ALL CATEGORY

Leadership of Hope: Demokrasi, Redistribusi dan Krisis Global Dalam Regenerasi Kepemimpinan Indonesia ke Depan (2)

Kita, sekali lagi, harus merebut pengelolaan negara kita ini, menyingkirkan kekuasaan Oligarki, dan membangun demokrasi, persatuan nasional dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan, Ketua Sabang Merauke Circle (Disampaikan pada acara 25 Tahun Mega Bintang, 5 Juni 2022, di Solo) INDONESIA, sebagai negara miskin, juga mempunyai potensi kegagalan yang sama, yakni menjadi negara gagal, rakyat miskin dan perang saudara. Kemiskinan bangsa dan rakyat mayoritas di Indonesia selalu berulang terjadi sejak jaman penjajahan dan kemerdekaan karena nafsu segelintir elit ingin mengambil untung semuanya. Tapi, saat ini adalah jaman terburuk sepanjang sejarah kita. Ketika Soekarno membacakan pledoinya di pengadilan Laanraad di Bandung, dalam pledoi tersebut, dia mengutuk segelintir oligarki, kapitalis Belanda dan Eropa, yang membawa keuntungan untuk negeri mereka. Namun, pada masa itu, keterjajahan membuat kita tidak berdaya dalam melawan bangsa asing. Saat ini, ketika Indonesia telah merdeka 77 tahun, negara ini juga tak berdaya menghadapi segelintir Oligarki yang begitu rakus. Ekonomi tumbuh dalam model yang  buruk. Professor Matriana Mazzucato menyebutnya sebagai model “consumption-led growth” bukan “investment-led growth”. Uang-uang yang diambil share holder sebagai keuntungan disimpan mereka, umumnya di luar negeri, bukan ditanamkan kembali dalam investasi. Dalam kasus minyak goreng, misalnya, pemerintah terkejut atau justru berpura-pura terkejut, kantor pusat perusahaan perusahaan minyak goreng itu ternyata ada banyak di luar negeri. Ekonom Faisal Basri, pada sisi lain, mencatat penjualan batubara sepanjang setahun krisis ekonomi saat ini mencapai Rp 1000 Triliun, begitu juga minyak sawit yang mencapai ratusan triliun rupiah. CNBC News (9/2/2022) mencatat sepanjang 9 bulan pertama tahun 2021, enam emiten batu bara membukukan pendapatan Rp 133,8 triliun, naik 41% dari tahun sebelumnya. Ini belum lagi situasi perang Ukraina-Rusia. Pertanyaan Faisal Basri, apa sih untungnya buat bangsa dan rakyat Indonesia? Setimpalkah perolehan negara dari royalti dan pajak?  Situasi kemiskinan kita, baik karena dampak dari pandemi Covid-19, maupun karena faktor-faktor ekonomi yang ada pra-krisis, begitu menyolok dan sangat menyakitkan karena tidak ada tanda-tanda bangsa ini ke depannya bakalan memikirkan kekayaan dari semua untuk untuk semua. Tidak ada tanda-tanda yang miskin akan sejahtera. Pemimpin nasional umumnya tidak mempunyai sense nasionalisme yang kuat untuk membangun ekonomi rakyat. Tema-tema seperti redistribusi, seperti pemerataan penguasaan lahan/tanah, penguatan upah buruh dan berbagai tema kesejahteraan tidak menjadi arus utama. Upah buruh, misalnya, secara rerata hanya mengalami kenaikan di bawah 1% tahun lalu, hanya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menaikkan upah minimum sebesar 5,1%. Begitupun, para pengusaha yang menggugat keputusan Anies Baswedan itu. Padahal, sesungguhnya upah buruh adalah alat redistribusi kekayaan yang paling utama. Redistribusi penguasaan tanah juga tidak terjadi. Upaya Presiden Jokowi dalam sertifikasi tanah adalah berasal dari ide jenuin Hernando de Soto, seorang ekonom liberal di Peru, yang maksudnya untuk mendorong rakyat kecil masuk ke dalam market ekonomi. Sementara, konsep redistribusi aset, tanah misalnya, adalah untuk memberdayakan kemampuan produksi kaum miskin. Agar para petani mampu berdikari. Supaya kita tidak terus-menerus tergantung pada impor pangan. Kita sekarang akan beralih pada isu global. Bagaimana situasi dunia saat ini. Setelah pandemi Covid-19 mereda dan pengaruhnya pada kita. Professor Stiglitz dalam tulisannya “Davos 2022 meeting was a missed opportunity over globalization”, The Guardian, 1 Juni 2022, memperlihatkan krisis global yang dialami dunia saat ini, dengan berbagai persoalan yang meliputi ketidak pastian arah ekonomi ke depan, kehancuran sistem supply-chain, dan ambiguitas banyak negara dalam melihat situasi demokrasi dan atau ultra nasionalistik, yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 serta perang Ukraina-Rusia. Globalisasi mengalami cacat sejarah ketika masa pandemik, negara-negara maju malah memperlihatkan ego sentris dalam memonopoli vaksin dan obat-obatan , yang membuat makna global dalam persaudaraan manusia mengalami degradasi. Mazzucato, Professor pada University of London, dalam diskusi  “What next for global growth?”, World Economics Forum yang dipandu Tom Kenee (30/5/2022) memperlihatkan distribusi (distributive justice) kesejahteraan saat ini begitu buruk. Porsi inkom kaum buruh dibandingkan profit yang didapatkan kaum kapitalis adalah porsi terburuk sepanjang sejarah kapitalisme. Hal ini terjadi karena kontrol institusi negara, atau rezim global, terlalu lemah untuk meminta agar profit yang diperoleh segelintir elit diinvestasikan kepada sektor produksi. Terutama jika mengingat, misalnya, berbagai inovasi teknologi  yang ada saat ini dihasilkan oleh riset yang dibiayai pemerintah (publik), bukan swasta.  