OPINI
Memahami Jebakan Subsidi Kendaraan Listrik dalam Keuangan Negara
Oleh Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute SUBSIDI kendaraan listrik menjadi topik kebijakan publik yang menarik akhir-akhir ini. Kontroversi tersebut berasal dari Pidato Anies Baswedan pada 7 Mei 2023 di depan Relawan Amanat Indonesia di Istora Senayan. Anies Baswedan menyoroti bagaimana seharusnya kekuasaan harus tetap berada di tangan rakyat. Kemudian Anies Baswedan menyoroti subsidi kendaraan listrik yang terkesan ada kelompok ekonomi yang menunggani proyek kendaraan listrik akhir-akhir ini dan subsidi rakyat digunakan untuk mendukung proyek tersebut. Ini Anies Baswedan tidak setuju. Subsidi adalah alat distribusi kekayaan, bukan akumulasi kekayaan. Anies menyampaikan pandangannya soal magnitude subsidi listrik yang menggunakan uang publik. Kritikan Anies Baswedan diberikan batas yang jelas yaitu soal layakkah dalam kebijakan publik, subsidi diberikan kepada the Have dan mencabut subsidi untuk the Have Not. Dalam perspektif kebijakan publik dan keuangan negara yang terbatas seharusnya pemberian subsidi diberikan kepada sesuatu yang lebih tepat guna dan dapat membantu rakyat yang paling marjinal. Anies sangat paham kondisi keuangan negara dimana karena terbatas jumlahnya maka subsidi menggunakan keuangan negara harus diberikan melalui sektor-sektor yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat banyak. Bukan memberikan subsidi kepada mereka yang mampu dan melupakan kelompok miskin. Anies memiliki keinginan agar negara dijalankan untuk melindungi semua dan memberikan distribusi kekayaan yang adil kepada mereka yang tidak mampu. Anies memberikan ilustrasi yang tepat dengan membandingkan subsidi untuk mobil di kota besar diprioritaskan namun masih banyak warga negara yang belum punya listrik seperti di Pulau Selaru, Maluku Tenggara Barat. Pandangan seperti ini lebih tepat dan lebih bijak dalam pandangan kebijakan publik. Di mana perspektif kebijakan publik adalah subsidi merupakan alat distribusi kekayaan, bukan akumulasi kekayaan bagi orang kaya dan orang kota. Rekomendasi: Menggiatkan kendaraan listrik untuk massal bukan mengambil aubsidi hak orang lemah. Bagaimana pandangan kebijakan publik untuk menghindari jebakan subsidi listrik dalam keuangan negara? Perhari ini Mei 2023, utang negara mencapai lebih dari Rp7,734 triliun atau setara 526 miiar USD. Jumlah utang tersebut, pemerintah harus membayar rerata Rp400 triliun untuk pokok utang dan Rp386 triliun untuk bunga berjalan. Totalnya hampir Rp800 triliun untuk membayar pokok dan bunga. Sementara itu APBN berjumlah Rp3.061 triliun. Proporsi pembayaran utang dan bunga atau debt service ratio (DSR) pada tahun 2023 meningkat di kisaran 25% hingga 30% tepatnya 26,6%. Memberikan subsidi kepada individu kendaraan listrik akan mempersulit keuangan negara dalam memberikan layanan publik lainnya. Solusi agar publik menggunakan kendaraan listrik tanpa harus subsidi yang menggerus APBN adalah melalui memberikan insentif non-monetary. Insentif non-monetary mobil listrik dapat berupa memberikan kebebasan tilang elektronik dan pembatasan ganjil genap yang sebenarnya sudah dilakukan Anies Baswedan di Jakarta. Anies Baswedan juga menerapkan insentif non subsidi listrik melalui menghapus pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor berbasis listrik baik roda dua maupun roda empat dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta nomor 3 tahun 2020 tentang Insentif Pajak Bea Balik Nama Kendaraan atas Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk transportasi jalan. Dirinya juga memiliki perhatian besar terhadap penggunaan kendaraan listrik, khususnya untuk transportasi umum. Pada awal 2022, Anies meluncurkan 30 bus listrik yang kemudian beroperasi di Jakarta. Jumlah 30 armada bus listrik di Jakarta, termasuk jumlah terbanyak yang ada di Indonesia. Apa yang sudah dilakukan Anies Baswedan tidak cukup dalam level kota jakarta saja, namun perlu diperbesar dalam ruang lingkup nasional NKRI. Dengan begitu, Indonesia dapat keluar dari jebakan subsidi mobil listrik yang membebani keuangan negara di masa depan. Semoga (*)
