AGAMA

PGI: Natal 2021 Masih Bertumpu pada Ibadah Virtual

Jakarta, FNN - Ketua Umum Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) Pdt Gomar Gultom mengatakan pelaksanaan perayaan Natal 2021 secara nasional masih bertumpu pada ibadah virtual.\"Sampai saat ini panitia gereja belum memutuskan mekanisme lain. Masih tetap bertumpu pada ibadah virtual,\" kata Gomar Gultom dalam konferensi pers yang digelar di Gereja Immanuel, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat.Gomar mengatakan mayoritas panitia ibadah Natal 2021 mengonfirmasi aktivitas jemaat masih dilakukan secara hybrid demi menjaga protokol kesehatan. \"Prokes harus dipatuhi, kita minta seluruh warga tetap waspada, cuci tangan dan pakai masker sebab sudah menjadi ketentuan,\" katanya.PGI juga mendorong seluruh panitia penyelenggara ibadah dan perayaan Natal 2021 di setiap gereja untuk menyelenggarakan kegiatan secara hybrid dengan pembatasan sosial yang ketat.\"Penyelenggaraan virtual bagus karena orang bisa rayakan Natal bersama keluarga. Pasti sangat indah,\" ujarnya. Pada acara yang sama, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Kardinal Ignatius Suharyo mengatakan seluruh gereja telah membentuk Tim Gugus Kendali Paroki (TGKP) sebagai panitia Natal sekaligus merangkap tanggung jawab acara.\"Ada TGKP, masing-masing tim mendampingi satu kali ibadah. Mereka mengatur pelaksanaan ibadah,\" katanya.Ia menjelaskan, satgas COVID-19 dibentuk dari kepolisian dan TNI sekaligus bertanggung jawab pada sektor keamanan beribadah jemaat.\"Pemerintah membolehkan jemaat hadir di gereja 50 persen dari kapasitas. Kita ambil lebih sedikit, biasanya 40 persen,\" katanya.Ignatius menambahkan masyarakat lintas agama pun mengambil bagian dalam keamanan membantu tim polisi. \"Tahun lalu banyak inisiatif lokal bahu membahu. Itu semua di bawah koordinasi kepolisian tidak ada organisasi bertindak sendiri,\" katanya.Pihaknya juga meminta panitia gereja bekerja sama penuh dengan tim keamanan untuk mengedukasi jemaat agar tidak membawa tas, bungkusan, berpakaian biasanya dan sederhana saat ibadah demi menghindari situasi yang tidak diinginkan. (mth)

