AGAMA

Anak Dr Zain an Najah,"Saya Takut Bapak Saya Meninggal Seperti Suyono"

Oleh: Nuim Hidayat Beberapa hari lalu saya menemui anak Dr Zain an Najah di suatu tempat. Anak ini menangis. Saya tanya kenapa menangis,"Saya takut bapak saya seperti Suyono. Ditangkap polisi kemudian meninggal." Saya kaget. Dalam batin saya, pintar anak ini ingatannya tajam. Kemudian saya katakan,"Jangan takut insya Allah bapak kamu nggak apa-apa. Polisi nggak akan berani macam-macam. Banyak yang mengawasi, ustadz-ustadz, masyarakat, media dan lain-lain. Saya kenal bapakmu kok. Ia orang baik. Para pahlawan itu banyak yang dipenjara. Bapakmu hebat. Pak Natsir, Buya Hamka dan lain-lain itu pernah dipenjara. Jangan minder, justru kamu harus bangga.Jadi tetaplah belajar yang rajin. Bapak kamu ingin lihat kamu rajin dan terus semangat belajar." Saya memang tidak mengenal akrab Dr Zain an Najah. Tapi saya pernah satu grup di wa dengannya dan puluhan ustadz lainnya. Hampir akhir di grup wa itu saya ingat Dr Zain membagi tulisan di detik.com tentang Nasaruddin Umar yang meraih rekor MURI sebagai penulis kolom terbanyak. Ia menulis,"Dalam 5 tahun menulis 6000 artikel secara konsisten. Setiap hari menulis 12 halaman, dari jam 2-6 pagi.". Ia kemudian menyemangati para da'i di grup itu agar menulis. Saya ketemu Dr Zain beberapa kali dan saya lihat, selain orangnya cerdas juga ramah. Sehingga dia mengajar di banyak tempat. Di kantor-kantor, perumahan, masjid dan lain-lain. Saya pernah diberi buku Membangun Negara dengan Tauhid. Buku ini saya lihat bagus isinya. Penuh dengan ayat Al Qur'an, Hadits dan pendapat para ulama. Apakah dengan buku ini Dr Zain ingin seperti Kartosuwiryo mendirikan Darul Islam di Indonesia? Tidak. Dr Zain setahu saya mengidolakan Partai Masyumi. Ia ingin memperjuangkan Islam menjadi nilai bangsa ini dengan cara konstitusional (dengan dakwah dan parlementer). Dr Zain juga kritis kepada ulama lain yang pendapatnya menyimpang. Lulusan doktor dari Al Azhar Kairo ini berani menerbitkan buku mengkritik pendapat Dr Quraisy Syihab tentang jilbab. Ia menyatakan bahwa jilbab hukumnya wajib, bukan mubah/sunnah seperti pendapat Quraisy Syihab. Ia menguraikan dengan bagus dalil-dalil Al Qur'an, Hadits dan pendapat para ulama Islam yang terkemuka (muktabar). Bagaimana dengan Ustadz Farid Okbah? Ia memang seorang da'i dengan orasi yang bagus. Saya juga satu grup wa dengannya dan puluhan da'i lainnya. Saya beberapa kali berbincang dengannya. Orangnya ramah dan tidak suka menghina orang. Pernah suatu kali ia memprotes tulisan saya Mengapa Partai Islam Mudah Pecah?. Saya dianggap outsider oleh dia. Saya katakan bahwa saya telah berbincang lama dengan KH Kholil Ridwan tentang Partai Dakwah Rakyat Indonesia, jadi saya tahu sejarahnya. Kemudian ia menjelaskan perpecahan yang terjadi pada awal pembentukan partai itu. PDRI memang ingin menjadi Partai Islam Masyumi yang dalam sejarahnya disegani oleh kawan atau lawan. Kyai Kholil Ridwan adalah salah satu tokoh penggagasnya. Kyai Kholil adalah pengagum Mohammad Natsir, tokoh Masyumi. Dalam perbincangan di wa itu, ustadz Farid kemudian menawari saya sesuatu. Tapi saya mendiamkannya (off the record). Saya tidak cerita kepada Farid bahwa tulisan saya mendapat pujian dari seorang profesor. Memang saya tahu Ustadz Farid ini dikenal anti Syiah. Ia punya pengalaman buruk dengan orang-orang Syiah di Indonesia, sehingga ini terbawa dalam gaya dakwahnya dalam menghantam Syiah. Tapi setahu saya ia hanya menyerukan waspada terhadap Syiah, tidak menyuruh pembunuhan kepada orang-orang Syiah. Memang sikap Muslim yang beraliran Sunni berbeda-beda kepada Syiah. Tergantung pada bacaan dan pengalaman hidupnya. Di grup wa itu, Ustadz Farid juga aktif membagi ceramah dan sosialisasi PDRI di berbagai daerah. PDRI memang ingin menjadi partai resmi dengan mendaftar ke Menkumham. Tentu, sebelum