, orang lain aja yang mengadukan tapi Pigai tidak. Ini yang dianggap oleh Ruhut tidak ada ysng mempersoalkan Ruhut. Ini mulai agak serius menanggapi itu ketika mengetahui ini benar-benar ada warga dari Papua yang benar-benar melaporkan. “Tadi yang saya sebut namanya Petrodes Mega Kelinduan, dia adalah Panglima Komando Patriot Revolusi. Ini sebuah organ partai rakyat yang kemudian dia atas nama warga Papua melaporkannya ke Polda Metro Jaya,” tambahnya. Pada waktu itu Mega menyatakan tidak bisa menerima maaf itu bukan tidak mau tapi dia tidak bisa, kalau kita liat permintaan maaf yang di twitter-nya ini permintaan maaf yang tidak serius dan tidak spesifik pada siapa dia meminta maaf. Ruhut pun menulis seperti ini: “Taunya aku dihujat habis-habisan tapi apa mau dikata apalagi yang dihujat pada tidak tahu permasalahannya tapi aku harus berhikmat dan untuk semua yang masih marah-marah maafkan aku manusialah yang tidak luput dari kesalahan, Merdeka”. (mth/sws)
Wartawan Senior Max Margono Tutup Usia
Jakarta, FNN – Wartawan senior harian Kompas Max Margono (79) tutup usia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta, Rabu (18/5/2022) sekitar pukul 07.25. Almarhum menjalani rawat inap di RSPAD sejak 12 Mei 2022 setelah sempat dirawat di RS Gading Pluit Jakarta sejak 5 Mei 2022 karena mengalami stroke hemoragik post kraniotomi dekompresi. Ia meninggalkan seorang istri, Monica Pontiar dan 7 orang anak. Menurut rencana jenazah Max Margono akan dimakamkan di TPU Pondok Rangon Jakarta. Adapun waktunya masih belum definitif. Saat ini jenazah disemayamkan di ruang VVIP.G Dasar RSPAD. Ucapan duka cita mengalir dari pelbagai kalangan. Termasuk dari Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy yang memiliki hubungan dekat. Max Margono meniti karier jurnalistik hanya di surat kabar harian Kompas sejak pertengahan tahun 1968 sampai pensiun tahun 2008. Masa dinasnya banyak dihabiskan di Jatim sampai menjadi Kepala Biro Kompas Jatim. Pada pertengahan dekade 1990-an dia dipindah ke kantor pusat Jakarta menjabat sebagai Redaktur Daerah. Max pernah mendapat tugas dari Kompas bersama Valens Goa Doy untuk mendirikan Pers Daerah (Persda), sebuah anak perusahaan Kompas yang menangani koran-koran di daerah. Di antaranya mendirikan Sriwijaya Post Palembang, Serambi Indonesia Banda Aceh. Pada tahun 1989 ia bersama antara lain Valens, Anwar Hudijono, Basuki Subianto, AR Suyatna merevitalisasi tabloid mingguan Surya menjadi koran harian. Ia dipercaya menjadi redaktur pelaksana. Di antara ciri kepribadian almarhum yang paling terkesan baik di kalangan insan pers maupun masyarakat adalah santun, lemah lembut, sabar, rendah hati dan akrab dengan siapapun. Ibarat ikan yang tanpa tulang dan duri (wong tanpo balung eri). Spektrum pergaulannya sangat luas. Max adalah mantan frater Katolik Sarekat Jesuit yang dekat dengan kalangan kiai. Dia termasuk yang menunggui ketika Rais Aam PBNU KH Bisri Syansuri wafat. Sangat dekat dengan KH R Asad Syamsul Arifin, pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Situbondo maupun Rais Aam PBNU KH Achmad Sidiq. Dia juga dekat dengan tokoh Muhammadiyah seperti A Malik Fadjar, Prof dr Sam Soeharto. Di kalangan jurnalis seangkatannya seperti almarhum Anshary Thayib, Peter A Rohi, Hadiaman Santoso, Ali Salim, Erol Jonathan, Dahlan Iskan, Max dikenal sebagai wartawan yang memiliki lobi kuat di kalangan militer. Jenderal Widjojo Suyono (alm) adalah salah satu teman dekatnya. Berkat lobinya inilah nyawa Valens Doy berhasil diselamatkan semasa Operasi Seroja Timor Timur. Saat itu