OPINI
Di Antara Capres, Mana Yang Lebih NU?
Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa MAYORITAS pemilih Indonesia itu warga NU. Maka, warga NU jadi rebutan. Itulah demokrasi. Dimana pemilih mayoritas paling mendapat perhatian. Warga NU adalah hidangan politik yang paling banyak diminati. Capres yang salah bicara tentang NU, akan fatal. Pokoknya, gak bakal jadi. Ini ilmu titen, kata orang Jawa. Setiap pilpres, para kandidat capres mendekati NU dan warganya. Malah pura-pura jadi NU. Padahal, gak ada rekam jejak sebagai warga atau aktifis NU. Nah, mari kita bongkar siapa diantara capres yang NU, atau lebih dekat dengan amalan NU. Tentu saja menggunakan kaca mata dan standar NU. Jangan bilang ini sektarian ya. Ini semata-mata untuk analisis pilpres 2024. Ada empat tokoh yang berpeluang nyapres. Meskipun, kemungkinannya hanya tiga yang maju. Nama-nama tokoh itu adalah Anies Baswedan, Puan Maharani, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Nama Anies disebut yang pertama, karena sudah mengantongi tiket. Tiga partai: Nasdem, PKS dan Demokrat sudah tanda tangan pencapresan Anies. 99,9 persen akan maju. Nama Puan Maharani disebut dalam urutan kedua, karena PDIP yang kemungkinan akan mengusung Puan Maharani, punya tiket. Meski tidak ada partai lain yang ikut bergabung. PDIP bisa usung capres sendiri. Pilpres kali ini bisa menjadi sekali-kalinya kesempatan Puan Maharani nyapres. Minimal jadi cawapres. Prabowo di urutan ketiga. Peluang Prabowo cukup besar untuk nyapres. Asal mau gandeng Muhaimin Iskandar (Cak Imin) atau Airlangga Hartarto dari Golkar, Prabowo bisa maju. Terakhir Ganjar Pranowo. Meski punya elektabilitas dalam tiga besar, tapi Ganjar berada di persimpangan. Satu sisi kader PDIP, di sisi lain PDIP nampaknya enggan capreskan Ganjar. Bumerang jika Ganjar berani menerima pencapresan dari koalisi partai lain. Ibarat kendaraan, akan mogok dan kehabisan bensin. Kenapa PDIP cenderung enggan usung Ganjar? Ya, banyak alasan rasional. Ganjar dianggap mbalelo, mengancam posisi Puan, dan aelektabilitasnya bubble. Seperti gelembung dan mudah kempes. Di masa kampanye, para kandidat akan berhadap-hadapan secara terbuka terkait integritas, kapasitas dan rekam jejaknya. Termasuk kemampuan bernarasi dan menyampaikan gagasan. Apalagi saat debat, semuanya akan terlihat dan dibaca publik. Ganjar sangat lemah di sisi ini. Tapi apapun itu, empat kandidat, semuanya punya peluang untuk maju. Kita lihat saja nanti, siapa dari emoat kandidat yang akan tereliminasi. Dari empat kandudat ini, siapa yang terlihat lebih NU? Nah, mari kita analisa menggunakan standar NU. Sekali lagi, standar NU. Wong NU itu shalat dan ngaji. Karena NU itu identik dengan santri. Bukan abangan atau priyayi. Siapa diantara kandidat itu yang santri? Setidaknya rajin shalat lima waktu, kenal masjid dan suka ke majlis ta\'lim. Kalau pakai peci, sarung dan surban pantes lah. Bahasa klasiknya, kewes. Karena sudah terbiasa. NU dikenal dengan tradisi tahlilan, shalawatan dan ziarah kubur. Kira-kira, dari empat kandidat itu, siapa yang bisa tahlil, shalawatnya fasih dan suka ziarah kubur. Apakah Anies Baswedan, Puan, Prabowo atau Ganjar? Seringkali, di masa kampanye umumnya para kandidat pura-pura NU. Padahal tidak shalat, tidak kenal majlis ta\'lim, gak hafal tahlil, bahkan baca shalawat saja belepotan. Ya, namanya juga politik. Panggung publik akan selalu dipenuhi oleh atraksi kepura-puraan semacam ini. Pura-pura NU, tapi hakekatnya bukan NU. Terakhir, siapa diantara para kandidat itu yang punya rekam jejak peduli kepada NU. Memperlakukan warga NU secara proporsional sebagai penduduk mayoritas. Kebetulan empat kandidat punya atau pernah menjabat. Sebagai gubernur, menteri dan ketua DPR. Ya, anda warga NU harus tanya ke masing-masing pimpinan dan pengurus NU. Juga warga NU. Siapa diantara mereka yang peduli NU. Supaya tidak salah pilih. Peduli NU, bukan berarti tidak peduli bangsa loh. Justru NU itu ikut berjuang dan konsisten mewarnai perjalanan sejarah bangsa ini. Investasi dan kontribusinya jangan diragukan. Hanya saja, sering diapusi (ditipu) oleh para begundal politik. Suruh jauhin ini, waspadai itu, diprivokasi sana sini, ujung-ujungnya hanya ketemu para penipu. Sebagian rakyat, termasuk warga NU, memilih bungkus, bukan isinya. Bungkusnya rokok Jie Sam Soe, isinya rokok klintingan. Bungkusnya NU, tapi amaliahnya babar blas (sama sekali) bukan NU. Perhatiannya kepada NU hanya saat pemilu. Itu pun pura-pura. Nah, banyak yang ketipu. Cara yang paling instan dilakukan para kandidat itu pilih cawapres dari NU. Supaya dianggap peduli kepada NU. Ini hanya vote getter, supaya dapat suara dari NU. Setelah pemilu selesai, gak butuh suara lagi, cawapres dari NU diparkir. Gak dikasih peran. Karena digandeng hanya untuk mendapatkan suara dari warga NU. Tapi, ini seringkali tidak disadari. Kata kiai NU, waspadalah...waspadalah.. warga NU seringkali hanya dijadikan kendaraan belaka. Mau dibuat transaksi apapun, gak akan dipenuhi. Komitmen itu hanya bisa diukur dari rekam jejak. Nah, anda, khususnya warga NU, saya juga warga dan aktifis NU, perlu lebih sadar siapa diantara kandidat capres itu yang lebih dekat dan menghargai NU. Anies Baswedan, Puan Maharani, Prabowo Subianto atau Ganjar Pranowo. Waspadai operasi intelijen yang terus bekerja mengarahkan ke kandidat tertentu, dan kerja masif para buzzer untuk memukul kandidat lainnya. Warga NU mesti bersikap obyektif, agar tidak tertipu dan tertipu lagi. Los Angeles, California USA, 3 April 2023.