menjadi partai resmi, ia harus sosialisasi dan mendirikan cabangnya di berbagai provinsi dan kabupaten dulu. Dengan Dr Anung Al Hamad, saya tidak begitu mengenal. Saya ketemu beberapa kali, tapi tidak pernah ngobrol lama. Di grup wa, ia juga jarang berkomentar. Ia memang mengagumi Abdullah Azzam, terutama buku Tarbiyah Jihadiyahnya. Seperti diketahui, Abdullah Azzam adalah guru para mujahid di Afghanistan. Azzam, adalah seorang ulama yang alim dan semangat jihadnya tinggi melawan penjajah Afghanistan. Yang saya sedih, banyak orang tidak faham Pesantren Ngruki dan alumni Afghanistan. Wartawan-wartawan yang malas baca, bila nulis alumni Ngruki dan alumni Afghanistan langsung diopinikan jelek. Begitu juga polisi atau masyarakat yang awam terhadap dunia pesantren dan dunia Islam yang terjajah. Alumni Ngruki macam-macam. Ada yang menjadi wartawan, ada yang menjadi pengusaha, ada yang menjadi da'i dan ada yang menjadi 'terduga teroris.' Dr Zain an Najah yang merupakan alumni Ngruki, saya sedih ia dianggap terduga teroris. Netizen, bahkan di MUI sendiri ada yang mencap dia teroris karena ditangkap Densus. Mereka menganggap teroris menyusup ke ormas-ormas Islam. Sebuah tuduhan yang keji. Dr Zain itu seorang intelektual Islam yang ikhlash ingin menyumbangkan ilmunya untuk membangun masyarakat dan negara berdasarkan ilmu yang diperolehnya Begitulah orang yang tidak mengenal dengan baik seseorang. Seringkali prasangka buruk ia dulukan. Padahal sebagai Muslim, ia harus mendulukan prasangka baik. Apalagi ia seorang guru Islam yang cerdas dan selama ini diketahui mengajar dimana-mana. Begitu juga ustadz Farid Okbah. Banyak wartawan yang awam terhadap Keislaman, nulis ngawur. Mengopinikan bahwa Farid adalah mentor yang pintar berkamuflase dan lain-lain. Wartawan malas untuk mengambil opini dari sumber selain polri. Padahal prinsip wartawan harusnya cover both side. Ada juga sih wartawan yang mencoba berimbang, tapi jumlahnya saya lihat sedikit. Alumni Afghanistan itu bermacam-macam profesinya setelah kembali di tanah air. Ada yang jadi guru/ustadz, penulis, mendirikan pesantren dan ada pula memang yang pingin mengebom musuh di tanah air. Orang-orang teralhir seperti ini biasanya pengalaman, pergaulan dan bacaannya tidak luas. Saya lihat ustadz Farid itu mempunyai bacaan dan pergaulan yang luas. Sehingga ia mampu mendirikan Pesantren Al Islam di Bekasi. Ia mempunyai kemampuan yang bagus sebagai guru, sehingga bisa memberikan nasihat mulai dari tukang becak sampai presiden. Bagaimana dengan Dr Anung Al Hamad? Ia juga seorang guru atau dosen. Ia mengajar di berbagai tempat. Kekagumannya terhadap Abdullah Azzam dalam Tarbiyah Jihadiyah tidak menjadikannya melakukan aksi-aksi pengeboman di tanah air. Kekagumannya, karena melihat sosok laki-laki yang berani melawan penindasan Soviet di Afghanistan. Muslim yang baik dimanapun akan mempunyai semangat melawan kezaliman atau penindasan. Karena itu jelas diperintahkan Al Qur'an dan Hadits. Abdullah Azzam adakah gurunya mujahid Afghanistan. Ia adalah pengagum Sayid Qutb. Azzam dengan anaknya akhirnya syahid di dalam mobil yang ternyata telah ditaruh bom sebelumnya. Itulah sekelumit kisah tentang tiga da'i yang ditangkap itu. Saya hanya berdoa semoga pimpinan Polri dibukakan pintu hatinya oleh Allah. Sehingga bisa melihat yang putih adalah putih dan yang hitam adalah hitam. Tidak melihat putih dengan kesimpulan hitam karena lupa menaruh kacamata. Semua kejadian ada hikmahnya. Dan semoga kita semua bisa mengambil pelajaran dari kejadian yang menggoncang umat Islam di tanah air ini. Kata Al Qur'an,"Mereka buat rekayasa. Allah buat rekayasa. Dan Allah lah sebaik-baik pembuat rekayasa." Allah Maha Perkasa, Allah Maha Bijaksana. Wallahu azizun hakim. Nuim Hidayat, Penulis Buku Sayid Qutb dan Kejernihan Pemikirannya

Tuduh MUI dan Anies Teroris, Anda Waras?

