AGAMA
Mengucap "Selamat Natal", Mengapa Muslim Mesti Dipaksa-paksa
Oleh Ady Amar *) Setiap bulan Desember tiba, dimunculkan ritual mengolok-olok sikap muslim yang keukeuh menolak ucapan Natal pada umat yang merayakan. Setidaknya sudah lebih dari lima tahunan ritual \"serangan\" terang-terangan memaksa muslim itu dilakukan. Seolah-olah ada upaya menggiring, semacam tuntutan, bahkan keharusan muslim sudi mengucapkannya. Bentuk memaksa dengan bingkai toleransi, seolah jadi segalanya. Mengapa berharap pada muslim untuk mengucap Selamat Natal segala. Apa umat Kristiani yang merayakannya-- tidak semua kristiani merayakan-- apa butuh pengesahan dari muslim, sehingga perlu dimunculkan semangat \"memaksa\" itu. Jika ada muslim menganggap mengucap ucapan Selamat Natal itu tidak masalah, ya terserah saja. Pasti pendekatannya bukan pada agamanya. Sedang jika ada yang menolak mengucapkan, pun tidak harus diolok-olok dengan umpatan seolah intoleran. Muslim yang nenolak pasti punya alasannya sendiri, dan itu anjuran atas keyakinan (akidah) yang ia bertumpu atasnya. Maka, buatnya mengucap itu punya konsekuensi pelanggaran ajaran agama tidak main-main. Toleransi pastilah tidak boleh menggerus keyakinan (agama) seseorang. Toleransi dengan melanggar keyakinan, dipastikan lambat laun akan menimbulkan gesekan tidak saja antar umat beragama, bahkan dengan internal umat. Semestinya ini patut jadi konsen dan perhatian bersama. Memaksa-maksa Itu Intoleran Menjadi aneh jika muslim yang menjalankan toleransi di atas agamanya, lalu menyerang saudara sendiri yang bertumpu pada keyakinannya. Masalah keyakinan mestinya ditempatkan pada tempat tertinggi. Aneh jika mencoba mendegradasi iman yang diyakini untuk kepentingan toleransi semu. Menjadi kelewatan, sikap tidak sopan, bahkan masuk kategori kurang ajar, jika ada non muslim \"maksa-maksa\" umat Islam untuk mengucap Selamat Natal. Apa urusannya dengan nekat memasuki wilayah sensitif, dan itu agama orang lain. Keyakinan orang lain. Seperti kurang pede saja dengan kelahiran Yesus di 25 Desember, dan karenanya ingin umat Islam meyakini sesuai dengan keyakinannya. Sungguh permintaan mengada-ada. Absurd. Adalah Emerson Juntho, aktivis Kristiani, yang coba \"memaksa\", yang terkesan lebih pada mengolok-olok muslim yang tidak memilih pengucapan itu bagian dari intoleransi. Dan yang disasar Wakil Ketua MPR RI, Dr. Hidayat Nurwahid (HNW). Memang cuma jenis \"setan usil\" yang hadir malam-malam, yang mendorong Emerson perlu mentwit HNW dengan nada \"memaksa-maksa\". \"Malam Pak @hnurwahid Wakil Ketua MPR RI. Apakah sudah disiapkan teks ucapan Selamat Natal untuk umat Kristiani di seluruh Indonesia? Jika belum saya siap membantu Bapak membuat konsepnya. Khusus buat Bapak HNW, FREE. Tersedia dalam 3 bahasa,\" ucapnya lewat Twitter pribadinya, Minggu (12 Desember 2021). Sambil tak lupa ia kirimkan template ucapan Natal, diantaranya dalam bahasa Arab dan Cina. \"Terima kasih atas bantuannya. Fyi dari dulu saya punya huhungan baik dg Pimpinan umat Kristiani seperti Romo Magnis S, Pdt SAE Nababan (RIP), Pdt Natan S, Pdt Gumau G, juga Waket MPR yang Kristiani, EE Mangindaan. Mereka teladan dalam toleransi dengan saling menghormati,\" jelas HNW. Dan, keesokan harinya, rasanya Emerson masih kurang puas mendesaknya. Tampak emosinya mulai labil, yang tadinya menyebut HNW dengan awalan \"Pak\", dan berikutnya dengan \"Mas\". \"Pagi Mas. Saran saya ke Wakil Ketua MPR -- wakilnya semua rakyat Indonesia -- bukan ke ulama,\" tampak nada ketus yang dimunculkan. HNW pun perlu menanggapi cuitan tersebut dengan menyentil penggunaan nama \"Buya\" di depan nama Emerson. \"Pihak yang sebut diri sebagai \"Buya\", wajarnya sudah tinggi akal budi, dan rasa hati. \'Saran\' nya tulus, tanpa pemaksaan/framing. Apalagi kalau untuk toleransi.\" Tambahnya: \"Bertahun-tahun saya berhubungan baik dengan tokoh-tokoh Kristiani seperti J Kristiadi, Sabam Sirait (RIP), mereka tak berikan saran seperti pak Eson.\" Jawaban makjleb HNW, itu bisa jadi pembelajaran semua pihak untuk memahami toleransi dan batas-batasnya. Lagian terlalu jauh \"memaksa\" muslim mengucapkan ucapan Natal. Padahal banyak sekte Kristiani yang tidak mempercayai, bahwa Yesus lahir 25 Desember. Karenanya, mereka memilih tidak merayakan Natal. Mestinya \"memaksa\" itu lebih pantas pada sesama Kristiani yang berbeda pemahaman tentang Natal. Lho, kok malah umat Islam yang dipaksa-paksa untuk mengucap sesuatu yang menyangkut akidahnya. Memaksa-maksa keyakinan seseorang, itu sikap intoleran. Emerson Yuntho dan meraka yang memiliki sikap demikian, patut disebut miskin pemahaman akan apa arti toleransi sebenarnya. (*) *) Kolumnis