DPR Menjadi Anak Durhaka
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih SEJAUH ini, Indonesia dianggap surga penyelewengan uang pajak dan pencucian uang . Karena penegakan hukum, iklim politik sangat lemah. Mafia keuangan merambah semua lini lembaga negara. Tercatat dan terdeteksi dalam laporan PPATK sejak 2009 sampai 2023 ditutup kabut kegelapan. Semua pihak terdiam. Presiden, DPR, Aparat Penegak Hukum (APH) dan kementerian keuangan seperti lumpuh tak berdaya. Sesuai perintah pasal 47 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. PPATK secara berkala, setiap enam bulan, menyampaikan laporan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. PPATK sejak 2009 sampai 2023 memberikan 300 laporan. 200 untuk kementerian keuangan dan 100 untuk APH: KPK, Kejaksaan, atau Kepolisian. Sudah memberi tahu ada lampu merah penyimpanan di bidang pajak dan pencucian uang, dianggap sepi ketika para mafia dengan leluasa terus merampok uang negara Presiden, DPR, Aparat Penegak Hukum (APH), kementerian keuangan, semua mentulikan diri, diam, membisu, menutup mata. Angka Rp349 triliun memang fantastis hanya terkait di kementerian keuangan. Belum termasuk di kementerian-kementerian lainnya atau kejahatan-kejahatan lainnya seperti narkoba, judi, dan lainnya, yang nilainya juga sangat mengerikan. Ketika Menkopolhukam Mahfud MD membongkar transaksi keuangan mencurigakan Rp349 triliun, melibatkan 491 pegawai kementerian keuangan. Baru semua pura pura, termangu, terkejut dan terkaget-kaget. Temuan penyimpangan pajak dan pencucian uang di kementerian keuangan, mengkeu Sri Mulyani selalu ber-apologi sudah menindaklanjuti semua laporan PPATK, dengan memberi hukuman disiplin atau memberhentikan, bagi mereka yang nyata-nyata terbukti melakukan tindak pidana. Betapa hancurnya negeri ini, penjahat koruptor hanya dihukum disiplin dan diberhentikan. Sedangkan yang di dalam institusi masih terus bisa melanjutkan kejahatannya. Sangat terasa sebagian anggota DPR sudah masuk angin, terkena serbuan macam macam mafia, kondisinya sudah para tahap acut, kronis, diduga kuat sudah bersenyawa dengan kehidupan DPR.. Selama ini merasa aman dan terdiam, sekalipun setiap enam bulan Presiden dan DPR sudah menerima laporan PPATK, atas adanya penyelewengan uang ajak dan pencucian uang. Prof Sri Edy Swasono, mengatakan bahwa \"DPR sudah dalam kondisi memaksa untuk segera dibubarkan\". Apalagi peran fungsinya bukan lagi wakil rakyat tetapi wakil Ketua Umum partai. Peran fungsinya bukan lagi mengawasi kinerja eksekutif justru saat ini diawasi oleh Menkopolhukam. Mendapatkan umpan pengawasan kasus pajak dan pencucian uang dari Mahfud MD, reaksi DPR gagap, panik, nanar dan salah tingkah. Kasus seperti ini mestinya anggota DPR sigap bersinergi menyatukan kekuatan untuk melawan mafia pajak justru terkesan sebagai bagian dari mafia berahir lingkung, apologi dan menyembunyikan muka rasa malunya bagian dari mafia. DPR sepatutnya merespon tindakan cepat terhadap dugaan mega skandal ini, sikap cepat tanggap terhadap pemberantasan korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang sudah mendarah daging sampai ke tulang sumsum eksekutif, legislatif dan yudikatif. Keadaan bertambah parah. Separah apapun korupsi APBN, Pajak dan pencucian uang belum seberapa di bandingkan dengan jumlah “Perampokan” sumber daya alam bangsa kita.. Ribuan triliun setiap tahunnya. Dan pelaku utamanya adalah kekuatan asing yang berkolaborasi dengan internal para pejabat negara. Tragis DPR yang memiliki fungsi pengawasan, saat ini harus di awasi, DPR telah metamorfosa menjadi anak durhaka. ****
Penegak Hukum Wajib Periksa Pejabat Kemenkeu Karena Diduga Lindungi TPPU
Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) PPATK mempunyai tugas pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Untuk itu, PPATK melakukan analisis dan pemeriksaan atas transaksi keuangan mencurigakan, dan dugaan tindak pidana pencucian uang. Laporan Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) PPATK diberikan kepada berbagai instansi pemerintah yang bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan dugaan pencucian uang lebih lanjut. Laporan PPATK antara lain diberikan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal. PPATK sudah menyerahkan sebanyak 200 laporan (LHA dan LHP) kepada kementerian keuangan sejak 2009 hingga 2023. Perlu diwaspadai, laporan PPATK tersebut diduga disalahgunakan oleh oknum di kementerian keuangan. Indikasinya sebagai berikut. Pertama, terkait kepabeanan dan DJBC. Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, mengatakan sudah memberi laporan kepada DJBC terkait dugaan tindak pidana pencucian uang senilai Rp180 triliun yang dilakukan oleh satu (group) perusahaan terkait impor emas batangan periode 2014-2016. Laporan diserahkan kepada DJBC pada 2017. Laporan PPATK ini sepertinya bocor. Perusahaan tersebut sepertinya tahu bahwa namanya masuk dalam laporan PPATK, dan mengubah pola impor selanjutnya, dengan menggunakan nama perusahaan lain. Impor emas batangan yang diduga bermasalah tersebut terjadi selama periode 2017-2019, senilai Rp189 triliun. Transaksi ini juga terdeteksi oleh PPATK, dan sudah dilaporkan kepada DJBC pada 2020. Tetapi, tampaknya tidak ada tindak lanjut. https://amp.kompas.com/nasional/read/2023/03/29/23052501/soal-dugaan-pencucian-uang-impor-emas-rp-189-triliun-di-bea-cukai-ppatk Kedua, terkait perpajakan dan DJP. Menurut PPATK ada 491 pegawai pajak kementerian keuangan diduga terlibat pencucian uang, dan sudah masuk dalam laporan PPATK. Tetapi sejauh ini tidak ada yang dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana pajak (pidana asal) atau tindak pidana pencucian uang. Laporan PPATK tampaknya menjadi radar peringatan di kementerian keuangan, untuk mengetahui siapa saja yang masuk laporan PPATK. Kalau perlu dirotasi atau diberi hukuman disiplin, hingga diberhentikan. Dengan alasan menegakkan disiplin pegawai. Meskipun yang bersangkutan terindikasi, bahkan terbukti, melakukan tindak pidana suap atau gratifikasi. Sehingga dapat disimpulkan, kementerian keuangan sepertinya tidak melakukan fungsinya sebagai penyidik tindak pidana asal. Tetapi kerap menggunakan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Meskipun untuk dugaan tindak pidana. Contohnya kasus Denok Taviperiana dan Totok Hendriyatno. Keduanya masuk dalam laporan PPATK, diduga terlibat tindak pidana pencucian uang. Menurut pemeriksaan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, keduanya terbukti menerima suap dari wajib pajak sebesar Rp500 juta. Tetapi mereka hanya dihukum disiplin, dan diberhentikan pada 2012. Meskipun sudah bukan lagi berstatus pegawai pajak kementerian keuangan, keduanya, Denok dan Totok, akhirnya ditangkap polisi pada 2013, dengan tuduhan menerima suap (sewaktu masih menjadi pegawai pajak). https://news.detik.com/berita/d-2392349/eks-pegawai-pajak-yang-ditangkap-polri-adalah-denok-dan-totok Nama Rafael Alun Trisambodo, yang baru saja menjadi tersangka KPK, dan Angin Prayitno Ajie, yang sudah divonis 9 tahun penjara dan sedang menunggu proses hukum atas tuduhan tindak pidana pencucian uang, sudah sejak lama ada di dalam laporan PPATK. Keduanya diduga terlibat transaksi keuangan mencurigakan dan tindak pidana pencucian uang. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, kementerian keuangan patut diduga memberi perlindungan kepada para pegawainya yang disebut dalam laporan PPATK. Dengan cara memberi hukuman disiplin hingga memberhentikan, apabila diperlukan. Oleh karena itu, kementerian keuangan tidak boleh dan tidak berkompeten melakukan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana pencucian uang yang melibatkan 491 nama pegawainya. Aparat Penegak Hukum wajib mengambil alih kasus tersebut, dan sekaligus melakukan penyidikan terhadap para pejabat tinggi kementerian keuangan apakah ada kesengajaan untuk menutupi dan melindungi tindak pidana korupsi atau pencucian uang oleh pegawai kementerian keuangan. (*)
Semua Elit Bungkam, Indonesia Darurat Korupsi dan TPPU
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) TINDAK pidana pencucian uang merupakan kejahatan luar biasa. Sejauh ini, Indonesia dianggap surga pencucian uang kotor. Mungkin karena penegakan hukum dan iklim politik sangat lemah, karena sudah dikuasai para mafia. Buktinya, laporan PPATK sejak 2009 sampai 2023 tidak dianggap. Semua pihak terdiam. Presiden, DPR, Aparat Penegak Hukum (APH) dan kementerian keuangan tidak terdengar suaranya. Padahal PPATK secara berkala, setiap enam bulan, wajib menyampaikan laporan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Sesuai perintah pasal 47 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Laporan PPATK juga disampaikan kepada kementerian keuangan dan Aparat Penegak Hukum (APH). Total ada 300 laporan. 200 untuk kementerian keuangan dan 100 untuk APH: KPK, Kejaksaan, atau Kepolisian. Semua laporan PPATK tersebut nampaknya terpendam. Tidak ada tindak lanjut yang berarti. Tidak terdengar ada pidana pencucian uang dibongkar kementerian keuangan, dan pelakunya dihukum pidana. Padahal jumlahnya sangat fantastis, Rp349 triliun. Itu hanya terkait di kementerian keuangan. Belum termasuk di kementerian-kementerian lainnya atau kejahatan-kejahatan lainnya seperti narkoba, judi, dan lainnya, yang nilainya juga sangat fantastis. Semua bungkam, sampai Mahfud MD membongkar transaksi keuangan mencurigakan Rp349 triliun, melibatkan 491 pegawai kementerian keuangan. Baru semuanya seperti terkaget-kaget. Kementerian keuangan juga seperti kaget. Ngakunya tidak tahu apa-apa. Padahal sudah banyak pegawai kementerian keuangan ditangkap aparat penegak hukum terkait kasus penyuapan pajak dan gratifikasi. Banyak nama pegawai kementerian keuangan yang tertangkap sudah masuk dalam laporan PPATK. Mereka diduga melakukan transaksi keuangan mencurigakan dan pencucian uang. Dua pegawai kementerian keuangan, Denok Taviperiana dan Totok Hendriyatno, juga masuk laporan PPATK. Diperiksa Kepolisian tahun 2007. Tapi lolos. Kemudian diperiksa Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Keduanya dinyatakan bersalah, terbukti menerima suap Rp500 juta dari wajib pajak. Tetapi, apa yang terjadi? Keduanya diberhentikan tahun 2012, dengan alasan penegakan peraturan disiplin PNS. Kok bisa? Padahal keduanya terbukti melakukan tindak pidana! Denok Taviperiana dan Totok Hendriyatno kemudian ditangkap polisi pada 2013. https://news.detik.com/berita/d-2392349/eks-pegawai-pajak-yang-ditangkap-polri-adalah-denok-dan-totok Patut diduga, pemecatan koruptor kementerian keuangan justru untuk menyelamatkan yang bersangkutan dan institusi kementerian keuangan agar tidak merembet ke pegawai lainnya? Mungkin ini yang dimaksud Sri Mulyani, sudah menindaklanjuti semua laporan PPATK, dengan memberi hukuman disiplin atau memberhentikan, bagi mereka yang nyata-nyata terbukti melakukan tindak pidana. Betapa hancurnya negeri ini, penjahat koruptor hanya dihukum disiplin dan diberhentikan. Sedangkan yang di dalam institusi masih terus bisa melanjutkan kejahatannya? DPR awalnya juga bungkam, sampai terjadi polemik antara PPATK dan Kemenko Polhukam disatu sisi dan kementerian keuangan di lain sisi. Reaksi DPR