Korporasi raksasa bekerja untuk kepentingan pemilik saham (share holders) saja. Stiglitz dan MAzzucato juga mempersoalkan tidak adanya kritik atas segelintir pengusaha farmasi yang mencari keuntungan berlimpah ruah dari  pandemi Covid-19, sebuah pertanyaan besar tentang moral kebersamaan manusia hidup di dunia saat ini. Terkait dengan situasi dunia saat ini, McKensey, dalam “Spotlight on Davos: Highlitghts from the 2022 annual meeting”, menyoroti “global instability” terkait perang Ukraina-Rusia menjadi sumber utama resiko potensial dalam ketidakpastian pertumbuhan ekonomi ke depan. Hal ini menggantikan problematika pandemi covid-19 yang mulai dapat diatasi dan inflasi ekonomi global selama ini. Perang ini telah mengakibatkan indeks harga makanan secara global naik antara 20-45% sampai Q4 tahun ini.  Memang dampak langsung dihadapi oleh kawasan Eropa, yang tergantung pada kebutuhan energi dan makanan, berupa naiknya jumlah kemiskinan sebanyak 44 juta orang, maupun negara-negara yang tergantung dengan gandum, nikel, material untuk pupuk seperti Amonia dan potassium, yang di produksi kedua negara ini dalam jumlah signifikan. Begitu juga, rasa insekuriti telah menghantui berbagai belahan dunia, karena kenaikan anggaran pertahanan negara-negara barat, untuk keperluan perang, semakin tinggi. Indo-pasifik, baik yang diperkenalkan oleh Menteri Luar Negeri Amerika, Blinken, dalam pidatonya di Universitas Indonesia, beberapa bulan lalu, maupun yang diangkat Tom Kenee dalam diskusi di Davos, beberapa hari lalu, adalah lingkungan strategis Indonesia saat ini. Indonesia, menurut framework Indopasifik, mempunyai keterikatan dengan transaksi dagang yang menembus angka 3 triliun dollar. Oleh karenanya, kita mendapatkan tekanan besar dari kekuatan-kekuatan strategis yang akan mengambil keuntungan dalam wilayah ini, khususnya Amerika dan China. Ketegangan dunia bukan saja ada di Eropa akibat perang Ukraina dan Rusia, namun saat ini ketegangan di kawasan Indo Pasifik berada pada tingkatan kewaspadaan tinggi. Baru-baru ini, Amerika, Jepang dan Australia telah berhasil menggaet India, membentuk QUAD, untuk berhadapan dengan RRC, baik dalam perang urat syaraf, maupun perang sesungguhnya.  Indonesia, yang coba bersikap netral, khususnya dalam perang Ukraina-Rusia, pasti tidak dapat bertahan selamanya. Contoh yang paling baru adalah ketika pertemuan sektor keuangan dan perbankan G-20 di Washington beberapa minggu lalu, di mana menteri keuangan Amerika, Janet Yellen, mengkritik Indonesia yang coba melihat situasi sekarang sebagai situasi normal. Yellen menekankan suatu istilah baru di dunia saat ini, “FriendShore”, sebuah istilah kerjasama yang menyandarkan bantuan pada sahabat dengan “value” yang sama. Dalam tekanan global yang semakin bersifat langsung, mampukah Indonesia berjalan terus dengan “politik dua kaki”? Situasi global saat ini, sekali lagi, sangat berbahaya bagi kita. Baik itu yang bersifat umum, seperti pertumbuhan global yang rendah, inflasi yang besar dan ancaman perang dunia, maupun yang bersifat langsung, seperti ketergantungan kita pada utang dan impor, membutuhkan sebuah kepemimpinan nasional yang kokoh, berintegritas dan tidak gampang tunduk pada kemauan asing. Isu demokrasi, redistribusi dan tantangan geopolitik merupakan isu sentral bagi transformasi bangsa kita ke depan. Kedalaman persoalan, kompleksitas dan komplikasi, telah saya uraikan di atas. Pada tahun-tahun mendatang, ketika generasi tua lengser dari kekuasaan nasional, ketiga isu di atas bisa saja menjadi “bom waktu” bagi kehancuran bangsa kita. Persatuan bangsa tidak mungkin dibangun tanpa demokrasi. Demokrasi tanpa keadilan sosial  akan menjadi sumber konflik sosial laten. Tanpa persatuan dan demokrasi, Indonesia akan menjadi bangsa lemah yang gampang didikte asing serta menorong munculnya para petualang politik yang menjadi kolaburator asing. Ini adalah persoalan yang harus diatasi. Tapio menyakitkan sekali fenomena yang ada saat ini, narasi politik besar bangsa kita dikendalikan oleh pemain-pemain tua yang telah gagal dalam memajukan bangsa kita, tetap saja pada utak-atik copras-capres untuk perebutan kekuasaan. Belum ada pemikiran nasional untuk rembug bagaiman mengatasi krisis ini. Dalam pertemuan HUT 25 Mega-Bintang ini, tentunya kita sebagai kekuatan rakyat yang berkumpul di sini, harus mampu membangun narasi serius mengurus negara. Menyiapkan konsep-konsep pembangunan yang berbasis keadilan redistribusi (redistributive justice). Mengilhami persaudaraan, persatuan dan kebebasan. Kita semua adalah kaum pecinta negeri ini. Kita adalah orang-orang yang bertarung dari masa-ke-masa hanya semata-mata untuk rakyat. Kita hanya tahu kepentingan nasional, bukan kepentingan pribadi. Kita, sekali lagi, harus merebut pengelolaan negara kita ini, menyingkirkan kekuasaan Oligarki, dan membangun demokrasi, persatuan nasional dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Merebut dan mengelola persoalan berat ini tidak bisa dihasilkan dari politik pencitraan dan iklan berbiaya tinggi. Tidak bisa dipercayakan begitu saja pada pemimpin partai politik dan segelintir oligarki. Kita harus mencari tokoh-tokoh nasional baru yang kuat dan memihak rakyat. Mengajak mereka menguatkan barisan rakyat, buruh, tani, mahasiswa dan ulama. Mereka itulah yang akan memberi harapan pada rakyat, sebuah “Leadership of Hope”. Terima kasih. (*)

