ALL CATEGORY

Jokowi Melawan Orang yang Membesarkannya: Megawati dan Prabowo?

Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) JOKOWI dibesarkan PDIP dan Gerindra, dibesarkan Megawati dan Prabowo. Tentu saja ada sponsor yang disebut sembilan naga. Tapi, siapa mereka, rill atau fiksi? Nama sembilan naga yang beredar kurang kredibel. Masa tidak ada naga kelapa sawit, atau naga batubara? Malah yang ada nama Edward Soeryadjaya, yang sekarang sedang tersandung hukum. Naga mengajukan Jokowi pada pilgub 2012. Deal. Jokowi hanya diusung dua partai saja, PDIP dan Gerindra. Ketika itu Jokowi bukan siapa-siapa. Hanya bermodalkan mobil Esemka, yang sampai sekarang tidak kelihatan wujudnya. Maka ada yang bilang mobil gaib. Pada puteran kedua, Jokowi masih diusung oleh PDIP dan Gerindra. Melawan Fauzi Bowo yang diusung semua partai politik lainnya. Jokowi menang, menjadi gubernur periode 2012-2017. Sponsor ‘sembilan naga’ tidak puas sampai di situ. Pilpres 2014 semakin dekat. Prabowo maju sebagai calon presiden. Megawati harusnya mendukung Prabowo, sesuai kesepakatan Batutulis. Tapi mengejutkan, PDIP malah mencalonkan Jokowi sebagai capres melawan Prabowo. Jokowi menerima, padahal sebelumnya mengatakan ingin menyelesaikan jabatan gubernur sampai 2017.  Jokowi menikmati permainan para sponsor ‘sembilan naga’. Jokowi meninggalkan Prabowo, satu dari dua tokoh yang membesarkannya. Pilpres 2019 tidak banyak berubah. Hanya ada dua capres. Jokowi melawan Prabowo lagi. Jokowi masih didukung PDIP dan parpol koalisi lainnya. Prabowo hanya didukung Gerindra dan PKS. Memang ada Demokrat, tapi terlihat setengah hati. Karena AHY tidak menjadi cawapres Prabowo. Dan UU pemilu mewajibkan Demokrat mendukung salah satu capres.  Prabowo kalah lagi, tapi heroik. Bahkan ada yang mengatakan seharusnya Prabowo menang. Tapi siapa yang tahu? Kecuali penyelenggara pilpres, yang sengaja menggunakan kotak suara kardus dengan gembok baja?  Meskipun demikian, Prabowo ditarik ke dalam kabinet. Jokowi dan para sponsor sudah tidak perlu oposisi kuat. Oh ya, memang masih ada PKS, tapi satu partai bisa apa? Tidak membahayakan. Memang ada juga Demokrat di luar kabinet. Tapi sulit dikatakan sebagai oposisi, meskipun dalam beberapa hal bertentangan dengan pemerintah. Tapi jiwa oposisi tidak terlihat pada Demokrat. Tidak seperti PDIP sewaktu menjadi oposisi pada pemerintahan SBY. Pilpres 2024 semakin dekat. Jokowi sepertinya bersimpangan jalan dengan Megawati. Jokowi dan para sponsor mau mendukung capres sendiri, mungkin yang penurut dan bisa diperintah. Ganjar nampaknya masuk kriteria mereka. Di lain pihak, Megawati tidak suka Ganjar, yang dibesarkan PDIP tapi sekarang mau melawan: pengkhianat. Megawati sangat benci pengkhianat, tiada kata maaf baginya. Jokowi juga akan dianggap pengkhianat kalau sampai mendukung capres yang bertentangan dengan Megawati. Terlebih kalau mendukung Ganjar. Kalau ini terjadi, bisa menjadi musibah yang sempurna bagi Megawati: Megawati akan berhadapan dengan dua orang yang dibesarkannya. Kalau ini terjadi, kemarahan dan kebencian Megawati pasti memuncak. Karena, mendukung Jokowi dan para sponsor oligarki pada dua pilpres yang lalu membuat nama PDIP ‘tercemar’. PDIP kini bukan lagi partai pembela ‘wong cilik’ marhaen, melainkan partai pembela oligarki. Karena memang banyak produk undang-undang yang ditetapkan sejak 2014 sangat pro-oligarki dan merugikan ‘wong cilik’. Misalnya UU Cipta Kerja. Kebijakan-kebijakan pemerintah lainnya juga banyak yang memberatkan beban hidup ‘wong cilik’. Misalnya, kebijakan harga pangan dan harga BBM yang melonjak, tanpa ada bantuan (memadai). Dengan Membiarkan semua ini terjadi, PDIP jelas sudah keluar dari filosofi partai ‘wong cilik’ marhaen. Hasilnya, Indonesia sejak 2014 sudah menjelma menjadi negara oligarki plutokrasi. Yaitu, negara dikendalikan oleh sekelompok kecil pengusaha, yang merangkap penguasa. Ada yang mengatakan hal ini sama saja dengan era Soeharto. Tentu saja sangat beda. Ketika itu Soeharto mengendalikan pengusaha dalam membangun ekonomi, dan Soeharto memilih pengusaha, bukan dikendalikan pengusaha. Perusahaan konglomerat ketika itu jauh lebih kecil dari BUMN, dengan rasio pendapatan terhadap PDB tidak terlalu signifikan. Kesenjangan sosial pada era Soeharto juga jauh lebih baik. Reformasi 1998 mengubah segalanya. Konglomerat berkembang menjadi perusahaan raksasa. Kini bermunculan konglomerat batubara, konglomerat sawit, konglomerat real estate, dan lainnya. Mereka menjadi bagian dari orang terkaya Indonesia. Segelintir konglomerat real estate menguasai lahan yang sangat luas di seluruh Indonesia. Bahkan sering kali bersengketa dan merebut hak warga setempat. Awal reformasi para konglomerat hanya menikmati rente ekonomi, merapat kepada penguasa. Kini, sejak 2014 mereka yang berkuasa. Masuk legislatif dan eksekutif. Membiayai pilpres. Memilih calon presiden yang bisa diajak ‘kerja sama’, atau tepatnya dikendalikan. Mereka mengatur kebijakan eksekutif, termasuk merancang dan menggolkan tax amnesty. Jokowi tidak mungkin tiba-tiba memikirkan tax amnesty, yang diinisiasi sejak awal pemerintahannya, 2015. Pasti ada kekuatan oligarki yang besar dan cerdas yang mengatur semua itu, yang harus mencuci uangnya melalui tax amnesty. Prabowo mungkin tidak bisa diatur. Atau lebih sulit diatur. Jadi harus disingkirkan. Kalau Megawati juga sulit diatur, pasti juga akan disingkirkan. Legenda cerita Malin Kundang kini hidup menjadi kenyataan. (*)

Diback-up Jokowi, Ganjar Akan Lawan Megawati?