Mulai 1 Desember Warga Indonesia Diizinkan Masuk Saudi Tanpa Karantina
Riyadh, FNN - Pemerintah Arab Saudi menyebutkan, Warga Negara Indonesia akan diizinkan masuk mulai 1 Desember 2021 tanpa menjalani karantina selama 14 hari di negara ketiga. Pengumuman tersebut disampaikan pada Kamis, 25 November 2021 waktu setempat. Selain Indonesia, warga negara dari Pakistan, India, Mesir, Brazil, dan Vietnam, diizinkan masuk oleh Arab Saudi tanpa menjalani masa karantina. Menurut laporan Saudi Press Agency yang mengutip sumber resmi Kementerian Dalam Negeri.Arab Saudi, kebijakan tersebut akan berlaku efektif mulai 1 Desember 2021, pukul 01,00 dini hari. Pejabat Kementerian Dalam Neger Arab Saudi mengatakan, kebijakan tersebut diambil setelah menindaklanjuti situasi pandemi secara lokal dan global. Dikutip dari Antara, para pengunjung dari enam negara tersebut harus menjalani karantina selama lima hari, setibanya di Arab Saudi. Aturan tersebut berlaku tanpa memandang status vaksinasi COVID-19 mereka. Sedangkan negara-negara yang masih menghadapi larangan perjalanan adalah Turki, Ethiopia, Afghanistan dan Lebanon. Arab Saudi menekankan pentingnya mematuhi penerapan protokol kesehatan dalam usaha membendung penyebaran virus corona. "Semua prosedur dan tindakan harus mematuhi aturan serta evaluasi yang ditetapkan oleh otoritas kesehatan,” ujar sumber dari Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi itu. (MD).
Natalius Pigai Sarankan Benny Susetyo Segera Kawin
Jakarta, FNN - Romo Benny Susetyo diduga sudah tidak menjadi bagian dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Hal tersebut diungkap aktivis Katolik, Natalius Pigai menanggapi ramainya perdebatan soal status Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) karena kerap bicara politik. Terbaru, Benny Susetyo melalui akun Twitternya turut mempromosikan kanal YouTube yang membahas dorongan agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) berbenah diri. Judulnya, “MUI Harus Berbenah Jangan Jadi Sarang Kelompok Radikal”. "Soal Benny Susetyo, sejauh yang saya pahami beliau pernah dipecat dari KWI sebagai Sekretaris Komisi HAM," kata Natalius Pigai kepada FNN, Kamis (25/11) di Jakarta. Pigai menjelaskan, pemecatan tersebut tak lain karena Benny Susetyo kerap memposisikan diri sebagai politisi. "Soal ini bisa dimengerti karena Benny terlalu aktif sebagai politisi sehingga saya yakin gereja sudah koreksi statusnya. Cuma Benny tidak mau sampaikan ke publik karena malu," sambungnya. Berangkat dari alasan tersebut, Natalius Pigai pun meminta sebutan "Romo" yang selama ini disematkan kepada Benny Susetyo ditanggalkan. "Sebagai aktivis Katolik, saya sekadar imbau jika Benny Susetyo tidak mewakili Gereja Katolik dan sebaiknya sebutan Romo diganti menjadi Pak Beni Susetyo," tandasnya. Piga juga menegaskan dirinya pernah menganjurkan Benny agar segera kawin. “Benny Susetyo itu anaknya berapa, dan kawin saja agar tidak membawa nama dan merusak citra Gereja Katolik. Ini saya sampaikan di kompleks CNN TV di depan anggota DPR RI dari PDIP yang juga teman saya mantan PMKRI,” kata Pigai kepada FNN di Jakarta Kamis (25/11). Mengenai manuver politik Benny Susetyo, Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M. Massardi sebelumnya juga turut berkomentar. Ia meminta KWI turun tangan memberi penjelasan kepada publik mengenai status keagamaan yang disandang Benny Susetyo. “Ada baiknya Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) memberikan penjelasan apakah Benny Susetyo ini masih nyandang predikat keagamaan 'Romo',” ujarnya. (sws).