Presiden Keluar dari Rambu Rambu Konstitusi
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih RENTETAN kejadian politik busuk terus terjadi. Partai Berkarya yang identik dengan keluarga Cendana, dan dianggap berpotensi menggangu kekuasaan, diambilalih oleh Muhdi PR dari kepemimpinan dari Tommy Soeharto. Pengambilalihan partai tetap dengan modus yang sama, pada Maret 2020, sejumlah kader Partai Berkarya membentuk Presidium Penyelamat Partai, terjadilah Munaslub. Dari Munaslub itu, Muchdi Purwopranjono terpilih sebagai ketua umum dan Badaruddin Andi Picunang sebagai Sekretaris Jenderal. Secepatnya Kemenkumham mengesahkan lewat SK yang diterbitkan kementerian tersebut mengesahkan Partai Berkarya di bawah pimpinan Muhdi PR. Kejadian dramatis terus terulang ketika penguasa merasa terganggu dengan munculnya capres Anies Baswedan, sebagai pengusung Partai Demokrat akan dipatahkan. Lagi dengan modus yang menciptakan Munaslub, masuk ke ranah PTUN, perampok partai dimenangkan oleh PTUN dan disyahkan oleh Menkumham. Patahlah Partai Demokrat, otomatis Anies Baswedan sebagai terpental dari capres 2024. Sebelumnya kongres Partai Amanah Nasional (PAN) dibuat ribut dan dalam perjalanan waktu harus dibersihkan dari tokoh pendiri partai PAN yang berseberangan dengan penguasa dan diserahkan ke Zulkifli Hasan yang relatif jinak dan bisa dikendalikan penguasa. Rentetan kejadian politik yang anomali menyimpang dari kondisi normal karena pengaruh berkuasa yang ingin tetap berkuasa, munculnya rekayasa dramatis bersumber dari rekayasa penyakit demokrasi adalah adanya ketentuan Presidential Treshold (PT) 20% kursi atau 25% suara, yang telah diberlakukan sejak Pemilu pilpres pertama tahun 2004. Dampak ikutannya makin runyam dan parah, presiden terkesan keluar dari rambu-rambu konstitusi: Presiden Jokowi dan lingkaran dalamnya mempertimbangkan opsi untuk menunda Pemilu 2024 sekaligus memperpanjang masa jabatan Presiden. Sejalan dengan strategi penundaan pemilu, sempat muncul ide untuk mengubah konstitusi guna memungkinkan Presiden Jokowi menjabat lebih dari 2 periode. Setelah rekayasa ini kandas muncul rekayasa lanjutan, strategi mengkerdilkan KPK berjalan beriringan dengan strategi memperalat hukum sebagai instrumen dalam strategi pemenangan pilpres 2024. Calon presiden dari penguasa harus aman dan menang pada Pilpres 2024. Setelah penguasa merasa bisa memperdaya sebagian ketum partai, tidak ada habisnya akan bulus terus berlangsung disiapkan komposisi hakim Mahkamah Konstitusi untuk antisipasi dan memenangkan sengketa hasil pilpres 2024. Di ujung cerita rekayasa busuk yang akan menghancurkan proses demokrasi bisa berjalan secara normal. Paska Anies Baswedan bisa diamputasi maka capres Prabowo Subianto (PS) juga dalam ancaman dikerdilkan dengan membatasi parpol yang boleh koalisi dengan dengan PS. Sesungguhnya ada rekayasa tersembunyi, ketika PS bisa dipatahkan tanpa partner koalisi partai untuk memenuhi PT 20 %, maka terjadilah Capres tunggal Ganjar Pranowo. Seandainya rekayasa ini terjadi maka dipastikan akan ditolak oleh KPU. Kembalilah pada skenario awal perpanjangan masa jabatan Presiden atau hidup kembali masa jabatan presiden untuk periode ke tiga. Semua opsi di atas, penguasa saat ini tidak berdiri sendiri ada pengendali kekuatan yang lebih besar mengendalikan proses politik di Indonesia yang ingin tetap menancapkan kekuasaannya. Pertarungan kekuasaan Cina dan Amerika di Indonesia masuk begitu dalam dan penguasa saat ini seperti tidak berdaya menghadapinya. Ke mana proses politik Indonesia akan berlabuh, hancur atau Indonesia bisa kembali dan bangkit. Kata kuncinya adalah harus ada kekuatan rakyat mendobrak negara kembali ke UUD 45, baik sebelum atau sesudah Pilpres 2024. Idealnya sebelum Pilpres 2024; Indonesia sudah bisa kembali ke UUD 45. Kalau itu tidak terjadi Indonesia akan terus meluncur pada kekacauan dan kehancuran. Presiden keluar dari rambu rambu konstitusi, saat ini dalam kondisi tidak berdaya tersisa justru ketakutan paska lengser dari kekuasaannya. *****