Oleh Tony Rosyid USTADZ Farid Okbah dkk ditangkap Densus 88. Ditetapkan jadi tersangka teroris. Sabar! Tahan nafas! Jangan buru-buru berkomentar! Densus 88 tentu punya alasan untuk menangkap, publik juga punya alasan untuk menilai. Tapi, tunggu! Masyarakat mesti melihat proses hukum. Kita berharap, dalam proses hukum nanti, semuanya bisa jelas dan terang benderang. Kita berharap, semuanya akan terklarifikasi. Satu peristiwa, seribu opini. Di era medsos, teori ini yang berlaku. Yang ditangkap Ustaz Farid Okbah dkk, yang dituduh MUI dan Anies Baswedan. Apa hubungannya? Ya gak ada. Muncul framming di medsos: MUI harus dibubarkan. Karena MUI memelihara teroris. Begitu juga dengan Anies, kata pihak (semua orang tahu pihak mana), Anies didukung oleh teroris. Alasannya, Anies "pernah berfoto" bersama orang yang dituduh teroris. Hahahahaha.... Kejauhan kang analisisnya. Gak usah pakai otak cerdas, orang awam paham: ini framming. Tetanggamu "dituduh mencuri". Belum juga dibuktikan di pengadilan, kau yang gak tahu apa-apa, malah dituduh perampok. Kenapa? Karena si "tertuduh pencuri" itu adalah tetanggamu, dan rumahmu lebih besar dari "tertuduh pencuri" itu. Berarti anda bukan hanya pencuri, tapi perampok. Ini kan logika nguwur. Nah, yang seperti ini, jika terus menerus dibiarkan, akan merusak logika berpikir bangsa. Beredar berita di media, Ustaz Farid Okbah bertemu Presiden Jokowi di istana. Bahkan dari ceramahnya yang viral dalam bentuk video, Ustaz Farid Okbah, sesuai pengakuannya, telah memberi lima nasihat kepada presiden Jokowi. Usamah Hisyam, ketua Umun Parmusi yang juga dekat dengan istana, mengaku sebagai pihak yang membawa Ustaz Farid Okbah ke Presiden Jokowi. Dan memang, Ustaz Farid Okbah adalah kader Parmusi. Sampai di sini, tak ada yang salah. Dan gak logis jika ada yang mempermasalahkan. Bukankah silaturahmi itu baik, dan menjadi budaya bangsa yang terus kita warisi dan pelihara? Kita tularkan ke anak cucu sebagai kearifan bangsa. Selain bertemu presiden di istana, viral juga foto Ustaz Farid Okbah dengan Jenderal Tito Karnavian. Ini juga tidak ada masalah. Hanya orang setengah waras yang mempersoalkan. Lalu, kenapa dikaitkan-kaitkan dengan MUI dan Anies Baswedan? Diframming dalam video bahwa partai PDRI disiapkan untuk mengusung Anies. Hahahah... Parto dan Cak Lontong kalah lucu dengan framming ini. PDRI, partai yang diketuai oleh Ustaz Farid Okbah, memang sudah punya legalitas dari Kemenkumham? Pertanyaan yang lebih mendasar lagi: emang sudah ngurus ijinnya di Kemenkumham? Emang ada niat untuk ikut pemilu 2024? Kalau gak ngurus ijin, gmn mau ikut pemilu dan mengusung calon? Wualaaaah.... Publik lebih melihat PDRI itu "semacam ormas" yang fokus di dunia dakwah. Sepertinya para kader sadar betul bahwa menggerakkan lokomotif partai itu butuh logistik besar. Ini yang gak mudah disiapkan oleh partai baru, termasuk PDRI. Jadi, framming ini gak cerdas. Tertolak di otak masyarakat awam. Apalagi dalam logika kaum cendekiawan. Begitu juga terkait MUI. Nyerang MUI mesti ngukur kekuatan diri. MUI itu didukung puluhan ormas Islam. NU, Muhammadiyah, Wahdah Islamiyah, Al-Wasliyah, dll. Anggota ormas-ormas inilah yang menjadi penduduk mayoritas negeri ini. Melawan MUI, sama saja melawan mayoritas bangsa ini. Blunder! Kabarnya, akan ada somasi untuk mereka yang menyerang MUI. Ini ada baiknya. Jauh lebih baik, duduk bareng, bermusyawarah, lalu membangun kesepemahaman. Inilah budaya bangsa kita. Guyup, rukun, dan semua masalah diselesaikan dengan musyawarah. Tapi, kalau ada agenda lain terkait dengan kegaduhan saat ini? Nah, ini yang jadi masalah. Kalau betul begitu, maka penyerangan kepada MUI bukan target utama, tapi hanya "semacam pengalihan belaka". Ini jadi repot. Apa penyerangan kepada Anies juga begitu? Hehehe... Anda batuk saja, bisa diframming sebagai kesalahan Anies. Apalagi lebih dari itu. Kalau soal ini, publik sudah sangat paham. *) Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Polri Kenakan Pasal Pendanaan Teroris kepada Tiga Mubaliq

