OPINI
Masih Ada Jalan Keluar
Oleh Smith Alhadar - Penasihat Institute for Democracy Education (IDe) Hari ini kita semua meriang. Speechless! Helpless! Ibu Pertiwi sedang mengungkap luka-lukanya. Sebagian sudah bernanah. KKN yang kita kira sudah terkubur pasca reformasi 1998, ternyata masih hidup. Bahkan, dengan spirit yang semakin vulgar! Skandal korupsi dan pencucian uang di Ditjen Pajak dan Bea Cukai, Kementerian Keuangan, seperti celana dalam pemerintah yang terekspos di mall. Bayangkan, 460 pegawai terlibat korupsi dan transaksi gelap mencapai Rp 300 triliun. Tidak mungkin Menkeu Sri Mulyani Indrawati (SMI) tidak tahu. Ketika khalayak menonton aib itu dengan perasaan jijik, Presiden Jokowi \"kabur\" ke Solo. Dalihnya, menyidak kantor pajak di sana. Aneh, peristiwa terjadi di hulu, ia menyidak di hilir bersama SMI. Mungkin tujuannya mengirim pesan ke publik bahwa pemerintah \"peduli\" pada kasus itu. Tapi karena responsnya tidak masuk akal, drama di Solo lebih mungkin disebabkan ketidaksanggupan mereka menghadapi skandal yang nampak sudah lama dirahasiakannya. Skandal itu sudah berlangsung sejak 2009 dan *sudah dilaporkan 200 kali oleh lembaga berwenang (PPATK). Namun, tak ditanggapi. Pemerintahan Jokowi memang meremehkan KKN sebagai isu yang tidak berguna. Lihat, dua putera Jokowi yang masih \"ingusan\" dalam bisnis tiba-tiba memiliki puluhan perusahaan bernilai ratusan miliar rupiah hanya dalam waktu singkat. Dari mana mereka peroleh modal? Pada awal 2022, dosen UNJ Ubedillah Badrun membawa kasus yang diduga hasil KKN Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep dengan ologarki ke KPK. Ia meyakini modal yang masuk berasal dari perusahaan besar yang punya masalah hukum. Perusahaan itu adalah PT Sinar Mas yang divonis pengadilan dengan denda triliunan rupiah akibat pembakaran hutan. Setelah berkongsi dengan Gibran dan Kaesang, jumlah denda berubah menjadi hanya 90-an miliar rupiah. Ubedillah menghubungkan pengurangan denda itu dengan peran Gibran dan Kaesang sebagai anak presiden. Nampak masuk akal bukan? Aroma KKN keluarga Jokowi kian menyengat manakala Gibran dan iparnya, Bobby Nasution, menang mudah dalam pilkot di Solo dan Medan. Kemenangan dua anak muda yang tak berpengalaman ini tak terbayangkan kalau mereka bukan anggota keluarga dekat presiden. Bukan tidak mungkin sikap permisif Jokowi terhadap KKN-lah yang menjadi penyebab tumbuhnya kasus-kasus korupsi dan pencucian uang bagai jamur di musim hujan, yang melibatkan menteri, hakim agung, anggota DPR, petinggi parpol, gubernur, bupati, komisioner KPU, komisioner KPK, dan banyak lagi yang lain. Kasus mega korupsi yang menonjol adalah penggarongan dana PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri. Mereka tega mencuri duit rakyat ketika hampir 200 juta jiwa warga masih hidup di bawah garis kemiskinan, nyaris miskin, dan rentan miskin. Ini mencerminkan bertahannya moral bejat pejabat publik. Ironisnya, pemerintah malah melemahkan KPK. Sudah dilemahkan pun pemerintah masih belum puas atas kiprah lembaga antirasuah itu. Belum lama ini, Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan *memprotes KPK yang masih melakukan operasi tangkap tangan. Independensi KPK dihilangkan dengan menempatkannya sebagai bagian dari rumpun eksekutif. Di bawah kendali presiden, KPK jadi alat untuk melayani tujuan-tujuan politik penguasa. Tak heran, KPK menolak menindaklanjuti laporan Ubedillah terkait KKN anak-anak presiden, tapi KPK berupaya keras mempersangkakan Anies Baswedan, bakal capres antitesa Jokowi, dalam kasus Formula-E meskipun tidak memiliki bukti. Moral hazard yang terang benderang ini membuat kita merasa berdosa pada founders fathers yang hidup pas-pasan selama hidup mereka. Juga pada rakyat, yang dulu berjuang tanpa pamrih untuk menghancurkan kolonialisme dan feodalisme yang mengisap darah bangsa habis-habisan. Maka, menghapus kejahilan, menegakkan keadilan, memulihkan kemanusiaan, dan membangun peradaban baru adalah roh perjuangan kemerdekaan. Republik ini memang dilahirkan oleh keringat, moralitas, dan ilmu pengetahuan. Juga cita-cita mengangkat martabat bangsa yang selama ratusan tahun diposisikan sebagai bangsa yang kalah. Tapi hari ini, optimisme menjadi bangsa hebat kehilangan moralitas dan rasionalitasnya. Barbarisme gaya baru sedang menggerogoti pilar-pilar bangsa. Kejahatan yang berpusat pada pemimpin jahil yang, karena kecelakaan sejarah, mendapat mandat untuk melanjutkan estafet kepemimpinan nasional. Musibah dimulai pada 2014 ketika Jokowi, tukang mebel dari Solo yang tak suka membaca buku, dilantik menjadi presiden untuk bangsa besar yang sangat dinamis. Kemenangannya bukan karena visi atau kapasitasnya, melainkan hasil gotong royong berbagai kekuatan dengan kepentingan masing-masing. Rendahnya mutu pemimpin justru menjadi kelebihannya karena oligarki ekonomi dan politik bersedia membiayai capres yang nanti akan mereka manfaatkan. Mungkin Jokowi tahu persis kapasitasnya hanya cukup menjadi walikota Solo. Sadar juga ada banyak kepentingan yang culas di belakangnya. Tapi obsesi menjadi presiden tak mampu ia tundukan sebagai sikap tahu diri. Kebetulan momentum menjadi manusia paling \"agung\" di negeri ini tersedia untuknya secara cuma-cuma. Ia hanya perlu duduk manis, selebihnya akan dikerjakan para predator ekonomi berbagai jenis. Mereka lalu menyusun siasat curang untuk mengubah total citra Jokowi. Mengandalkan \"prestasinya\" di kota kecil Solo tentu saja tidak bisa dijual sebagai bobot capres. Maka disebarkan secara besar-besaran bahwa sarjana kehutanan itu membikin mobil nasional Esemka. Sarjana kehutanan BERUBAH menjadi insinyur teknik mesin! Penipuan ini sebenarnya mudah dibongkar media, tapi mereka punya komitmen menyingkirkan pesaingnya, Prabowo Subianto (menantu tokoh Orde Baru Soeharto) yang diberitakan punya rekam jejak yang suram. Kegiatan blusukan Jokowi yang rutin sejak pagi sekali ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta dijual sebagai sebagai model kepemimpinan baru yang inovatif dan kreatif. Amboi! Padahal, kegiatan turun ke lapangan sebenarnya harus dicurigai sebagai upaya pencitraan. Dan tanpa ia sadari sebenarnya lebih mencerminkan bakatnya sebagai Tukang, bukan Negarawan. Harus diakui Jokowi memang rajin. Ia tak sanggup duduk lama-lama di kantor untuk berpikir, membaca berita, bertukar pikiran dengan pakar tatakota, memahami masalah sosial kaum urban, lingkungan, dan mendesain pembangunan dengan mempertimbangkan semua aspek yang relevan. Jargon \"Jokowi adalah Kita\" adalah branding yang dijual selama kampanye pilpres untuk menegaskan ia adalah tokoh berjiwa kerakyatan dan sederhana. Dengan kata lain, dialah pemimpin otentik rakyat. Slogan itu menarik hati