seperti panik dan terkesan “menghujat” Mahfud. Katanya, jangan buat gaduh. Jangan buka aib sesama lembaga. Bahkan mengingatkan, tapi terdengar seperti mengancam, siapa yang buka informasi PPATK bisa dipidana. Presiden juga tidak terdengar suaranya, sampai Mahfud dipanggil DPR. Kenapa semuanya terdiam? Bukankah presiden dan DPR sudah menerima laporan PPATK setiap enam bulan? Petinggi Partai Politik juga bungkam. Seolah-olah dugaan pencucian uang Rp349 triliun bukan masalah penting. Padahal kejahatan ini berdampak sangat buruk. Rasio penerimaan negara (dari pajak dan bea cukai) turun, angka kemiskinan naik. Bukan saja DPR, Presiden, kementerian keuangan, APH, dan petinggi Partai Politik yang terdiam. Para calon pemimpin bangsa di masa depan juga terdiam. Para calon presiden dan wakil presiden seperti tidak peka terhadap dugaan pencucian uang yang sangat merusak ini. Mereka sepatutnya memberi pernyataan sikap terhadap dugaan mega skandal ini, pernyataan sikap terhadap pemberantasan korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang sudah mendarah daging sampai ke tulang sumsum eksekutif, legislatif dan yudikatif. Apakah sikap diam para calon pemimpin bangsa di masa depan tersebut dapat diartikan, korupsi masih akan merajalela, dan Indonesia masih akan menjadi surga bagi para penjahat pencucian uang? Betapa malangnya Indonesia! Bravo kepada Mahfud yang sudah bersuara lantang untuk menegakkan hukum dan keadilan. Kebenaran akan menang. (*)
Tetap Mewaspadai Ancaman Komunis
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan ADA yang menyatakan kita tidak perlu takut pada komunisme karena komunis itu sudah tidak ada. China saja kini sudah menjalankan kapitalisme, begitu dalihnya. Di Indonesia pun PKI dan penyebaran faham komunisme telah dilarang sebagaimana dituangkan dalam Ketetapan MPRS No XXV/MPRS/1966. Bahkan ada UU No 27 tahun 1999 yang memasukkan sanksi ke dalam KUHP berkenaan dengan penyebaran faham komunisme. PKI secara institusi memang benar sudah dibubarkan oleh Ketetapan MPRS akan tetapi itu tidak menjadi jaminan bahwa ideologi komunis telah hilang. China yang kapitalis dalam praktek ekonomi tetap mencita-citakan komunisme. Pemerintahannya dikendalikan oleh Partai Komunis China. Di Indonesia ada yang bangga menjadi anak PKI dan meyakini hanya Nasakom yang mampu menyelesaikan masalah bangsa. Penyusupan dan mempengaruhi pengambil keputusan politik adalah khas komunis. Bisikan maut PKI menyebabkan Soekarno membubarkan Masyumi. Isu Dewan Jenderal yang akan mengkudeta dilempar agar Presiden lunak menyikapi Gerakan 30 September. Fitnah pada umat Islam dan Angkatan Bersenjata menjadi jalan untuk memperkuat kedudukan di lingkar kekuasaan. Kini aktivis yang berada di partai politik dan mengambil posisi strategis di Kementrian serta memanfaatkan kebijakan untuk boleh menjadi anggota TNI adalah ruang gerak yang semakin luas dan terbuka. Kesenjangan antara hidup mewah kaum borjuasi dan pemiskinan rakyat menjadi atmosfir yang bagus bagi gerak dan penyusupan komunis. Konflik dibangun sebagai implementasi dari pola adu domba dan pecah belah. Aneh di rezim ini ada mubaligh yang dilarang dan diusir-usir. Keputusan Presiden No 17 tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu menjadi sorotan serius setelah bulan Januari 2023 Presiden Jokowi mengumumkan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dengan urutan pertama adalah peristiwa tahun 1965-1966. Secara tersirat tertuduh adalah Angkatan Bersenjata. Tersirat pula umat Islam. Lalu pengakuan Presiden Jokowi tersirat adanya permohonan maaf. pada PKI dan lainnya. Memang PKI dan komunis biasa bermain di ranah tersirat bukan tersurat atau dengan kata lain bersembunyi dibalik kebijakan kekuasaan. Bentuk pengakuan atau permohonan maaf itu tertuang atau terimplementasi dalam Keppres No 4 tahun 2023 dan Inpres No 2 tahun 2023. Melalui Inpres No 2 tahun 2023 berbagai fasilitas di hampir seluruh Kementrian harus diberikan kepada korban, ahli waris atau korban terdampak. Luar biasa, aneh sekali PKI yang bersalah justru mereka yang disantuni total. Anggaran pun harus disiapkan Menkeu bahkan Kepala Daerah. Ini adalah kebijakan berbahaya yang diselundupkan melalui Keputusan Presiden dan Instruksi Presiden. Keppres No 17 tahun 2022 menjadi induk dari kekacauan hukum dan politik itu. Penyelesaian non yudisial menurut Keppres No 17 tahun 2022 jelas-jelas bertentangan dengan UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Pelanggaran Undang-Undang adalah wujud tindakan sewenang-wenang (a bus de droit) dari Presiden Jokowi. Di samping pelanggaran HAM berat yang diarahkan pada TNI atau ABRI juga umat Islam menjadi bulan-bulanan. Isu terorisme, radikalisme, intoleransi bahkan politik identitas terus diarahkan kepada entitas umat Islam. Ini merupakan tuduhan atau fitnah keji. Firehose of falsehood atau semburan fitnah biasa digunakan oleh rezim komunis. Maling yang teriak maling. Dari tempat persembunyian di ketiak kekuasaan, anasir PKI atau komunis berteriak menuduh umat Islam dengan berbagai fitnah. Menutupi dirinya yang sesungguhnya teroris, radikalis, intoleran dan menjalankan politik identitas. PKI memang sudah bubar akan tetapi gerakan tanpa bentuk patut diwaspadai. Mungkin di bawah rezim ini mereka sedang mencari bentuk. Bangsa Indonesia harus tetap waspada akan ancaman komunis. Partai Komunis China adalah musang yang mengendap-endap di balik semak-semak. Hutang, investasi dan agen-agen di dalam negeri menjadi tangan hegemoni dan aneksasi. Presiden Jokowi harus membuktikan patriotisme diri dengan berpidato agar rakyat dan bangsa Indonesia harus tetap mewaspadai bangkitnya PKI. Khususnya penyebaran faham komunisme. Jika diam saja, maka wajar jika rakyat menaruh curiga. Bandung, 4 April 2023