Jakarta, FNN - Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menerapkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pendanaan Terorisme kepada tiga mubaliq yang ditangkap di Bekasi, Jawa Barat. Tiga mubaliq yang ditangkap tersebut, yakni Ahmad Zain An Najah, Farid Ahmad Okbah, dan Anung Al Hamat. Ketiganya terlibat dalam aktivitas lembaga pendanaan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) bernama Lembaga Amil Zakat Badan Mal Abdurrahman Bin Auf (LAM BM ABA). "Yang terkait dengan lembaga amil zakat akan dipersangkakan dengan undang-undang khusus yaitu Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pendanaan Terorisme," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan kepada awak media di Gedung Divisi Humas Polri, Jakarta Selatan, Jumat. Ramadhan menjelaskan bahwa Pasal 4 UU RI Nomor 9 Tahun 2013 menerangkan segala perbuatan dalam rangka menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang diketahui akan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris. Jika memenuhi unsur, kata Ramadhan, pertanggungjawaban pidana pelaku pendanaan terorisme, yaitu maksimal 15 tahun penjara dan maksimal denda satu miliar rupiah bagi pelaku perorangan serta denda maksimal seratus miliar rupiah bagi pelaku korporasi. "Pelaku korporasi dapat dijatuhi pidana dalam bentuk pidana tambahan," kata Ramadhan. Ketiga mubaliq tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana terorisme dan dikenakan pula Pasal 15 Jo Pasal 7 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2018 tentang Terorisme. Tiga mubaliq Ahmad Zain An-Najah, Farid Ahmad Okbah dan Anung Al Hamat ditangkap Densus 88 Antiteror Polri di wilayah Bekasi, Jawa Barat, Selasa (16/11). Hasil penyidikan Densus 88 Antiteror bahwa Ahmad Zain An-Najah merupakan Ketua Dewan Syariah Lembaga Amil Zakat Baitul Mal Abdurrahman Bin Auf (LAM BM ABA), sedangkan Farid Ahmad Okbah merupakan anggota Dewan Syariah LAM BM ABA, sedangkan Anung Al Hamat sebagai pendiri lembaga bantuan hukum JI bernama Perisai Nusantara Esa. LAM BM ABA merupakan lembaga pendanaan yang dikelola oleh kelompok JI, sedangkan Perisai Nusantara Esa merupakan organisasi sayap kelompok JI. Adapun Ahmad Zain An Najah tercatat sebagai anggota Komisi Fatwa MUI Pusat yang sudah dinonaktifkan setelah penangkapan. Begitu pula Farid Ahmad Okbah, juga dinonaktifkan sebagai pengurus MUI Bekasi Bagian Komisi Fatwa. (sws, ant)

Musyawarah Ulama Pesantren Terbitkan Rekomendasi Cegah Sunat Perempuan

Jakarta, FNN - Musyawarah Ulama Pesantren II mengeluarkan rekomendasi yang mendorong pemerintah agar segera membuat regulasi yang melarang praktik FGM/C (female genital mutilation/cutting) atau P2GP (pemotongan dan perlukaan genitalia perempuan). Musyawarah Ulama Pesantren II digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama para ulama pesantren juga mengajak seluruh ulama dan tokoh masyarakat untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang bahaya tersebut kepada masyarakat. "Praktik P2GP harus mendapat perhatian seluruh kalangan karena banyak menimbulkan korban dan mudarat serta terbukti secara medis merugikan perempuan, baik fisik maupun psikis," kata dosen UIN Syarif Hidayatullah Iffatul Umniati Ismail melalui siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Jumat. Menurut dia, fenomena P2GP merupakan adat istiadat dan tradisi yang dipraktikkan secara eksklusif oleh sekelompok masyarakat sepanjang sejarah. Praktik ini dibuktikan secara cukup meyakinkan oleh sebagian ulama dan para sejarawan. Di samping itu, praktik P2GP sering kali disalahpahami sebagai pemenuhan perintah khitan bagi perempuan. Padahal, tidak ditemukan satu dalil pun yang menganjurkannya di dalam sumber-sumber otoritatif hukum Islam. Sebaliknya, kata dia, khitan telah disepakati seluruh ulama diperuntukkan bagi laki-laki berdasarkan dalil yang sahih dan sharih dan menemukan dukungannya dalam perkembangan dunia medis. Poin rekomendasi lainnya, sebagai agama yang rahmatan lil alamin dan melindungi kelompok lemah dan rentan (anak-anak) maka praktik memerintahkan dan melakukan P2GP dilarang keras oleh agama, kecuali untuk kemaslahatan pada kasus-kasus tertentu saja sesuai dengan pertimbangan medis. Sementara itu, Pimpinan Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang Ali Muhsin menekankan bahwa rumusan rekomendasi dari ulama sebagai tokoh yang dipercaya oleh masyarakat menjadi hal yang sangat penting. "Rekomendasi tersebut diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi penetapan fatwa oleh Majelis Ulama Indonesia dan pembuat kebijakan dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama. Hal itu diharapkan dapat menjadi payung hukum bagi para tenaga kesehatan dan masyarakat," kata Ali. Musyawarah Ulama Pesantren II digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama para ulama pesantren untuk menghasilkan rekomendasi untuk kemaslahatan bagi semua pihak khususnya perempuan sebagai pihak yang terdampak praktik P2GP.