Ngapain Si Romo Ikut Campur?
By M Rizal Fadillah PERSOALAN seorang pengurus MUI Pusat ditangkap dengan tuduhan terlibat tindak pidana terorisme masih memerlukan pembuktian. Berlaku asas praduga tak bersalah. Di kalangan umat Islam banyak yang menyesalkan tindakan Densus 88 yang dinilai "over acting" dalam penangkapan ulama. Desakan pembubaran Densus 88 tersebut menggema. Ada nuansa Islamophobia. Mencari kesempatan dalam kesempitan terjadi di kalangan Islamophobist. MUI mendapat serangan mulai dari sebutan sarang radikalis hingga desakan pembubaran. Buzzer berteriak sambil berjingkrak kesetanan. Di tengah teriakan para buzzer tersebut muncul suara seorang Romo yang bernama Antonius Benny Susetyo yang berkomentar "MUI harus berbenah, jangan jadi sarang kelompok radikal" tokoh Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) ini sudah menghukumi MUI sebagai sarang kelompok radikal. Netizen segera membalas dengan menyindir agar Vatikan juga segera membersihkan diri dari kelompok gay karena terbongkar banyak uskup adalah penikmat hubungan sesama jenis. Ikut campur tokoh keuskupan Katolik Roma terhadap kasus pengurus MUI dinilai tak pantas. Urusan di organisasi KWI juga tentu banyak. Benny ini juga menjadi tokoh BPIP yang sok Pancasilais padahal badan ini dikritisi sebagai badan yang boros dan tidak bermanfaat. Makan gaji buta tanpa kerja yang bermakna bagi rakyat banyak. Desakan agar BPIP dibubarkan juga cukup kuat. Salah satu karena isinya orang model Benny Susetyo seperti ini. Tokoh KWI yang ikut campur urusan MUI. Apa motif di Romo ini meminta MUI membersihkan diri ? Memancing di air keruh atau menyatakan KWI sendiri yang bersih ? Benny dapat disorot oleh umat Islam sebagai tokoh radikal. Yang harus dibersihkan baik dari KWI maupun BPIP. Jika motifnya mengadu-domba dan memanas-manasi, maka jangan-jangan tercemari oleh perilaku dan gaya PKI. Negeri ini sedang tidak baik baik saja. Lembaga dan tokoh Islam sedang dimusuhi. Sedikit saja ada celah maka diserang habis, bukan saja oleh pihak yang menganggap kompeten tetapi oleh aktivis agama lain seperti tokoh Kristen Romo Antonius Benny Susetyo ini. Romo, ga usah ikut campurlah urusan umat Islam. Urus agamamu sendiri. *) Pemerhati Politik dan Keagamaan
RG: Obrak-Abrik MUI Hanya untuk Menutupi Kasus PCR dan Sejenisnya
Jakarta, FNN - Pengamat politik Rocky Gerung menilai penangkapan anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ahmad Zain An-Najah dan beberapa pemuka agama oleh Densus 88 hanya akal-akalan pemerintah. Menurut Rocky, penangkapan para ulama dengan tuduhan terorisme itu bertujuan untuk menutupi berbagai kasus besar yang sekarang ini tengah menjadi sorotan di Tanah Air, termasuk kasus bisnis alat tes PCR yang menyeret Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir. "Jadi, pemerintah betul-betul main cuma di dua bidang itu saja, atau dia menutupi korupsi atau dia justru dalam upaya menutupi korupsi dan termasuk PCR ini disodorkan isu baru soal radikalisme," kata Rocky Gerung di kanal Youtubenya, Jumat (19/11/2021). Menurut pengamatannya, kata Rocky Gerung, Islam kerap menjadi sasaran empuk pemerintah sebagai bahan pengalihan Isu. Korbannya adalah tokoh-tokoh yang dianggap sama seperti eks Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab. "Jadi Islam selalu akan disodorkan ketika enggak ada isu. Maka disodorkanlah isu Islam. Dan korbannya pasti adalah mereka yang dianggap senafas dengan Habib Rizieq," tuturnya. Lebih lanjut, Rocky menuturkan bahwa dengan adanya