Jokowi Menjelang Tumbang
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan AJAL kekuasaan Jokowi tinggal menghitung mundur. Meski pernah dan kuat wacana penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan, akan tetapi wacana itu semakin meredup seiring Jokowi aktif untuk mendukung atau mengkondisikan Capres pilihannya. Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto. Kecenderungan terkuat tampaknya kepada Ganjar Pranowo. Meski dengan terpaksa. Mengapa terpaksa? Karena Jokowi kehilangan momentum untuk menjadi penentu atas Ganjar Pranowo sang jagoan awal yang kemudian ia tinggalkan saat tergoda untuk melirik Prabowo. Sementara Megawati merebut Ganjar atas dasar kalkulasi untuk masa depan PDIP. Meski harus mengorbankan karier dekat puterinya Puan Maharani. Ganjar yang direbut paksa membuat shock Jokowi. Ia limbung. Meski Jokowi mencoba memperbaiki posisi tetapi Ganjar kini sudah milik Megawati dan PDIP. Jokowi menjadi bukan penentu tetapi penyerta saja bahkan singgasana pun harus direlakan untuk dimanfaatkan. Jokowi panik menjelang tumbang. Tumbang normal pada tahun 2024 dan atas kecelakaan jika harus lengser sebelum 2024. Dua hal yang mungkin terjadi dalam proses politik. Kepanikan jika harus meninggalkan Istana pada tahun 2024 adalah ketidakpastian jaminan akan diri dan keluarga pasca tidak berkuasa. Jikapun Ganjar menjadi Presiden, Jokowi akan tetap berat berhadapan dengan tuntutan rakyat atas hutang dan beban berbagai kebijakan politiknya. Ganjar Pranowo yang berada di bawah kendali Megawati potensial melepas Jokowi tanpa perlindungan. Itu jika Ganjar sebagai pemenang. Nah jika ternyata Anies Baswedan yang justru menjadi Presiden, maka lebih celaka lagi bagi Jokowi. Anies Baswedan akan didesak oleh rakyat untuk mengaudit kekayaan Jokowi dan memproses hukum atas berbagai pelanggaran yang dilakukan selama menjabat sebagai Presiden. Kepanikan terbesar adalah jika ada tekanan rakyat yang meminta dirinya mundur atau mungkin dimundurkan segera. Gaung pemakzulan yang akan menggema. Manuver politik menuju 2024 yang dilakukan Jokowi semakin tak terkendali. Bergerak di antara usaha \"menyingkirkan\" Anies, merebut kembali kendali atas Ganjar serta mengobati dan memulihkan kepercayaan \"penghianatan\" kepada Prabowo. Berbagai manuver tak terkendali akan menjadi boomerang. Menggali kuburan sendiri untuk mengisinya lebih cepat. Blunder politik akan mempertajam perpecahan internal di lingkungan Istana. Publik sudah tahu dan bisa membaca antara Megawati dan Jokowi sebenarnya \"tidak akrab\" begitu juga dengan partai koalisi yang sedang bergerak sendiri-sendiri mencari posisi. Ketaatan pada Jokowi hanya basa-basi. Ketika mengumpulkan partai koalisi di istana ia menyatakan tidak melanggar konstitusi karena bertindak sebagai politisi. Ia lupa jika sebagai politisi memanfaatkan fasilitas negara itu yang disebut sebagai melanggar konstitusi. Masuk kategori \"perbuatan tercela\" yang menjadi elemen untuk impeachment. Manuver terdekat Jokowi adalah Musra relawan tanggal 14 Mei 2023 di GBK Senayan. Disebut sebagai puncak Musra. Jokowi akan hadir untuk memberi komando. \"Kita tunggu bersama apa yang akan diperintahkan Jokowi kepada kami semua di acara puncak Musra\", kata Budi Arie Setiadi Ketum DPP Projo. Kehadiran Jokowi dipastikan oleh DPP Projo