Jokowi Anak Durhaka
Oleh Smith Alhadar - Penasihat Institute for Democracy Education (IDe) SAYA bayangkan hari-hari ini Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri teronggok di rumah penuh penyesalan. Belum pernah kondisi mentalnya terganggu seperti sekarang ini. Mood-nya rusak. Tak ada lagi semangat hidupnya. Ia tak menyangka anak yang ia pungut dari pinggir jalan di Solo kini berlaku \"kurang ajar\" kepadanya. Dulu, Mega mengusung tukang mebel itu sebagai capres karena wajahnya menyerupai wong cilik. Ia tak menyangka Jokowi punya orientasi politik yang berbeda. Juga ideologinya. Ternyata dia kapitalis ambisius. Penyesalan Mega dipicu sikap permusuhan petugas partai itu. Lihat, sejak jauh hari Mega telah meminta Jokowi mempertimbangkan kembali posisi Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 yang pasti akan menggebrak seluruh rakyat. Pasalnya, timnas Israel akan berpartisipasi di dalamnya. Dengan begitu, bendera Israel akan dikibarkan dan lagu nasionalnya akan didendangkan di negeri ini. Padahal, Indonesia tak punya hubungan diplomatik dengan penjajah Palestina itu, sehingga atribut-atribut negara Zionis itu akan terlihat seperti mengejek tuan rumah. Lalu, ia merasa akan mengkhianati legacy politik ayahnya, Bung Karno, yang dua kali menolak Israel dalam event olahraga yang mempertemukan tim Indonesia dengan tim negara itu. Juga karena alasan konstitusi kita tak membenarkannya. Di pihak lain, ia tak ingin ajang bergengsi Piala Dunia itu gagal digelar di negeri ini. Apalagi, sebelumnya, rilis lembaga survei yang kredibel mengungkapkan bahwa lebih dari 70% koresponden menolak keikutsertaan timnas Israel dalam ajang ini. BIN juga telah memperingatkan akan ada demo besar bila timnas Israel ikut serta. Dus, Mega menawarkan beberapa opsi kepada Jokowi. Di antaranya, bendera Israel tak dikibarkan, lagu nasionalnya tak dinyanyikan, dan tak ada liputan serta penonton tiap kali timnas Israel bertanding. Tapi Jokowi tak menggubris. Mungkin karena ia telah dapat jaminan dukungan dari Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf yang memang dikenal dekat dengan Israel. Lagi pula, Jokowi secara keliru hendak menaikkan pamornya di pentas nasional maupun internasional bila ajang ini berhasil dilaksanakan tanpa diskriminasi terhadap Israel sebagaimana keinginan FIFA. Karena sikap meremehkan dirinya oleh Jokowi inilah yang mendorong Mega memerintahkan Gubernur Bali I Wayan Koster dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo untuk menolak pagelaran itu. Harapannya, PDI-P juga akan meraih simpati kaum Muslim yang tentunya berguna dalam konteks Pemilu mendatang. Namun, tampaknya ekspektasi itu tak tercapai. Bahkan, mungkin pemilih PDI-P merosot karena kasus ini. Sesal Mega pada Jokowi bertambah jadinya. Sebelumnya, Mega telah kecewa pada mantan walikota Solo ini karena tergiur pada gagasan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan untuk memperpanjang masa jabatannya. Lagi-lagi permintaan Mega agar wacana itu dihentikan, disepelekan Jokowi. Mega kesal bukan main karena ternyata Jokowi lebih mendengar Luhut daripada dirinya. Hal ini bisa dipahami lantaran Jokowi memang tidak berbagi ideologi dengan PDI-P. Wong cilik malah diperlakukan secara hina dengan melemparkan sembako dari jendela kaca mobil. Tujuannya bukan membantu mereka yang terpinggirkan, melainkan keperluan pencitraan. Sikap Jokowi memuja harta dan kekuasaan terlihat dari pembiarannya terhadap ambisi anak-anaknya mengumpulkan kekayaan dengan cara-cara yang tidak elegan. Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep yang masih ingusan tiba-tiba menjadi kaya raya setelah berkolusi dengan oligarki yang bermasalah. Jokowi juga secara tidak langsung memfasilitasi Gibran dan menantunya (Bobby Nasution) merebut kekuasaan di daerah. Kini Kaesang diplot menjadi calon Walikota Depok. Lebih daripada Soeharto, Jokowi ingin membangun dinasti politik. Mungkin hal ini tak terlalu merisaukan Mega, toh PDI-P yang mengusung mereka berkontestasi di Pilkot Solo dan Medan. Yang paling mengecewakan Mega hari ini adalah upaya Jokowi mengisolasi PDI-P, partai yang berjasa membawa Jokowi -- dgn kapasitas moral dan intelektual yang terbatas -- ke kursi presiden. Dua hari lalu, dengan sangat arogan ia menghimpun lima parpol (Golkar, Gerindra, PKB, PAN, PPP) untuk membangun koalisi besar. Nyaris pasti koalisi ini akan menjagokan Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketum Golkar Airlangga Hartarto sebagai pasangan bakal capres-cawapres. Dengan begitu -- kalau koalisi ini tidak berubah -- PDI-P dibiarkan sendirian setelah Koalisi Perubahan untuk Persatuan (Nasdem, Demokrat, PKS) terbentuk dengan Anies Baswedan sebagai bacapres. Memang PDI-P bisa mengusung capres sendirian tanpa perlu berkoalisi dengan parpol lain. Namun, peluang menangnya kecil kalau Puan Maharani adalah bacapresnya mengingat elektabilitasnya rendah. Ganjar Pranowo lebih menjanjikan. Tapi apakah PDI-P telah berdamai dengannya? Kalaupun Ganjar yang diusung, tanpa berkoalisi dengan partai lain propspek kemenangannya tetap kecil. Apalagi Ganjar kini dilihat sebagai musuh Jokowi setelah ia menolak timnas Israel. Sikap PDI-P terkait Israel inilah yg membuat Jokowi, yang merasa dipermakukan PDI-P, menantang Mega dengan membentuk koalisi besar tanpa Ganjar. Padahal, salah satu variabel penting yang menempatkan Ganjar di tiga besar bakal capres bersama Prabowo dan Anies adalah