penangkapan ulama dan anggota Komisi Fatwa MUI seakan ingin memperlihatkan pada publik bahwa ada yang sedang membahayakan negara. Dia juga menyebut, pemerintah memukul rata faksi-faksi Islam untuk mengelabui opini publik. "Padahal sebetulnya, faksi-faksi di dalam Islam itukan beragam sekali. Pemerintah pukul rata saja untuk mengelabui opini publik, bahwa ada kegiatan yang membahayakan negara," tuturnya. Rocky berpendapat, yang membahayakan negara adalah utang hingga deforestrasi. "Yang membahayakan negara adalah utang, deforestrasi. Yang membahayakan negara itu adalah pelanggaran moral di dalam kabinet," pungkasnya. Sebagaimana diketahui, Densus 88 menangkap anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ahmad Zain An-Najah. Dirinya ditangkap bersamaan dengan Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI) Ustaz Ahmad Farid Okbah. (sws, we)
Breaking News! Arab Saudi Umumkan Aturan Baru Umrah, Hanya Izinkan Jemaah Usia 18-50 Tahun dan Sudah Vaksin
Jakarta, FNN – Pemerintah Arab Saudi, melalui Kementerian Haji dan Umrah setempat, telah merilis aturan terbaru untuk jemaah umrah dari luar negeri. Melansir Hajinews.id dari Gulf Today, Sabtu (20/11/2021), ketentuan usia dan status vaksinasi Covid-19 menjadi syarat utama bagi calon jemaah umrah saat ini. Peraturan tersebut menyebutkan, calon jemaah umrah dari luar negeri setidaknya berusia 18 tahun dan tak boleh lebih dari 50 tahun. Lebih lanjut, jika sudah memenuhi aturan tersebut, para calon jemaah pun harus sudah menerima vaksin Covid-19 secara lengkap dua dosis. Namun, perlu diingat kembali bahwa syarat vaksinasi yang dimaksud adalah yang hanya menggunakan vaksin Covid-19 yang diakui oleh Kerajaan Arab Saudi. Selain itu, para jemaah internasional juga diimbau untuk mengecek statusnya di biro travel dan umrah resmi terkait pemesanan tiket sebelum melakukan perjalanan. Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi menjelaskan, jika seseorang ingin mendapatkan visa umrah dari luar Arab Saudi, maka perlu dikomunikasikan dengan biro travel dan umrah resmi tersebut. Belakangan ini, Pemerintah Arab Saudi juga baru saja meluncurkan dua aplikasi, Eatmarna dan Tawakkalna, untuk para jemaah dari luar negeri yang ingin mengajukan ibadah umrah. Sejauh ini, Arab Saudi hanya mengizinkan umrah dan salat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi bagi jemaah yang sudah divaksinasi. Sebelumnya, pada 17 Oktober 2021, Kerajaan Arab Saudi mulai membuka Masjidil Haram untuk para jemaah dengan kapasitas penuh. Para petugas juga telah melepaskan stiker-stiker jaga jarak di sekitar Masjidil Haram sebagaimana dilansir The National. Meski begitu, para jemaah tetap diwajibkan memakai masker dan menggunakan aplikasi Tawakkalna untuk memverifikasi status vaksinasi mereka sebelum memasuki Masjidil Haram. (sws)
Anak Dr Zain an Najah,"Saya Takut Bapak Saya Meninggal Seperti Suyono"
Oleh: Nuim Hidayat Beberapa hari lalu saya menemui anak Dr Zain an Najah di suatu tempat. Anak ini menangis. Saya tanya kenapa menangis,"Saya takut bapak saya seperti Suyono. Ditangkap polisi kemudian meninggal." Saya kaget. Dalam batin saya, pintar anak ini ingatannya tajam. Kemudian saya katakan,"Jangan takut insya Allah bapak kamu nggak apa-apa. Polisi nggak akan berani macam-macam. Banyak yang mengawasi, ustadz-ustadz, masyarakat, media dan lain-lain. Saya kenal bapakmu kok. Ia orang baik. Para pahlawan itu banyak yang dipenjara. Bapakmu hebat. Pak Natsir, Buya Hamka dan lain-lain itu pernah dipenjara. Jangan