Leadership of Hope: Demokrasi, Redistribusi dan Krisis Global Dalam Regenerasi Kepemimpinan Indonesia ke Depan (1)

Terkait persoalan dalam negeri, saat ini kemiskinan dan ketidakpastian hidup dirasakan oleh mayoritas bangsa kita. Survei Kompas baru-baru ini menunjukkan 70% orang Indonesia mengalami kesulitan membeli kebutuhan pokok. Ini sekedar indikator saja. Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan, Ketua Sabang Merauke Circle (Disampaikan pada acara 25 Tahun Mega Bintang, 5 Juni 2022, di Solo) BANGSA Indonesia ke depan akan mengalami regenerasi kepemimpinan nasional dengan tantangan yang sangat berat. Regenerasi itu terjadi manakala tokoh-tokoh sentral dalam perpolitikan nasional, seperti Megawati Sukarnoputri, Surya Paloh, Jusuf Kalla, Prabowo Subianto, Susilo Bambang Yudhoyono, Luhut Binsar Panjaitan, dan lain sebagainya, mengalami usia renta dan oleh karenanya secara alamiah harus lengser dari perpolitikan nasional. Berbagai kalangan yang lebih muda, seperti Anies Baswedan, Puan Maharani, Ganjar Pranowo, Agus Harimurti Yudhoyono, Gatot Nurmantyo, Andika Perkasa, Erick Tohir, Sandiaga Uno, La Nyalla Mattalitti, dan lain sebagainya, telah menawarkan diri untuk menerima estafet kepemimpinan nasional tersebut. Persoalannya adalah situasi nasional dan global yang menyertai regenenerasi saat ini begitu buruk, khususnya setelah berbagai masalah bertubi-tubi, yang dalam level global, diatandai dengan krisis pandemi Covid-19 dan perang Ukraina-Rusia dan ketegangan dagang dan politik antara Amerika/Barat dengan China, serta dalam level nasional kita mengalami kemunduran ekonomi, perpecahan politik dan merosotnya moral kebangsaan.  Kemerosotan moral kepemimpinan saat ini ditandai dengan merajalelanya korupsi, termasuk korupsi bantuan sosial, maupun kejahatan terkait langka dan mahalnya minyak goreng serta pula adanya menteri-menteri yang mencari keuntungan bisnis dari situasi pandemi Covid 19. Dalam ulang tahun Mega-Bintang ini, saya akan mengupasnya dalam judul di atas, yang melihat dimensi demokrasi, dimensi keadilan sosial dan krisis global sebagai faktor penting yang harus dipertimbangan bagi semua pihak untuk kelanjutan eksistensi bangsa ini. Kita membutuhkan kepemimpinan nasional baru yang kokoh ke depan. Kita harus meninggalkan kepemimpinan korup, yang berpura-pura cinta rakyat, dan minus nasionalisme, menuju kepemimpinan yang penuh harapan. Dimensi “Leadership nasional” bukan “leader” adalah gugusan kepemimpinan, bukan sekedar seorang pemimpin. Dibutuhkan kepemimpinan kolektif yang penuh harapan bukan pemimpin-pemimpin lemah, apalagi sekedar menjual negara ini kepada asing. Mega-Bintang sebagai sebuah spirit, yakni sprit perlawanan atas penindasan bagi kaum miskin dan atas kepemimpinan negara yang otoriter, di masa lalu, diharapkan dapat menjadi refleksi untuk kita menemukan jalan konsolidasi kekuatan rakyat yang mampu melahirkan kepemimpinan nasional yang penuh harapan itu (leadership of hope). Persoalan kita saat ini sesungguhnya terlalu banyak (too many) untuk kita pikirkan, kompleks dan komplikasi. Pertama, yang paling berat adalah soal demokrasi yang amburadul dan perpecahan bangsa. Dalam kacamata indonesianis, demokrasi kita saat ini bersifat tidak menentu. Ada yang menyebutnya illiberal-demokrasi, yakni demokrasi yang bersifat seolah-olah namun faktanya  dikendalikan rezim yang berkuasa. Ada juga yang menyebutnya “Jokowi’s Authoritarian Turn”. Kebebasan berserikat dan berkumpul mengalami kemunduran yang tajam, seperti kembali pada masa orde baru. Perbedaan pendapat diseleksi oleh rezim yang berkuasa, mereka berusaha menjinakkan dengan berbagai rayuan, sampai pada pemenjaraan aktifis, seperti yang saya dan beberapa anggota Koaliasi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) dan beberapa pimpinan Front Pembela Islam (FPI) alami juga. Pemberlakuan undang-undang maupun pasal-pasal karet dilakukan terang-terangan, sekali lagi mirip dengan orde baru ketika menangkapi para aktifis dengan UU Subversif.  Rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) berusaha memonopoli narasi demokrasi dan ideologi dalam versi yang mereka inginkan. Terutama ketika mendirikan Badan Pembinaan Ideologi Pancasiala (BPIP). Ini persis saat Presiden Suharto mendirikan BP7, Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Masyarakat dibelah oleh garis ideologi semu, Pancasila versus non Pancasila, sesuka hati definisi penguasa. Faktanya, arah bangsa yang salah, saat ini diakui sendiri oleh “shareholders” rezim Jokowi. Surya Paloh, seorang pendiri rezim Jokowi, mengakui bahwa Indonesia saat adalah negara kapitalis liberal dan uang adalah segala-galanya,  artinya bukan negara Pancasila. “You tahu nggak bangsa kita ini adalah bangsa kapitalis hari ini, you tahu nggak bangsa kita ini bangsa yang sangat liberal hari ini. Ngomong Pancasila, mana itu Pancasila,” demikian petikan pidato Paloh di Universitas Indonesia, 14 Agustus 2019, yang dikutip berbagai media. Megawati Soekarnoputri pada tahun ini telah menuduh DPR suka bikin undang-undang yang inkonstitusional dan orang-orang pintar di Indonesia banyak menjual aset negara. Menteri Jokowi, Mahfud MD, juga mengakui adanya situasi perpecahan bangsa yang begitu besar, serta kepemimpinan yang lemah, menuju tahun 2024 nanti. Banyak lagi potret politik yang kacau balau, seperti kegagalan pemerintah mengendalikan harga minyak goreng, penunjukan militer dan polisi aktif dalam jabatan kepala daerah masa transisi, nafsu kekuasaan rezim Jokowi untuk memperpanjang jabatan ataupun isu 3 periode, dan lain sebagainya, khususnya pula upaya mempertahankan UU Omnibus Law yang sejatinya inkonstitusional. Buruknya demokrasi, pengekangan atas kebebasan dan arah bangsa yang salah, sejalan dengan pembajakan demokrasi oleh kekuatan oligarki. Biaya politik yang mahal dan semakin lebih mahal lagi, menunjukkan kegagalan eksistensi ideologi bangsa dan juga ideologi partai politik saat ini. Tanpa ideologi, dan kepemimpinan yang memihak rakyat dan kepentingan nasional, maka pemilik modal mampu mengkooptasi negara dan partai politik untuk kepentingan segelintir pemilik modal itu sendiri. Oligarki juga selalu melakukan politik “devide et impera”, poltik adu domba, agar rakyat bertikai satu sama lainnya, sehingga kehabisan energi untuk perubahan struktural. Dan itu telah terjadi, saat ini, khususnya diperlihatkan, misalnya, oleh adanya keinginan pemilik modal menentukan siapa presiden Indonesia terus menerus dan oleh kasus ketidakberdayaan rakyat memperoleh harga minyak goreng dan berbagai barang lainnya secara murah saat ini. Kedua, terkait persoalan dalam negeri, saat ini kemiskinan dan ketidakpastian hidup dirasakan oleh mayoritas bangsa kita. Survei Kompas baru-baru ini menunjukkan 70% orang Indonesia mengalami kesulitan membeli kebutuhan pokok. Ini sekedar indikator saja. Deindustrialisasi dan informalisasi sektor formal, terlebih akibat pandemi Covid-19, menjadi fenomena kehidupan, yang mana pertahanan hidup rakyat bergantung pada penghasilan terbatas harian dan pertolongan keluarga dalam “extended family”. Memang paska pandemi Covid 19, semua negara mengalami kesulitan dalam mempertahankan kelayakan hidup masyarakat bawah. Di Amerika, misalnya, TIME edisi Mai 2022, mengulas situasi di Amerika “Middle Class, Low Hope”, dengan “trouble with the H’s”, yakni mahalnya harga kontrakan (House), mahalnya biaya kesehatan (Health Care) dan biaya pendidikan (Higher Education). Beberapa media di Prancis, juga mengatakan bahwa gerakan mahasiswa di Perancis saat ini bangkit merespon kepemimpinan nasional mereka, baik Emmanuel Jean-Michel Frédéric Macron, maupun oposisi Maria Le Pen, tidak punya konsep mengurus rakyat bawah. Persoalannya, negara-negara besar mempunyai kekayaan yang cukup untuk bertahan dalam krisis ekonomi yang panjang. Namun, negara berkembang, seperti Pakistan dan Bangladesh, kita saksikan mengalami kegagalan dalam mempertahankan diri dalam situasi seperti ini. (*)