tulisan-tulisan Valens dinilai kritis terhadap ABRI (sekarang TNI). Max antara lain melobi Benny Moerdani (kemudian menjadi Panglima TNI). Max sangat kokoh menjaga integritas kewartawanannya. Pernah suatu saat Gubernur Jatim Moh. Noer hendak memberi dia rumah. Mungkin tahu saat itu Max tinggal di rumah kontrakan di kampung Kalibutuh yang langganan banjir. Kendati demikian Max tidak bersedia menerima. Demikian pula tawaran materi apapun ditolaknya. Sikapnya yang steril terhadap “amplop” membuat dia dihormati narasumber. Tetapi ketika membela eksistensi dan kehormatan wartawan, Max sangat gigih dan tak kenal takut. Seperti kasus “lemak babi” Dr Tri Susanto, dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya di tahun 1980-an. Intinya Tri Susanto melakukan penelitian biskuit, termasuk produksi perusahaan besar di Surabaya. Ia menemukan ada kandungan lemak babi di dalam bahan biskuit itu. Kasus ini dibuka oleh J Widodo, wartawan sebuah harian terbitan Surabaya. Kodam V/Brawijaya yang menangani kasus itu. Widodo dan Tri Susanto diperiksa “habis-habisan” oleh pihak Kodam V (era itu ABRI sangat berkuasa karena memiliki Dwifungsi). Hal ini membuat dunia pers tiarap. Max melihat tindakan Kodam V sudah melampaui batas. Bisa mematikan kebebasan dan wibawa akademik perguruan tinggi, maupun independensi pers. Ketika yang lain tiarap, Max justru membuat liputan besar-besaran. Sampai akhirnya dia sendiri berurusan dengan ABRI. Tapi dia berhasil meyakinkan kalangan pimpinan ABRI bahwa tindakannya harus dikoreksi. Integritasnya yang sangat kuat inilah membuat pimpinan Kompas Jakob Oetama mempercayai bahwa semua aset Kompas dan Gramedia di Jawa Timur yang bernilai miliaran atas namanya. Padahal kalau saja mau “nakal” bisa saja dia ambil alih aset tersebut. Di masa pensiun almarhum banyak tinggal di Jakarta karena ingin dekat dengan anak perempuannya, Maria Eva yang merupakan satu-satunya anak perempuan dari 7 bersaudara. (mth/ANO)
Politik No Kang
Oleh Ridwan Saidi -Budayawan Ada 2 jenis permainan dadu: 1. Koprok: Butir dadu bisa 1 atau 3. Butir dadu, pada foto di atas, diletak di piring lalu ditutup tempurung dan dikoprok. 2. Sintir: Bentuk dadu sintir atas bawah permukaan dadu diberi tangkai untuk tmemutar (sintir). Kalau dadu sudah beputar di atas piring, baru ditutup tempurung. Baik koprok mau pun sintir sama dalam menentukan nomor yang tampil 1 sampai 6, setelah dadu tergeletak. Yang main pasang taruhannya di nomor-nomor yang ditulis di lembar kertas tebal yang digelar di tanah. Ce kang: pasang 1 nomor di antara 6 nomor. No kang: pasang 2 nomor. Sa kang: pasang tiga nomor. Ini permainan judi yang terlarang dan haram. Saya menguraikan ini agar metapore politik yang saya gunakan dapat diikuti. Prospek politik Indonsia tak begitu baik. Satu per satu negarar terkebelakang digoncang prahara politik: Pakistan, Sri Lanka, Mogadishu, Indonesia. Kata sang putra, ayah dan ibunya, Jokowi dan isteri, berkemas-kemas tinggalkan Jakarta. Memang tersiar luas pemberitaan di bulan Mei ini ada gerakan massa tuntut Presiden mundur. Kalau ini menjadi fakta tentu Pilpres 2024 versi reformasi bye bye. Banyak orang yang bersikap politik no kang. Semangat dengan gerakan perubahan, tapi joget-joget juga dengan pilpres reformasi. Bahkan dukung salah satu capres. Ini namanya tak punya disiplin berpikir. Ilmu politik menuntut disiplin, memahami perilaku pilitik juga bercita-cita politik menuntut disiplin. Kalau tidak, berarti cuma muter2an macam dadu sintir. (RSaidi)
UAS Ditolak Masuk Singapura, Rocky Gerung: Ini Undangan Perang...