Oleh Tony Rosyid - Pemerhati Politik BALAS budi? Dalam politik, istilah balas budi kurang begitu dikenal. Walaupun dua periode Ganjar diberi tiket PDIP menjadi Gubernur Jateng, tidak berarti Ganjar akan menyerahkan sepenuhnya nasib politiknya kepada PDIP. Petugas partai ok, selama tiket didapat dari PDIP.  2024, kemungkinan Ganjar tidak bertarung dengan tiket PDIP.  Ada dua faktor mendasar. Pertama, Ganjar dianggap tidak tegak lurus ke Megawati. Trimedia, kader PDIP bilang: Ganjar kemlinti. Kedua, Ganjar bisa menjadi ancaman bagi Puan dalam mengambil estafet kepemimpinan PDIP. Dua faktor ini terlihat betul-betul sudah disadari oleh para kader yang loyal ke Megawati. Mungkinkah Ganjar akan diusung oleh Koalisi Indonesia Bersatu (Golkar, PPP dan PAN) yang konon isunya disiapkan Jokowi? Bisa iya, bisa juga tidak. Sebab, KIB belum tentu juga bisa bertahan sampai tahun depan. Saat ini, Jokowi dan Luhut Binsar Panjaitan masih terlihat sangat kuat. Tahun depan, jelang akhir periode, belum tentu Jokowi dan Luhut masih punya pengaruh politik masih sekuat sekarang. Di dunia politik kita, ada tradisi \'loncat pagar\' ketika jabatan presiden akan berakhir.  Politik itu kepentingan dan kesempatan. Gak ada kepentingan, siapapun, termasuk penguasa, akan ditinggalkan. Karena itu, sejumlah kader pindah partai atau bikin partai baru ketika kepentingannya tidak terakomodir. Begitu juga, kalau ada kepentingan tapi kesempatan gak ada, maka akan dengan sendirinya kepentingan itu menghilang. Sebaliknya, jika kesempatan ada, biasanya kepentingan akan muncul. Kata orang: kesempatan itu menggoda. Saat ini Ganjar punya kesempatan. Elektabilitas Ganjar dalam survei lebih tinggi dari Puan Maharani. Puan memang digadang-gadang untuk menjadi calon PDIP, tapi Ganjar diklaim lebih dikehendaki oleh konstituen dari pada Puan. Benarkah? Selama ini, Ganjar selalu dikritik soal prestasi. Pengkritik paling keras justru bersal dari para kader dan elit PDIP. Rekam jejak Ganjar dinilai kurang bagus. Selain dianggap sebagai gubernur kurang berprestasi, kasus Wadas mendapat sorotan cukup serius. Kasus e-KTP yang video persidangannya terus viral di medsos juga menyebut nama Ganjar. Diantaranya Nazaruddin dan Setianovanto. Tim Ganjar nampak tidak peduli soal kasus dan prestasi. Di pilpres, yang penting elektabilitas. Memang benar, untuk menang dalam pertarungan merebut kursi presiden itu tidak ada syarat prestasi. Untuk menjadi presiden yang dibutuhkan itu elektabilitas, bukan prestasi. Makanya, kekuatan tim branding (kampanye) itu yang dibutuhkan. Baik tim media maupun tim jaringan.  Boleh jadi Puan lebih baik prestasinya. Tapi tim media dan jaringan Puan lemah. Kalah jauh dengan timnya Ganjar. Wajar kalau elektabilitas Puan selalu berada di bawah Ganjar.  Jokowi dukung Ganjar. Begitulah publik membacanya. Setidaknya untuk saat ini. Dengan mendukung Ganjar, setelah pensiun Jokowi masih bisa berperan. Sebagai orang yang menyiapkan partai, logistik dan jaringan buat Ganjar, Jokowi bisa berkolaborasi dengan Ganjar jika Ganjar terpiliih jadi presiden. Di PDIP, Jokowi hanya kader biasa. Petugas partai yang sering bersitegang dengan Megawati. Posisioning Jokowi di PDIP sangat lemah. Satu-satunya jalan, dukung calon di luar tiket PDIP. Ganjar bisa menjadi satu diantara sekian kandidat pilihan. Ini tidak ada hubungannya dengan apa yang disebut sebagai pembangkangan kader atau tidak tahu balas budi. Ini hanya soal pilihan yang tidak bisa dihindari jika Ganjar dan Jokowi ingin tetap eksis kedepan. Satu-satunya pilihan adalah hadapi Megawati. Mau tidak mau. Kalau anda paham betul teori hukum sejarah diantaranya yang ditulis secara cukup lengkap oleh Ibnu Khaldun dan Karl Marx, anda akan punya kesimpulan seperti di atas. Ini bukan mau Ganjar dan Jokowi. Bukan juga maunya Megawati dan Puan. Tapi perseteruan ini lebih dibentuk oleh tuntutan situasi politik saat ini. Mereka sulit disatukan karena kepentingan politik yang berseberangan. Ini pertaruhan besar, pertaruhan mati hidup Ganjar dan Jokowi. Jika Ganjar urungkan niatnya untuk maju pilpres, maka akan kehilangan kesempatan, dan eksistensi politiknya bisa berakhir. Lebih baik hadapi PDIP dengan semua risiko. Soal dapat tiket atau tidak, kalah atau menang, itu soal lain.  Begitu juga dengan Jokowi, pasca pensiun akan kehilangan pengaruh. Maka, Ganjar adalah \"salah satu\" pilihan yang bisa menjadi lokomotif masa depan politik buat Jokowi. Saat ini, tidak ada pilihan bagi Jokowi kecuali bersebarangan dengan Megawati. Jokowi belum tentu menghendakinya demikian, tapi pilihan dan situasi politik tidak memberi pilihan lain. Sebab tidak ada tempat yang signifikan dan strategis bagi Jokowi di PDIP. Ini yang memaksa Jokowi harus berseberangan dengan PDIP di pilpres 2024. Ganjar dianggap salah satu diantara beberapa pilihan yang bisa jadi calon Jokowi, termasuk untuk melawan PDIP. Jika PDIP bermanuver dengan calonkan Ganjar dan singkirkan Jokowi, ada persolan yang tidak kalah serius. Ganjar, jika menang dan jadi penguasa, ini bisa jadi ancaman buat PDIP. Sepeninggal Megawati, Ganjar bisa ambil alih kepemimpinan PDIP. Bagi penguasa, ini tidak terlalu sulit. Komposisinya, Ganjar ketum PDIP, Jokowi bisa menjadi pembinanya. Puan boleh jadi akan dipensiun dini-kan. Sekali lagi, dan ini fakta yang terjadi bahwa politik bukan soal balas budi. Politik bukan bagaimana kita berbuat yang ideal. Politik itu kesempatan dan relasi kepentingan. Kesempatan tidak memberi banyak pilihan untuk sebuah kepentingan, tapi seringkali hanya satu pilihan. Saat ini satu-satunya pilihan bagi Jokowi dan Ganjar adalah berseberangan dengan Megawati dan PDIP. Gak ada pilihan kompromi, karena pilihan kompromi akan sangat merugikan bagi Jokowi dan Ganjar. Memilih kompromi, Jokowi dan Ganjar tersingkir. Nasibnya mungkin akan seperti Rustriningsih, kader PDIP yang pernah jadi Wagub Jateng. Pensiun dini. Mau tidak mau, harus hadapi Megawati dan PDIP. Siapa yang kalah, tersingkir. Pemenang hanya ada pada pihak yang kuat. Jakarta, 6 Juni 2022