Dahsyat, Stok Kesabaran Umat Islam Itu Tanpa Batas

By Asyari Usman BANYAK yang mengatakan bahwa kesabaran itu ada batasannya. Nah, benarkah premis ini? Sama sekali tidak benar. Khususnya bagi umat Islam Indonesia. Bagi umat di sini, kesabaran itu tidak punya batas. Unlimited! Stoknya jauh melebihi ‘output’. Inilah keistimewaan umat Islam di negara ini. Kemarin-kemarin umat mengeluarkan kesabaran satu gunung, misalnya, besok-lusa masih ada belasan gunung lagi yang siap digelontorkan. Dahsyat sekali. Sebesar apa pun kezaliman yang dilakukan terhadap umat, dipastikan tidak akan ada reaksi marah. Sudah jelas-jelas banyak umat Islam yang dibunuh, kesabaran menjadi tumpuan. Tidak akan terjadi kerusuhan. Paling-paling reaksi yang muncul dalam bentuk konferensi pers, seminar, diskusi, dlsb. Fenomena yang luar biasa ini pantas kita syukuri. Kesabaran umat yang tidak terbatas itu adalah aset yang tak ternilai dengan ukuran apa pun. Para penjahat, penzalim, perampok, penggarong, pengkhianat, tahu persis tentang kesabaran yang tak pernah habis itu. Mereka manfaatkan itu untuk merealisasikan semua cabang nafsu angkara mereka. Islam dihina dan dipojokkan, umat dibantai, ulama dikriminalisasikan. Jangan khawatir. Sejauh ini tetap disambut dengan kesabaran. Kekayaan rakyat dijarah oleh perampok lokal dan asing, selalu aman. Macam-macam penipuan sosial-politik, lumrah dibiarkan dengan kesabaran. Hebat umat Islam. Banyak yang berterima kasih. Mereka senang sambil menari-menari di atas kesabaran yang tak terbatas itu. Nah, bersabar tanpa batas itu kelemahan atau kekuatan? Kalau merujuk ke ayat 200 surah Aali Imran, bersabar dan memperkuat kesabaran adalah pintu menuju kejayaan. Artinya, kesabaran ‘unlimited’ itu adalah kekuatan. Tetapi, ada tapinya, umat ini disuruh siap siaga! Sabar tapi siap siaga. Siap siaga yang dibangun di atas ketakwaan. Di sini ada masalah serius. Sabar, iya. Tapi tidak ada yang siap, konon pula siaga. Padahal, inilah syarat mutlak yang tercantum di ayat 200 itu. Bisa muncul dugaan sampingan. Yaitu, umat ini sebetulnya sedang menginfakkan kesabaran tak terbatas dengan stok bergunung-gunung, atau mereka masih seperti dulu-dulu juga. Tertindas layu, dilindas kuyu. Sebagaimana dulu umat dibantai di Tanjungpriok, Talangsari, dll. Yaa ayyuhalazina amanu ishbiru wa shabiru wa rabithu, wattaqullaha la’allakum tuflihuun. {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ} [آل عمران : 200] “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” 19 November 2021 (Penulis wartawan senior FNN)

