HUKUM

Pengacara Sambo, Kuat, dan Ricky dari Tim yang Sama

Jakarta, FNN - Jaksa penuntut umum menyinggung tim pengacara terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf, dan Ricky Rizal berasal dari tim sama dan memiliki logika berpikir tidak rasional.“Penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo, saksi Ricky Rizal, saksi Kuat Ma’ruf, dalam hal ini terdakwa dalam perkara terpisah merupakan tim penasihat hukum yang sama sehingga logika berpikirnya sudah tidak rasional, bahkan hanya berusaha mengaburkan peristiwa pembunuhan berencana yang mengakibatkan korban Nofriansyah Yosua Hutabarat meninggal dunia karena ditembak dengan sadis,” kata jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat.Pernyataan tersebut merupakan tanggapan jaksa penuntut umum atas nota pembelaan yang dikemukakan pengacara Ferdy Sambo pada Selasa (24/1).Adapun poin yang ditanggapi jaksa terkait dengan pengacara Ferdy Sambo yang menginginkan agar hakim mengesampingkan keterangan Richard Eliezer yang mengatakan bahwa Ferdy Sambo memerintahkannya dengan ucapan, “Woi, kau tembak. Kau tembak, cepat!”Bagi pengacara Ferdy Sambo, keterangan tersebut merupakan keterangan yang berdiri sendiri dan harus dikesampingkan. Sedangkan, menurut jaksa, tim pengacara Ferdy Sambo hanya berusaha untuk mengaburkan fakta hukum yang terbuka di persidangan.“Bahkan, penasihat hukum berusaha melindungi terdakwa Ferdy Sambo dan seolah-olah melimpahkan perbuatan pembunuhan berencana tersebut kepada saksi Richard Eliezer,” kata jaksa.Dengan demikian, jaksa meminta pleidoi atau nota pembelaan penasihat hukum untuk dikesampingkan hakim.“Menolak seluruh pleidoi dari tim penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo. Kedua, menjatuhkan putusan sebagaimana diktum penuntut umum yang telah dibacakan pada hari Selasa, 17 Januari 2023,” ucap jaksa.Ferdy Sambo merupakan salah satu dari lima terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J). Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup.Sebelumnya, pada Senin (16/1), Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal telah menjalani sidang tuntutan. Keduanya dituntut jaksa penuntut umum untuk dihukum pidana penjara selama delapan tahun.Kemudian, pada Rabu (18/1), Putri Candrawathi dituntut hukuman penjara selama delapan tahun dan Richard Eliezer dituntut hukuman penjara selama 12 tahun.(sof/ANTARA)

ART Menjadi Saksi Kasus KDRT Ferry Irawan dan Venna Melinda

Surabaya, FNN - Asisten rumah tangga pasangan suami istri Ferry Irawan dan Venna Melinda menjadi saksi kasus kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT yang telah tertuang dalam berkas acara pemeriksaan di Kepolisian Daerah Jawa Timur.Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim Komisaris Besar Polisi Dirmanto menginformasikan asisten rumah tangga (ART) yang namanya masih dirahasiakan itu menjadi saksi meringankan bagi terlapor sekaligus tersangka Ferry Irawan.\"Hari ini yang bersangkutan memenuhi panggilan penyidik untuk di-BAP,\" kata Dirmanto kepada wartawan di Surabaya, Kamis.Jeffry Nicolas Simatupang selaku kuasa hukum Ferry Irawan saat dikonfirmasi wartawan menjelaskan ART tersebut dijadikan saksi oleh penyidik Polda Jatim karena sebelumnya disebut dalam BAP Ferry Irawan.\"Jadi, ada saksi, yaitu ART yang bekerja untuk Ferry Irawan dan Venna Melinda yang menyaksikan bahwa klien kami tidak melakukan KDRT,\" katanya.Menurutnya, kehadiran ART pasangan suami istri selebritas tersebut sebagai saksi yang telah di-BAP penyidik Polda Jatim akan menguntungkan Ferry Irawan di persidangan nanti.Dikonfirmasi terpisah, Venna Melinda memastikan tidak ada yang menyaksikan saat dirinya mengalami beberapa kali KDRT yang dilakukan suaminya di berbagai tempat.\"Kejadiannya di dalam kamar hotel. Di rumah pun dilakukan di dalam kamar yang tidak terjangkau kamera CCTV,\" ujar Venna.Sedangkan Hotman Paris Hutapea, yang bertindak sebagai kuasa hukum Venna Melinda, mengaku telah melihat isi BAP yang dicatat penyidik dari ART pasangan selebritas itu.\"Intinya, yang saya baca di BAP-nya tadi, ART ini hanya mengaku sering mendengar Venna Melinda menangis di dalam kamar rumah. ART ini tidak bersaksi untuk kejadian KDRT yang di hotel di Kediri, tapi di rumah. Bagi saya keterangan ART sebagai saksi yang seharusnya a de charge (meringankan) bagi Ferry Irawan, justru menguntungkan Venna Melinda,\" ucap Hotman.(sof/ANTARA)