Pengamat Ingatkan Kekuatan Ekonomi dari Luar Bisa Pengaruhi Muktamar NU

Jakarta, FNN - Kekuatan ekonomi dan politik di luar kelompok nahdiyin berpotensi mempengaruhi hasil Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama mulai 23 hingga 25 Desember di Lampung.Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina A. Khoirul Umam mengatakan bahwa kekuatan dari luar kelompok nahdiyin itu kemungkinan menghendaki dukungan dari pimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk agenda investasi dan politik ke depan, terutama pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. \"Demi mencegah itu, butuh independensi dan netralitas para pemilih demi memilih pemimpin PBNU yang sesuai dengan aspirasi nahdiyin,\" kata Khoirul Umam sebagaimana dikutip dari pernyataan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa.Ia menyebutkan ada beberapa faktor yang berpotensi memengaruhi arah keputusan pemilik hak suara di Muktamar NU kali ini, yakni: pertama, level independensi dan netralitas PWNU, PCNU, dan PCI-NU; kedua, efektivitas kekuatan pendukung masing-masing calon.Ketiga, pengaruh kekuatan sel-sel ekonomi politik yang tersebar di berbagai politik, baik di level state actor (penyelenggara negara) maupun nonstate actor; keempat, potensi adanya intervensi kekuatan ekonomi politik dari eksternal nahdiyin.Hipotesisnya, kata Umam yang pernah menjabat sebagai Ketua Tanfidz PCI-NU Queensland, Australia, jika faktor pertama dan kedua yang lebih berpengaruh, hasil Muktamar Ke-34 NU akan menghasilkan kepemimpinan PBNU yang sesuai dengan aspirasi nahdiyin.Namun, jika faktor ketiga dan keempat yang lebih dominan, NU akan jadi mesin politik pihak-pihak tertentu yang ingin menang pada Pemilu 2024.\"Tentu, itu tidak diinginkan semua pihak,\" tegas Umam.Dalam pengamatannya, dia menyebut ada dua kandidat kuat dan dua kandidat alternatif pada pemilihan Ketua Umum PBNU.Dua kandidat kuat itu petahana K.H. Said Aqil Siradj dan Katib Aam PBNU K.H. Yahya Cholil Staquf, kemudian dua kandidat alternatif yaitu mantan Waketum PBNU dan mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara K.H. As’ad Ali dan Ketua PWNU Jawa Timur K.H. Marzuki Mustamar.Umam menilai keempat kandidat itu punya peluang untuk terpilih sebagai Ketum PBNU.Ia menerangkan bahwa petahana K.H. Said Aqil Siradj, yang memimpin NU selama 10 tahun terakhir, telah membangun akar dukungan cukup kuat di tingkat wilayah (PWNU), cabang (PCNU), dan cabang istimewa (PCI-NU).Said Aqil diyakini juga memiliki hubungan erat dengan Istana Presiden dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai pemimpin koalisi partai penguasa saat ini.Sementara itu, K.H. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), menurut dia, punya peluang kuat karena dianggap sebagai tokoh yang dapat membawa pembaruan di tubuh NU.Di samping itu, Gus Yahya merupakan saudara kandung Menteri Agama yang kemungkinan itu turut berpengaruh pada perolehan dukungan PWNU dan PCNU.Keberadaan dua kandidat alternatif, seperti K.H. As’ad Said Ali dan K.H. Marzuki Mustamar, menurut Umam, dibutuhkan untuk menurunkan tensi pada Muktamar Ke-34 NU yang sebelumnya cenderung terbagi dalam dua poros.\"Calon alternatif Ketum PBNU dibutuhkan untuk memecah kebekuan komunikasi dan menurunkan tensi. Hadirnya calon pemimpin alternatif akan membuat regenerasi makin terbuka,\" ujarnya. (sws, ant)  

Fahri: Indonesia Bisa Menjadi Pemimpin Negara Muslim

    Jakarta, FNN - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menilai Indonesia bisa menjadi pemimpin di kalangan negara-negara Muslim di dunia.    Fahri Hamzah dalam keterangan diterima di Jakarta Jumat, mengatakan Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia.    Indonesia, menurut Fahri, salah satu negara demokrasi terbesar di dunia sehingga Indonesia bisa menjadi pemimpin di kalangan negara-negara Muslim, sekaligus menjadi pemimpin di negara-negara demokrasi.   Menurut dia, bila dikaitkan dengan perebutan pengaruh antara pakta militer baru Australia, Inggris, dan AS (AUKUS) dengan China, menurut Fahri, Indonesia harus menjadi pemimpin dan menolak menjadi \"ekor\".    Fahri Hamzah menilai Indonesia tidak layak menjadi \'ekor\' dalam konflik maupun polarisasi yang terjadi di dunia. Indonesia adalah negara yang didesain untuk berada di tengah-tengah, baik secara geografis maupun nilai.  \"Karena itu, Indonesia lebih cocok menjadi pemimpin,\" ujarnya.  Hal itu dikatakan Fahri dalam Webinar Moya Institute bertajuk \"Perebutan Pengaruh di Kawasan Pascakapitulasi AS dari Afghanistan\".  Saat ini, kata dia, bila merujuk pada Buku Samuel Huntington, The Clash of Civilization and the Remaking of World Order telah terjadi konflik peradaban antara peradaban barat dengan nonbarat. Indonesia, lanjut Fahri, berada di tengah-tengah seluruh kutub itu dari segala segi. Pada kesempatan sama, pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana menyatakan bahwa Indonesia selayaknya menganut politik luar negeri bebas aktif dalam konstelasi politik dunia.    Dengan begitu, katanya, Indonesia selalu netral dalam konflik maupun polarisasi di dunia. Lagi pula Indonesia bisa bersahabat dengan negara manapun.    Namun, Hikmahanto mengingatkan politik luar negeri bebas aktif itu dipegang oleh Indonesia selama Indonesia tidak diganggu kepentingan nasionalnya. \"Ketika Indonesia sudah diganggu kepentingan nasionalnya, maka kita harus berhadapan dengan siapa pun pengganggu itu,\" ucapnya.    Hikmahanto mencontohkan kebijakan Presiden Jokowi. Saat ini, Indonesia memang menjalin hubungan ekonomi erat dengan China.    Namun, ketika Laut Natuna Utara diganggu oleh China, maka Presiden Jokowi tegas berhadapan dengan China.   \"Demikian pula terhadap Amerika Serikat. Kita bersahabat dengan Amerika, tapi ketika militer Amerika, Australia, dan Inggris itu bermanuver, Presiden Jokowi perlu menentang hal itu karena bisa memicu perlombaan senjata di Asia Pasifik,\" ujarnya. (sws, ant).