politik asosiasinya dengan figur Jokowi. Jokowi terpaksa meninggalkannya karena ia telah berubah menjadi Brutus sebagaimana Jokowi menjadi Brutus bagi Mega. Terlebih, elektabilitas Ganjar diprediksi merosot terkena getah Israel. Alhasil, posisi PDI-P kini tak menguntungkan. Partai itu juga tak dapat berharap dari coattail effect (efek ekor jas) Jokowi. Jokowi kini telah menjadi anak durhaka. Kesalahan Mega yang utama adalah kegagalannya melihat watak asli Jokowi. Padahal, watak itu telah diperlihatkan Jokowi dengan jelas pada 2014. Sebagaimana diketahui, setelah Prabowo membawanya dari Solo untuk bersaing dengan gubernur petahana DKI Jakarta Fauzi Bowo, Jokowi berjanji tak akan ikut Pilpres 2014 di mana Prabowo adalah salah satu capres. Nyatanya, Jokowi mengingkari janjinya itu. Kini giliran Mega merasakan pengkhianatan Jokowi. Mungkin ini merupakan tulah Prabowo. Pada 2009, Mega menandatangi Perjanjian Batutulis dengan Prabowo di mana ia berjanji akan mengusung Prabowo pada Pilpres 2014. Nyatanya ia ingkari dengan mengusung Jokowi. Bagaimanapun, masih tersedia jalan keluar bagi Mega. Di depan matanya ada Menko Polhukam Mahfud MD yang kini popularitasnya melejit sebagai efek dari pembongkaran mega skandal transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan. Bisa jadi juga pembongkaran kasus ini -- kalau memang ini inisiatifnya sendiri -- terkait ambisinya menjadi capres atau cawapres dalam pilpres menadatang. Kalau Mahfud berhasil membongkar kasus ini hingga tuntas yang memuaskan publik maka, dalam konteks pilpres, tidak ada figur bacapres yang lebih populer daripada Mahfud saat ini. Apalagi kalau nanti ia dipecat Jokowi dalam rencana reshuffle mendatang. Tapi kalau kasus megaskandal itu gagal dituntaskan, Mahfud akan kembali ke titik nol. Sebaliknya, kalau dituntaskan -- apalagi kalau usul Mahfud agar dibuat UU penyitaan harta koruptor terwujud -- bukan tidak mungkin orang-orang PDI-P juga akan terseret. Situasi politik tak menentu inilah yg membuat Mega teronggok di rumah. Mungkin ia tak mau percaya lagi pada siapa pun. Wajah dan penampilan sederhana seperti Jokowi memang sering mengecoh. Tangsel, 4 April 2023.
Jokowi Semakin Payah dan Goyah
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan Meskipun profilnya suka menghindar, mudah membelokkan masalah, tidak konsisten dan terkesan masa bodoh, akan tetapi Jokowi juga sering terlihat bingung dan tertekan. Sebagai gantungan seluruh Menteri dan kadang menggantungkan pada putusan oligarki, Jokowi tentu berat menghadapi masalah yang terus datang bertubi-tubi. Sementara mimpi sukses dari berbagai agenda belum juga terasa apalagi teraba. Pukulan berat saat ini adalah bobolnya benteng pertahanan keuangan. Menteri Keuangan sedang babak belur didera skandal di kementriannya. Kasus 349 Trilyun ternyata sulit diredam bahkan semakin membara akibat aksi diluar dugaan Menteri Jokowi sendiri Mahfud MD. Kasus bisa berlanjut ke Pansus DPR atau KPK. Kejagung juga potensial untuk turut bergerak. Dalam video sidang kabinet paripurna 30 Maret 2023 di Istana Negara dengan kondisi lemah Jokowi menyampaikan narasi memahami kekecewaan masyarakat kepada pemerintah khususnya dalam kasus pajak dan bea cukai. Dalam video tersebut terkesan Jokowi kecewa dan menyalahkan kinerja birokrasi bawahannya termasuk kepolisian dan aparat hukum lain. Ia mengingatkan perlunya berhati-hati. Jokowi wajar pusing karena ketika gonjang-ganjing kasus Sambo di instansi kepolisian belum tuntas ternyata sudah ada lagi kasus Rafael Alun Trisambodo yang berefek pada tuntutan kejelasan transaksi mencurigakan 349 Trilyun. Belum lagi ada tanda penyelesaian masalah ini di DPR, sepakbola sudah mendera. FIFA mencabut status tuan rumah Indonesia untuk piala dunia U-20. Benturan internal pun mulai nampak, Erick Thohir yang mewakili suara Istana menunjuk Gubernur Bali Wayan Koster dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo sebagai penyebab kegagalan, bahkan kepada sikap PDIP yang juga telah terang-terangan menolak. Tentu PDIP tidak akan mau disalahkan, nama Bung Karno dilibatkan. Ketika Sri Mulyani semakin kusut maka andalan Jokowi tinggal Luhut dan Luhut ternyata sedang kalang kabut. Ia sewot pada orang di luar pemerintahan yang banyak omong. Dibalas oleh orang di luar pemerintahan bahwa rakyat kesal pada orang dalam pemerintahan yang gemar omong kosong dan nyolong. Entah Luhut masuk klaster omong kosong dan nyolong atau tidak. Luhut sendiri gagal mendatangkan banyak penanam modal di Indonesia. Tidak ada progres dari kerja Menko Luhut selain keterkaitan atau ketergantungan pada China. Akibatnya Luhut pun diberi predikat sebagai duta China. Benteng pertahanan Luhut bagi Jokowi mulai rapuh. Memang ia tidak becus. Masyarakat bukan hanya kecewa pada kinerja kementrian dan aparat penegak hukum saja, tetapi juga pada ketidakmampuan Jokowi dalam mengemban amanah sebagai penyelenggara negara. Apa yang dikeluhkannya itu adalah kondisi obyektif yang terjadi pada dirinya sendiri. Rakyat kecewa pada Presiden. Komentar yang muncul adalah apakah kekecewaan Jokowi pada sidang kabinet itu merupakan sinyal bahwa ia akan segera mengundurkan diri? Narasi dan ekspresinya sudah pas untuk pidato pengunduran diri. Masa kepemimpinan Jokowi nampaknya mulai hitung mundur. Banyak fakta yang muncul tiba-tiba menjadi cerita. Itu bukan disain oposisi apalagi para Menteri. Ada kekuatan Ilahi yang sedang menunjukkan bukti. Sikap jumawa, zalim dan sok kuasa pasti berbatas waktu. Hukuman akan lebih cepat dan dahsyat daripada waktu dan pekerjaan untuk melakukan banyak rekayasa. Jokowi semakin goyah, berjalan tidak ajeg karena mabuk oleh suntikan janji investasi yang tidak datang-datang, pelanggaran HAM berat di perjalanan, hutang luar negeri yang menenggelamkan, serta kebocoran yang terjadi di berbagai kementrian. Bukan saja goyah karena gagal mensukseskan program tetapi juga terancam berbagai tuntutan kelak saat ia tidak berkuasa lagi. Mundur sekarang lebih baik karena masih ada harapan rakyat untuk memaafkan. Jika mundur karena periode habis apalagi dimundurkan maka ancaman sanksi penghukuman bisa terjadi. Jokowi payah yang semakin goyah. Untuk mundur bagusnya tidak harus menunggu nasehat atau bisikan paranormal. Berbasis pada kalkulasi normal saja. Adapun pernyataan mundur cukup di atas meterai 10.O00 rupiah. Bandung, 3 April 2023