tersebut. Kebingungan Jokowi menjelang tumbang akan terbaca dari perintah di Musra besok. Jika diarahkan untuk dukung Ganjar sebagai Capres maka itu pertanda Jokowi sudah sesak nafas berada di bawah arus kuat komando Megawati \"pemilik\" Ganjar Pranowo. Jika semangat mendorong Projo agar mendukung Prabowo, maka itu indikasi bahwa perpecahan elit politik Istana sudah semakin nyata. Memang kalau seseorang sudah mendekati ajal maka saat \"sakaratul maut\" ia meronta-ronta dengan tak jelas pegangan. Penuh ketakutan dan kekhawatiran akibat dosa-dosa yang bertumpuk. Pak Jokowi tidak terkecuali. Meronta menjelang tumbang. (*)
Pancasila dan Politik Identitas
Oleh Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag., - Guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kallijaga Yogyakarta, Dosen S3 Prodi Psikologi Pendidikan Islam UMY, dan Dosen Studi Kitab Tafsir UAD, Ketua Umum MUI dan FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Kota Yogyakarta, Anggota Tim Penyusun Tafsir Al-Quran Tematik, dan Tim Revisi Terjemah Al-Quran Kemenag RI, Penulis e-book 365 Kearifan dari Socratres Hingga Soekarno, dan 60-an buku lainnya. PANCASILA adalah dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bangsa Indonesia menghayati dan meyakini bahwa kemerdekaan Indonesia dari penjajahan adalah berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, melalui perjuangan yang penuh pengorbanan tenaga, pikiran, jiwa, dan raga. Dalam perjalanannya Pancasila mengalami pengayaan hingga menjadi rumusan final pada Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945. Pancasila cerminan suara hati nurani manusia Indonesia yang menggelorakan semangat dan harapan akan hari depan yang lebih baik. Pancasila menempatkan manusia pada keluhuran harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, dengan kesadaran untuk mengembangkan kodratnya sebagai makhluk pribadi maupun sosial. Kemajuan seseorang ditentukan oleh kemauan dan kemampuannya dalam mengendalikan diri dan kepentingannya dalam melaksanakan kewajiban sebagai warga masyarakat dan negara. Pancasila merupakan satu kesatuan dari lima sila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa; Kemanusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan sila pertama manusia Indonesia menyatakan percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sila pertama menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk Indonesia untuk memeluk agama dan beridabah menurut ajaran agamanya. Manusia Indonesia saling menghormati dan bekerja sama membina kerukunan hidup sesama umat beragama. Kebebasan beragama diakui sebagai salah satu hak paling asasi di antara hak-hak asasi manusia. Dengan sila kedua, manusia Indonesia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Sama hak, derajat, dan kewajibannya, tanpa pembeda-bedaan suku, keturunan, agama, jenis kelamin, serta kedudukan sosial, dan sebagainya. Sila kedua menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan mendorong kegiatan kemanusiaan, membela kebenaran, dan keadilan, serta mengembangkan sikap saling menghormati, dan bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Dengan sila ketiga, manusia Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan bangsa, dan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan. Persatuan dikembangkan atas dasar kebhinekaan, dan kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. Dengan sila keempat, manusia Indonesia sebagai warga masyarakat dan negara mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Keputusan menyangkut kepentingan bersama dilakukan dengan musyawarah dan mufakat menggunakan akal sehat, sesuai dengan hati nurani yang luhur, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, serta mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama. Permusyawaratan dalam demokrasi didasarkan