rakyat karena sejak merdeka, presiden Indonesia selalu datang dari kalangan elite yang duduk di menara gading. Rakyat ingin punya presiden yang datang dari kalangan mereka sendiri. \"Jokowi adalah Kita\" didukung fakta lahiriah Jokowi. Perawakannya memang perawakan rakyat, yang dikuatkan dengan busana sederhana yang dikenakannya. Revolusi Mental\", jargon lain yang dijual Jokowi, juga menarik perhatian publik di tengah frustrasi mereka melihat kian kokohnya budaya korupsi di kalangan birokrat dan pejabat, yang sudah sangat lama menjadi keprihatinan rakyat. Akhirnya, Jokowi berhasil mengalahkan Prabowo yang pandai tapi \"lugu\" dalam politik -- yang dulu dia berjanji untuk tidak akan menominasikan dirinya sebagai capres sebagai balas budinya kepada Prabowo yang sangat berjasa dalam menjadikannya gubernur DKI. Setelah hasil pilpres 2014 diumumkan, massa besar rakyat di seluruh Nusantara bergembira ria atas kemenangan \"moralitas\" dan \"kesederhanaan\". Tapi, tak lama, orang-orang pandai MULAI menyadari kekurangan fundamental pada presiden ini: moralitas dan kapasitas. Walakin, suara gemuruh mereka di media sosial untuk membangunkan rakyat berlalu sia-sia. Bahkan, ketika Jokowi tak memenuhi satu pun dari 60 janji yang dilontarkan selama kampanye. Rakyat terlanjur kesemsem pada \"kesederhanaannya\" yang diasosiasikan dengan kejujuran, keikhlasan, dan kepolosan. Jargon \"Jokowi adalah Kita\" telah terpatri dalam benak dan sanubari pendukungnya. Bahkan, sempat mengecoh para akademisi dan cendekiawan hingga hari ini. Fakta ini menyulitkan para pengamat kritis untuk mengoreksi anomali-anomali yang muncul dari dalam diri Jokowi dan pemerintahannya. Ini membuat langkah pemerintah makin kebablasan. Apalagi, parlemen dikuasai parpol koalisi pendukung pemerintah yang hanya menjadi tukang stempel pemerintah. Anomaki-anomali tersebut mencakup perilaku Jokowi yang tidak presidensial, terkesan kurang jujur, dan cenderung menyalahkan bawahannya bila kebijakan mereka dikritik rakyat. Singkatnya, semua itu menimbulkan pertanyaan terhadap integritas Jokowi. \"Revolusi Mental\" -- yang dia maksudkan sebagai sikap jujur, hidup sederhana, dan kerja keras -- ternyata hanya pepesan kosong. Ekonom Rizal Ramli menyatakan Jokowi adalah presiden paling boros karena seringnya ia bepergian walaupun hanya bertemu dengan 50 orang. Maksudnya, blusukannya tidak produktif dan hanya menghabiskan anggaran negara secara sia-sia. Bagaimanapun, dengan semua yang telah dipaparkan di atas -- ditambah kebijakan-kebijakan kontroversialnya -- tidak berdampak merugikan pemerintahannya. Dengan demikian, ke depan KKN dan kebijakan yang berpotensi merusak tatanan demokratis dan sendi-sendi bernegara masih akan terjadi. Yang mengerikan, pemerintah tetap percaya diri bahwa semua yang dilakukan telah membuah hasil gilang-gemilang. Karena itu, Luhut menyatakan bodoh-goblok pengganti Jokowi yang tidak meneruskan rancang bangun pembangunan pemerintahannya. Ia tak peduli bahwa di bawah pemerintahan Jokowi, kemiskinan dan pengangguran meluas, jurang kaya-miskin melebar, utang negara semakin menakutkan, dan mubazirnya banyak proyek infrastruktur yang boros. Dengan sikap jumawa bahwa kebijakan pemerintah sudah tepat dalam konteks kepentingan jangka panjang Indonesia, pemerintah merasa punya justifikasi moril untuk memperpanjang masa jabatan presiden dengan berbagai cara. Padahal, kalau ambisi ini terwujud atau presiden terpilih nanti adalah pelanjut ideologi dan skema pembangunan Jokowi, maka negara ini akan kian amburadul. Tak banyak pilihan yang tersedia untuk menyelamatkan negara dari kerusakan lebih jauh, kecuali bergantinya pemerintahan. Tapi ini belum cukup kalau pengganti Jokowi adalah pendukung status quo. Kita memerlukan pemimpin otentik yang visioner, yang berpikir out of the box. Berdasarkan pertimbangan objektif, rekam jejak ketika memimpin Jakarta, kapasitas moral dan intelektual, berkomitmen pada nilai-nilai Republik -- di antaranya, menegakkan keadilan sosial dan membasmi KKN -- hanya bakal capres Anies Baswedan yang memenuhi persyaratan ini. Ya, hanya Anies yang dapat kita andalkan untuk menyembuhkan luka-luka Ibu Pertiwi. Bahkan, dapat diharapkan membawa kejayaan bangsa di tengah dinamika geopolitik dan geoekonomi global yang sangat dinamis. Memilih bakal capres lain berpotensi menciptakan kecelakaan sejarah untuk ketiga kalinya. Tangsel, 12 Maret 2023.
Solusi Untuk Sri Mulyani, Sebaiknya HARAKIRI (Bag-1)
Oleh Haris Rusly Moti MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati sangat luar biasa. Menteri yang bisa hidup di semua zaman. Menjabat sebagai Menteri Keuangan pada eranya Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) sejak tanggal 7 Desember 2005 - 20 Mei 2010. Lima tahun menjadi Menteri Keuangan. Sebelumnya Sri Mulyani menjabat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Setelah SBY, Sri Mulyani kembali meneruskan menjabat Menteri Keuangan era Presiden Joko Widodo (Jokowi), sejak 27 Juli 2016 hingga 2023 . Delapan tahun lamany. Total sudah 13 tahun Sri Mulyani menjabat sebagai Menteri Keuangan. Namun pertanyaan yang menggelitik adalah, apa saja yang telah dicapai dari masa jabatan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan yang panjang itu? Jawabnnya lumayan jelas dan terang. Pada era pemerintahan Presiden SBY, meledak skandal kejahatan perbankan Bank Century, yang biasa disebut Century Gate sebesar Rp. 6,7 triliun. Kasus Century Gate ini diduga melibatkan Sri Mulyani sebagai pengambil keputusan penting ketika itu. Kasus ini nyaris saja menjatuhkan SBY dari kursi Presiden. Namun SBY berhasil lolos dari skandal Century Gate. Begitu juga dengan Sri Mulyani, yang berhasil lolos dari jeratan hukum skandal Century Gate. Ternyata bukan itu skandal saat Sri Mulyani menjabat sebagai Menteri Keuangan. Ada juga kasus mafia pajak yang melibatkan pegawai Direktorat Jendral Pajak (DJP), Gayus Tambunan. Kasus ini meledak di era SBY sebagai presiden. Memang hebat luar biasa Menteri Sri Mulyani ini. Sementara di eranya pemerintahan Presiden Joko Widodo, hasil dari kepemimpinan Sri Mulyani juga nyata dan telanjang. Publik dihebohkan oleh kasus mafia pajak, yang kali melibatkan pejabat eselon dua di Ditjen Pajak, Angin Prayitno. Ternyata Angin ini bukan sembarang pejabat. Faktanya Angin Prayitno adalah anak buah yang diangkat dan dilantik sendiri oleh Sri Mulyani untuk menjadi Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan. Hebat benar dan prestisuius jabatan satu ini di Ditjen Pajak, sebab dipastikan tidak semua orang bisa maraih jabatan paling basah tersebut. Jabatan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak ini hanya bisa ditempati oleh orang terbaik, pilihan dari Menteri