Suara Radio Butut Mengenai Toleransi

By M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Keagamaan  Setiap akhir tahun saat umat Kristiani akan memasuki peringatan Natal selalu saja ribut soal umat Islam dan boleh atau tidaknya mengucapkan selamat Natal. Buzzer dan pendukung \"toleransi\" bukan saja menyerang fatwa haram mengucapkan selamat Natal tetapi juga habis habisan menganjurkan untuk mengucapkan. Kemenag Sulsel demonstratif membuat spanduk ucapan Natal.  Sekelompok begal agama berpakaian kearab-araban hanya karena MUI mengharamkan ucapan Natal menuntut pembubaran MUI. Abu Janda lebih gila, dia bersayembara 50 juta bagi dalil larangan mengucapkan selamat Natal. Ketika ada netizen yang mengemukakan dalil itu maka dibalas Permadi Arya dengan kalimat cocokologi dan acungan jari tengah. Parah.  Memang terasa semakin karut marut hubungan beragama di negeri ini. Isu radikalisme dan intoleransi yang dituduhkan kepada umat Islam membuat umat semakin terpojok. Program deradikalisasi dan moderasi dicanangkan untuk mengacak-acak pemaknaan agama. Mendekati sekularisasi dan liberalisasi.  Ketika intens dilakukan pemaksaan pemahaman dalam sikap keagamaan termasuk \"keharusan\" mengucapkan selamat Natal, maka wajar jika orang bertanya apa bedanya kita dengan rezim China ketika melakukan program re-edukasi yang pada hakekatnya adalah cuci otak dan mengacak-acak makna agama?   Toleransi itu bukan harus memasuki ruang orang lain. Ketika difahami bahwa agama Islam melarang memasuki rumah umat Kristen dengan tidak mengucapkan selamat Natal selesai sebenarnya. Keyakinan masing masing yang harus difahami dan dihormati.  Kita yakin umat Kristiani tidak merasa perlu dengan ucapan selamat dari umat Islam ketika tahu jika ajaran Islam melarangnya. Demikian pula umat Islam tidak butuh ucapan selamat dari umat lain saat idul fitri atau perayaan lainnya. Masing-masing saja yang penting tidak saling mengganggu.  Benar sekali yang diungkapkan tokoh dan aktivis kritis Papua Christ Wamea bahwa yang dirinya Kristen saja  tidak menuntut ucapan Natal dari umat Islam, lalu mengapa harus diributkan soal boleh tidak mengucapkan Natal  ? Christ secara khusus menyindir kwartet nyinyir yang mengaku umat Islam Eko Kunthadi, Ade Armando, Denny Siregar, dan Abu Janda.  \"Kita yang nasrani saja tidak persoalkan umat agama lain mau ucapkan selamat natal   apa tidak, itu tidak perlu dipaksa. Provokator berbaju toleransi dan Pancasila\". Kwartet suara berisik yang selalu mencuit-cuit. Merasa modern berada di ruang digital padahal yang terdengar itu suara radio atau transistor butut. Suara Islamophobia.  Bukankah Amerika saja kini sudah meloloskan RUU anti Islamophobia, bung?  Ah loe loe pada ketinggalan jaman. 