Koalisi Parpol Penguasa Melawan Islam Politik?

Politik sekuler kiri dan nasionalis saat ini sudah kadaluwarso menghadapi tantangan nasional, regional dan global yang semakin interconnected and borderless. Kecuali jika Republik ini hanya diarahkan untuk menjadi satelit China atau Amerika. Oleh: Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS, @Rosyid College of Arts KABAR terbaru para pemimpin parpol bertekad melawan politik identitas. Para pemimpin Parpol mengatakan bahwa Pemilu 2014 dan 2019 telah berlangsung sukses tapi meninggalkan polarisasi yang berbahaya di masyarakat. Faktanya memang bangsa ini terbelah menjadi cebong dan kampret. Tidak dijelaskan mengapa hal itu terjadi dan apa yang sudah dilakukan untuk mencegah polarisasi itu. Tapi mereka menuding politik identitas sebagai biang keladi polarisasi masyarakat. Saya menduga keras bahwa para elite parpol itu telah menjadi kura-kura dalam perahu: seolah tidak tahu mengapa, padahal itu ulah mereka sendiri. Tapi, kini mereka mencari kambing hitam dengan menyalahkan faktor lain selain parpol dan perilaku para elitnya. Faktor lain yang disalahkan itu adalah Islam politik yang sebagian besar itu direpresentasikan dalam Pilgub DKI 2017 yang telah dimenangkan oleh Anies Baswedan. Pilgub DKI itu kemudian berbuntut panjang, apalagi kini Anies muncul sebagai tokoh calon presiden muslim yang sangat populer jika bukan terpopuler. Sikap permusuhan para elit parpol pada Islam politik ini tentu mengherankan sekaligus tidak. Mengherankan karena para elit tiba-tiba jadi dungu korban narasi Islamophohia yang masih tersisa. Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI sudah membuktikan dirinya sebagai Gubernur yang berdiri di semua golongan, terutama kaum miskin dan tertindas, apapun agama dan sukunya. Keadilan adalah jargonnya yang paling mencolok. Kekhawatiran elit parpol itu malah menegaskan dugaan bahwa ada kekuatan oligarki yang mendukung logistik banyak parpol berkuasa saat ini pada saat kesenjangan dan ketimpangan begitu menganga di seluruh pelosok negeri. Polarisasi antara cebong dan kampret terjadi separah kesenjangan dan ketimpangan sosial ekonomi saat ini. Permusuhan parpol terhadap politik identitas itu juga tidak mengherankan, karena banyak elit politik memang miskin gagasan yang berpotensi menjadi diskursus baru di tengah kematian imajinasi politik saat ini yang semakin terkungkung oleh banyak jargon harga mati. Seolah semua urusan negeri ini sudah selesai dan baik-baik saja. Islam adalah sumber inspirasi yang kaya yang boleh diambil oleh siapapun asal usulnya, termasuk asal usul sukunya: Jawa, Dayak, Bugis, Arab, atau China. Islam itu melampaui primordialitas semacam sukuisme. Sayang sekali para elit parpol ini gagal atau pura-pura gagal memahami bahwa Islam itu sebuah kompleks gagasan seperti kapitalisme, sosialisme, komunisme, dan Pancasila. Bahkan dari sejarah Islam memberi data dan fakta yang lebih dari cukup dan terdokumentasi dengan baik untuk digali kembali sebagai sumber inspirasi. Para founding fathers seperti Bung Karno, Bung Hatta, dan Agus Salim, sangat terinspirasi oleh Islam sebagaimana terbukti dalam rumusan Pembukaan UUD 1945. Bahkan, para pendiri bangsa ini dari berbagai latar belakang suku dan agama telah pernah pula menyepakati Piagam Jakarta sebagai gentlemen agrreement. Saya menduga keras bahwa sebagian elit parpol penguasa masih bermain main untuk menutup-nutupi kudeta konstitusi yang telah terjadi sejak amandemen ugal-ugalan atas UUD 1945 sebagaimana disampaikan oleh Gatot Nurmantyo pada Hidayat Nurwahid sebagai pimpinan MPR baru-baru ini. Prof. Kaelan, guru besar Pancasila UGM bahkan tegas mengatakan bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara sudah murtad dari Pancasila. Tidak hanya de yure saja, secara de facto kaum sekuler kiri yang dibantu kaum nasionalis radikal sebagai useful idiots telah mengubur Pancasila di bawah kaki mereka. Upaya permusuhan terhadap Islam politik oleh banyak elit parpol penguasa saat ini harus dilawan karena sesat dan menyesatkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mutu berpikir dan menggagas banyak para pemimpin parpol saat ini sangat menyedihkan dibanding mutu pikiran dan gagasan para pendiri Republik. Islam politik adalah hak setiap warga negara, terutama Muslim, yang bisa dinyatakan tidak hanya melalui parpol yang terus berusaha memonopoli politik setelah Pemilu usai. Pemilu hanya menjadi instrumen transfer bersih hak-hak politik warga pemilih ke sebagian besar Parpol. Peran politik warga negara hanya ada dan selesai di bilik-bilik Tempat Pemungutan Suara. Politik sekuler kiri dan nasionalis saat ini sudah kadaluwarso menghadapi tantangan nasional, regional dan global yang semakin interconnected and borderless. Kecuali jika Republik ini hanya diarahkan untuk menjadi satelit China atau Amerika. Agenda usang kedua kekuatan adidaya atas Republik ini semakin jelas bahwa Islam politik akan menjadi gangguan serius bagi upaya memenangkan proxy and neo-cortex war di negeri seluas Eropa yang kekayaannya selalu menarik dan menggiurkan para penjajah ini. Upaya memusuhi Islam politik adalah upaya para kaki tangan China dan AS saja di negeri ini. Kesepakatan elit parpol untuk memusuhi Islam politik adalah ungentleman, if not crooked, agreement untuk terus menikmati uang recehan para Taipan. Jika politik sekuler sak karepmu dhewe pesanan dari China dan AS boleh, mengapa Islam politik tidak boleh? Gunung Anyar, 6 Mei 2022. (*)