Sri Mulyani. Sayangnya, Angin Prayitno bernasip apes, karena menjdi pesakitan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Harta jumbo Angin Prayitno berhasil dilacak dan disita oleh KPK, nilainya sebesar Rp 57 milyar. Luar biasa besar untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) eselon dua di Kementerian Keuangan. Angin dibawa KPK ke Pengadilan. Hasilnya, majelis hakim menyatakan Angin Prayitno terbukti bersalah telah menerima suap dari kuasa khusus wajib pajak PT. Bank Pan Indonesia (Panin), Veronika Lindawati Rp 8,75 miliar. Pemilik Bank Panin adalah Mukmin Ali Bukan itu saja kebiasaan Angin Prayitno menerima suap dari wajib pajak. Ternyata Angin Prayitno juga terbukti di pengadilan menerima suap dari kuasa PT. Jhonlin Baratama Agus Susetyo, dan konsultan pajak PT Gunung Madu Plantations, Aulia Imran dan Ryan Ahmad Ronas Rp 7,5 miliar. Namun sejumlah perusahaan raksasa penyuap bebas dari sanksi hukum. Mereka masih bebas merdeka. Setelah Gayus Tambunan dan Angin Prayitno, anak buah Sri Mulyani kembali membuat publik terperanga. Berawal dari peristiwa terheboh “by accident” penganiayaan yang dilakukann oleh anak pejabat pajak korup, Rafael Alun. Tuhan Yang Maha Kuasa membuka tabir kejahatan keuangan dan prilaku korupsi dalam tubuh oraganisasi pemerintah yang dipimpin oleh Sri Mulyani. Kejahatan yang selama ini sengaja digelapkan dan ditutup-tutupi. Memang, di seluruh zaman, episentrum kejahatan keuangan itu, salah satunya ada di dalam institusi keuangan negara. Prilaku korupsi anak buah Sri Mulyani seperti berebutan dan saling susul-menyusul. Setelah harta hasil korupsi Rafael Alun dibongkar, giliran nitizen dan Pusat Pelaporan Analisa dan Transaksi Keuangan (PPATK) membuka data. Bak jamur di musim hujan yang tumbuh dimana-mana. Bermunculan ke permukaan data tentang harta kekayaan sejumlah pejabat anak buah Sri Mulyani yang lain. Prilaku anak buah Sri Mulyani di Ditjen Bea Cukai (BCA) hingga Dirjen Pajak yang senang mengoleksi barang mewah, seperti motor gede (Moge). Menghadapi sikap nitizen yang keras terhadap prilaku anak buahgnya, Sri Mulyani merespon dengan tampil menjadi pahlawan kesiangan. Sri Mulyani membubarkan klub Moge di pejabat Kementerian Keuangan. Namun “nitizen ora sare”. Malah kini nitizen membongkar keluakan suami Sri Mulyani, yang juga punya kesenangan mengoleksi Moge. Namun dijawab oleh Sri Mulyani bahwa “suami saya hanya membeli Moge sebagai koleksi, tetapi tidak boleh pakai”. Kalau begitu, boleh dong mengkoleksi barang mewah di rumah walaupun itu dari uang hasil korupsi? Asal jangan dipakai. Jangan pamer-pamerlah di media sosial (medsos). Publuk lalu menduga, jangan-jangan seperti itu pengarahan Ibu Sri Mulyani kepada bawahannya di Kementerian Keuangan. “Silahkan saja anda korupsi, asal jangan sampai dipamer di medsos saja. Boleh saja beli barang mewah dari uang korupsi, asal jangan dipakai, biar tidak ketahuan nitisen”. (bersambung).
Israel Datang Jokowi Harus Pulang
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan ISRAEL disepakati sebagai negara penjajah yang terang-terangan menduduki Palestina. Seruan dunia tidak didengar oleh Israel yang merasa mendapat perlindungan negara adi kuasa Amerika. Apapun hubungan Israel dengan Amerika tidak dapat menghapus status Israel sebagai negara penjajah. Ironi di saat ini masih ada negara kolonial terkutuk model Israel. Dikutuk oleh bangsa Palestina dan dikutuk oleh negara-negara dunia. Indonesia adalah negara merdeka yang konstitusinya menghargai kemerdekaan dan tidak mentoleransi penjajahan. Karenanya dalam kasus Israel-Palestina berulang kali dinyatakan Indonesia mendukung perjuangan bangsa Palestina. Ketika muncul isu kemungkinan Indonesia membuka hubungan diplomatik, segera para pejabat menipisnya. Ada keanehan dalam konsistensi dukungan pada perjuangan Palestina. Pertama banyak tokoh bahkan pejabat diam-diam datang ke Israel memenuhi undangan Zionis. Kedua, membuka Museum Zionis Holocaust di Minahasa, museum propaganda Israel. Ketiga, siap menerima Timnas U-20 Israel untuk bertanding di Indonesia. Kejuaraan yang akan dilaksanakan bulan Mei 2023 ini jelas bertentangan dengan semangat Menlu Indonesia Retno Marsudi yang menyatakan di depan DK PBB bahwa 2023 adalah \"tahun kemajuan\" penyelesaian Palestina \"menjadi tanggungjawab kita bersama untuk mengakhiri okupasi Israel\". Ternyata faktanya 2023 adalah tahun kemunduran \"welcome Israel\". Di sisi lain dengan menerima Israel maka PSSI dan Pejabat Indonesia secara terang-terangan telah melanggar UUD 1945. UUD 45 menegaskan bahwa \"kemerdekaan ialah hak segala bangsa\", \"penjajahan di atas dunia harus dihapuskan\", \"karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan\". Israel adalah negara penjajah yang menurut UUD 1945 \"harus dihapuskan\". Israel harus dihapus dari peta dunia. Kedatangan Timnas U-20 Israel harus ditolak oleh Indonesia sebagai tuan rumah. Rakyat dan umat Islam Indonesia berhak dan berkewajiban untuk beraksi keras untuk menolak. Demi kewibawaan Konstitusi dan konsistensi dukungan kepada perjuangan bangsa Palestina. Ketum PSSI dan Presiden RI harus berteriak atas nama bangsa. Tapi sayang, Ketum PSSI Erick Thohir bukan teriak atas nama dan demi kepentingan bangsa tetapi terkesan sebagai budak Israel. Erick Menyatakan siap menjamin keamanan Timnas Israel. Mengapa menekankan pada jaminan ? Semestinya Ketum PSSI menjelaskan rawannya kondisi dan sikap Indonesia sehingga FIFA dapat membatalkan Israel untuk bertanding di Indonesia. Presiden Jokowi juga tidak boleh diam saja. Apagi jika dengan senyum atau sumringah atas kedatangan Timnas Israel. Buktikan ucapan yang pernah dipidatokan saat Penutupan Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa OKI ke-5 di Jakarta tahun 2016 : \"Boikot produk Israel ! \". Ia meminta negara-negara OKI meningkatkan tekanan pada Israel. Dukung penuh Palestina. Israel adalah virus peradaban, musuh kemanusiaan dan induk kejahatan. Sewenang-wenang dalam menindas Palestina. Membunuh dan membantai anak-anak dan wanita. Menodai rumah peribadahan. Merampok dan menduduki tanah secara paksa. Israel adalah Iblis yang berwajah manusia. Go to hell with your football ! Kata Ketum PSSI Erick Thohir jangan campurkan olahraga dengan politik. Sungguh naif dan bodoh ucapan tersebut, bukankah dulu Presiden Soekarno lantang menolak Israel saat Asian Games di Indonesia tahun 1962. Lalu FIFA mencoret Rusia dengan alasan menyerang Ukraina pada Piala Dunia di Qatar tahun 2022. Itu bukti campurkan olahraga dengan politik. Banding Rusia ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) ternyata juga ditolak. Bagi rakyat dan bangsa Indonesia tidak ada pilihan selain : Tolak Israel. Begitu juga seharusnya Pemerintahan Jokowi jika masih bersendi pada Konstitusi atau UUD 1945 : Tolak Israel! Menerima Israel adalah penghianatan negara, penghianatan konstitusi dan penghianatan kemanusiaan. Rugi Indonesia jika kelak dimana mana bendera Israel dibakar rakyat. Jokowi pun bertanggungjawab. Israel datang, Jokowi harus pulang ! Bandung, 14 Maret 2023