Mengucap "Selamat Natal", Mengapa Muslim Mesti Dipaksa-paksa

Oleh Ady Amar *) Setiap bulan Desember tiba, dimunculkan ritual mengolok-olok sikap muslim yang keukeuh menolak ucapan Natal pada umat yang merayakan. Setidaknya sudah lebih dari lima tahunan ritual \"serangan\" terang-terangan memaksa muslim itu dilakukan. Seolah-olah ada upaya menggiring, semacam tuntutan, bahkan keharusan muslim sudi mengucapkannya. Bentuk memaksa dengan bingkai toleransi, seolah jadi segalanya.  Mengapa berharap pada muslim untuk mengucap Selamat Natal segala. Apa umat Kristiani yang merayakannya-- tidak semua kristiani merayakan-- apa butuh pengesahan dari muslim, sehingga perlu dimunculkan semangat \"memaksa\" itu. Jika ada muslim menganggap mengucap ucapan Selamat Natal itu tidak masalah, ya terserah saja. Pasti pendekatannya bukan pada agamanya. Sedang jika ada yang menolak mengucapkan, pun tidak harus diolok-olok dengan umpatan seolah intoleran. Muslim yang nenolak pasti punya alasannya sendiri, dan itu anjuran atas keyakinan (akidah) yang ia bertumpu atasnya. Maka, buatnya mengucap itu punya konsekuensi pelanggaran ajaran agama tidak main-main. Toleransi pastilah tidak boleh menggerus keyakinan (agama) seseorang. Toleransi dengan melanggar keyakinan, dipastikan lambat laun akan menimbulkan gesekan tidak saja antar umat beragama, bahkan dengan internal umat. Semestinya ini patut jadi konsen dan perhatian bersama. Memaksa-maksa Itu Intoleran Menjadi aneh jika muslim yang menjalankan toleransi di atas agamanya, lalu menyerang saudara sendiri yang bertumpu pada keyakinannya. Masalah keyakinan mestinya ditempatkan pada tempat tertinggi. Aneh jika mencoba mendegradasi iman yang diyakini untuk kepentingan toleransi semu. Menjadi kelewatan, sikap tidak sopan, bahkan masuk kategori kurang ajar, jika ada non muslim \"maksa-maksa\" umat Islam untuk mengucap Selamat Natal. Apa urusannya dengan nekat memasuki wilayah sensitif, dan itu agama orang lain. Keyakinan orang lain. Seperti kurang pede saja dengan kelahiran Yesus di 25 Desember, dan karenanya ingin umat Islam meyakini sesuai dengan keyakinannya. Sungguh permintaan mengada-ada. Absurd. Adalah Emerson Juntho, aktivis Kristiani, yang coba \"memaksa\", yang terkesan lebih pada mengolok-olok muslim yang tidak memilih pengucapan itu bagian dari intoleransi. Dan yang disasar Wakil Ketua MPR RI, Dr. Hidayat Nurwahid (HNW). Memang cuma jenis \"setan usil\" yang hadir malam-malam, yang mendorong Emerson perlu mentwit HNW dengan nada \"memaksa-maksa\". \"Malam Pak @hnurwahid Wakil Ketua MPR RI. Apakah sudah disiapkan teks ucapan Selamat Natal untuk umat Kristiani di seluruh Indonesia? Jika belum saya siap membantu Bapak membuat konsepnya. Khusus buat Bapak HNW, FREE. Tersedia dalam 3 bahasa,\" ucapnya lewat Twitter pribadinya, Minggu (12 Desember 2021). Sambil tak lupa ia kirimkan template ucapan Natal, diantaranya dalam bahasa Arab dan Cina. \"Terima kasih atas bantuannya. Fyi dari dulu saya punya huhungan baik dg Pimpinan umat Kristiani seperti Romo Magnis S, Pdt SAE Nababan (RIP), Pdt Natan S, Pdt Gumau G, juga Waket MPR yang Kristiani, EE Mangindaan. Mereka teladan dalam toleransi dengan saling menghormati,\" jelas HNW. Dan, keesokan harinya, rasanya Emerson masih kurang puas mendesaknya. Tampak emosinya mulai labil, yang tadinya menyebut HNW dengan awalan \"Pak\", dan berikutnya dengan \"Mas\". \"Pagi Mas. Saran saya ke Wakil Ketua MPR -- wakilnya semua rakyat Indonesia -- bukan ke ulama,\" tampak nada ketus yang dimunculkan. HNW pun perlu menanggapi cuitan tersebut dengan menyentil penggunaan nama \"Buya\" di depan nama Emerson. \"Pihak yang sebut diri sebagai \"Buya\", wajarnya sudah tinggi akal budi, dan rasa hati. \'Saran\' nya tulus, tanpa pemaksaan/framing. Apalagi kalau untuk toleransi.\" Tambahnya: \"Bertahun-tahun saya berhubungan baik dengan tokoh-tokoh Kristiani seperti J Kristiadi, Sabam Sirait (RIP), mereka tak berikan saran seperti pak Eson.\" Jawaban makjleb HNW, itu bisa jadi pembelajaran semua pihak untuk memahami toleransi dan batas-batasnya. Lagian terlalu jauh \"memaksa\" muslim mengucapkan ucapan Natal. Padahal banyak sekte Kristiani yang tidak mempercayai, bahwa Yesus lahir 25 Desember.  Karenanya, mereka memilih tidak merayakan Natal. Mestinya \"memaksa\" itu lebih pantas pada sesama Kristiani yang berbeda pemahaman tentang Natal. Lho, kok malah umat Islam yang dipaksa-paksa untuk mengucap sesuatu yang menyangkut akidahnya. Memaksa-maksa keyakinan seseorang, itu sikap intoleran. Emerson Yuntho dan meraka yang memiliki sikap demikian, patut disebut miskin pemahaman akan apa arti toleransi sebenarnya. (*) *) Kolumnis