Venna Melinda Menyerahkan Bukti-bukti Kasus KDRT

Surabaya, FNN - Artis Venna Melinda mendatangi Markas Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) untuk menyerahkan bukti-bukti kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialaminya.\"Hari ini kami menjalani pemeriksaan tambahan sekaligus menyerahkan bukti-bukti kepada penyidik Polda Jatim,\" kata Kuasa Hukum Hotman Paris Hutapea saat mendampingi Venna Melinda di Polda Jatim, Surabaya, Kamis.Terlapor perkara ini adalah Ferry Irawan, suami Venna Melinda, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polda Jatim.Hotman menjelaskan diantaranya Venna membawa bukti-bukti medis terkait KDRT yang dideritanya.\"Kami menyerahkan bukti medis keadaan hidungnya waktu itu yang berdarah-darah. Juga bukti medis terkait kondisi tulang rusuknya,\" ujarnya.Hotman mengungkapkan, khususnya kondisi tulang rusuk Venna Melinda sampai sekarang masih terasa sakit.\"Dampaknya Venna Melinda sampai sekarang susah beraktivitas karena tulang rusuknya masih terasa sakit,\" katanya.Selain itu, Hotman menandaskan, bukti KDRT yang diserahkan ke penyidik Polda Jatim adalah rekaman video saat Ferry Irawan nangis-nangis mengakui perbuatannya yang telah melakukan KDRT terhadap Venna Melinda sembari meminta maaf.\"Ini video yang sempat viral itu. Bukti bahwa Ferry Irawan mengakui telah melakukan KDRT kepada Venna Melinda,\" ucapnya.Hotman memastikan bukti-bukti KDRT yang dilakukan Ferry Irawan kepada Venna Melinda akan dibuktikan secara medis yang hari ini seluruhnya diserahkan kepada penyidik Polda Jatim.Dalam kesempatan itu, Venna menegaskan tidak akan memenuhi permintaan damai yang sempat dilontarkan oleh Ferry Irawan.\"Bahkan saya akan segera mengajukan cerai,\" ujarnya.Venna juga mengaku tidak punya kasus di Bogor, Jawa Barat, sebagaimana diancam Ferry akan dibocorkan ke publik jika tawaran perdamaian terkait laporan KDRT di Polda Jatim tidak dipenuhi.\"Perkara ini tetap berjalan. Tidak ada mediasi, tidak ada perdamaian,\" kata mantan anggota DPR RI itu, menegaskan.(ida/ANTARA)