Memenangkan Perubahan
Oleh Tamsil Linrung - Wakil Ketua MPR Berikut ini sambutan khusus Wakil Ketua MPR Tamsil Linrung dalam acara diskusi publik dan deklarasi Posko Perjuangan Rakyat di kantor BroNies, Senin 13 Maret 2023 di Jakarta Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Segala puji bagi Allah SWT yang telah mempertemukan kita dalam forum yang mulia ini, yakni diskusi publik sekaligus mendeklarasikan diri, menyatakan sikap dalam barisan perubahan yang insyaAllah akan membawa bangsa ke arah yang lebih baik. Shalawat dan salam tak lupa kita panjatkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, suri tauladan kita dalam segala hal, termasuk dalam hal melakukan langkah-langkah politik mendukung pemenangan Anies Rasyid Baswedan, harapan perubahan Indonesia. Saudara-saudara sekalian. Kita seringkali mendengar ungkapan bahwa politik adalah seni mengelola persepsi. Semakin baik pengelolaannya, semakin besar potensi dukungan rakyat. Namun, Sejak Pemilihan Umum (Pemilu) 2014, kita merasakan dinamika politik nasional begitu gaduh oleh pertarungan popularitas. Sejak 2014, mengelola persepsi rasanya bukan lagi seni berpolitik, namun telah menjadi industri seiring menjamurnya konsultan politik, lembaga survei, atau buzzer politik. Citra dipoles secara barbar dan irasional. Alhasil, muncul pemimpin-pemimpin hipokrit. Mulut berkata A, namun tindakan menunjukkan B. Di saat bersamaan, lawan politik didegradasi. Alat tempurnya aneka rupa. Ya politik, hukum, sosial media, dan sebagainya. Begitulah, dinamika politik telah memoles wajah demokrasi Indonesia tidak lagi terlihat elok. Pencitraan digdaya meminggirkan rasionalitas pemilih. Kita menyaksikan, panggung politik Pemilu didominasi adu narsis, bukan adu gagasan. Sayangnya, minim upaya menetralisir semua perilaku politik busuk itu. Para punggawa politik malah seringkali ikut melokalisasi isu pada sentimen ras, stereotipe, atau sosok tertentu, dengan argumentasi lemah dan bahkan irasional. Misalnya, uban atau kerutan di wajah sebagai pertanda pemimpin yang memikirkan rakyatnya. Mau tak mau, kita harus melakukan perubahan. Oleh karena itu, keberadaan kita hari ini adalah tepat. Kebersamaan kita dalam momentum ini adalah benar. Berada di barisan Anies Baswedan adalah cara paling efektif mengubah keadaan sebab Anieslah Capres yang terang-terangan mengusung perubahan di tengah capres lain yang identik dengan penguasa hari ini. Deklarasi simpul relawan BroNies – PPR saat ini adalah pernyataan sikap dan perwujudan jihad politik mengejar tujuan mulia itu. Tujuan mulia itu bukan an sich memenangkan individual seorang Anies. Tujuan mulia itu adalah memenangkan perubahan yang diusung Anies, agar gagasan-gagasannya mengaliri bumi pertiwi yang kerontang ide, agar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tercipta, penegakan demokrasi dilakukan, ekonomi dibagi untuk semua, masyarakat yang guyub, serta tercapainya kolaborasi dan meritokrasi. Artinya, rekonstruksi Indonesia untuk kesejahteraan rakyat sebagaimana tema diskusi kita hari ini memang sebuah kebutuhan. Saudara-saudara sekalian. Bangsa ini perlu merekonstruksi banyak hal. Dua periode belakangan, Indonesia seperti kehilangan arah. Pelemahan, atau bahkan kerusakan, terjadi di hampir semua bidang. Ya politik, demokrasi, sosial, ekonomi, hukum, dan seterusnya. Pengelolaan negara terbukti tidak membuahkan kesejahteraan secara merata. Yang kaya semakin kaya, yang miskin kian terpuruk. Kesenjangan melebar, kimiskinan bertambah, angka pengangguran meningkat dan kehidupan sosial terganggu oleh luka keterbelahan panjang yang tak kunjung diobati. Sementara itu Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara dicekik cicilan bunga dan pokok hutang. Imbasnya ke rakyat juga. Pajak dinaikkan pemerintah di tengah sulitnya rakyat memburu rupiah. Ironisnya, duit pajak nampak begitu dinikmati segelintir pejabat pajak yang dengan pongah memamerkan gaya hidup hedon di mimbar media sosialnya. Sementara antar-kementerian terlihat sulit berkoordinasi. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan menduga ada kejahatan pencucian uang Rp300 Triliun di Kementerian Keuangan. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengklaim telah menyerahkan 200 berkas individul digaan itu kepada Kementerian Keuangan sepanjang 2009-2023. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku tidak mengetahui angka tersebut. Sayangnya, perbedaan pendapat antar-kementerian atas perkara super jumbo itu belum ditengahi presiden selaku pemimpin tertinggi. Peristiwa itu hanya menyuplik perkara terbaru yang masih hangat dibicarakan dari deretan perkara yang menyeruak di hadapan publik selama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sebelumnya, rakyat dihadapkan pada tontonan hukum tebang pilih, pembangunan infrastruktur tidak tepat sasaran, korupsi merajalela, import pangan tak berkesudahan, penguasaan china terhadap sejumlah sumber daya alam Indonesia semakin mendapatkan kemudahan, program-program yang mandek semisal food estate di Kalimantan, “obral” tanah negara demi investasi Ibukota Negara baru, dan lain sebagainya. Tentu, Anies bukan malaikat yang bisa menyelesaikan semua soal dalam sekejap. Namun, dengan segudang portofolio dan pengalamannya di pemerintahan, akademik, dan dunia aktivis, kita percaya Anies dapat mengangkat bangsa ini dari keterpurukannya. Kepercayaan ini bukan tanpa dasar. Perubahan positif yang terjadi di Jakarta adalah bukti kongkrit kemampuan Anies sebagai pemimpin. Ia tak hanya menawarkan ide, tetapi membuktikan dirinya mampu mengeksekusi ide itu secara terstruktur dalam konsep yang padu antara gagasan, narasi, karya, bukan sekadar kerja, kerja dan kerja. Tentu, setiap orang punya gagasannya sendiri. Tetapi, gagasan tanpa karya adalah permainan kata-kata belaka, seperti halnya visi dan misi tanpa realisasi. Dalam bahasa Anies, visi dan misi adalah imajinasi tentang masa depan. Oleh karena itu, imajinasi harus ditopang oleh rekam jejak. Artinya, untuk mengetahui kecakapan eksekusi seorang calon pemimpin, lihatlah karya dalam rekam jejaknya. Selama ini Rekam jejak Anies tak hanya gemilang di dalam negeri. Di luar negeri, Anies adalah pemimpin yang diterima dunia internasional. Majalah Foreign Policy terbitan Amerika Serikat menempatkan Anies sebagai salah satu dari 100 Tokoh Intelektual Publik Dunia. Sementara World Economic