Anies Baswedan Sang Juara Sejati!

PERHELATAN dunia itu telah usai. Tetapi, perbincangan tentang hal itu masih terus bergulir, baik di media mainstream, media sosial, dan bahkan di tempat tongkorongan anak-anak milenial. Tidak ketinggalan pula suara nyinyir dari BuzzerRp maupun anggota partai penyerang, yaitu partai De dan partai Es. Itulah perhelatan akbar Formula E Jakarta, yang berlangsung aman, lancar, dan damai di sirkuit Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (4/6/2022). Dari kegiatan tersebut, Anies Baswedan-lah yang pantas dan layak menjadi juara sejati. Benar, Presiden Joko Widodo telah menyerahkan piala kepada pemenang Formula E Jakarta, Mitch Evans. Bisa jadi, piala tersebut telah dibawa dan sudah sampai ke negara sang pemenang. Tetapi, “piala sejati” itu tetap ada di Jakarta. Kok bisa begitu? Mengapa Anies yang menjadi juara sejati dan piala itu ada di Jakarta? Anies kan tidak ikut berlaga. Anies juga bukan wasit. Anies adalah Gubernur DKI Jakarta yang sejak awal rancangan kegiatan Formula E itu menjadi sasaran hujatan dan cacian BuzzerRp dan pendukung setia Jokowi. Bahkan, tidak tanggung-tanggung. Gelaran yang awalnya direncanakan di kawasan Monas (Monumen Nasional), Jakarta Pusat berhasil mereka gusur. Istana tidak rela wilayah yang menjadi hak milik Sekretariat Negara (Setneg) itu dijadikan ajang balapan. Alasannya macam-macam. Tetapi, di balik 1001 alasan, Anda pasti tahu alasan yang sebenarnya. Mereka tidak ingin nama Anies Baswedan semakin berkibar dan kesohor. Anda harap maklum, karena Anies, sang “Gubernur Indonesia” itu memang tidak disukai pihak musuh, termasuk pendukung Basuki Tjahja Purnama alias Ahok yang dikalahkan Anies dalam pertarungan Gubernur DKI Jakarta pada 2017 lalu. Luka Ahoker terlalu dalam dan belum sembuh. Mereka belum mau move on meski Pilkada DKI Jakarta itu sudah berlalu.   Mereka masih bermimpi, si penista agama Islam itu yang menjadi gubernur, entah gubernur mana. Padahal, si Ahok sudah kalah, dan dipenjara lagi. Kini mengurus Pertamina saja tidak becus, karena merugi. Padahal, dari mulut Komisaris Utama PT Pertamina itu sempat sesumbar, jadi merem saja untung. Kembali ke Anies sang juara sejati. Predikat itu pantas disandangkan Anies. Ketika hujatan atas penyelenggaraan Formula E terus terjadi, ia tetap tampil kalem dengan melempar senyum menyejukkan dan tutur kata lembut. Tidak ada amarah, apalagi dendam darinya. Anda tidak percaya? Banyak buktinya. Anies orang yang ramah kepada siapa pun. Ia tidak peduli terhadap orang yang mencaci dan orang memusuhinya. Dia adalah tipe pemimpin yang merangkul semua kubu. Bukan tipe pemimpin yang ikut memanas-manasi pendukungnya. Buktinya, di tengah hujatan terhadap Formula E berlangsung, tiba-tiba saja Jokowi justru meninjau pembangunan sirkuit itu pada Senin, 25 April 2022. Foto keduanya dengan latar belakang JIS (Jakarta International Stadium) terlihat akrab. Jokowi saat itu memberikan beberapa arahan. Maka, buzzer pun galau melihatnya. Berbeda dengan si Giring Ganesha, petinggi partai Es, yang terpeleset saat datang ke lokasi untuk membuat konten. Bukannya masukan yang dia sampaikan, tetapi caci-maki, ciri khas partai yang tidak lolos ke Senayan itu. Anies Baswedan pantas menjadi juara sejati! Hal itu bisa dibuktikan pada acara puncak Formula E, Sabtu, 4 Juni 2022, sore yang baru lalu. Dia tidak peduli dengan ocehan para buzzer, pendukung Jokowi dan Ahoker. Yang penting acara sukses. Anies menyebutkan, tidak menggunakan jasa pawamg hujan, seperti ajang MotorGP, di Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB). Alhamdulillah, cuaca cerah. Tidak seperti di Mandalika, tetap hujan padahal sudah menggunakan jasa pawang yang dibayar lumayan mahal. Anies katakan tidak boleh bawa atribut partai dan segala bentuk berbau politik. Penontonnya patuh. Tidak ada suara gaduh, misalnya, “Anies Presiden...” Tidak ada bendera partai atau dukung-mendukung, tak ada yang memakai kaos dukungan ke orang tertentu di arena balapan. Maklum, ini acara olahraga yang menghibur warga Indonesia, khususnya warga Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi dan Tangerang (Jabodetabek). Mereka patuh! Tentu, karena Anies juara sejati. Yang ada, suara riuh dan tepuk tangan ketika pembawa acara mengumumkan nama yang hadir, mulai dari Jokowi, Puan, dan Anies. Nah, ketika nama Anies disebut, suara riuh bercampur tepuk tangan pun bergemuruh. Tidak seperti awal menyebutkan Jokowi, yang sepi (meski saat diumumkan memasuki area balapan disambut dengan tepuk tangan). Anies Baswedan juara sejati!  Karena ia mampu merangkul semua pihak. Lewat event Formula-E, ia ingin menunjukkan tidak ada apa-apa diantara sesama anak bangsa. Buktinya? Dia mampu mendatangkan petinggi negara menonton kegiatan yang ditunggu-tunggu puluhan juta rakyat Indonesia dan dunia (yang bisa menonton lewat siaran televisi). Ada Presiden Jokowi, ada Ketua DPR Puan Maharani, ada Ketua MPR yang juga Ketua Ikatan Motor Indonesia (IMI), Bambang Soesatyo. Di ajang tersebut, Anies menyerahkan piala untuk kategori tim. Kemudian, ia menyalami para pebalap di podium. Piala juara ketiga, Edoardo Mortara, dan juara kedua, Jean Eric Vergne, diserahkan oleh penyelenggara. Anies juara sejati? Ada-ada saja. Karena sirkuit Formula E memiliki lima zona dengan panjang lintasan 2,5 kilometer serta memiliki 18 tikungan. Sirkuit Formula E dilengkapi banking atau lintasan yang sengaja dimiringkan. Kemiringannya mencapai 6 derajat. Anies juara sejati! Karena ia mengapresiasi kerja sunyi orang-orang di balik perhelatan ajang Formula E di Ancol, Jakarta Utara. Anies menilai kesuksesan acara ini tak terlepas dari mimpi dan usaha tanpa lelah. Apresiasi ini disampaikan Anies melalui akun Instagramnya, @aniesbaswedan, Ahad, 5 Juni  2022. Dalam unggahan tersebut, Anies juga menyertakan foto-foto mereka yang bekerja demi kesuksesan acara tersebut, mulai dari panitia acara hingga pekerja yang mengaspal sirkuit. Anies mengatakan ada ribuan tangan di balik acara tersebut, dan semua bekerja dalam sunyi. “Di balik kesuksesan acara Jakarta E-Prix kemarin, ada ribuan tangan yang terlibat mewujudkannya. Petugas konstruksi, petugas kesehatan, pengemudi transportasi, penyedia makanan, pengurus perizinan, dan banyak lagi yang bekerja dalam sunyi,” kata Anies dalam unggahannya itu. Sang juara sejati tidak akan menonjolkan diri. Juara sejati selalu rendah hati dan membuat musuh menjadi iri. Anies menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada mereka yang telah bekerja sehingga acara tersebut berlangsung sukses. Sebab, bukan sekadar membangun sirkuit, tetapi juga membangun kebanggaan untuk kota dan negara. “Apresiasi setinggi-tingginya untuk setiap dan semua dari mereka. Mereka tak hanya membangun sirkuit, tapi membangun kebanggaan bagi kota dan negara. Mereka tak hanya menggelar balapan, tapi menggelar rasa percaya diri bagi bangsa,” ujarnya. Kuncinya adalah mimpi. Dia menyampaikan salam hormat untuk semuanya. “Karena mimpi adalah kunci, dan mereka semua telah berlari tanpa lelah untuk meraihnya. Salam hormat dari kami semua,” cuit sang juara sejati itu. Selamat buat Anies sang juara sejati yang selalu dinanti. (*)