Penataran Pancasila ke-1: Indonesia Merdeka Dasarnya Apa?

Hasilnya, yaitu ”Piagam Jakarta” atau ”Jakarta Charter ” yang ditandatangani di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta pada 22 Juni 1945. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila PANCASILA Bukan Lahir 1 Juni 1945 dan Bung Karno Bukan Pencipta Pancasila. Setiap penguasa selalu mengubah sejarah seenak hatinya, bahkan tak peduli soal benar dan salah, sesuai realitas sejarah atau tidak, yang penting semua kepentingan penguasa itu tercapai. Begitu juga dengan setiap tanggal 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila, tidak peduli dasarnya apa yang menetapkan hari lahirnya Pancasila. Bahkan, Bung Karno sendiri tidak pernah mengatakan Pancasila itu lahir 1 Juni 1945. Bahkan Bung Karno tidak pernah mengatakan ada Pancasilanya Bung Karno. Justru Pancasila yang menjadi dasar Indonesia merdeka itu adalah Rumusan Pancasila yang ada di Pembukaan UUD 1945, mengapa? Karena, Bung Karno sendiri mengatakan Pembukaan dan Proklamasi adalah loro-loro ning atunggal yang tidak dapat dipisahkan, artinya rumusan yang ada di alinea ke IV itulah yang mendasari Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. Entah mengapa Pemerintahan Joko Widodo meletakan Pancasila lahirnya 1 Juni 1945 dan selalu dianggapnya Pancasila itu ciptaan Bung Karno, padahal Pancasila sebagai dasar Indonesia merdeka itu adalah hasil kompromi, hasil kesepakatan antara kaum kebangsaan dan kaum Islam, PKI dan kaum sosialis tidak ikut merumuskan Pancasila dan tidak ada yang menjadi anggota BPUPKI /PPKI . Jadi, sangat logis kalau PKI selalu ingin merubah Pancasila sebagai dasar negara. Dalam buku Bung Karno “Penyambung Lidah Rakyat” yang ditulis Cindy Adams, Si Bung kembali mempertegas… Aku tidak mengatakan bahwa aku menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali tradisi kami jauh sampai ke dasarnya dan keluarlah aku dengan lima butir mutiara yang indah. Jadi Bung Karno mengakui bukan yang menciptakan Pancasila itu memang benar. Mana mungkin Bung Karno menciptakan Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan begitu Pancasila bukan dilahirkan, siapa yang melahirkan? Memang menjadi tidak masuk akal masa’ Ketuhanan Yang Maha Esa dilahirkan tanggal 1 Juni 1945. Yang lebih aneh lagi, para cerdik pandai tidak ada yang protes, termasuk juga perguruan tinggi dan rektornya. Padahal UGM yang juga punya Pusat Studi Pancasila nggak bereaksi, malah seakan manut saja. Harusnya sebagai bangsa kita selalu melihat sejarah sebagai kaca benggala. Menjelang kekalahannya di akhir Perang Pasific, penjajah Jepang berusaha menarik simpati dan mencari dukungan rakyat Indonesia dengan janji akan memberikan kemerdekaan di kelak kemudian hari. Dan untuk itu dibentuk dan kemudian disahkan berdirinya BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritu Zyunbi Tyoosakai pada tanggal 28 Mei 1945. BPUPKI itu mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945, dengan acara tunggal menjawab pertanyaan ketua badan tersebut – Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat – : “Indonesia merdeka yang akan kita dirikan nanti, dasarnya apa?” Menjawab pertanyaan itu hampir separo dari anggota BPUPKI – sekitar 30 orang –, menyampaikan pandangan-pandangan dan pendapatnya. Namun, belum ada satu pun yang mengutarakan pandangan yang memenuhi syarat suatu sistem filsafat dasar untuk di atasnya dibangun Indonesia Merdeka. Jam 10.00 pagi tanggal 1 Juni 1945, barulah Bung Karno mendapatkan gilirannya. Disampaikannya gagasannya dalam suatu pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu tentang Dasar Negara Indonesia Merdeka, yang dinamakannya Pancasila. Pidato Pancasila Bung Karno yang ditawarkannya sebagai Dasar Negara Indonesia Merdeka tersebut, selanjutnya Rajiman sebagai Ketua BPUPKI membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan dan menyusun Pancasila yang dipidatokan Bung Karno. Panitia Kecil yang semula terdiri dari 8 orang, dengan beberapa perubahan dan penambahan, akhirnya menjadi Panitia Sembilan yang terdiri dari: Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. AA Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakir, Agus Salim, Mr. Achmad Subardjo, Wachid Hasjim, dan Mr. Muhammad Yamin. Panitia Sembilan ini bertugas: Merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucapkan Bung Karno pada 1 Juni 1945, dan menjadikan dokumen ini sebagai teks untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Hasilnya, yaitu ”Piagam Jakarta” atau ”Jakarta Charter ” yang ditandatangani di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta pada 22 Juni 1945. Jadi keputusan yang dikeluarkan dan disetujui oleh seluruh Anggota BPUPKI adalah Piagam Jakarta yang oleh Soekarno disebut gentlemen\'s agreement antara kaum Islam dengan Kaum Kebangsaan. (*)

Ditjen Imigrasi Menambah Kuota Penerbitan Paspor 3 Kali Lipat

Jakarta, FNN - Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi menambah kuota penerbitan paspor hingga tiga kali lipat di kantor imigrasi seluruh Indonesia, guna mengakomodasi meningkatnya permintaan permohonan paspor akhir-akhir ini.\"Menanggapi fenomena peningkatan permintaan paspor ini, kami secara cepat langsung menambah kuota hingga tiga kali lipat sehingga bisa mengkaver pelayanan penerbitan paspor di seluruh kantor imigrasi,\" kata Subkoordinator Humas Ditjen Imigrasi Achmad Nur Saleh, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.Achmad menyebutkan, penambahan kuota berlaku mulai Senin (6/6) nanti. Pengisian kuota antrean tambahan dilakukan melalui Aplikasi Mobile Paspor (M-Paspor) yang dapat diunduh oleh pemohon melalui Playstore maupun Appstore.\"Masyarakat pemohon paspor yang selama beberapa hari belakangan kesulitan mendapatkan kuota, dapat mulai mengajukan permohonan melalui M-Paspor mulai Minggu (5/6) besok,\" ujarnya.Menurut Achmand, peningkatan permintaan paspor akhir-akhir ini karena membaik-nya situasi pandemi diikuti relaksasi regulasi perjalanan internasional oleh sejumlah negara serta dibuka kembalinya penyelenggaraan ibadah umrah dan haji oleh Pemerintah Arab Saudi.“Kami mencatat adanya peningkatan permohonan paspor yang cukup signifikan hampir di seluruh kantor imigrasi di Indonesia. Sudah dua tahun pandemi, masyarakat rindu bepergian, apalagi perbatasan antar negara juga udah dibuka,\" kata Achmad menjelaskan.Adapun untuk mengurus paspor, Achmad meminta masyarakat harus terlebih dahulu melakukan prosedur pendahuluan melalui aplikasi M-Paspor. Prosedur ini mensyaratkan pemohon mengisi formulir secara elektronik, mengunggah dokumen persyaratan, memilih jadwal kedatangan serta membayar permohonan paspor.Pemohon paspor yang sudah melewati tahap ini, lanjut Achmad, cukup hadir di kantor imigrasi pada tanggal yang telah dipilih untuk proses wawancara dan pengambilan data biometrik. Pemohon kemudian mengambil paspor yang sudah selesai dalam tiga hari kerja.\"Pembayaran dilakukan sebelum wawancara di kantor imigrasi. Bisa dilakukan melalui Bank, marketplace (Tokopedia dan Bukalapak), Kantor Pos dan Indomaret. Pemohon paspor harus membayar dalam dua jam setelah menerima kode billing,\" ucapnya menjelaskan.Achmad mempersilakan masyarakat menghubungi nomor WhatsApp dan akun media sosial kantor imigrasi yang bisa dilihat pada tautan berikut https://www.imigrasi.go.id/id/hubungi-kami-kantor-imigrasi/ untuk kemudahan akses Informasi alamat.\"Masyarakat yang membutuhkan informasi keimigrasian lebih lanjut bisa menggunakan livechat Ditjen Imigrasi di website (laman) www.imigrasi.go.id pada Senin-Jumat pukul 09.00 sampai dengan 15.00 WIB,\" tutur Achmad.(Sof/ANTARA)