Forum (WEF) menyebut Anies sebagai satu dari Pemimpin Muda Dunia Global. Anies bahkan dinobatkan sebagai \'20 Pemimpin Masa Depan Dunia\' oleh Adapun Majalah Foresight terbitan Jepang. International Policy Studies (IIPS) Jepang menganugerahi Anies penghargaan Nakasone Yasuhiro Awards. Sedangkan Lembaga Royal Islamic Strategic Studies Centre yang bermarkas di Yordania turut menyebut Baswedan sebagai 500 Muslim Paling Berpengaruh di dunia. Saudara-saudara sekalian. Fakta-fakta itu saya gelontorkan bukan semata untuk memuji Anies setinggi langit. Fakta itu saya sajikan ulang agar kita yang berkumul di sini dan mengikrarkan diri berdiri di barisan Anies memiliki percaya diri lebih. Energi itu penting karena tugas kita memenangkan Anies pada Pemilu 2024 bukan perkara mudah. Dipastikan, jalan panjang perjuangan akan mendaki, berliku, penuh duri yang mengganggu. Pasalnya, lawan politik Anies bukan hanya mereka yang menjadi kompetitor di perhelatan Pemilu 2024, tetapi juga oligarki. Ada oligarki politik, ada pula oligarki ekonomi. Pilpres adalah wadah yang tepat bagi oligar untuk menyatukan, agar kandidat yang muncul adalah kawan-kawan mereka juga. Lawan politik Anies adalah kekuasaan. Dalam berbagai kesempatan, terang benderang Presiden Joko Widodo menampakkan dukungannya kepada bakal calon presiden tertentu dan terkesan bersikap sinis terhadap Anies. Lawan politik Anies adalah oknum penegak hukum yang diduga menghalangi keikutsertaan Anies sebagai calon presiden 2024. Tempo pernah mengabarkan dugaan pemaksaan kasus Formula E dari penyelidikan menjadi penyidikandi institusi Komisi Pemberantasan Korupsi. Lawan politik Anies adalah kekuasaan. Di banyak kesempatan, Presiden Jokowi terlihat begitu sibuk mengendors kandidat presiden tertentu, dan terkesan bersikap sinis kepada Anies. Lawan politik Anies juga adalah mereka yang menghendaki presiden tiga periode atau perpanjangan masa jabatan presiden yang jelas-jelas mengangkangi kostitusi. Jadi, sekali lagi, perjalanan ini tidaklah mudah, namun harus kita perjuangkan demi harkat, martabat, dan masa depan bangsa yang lebih baik.***
Pajak dan Jaminan Kesehatan
Oleh: Chazali H. Situmorang - Dosen FISIP UNAS/Pemerhati Kebijakan Publik DENGAN rasio kepatuhan sebesar 83,2%, maka jumlah wajib pajak yang melaporkan SPT mencapai 15,82 juta, dari wajib pajak 19.08 juta orang. Di sisi lain, realisasi penerimaan pajak telah mencapai Rp1.716,8 triliun sepanjang 2022. Penerimaan pajak memberikan kontribusi pada APBN 2022 65%. Berarti lebih dari separuh pendapatan APBN dari pajak, selebihnya dari pinjaman dan sumber lainnya. Tetapi perlu diketahui, bahwa penyelenggaraan Jaminan Sosial di Indonesia, termasuk JKN, tidak diambil dari uang pajak, tetapi melalui iuran dari setiap peserta (contribution based). Bagi orang miskin dan tidak mampu karena perintah UU Dasar 45, Pasal 34 ayat (1) dan ayat (4) diterbitkan UU SJSN, yang memerintahkan Negara untuk memberikan bantuan iuran, untuk semua program dan prioritas pertama untuk Jaminan Kesehatan. Dari uang pajak Rp. 1.716,8 Triliun itu, sekitar Rp. 46 Triliun dikeluarkan sebagai PBI untuk 96,4 juta orang miskin dan tidak mampu. Jumlah itu cukup bahkan berlebih jika diambil dari cukai rokok yang ratusan triliun. Peserta rela mengiur untuk Jaminan Kesehatan, walaupun itu menjadi kewajiban negara merujuk pada Pasal 28H ayat (1) \"Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan\". Masyarakat yang menjadi peserta JKN, sebenarnya sudah rela berkurban untuk membayar iuran JKN dari kantongnya sendiri, dan atau sharing dengan perusahaannya bekerja, tidak mengusik dan menuntut dari APBN yang 65% berasal dari uang pajak masyarakat. Tetapi kerelaan dan keikhlasan peserta itu, akan menjadi kekecewaan dan kemarahan peserta, dengan terbongkarnya kasus RAT. Pejabat eselon 3 kantor Pajak, punya transaksi uang sampai Rp,. 500 milyar. Tidak sampai di situ, ada potensi pencucian uang Rp. 300 triliun dikalangan 467 pegawai pajak, sejak 2009 sampai 2023. Selama 13 tahun, bagaimana bisa tidak terlacak, akal sehat tidak cukup kuat memikirkannya. Dan ingat selama 13 tahun itu 6 tahun terakhir menterinya adalah Sri Mulyani. Apakah selama 6 tahun itu Sri Mulyani menderita influenza terus menerus sehingga tidak dapat mencium beredarnya transaksi pencucian uang. Memang selama 13 tahun itu, Menkeu silih berganti, sebut saja Jusuf Anwar, Sri Mulyani, Agus Marto, Hatta Rajasa, Muhammad Chatib Basri, Bambang Brodjonegoro, dan kembali ke Sri Mulyani. Dari nama-nama tersebut, yang lama menjabat adalah Agus Marto (3 tahun) dan Sri Mulyani (6 tahun sampai sekarang). Perkara peredaran uang 300 triliun dikalangan 467 pegawai ditjen Pajak, apalagi itu berupa pencucian uang, dan menurut Mahfud tidak sama dengan korupsi, merupakan kalimat bersayap yang harus didalami maknanya. Kenapa uang itu harus dicuci? Karena kotor. Uang kotor itu maknanya tidak halal. Bisa dari gratifikasi, korupsi, bisnis haram, dan lain sebagainya. Kalau memang durasi 300 triliun itu 13 tahun dalam pemantauan PPATK, bisa dilihat, frekuensi tertingginya pada periode Menteri Keuangan nya siapa? Atau lebih keatas lagi, pada periode pemerintahan siapa? Jokowi atau SBY? Pertanyaan itu harus bisa dijawab oleh Menkeu dan PPATK. Pasti tidak sulit. Menko Polhukam sudah nyebut angkanya dan jumlah orang yang terlibat. Uang 300 triliun itu bukanlah sedikit. Dapat membiayai 96,4 juta orang miskin bebas pelayanan JKN selama 6,5 tahun. Karena PBI JKN untuk orang miskin dan tidak mampu sebanyak 96,4 juta jiwa, negara menggelontorkan APBN sekitar Rp. 46 triliun per tahun. Atau sekurang-kurangnya selama 2,5 tahun BPJS Kesehatan tidak perlu menarik iuran kepada 240 juta peserta JKN saat ini, cukup dari 300 triliun itu. Sekali lagi angka itu bukanlah sedikit. Bayangkan, peserta JKN, menyisihkan dari pendapatannya untuk membayarkan iuran JKN, agar tidak memberatkan APBN Pemerintah ini. Tetapi pada saat yang sama, pada sisi lain, ada sekelompok pegawai Pajak melakukan pencucian uang selama bekerja di Kemenkeu. Penyelesaiannya tidak cukup dengan konferensi pers berdua Menko Polhukam Mahfud MD, dan Menkeu Sri Mulyani. Dilanjutkan dengan berbagai klarifikasi narasi para pejabat eselon 1 Kemenkeu. Itu tidak perlu lagi. Kepercayaan masyarakat sudah habis bahkan minus. DPR secara kelembagaan harus bereaksi. Ketua DPR RI harus bicara dan duduk bersama dengan lembaga tertinggi lainnya Presiden, Ketua BPK, dan Ketua MA. Bedah persoalan kronis itu. Ini saatnya Ketua DPR RI Puan Maharani, menunjukkan eksistensi dan kemampuannya dapat menyelesaikan persoalan negara yang sedang semrawut ini. Kemampuan Ketua DPR RI mencari solusi tentu memberikan dampak positif untuk pencalonan Puan sebagai Capres PDI-P. Untuk Sri Mulyani, penulis tidak sanggup lagi menyarankan untuk mundur, karena sudah terlalu banyak kelompok masyarakat yang meminta beliau mundur. Biarlah hati nurani Sri Mulyani sendiri berdialog dalam batinnya. Sampai suatu titik pilihan yang harus ditentukan oleh Sri Mulyani. Cibubur,13 Maret 2023