minder, justru kamu harus bangga.Jadi tetaplah belajar yang rajin. Bapak kamu ingin lihat kamu rajin dan terus semangat belajar." Saya memang tidak mengenal akrab Dr Zain an Najah. Tapi saya pernah satu grup di wa dengannya dan puluhan ustadz lainnya. Hampir akhir di grup wa itu saya ingat Dr Zain membagi tulisan di detik.com tentang Nasaruddin Umar yang meraih rekor MURI sebagai penulis kolom terbanyak. Ia menulis,"Dalam 5 tahun menulis 6000 artikel secara konsisten. Setiap hari menulis 12 halaman, dari jam 2-6 pagi.". Ia kemudian menyemangati para da'i di grup itu agar menulis. Saya ketemu Dr Zain beberapa kali dan saya lihat, selain orangnya cerdas juga ramah. Sehingga dia mengajar di banyak tempat. Di kantor-kantor, perumahan, masjid dan lain-lain. Saya pernah diberi buku Membangun Negara dengan Tauhid. Buku ini saya lihat bagus isinya. Penuh dengan ayat Al Qur'an, Hadits dan pendapat para ulama. Apakah dengan buku ini Dr Zain ingin seperti Kartosuwiryo mendirikan Darul Islam di Indonesia? Tidak. Dr Zain setahu saya mengidolakan Partai Masyumi. Ia ingin memperjuangkan Islam menjadi nilai bangsa ini dengan cara konstitusional (dengan dakwah dan parlementer). Dr Zain juga kritis kepada ulama lain yang pendapatnya menyimpang. Lulusan doktor dari Al Azhar Kairo ini berani menerbitkan buku mengkritik pendapat Dr Quraisy Syihab tentang jilbab. Ia menyatakan bahwa jilbab hukumnya wajib, bukan mubah/sunnah seperti pendapat Quraisy Syihab. Ia menguraikan dengan bagus dalil-dalil Al Qur'an, Hadits dan pendapat para ulama Islam yang terkemuka (muktabar). Bagaimana dengan Ustadz Farid Okbah? Ia memang seorang da'i dengan orasi yang bagus. Saya juga satu grup wa dengannya dan puluhan da'i lainnya. Saya beberapa kali berbincang dengannya. Orangnya ramah dan tidak suka menghina orang. Pernah suatu kali ia memprotes tulisan saya Mengapa Partai Islam Mudah Pecah?. Saya dianggap outsider oleh dia. Saya katakan bahwa saya telah berbincang lama dengan KH Kholil Ridwan tentang Partai Dakwah Rakyat Indonesia, jadi saya tahu sejarahnya. Kemudian ia menjelaskan perpecahan yang terjadi pada awal pembentukan partai itu. PDRI memang ingin menjadi Partai Islam Masyumi yang dalam sejarahnya disegani oleh kawan atau lawan. Kyai Kholil Ridwan adalah salah satu tokoh penggagasnya. Kyai Kholil adalah pengagum Mohammad Natsir, tokoh Masyumi. Dalam perbincangan di wa itu, ustadz Farid kemudian menawari saya sesuatu. Tapi saya mendiamkannya (off the record). Saya tidak cerita kepada Farid bahwa tulisan saya mendapat pujian dari seorang profesor. Memang saya tahu Ustadz Farid ini dikenal anti Syiah. Ia punya pengalaman buruk dengan orang-orang Syiah di Indonesia, sehingga ini terbawa dalam gaya dakwahnya dalam menghantam Syiah. Tapi setahu saya ia hanya menyerukan waspada terhadap Syiah, tidak menyuruh pembunuhan kepada orang-orang Syiah. Memang sikap Muslim yang beraliran Sunni berbeda-beda kepada Syiah. Tergantung pada bacaan dan pengalaman hidupnya. Di grup wa itu, Ustadz Farid juga aktif membagi ceramah dan sosialisasi PDRI di berbagai daerah. PDRI memang ingin menjadi partai resmi dengan mendaftar ke Menkumham. Tentu, sebelum menjadi partai resmi, ia harus sosialisasi dan mendirikan cabangnya di berbagai provinsi dan kabupaten dulu. Dengan Dr Anung Al Hamad, saya tidak begitu mengenal. Saya ketemu beberapa kali, tapi tidak pernah ngobrol lama. Di grup wa, ia juga jarang berkomentar. Ia memang mengagumi Abdullah Azzam, terutama buku Tarbiyah Jihadiyahnya. Seperti