Buka, Apa dan Siapa Jamaah Islamiyah

Oleh M Rizal Fadillah Penangkapan tiga ulama Ustad Farid Okbah, DR Ahmad Zein An Najah, dan DR Anung Al Hilmat ditanggapi beragam di media sosial. Orang yang mengenal ketiganya tentu kaget dan tidak percaya ketiga pendakwah tersebut adalah teroris. Orang yang tidak mengenal juga kaget, ada kegiatan Densus yang mengejutkan. Penangkapan ulama. Ketiganya dikaitkan dengan kegiatan terorisme. Tentu berdampak terutama karena satu diantaranya adalah anggota Komisi Fatwa MUI. MUI telah mengklarifikasi dan mendorong keterbukaan dalam proses hukum. Menegaskan bahwa apapun pembuktian yang melibatkan pengurusnya, maka kegiatannya bersifat pribadi tidak berhubungan dengan MUI. Densus atau Kepolisian harus mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam kasus ini. Tuduhan terorisme cukup serius karena terorisme bukanlah perbuatan pidana biasa. Perlu kejelasan dan keterbukaan informasi agar tidak menjadi bola liar dalam sikap dan persepsi publik atau membangun persangkaan fitnah. Selama ini penanganan terorisme senantiasa tertutup, lambat, dan jarang sampai hingga kepada tahap peradilan. Lebih jauh dapat terjawab pertanyaan yang menggelitik, yaitu : Pertama, sebagaimana diketahui bahwa terorisme adalah tindak pidana untuk melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan rasa takut secara meluas, korban bersifat massal, serta menimbulkan kerusakan. Adakah perbuatan ini telah dilakukan oleh salah satu atau ketiga ulama tersebut ? Kedua, apakah keterlibatan dalam organisasi yang bernama Jama'ah Islamiyah secara otomatis seseorang menjadi teroris ? Bagaimana jika keberadaannya untuk meluruskan organisasi ? Lalu apa dan siapa Jama'ah Islamiyah itu dalam kualifikasi politik, agama, dan hukum ? Pemerintah belum pernah menjelaskan secara terbuka sosok organisasi ini, termasuk keharamannya. Ketiga, perlu jawaban benar dan beralasan mengapa Densus 88 enggan atau tidak melakukan aksi apa-apa dalam menghadapi KKB di Papua yang sudah betul-betul melakukan tindak pidana terorisme. Mereka adalah teroris yang sangat berbahaya, melawan NKRI, dan sangat keji. Dalam kaitan Jama'ah Islamiyah, menarik apa yang disampaikan pengamat terorisme Al Chaidar yang menjelaskan telah terjadi perubahan signifikan pada Jama'ah Islamiyah (JI) dari organisasi yang radikal menjadi lebih humanis. Menurutnya, sejak 2007 Jama'ah Islamiyah bukanlah organisasi teroris lagi. Dosen Universitas Malikusshaleh Aceh ini menjelaskan bahwa tahun 2008 hingga 2013 JI menjadi organisasi da'wah dan meninggalkan operasi teror di berbagai wilayah. Tahun 2013 hingga sekarang JI menjadi organisasi humanitarian dengan mendirikan Syam Organizer, Hilal Ahmar Society (HASI, One Care, ABA, dan sebagainya. Zain An Najah dan Farid Okbah belum kuat untuk ditempatkan sebagai teroris hanya karena terafiliasi pada JI, tuturnya. Uraian Al Chaedar menjadi penting untuk dikonfirmasi dan dibuka lebih luas oleh Pemerintah, jangan sampai penangkapan Densus 88 atas ketiga ulama di atas hanya menciptakan kegaduhan, tanpa bukti kuat, dan hanya sebagai pembenaran bahwa rezim saat ini memang Islamofobia. Apakah ada pihak yang sedang menciptakan sosok pengganti Abubakar Ba'asyir untuk menakut-nakuti masyarakat? Upaya yang sangat tidak mendidik dan tidak bermoral. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

HNW: Pemberantasan Terorisme Yes, Framing Bubarkan MUI No!

Jakarta, FNN - Wakil Ketua MPR RI Dr Hidayat Nur Wahid (HNW) menegaskan dukungannya terhadap pemberantasan terorisme di Tanah Air, namun menolak teror yang berbentuk "framing" dan dijadikan trending untuk membubarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI). "Framing yang dijadikan trending topic pembubaran MUI terjadi pascapenangkapan pimpinan MUI Dr Zain An Najah oleh Densus 88 karena dugaan keterlibatan terorisme," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis. HNW menegaskan dukungannya terhadap MUI. Apalagi, MUI adalah organisasi legal dan formal dan telah berdiri sejak 26 Juli 1975. MUI juga jadi wadah musyawarah para ulama, zuama dan cendekiawan Muslim se-Indonesia, baik individual maupun yang terhimpun dalam ormas-ormas Islam. HNW mengatakan mereka yang tergabung dalam MUI memiliki semangat Islam wasathiyah (moderat), ukhuwah islamiyah dan ukhuwah wathaniyah. Selain itu, sikap kebangsaan MUI selama ini juga jelas mendorong Islam moderat dan kerukunan antarumat beragama. "Termasuk menolak ideologi radikalisme, aksi islamofobia, terorisme, komunisme, hingga separatisme," kata Ketua ke-11 MPR RI itu pula. Pada kesempatan itu, ia mengingatkan umat Islam dan negara agar mewaspadai gerakan yang bisa menunggangi isu terorisme dengan penangkapan salah satu anggota pimpinan MUI. "Bila benar terjadi, maka ini merupakan agenda islamofobia dan pelecehan lembaga keagamaan termasuk yang Islam moderat," ujarnya. Terkait penangkapan Dr Zain An Najah, MUI telah mengambil sikap dengan menegaskan bahwa MUI menolak terorisme dan mendukung pemberantasan terorisme. Selain itu, penangkapan tersebut sama sekali tidak terkait dengan organisasi/lembaga. "MUI menyerahkan proses hukum kepada aparat dengan mengingatkan agar tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah dan memenuhi prinsip keadilan," ujar dia. Selain itu, kata dia, sangat baik jika MUI terus mengimbau agar masyarakat tidak terprovokasi dan tetap menjaga kerukunan antarumat beragama serta kemaslahatan umum. Kemudian termasuk pula mengkritisi kinerja dari Densus 88 agar betul-betul profesional, adil dan tidak tebang pilih. (sws, ant)