UU PPP: Akal Bulus Memaksakan UU Cipta Kerja

Alasan Pemerintah, diperlukan untuk mendorong invenstasi, menciptakan lapangan kerja, dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Tiga hal ini memang sering sekali dielukan. Oleh: Tamsil Linrung, Ketua Kelompok DPD di MPR RI PEMERINTAHAN Presiden Joko Widodo memang bebal dan suka memaksakan kehendak. Sikap ini dapat kita baca dari sejumlah proses lahirnya kebijakan. Salah satunya pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP). Revisi UU PPP yang kini telah disahkan dicurigai menjadi alat melegitimasi UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Putusan MK terhadap UU Cipta Kerja, normalnya, akan menampar muka pemerintah dan DPR. Tapi kita tidak melihat rasa malu itu muncul saat UU berikutnya kembali diproduksi dengan cara yang sama. Buktinya, tak terpaut lama pasca-UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional, Pemerintah dan DPR kembali memaksakan pengesahan UU Ibu Kota Negara Baru. Proses pembahasannya juga sama, secepat kilat dan penuh kontroversi. Kontroversi ini mau tak mau membuat investor luar berpikir dua kali untuk menanamkan duitnya pada proyek IKN. Dan IKN pun terseok-seok. Sikap bebal Pemerintah dan DPR kembali terlihat saat RUU PPP diundangkan. UU PPP ini adalah wajah buruk yang kesekian kalinya dalam praktik legislasi di Indonesia karena diduga menjadi jalan pintas mengegolkan UU PPP. Indikatornya, pertama, secara substantif UU PPP bertolak belakang dengan semangat perbaikan tata kelola regulasi. Salah satu tujuan revisi UU PPP adalah memasukkan norma mengenai metode omnibus law sebagai dasar perbaikan UU Cipta Kerja. Padahal, metode ini sebelumnya tidak dikenal. Revisi UU PPP berpotensi memantik amarah publik. Pengakuan UU PPP terhadap metode Omnibus Law terindikasi menjadi pintu masuk mengesahkan UU Cipta Kerja yang ditolak publik dan telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK. MK tentu tidak asal ketok palu. Metode Omnibus Law bersifat multidimensi dan multisektor, sehingga sangat berpotensi tumpang tindih dan rawan kekeliruan. Kekhawatiran banyak pihak akhirnya terbukti di Gedung MK. Kedua, tidak satu pun amar putusan MK memerintahkan revisi UU PPP. MK memerintahkan memperbaiki UU Cipta Kerja, bukan UU PPP. Oleh MK, UU Cipta Kerja dinyatakan tidak sesuai dengan metode dan sistematika pembentukan UU serta bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyebutkan bahwa UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat karena model revisi UU dengan gaya Omnibus Law tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia. Selain itu, banyak salah ketik di UU Cipta Kerja. Jadi, ada indikasi, revisi UU PPP adalah akal-akalan pemerintah dan DPR mengesahkan UU Cipta Kerja. Indikasi ini setidaknya diperkuat oleh tiga hal. Pertama, bukannya memerbaiki UU Cipta Kerja, Pemerintah dan DPR malah merevisi UU PPP yang nota bene merevisi asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Kedua, hingga saat ini, kita tidak pernah mendengar upaya Pemerintah dan DPR melaksanakan perintah MK, yakni memperbaiki UU Cipta Kerja. Pemerintah maupun DPR belum pernah membahas apalagi mengajak partisipasi publik atau stakeholder untuk membahas proses perbaikan itu. Publikasi pun belum ditemukan. Ketiga, adanya perubahan mengenai mekanisme perbaikan salah ketik. UU PPP pascarevisi mengatur bahwa setelah RUU disetujui bersama namun telah disampaikan kepada presiden, kesalahan teknis penulisan (salah ketik) masih diperkenankan untuk diperbaiki. Kita tahu, masalah salah ketik menjadi polemik besar dalam UU Cipta Kerja. Revisi UU PPP sebagai akal-akalan mengegolkan UU Cipta Kerja menunjukkan betapa buruk dan tidak disiplinnya cara pemerintah mengelola negara. Bila pemerintahnya saja tidak disiplin, bagaimana berharap masyarakat taat hukum? Seperti pengesahan UU yang penuh kontroversi lainnya, proses pembahasan revisi UU PPP berlangsung cepat, hanya enam hari. Revisi UU PPP dimulai pada 7 April 2022 dan persetujuan tingkat satu diputuskan dalam rapat pleno Badan Legislasi DPR pada 13 April 2022. Itu pun, efektifnya hanya empat hari bila dipotong Sabtu dan Minggu sebagai hari libur. Alasan Pemerintah, diperlukan untuk mendorong invenstasi, menciptakan lapangan kerja, dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Tiga hal ini memang sering sekali dielukan. Tapi fakta berkata lain. Bahkan, Bos Tesla Elon Musk yang diuber Jokowi justru memilih investasi membuka kantor di Thailand. Sementara lapangan kerja bagi kelas menengah ke bawah terus digerogoti Tenaga Kerja Asing asal China. Begitulah, mereka banyak cakap, namun minim realisasi! (*)  