diketahui, Abdullah Azzam adalah guru para mujahid di Afghanistan. Azzam, adalah seorang ulama yang alim dan semangat jihadnya tinggi melawan penjajah Afghanistan. Yang saya sedih, banyak orang tidak faham Pesantren Ngruki dan alumni Afghanistan. Wartawan-wartawan yang malas baca, bila nulis alumni Ngruki dan alumni Afghanistan langsung diopinikan jelek. Begitu juga polisi atau masyarakat yang awam terhadap dunia pesantren dan dunia Islam yang terjajah. Alumni Ngruki macam-macam. Ada yang menjadi wartawan, ada yang menjadi pengusaha, ada yang menjadi da'i dan ada yang menjadi 'terduga teroris.' Dr Zain an Najah yang merupakan alumni Ngruki, saya sedih ia dianggap terduga teroris. Netizen, bahkan di MUI sendiri ada yang mencap dia teroris karena ditangkap Densus. Mereka menganggap teroris menyusup ke ormas-ormas Islam. Sebuah tuduhan yang keji. Dr Zain itu seorang intelektual Islam yang ikhlash ingin menyumbangkan ilmunya untuk membangun masyarakat dan negara berdasarkan ilmu yang diperolehnya Begitulah orang yang tidak mengenal dengan baik seseorang. Seringkali prasangka buruk ia dulukan. Padahal sebagai Muslim, ia harus mendulukan prasangka baik. Apalagi ia seorang guru Islam yang cerdas dan selama ini diketahui mengajar dimana-mana. Begitu juga ustadz Farid Okbah. Banyak wartawan yang awam terhadap Keislaman, nulis ngawur. Mengopinikan bahwa Farid adalah mentor yang pintar berkamuflase dan lain-lain. Wartawan malas untuk mengambil opini dari sumber selain polri. Padahal prinsip wartawan harusnya cover both side. Ada juga sih wartawan yang mencoba berimbang, tapi jumlahnya saya lihat sedikit. Alumni Afghanistan itu bermacam-macam profesinya setelah kembali di tanah air. Ada yang jadi guru/ustadz, penulis, mendirikan pesantren dan ada pula memang yang pingin mengebom musuh di tanah air. Orang-orang teralhir seperti ini biasanya pengalaman, pergaulan dan bacaannya tidak luas. Saya lihat ustadz Farid itu mempunyai bacaan dan pergaulan yang luas. Sehingga ia mampu mendirikan Pesantren Al Islam di Bekasi. Ia mempunyai kemampuan yang bagus sebagai guru, sehingga bisa memberikan nasihat mulai dari tukang becak sampai presiden. Bagaimana dengan Dr Anung Al Hamad? Ia juga seorang guru atau dosen. Ia mengajar di berbagai tempat. Kekagumannya terhadap Abdullah Azzam dalam Tarbiyah Jihadiyah tidak menjadikannya melakukan aksi-aksi pengeboman di tanah air. Kekagumannya, karena melihat sosok laki-laki yang berani melawan penindasan Soviet di Afghanistan. Muslim yang baik dimanapun akan mempunyai semangat melawan kezaliman atau penindasan. Karena itu jelas diperintahkan Al Qur'an dan Hadits. Abdullah Azzam adakah gurunya mujahid Afghanistan. Ia adalah pengagum Sayid Qutb. Azzam dengan anaknya akhirnya syahid di dalam mobil yang ternyata telah ditaruh bom sebelumnya. Itulah sekelumit kisah tentang tiga da'i yang ditangkap itu. Saya hanya berdoa semoga pimpinan Polri dibukakan pintu hatinya oleh Allah. Sehingga bisa melihat yang putih adalah putih dan yang hitam adalah hitam. Tidak melihat putih dengan kesimpulan hitam karena lupa menaruh kacamata. Semua kejadian ada hikmahnya. Dan semoga kita semua bisa mengambil pelajaran dari kejadian yang menggoncang umat Islam di tanah air ini. Kata Al Qur'an,"Mereka buat rekayasa. Allah buat rekayasa. Dan Allah lah sebaik-baik pembuat rekayasa." Allah Maha Perkasa, Allah Maha Bijaksana. Wallahu azizun hakim. Nuim Hidayat, Penulis Buku Sayid Qutb dan Kejernihan Pemikirannya
Tuduh MUI dan Anies Teroris, Anda Waras?