Malaysia Proses 10 Konten Penghinaan Agama

Kuala Lumpur, FNN - Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia (SKMM) selama 2020-Oktober 2021 telah memproses sepuluh berkas penyebaran konten berunsur penghinaan terhadap agama dan salah satunya telah diajukan ke mahkamah. "Usaha yang dijalankan SKMM ini akan diteruskan sesuai laporan dan aduan yang diterima, terutama bila melibatkan berita palsu yang bisa memberi dampak keharmonian hubungan antarkaum dan agama di dalam negara," ujar Menteri Komunikasi dan Multimedia Malaysia Annuar Musa di Kuala Lumpur, Kamis. Annuar mengatakan hal itu saat menjawab pertanyaan anggota parlemen Wan Hassan yang menanyakan langkah strategis yang diambil SKMM dalam menangani isu penghinaan terhadap agama Islam yang masih beredar luas di media sosial. "Kementerian melalui SKMM dengan kerja sama dari pihak polisi tidak akan berkompromi dan senantiasa berkomitmen mengambil tindakan tegas terhadap siapa pun yang mengganggu keamanan, kestabilan dan keharmonisan negara termasuk penghinaan terhadap agama Islam," katanya. Politikus UMNO itu mengatakan pendekatan secara kolektif diambil melalui kerja sama SKMM dengan Polisi Diraja Malaysia (PDRM), Lembaga Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) dan Lembaga Agama Islam Negeri-Negeri (JAIN). "Kerja sama ini untuk memastikan konten-konten yang berunsur kebencian terhadap agama Islam, termasuk dalam aspek penegakan serta bantuan teknis yang diberikan oleh SKMM kepada PDRM dan Lembaga Agama Islam di negeri-negeri terkait penyelidikan, pembekalan informasi dan analisis forensik digital," katanya. Dia mengatakan PDRM dan SKMM baru-baru ini telah menjalin kerja sama untuk memberantas kriminalitas dan melindungi pengguna internet dalam negeri termasuk tentang isu yang berkaitan dengan ketenteraman umum di media sosial. "Pihak pemerintah juga mau mengingatkan rakyat Malaysia supaya bertindak matang dengan tidak memuat konten yang mengganggu ketenteraman dan keharmonisan umum," katanya. (sws, ant)

Ketua DPD RI Siap Perjuangkan Transformasi IAIN Pare-pare Jadi Universitas Sains Islam Indonesia

Pare-pare, FNN - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattaliti mengatakan dukungannya terhadap transformasi status Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pare-pare menjadi Universitas Sains Islam Indonesia. Bahkan, LaNyalla akan berusaha memperjuangkan perubahan status tersebut sampai berhasil. LaNyalla mengatakan hal tersebut saat menerima aspirasi yang disampaikan oleh Wakil Rektor I Bidang APK IAIN Pare-pare, Sitti Jamilah Amin dalam FGD (Focus Group Discussion) di Auditorium IAIN Pare-pare, Selasa 16 November 2021. Hadir dalam acara tersebut antara lain anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal pemilihan Sulawesi Selatan, Tamsil Linrung. "Saya tidak hanya memberikan testimoni dukungan, tetapi akan action. Akan kami perjuangkan. Hal itu sudah saya buktikan. Ada belasan kampus Islam yang kami perjuangkan menjadi UIN (Universitas Islam Negeri). Jadi, aspirasi dari IAIN Pare-pare ini akan kami teruskan," kata LaNyalla dalam siaran persnya yang diterima FNN.co.id, Selasa malam, 16 November 2021. Sitti Jamilah Amin yang mewakili Rektor IAIN Pare-Pare, Ahmad Sultra Rustan yang sedang sakit, menjelaskan, biasanya IAIN berubah menjadi UIN namun IAIN Pare-Pare ingin lebih spesifik. "Kami ingin transformasi yang arahnya menjadi Universitas Sains Islam di Indonesia. Sebab, sejauh ini belum ada universitas serupa, sehingga IAIN Pare-Pare akan mengisi posisi tersebut," kata Sitti. Menurut Sitti, pihaknya masih dalam tahap menyusun naskah akademik. Sitti menjelaskan, sudah ada dukungan dari Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam Kementerian Agama, HM Ali Ramdhani. Dalam testimoninya, Dirjen berharap transformasi IAIN Pare-Pare akan menjadi poros episentrum peradaban sains dan teknologi yang dibingkai oleh nilai ke-Islaman. "Artinya ide dan rencana besar itu harus dapat dukungan, support (dukungan) dan motivasi dari berbagai pihak. Terutama kami meminta dukungan dari Ketua DPD untuk mewujudkan rencana tersebut," kata Sitti. (FNN).