Rangkap Jabatan Termasuk Tindak Pidana Korupsi, Aparat Hukum Wajib Segera Bertindak
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) MENTERI termasuk Wakil Menteri, dilarang mempunyai rangkap jabatan. Hal ini tertuang di dalam undang-undang No 39 tahun 2008 (UU No 39/2008) tentang Kementerian Negara. Pasal 23 menyatakan: Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Pengertian larangan rangkap jabatan yang dimaksud di dalam undang-undang ini seharusnya juga termasuk pejabat teras di kementerian, yaitu para eselon satu, eselon dua, staff ahli dan staff khusus menteri. Karena pejabat teras tersebut merupakan kepanjangan tangan dari menteri. Faktanya, larangan rangkap jabatan atas perintah undang-undang ini diabaikan. Banyak menteri, wakil menteri, pejabat teras kementerian (termasuk staff ahli dan staff khusus) mempunyai rangkap jabatan. Sri Mulyani, Menteri Keuangan, mempunyai 30 rangkap jabatan lainnya. Erick Thohir, Menteri BUMN, juga mempunyai rangkap jabatan sebagai Ketua Umum PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) yang dibiayai oleh APBN, sehingga Erick Thohir melanggar Pasal 23 huruf c. Selain itu, banyak wakil menteri dan pejabat teras kementerian, yaitu eselon satu, eselon dua, staf ahli dan staf khusus menteri, mempunyai rangkap jabatan sebagai komisaris di perusahaan negara alias BUMN. Artinya, mereka melanggar pasal 23 huruf b. Pelanggaran larangan rangkap jabatan seperti diatur di dalam UU No 39/2008 mempunyai dua implikasi. Pertama, mereka yang melanggar larangan rangkap jabatan seperti dimaksud Pasal 23 harus diberhentikan, sesuai perintah Pasal 24 ayat (2) huruf d: “Menteri diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden karena melanggar ketentuan larangan rangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; Implikasi kedua adalah, mereka yang mempunyai rangkap jabatan berarti menerima uang (gaji, honor, atau sejenis lainnya) secara tidak sah, karena rangkap jabatan merupakan jabatan yang tidak sah, seperti dimaksud Pasal 23. Sebagai konsekuensi, mereka yang mempunyai rangkap jabatan termasuk melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara terang-terangan. Karena mereka memperkaya dirinya sendiri atas penghasilan yang tidak sah, merugikan keuangan negara dan BUMN. Bagi pejabat yang memberi izin rangkap jabatan yang melanggar pasal 23 UU No 39/2008 juga termasuk melakukan tindak pidana korupsi, karena memperkaya orang lain dan merugikan keuangan negara. Mereka melakukan tindak pidana korupsi ini secara bersama-sama dan terstruktur, melalui izin rangkap jabatan. Penghasilan tidak sah, atau korupsi, yang diperoleh pejabat yang mempunyai rangkap jabatan yang dilarang undang-undang bisa mencapai ratusan miliar sampai triliunan rupiah per tahun. Oleh karena itu, KPK dan Kejaksaan Agung harus segera bertindak dan memeriksa potensi tindak pidana korupsi dengan modus rangkap jabatan ini. Rakyat menunggu tindakan nyata penegak hukum. Pelanggaran sudah di depan mata, apa mau didiamkan terus, membuat Indonesia menjadi negara gagal? (*)
Perang Jalan Keluarnya
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih \"Tanpa perang manusia terperangkap dalam kenyamanan dan kekayaan dan kehilangan kapasitas untuk pemikiran dan perasaan besar, mereka menjadi sinis dan merosot menjadi barbar\" (Fyodor Dostoyevsky, 1822 - 1881) Di saat sebuah negara sedang terjadi kemelut karena sebab kekuatan yang merasa kuat sedang menindas yang lemah, maka jalan keluarnya adalah perang . Perang adalah ibarat musim dingin atau masa hibernasi kebudayaan, umat manusia keluar dari perang dalam kondisi lebih kuat untuk kebaikan ataupun kejahatan Ketakutan akan menjadikan kita terlalu membesar besarkan musuh dan bersikap terlalu membela diri. Nasib kita adalah kita sendirilah yang bertanggung jawab atas kebaikan atau keburukan yang sedang menimpa kita. Menuntut keadilan dan moralitas dari penguasaan yang mengatur kita seenaknya sudah tidak ada lagi UU dan peraturan yang melindungi rakyatnya, jalan keluarnya adalah perang untuk meraih kemenangan membebaskan diri dari penderitaan. Para Taipan (Oligarki) kita akui memiliki keunggulan material dan finansial, tetapi kita harus ingat strategi sejati kemenangan adalah bersifat psikologis titik tumpunya pada keberanian dan kecerdasan, bukan semata material. Mudrick SM Sangidu ( tokoh perjuangan sepanjang masa hidupnya ) selalu mengatakan : \"saat ini kita butuh manusia berani bukan hanya berani cuap cuap di media. Jaan pintu keluar mengatasi kondisi saat ini hanya dengan People Power atau Revolusi Sosial \" Di tengah krisis multi dimensi bukan saja rakyat sudah tidak didengar suaranya, negara sudah seperti hutan rimba dan negara terus meluncur ke jurang kehancurannya. Tidak ada basa basi dan solusi selain revolusi. Kondisi tak ter-taklukan adalah tergantung pada diri sendiri. Bukan dengan mengiba dan minta belas kasihan kepada penguasa yang justru sedang menindas kita. Kepada penguasa yang sudah berubah menjadi tirai tidak perlu lagi ada lobi atau kompromi. Tantangan, tekanan dan penderitaan yang makin membesar sama artinya situasinya menuntut perubahan dan kecepatan terjadinya perang. Seberat masalah apapun bukan untuk dihindari dengan berbagai alasan karena pengecut tetapi untuk dihadapi dengan gagah berani Rakyat harus bertindak berdasarkan realitas, bergerak kedepan bukan terus merenung bahkan terus dleming masa lalu. Sangat sering kita bercerita masa lalu yang sudah sangat berbeda dengan realitas saat ini, saat itu kita sedang diam di tempat sama sekali tidak bergerak kemana mana. Tumpah ruah kemarahan di media sosial dan celakanya setelah marah marah merasa persoalan sudah selesai celakanya merasa telah menjadi pahlawan perubahan yang hebat, orang tersebut hakekatnya seperti kodok dalam tempurung. Perubahan hanya bisa dicapai dengan tindakan riil dan tindakan, tindakan dijabarkan dalam pengetahuan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dan memecahkan masalah kehidupan bernegara yang makin carut marut \"Alam telah memutuskan bahwa apa yang tidak sanggup membela diri takkan di bela\" ( Ralph Waldo Emerson, 1803 - 1882 ). Pilihannya saat ini adalah : It\'s now or never .. tomorrow will be to late. (sekarang atau tidak pernah - besok atau semua terlambat)..****
Bank Dunia Jangan Lagi “Intervensi” Proses Hukum Indonesia, Cukup Sekali