Putri Candrawathi Sebut Brigadir J Ancam Membunuh Orang-orang Terdekatnya

Jakarta, FNN - Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Putri Candrawathi, menyebut bahwa Yosua mengancam akan membunuh dirinya dan orang-orang terdekatnya.\"Yosua melakukan perbuatan keji. Dia melakukan kekerasan seksual, menganiaya, dan mengancam membunuh, bukan hanya bagi saya, melainkan juga orang-orang yang saya cintai jika ada orang lain yang mengetahui apa yang ia lakukan,” ucap Putri ketika membaca nota pembelaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.Putri mengaku sangat ketakutan saat peristiwa tersebut berlangsung, tepatnya pada 7 Juli 2022.Dia mengaku mengalami trauma yang mendalam dan hingga saat ini menanggung malu berkepanjangan.“Bukan hanya saya, tetapi juga seluruh anggota keluarga kami,” ucapnya.Setelah kejadian tersebut, Putri memberanikan diri untuk menceritakan apa yang dialami kepada suaminya, yakni Ferdy Sambo.Dia menceritakan kejadian yang dialami di Magelang, Jawa Tengah, kepada Ferdy Sambo di Saguling, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022.\"Saya hancur dan malu sekali saat harus menceritakan kejadian kelam tersebut. Tidak bisa dijelaskan bagaimana dinginnya suasana pembicaraan tersebut. Sesekali saya memandang suami. Matanya kosong, tubuhnya bergetar, dan tarikan nafasnya menjadi sangat berat,\" tutur Putri.Melalui nota pembelaan ini, Putri menjelaskan bahwa dirinya berjalan ke kamar meninggalkan Ferdy Sambo yang masih duduk di ruangan lantai 3 rumah Saguling.\"Saya berjalan ke kamar, meninggalkan suami yang masih duduk di ruangan tadi,\" ucapnya.Pernyataan ini sekaligus membantah keterangan Richard Eliezer yang mengatakan bahwa Putri Candrawathi turut hadir di ruangan bersama Ferdy Sambo ketika Ferdy Sambo memanggil Eliezer ke lantai 3 Saguling dan meminta Eliezer untuk menembak Yosua.Keterangan Eliezer menggambarkan Putri Candrawathi mengetahui rencana pembunuhan Yosua di Duren Tiga. Namun, Putri Candrawathi memberi keterangan sebaliknya dengan mengatakan bahwa dia tidak berada di dalam ruangan yang sama dengan Eliezer dan Ferdy Sambo ketika mereka (Eliezer dan Ferdy Sambo) membicarakan mengenai peristiwa di Magelang dan rencana Ferdy Sambo untuk menemui Yosua.Putri Candrawathi merupakan satu dari lima orang terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Putri dituntut pidana penjara delapan tahun oleh jaksa penuntut umum.Empat terdakwa lainnya adalah Kuat Ma’ruf yang dituntut pidana penjara selama delapan tahun, Ricky Rizal yang dituntut pidana penjara delapan tahun, Ferdy Sambo yang dituntut pidana penjara seumur hidup, dan Richard Eliezer dengan tuntutan pidana penjara 12 tahun.Kelima terdakwa ini didakwa melanggar pasal 340 subsider pasal 338 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(sof/ANTARA)

Hukuman Seumur Hidup untuk Empat Kurir Narkoba Asal Aceh

Medan, FNN - Empat terdakwa kurir narkoba jenis sabu-sabu seberat 30 kg asal Aceh untuk dibawa ke Pelembang, dihukum seumur hidup dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera Utara, Rabu.Keempat terdakwa kasus narkoba itu yakni Rizwana, Muhammad Reza, Afzalliq, dan Syahrul.Ketua Majelis Hakim PN Medan Ulina Marbun, dalam amar putusannya menyatakan bahwa keempat terdakwa itu terbukti bersama-sama melakukan perbuatan melanggar hukum dengan menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan I.Ulina menyebutkan hal-hal yang memberatkan keempat terdakwa tidak mengikuti program pemerintah untuk memberantas narkotika dan membahayakan banyak orang.Sedangkan, hal-hal yang meringankan terhadap keempat terdakwa itu tidak ada.Keempat terdakwa melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.\"Untuk itu, majelis hakim memutuskan keempat terdakwa divonis seumur hidup, karena bersama-sama mengedarkan narkotika jenis sabu-sabu\" ujar Ulina.Ketua majelis hakim Ulina Marbun memerintahkan untuk barang bukti yang didapatkan agar dirampas untuk dimusnahkan.\"Majelis hakim memberikan waktu seminggu kepada keempat terdakwa,\" ujar Ulina Marbun.Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) Maria Tarigan, dalam tuntutannya di PN Medan menyatakan keempat terdakwa telah terbukti bersalah terlibat dalam peredaran narkoba jenis sabu-sabu seberat 30 kg, dan diancam pidana dalam Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.\"Meminta agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, untuk menjatuhkan kepada masing-masing terdakwa dengan pidana mati,\" kata JPU Maria Tarigan.(sof/ANTARA)