Oleh Tony Rosyid USTADZ Farid Okbah dkk ditangkap Densus 88. Ditetapkan jadi tersangka teroris. Sabar! Tahan nafas! Jangan buru-buru berkomentar! Densus 88 tentu punya alasan untuk menangkap, publik juga punya alasan untuk menilai. Tapi, tunggu! Masyarakat mesti melihat proses hukum. Kita berharap, dalam proses hukum nanti, semuanya bisa jelas dan terang benderang. Kita berharap, semuanya akan terklarifikasi. Satu peristiwa, seribu opini. Di era medsos, teori ini yang berlaku. Yang ditangkap Ustaz Farid Okbah dkk, yang dituduh MUI dan Anies Baswedan. Apa hubungannya? Ya gak ada. Muncul framming di medsos: MUI harus dibubarkan. Karena MUI memelihara teroris. Begitu juga dengan Anies, kata pihak (semua orang tahu pihak mana), Anies didukung oleh teroris. Alasannya, Anies "pernah berfoto" bersama orang yang dituduh teroris. Hahahahaha.... Kejauhan kang analisisnya. Gak usah pakai otak cerdas, orang awam paham: ini framming. Tetanggamu "dituduh mencuri". Belum juga dibuktikan di pengadilan, kau yang gak tahu apa-apa, malah dituduh perampok. Kenapa? Karena si "tertuduh pencuri" itu adalah tetanggamu, dan rumahmu lebih besar dari "tertuduh pencuri" itu. Berarti anda bukan hanya pencuri, tapi perampok. Ini kan logika nguwur. Nah, yang seperti ini, jika terus menerus dibiarkan, akan merusak logika berpikir bangsa. Beredar berita di media, Ustaz Farid Okbah bertemu Presiden Jokowi di istana. Bahkan dari ceramahnya yang viral dalam bentuk video, Ustaz Farid Okbah, sesuai pengakuannya, telah memberi lima nasihat kepada presiden Jokowi. Usamah Hisyam, ketua Umun Parmusi yang juga dekat dengan istana, mengaku sebagai pihak yang membawa Ustaz Farid Okbah ke Presiden Jokowi. Dan memang, Ustaz Farid Okbah adalah kader Parmusi. Sampai di sini, tak ada yang salah. Dan gak logis jika ada yang mempermasalahkan. Bukankah silaturahmi itu baik, dan menjadi budaya bangsa yang terus kita warisi dan pelihara? Kita tularkan ke anak cucu sebagai kearifan bangsa. Selain bertemu presiden di istana, viral juga foto Ustaz Farid Okbah dengan Jenderal Tito Karnavian. Ini juga tidak ada masalah. Hanya orang setengah waras yang mempersoalkan. Lalu, kenapa dikaitkan-kaitkan dengan MUI dan Anies Baswedan? Diframming dalam video bahwa partai PDRI disiapkan untuk mengusung Anies. Hahahah... Parto dan Cak Lontong kalah lucu dengan framming ini. PDRI, partai yang diketuai oleh Ustaz Farid Okbah, memang sudah punya legalitas dari Kemenkumham? Pertanyaan yang lebih mendasar lagi: emang sudah ngurus ijinnya di Kemenkumham? Emang ada niat untuk ikut pemilu 2024? Kalau gak ngurus ijin, gmn mau ikut pemilu dan mengusung calon? Wualaaaah.... Publik lebih melihat PDRI itu "semacam ormas" yang fokus di dunia dakwah. Sepertinya para kader sadar betul bahwa menggerakkan lokomotif partai itu butuh logistik besar. Ini yang gak mudah disiapkan oleh partai baru, termasuk PDRI. Jadi, framming ini gak cerdas. Tertolak di otak masyarakat awam. Apalagi dalam logika kaum cendekiawan. Begitu juga terkait MUI. Nyerang MUI mesti ngukur kekuatan diri. MUI itu didukung puluhan ormas Islam. NU, Muhammadiyah, Wahdah Islamiyah, Al-Wasliyah, dll. Anggota ormas-ormas inilah yang menjadi penduduk mayoritas negeri ini. Melawan MUI, sama saja melawan mayoritas bangsa ini. Blunder! Kabarnya, akan ada somasi untuk mereka yang menyerang MUI. Ini ada baiknya. Jauh lebih baik, duduk bareng, bermusyawarah, lalu membangun kesepemahaman. Inilah budaya bangsa kita. Guyup, rukun, dan semua masalah diselesaikan dengan musyawarah. Tapi, kalau ada agenda lain terkait dengan kegaduhan saat ini? Nah, ini yang jadi masalah. Kalau betul begitu, maka penyerangan kepada MUI bukan target utama, tapi hanya "semacam pengalihan belaka". Ini jadi repot. Apa penyerangan kepada Anies juga begitu? Hehehe... Anda batuk saja, bisa diframming sebagai kesalahan Anies. Apalagi lebih dari itu. Kalau soal ini, publik sudah sangat paham. *) Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Polri Kenakan Pasal Pendanaan Teroris kepada Tiga Mubaliq