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Sri Mulyani sempat dua kali diperiksa KPK terkait kasus dugaan penyimpangan pengucuran dana talangan (bailout) Rp6,7 triliun kepada Bank Century, masing-masing pada 29 April 2010 dan 4 Mei 2010. Ketika itu, Sri Mulyani menjabat sebagai Menteri Keuangan sekaligus juga Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK). Satu hari setelah diperiksa KPK, Sri Mulyani menyampaikan pengunduran diri sebagai Menteri Keuangan RI pada 5 Mei 2010, dengan alasan mendapat tawaran dari Bank Dunia sebagai direktur pelaksana Bank Dunia. Proses penunjukan Sri Mulyani sangat aneh dan tidak lazim. Sri Mulyani mengaku tidak pernah melamar ke Bank Dunia untuk posisi apapun. Tetapi, tidak ada angin dan tidak ada hujan, Bank Dunia mengumumkan penunjukan Sri Mulyani sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia, melalui siaran pers yang dipublikasi Bank Dunia di Washington, Amerika Serikat, pada 4 Mei 2010 atau 5 Mei 2010 waktu Jakarta, satu hari setelah diperiksa KPK untuk kedua kalinya. Penunjukan Bank Dunia ini sangat melecehkan rakyat Indonesia. Karena Bank Dunia secara sepihak menunjuk, artinya “membajak”, Menteri Keuangan yang masih aktif, dari sebuah negara berkembang anggota Bank Dunia, yang sedang menghadapi proses hukum di KPK, sebagai direktur pelaksana yang akan berkantor di Amerika Serikat. Terlepas apakah yang bersangkutan, atau Presiden RI, memberi persetujuan atau tidak. Penunjukan Sri Mulyani sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia ini patut diduga keras bersifat politis, dan sekaligus telah melakukan intervensi hukum Indonesia. Alasan penunjukan Sri Mulyani karena berprestasi justru lebih melecehkan rakyat Indonesia. Kalau Sri Mulyani memang berprestasi, seharusnya Bank Dunia membiarkan Sri Mulyani menyelesaikan tugasnya sebagai Menteri Keuangan sebaik-baiknya. Bukan malah membajak. Karena salah satu tujuan Bank Dunia adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat di seluruh dunia, khususnya negara-negara berkembang. Sepengetahuan saya, mohon Bank Dunia berkenan memberi klarifikasi, Bank Dunia selama ini tidak pernah menawari atau mempekerjakan Menteri Keuangan yang masih aktif: Bank Dunia tidak pernah membajak Menteri Keuangan dari negara lain. Kasus penunjukan Sri Mulyani sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia merupakan kejadian satu-satunya. Bank Dunia bahkan harus menolak seandainya Sri Mulyani mengajukan lamaran untuk bekerja di Bank Dunia, sampai permasalahan hukum yang bersangkutan selesai. Hal ini menunjukkan Bank Dunia tidak profesional, dan rakyat Indonesia mempertanyakan standar etika dan moral pimpinan Bank Dunia ketika itu, Robert Zoellick: bagaimana Bank Dunia bisa menunjuk seorang Direktur Pelaksana yang sedang diperiksa lembaga anti korupsi, KPK? Sri Mulyani ketika itu merupakan ketua KKSK yang mempunyai kekuasaan memberikan dana talangan kepada Bank Century. Kepergiannya meninggalkan Indonesia akan membuat sulit pemeriksaan selanjutnya, dan ini akhirnya terbukti. Hal ini menguatkan dugaan bahwa penunjukan Sri Mulyani sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia bersifat politis dan sekaligus melakukan intervensi terhadap proses hukum di Indonesia. Saat ini, Sri Mulyani sedang menghadapi mega skandal korupsi kolektif di Kementerian Keuangan, khususnya di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Nilainya sangat luar biasa besarnya. Menurut PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), ada indikasi pencucian uang hingga mencapai Rp300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan. Untuk itu, rakyat Indonesia menuntut keras kepada Bank Dunia dan institusi internasional lainnya untuk tidak lagi melakukan intervensi proses hukum di Indonesia, seperti yang sudah terjadi sebelumnya pada 2010. Rakyat menuntut proses hukum mega skandal korupsi kolektif di Kementerian Keuangan wajib diusut tuntas. Mega skandal korupsi kolektif ini berdampak sangat buruk bagi rakyat Indonesia, membuat rasio penerimaan pajak terhadap PDB turun, membuat utang pemerintah naik drastis, membuat pemerintah tidak berdaya memberantas kemiskinan. (*)
Dawuh Mbah Moen
Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa SUATU ketika, Kang Muhlisin, anggota DPR PPP saat itu menelepon saya. Bilang: Mbah Moen (panggilan akrab K.H. Maemoen Zubair) suka Anies. Beliau minta sejumlah santri Al-Anwar untuk riyadhoh agar Anies menang di pilgub DKI Jakarta 2017. Gak gratis. Mbah Moen kasih uang untuk para santri yang riyadhoh itu. Begitulah Mbah Moen, juga umumnya para ulama Sarang, selalu menghargai keringat dan tenaga orang lain. Meskipun mereka adalah santri sendiri. Cerita yang sama diulang Kang Muhlisin saat jumpa saya. Beliau bahkan bersumpah \"wallah\", bahwa cerita itu benar. Tanpa sumpah pun saya sudah percaya. Sebab, Kang Muhlisin ini santri yang boleh dibilang paling dekat dengan Mbah Moen. Itu lantaran khidmad beliau ke Mbah Moen dan keluarga ulama Sarang luar biasa. Hampir gak bisa dicari tandingannya. Kalau ini, saya menyaksikannya sendiri. Total waktu, tenaga, dan segalanya. Saya jauh dari mampu melakukan seperti yang beliau lakukan. Beliau persis satu kelas di atas saya ketika kami sama-sama sekolah di Madrasah Ghazaliyah Sarang. Madrasah untuk para santri Sarang. Dimanapun pesantrennya, sekolahnya di Madrasah Ghazaliyah. Gus Baha\', muballigh youtube yang lagi viral dan terkenal alimnya itu, beberapa kelas di atas kami. Gus Baha\' lebih senior. Kata lain dari \"lebih tua\" dari kami. Cerita Kang Muhlisin ini sampai ke saya beberapa pekan setelah pilgub DKI 2017 selesai. Dugaan saya, Anies dan timsesnya gak tahu cerita ini. Saya juga baru tahu ketika Kang Muhlisin cerita. Antusias lagi. Beberapa bulan setelah itu, Mbah Moen telp saya. Cukup lama. Durasi waktunya kurang lebih 20-30 menit. Di telp, Mbah Moen menegaskan kesukaannya kepada Anies. Beliau bilang: \"aku suka Anies. Santri-santri, riyadhoh buat Anies. Ente bilang sama Anies: suruh sabar\". Itu diantara petikan dari nasehat Mbah Maemoen Zubair melalui saya. Hingga suatu ketika, ada acara di Hotel Borobudur Jakarta. Mbah Moen adalah satu dari beberapa pembicara. Saya ditunjuk panitia jadi moderator. Kalau tidak keliru, tema seminarnya tentang menangkal bahaya terorusme. Mbah Moen posisi duduknya persis di sebelah kiri saya. Sambil tangan kanan beliau pegang paha kiri saya, beliau bilang: \"saya suka Anies. Saya suruh beberapa santri riyadhoh agar Anies menang. Bilang sama Anies untuk selalu bersabar. Jangan melawan.