Bus Listrik Buatan INKA Dipamerkan di Kawasan Candi Borobudur

Madiun, FNN - Bus listrik buatan PT INKA (Persero) yang dijuluki E-Inobus dipamerkan di kawasan wisata Candi Borobudur dalam rangka kegiatan pameran Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) dan peresmian Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan di Magelang, Jawa Tengah pada Sabtu.Senior Manager TJSL dan Stakeholder Relationship PT INKA (Persero) Bambang Ramadhiarto dalam keterangannya di Madiun, Jawa Timur, Sabtu mengatakan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan sangat mengapresiasi pembuatan E-Inobus dan pengembangannya.\"Pada bulan Februari 2022, PT INKA (Persero) bersama Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjen Hubdat), Perum Damri, PT TWC, dan Badan Otorita Borobudur menyelenggarakan rapat koordinasi (rakor). Pada rakor itulah diputuskan titik yang akan menjadi percontohan pembangunan SPKLU dan operasional E-Inobus INKA ada di area Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Borobudur,\" ujar Bambang.Menurut dia, kegiatan pameran tersebut merupakan langkah pemerintah dalam menyukseskan program DPSP, salah satunya di Candi Borobudur dengan memanfaatkan kendaraan energi terbarukan yakni kendaraan listrik.Dengan uji-operasi E-Inobus di area Candi Borobudur, hal itu menunjukkan komitmen PT INKA (Persero) dalam mendukung pemerintah untuk melakukan peralihan kendaraan dari moda transportasi berbahan bakar fosil ke kendaraan bertenaga listrik atau baterai sekaligus mensukseskan agenda KTT G20 di Indonesia.Rencananya, E-Inobus bersama kendaraan listrik yang lain akan dioperasikan di area tersebut.Sementara, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dalam kesempatan tersebut menyampaikan untuk menunjukkan keseriusan pemerintah dalam penggunaan kendaraan listrik, pihaknya meminta PT INKA (Persero) untuk menambah armadanya.\"Kita ucapkan selamat atas peresmian Borobudur sebagai destinasi ramah lingkungan dan berkelanjutan. Saya juga sampaikan apresiasi terhadap kerja keras tim membuat semua ini. Kalau boleh INKA, Pak Dirut INKA, busnya jangan satulah, tambah 4 atau 5 di sini. Jadi karena kita mau serius untuk pakai electric vehicle, mobil listrik, dan bus listrik,\" kata Menko Luhut.Adapun keunggulan E-Inobus, untuk baterainya membutuhkan waktu 3-4 jam untuk pengisian daya sampai penuh. Dengan pengisian daya sekali cas, E-Inobus bisa melaju hingga jarak tempuh 200 kilometer.Sementara tingkat kebisingan pada bus listrik tersebut jauh lebih baik dibandingkan dengan bus diesel. E-Inobus rata-rata 71dB dan bus diesel 85db.Untuk kecepatan, E-Inobus sanggup melesat maksimal 90 km/jam dan memiliki maksimal gradeability atau kemampuan mendaki tanjakan 14 persen.Nilai jual lainnya dari bus listrik itu adalah faktor efisiensi segi perawatan dan konsumsi bahan bakar. Bus listrik lebih efisien 58 persen dibanding bus diesel. Hal itu didasarkan dari catatan pengujian yang sudah dilakukan E-Inobus dari lintas dalam kota dan luar kota (tol) dengan total jarak sejauh 122 kilometer. (Sof/ANTARA)

Presiden Tepis Anggapan Pemerintah Pusat Tak Dukung Jakarta E-Prix

Jakarta, FNN - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menepis anggapan bahwa pemerintah pusat kurang mendukung pelaksanaan ajang balap mobil listrik Jakarta E-Prix 2022 yang dilangsungkan di Jakarta International E-Circuit, Ancol, Jakarta, Sabtu.\"Saya kira mulai dari pembangunan sirkuitnya, saya juga turun untuk melihat kesiapan,\" kata Presiden kepada wartawan selepas balapan.\"Kemudian juga semua berkaitan dengan barang-barang masuk, bea cukai di Kemenkeu, kemudian juga Menparekraf izin-izin dikeluarkan, itu bentuk dukungan,\" ujarnya menambahkan.  Presiden Jokowi menghadiri langsung seri kesembilan balapan Formula E tersebut, sempat melakukan grid walk jelang dimulainya lomba, bahkan menyerahkan trofi untuk pebalap Selandia Baru Mitch Evans yang keluar sebagai juara.  Sembari menepis anggapan minimnya dukungan pemerintah pusat, Presiden juga menyampaikan harapan agar sirkuit JIEC ke depannya bisa lebih rutin dimanfaatkan dan digunakan untuk menggelar ajang-ajang balap lainnya tanpa harus menunggu Formula E per tahun. \"Ya lebih baik kalau sebuah sirkuit lebih banyak event-nya, akan lebih produktif dan baik. Kalau bisa setiap minggu ada terus akan lebih baik. Kalau setiap tahun 10-15 kali \'kan lebih baik,\" ujar Kepala Negara. Presiden juga menegaskan bahwa pemerintah tentunya akan mendukung apabila di musim-musim mendatang Jakarta diberi kesempatan menggelar dua seri Formula E beruntun seperti Roma, Italia, atau Berlin, Jerman. Sebelumnya, dukungan pemerintah pusat terhadap kelangsungan Jakarta E-Prix 2022 menjadi polemik menyusul tidak adanya BUMN yang menjadi sponsor ajang balap tersebut. Menteri BUMN Erick Thohir tidak menyampaikan penjelasan rinci mengenai langkah tersebut dan hanya menyatakan bahwa BUMN tahun ini sudah berpartisipasi di banyak event internasional seperti G20. Sementara itu Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengungkapkan bahwa proposal sponsorship yang ditawarkan panitia Jakarta E-Prix 2022 terlalu berdekatan dengan waktu penyelenggaraan lomba atau hanya berjarak satu bulan saja. (Sof/ANTARA)