Anies Puan Pasangan Kontroversial

Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  POLA pemasangan di aras PT 20 % terus berkonfigurasi. Ada Prabowo-Puan, Ganjar Erik, Anies-AHY, bahkan muncul Ganjar-Anies, Prabowo-Khofifah, Anies-Puan, dan yang paling lucu Prabowo-Jokowi. Konsepsi ilusi Jokowi 3 periode adalah Jokowi-Prabowo. Para \"king maker\" sedang berfikir dan melakukan lobi keras. Sebenarnya sulit membedakan \"king maker\" dengan bandar ataupun calo Pilpres.  SurveI selalu unggulkan Prabowo, meski tingkat kepercayaan pada survey itu rendah, lembaga yang bisa dibayar dan dipesan. Ganjar selalu disebut sebagai pewaris dan kepanjangan kekuasaan Jokowi dan oligarki. Anies justru yang paling riel dalam gebyar dukungan. Paling ditakuti dan sangat berpeluang. Memasang-masangkan Anies untuk cawapres menjadi daya tarik tersendiri.  Pasangan rasional adalah Anies-AHY karena sekurangnya PKS, Nasdem, dan Demokrat cukup untuk mengusung lewat ambang batas PT 20 %. Pasangan potensial adalah Anies-Airlangga karena Airlangga Ketum Golkar berkubu dengan PAN dan PPP. Adapun pasangan kontroversial adalah Anies-Puan. Fenomena baru yang dikaitkan dengan manuver orang JK. Soal umroh segala.  Orang bisa menilai ideal sebagai pasangan relijius dan kebangsaan. Tapi itu kontroversial karena basis dukungan Anies dan Puan berada pada posisi diametral. PDIP termasuk partai yang berusaha menjegal Anies sejak awal sementara pendukung Anies rentan pada PDIP yang merepresentasi partai penguasa. Jauh dari rakyat dan umat Islam.  Kawin paksa tidak akan membuat rumah tangga bahagia.  Tiga hal penting jika kawin paksa dari pasangan kontroversial ini dilakukan, yaitu ; Pertama, kedua pendukung sebagian akan berlari ke lain hati. Atau enggan mendukung perpaduan. Kubu Islam pendukung Anies mungkin memilih golput, pendukung Puan bisa beralih ke Ganjar. Apalagi jika partai-partai awal pendukung Anies menarik diri, Anies-Puan hanya akan diajukan oleh PDIP. Artinya fatal.  Kedua, posisi Anies tidak aman karena partai pendukung Puan memiliki fanatisme yang jauh lebih kuat, sementara Anies didukung oleh partai-partai dengan ikatan yang lebih cair. Anies  akan digoyang dan dijatuhkan di tengah jalan dalam rangka membuka peluang bagi Puan untuk menjadi Presiden. Operasi intelijen bisa dimainkan.  Ketiga, Anies-Puan sulit melakukan perubahan politik karena PDIP adalah partai konservatif sekaligus the rulling party. Akan ikut berperan dalam menentukan kebijakan. Gagasan otentik dan konstruktif Anies bakal banyak terganjal. Terutama pemberantasan KKN dan penegakan HAM.  Gonjang-ganjing pemasangan Anies-Puan hanya menguntungkan Puan. Mendongkrak kenaikan ratingnya. Sementara bagi Anies sama sekali tidak menguntungkan bahkan mungkin merugikan. Qua intelektual, emosional, integritas, maupun track record kepemimpinan yang berbeda tidak akan membawa keduanya bersimbiosis mutualisma bahkan mungkin saja parasitis.  Tetapi benar kata sebagian orang bahwa Belanda itu masih jauh, jadi semua otak-atik masih terlalu dini. Meski Formula E menunjukkan kesuksesan Anies Baswedan yang mampu menaklukan Puan dan Jokowi namun belum tentu kondisi berjalan normal hingga 2024.  Dalam hal perubahan politik terjadi lebih cepat dimana Jokowi lengser sebelum 2024 atau PT 20 % ternyata telah hapus, maka cerita soal Pilpres akan bernarasi lain. (*)