Jakarta, FNN - Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menerapkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pendanaan Terorisme kepada tiga mubaliq yang ditangkap di Bekasi, Jawa Barat. Tiga mubaliq yang ditangkap tersebut, yakni Ahmad Zain An Najah, Farid Ahmad Okbah, dan Anung Al Hamat. Ketiganya terlibat dalam aktivitas lembaga pendanaan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) bernama Lembaga Amil Zakat Badan Mal Abdurrahman Bin Auf (LAM BM ABA). "Yang terkait dengan lembaga amil zakat akan dipersangkakan dengan undang-undang khusus yaitu Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pendanaan Terorisme," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan kepada awak media di Gedung Divisi Humas Polri, Jakarta Selatan, Jumat. Ramadhan menjelaskan bahwa Pasal 4 UU RI Nomor 9 Tahun 2013 menerangkan segala perbuatan dalam rangka menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang diketahui akan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris. Jika memenuhi unsur, kata Ramadhan, pertanggungjawaban pidana pelaku pendanaan terorisme, yaitu maksimal 15 tahun penjara dan maksimal denda satu miliar rupiah bagi pelaku perorangan serta denda maksimal seratus miliar rupiah bagi pelaku korporasi. "Pelaku korporasi dapat dijatuhi pidana dalam bentuk pidana tambahan," kata Ramadhan. Ketiga mubaliq tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana terorisme dan dikenakan pula Pasal 15 Jo Pasal 7 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2018 tentang Terorisme. Tiga mubaliq Ahmad Zain An-Najah, Farid Ahmad Okbah dan Anung Al Hamat ditangkap Densus 88 Antiteror Polri di wilayah Bekasi, Jawa Barat, Selasa (16/11). Hasil penyidikan Densus 88 Antiteror bahwa Ahmad Zain An-Najah merupakan Ketua Dewan Syariah Lembaga Amil Zakat Baitul Mal Abdurrahman Bin Auf (LAM BM ABA), sedangkan Farid Ahmad Okbah merupakan anggota Dewan Syariah LAM BM ABA, sedangkan Anung Al Hamat sebagai pendiri lembaga bantuan hukum JI bernama Perisai Nusantara Esa. LAM BM ABA merupakan lembaga pendanaan yang dikelola oleh kelompok JI, sedangkan Perisai Nusantara Esa merupakan organisasi sayap kelompok JI. Adapun Ahmad Zain An Najah tercatat sebagai anggota Komisi Fatwa MUI Pusat yang sudah dinonaktifkan setelah penangkapan. Begitu pula Farid Ahmad Okbah, juga dinonaktifkan sebagai pengurus MUI Bekasi Bagian Komisi Fatwa. (sws, ant)
Musyawarah Ulama Pesantren Terbitkan Rekomendasi Cegah Sunat Perempuan
Jakarta, FNN - Musyawarah Ulama Pesantren II mengeluarkan rekomendasi yang mendorong pemerintah agar segera membuat regulasi yang melarang praktik FGM/C (female genital mutilation/cutting) atau P2GP (pemotongan dan perlukaan genitalia perempuan). Musyawarah Ulama Pesantren II digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama para ulama pesantren juga mengajak seluruh ulama dan tokoh masyarakat untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang bahaya tersebut kepada masyarakat. "Praktik P2GP harus mendapat perhatian seluruh kalangan karena banyak menimbulkan korban dan mudarat serta terbukti secara medis merugikan perempuan, baik fisik maupun psikis," kata dosen UIN Syarif Hidayatullah Iffatul Umniati Ismail melalui siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Jumat. Menurut dia, fenomena P2GP merupakan adat istiadat dan tradisi yang dipraktikkan secara eksklusif oleh sekelompok masyarakat sepanjang sejarah. Praktik ini dibuktikan secara cukup meyakinkan oleh sebagian ulama dan para sejarawan. Di samping itu, praktik P2GP sering kali disalahpahami sebagai pemenuhan perintah khitan bagi perempuan. Padahal, tidak ditemukan satu dalil pun yang menganjurkannya di dalam sumber-sumber otoritatif hukum Islam. Sebaliknya, kata dia, khitan telah disepakati seluruh ulama diperuntukkan bagi laki-laki berdasarkan dalil yang sahih dan sharih dan menemukan dukungannya dalam perkembangan dunia medis. Poin rekomendasi lainnya, sebagai agama yang rahmatan lil alamin dan melindungi kelompok lemah dan rentan (anak-anak) maka praktik memerintahkan dan melakukan P2GP dilarang keras oleh agama, kecuali untuk kemaslahatan pada kasus-kasus tertentu saja sesuai dengan pertimbangan medis. Sementara itu, Pimpinan Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang Ali Muhsin menekankan bahwa rumusan rekomendasi dari ulama sebagai tokoh yang dipercaya oleh masyarakat menjadi hal yang sangat penting. "Rekomendasi tersebut diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi penetapan fatwa oleh Majelis Ulama Indonesia dan pembuat kebijakan dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama. Hal itu diharapkan dapat menjadi payung hukum bagi para tenaga kesehatan dan masyarakat," kata Ali. Musyawarah Ulama Pesantren II digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama para ulama pesantren untuk menghasilkan rekomendasi untuk kemaslahatan bagi semua pihak khususnya perempuan sebagai pihak yang terdampak praktik P2GP.