Jakarta, FNN – Ustaz Abdul Somad (UAS) mendapatkan pengalaman tidak menyenangkan saat berkunjung ke Singapura. Ulama kondang penghafal Al Quran dan Hadits asal Pekanbaru itu ditahan pihak Imigrasi Singapura dan berujung pada penolakan dirinya masuk negeri yang wilayahnya tak lebih dari luas Kabupaten Jembrana, Bali itu. Luas wilayah Singapura 728,6 km persegi, sedangkan luas wilayah Kabupaten Jembrana Bali 841,7 km². Padahal, kedatangannya ke Singapura hendak berlibur bersama keluarga. Salah satu hal yang sangat disayangkan oleh umat Islam adalah perlakuan kasar pihak Imigrasi Singapura terhadap diri dan keluarganya. Sampai-sampai menyerahkan keperluan bayinya pun, dilarang. Ustad Abdul Somad dituduh ekstremis. Perlakuan semena-mena Pemerintah Singapura tersebut kemudian mendapatkan kecaman dari sejumlah tokoh di tanah air. Mereka menyesalkan tindakan Singapura yang melarang Doktor lulusan Universitas Islam Omdurman Sudan, itu masuk ke negara tersebut meski dengan tujuan berlibur. Pengamat politik Rocky Gerung menyatakan bahwa bagaimana pun Abdul Somad ini mewakili satu komunitas yang besar, lepas dari kontroversi dia. Tuduhan ekstremis kepada pendakwah yang sering berdakwah ke luar negeri itu, akan berbuntut panjang. “Lebih bagus kalau Singapora bilang, ya kami punya data tentang suatu yang bahkan nggak bisa diucapkan ke publik tetapi itu hak kami untuk keep data intelijen. Tapi kalau kita lihat secara diplomatik, ini sebetulnya undangan perang dari Singapura, undangan perang diplomatik. Karena seolah-olah Departemen Dalam Negeri Singapura mengatakan kami punya file, tolong dikoreksi oleh Indonesia,” katanya kepada wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Rabu, 18 Mei 2022. Rocky menyarankan pemerintah Indonesia untuk proaktif mencari tahu tuduhan Singapura terhadap salah satu warga negaranya. “Apa betul Abdul Somad teroris? Apa betul dia ekstremis? Ini akan akan menjadi kekacauan diplomatik baru. Dan Indonesia bisa bilang enggak. Nah kalau enggak, kenapa kita punya file itu? Lalu timbul problem apa ada operasi intelijen Singapura di Indonesia untuk memata-matai orang Indonesia sendiri? Kan itu soalnya,” papar Rocky. Menurut Rocky, pemerintah harus bisa membela warga negaranya saat dilecehkan negara lain. “Jadi bukan sekadar debat di dalam sosial media. Tapi kita musti bisa baca between the line atau biasa kita sebut di belakang layar ini ada apa sebetulnya? Ada transaksi untuk intelijenkah antara intelijen Indonesia dan Intelijen Singapura? Atau Singapura memang ingin uji Indonesia, mampu enggak Indonesia kasih counter argumen pada penemuan kita. Atau mungkin juga Indonesia menyodorkan data itu melalui jaringan-jaringan yang under current atau under table. Dan Singapura ingin lakukan semacam kontradiplomasi,” tegasnya. Rocky menduga kasus ini akan berbuntut panjang karena berkaitan dengan Islamophobia yang sesungguhnya sudah dilarang di Amerika Serikat. “Amerika justru mungkin yang tahu lebih dulu kenapa Ustaz Somad dideportasi oleh Singapura sebelum Indonesia bereaksi. Apalagi mereka sudah tahu. Apalagi Israel. Israel pasti sudah dapat informasi itu,” paparnya. Menurut Rocky, persoalan ini bukan sekadar persoalan dua negara tapi cara pandang baru dunia yang menganggap Indonesia itu bukan lagi disebut senior player di dalam politik Asia Tenggara atau terutama di Asia. “Jadi, ini akan panjang soalnya. Kenapa? Karena Singapura secara langsung menuduh Ustadz Abdul Somad sebagai seorang ekstremis. Ini lemparan bola panas dari Singapore yang musti diolah secara kepala dingin oleh Indonesia karena isu Islamofobia,” pungkasnya. (ida, sws)
UAS Dideportasi Singapura, Presiden Jokowi Seharusnya Tersinggung