atas asas rasionalitas dan keadilan, bukan subjektivitas ideologis dan kepentingan, didedikasikan bagi kepentingan banyak orang, berorientasi jauh ke depan, melibatkan dan mempertimbangkan pendapat semua pihak yang dapat menangkal dikte minoritas elit penguasa dan klaim mayoritas. Praktik pemilihan presiden secara langsung oleh semua warga negara Republik Indonesia dengan prinsip one man one vote (satu orang satu suara) tidak sejalan dengan sila keempat Pancasila: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dengan sila kelima manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta menghormati hak-hak orang lain. Pancasila merupakan satu kesatuan utuh yang terpadu dan tak boleh dipisahkan yang satu dari yang lain. Ketuhanan Yang Maha Esa menjiwai sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demikian seterusnya. Sebagai dasar negara Pancasila niscaya menjadi landasan Undang-undang Dasar dan Undang-undang lain serta peraturan-peraturan turunannya. Segala Undang-undang dan peraturan yang tidak sejalan dengan Pancasila, sejak hari proklamasi, Jumat 17 Agustus 1945 hingga hari ini, harus ditinjau ulang, diperbaiki, dan/atau dibatalkan. Politik adalah usaha untuk mencapai masyarakat yang terbaik yang akan hidup bahagia, karena memiliki peluang untuk mengembangkan bakat, bergaul dengan rasa kemasyarakatan yang akrab, dan hidup dalam suasana moralitas yang tinggi. Kegiatan politik menyangkut cara bagaimana kelompok mencapai keputusan kolektif dan mengikat melalui pendamaian perbedaan-perbedaan di antara anggotanya. Kegiatan politik suatu bangsa bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya yang tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan kerja sama. Politik dalam bentuk paling baik adalah usaha mencapai suatu tatanan sosial yang berkeadilan. Persepsi adil itu dipengaruhi oleh nilai-nilai serta ideologi dan zaman yang bersangkutan. Politik dalam bentuk paling buruk adalah perebutan kekuasaan, kedudukan, dan kekayaan untuk kepentingan sendiri. Politik adalah perebutan kuasa, tahta, dan harta. Pengelolaan kebhinekaan merupakan aspek penting dalam kehidupan berbangsa untuk mewujudkan kohesivitas sosial yang akan membuat penduduk lintas agama dan lintas etnis nyaman. Setiap warga negara harus mempercayai sesama warga dan pemerintah untuk merancang dan menerapkan kebijakan yang bermanfaat secara inklusif. Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2023 bertema Recontextualizing Fiqh for Equal Humanity and Sustainable Peace di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2-5 Mei 2023 membuahkan Surabaya Charter. Salah satu poin rekomendasinya untuk merespons situasi dan kondisi yang perkembangan adalah sebagai berikut: (5) Rejecting the utilization of religion for political purposes. The phenomenon of identity politics, especially on the ground on religion, must be strongly turned down. Merespons Surabaya Charter tersebut, Prof. Daniel M. Rosyid menulis, “Piagam Surabaya: Corong Snouck Hurgronje?” Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS), di UINSA Surabaya melontarkan Piagam Surabaya yang salah satu isinya adalah menolak keras politik identitas, terutama pemanfaatan agama Islam dalam politik praktis. AICIS 2023 adalah forum studi, namun dengan menamai rumusan akhirnya sebagai Piagam Surabaya, sulit untuk menghindari kesan agenda politik dari konferensi ini. Bahkan dengan menamakannya sebagai Islamic Studies, tampak sekali agenda politik identitas yang justru hendak ditentangnya. Tesis pokok yang diperjuangkan AICIS 2023 adalah bahwa politik harus bebas dari agama. Tempat-tempat ibadah tidak boleh berbicara politik. Jika politik adalah perjuangan untuk menjadikan nilai-nilai utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka hanya pikiran yang terlatih yang menyadari bahwa agenda ini bertentangan