Sejumlah Ustad dan Mubalig Ditangkap, Nasir Djamil Minta Densus 88 Jangan Sewenang-Wenang

Jakarta, FNN – Sejumlah ustad dan mubalig, yakni Ustad Farid Okbah, Ustad Zain An Najah, dan Ustad Anung Al-Hamat ditangkap oleh penyidik Densus 88. Hingga saat ini belum diketahui apa dasar penangkapan ketiga mubalig dan tokoh Islam itu. Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi III DPR RI M. Nasir Djamil, dalam keterangan persnya mendesak Densus 88 agar mengedepankan hukum dan keadilan, transparansi serta tidak sewenang-wenang dalam hal penangkapan terhadap kedua orang Itu yang dekat dengan umat. Setahu dirinya mereka itu dalam ceramahnya tidak menghujat pemerintah atau berorientasi takfiri. Menurut Nasir yang juga pernah menjadi anggota Pansus RUU Terorisme, pasal 28 ayat (1) UU 5/2018 memang memberikan hak kepada penyidik untuk melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme. Namun dalam kasus seperti itu, Densus 88 harus memberikan penjelasan yang transparan atas penangkapan tersebut. Hal ini penting dilakukan agar jangan terkesan Densus 88 yang pernah ditantang oleh organisasi teroris KKB Papua, malah sepertinya hanya menyasar mubalig muslim, tebang pilih dan cenderung menyudutkan umat Islam. Disamping itu, legislator asal Aceh ini juga meminta selama dalam penahanan dan proses penyelidikan, Densus 88 wajib menghormati hak asasi ketiga orang ustad itu. Ini rohnya UU 5/2018. “Sebagai legislator Komisi Hukum DPR RI, saya berkewajiban mengingatkan Densus 88 agar perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia harus tetap diberikan selama mereka ditahan. Dengan kata lain, hak-hak mereka harus dipenuhi”, ujar Nasir. Dalam keterangan persnya itu, Nasir Djamil juga menyerukan kepada Densus 88, TNI dan Polri dan Pemerintah agar dalam menanggulangi terorisme juga mempertimbangkan faktor objektifitas. Sebab, lanjut Nasir, sebagian besar tokoh dan penceramah muslim di Indonesia tidak pernah mengangkat senjata atau membeli senjata dari oknum aparat yang dipakai oleh gerakan separatis, apalagi sampai mendirikan negara yg berpisah dari NKRI. Dalam rilisnya itu, Nasir Djamil juga membandingkan dengan KKB yang telah dinyatakan sebagai organisasi teroris oleh pemerintah pada April 2021 lalu. KKB itu, tambahnya, membunuh aparat TNI dan Polri, rakyat sipil, tenaga kesehatan, membakar pasar, Puskesmas, sekolah, dan gedung pemerintah. Namun sayangnya, Densus 88 dan pasukan khusus TNI yang bertugas menanggulangi teroris seolah tak berdaya. “Publik bingung, kok ada organisasi yang sudah dinyatakan sebagai teroris dengan leluasa membunuh dan meneror aparat dan rakyat. Sementara mubalig dan tokoh muslim diciduk dan dicurigai sebagai bagian kelompok terorisme. Dimana keadilan hukumnya?” ungkap Nasir. Terakhir, Nasir Djamil mengharapkan adanya hubungan yang harmonis antartokoh agama, terutama pemuka agama Islam dan memberikan perlindungan terhadap mereka guna menjaga kedaulatan NKRI. “Ibaratnya, musuh negara yang sudah nyata di depan mata kok terkesan dibiarin, sementara kawan di samping yang membela NKRI justru dicurigai sebagai bagian dari jaringan terorisme”, pungkas Nasir. (sws)