Reposisi Kabin dan Keamanan Nasional
Oleh Mochamad Chabibi - Mahasiswa Magister Intelijen Universitas Indonesia KONDISI situasi Kamnas RI tidak sedang baik-baik saja. Terlihat semakin marak gerakan OPM di Papua melakukan teror dan belum bebasnya Pilot Susi Air berkebangsaan Selandia Baru. Penyanderaan WNA bila berlarut-larut akan melumpuhkan kredibilitas RI di mata internasioanal. Selain itu 2 kali kebakaran aset fasilitas minyak Pertamina di Jakarta (Plumpang dan Dumai) menjadi warning bagi keamanan nasional. Apakah dua kejadian itu hanya insiden? Atau by setting? Konflik global yang kian meruncing membuat segala hal dapat terjadi untuk melemahkan pihak lawan dengan cara mengancurkan aset musuh di luar negaranya sekalipun atau di negara yang punya aliansi dengan musuh. Kunci dari keamanan adalah informasi intelijen dan pendekatan ke kelompok penantang (penggalangan) dengan baik. Perlu pembenahan serius dalam kepemimpinan BIN sebagai kordinator intelijen negara yang sempat dialihkan Presiden ke Kemenhan meski juga belum terlihat jelas hasilnya. Tatkala mengingat BIN saat ini malah yang muncul adalah kejayaan BIN dan olahraga nasional membina para atlit bahkan memiliki klub voli. BIN juga terlibat aktif dalam pembangunan infrastruktur seperti asrama mahasiswa dan terakhir Papua Creative Hub. Tujuan pembangunan bagus namun bukankah itu sebaiknya dilakukan Kemendikbud, Kemenaker, Kemenpora dan Kementerian Pariwisata Ekonomi Kreatif? Penggalangan intelijen adalah penggalangan spesifik bukan penggalangan bersifat umum dalam gelar pembangunan infrastruktur. Penggalangan spesifik dan bersifat unik itu yg perlu dilakukan intelijen untuk menyentuh aktor-aktor kunci para pihak yang berseberangan dengan negara. Ke depan aparat keamanan akan terkonsentrasi melaksanakan pengamanan mudik lebaran dan sebentar lagi perhelatan Pemilu akan dilaksanakan. Dan pada Pemilu 2024 nanti pertama kali dilaksanakan pemilu serentak antara pileg dan pilpres yang tentu akan membutuhkan kerja ekstra pengamanan. Pengamanan pemilu adalah hal yang rumit karena dibutuhkan aparat yang bersikap netral tidak memihak partai dan calon tertentu, tentu juga BIN sebagai kordinator informasi intelijen pengamanan haruslah diisi personil-personil yang bersikap netral yang mampu menahan diri untuk tidak terjebak dalam politik praktis karena bila berpihak maka akan sangat mengancam kondisi keamanan nasional. Masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada aparat yang parsial. Presiden sudah saatnya melakukan reposisi Pimpinan BIN dengan memilih yang netral dan yang mempunyai kemampuan, passion (gairah kerja) dan track record dalam dunia intelijen untuk mengatasi segala ancaman dan gangguan pada NKRI. Memang, Kabin sekarang mempunyai kekuatan politik yang sangat kuat namun haruslah ditempatkan pada posisi lain yang lebih berguna, dan BIN harus dipimpin orang yang tepat. (*)
Waspada, Tax Amnesty Menjadi Alat Cuci Uang: Usut Tuntas Dugaan TPPU di Kemenkeu
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) PROGRAM Tax Amnesty atau pengampunan pajak diberlakukan dua kali dalam lima tahun. Tax Amnesty pertama 2016/2017 dan kedua 2022. Indonesia sepertinya menjadi satu-satunya negara di dunia yang memberlakukan program Tax Amnesty dua kali dalam lima tahun. Tax Amnesty dua kali dalam lima tahun sangat tidak wajar. Tax Amnesty diduga menjadi alat pencucian uang kotor. Atau legalisasi pencucian uang: legalized money laundering, yang difasilitasi oleh negara. Tujuan Tax Amnesty di dalam UU No 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, pasal 2, disebutkan, antara lain untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, perbaikan nilai tukar rupiah, serta meningkatkan penerimaan negara. Tujuan Tax Amnesty tidak tercapai. Fakta menunjukkan sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi 2019 hanya 5 persen. Tidak ada peningkatan dibandingkan 2016 (5,0 persen) dan turun dibandingkan 2017 (5,1 persen). Nilai tukar rupiah rata-rata bulanan turun dari sekitar Rp13.000 pada Juli 2016 menjadi Rp15.200 pada Oktober 2019. Rasio pajak terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) turun dari 10,7 persen pada 2015 menjadi 9,8 persen pada 2019. Program Tax Amnesty gagal total. Di lain sisi, program Tax Amnesty menjadi surga bagi para penghasil uang kotor atau uang ilegal. Antara lain bagi para koruptor atau para penjahat seperti bandar narkoba, bandar judi atau penjahat lainnya. Program Tax Amnesty diikuti oleh para pejabat negara, termasuk pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Termasuk Rafael Alun Trisambodo dan Angin Prayitno Ajie yang sekarang menjadi terpidana korupsi suap pajak, dan sedang didakwa dugaan tindak pidana pencucian uang. https://www.liputan6.com/amp/2873862/pejabat-ditjen-pajak-juga-ikut-program-tax-amnesty Banyak pihak berpendapat, harta yang