Bharada E: Saya Diperalat, Dibohongi, dan Disia-siakan

Jakarta, FNN - Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Richard Eliezer alias Bharada E mengatakan bahwa dirinya diperalat, dibohongi, dan disia-siakan oleh Ferdy Sambo.“Tidak pernah terpikirkan ternyata oleh atasan saya, di mana saya bekerja memberikan pengabdian kepada seorang jenderal berpangkat bintang dua yang sangat saya percaya dan hormati, di mana saya yang hanya seorang prajurit rendah berpangkat bharada, yang harus mematuhi perkataan dan perintahnya, ternyata saya diperalat, dibohongi, dan disia-siakan,” ucap Eliezer ketika membaca nota pembelaannya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu.Bahkan, tutur Eliezer, kejujuran yang ia sampaikan tidak dihargai dan justru dimusuhi.“Begitu hancurnya perasaan saya dan goyahnya mental saya, sangat tidak menyangka akan mengalami peristiwa menyakitkan seperti ini dalam hidup saya,” ucapnya.Eliezer menceritakan perjuangannya untuk menjadi anggota Polri. Ia menceritakan bahwa dirinya telah mengikuti tes untuk menjadi anggota Polri sebanyak empat kali sebelum dinyatakan lulus di Polda Sulawesi Utara serta sempat menjadi seorang sopir di sebuah hotel di Manado untuk membantu orang tuanya.Eliezer dipercaya menjadi sopir Ferdy Sambo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri pada 30 November 2021.“Saya tidak pernah menduga apalagi mengharapkan peristiwa yang sekarang menimpa diri saya, di masa awal-awal pengabdian saya atas kecintaan saya terhadap negara, dan kesetiaan kepada Polri, khususnya Korps Brimob,” ucap Eliezer.Dengan demikian, ia memohon kepada majelis hakim untuk memberikan putusan terhadap dirinya yang seadil-adilnya.“Kalaulah karena pengabdian saya sebagai ajudan menjadikan saya seorang terdakwa, kini saya serahkan masa depan saya pada putusan majelis hakim, selebihnya saya hanya dapat berserah pada kehendak Tuhan,” ucap Eliezer.Richard Eliezer merupakan satu dari lima terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Ia dituntut pidana penjara 12 tahun oleh jaksa penuntut umum.Adapun empat terdakwa lainnya adalah Kuat Ma’ruf yang dituntut pidana penjara selama 8 tahun, Ricky Rizal yang dituntut pidana penjara 8 tahun, Ferdy Sambo yang dituntut pidana penjara seumur hidup, dan Putri Candrawathi dengan tuntutan pidana penjara 8 tahun.Kelima terdakwa ini didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(sof/ANTARA)

Ferdy Sambo Menepis Berbagai Isu Tentang Dirinya yang Viral

Jakarta, FNN - Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo, menepis berbagai isu mengenai dirinya yang beredar di publik, termasuk isu mengenai bandar narkoba, judi hingga isu perselingkuhan dengan banyak perempuan.“Saya telah dituduh secara sadis melakukan penyiksaan terhadap almarhum Yosua sejak dari Magelang, begitu pula tudingan sebagai bandar narkoba dan judi, melakukan perselingkuhan dan menikah siri dengan banyak perempuan, melakukan LGBT, memiliki bunker yang penuh dengan uang sampai dengan penempatan uang ratusan triliun dalam rekening atas nama Yosua, yang kesemuanya tidak benar,” kata Ferdy Sambo ketika membaca nota pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa.“Saya ulangi, semuanya tuduhan itu adalah tidak benar,” ucap Ferdy Sambo menegaskan.Ketika membacakan nota pembelaan, Ferdy Sambo menduga bahwa berbagai tuduhan tersebut sengaja disebarkan untuk menggiring opini yang menyeramkan terhadap dirinya sehingga hukuman paling berat harus dijatuhkan tanpa perlu mendengar dan mempertimbangkan penjelasan dari dirinya.Ferdy Sambo mengatakan bahwa ia sempat hendak memberi judul “Pembelaan yang Sia-Sia” pada nota pembelaannya karena merasa putus asa dan frustrasi akibat hinaan, caci-maki, dan olok-olok yang diterima dari berbagai pihak selama menjalani pemeriksaan dan persidangan.Ia mengaku merasa tidak ada ruang sedikit pun untuk menyampaikan pembelaan dan belum pernah menyaksikan tekanan yang begitu besar terhadap seorang terdakwa sebagaimana yang dirinya alami saat ini.“Sejak awal saya ditempatkan sebagai terperiksa dalam perkara ini, beragam tuduhan telah disebarluaskan di media dan masyarakat, seolah saya adalah penjahat terbesar sepanjang sejarah manusia,” tuturnya.Meski demikian, ia meyakini akan mendapat keadilan dalam persidangan melalui kebijaksanaan majelis hakim dalam putusannya. Nota pembelaannya yang saat ini berjudul \"Setitik Harapan dalam Ruang Sesak Pengadilan\".“Putusan yang akan menentukan nasib perjalanan kehidupan saya, istri, anak-anak, dan keluarga kami,” kata Ferdy Sambo.Ferdy Sambo merupakan satu dari lima terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Ia dituntut pidana penjara seumur hidup oleh jaksa penuntut umum.Adapun empat terdakwa lainnya adalah Kuat Ma’ruf yang dituntut pidana penjara selama 8 tahun, Ricky Rizal yang dituntut pidana penjara 8 tahun, Putri Candrawathi (8 tahun), dan Richard Eliezer (12 tahun).Kelima terdakwa ini didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(sof/ANTARA)