Wapres Ucapkan Belasungkawa kepada Ridwan Kamil Dengan Panggilan Video

Jakarta, FNN - Wakil Presiden RI Ma\'ruf Amin mengucapkan belasungkawa kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil atas wafatnya sang putra Emmiril Khan Mumtadz, melalui panggilan video, di sela kunjungan kerja Wapres di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu.\"Saya ikut menyampaikan belasungkawa kepada ananda Eril, Emmiril Khan Mumtadz. Mudah-mudahan diterima di sisi Allah, mudah-mudahan, dan Pak Ridwan Kamil sekeluarga diberi kesabaran, ketabahan,\" ujar Wapres didampingi istri Wury Ma’ruf Amin.Ridwan Kamil pun mengucapkan terima kasih kepada Wapres dan menyampaikan dirinya beserta keluarga sudah mengikhlaskan kepergian Eril.\"Insyaallah dengan doa dari mbah Kiai dan ibu. Kami sudah mengikhlaskan. Anaknya anak soleh. Di luar dugaan orang tuanya, banyak yang mendoakan,\" ujar Ridwan Kamil.Ridwan kemudian memberi tahu Wapres bahwa dirinya juga tengah bersama istri Atalia Praratya. \"Assalamualaikum,\" sapa istri Ridwan Kamil kepada Wapres.Wapres pun meminta istri Ridwan Kamil untuk mengikhlaskan kepergian Eril yang semata-mata karena kehendak Allah SWT.Adapun Ridwan Kamil pada kesempatan tersebut sempat meminta waktu kepada Wapres untuk bertemu secara langsung di lain kesempatan, guna berbincang banyak hal dengan Wapres.\"Kapan waktu izin menghadap. Mau bercerita macam-macam,\" mohon Ridwan Kamil.\"Mari-mari, ditunggu,\" sambut Wapres.Wapres kemudian membacakan doa untuk anak Ridwan Kamil, lalu memberitahu Ridwan Kamil bahwa dirinya sedang berada di Surabaya dalam kunjungan kerja dan baru saja akan kembali ke Jakarta.\"Saya di airport Surabaya ini,\" kata Wapres.\"Oh, menuju ke mana Abah?\" tanya Ridwan.\"Menuju ke Jakarta,\" jawab Wapres.Mengakhiri percakapan, Ridwan Kamil kembali berterima kasih atas ucapan belasungkawa yang disampaikan Wapres. Dia mendoakan Wapres selalu dalam kondisi sehat.\"Abah sehat-sehat ya. Kami semua sayang Abah. Terlihat awet muda, alhamdulillah,\" ujar Ridwan Kamil. (Sof/ANTARA)

Ketua DPR Menyaksikan Formula E Memenuhi Undangan Gubernur DKI Jakarta

Jakarta, FNN - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani memenuhi undangan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menyaksikan langsung putaran final balapan Formula E. “Diundang Pak Gubernur nonton balapan Formula E,” kata Puan saat menyaksikan perhelatan Formula E di Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC) di Ancol, Jakarta Utara, Sabtu. Puan pun berharap ajang balap mobil listrik dunia itu akan makin meningkatkan citra positif Indonesia. Puan menyaksikan jalannya lomba balapan mobil Formula E di Tribun VVIP bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gubernur DKI Anies Baswedan. Ketua MPR Bambang Soesatyo, Ketua Panitia Pelaksana (Organizing Committee/ OC) Formula E Jakarta Ahmad Sahroni, serta Chief Championship Officer dan Co-Founder Formula E Alberto Longo, juga menyaksikan langsung balapan mobil listrik tersebut. Selain itu, ada pula Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia. Puan hadir didampingi oleh Anggota DPR RI Dapil DKI III Charles Honoris. Saat menonton balapan, Puan duduk di antara Presiden Jokowi dan Gubernur DKI Anies Baswedan. Sesekali, perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu tampak berbincang dengan Anies. \"Alhamdulillah acaranya berlangsung lancar,\" kata Puan. Balapan Formula E 2022 dimenangi oleh Mitch Evans usai menyalip Jean-Eric Vergne. Puan berharap kemeriahan Jakarta E-Prix 2022 dapat meningkatkan nama baik Indonesia di dunia balap internasional. “Dan saya cukup merasa senang karena balapan Formula E membawa hiburan bagi rakyat Indonesia,” ujar Puan. (Sof/ANTARA)