sudah diikutkan dalam program Tax Amnesty tidak bisa diusut. Seolah-olah sudah bersih, setelah dicuci oleh Tax Amnesty. Nampaknya, Rafael Alun juga berpendapat demikian. https://realita.co/amp/baca-17439-membela-diri-rafael-alun-semua-aset-saya-sudah-masuk-tax-amnesty Tentu saja pendapat ini tidak benar. Program pengampunan pajak adalah pengampunan untuk penghasilan yang diperoleh dari aktivitas resmi atau legal, tetapi pajaknya belum dibayar. Pasal 1 butir 1 UU Pengampunan Pajak menyatakan: Pengampunan Pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak. Sebagai contoh, seseorang mempunyai penghasilan (dari aktivitas legal) Rp5 miliar. Tetapi untuk pajak ngakunya hanya Rp1 miliar. Sehingga penghasilan yang belum dibayar pajaknya Rp4 miliar. Pajak terutang atas penghasilan Rp4 miliar ini bisa dihapus (diampuni) melalui program Tax Amnesty. Tetapi, uang dari hasil korupsi atau dari aktivitas ilegal lainnya tidak berarti bebas dan tidak bisa diusut, hanya karena sudah mengikuti program Tax Amnesty. https://www.liputan6.com/amp/2650740/ikut-tax-amnesty-tapi-proses-hukum-tetap-jalan-kok-bisa KPK menetapkan Rafael Alun sebagai tersangka berdasarkan sumber informasi dari PPATK terkait transaksi keuangan mencurigakan dan dugaan pencucian uang. Tidak ada hubungannya dengan Tax Amnesty. Transaksi keuangan janggal Rafael Alun ini jauh lebih besar dari harta yang dilaporkan di LHKPN. Oleh Karena itu, KPK dan Kejaksaan Agung harus meneliti 491 pegawai kementerian keuangan yang disebut Mahfud dan PPATK diduga terlibat pencucian uang tersebut, terlepas apakah mereka juga sudah mengikuti program Tax Amnesty untuk mencuci uang kotornya. Program Tax Amnesty selain gagal total, juga terbukti dijadikan ajang pencucian uang kotor oleh para koruptor dan penjahat. Seolah-olah kalau sudah ikut Tax Amnesty menjadi kebal hukum atas kejahatannya. Untuk itu, KPK dan Kejaksaan Agung wajib membongkar dan usut tuntas semua dugaan tindak pidana pencucian uang yang disebut Mahfud dan PPATK, baik di kementerian keuangan dan juga di kementerian lainnya. https://www.cnbcindonesia.com/news/20230327091741-4-424693/rafael-alun-ikut-tax-amnesty-bukti-hartanya-bersih-halal/amp. —- 000 —-
Jokowi dalam Perangkap Meja Hijau
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih \"Apapun yang mempunyai bentuk mungkin diatasi, apapun yang mengambil bentuk mungkin dibalas. Tetapi ketika ancaman tersembunyi dalam ketidak adaan, akan menimbulkan kecemasan dan kehampaan ( Huainanzi )\" Jokowi sedang dilanda rasa cemas yang tinggi menghadapi masa depan yang suram sehingga dia memerlukan seseorang pendamping yang bisa “menghibur dan melindunginya”. Kecemasan dan galau terjadi akibat dari rekayasa politiknya terus mengalami kegagalan. Kegagalan terus terjadi secara beruntun tak kunjung ada solusi bisa membawa dirinya cemas dan galau. Penolakan dan rasa muak masyarakat atas kepemimpinannya makin membesar dan perlawanan makin keras. Koalisi gemuk sebagai pelindung terlihat mulai retak dan meninggalkannya. Jokowi sudah mengalami lame duck ( bebek lumpuh ), karena sudah tidak berdaya menyelesaikan kasus-kasus besar bahkan bermunculan terus menerus berbagai skandal. Silih berganti kasus-kasus besar belum selesai, muncul kasus baru. Dan setiap menyelamatkan masalah timbul masalah baru. Kesalahan tidak akan bisa dihapus oleh waktu dan akan terus menghantui, semisal kasus KM 50, kasus Ferdy Sambo, kasus Kanjuruhan, kasus skandal pencucian uang 300 triliun lebih yang begitu dahsyat, akan menjadi hantu dalam pikirannya. Mimpi besar pembangunan infrastruktur dan IKN menjadi momok yang menakutkan dipastikan akan berantakan dalam tekanan hutang yang makin besar dan kalang kabut. Gagal mencegah Anies yang makin membesar, justru fenomena dukungan bermunculan secara alami dengan masif. Demikian juga keputusan MK yang menolak penundaan Pemilu sangat mengecewakan Jokowi. Rekayasa politik untuk menunda Pemilu 2024 menjadi sia - sia. Bahkan mendapatkan perlawanan rakyat, ancaman resiko politiknya bisa menimpa sangat mengerikan. Ganjar Pranowo dan Erick Thohir yang digadang sebagai penggantinya kelak bisa melindungi diri dan keluarganya makin melemah, tertinggal jauh dari kekuatan politik Anies Baswedan. Dengan tidak bisa majunya Ganjar dsn Erick tentu saja membuat Jokowi sangat cemas. Sedangkan kepercayaan Jokowi kepada Prabowo belum sepenuhnya, menjadi jaminan keamanan resiko politiknya. Semua langkah Jokowi sepertinya terus menemui jalan buntu. Walaupun dana sudah keluar sangat besar. Ratusan triliun dan mengerahkan buzzer-buzzer, demikian juga berbagai upaya sudah dilakukan, termasuk menggerakkan relawan, Projo, Musra semua jebol. Misi LBP menekan Surya Paloh dengan imbalan finansial yang sangat besar nampaknya di abaikan oleh Nasdem. Taipan mulai uring - uringan bahkan mulai marah, karena LBP yang selama ini diandalkan sebagai dewa penyelamat mulai meredup. Ketakutan Jokowi dari berbagai kasus kejahatan dirinya dan keluarganya resiko ke meja hijau sangat besar. Tekanan dan intimidasi baik dari oligarki taipan maupun rezim China komunis, mulai menekan dirinya. Bahaya terbesar jika Anies Baswedan berhasil naik sebagai Presiden, dipastikan berbagai proyek oligarki taipan dan Pemerintah China akan mangkrak dan gulung tikar. \"Ambisi mungkin merayap sekaligus melambung tinggi\" ( Edmund Burke : 1729-1797 ) hanya apabila tidak seimbang dengan kemampuan maka akan berantakan dan berbuah bencana. Jokowi bakal merana sendirian, bahkan bisa jadi Jokowi akan tersandung banyak kasus sehingga peluangnya sangat besar harus berurusan dengan perangkap meja hijau. ****