lndonesia Bersatu, Pas Berpeluang Pas Cocok

Oleh Ridwan Saidi - Budayawan  ZAMAN itu tabib sedang sohor-sohornya. Di Sawah Besar ada tabib Fachrudin. Mengobati rupa-rupa penyakit. Tabib Fachrudin terkenal dengan promosinya: Nafsu besar tenaga kurang. Ibarat bubuk makan kayu. Sepertinya ini promosi obat kuat. Di iJatinegara Tabib Wahid Mawn. Juga mengobati rupa-rupa penyakit, tapi yang banyak diiklankan obat untuk gangguan saat wanita menapause (datang bulan). Gangguan ini disebut Datang Bulan Tidak Tjotjok/Cocok, lihat photo atas. Koalisi 3 parpol, Golkar, PAN, PPP, yang dinamakan Indonesia Bersatu justru pas datang peluang pas cocok. Peluang yang jelas bagi 3 parpol itu Pilpres 2024. Dalam malam silaturahmi mereka 4/6/2022 hadir Ical dan Akbar, Golkar, Hatta Rajasa, PAN, Luhut Panjaitan yang tidak berafiliasi ke parpol-parpol KIB tapi interest untuk berhadir. Dan Ketua Umum Pro Jokowi.  Assumed away dugaan pemilu batal, Koalisi Indonesia Bersatu bisa mencapres karena total kursi sekitar 130 tembus threshold. Tapi siapa capres dan cawapres mereka? Kalau koalisi untuk menggolkan atau hadang sesuatu, suara mereka minim. Di luar mereka di DPR ada sekitar 430 vote. Di MPR? Andainya DPD ikut mereka semua vote baru 130  + 134 = 264. Koalisi masih kalah. Dukung capres partai lain? Artinya koalisi berkoalisi, donk. Koalisi Indonesia  Bersatu serius karena mereka akan membuat ikatan tertulis. Tujuan keberadaan mereka baru dapat dilihat jernih setelah tanda tangan naskah koalisi.  Perkiraan bisa saja, mungkin mereka siap kawal Jokowi. Kalau memang seperti itu, yang seperti ini tiap era transisi biasa saja. Transisi era Orla ke Orba ada Barisan Soekarno yang bersemboyan: pejah gesang \'nderek Bung Karno. Hidup mati bersama BK. Saat-saat jelang kejatuhannya Pak Harto gagal bentuk Dewan Reformasi karena Nurcholish Madjid menolak jadi Ketumnya.  Bisa saja KIB tidak seperti yang sudah-sudah. Kecil kemungkinan partai-partai lain: PDIP Gerindra PKS PKB Nasdem Demokrat membuat koalisi serupa. Keenam partai pun kendor dalam bercapres ria. Kenapa ya? Orang juga sudah banyak yang mendusin.  (RSaidi)

Luhut = Harmoko Jilid 2?

Oleh Rahmi Aries Nova - Wartawan Senior FNN  DUA puluh empat tahun lalu, presiden kedua Indonesia yang sudah berkuasa 32 tahun lebih Soeharto, sudah ingin mundur.  Soeharto mengaku dirinya sudah \'TOP\' (Tua Ompong dan Peot). Dan baginya sudah cukup mengabdi pada negeri ini dan sudah saatnya istirahat, meluangkan banyak waktu untuk keluarga dan bermain dengan cucu-cucu. Tapi Menteri Penerangan saat itu Harmoko justru menyampaikan \'laporan palsu\'. Menyebut rakyat masih menginginkan Pak Harto untuk terus memimpin negeri. Golkar (Golongan Karya), partai pendukung pemerintah mendukung penuh. \"Pak Harto akhirnya memang terpilih lagi. Tapi dua bulan berselang gelombang reformasi tak terbendung. Pak Harto pun tumbang,\" ujar Rizal Ramli, saksi sejarah yang masih vokal hingga saat ini. Rizal mengaku ia orang pertama yang meramalkan bahwa krisis ekonomi akan menjadi krisis politik pada 1998. \"Saya sudah ramalkan itu sejak Oktober 1996,\" jelasnya lagi. Kini Rizal meramalkan hal serupa. Indikasinya sudah begitu nyata dengan kehidupan menengah ke bawah yang sudah susah, uang yang beredar sedikit sekali karena disedot untuk surat utang negara, kesulitan likuiditas dan rakyat dipukul dua kali dengan naiknya harga dan pajak serta pemerintah yang begitu pro Beijing dan otoriter. \"Saya bukan asal jeplak ini basisnya dari analisa kondisi objektif,\"  jelas Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri (Menko Ekuin) era Presiden Abdurahman Wahid itu. Bahkan boleh dibilang kondisi saat ini lebih buruk dari era Soeharto. \"Zaman Pak Harto dari minyak dan gas 85 persen untuk negara. Sekarang semua dikuasai asing, negara tidak dapat apa-apa,\" katanya dengan nada geram. Sekarang harga batubara naik berlipat-lipat, tapi negara memperoleh sedikit. Rakyat apalagi. Harga nikel naik. Tetapi, yang menikmatinya kontraktor asing dan aseng. Terbalik dibandingkan era Soeharto. Sekarang negara hanya dapat 15 persen, selebihnya dinikmati ologarki asing aseng. Rizal melihat apa yang dilakukan Harmoko pada masa lalu, kini dilakoni Luhut Bisnar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang pernah menjadi bawahannya saat ia menjadi Menko Ekuin dan Luhut menjabat Menteri Perdagangan. Menurut Rizal, sebagai bawahannya di era Gus Dur, Luhut, adalah tipe yang suka menyenangkan atasan. Ya, mirip Harmoko (almarhum). Luhut berusaha menyenangkan, karena ada sesuatu yang diinginkannya.   \"Ketika saya minta agar minyak goreng diturunkan waktu itu, dia mengatakan, \"Siap!\" Atas perintahnya itu, Luhut pun mengumpulkan pengusaha migor.  \"Ya, dia lakukan perintah saya. Akhirnya harga migor waktu itu turun,\" katanya. Luhut yang kini mengurusi soal minyak goreng hingga harga tiket masuk Candi Borobudur diduga sosok yang ingin Presiden Joko Widodo memperpanjang masa jabatannya lewat propaganda \'Jokowi Tiga Periode\' dan skenario lain yang intinya mempertahankan kekuasaan selama  mungkin dengan dukungan oligarki dan partai-partai politik yang siap \'dibeli\' dengan harga tinggi. \"Luhut itu seperti Harmoko jilid 2. Kalau di Sri Lanka ada Rajapaksa, di sini ada \'raja tipu\',\" katanya di akhir wawancara dengan FNN pekan lalu. (*)