Mulai 1 Desember Warga Indonesia Diizinkan Masuk Saudi Tanpa Karantina

Riyadh, FNN - Pemerintah Arab Saudi menyebutkan, Warga Negara Indonesia akan diizinkan masuk mulai 1 Desember 2021 tanpa menjalani karantina selama 14 hari di negara ketiga. Pengumuman tersebut disampaikan pada Kamis, 25 November 2021 waktu setempat. Selain Indonesia, warga negara dari Pakistan, India, Mesir, Brazil, dan Vietnam, diizinkan masuk oleh Arab Saudi tanpa menjalani masa karantina. Menurut laporan Saudi Press Agency yang mengutip sumber resmi Kementerian Dalam Negeri.Arab Saudi, kebijakan tersebut akan berlaku efektif mulai 1 Desember 2021, pukul 01,00 dini hari. Pejabat Kementerian Dalam Neger Arab Saudi mengatakan, kebijakan tersebut diambil setelah menindaklanjuti situasi pandemi secara lokal dan global. Dikutip dari Antara, para pengunjung dari enam negara tersebut harus menjalani karantina selama lima hari, setibanya di Arab Saudi. Aturan tersebut berlaku tanpa memandang status vaksinasi COVID-19 mereka. Sedangkan negara-negara yang masih menghadapi larangan perjalanan adalah Turki, Ethiopia, Afghanistan dan Lebanon. Arab Saudi menekankan pentingnya mematuhi penerapan protokol kesehatan dalam usaha membendung penyebaran virus corona. "Semua prosedur dan tindakan harus mematuhi aturan serta evaluasi yang ditetapkan oleh otoritas kesehatan,” ujar sumber dari Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi itu. (MD).

Natalius Pigai Sarankan Benny Susetyo Segera Kawin

Jakarta, FNN - Romo Benny Susetyo diduga sudah tidak menjadi bagian dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Hal tersebut diungkap aktivis Katolik, Natalius Pigai menanggapi ramainya perdebatan soal status Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) karena kerap bicara politik. Terbaru, Benny Susetyo melalui akun Twitternya turut mempromosikan kanal YouTube yang membahas dorongan agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) berbenah diri. Judulnya, “MUI Harus Berbenah Jangan Jadi Sarang Kelompok Radikal”. "Soal Benny Susetyo, sejauh yang saya pahami beliau pernah dipecat dari KWI sebagai Sekretaris Komisi HAM," kata Natalius Pigai kepada FNN, Kamis (25/11) di Jakarta. Pigai menjelaskan, pemecatan tersebut tak lain karena Benny Susetyo kerap memposisikan diri sebagai politisi. "Soal ini bisa dimengerti karena Benny terlalu aktif sebagai politisi sehingga saya yakin gereja sudah koreksi statusnya. Cuma Benny tidak mau sampaikan ke publik karena malu," sambungnya. Berangkat dari alasan tersebut, Natalius Pigai pun meminta sebutan "Romo" yang selama ini disematkan kepada Benny Susetyo ditanggalkan. "Sebagai aktivis Katolik, saya sekadar imbau jika Benny Susetyo tidak mewakili Gereja Katolik dan sebaiknya sebutan Romo diganti menjadi Pak Beni Susetyo," tandasnya. Piga juga menegaskan dirinya pernah menganjurkan Benny agar segera kawin. “Benny Susetyo itu anaknya berapa, dan kawin saja agar tidak membawa nama dan merusak citra Gereja Katolik. Ini saya sampaikan di kompleks CNN TV di depan anggota DPR RI dari PDIP yang juga teman saya mantan PMKRI,” kata Pigai kepada FNN di Jakarta Kamis (25/11). Mengenai manuver politik Benny Susetyo, Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M. Massardi sebelumnya juga turut berkomentar. Ia meminta KWI turun tangan memberi penjelasan kepada publik mengenai status keagamaan yang disandang Benny Susetyo. “Ada baiknya Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) memberikan penjelasan apakah Benny Susetyo ini masih nyandang predikat keagamaan 'Romo',” ujarnya. (sws).