Partai Taman Kanak-Kanak

Menu bicara Calon Presiden menjelang Pilpres berbusa-busa, merasa paling kompeten, paling jago dan semua rakyat dianggap sampah dan bodoh semua. Persis seperti ketika anak-anak sedang bermain-main, mereka suka memaksa dan menang sendiri. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih FUNGSI partai politik terhadap negara antara lain adalah menciptakan dan menjaga pemerintahan pada rel tujuan negara, adanya partisipasi politik rakyat terhadap pemerintahan yang berkuasa. Umumnya memiliki gagasan tentang politik untuk mempromosikan ideologis atau kebijakan dalam rangka mencapai tujuan negara. Pasca Amandemen UUD 1945, partai politik di Indonesia seperti kehilangan pegangan, bahkan kering-kerontang kosong dari pijakan ideologi yang harus diperjuangkan. Larut tanpa bentuk dalam kendali Oligarki. Bersama penguasa terus membanggakan pencapaian telah diraih. Dan terus memperkenalkan partainya sebagai partai yang telah berjasa untuk bangsa dan negara. Lupa itu tidak perlu dilakukan karena partai itu baik atau buruk, konsisten dengan tujuan negara atau tidak, rakyatlah yang akan menyeleksi dan memberikan apresiasinya. (CherLisa Biles). Sementara mereka hidup bergerombol seperti anak-anak yang nyanyi-nyanyi dan tepuk tangan bersama sesuai yang dimintai Bapak dan Ibu gurunya agar anak-anak bergembira ria. Suka berebut permen (makanan pemanis anak anak) begitu mendapatkan mereka bersuka ria, jika tak dapat atau merasa kurang banyak mereka murung dan ngambek. Begitulah gambaran anak anak partai yang sedang sekolah taman kanak- kanak di Senayan yang dulu pernah disindir Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), anak-anak berbalik arah marah dan ngamuk menurunkan Gus Dur dari singgasana sebagai Presiden. Sangat suka memakai baju baru lengkap dengan dasi, bahkan tidak segan-segan beli gelar Hororis atau Honoris Causa, tetapi otaknya tetap saja masih memble. Maklum namanya Taman Kanak kanak. Ketika kenalan dengan anak-anak dari luar negeri merasa minder dan rendah diri: “Posisinya membuatmu merasa rendah diri, tanpa izinmu, karena kapasitasmu” (Eleanor Roosevelt). Mungkinkah belum sampai pada pendidikan bahwa “Mendidik pikiran tanpa mendidik hati bukanlah pendidikan sama sekali” (Aristoteles), lagi-lagi karena masih anak anak. Terlalu berat untuk pelajaran tentang keadilan sosial, kesejahteraan rakyat, pertahanan dan mempertahankan dasar negara dan UUD 1945. Kurikulum tentang apa partai dan peran dan fungsi partai, seperti belum mereka kenal karena masih taman kanak kanak. Bicara urusan apa saja soal negara terus berputar-putar seperti cerita Kancil nyolong (mencuri) mentimun. Mereka selama ini anak-anak sangat suka asik main gadget cerita presiden dalam ketoprak, masih asing dengan dunia nyata yang sedang terjadi. Menu bicara Calon Presiden menjelang Pilpres berbusa-busa, merasa paling kompeten, paling jago dan semua rakyat dianggap sampah dan bodoh semua. Persis seperti ketika anak-anak sedang bermain-main, mereka suka memaksa dan menang sendiri. Partai-partai sering melakukan rapat kerja bahas ini dan itu semua hanya mengulang pelatihan menyanyikan lagu-lagu lama atau nyanyian lagu wajib saja. Ketika anak-anak disuruh Bapak/Ibu guru menghafal Pancasila dengan lantang berdiri. Pancasila: 1. Keuangan yang Maha Kuasa; 2. Kemanusiaan tak beradab; 3. Persatuan para buzer; 4. Kerakyatan yang dipimpin Oligarki; 5. Keadilan sosial hanya slogan. Itulah rumusan Pancasila ajaran oligarki. Sekilas dari gambaran tersebut menjadi keharusan adanya perubahan total UU kepartaian agar partai benar berperan dan berfungsi sebagai mestinya. Meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Seharusnya partai: a strong wall in the hard times and be a smiling sun in the good times. (Jadilah dinding yang kuat ketika masa-masa sulit. Jadilah matahari yang tersenyum, ketika masa-masa indah) – jaga negara ini dari keruntuhan jangan malah larut ikut andil merusak dan menghancurkan negara. (*)

Pengunjung Borobudur Dibatasi Sebanyak 1.200 Orang per Hari

Jakarta, FNN - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan akan membatasi jumlah pengunjung di kawasan wisata Candi Borobudur, Jawa Tengah, menjadi sebanyak 1.200 orang per hari.Pembatasan itu juga diiringi kebijakan tarif baru tiket masuk, yakni 100 dolar AS untuk wisatawan mancanegara dan Rp750 ribu untuk wisatawan domestik.\"Kami juga sepakat untuk membatasi kuota turis sebanyak 1.200 orang per hari, dengan biaya 100 dollar untuk wisman dan turis domestik sebesar 750 ribu rupiah. Khusus untuk pelajar, kami berikan biaya 5.000 rupiah saja,\" katanya sebagaimana dikutip dari akun Instagram pribadinya @luhut.pandjaitan di Jakarta, Sabtu.Luhut menuturkan langkah tersebut dilakukan semata-mata demi menjaga kelestarian kekayaan sejarah dan budaya nusantara.Semua turis, lanjut dia, juga nantinya harus menggunakan pemandu wisata (tour guide) dari warga lokal sekitar kawasan Borobudur.\"Ini kami lakukan demi menyerap lapangan kerja baru sekaligus menumbuhkan sense of belonging terhadap kawasan ini sehingga rasa tanggung jawab untuk merawat dan melestarikan salah satu situs sejarah nusantara ini bisa terus tumbuh dalam sanubari generasi muda di masa mendatang,\" imbuhnya.Di sisi lain, Luhut menerangkan pemerintah saat ini tengah bergotong royong mengembangkan konsep Candi Borobudur sebagai laboratorium konservasi cagar budaya bertaraf internasional.Ia pun menekankan kembali sinergi antara konservasi dan pariwisata melalui mekanisme single authority agency (badan otoritas tunggal) sehingga Borobudur bukan hanya menjadi salah satu dari lima destinasi wisata super prioritas, tetapi juga destinasi wisata berkualitas.Luhut juga memastikan penerapan prinsip ekonomi biru, hijau, dan sirkular sudah mulai diterapkan sesuai dengan arahan Presiden Jokowi.Mulai Sabtu (4/6) ini, dilaksanakan uji coba penggunaan bus listrik sebagai shuttle bus kendaraan pariwisata. Rute perjalanan shuttle bus ini meliputi Borobudur-Malioboro-Prambanan.\"Dengan menggunakan kendaraan listrik dan EBT, saya rasa akan semakin mempertegas komitmen Indonesia dalam penggunaan energi ramah lingkungan,\" pungkas Luhut. (Sof/ANTARA)