\" Itu tentu hanya cuplikan. Yang beliau ungkap dan nasehatkan lebih dari itu. Tapi, intinya itu. Kalimat lain hanya penguat saja. Kenapa cerita ini perlu saya ungkap? Pertama, agar para santri Sarang tidak ada yang benci kepada para politisi, termasuk kepada Anies. Kalau berbeda dalan politik, itu hal wajar. Gak boleh ada kebencian. Mbah Moen tidak hanya postif thinking kepada Anies, bahkan beliau respek dan mendukung Anies. Kalau ada santri Sarang tidak mendukung Anies, itu hak demokrasi yang harus dihargai. Tapi, setidaknya tidak ikut-ikutan membenci dan termakan fitnah. \"Jangan membenci orang yang dicintai guru dan kiaimu\". Itu pesan yang barangkali bisa kita ambil. Kedua, berpolitik itu penting. Karena pemimpin itu lahir dari proses politik. Dan pemimpin itu menentukan nasib bangsa, dan juga nasib umat. Berpolitik bisa dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya dzikir dan doa. Itu yang Mbah Moen lakukan ketika memberi dukungan kepada Anies di pilgub DKI, yaitu dengan riyadhoh. Ini cara dan jalan yang positif. Allah penentu takdir, minta takdir yang terbaik dari Allah. Mbah Moen minta sama Allah agar Anies menang di pilgub DKI saat itu. Doa Mbah Moen diijabah. Ketiga, sabar. Ini nasehat Mbah Moen kepada Anies. Bisa menjadi nasehat Mbah Moen kepada kita semua, khusunya kepada para santri Sarang. Sabar, karena Allah suka hamba yang bersabar. Hidup memang penuh liku dan tantangan, terutama bagi pemimpin seperti Anies. Setiap perjuangan butuh kesabaran. Mbah Moen juga bilang: \"jangan ketemukan aku dengan Anies sekarang. Nanti saja\", kata Mbah Moen. Mbah Moen sudah menghadap Ilahi dengan tenang. Hari selasa, di Makkah, dan musim haji. Ini sesuai dengan doa Mbah Moen sendiri. Kebetulan saya saat beliau wafat, juga ada di Makkah. Diberi mesempatan untuk menjenguk di rumah sakit, ke tempat disemayamkan, mendhalatkan beliau di Masjid Haram, hingga dimakamkan di Ma\'la. Kang Muhlisinlah yang mengadzani saat di pemakaman di Ma\'la. Suatu anugerah sendiri bisa mengantar hadratus Syeikh di akhir hayat beliau. Allahu Yarham. Semoga beliau bahagia di surga. Saya tidak tahu, apakah Mbah Moen sebelum wafat, sudah sempat berjumpa langsung dengan Anies. Allahu A\'lam. Semoga Anies, di sela-sela kesibukannya yang luar biasa saat ini, sempat membaca tulisan ini. Jakarta, 11 Maret 2023
Bau Dupa
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih DUPA yang beragam bentuk dan fungsinya adalah sebuah bahan yang ketika dibakar mengeluarkan bau wangi aroma. Biasa untuk upacara keagamaan, aromaterapi, pengusir serangga atau meditasi dll. Dalam sebuah pertemuan di pendopo seorang yang dikenal oleh masyarakat sebagai kyai bahkan seorang intelektual (penuh pernak pernik tulisan bernafas keagamaan dan sesanti Jawa) menempel di dinding ruang tamu yang cukup luas. Sang kyai tersebut dalam percakapan penuh bijak dan cair tidak satu arah tetapi dengan senang memberi ruang ketika saat berbicara boleh dipotong (di sela dengan pertanyaan atau pendalam isi materi yang sedang dibincangkan). Topik sang kyai awalnya cukup sulit ditangkap ketika mengawali cerita alam ghaib (alam Malaikat dll). Dengan materi berawal dari kajian syariat, tarekat, makrifat, dan hakikat. Sampai pada kesimpulan pelajaran tersebut tidak harus dipelajari sesuai tahapan tetapi bisa langsung ke makrifat dan hakikat karena syariat tanpa pemahaman makrifat dan hakekat, umat Islam akan terus pada kedangkalan imannya. Karena bukan seminar atau simposium, judul melebar ke mana dan sang kyai tampak siap untuk berdialog layaknya seorang guru yang arif dan bijak. Ketika semua sedang masuk dalam keseriusan berbagi ilmu, di majlis itu sangat menyengat bau dupa. Tidak kelihatan di mana dupa itu dibakar. Karena tidak bisa mencium bau dupa perut merasa mual tetapi harus tetap bertahan. Maaf Pak Kyai ini bau dupa (saya tidak berani bertanya lebih detil). Ya mereka (makhluk ghaib) juga butuh mediasi untuk ikut berdiskusi. Kamu harus percaya dengan alam ghaib. Judul syariat, tarekat, makrifat dan hakekat otomatis menepi ganti judul, dan itu dimaklumi oleh para tamu yang hadir Apakah makhluk ghaib seperti jin bisa diajak diskusi Pak Kyai? Lho dia makhluk biasa seperti kita kita juga ada tingkat kecerdasan yang berbeda beda juga sebagian suka ngobrol seperti saat ini dan mereka juga menjadi pendengar yang baik, sesekali bertanya juga. Langsung saja masuk ke topik yang selama ini saya gelisahlan. Apakah mereka jugalah yang berkolaborasi dengan dukun dukun? Ya, hanya ada dukun yang jujur bicara benar dan banyak dukun yang suka bicara ngawur. Contoh ngawur kalau dukun mulai meramal atas kejadian yang akan datang dan belum terjadi. Dukun yang kerjasama dengan sebangsa jin dan bisa meramal masa depan itu bohong. Dukun bisa mengetahui sesuai info dari jin dan itu hanya sebatas yang jin ketahui. Situasi di sela oleh tamu lainnya jadi ingat, saya kenal seorang dosen UIN (ngajar bahasa Arab) menjadi rujukan kalau ada masalah terkait gangguan jin. Sang dosen yang memiliki pondok juga memiliki beberapa jin dalam kendalinya. Ilmu tersebut di beri dan dimasukkan dalam dirinya dari seorang Kyai juga saat mondok di pesantren. Jin dalam kendalinya bisa diperintah untuk chek lokasi jarak jauh dan setelah selesai pulang melaporkan hasil chek nya. Jin itu hanya tahu apa yang sudah terjadi tidak akan bisa mengetahui yang belum terjadi. Bagaimana ceritanya dengan penguasa laut Selatan Pak Kyai yang suka serem- serem dikaitkan dengan kekuatan penguasa dan kekuasaan? Hampir semua cerita itu hanya cerita karangan belaka. Nama Ratu Kidul (laut selatan) beda dengan Nyi Roro Kidul dan Nyi Blorong . Semuanya dari golongan jin dan yang saya tahu Ratu Kidul itu jin Islam ( putih ) dengan Nyi Roro kidul dan Blorong itu jin hitam (kafir). Maka ada cerita Ratu Kidul laut selatan kerjasama dengan kerajaan Mataram Islam, dengan segala ceritanya, wajar wajar saja. Lho sama ketika saya juga pernah dialog dengan makhluk jin yang mengaku aku putri Ratu Kidul laut selatan cerita juga sama. Bagaimana dengan keadaan bangsa Indonesia saat ini Pak Kyai? Kalau keadaannya terus begini itu juga info dari para jin dan sering di barengkan dengan cerita dari para leluhur. Berdasarkan ilmu titen memang akan terjadi Goro Goro. Kalau sang penguasa terus mengumbar hawa nafsunya. Berkuasa bukan demi rakyat tetapi demi nafsu angkara murkanya. Terkait dengan Presiden Jokowi jangan sampai ada yang suka membuat karangan ghaib yang neko neko karena semua juga di per-saksikan baik buruknya oleh alam ghaib. Itu tidak bisa dikarang-karang dan direkayasa. Ingat ada tokoh mengatakan penguasa saat ini seperti Fir\'aun juga dugaan kuat info dari barisan jin Islam, yang sedang mengikuti perkembangan negara saat ini Ternyata bau dupa yang sangat menyengat hanya sebagai media makhluk ghaib yang datang ikut berdiskusi. Karena P Kyai sering terlihat seperti mendengarkan usulan dari makhluk ghaib yang ikut nimbrung dalam pertemuan. Wallahu a\'lam. (*)