Ngapain Si Romo Ikut Campur?

By M Rizal Fadillah PERSOALAN seorang pengurus MUI Pusat ditangkap dengan tuduhan terlibat tindak pidana terorisme masih memerlukan pembuktian. Berlaku asas praduga tak bersalah. Di kalangan umat Islam banyak yang menyesalkan tindakan Densus 88 yang dinilai "over acting" dalam penangkapan ulama. Desakan pembubaran Densus 88 tersebut menggema. Ada nuansa Islamophobia. Mencari kesempatan dalam kesempitan terjadi di kalangan Islamophobist. MUI mendapat serangan mulai dari sebutan sarang radikalis hingga desakan pembubaran. Buzzer berteriak sambil berjingkrak kesetanan. Di tengah teriakan para buzzer tersebut muncul suara seorang Romo yang bernama Antonius Benny Susetyo yang berkomentar "MUI harus berbenah, jangan jadi sarang kelompok radikal" tokoh Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) ini sudah menghukumi MUI sebagai sarang kelompok radikal. Netizen segera membalas dengan menyindir agar Vatikan juga segera membersihkan diri dari kelompok gay karena terbongkar banyak uskup adalah penikmat hubungan sesama jenis. Ikut campur tokoh keuskupan Katolik Roma terhadap kasus pengurus MUI dinilai tak pantas. Urusan di organisasi KWI juga tentu banyak. Benny ini juga menjadi tokoh BPIP yang sok Pancasilais padahal badan ini dikritisi sebagai badan yang boros dan tidak bermanfaat. Makan gaji buta tanpa kerja yang bermakna bagi rakyat banyak. Desakan agar BPIP dibubarkan juga cukup kuat. Salah satu karena isinya orang model Benny Susetyo seperti ini. Tokoh KWI yang ikut campur urusan MUI. Apa motif di Romo ini meminta MUI membersihkan diri ? Memancing di air keruh atau menyatakan KWI sendiri yang bersih ? Benny dapat disorot oleh umat Islam sebagai tokoh radikal. Yang harus dibersihkan baik dari KWI maupun BPIP. Jika motifnya mengadu-domba dan memanas-manasi, maka jangan-jangan tercemari oleh perilaku dan gaya PKI. Negeri ini sedang tidak baik baik saja. Lembaga dan tokoh Islam sedang dimusuhi. Sedikit saja ada celah maka diserang habis, bukan saja oleh pihak yang menganggap kompeten tetapi oleh aktivis agama lain seperti tokoh Kristen Romo Antonius Benny Susetyo ini. Romo, ga usah ikut campurlah urusan umat Islam. Urus agamamu sendiri. *) Pemerhati Politik dan Keagamaan