Panitia Formula E, Undang Ustaz Haikal Hasan Bukan Mba Rara

Jakarta, FNN --  Berbeda dengan perhelatan MotoGP Mandalika yang sempat mengundang pawang hujan Mba Rara, pada pelaksanaan balapan mobil Formula E yang diundang panitia adalah Ustaz Haikal Hasan untuk memimpin do\'a di Ancol Jakarta Utara, Sabtu (4/6/2022).  Haikal diundang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta PT Jakarta Propertindo (Jakpro) ke Sirkuit Internasional Formula E untuk memimpin doa bersama. Doa bersama tersebut, dilakukan bersama sejumlah anak yatim untuk kesuksesan acara ajang bergengsi tersebut pada 4 Juni di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara. \"Biar Mas Anies Baswedan menunjukkan dengan hasil kerja dan kita menunjukkan dengan doa,\" kata Haikal. \"Semuanya bekerjasama dan kompak. Ustaz minta tolong, ikhlas, kirimkan pahala Surat Al-Fatihah untuk kesuksesan acara ini,\" sambung Haikal saat memimpin doa. Penceramah kondang dengan sebutan \'Babeh Haikal\' ini pun menengadahkan tangan dan muka seraya membacakan surat pembuka Al-Qur\'an tersebut untuk diikuti sejumlah anak yatim yang dihadirkan khusus acara doa bersama tersebut. Meski saat ini cuaca di Indonesia hampir selalu panas, ada kalanya hujan tiba-tiba turun. Sebelumnya, tim Formula E Operation (FEO) mengatakan tak perlu khawatir tentang kondisi cuaca sebab pihaknya sudah mengantisipasi kondisi tersebut. “Kami menyiapkan berbagai rencana dan mitigasi untuk menghadapi berbagai cuaca,\" kata Consultant Safety, Health and Environment (HSE) FEO Richard Bate dalam keterangan terpisah beberapa waktu lalu.  Richard mengatakan, pihaknya sudah melalui banyak sekali balapan di berbagai negara dunia, dengan bermacam-macam musim sehingga, untuk menghadapi situasi seperti cuaca, mereka siap mengakomodir sesuai dengan keadaan di Indonesia. Dari sisi keamanan penonton secara umum, misalnya, Richard menjelaskan pihaknya akan mengarahkan dan menuntun semua orang untuk turun dari tribun jika cuaca sangat buruk, seperti ketika angin sangat kencang. Event Director FEO Gemma Serra mengatakan, dari sisi pertandingan, kalau sekadar hujan biasa seperti yang terjadi belakangan ini, tak akan menimbulkan masalah bagi balapan. Hal itu, lanjut Gemma, karena trek Formula E di Jakarta itu didesain dengan banyak drainase yang berfungsi baik. Formula E diikuti oleh 11 tim dan pabrikan otomotif dunia, seperti Jaguar, Mercedes, Porche dan Nissan. Untuk ajang di Jakarta kali ini dimenangkan oleh Mitch Evans dari Tim Jaguar TCS Racing, sedangkan Jean Eric Vergne (DS Techeetah) yang dalam babak kualifikasi sebagai pembalap tercepat harus puas di posisi kedua. ***

Luhut Jamin Pasokan dan Harga Minyak Goreng Curah di Pasaran

Jakarta, FNN - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menjamin pasokan dan harga minyak goreng di pasaran dengan penyempurnaan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).Oleh karena itu, ia pun mengimbau masyarakat tidak panik, galau, dan khawatir pasokan domestik akan berkurang atau harga akan kembali meningkat.\"Selain menjalankan pembukaan keran ekspor, pemerintah juga secara resmi mengubah kebijakan minyak goreng curah yang tadinya berbasis subsidi menjadi berbasis pemenuhan kewajiban pasar domestik (DMO) dan kewajiban harga domestik (DPO),\" katanya dalam konferensi pers daring di Jakarta, Minggu.Menurut Luhut, langkah tersebut dilakukan untuk memastikan ketersediaan minyak goreng domestik di harga yang terjangkau selepas pelarangan ekspor CPO dan bahan baku minyak goreng dicabut.\"Dengan kebijakan ini, pemerintah mengimbau masyarakat untuk tidak panik, atau tidak perlu galau atau khawatir pasokan domestik akan berkurang atau harga akan kembali meningkat. Ini kami pastikan tidak terjadi,\" tegasnya.Mantan Menko Polhukam itu pun menjelaskan, jumlah DMO yang ditetapkan pemerintah sejak 1 Juni 2022 sebesar 300 ribu ton minyak goreng per bulan. Jumlah itu  lebih tinggi 50 persen dibandingkan kebutuhan domestik.\"Hal ini dilakukan untuk membanjiri pasar domestik hingga dapat memudahkan masyarakat dalam mencari minyak goreng curah dengan harga eceran tertinggi Rp14 ribu hingga Rp15 ribu sekian,\" katanya.Pemerintah, lanjut Luhut, juga akan menyalurkan minyak goreng curah dengan harga eceran tertinggi itu ke daerah-daerah yang sebelumnya tidak terjangkau oleh program ini dengan baik.Pemerintah juga akan memberikan kompensasi penambahan biaya angkut agar program minyak goreng curah untuk rakyat itu bisa dijangkau di seluruh pelosok Tanah Air.Luhut menerangkan alokasi DMO akan dibagi tidak hanya berdasarkan kapasitas produksi tapi juga kepatuhan terhadap pemenuhannya. Mereka yang patuh akan lebih cepat untuk bisa melakukan ekspor daripada mereka yang tidak patuh dalam memenuhi DMO.\"Jadi kalau dia tidak memenuhi DMO-nya, dia juga tidak akan mendapatkan fasilitas ekspornya,\" katanya.Sementara itu, terkait kewajiban harga domestik (DPO), pemerintah tidak hanya menerapkannya terhadap produsen CPO dan minyak goreng tapi juga hingga tingkat distributor.Penentuan harga DPO ini akan menjadi dasar pengawasan dan penindakan oleh satgas di lapangan yang terdiri dari berbagai unsur mulai dari Polri, TNI, Kejaksaan hingga pemda terkait. (mth/Antara)