Jakarta, FNN - Kementerian Dalam Negeri Singapura menolak pendakwah Ustaz Abdul Somad (UAS) dan enam anggota rombongannya masuk ke Singapura pada Senin (16/5/2022). Keterangan tertulis dari situs resmi Kemendagri Singapura, menyatakan UAS Somad bersama enam anggota rombongannya, tiba di Terminal Tanah Merah Singapura dari Batam. UAS dan enam anggota rombongan mengikuti wawancara dan setelah itu ditolak untuk masuk ke Singapura. Kemendagri Singapura mengungkapkan alasan tidak mengizinkan Ustaz Abdul Somad masuk ke Singapura, karena yang bersangkutan dikenal menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi, yang tak dapat diterima oleh multi ras dan multi agama di Singapura. \"Somad (UAS) dikenal menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi, yang tidak dapat diterima di masyarakat multi-ras dan multi-agama Singapura. Misalnya, Somad ceramah bahwa bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi \'syahid\' ,\" tulis Kemendagri Singapura. Menanggapi sikap Singapura yang terkesan arogan terhadap salah satu warga negara Indonesia, pengamat politik Rocky Gerung menyayangkan sikap pemerintah Indonesia yang seolah-olah membenarkan tindakan Singapura. “Ya, mustinya Presiden Joko Widodo harusnya sudah tersinggung kenapa warga negara saya yang di dalam negeri tidak disebut sebagai ekstremis kok Anda sebut ekstremis. Jadi itu head line-nya musti begitu. Bukan kita komporin, tapi ini tradisi bangsa saja, supaya ada stabilitas. Sebab nanti setiap orang juga bisa dirumuskan, didefinisikan di luar negeri, padahal definisi dalam negeri tidak semacam itu,” katanya kepada wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Rabu, 18 Mei 2022. Rocky mengakui memang ada hak dari luar negeri untuk menyatakan segala macam, alasan bisa dibuat. “Tapi ini karena menyangkut Abdul Somad yang recordnya sejak Pemilu 2019 dicatat oleh Singapura, tapi kemudian catatan itu kemudian ditambah-tambahkan mungkin oleh information resmi maupun tidak resmi, entah itu operasi intelijen Singapura di Indonesia atau memang intelijen Indonesia yang menyuplai informasi, atau ada tokoh-tokoh lain di sekitar istana yang menyuplai atau dari manapun, tetap ini adalah semacam penghinan,” paparnya. Rocky menegaskan bahwa Indonesia dalam tanda kutip, “dipermainkan”. Meskipun diakuiRocky bahwa sebetulnya kata permainan itu hal biasa dalam diplomasi, saling mengujar comment atau saling menyodorkan fakta baru. “Ini menarik juga sebagai permainan kecil yang akan membuat kita menduga-duga apa kemampuan Kemenlu kita untuk menjawab itu? Lalu nanti Kemenlu kita akan menjawab ya, itu hak Singapura untuk memantau kita. Tapi nggak boleh Singapura memantau kita lalu dia bikin definisi sendiri,” tegasnya. Lebih jauh Rocky akan melihat pemberitaan di Indonesia perihal penghinaan ini. “Kita tunggu seberapa kuat pers kita mengolah ini hanya untuk demi kejernihan. Nanti pemerintah bilang kok pers olah-olah ini, nanti digoreng-goreng. Ini bukan digoreng-goreng, justru Ini adalah kecerdikan diplomatik antar dua negara yang bersahabat, yang saling mengintai, dalam kondisi global yang islamophobia masih ada dan dalam kegiatan menuju G20 juga,” paparnya. Hal ini menurut Rocky adalah faktor-faktor baru dalam politik global yang menganggap Indonesia bukan lagi pemain utama dalam politik regional, apalagi dalam politik global. Indonesia dipinggirkan dalam soal-soal politik internasional. Sejak awal Rocky mengira bahwa ada semacam umpan dari pemerintah Singapura, karena UAS sudah keluar dari wilayah otority imigrasi, tapi tiba-tiba dalam 5-10 menit dipanggil pulang. “Itu artinya, ada semacam umpankan supaya ini jadi semacam krisis diplomasi. Kita harus baca selalu permainan semacam ini tentu ada semacam setting global. Sangat mungkin ada semacam info kecil dimasukkan oleh seseorang di situ, kemudian dalam hitungan detik dan menit lalu berubah cara pandang Singapura terhadap Indonesia melalui cara dia menangani Ustad Abdul Somad,” tegasnya. Rocky juga menduga, mungkin Singapura sudah punya data itu tapi kemudian data itu dicoba dimoderasi. Pada detik terakhir data itu dikeluarkan juga bahwa Ustad Somad adalah seorang ekstremis. “Jadi ini betul-betul diplomatic game yang memang memerlukan kemampuan otak luar biasa untuk bermain di dalam sinyal-sinyal kecil semacam ini,” tegasnya. Sekali lagi lanjut Rocky bahwa ini persoalan bukan sekadar persoalan dua negara tapi cara pandang baru dunia yang menganggap Indonesia Itu bukan lagi disebut senior player di dalam politik Asia Tenggara atau di Asia terutama. “Dan itu semua terhubung dengan kehadiran Presiden kemarin di forum internasional hubungan antara Amerika dan negara-negara Asia di mana presiden tidak punya kesempatan untuk mengucapkan secara sempurna pikiran dia, karena agendanya sebetulnya tidak disetujui pada Republik Indonesia, Korea yang dapat, Vietnam dapat, bahkan negara-negara yang sebetulnya bukan player utama di Asia yang dapat forum untuk bicara,” tegasnya. (sof, sws)