Lima Misi Penting KUHP yang Baru Dipaparkan Kemenkumham

Jakarta, FNN - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI memaparkan lima misi penting yang diusung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang disahkan pemerintah dan DPR RI pada 6 Desember 2022.\"Pertama, dekolonialisasi. Dekolonialisasi diterjemahkan sebagai upaya untuk menghilangkan nuansa-nuansa kolonial yang ada di dalam KUHP lama,\" kata Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.Hal tersebut disampaikan Wamenkumham dalam kegiatan sosialisasi KUHP bertajuk \"Kenduri KUHP Nasional\" yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) di Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah.Hal itu, sambung dia, setidaknya dapat ditemui dalam buku kesatu KUHP nasional yang baru saja disahkan yang tidak hanya berorientasi pada kepastian semata, tetapi juga pada keadilan dan manfaatnya.Prof. Eddy, sapaan akrabnya, mengatakan saat hukum positif bertentangan dengan keadilan maka yang harus diutamakan adalah keadilan.\"Dekolonialisasi lain yang kita lihat dari KUHP yang baru itu juga ada kebaharuan dalam pidana dan pemidanaan yang mana meskipun pidana penjara merupakan pidana pokok, tapi bukan yang utama,\" jelas dia.Kedua, misi KUHP yang baru adalah demokratisasi. Oleh karena itu, KUHP baru sama sekali tidak bertentangan dengan demokrasi. Selain itu, KUHP baru juga tidak mengekang kebebasan berekspresi dan berpendapat masyarakat.Hal itu dikarenakan rumusan pasal tindak pidana dalam KUHP sesuai konstitusi dan pertimbangan hukum dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas pengujian pasal-pasal KUHP terkait.Misi KUHP selanjutnya ialah konsolidasi penyusunan kembali ketentuan pidana dari KUHP lama dan sebagian Undang-Undang Pidana di luar KUHP secara menyeluruh dengan rekodifikasi.Ia menyebutkan misi keempat KUHP ialah harmonisasi. Diketahui bersama, banyak undang-undang sektoral yang jumlahnya sekitar 200 lebih yang diharmonisasikan dengan KUHP baru.\"Yang kelima misi KUHP itu adalah modernisasi,\" ujar dia.Hal tersebut menegaskan modernisasi tidak terlepas dari paradigma hukum pidana modern yang tidak lagi berorientasi hukum sebagai pembalasan. Sedangkan KUHP yang baru mengedepankan keadilan.(sof/ANTARA)