RG: Obrak-Abrik MUI Hanya untuk Menutupi Kasus PCR dan Sejenisnya

Jakarta, FNN - Pengamat politik Rocky Gerung menilai penangkapan anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ahmad Zain An-Najah dan beberapa pemuka agama oleh Densus 88 hanya akal-akalan pemerintah. Menurut Rocky, penangkapan para ulama dengan tuduhan terorisme itu bertujuan untuk menutupi berbagai kasus besar yang sekarang ini tengah menjadi sorotan di Tanah Air, termasuk kasus bisnis alat tes PCR yang menyeret Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir. "Jadi, pemerintah betul-betul main cuma di dua bidang itu saja, atau dia menutupi korupsi atau dia justru dalam upaya menutupi korupsi dan termasuk PCR ini disodorkan isu baru soal radikalisme," kata Rocky Gerung di kanal Youtubenya, Jumat (19/11/2021). Menurut pengamatannya, kata Rocky Gerung, Islam kerap menjadi sasaran empuk pemerintah sebagai bahan pengalihan Isu. Korbannya adalah tokoh-tokoh yang dianggap sama seperti eks Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab. "Jadi Islam selalu akan disodorkan ketika enggak ada isu. Maka disodorkanlah isu Islam. Dan korbannya pasti adalah mereka yang dianggap senafas dengan Habib Rizieq," tuturnya. Lebih lanjut, Rocky menuturkan bahwa dengan adanya penangkapan ulama dan anggota Komisi Fatwa MUI seakan ingin memperlihatkan pada publik bahwa ada yang sedang membahayakan negara. Dia juga menyebut, pemerintah memukul rata faksi-faksi Islam untuk mengelabui opini publik. "Padahal sebetulnya, faksi-faksi di dalam Islam itukan beragam sekali. Pemerintah pukul rata saja untuk mengelabui opini publik, bahwa ada kegiatan yang membahayakan negara," tuturnya. Rocky berpendapat, yang membahayakan negara adalah utang hingga deforestrasi. "Yang membahayakan negara adalah utang, deforestrasi. Yang membahayakan negara itu adalah pelanggaran moral di dalam kabinet," pungkasnya. Sebagaimana diketahui, Densus 88 menangkap anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ahmad Zain An-Najah. Dirinya ditangkap bersamaan dengan Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI) Ustaz Ahmad Farid Okbah. (sws, we)

Breaking News! Arab Saudi Umumkan Aturan Baru Umrah, Hanya Izinkan Jemaah Usia 18-50 Tahun dan Sudah Vaksin

Jakarta, FNN – Pemerintah Arab Saudi, melalui Kementerian Haji dan Umrah setempat, telah merilis aturan terbaru untuk jemaah umrah dari luar negeri. Melansir Hajinews.id dari Gulf Today, Sabtu (20/11/2021), ketentuan usia dan status vaksinasi Covid-19 menjadi syarat utama bagi calon jemaah umrah saat ini. Peraturan tersebut menyebutkan, calon jemaah umrah dari luar negeri setidaknya berusia 18 tahun dan tak boleh lebih dari 50 tahun. Lebih lanjut, jika sudah memenuhi aturan tersebut, para calon jemaah pun harus sudah menerima vaksin Covid-19 secara lengkap dua dosis. Namun, perlu diingat kembali bahwa syarat vaksinasi yang dimaksud adalah yang hanya menggunakan vaksin Covid-19 yang diakui oleh Kerajaan Arab Saudi. Selain itu, para jemaah internasional juga diimbau untuk mengecek statusnya di biro travel dan umrah resmi terkait pemesanan tiket sebelum melakukan perjalanan. Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi menjelaskan, jika seseorang ingin mendapatkan visa umrah dari luar Arab Saudi, maka perlu dikomunikasikan dengan biro travel dan umrah resmi tersebut. Belakangan ini, Pemerintah Arab Saudi juga baru saja meluncurkan dua aplikasi, Eatmarna dan Tawakkalna, untuk para jemaah dari luar negeri yang ingin mengajukan ibadah umrah. Sejauh ini, Arab Saudi hanya mengizinkan umrah dan salat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi bagi jemaah yang sudah divaksinasi. Sebelumnya, pada 17 Oktober 2021, Kerajaan Arab Saudi mulai membuka Masjidil Haram untuk para jemaah dengan kapasitas penuh. Para petugas juga telah melepaskan stiker-stiker jaga jarak di sekitar Masjidil Haram sebagaimana dilansir The National. Meski begitu, para jemaah tetap diwajibkan memakai masker dan menggunakan aplikasi Tawakkalna untuk memverifikasi status vaksinasi mereka sebelum memasuki Masjidil Haram. (sws)