Kuat Ma'ruf Menegaskan bahwa Dia Tak Tahu Yosua akan Dibunuh pada 8 Juli 2022

Jakarta, FNN - Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Kuat Ma’ruf, menegaskan dirinya tidak tahu bahwa Yosua akan dibunuh pada 8 Juli 2022.\"Saya harus tegaskan bahwa saya tidak pernah mengetahui apa yang akan terjadi kepada almarhum Yosua pada tanggal 8 Juli 2022,\" kata Kuat Ma’ruf ketika membacakan pleidoi atau pembelaan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa.Kuat Ma’ruf mengaku bingung dan tidak paham atas dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU) kepada dirinya yang didakwa turut serta dalam pembunuhan berencana terhadap Yosua.\"Tetapi dimulai dari proses penyidikan, saya seakan-akan dianggap dan bahkan dituduh mengetahui perencanaan pembunuhan terhadap almarhum,\" tutur Kuat Ma’ruf.Sejumlah tuduhan yang Kuat Ma’ruf sebutkan adalah anggapan para penyidik bahwa Kuat menyiapkan pisau dari Magelang, Jawa Tengah, serta tuduhan membawa pisau tersebut ke rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan Yosua.\"Padahal di dalam persidangan sangat jelas terbukti saya tidak pernah membawa tas atau pisau, yang didukung keterangan dari para saksi dan hasil video rekaman yang ditampilkan,\" katanya.Kuat juga menyanggah tuduhan dirinya bersekongkol dengan terdakwa Ferdy Sambo. Berdasarkan hasil persidangan, jelas Kuat, tidak ada satu pun saksi, video rekaman, atau bukti lainnya yang menyatakan bahwa dirinya bertemu dengan Ferdy Sambo di Saguling, Jakarta Selatan.Dia juga menyanggah tuduhan dianggap ikut merencanakan pembunuhan terhadap Yosua karena Kuat menutup pintu dan menyalakan lampu. Dia menegaskan tindakan tersebut sudah menjadi rutinitas dirinya sebagai asisten rumah tangga.\"Jadi, kapan saya ikut merencanakan pembunuhan kepada almarhum Yosua?\" tambahnya.Oleh karena itu, ia meminta kepada majelis hakim untuk berlaku dengan adil dalam memutus perkara itu.\"Karena yang saya pahami, majelis hakim yang mulia adalah wakil Tuhan di dunia ini dalam memutuskan perkara yang akan memengaruhi hidup seseorang,\" katanya.Dalam persidangan sebelumnya, jaksa penuntut umum menyatakan terdakwa Kuat Ma\'ruf terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.Dengan demikian, jaksa menuntut terdakwa Kuat Ma’ruf hukuman pidana penjara delapan tahun.Kuat Ma’ruf merupakan satu dari lima terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.Empat terdakwa lainnya adalah Ricky Rizal yang dituntut pidana penjara selama delapan tahun, Ferdy Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup, Putri Candrawathi dituntut pidana penjara delapan tahun, serta Richard Eliezer dituntut pidana penjara 12 tahun.(ida/ANTARA)

Kebakaran Masjid di Garut Akibat Ulah ODGJ

Garut, FNN - Kepala Kepolisian Resor Garut AKBP Rio Wahyu Anggoro menyatakan kebakaran masjid di Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, akibat perbuatan orang dengan gangguan jiwa dan saat ini pelaku sudah kembali menjalani perawatan di rumah sakit jiwa.\"ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) betul, sudah tiga kali masuk rumah sakit jiwa, obatnya kayaknya habis itu,\" kata Rio dihubungi melalui telepon seluler di Garut, Senin.Ia menuturkan ODGJ tersebut melakukan aksi membakar di dalam masjid di Desa Lembang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Minggu (22/1) malam, hingga mengakibatkan bangunan masjid sampai pada bagian atapnya terbakar.\"Membakar di dalam (masjid) akhirnya terbakar, di atasnya terbakar, kita melakukan tindakan, kita amankan dia,\" katanya.Pihaknya kemudian mencari informasi terkait kondisi pelaku hingga diketahui ada riwayat gangguan jiwa.Kondisi orang itu, kata Kapolres, diperkuat dengan adanya riwayat pernah tiga kali masuk rumah sakit jiwa, kemudian dikuatkan juga oleh masyarakat bahwa pelaku menderita gangguan jiwa.\"Ternyata punya rekam medis tiga kali rumah sakit jiwa, kita antarkan ke rumah sakit jiwa,\" katanya.Kapolres menyampaikan dari hasil pemeriksaan, pelaku mengaku di dalam masjid kedinginan, kemudian mencoba menghangatkan badan dengan cara membakar sesuatu.\"Dia bilang kedinginan dalam masjid,\" katanya.Kapolres menegaskan aksi bakar di dalam masjid itu murni karena perbuatan ODGJ, tidak ada unsur kesengajaan lainnya.Selanjutnya jajaran kepolisian bersama unsur pemerintah dan masyarakat membersihkan material bangunan masjid untuk segera diperbaiki kembali agar bisa digunakan untuk aktivitas beribadah seperti biasa.\"Saya bersama anggota, tiga pilar, membersihkan masjid lalu kita benahi, kita rehab lagi agar cepat digunakan kembali,\" katanya.(sof/ANTARA)