secara langsung dengan Pembukaan UUD45 sebagaimana disepakati para pendiri bangsa ini. https://www.zonasatunews.com/tokoh-opini/piagam-surabaya-corong-snouck-hurgronje/ Politik identitas merupakan penjabaran dari identitas politik yang dianut oleh warga negara berkaitan dengan arah politik yang kerap dikerucutkan menjadi dua kelompok, yaitu nasionalis dan agamis. Antara nasionalisme dan agama sesungguhnya tidak bisa dan tidak pada tempatnya untuk dibenturkan. Agama dan nasionalisme adalah dua kutub yang tidak berseberangan. Nasionalisme adalah bagian dari agama, dan keduanya saling menguatkan. Politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu, misalnya sebagai bentuk perlawanan atau alat untuk menunjukkan jati diri suatu kelompok tersebut. Identitas tertentu digunakan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa \'sama\', baik secara ras, etnisitas, agama, maupun elemen perekat lainnya. Secara positif, politik identitas menghadirkan wahana mediasi penyuaraan aspirasi bagi pihak-pihak tertentu. Politik identitas dianggap sebagai senjata yang kuat oleh elit politik untuk menurunkan popularitas dan keterpilihan rival politik mereka atau upaya untuk mendapatkan dukungan politik dari publik. Isu etnis dan agama adalah dua hal yang selalu masuk dalam agenda politik identitas para elit di Indonesia. Belakangan ramai perbincangan mengenai politik identitas. Seorang muslim dianggap tidak baik jika memilih pemimpin berdasar agamanya, dengan alasan hal itu merupakan bentuk “politik identitas” yang buruk akibatnya. Jika yang dimaksud dengan “politik identitas” adalah memilih pemimpin muslim yang memperjuangkan kemaslahatan umat dan bangsa, maka hukumnya wajib. Namun, jika yang dimaksud adalah mengeksploitasi dan memperjualbelikan Islam dan simbol-simbol lainnya untuk kepentingan politik pribadi dan golongan tertentu, maka hukumnya haram. Pemerintah adalah pihak yang memegang kekuasaan atau penanggung jawab yang dapat mengambil keputusan dan menangani berbagai macam persoalan. Di dalam Islam tidak ada pemisahan secara tajam antara soal-soal yang sakral dan sekular. Adanya suatu pemerintah diharapkan berjalan di atas kebenaran, dan dapat bertindak sebagai pemimpin yang saleh, benar, dan bersih pula. Kita harus menghormati dan mematuhi pemegang kekuasaan yang demikian. Dalam konteks pemilihan presiden 2024, pemerintah adalah penyelenggara sekaligus wasit dalam pesta demokrasi lima tahunan di Indonesia. Semua warga negara Indonesia tanpa kecuali hendaknya melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing, dan tidak menyalahgunakan hak-haknya. Permainan apa pun akan rusak bila wasit ikut bermain. (*)
Presiden Gagal Landing
Oleh Laksma TNI Prn Ir. Fitri Hadi S., MAP - Analis Kebijakan Publik ADA apa dengan TNI dan ada apa pula dengan purnawirawan TNI. Sudah pecahkah negeri ini sehingga para perwira tinggi negeri ini merasa perlu tampil ke depan. Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia Try Soetrisno berkata TNI harus digugah, TNI harus berani mengingatkan Presidennya. Kemudian mantan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memutuskan turun gunung, beliau mengatakan, \"Saya harus turun gunung, ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur.\" Lalu Puluhan perwira tinggi purnawirawan berdiri mengawal di belakang SBY dan anaknya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) serta tidak ketinggalan pula berdiri tegak mengawal Prabowo. Di tengah kemeriahan tampilnya para purnawirawan perwira tinggi TNI, menyeruak maju ke depan Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo, seorang perwira tinggi TNI AD aktif, Pangdam Siliwangi, anak mantan Wakil Presiden RI Try Soetrisno, salah satu patriot sejati di negeri ini muncul mengingatkan. Aturan hukum akan jadi acuan TNI dan siap tampil sebagai pengawal pada proses itu. Sikap beretika, bijaksana, beradab dan tentu saja elegan harus ditunjukkan. Akan tetapi, andai ketidakpedulian tetap terjadi dan semakin menguat, maka demi alasan pertahanan dan keamanan, TNI agaknya harus sedikit maju mengambil posisi. Sebenarnya ini bukalah keresahan seorang jenderal dalam menghadapi Pemilu tahun 2024 ini, tapi kepekaan seorang jenderal terhadap apa yang dirasakan rakyat menghadapi pemilu tahun 2024 ini. Tentu kita masih ingat pemilu tahun 2019 yang lalu. Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman mengungkapkan jumlah petugas penyelenggaraan pemilu yang meninggal dunia sebanyak 894 orang (Kompas.com 22 Januari 2020). Untuk tahun 2024 nanti berapa kira-kira petugas yang harus menyetor nyawa lagi? Dan teriakan pemilu curang mulai terdengar di sana-sini. Keterlibatan presiden pada koalisi partai untuk menentukan siapa calon presiden dirasakan tidak memenuhi rasa ketidakadilan. Hal ini bukan hanya sekali terjadi dan secara terang-terangan pula. Presiden Jokowi tampak begitu aktif menyiapkan penggantinya yang sesuai dengan keinginannya sehingga dimotorinyalah pembentukan Koalisi Besar gabungan dari KIB dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). Belum sempat KIB menentukan siapa calon presidennya, PDIP mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai calon presidennya. PDIP tidak harus berkoalisi dengan partai manapun karena jumlah kursinya sudah memenuhi syarat ambang batas atau Presidential Threshold. Jokowi semakin memperlihatkan dukungannya kepada Ganjar Pranowo. Perlakuan Jokowi ini sangat berbeda dengan calon presiden Anies Rasyid Baswedan yang lebih dulu dideklarasikan. Bahkan Nasdem partai yang mendeklarasinya digoyang untuk direshuffle serta dikuncilkan. Beberapa kali Jokowi mengumpulkan partai-partai di antaranya dikumpulkan di Istana Negara tanpa melibatkan Partai NasDem, menggambarkan dukungan Jokowi terhadap calon presiden tertentu. Atas perlakuan semua itu Surya Paloh tidak bergeming dan mengingatkan Jokowi bahwa presiden juga kepala negara harus untuk semua golongan. Kesabaran Surya Paloh mencapai puncaknya, Paloh menunjukkan ketegasannya ketika dukung-mendukung terhadap salah satu calom presiden semakin terang terangan. Lewat Luhut, Surya Paloh berpesan agar Presiden Jokowi tidak menunjukkan sikap meng-endorse figur calon tertentu. Sikap pemerintah atau presiden berpihak pada calon tertentu, Surya Paloh meminta agar Jokowi menghentikan langkah-langkah tersebut (Kompas.com 5 Mei 2023). Tahapan pemilu tahun 2024 baru tahap awal, tapi eskalasinya semakin memanas dan dirasakan banyak pihak. Mereka bersuara dengan bahasanya sendiri bahwa pemilu tahun 2024 akan berlangsung dengan curang dan banyak gangguan. Mereka secara tegas meminta agar pemilu 2024 belangsung aman bebas dari segala gangguan. Reaksi kemungkinan pemilu 2024 curang dan tidak aman juga disuarakan oleh Prabowo Prabowo dengan mengatakan bahwa Mas Ganjar dan Mas Anies dua duanya adalah putra putra terbaik bangsa juga, mereka juga niat untuk berbuat baik untuk kepentingan bangsa dan negara. “Ganjar maupun Anies adalah orang yang saya kenal, mereka juga sahabat-sahabat saya, karena itu kita jangan terprovokasi, jangan menjelek- jelekkan siapapun,” kata Prabowo. Pernyataan Prabowo ini menggembirakan terutama para pendukung Anies Rasyid Baswedan yang selama ini merasa dipinggirkan, adalah bukan yang mustahil Prabowo akhirnya berdiri pihak Anies sebagai salah satu King Maker. King Maker adalah posisi yang tinggi dari pada hanya diposisikan sebagai seorang calon wakil presiden. Semuanya telah bersuara, tokoh partai, TNI dan bahkan dari kalangan pemerintah mengingingatkan, bahwa mereka tidak akan diam bila pemilu 2024 ada kecurangan atau upaya untuk penjegalan terhadap salah satu calon presiden. Masih adakah upaya penjegalan terhadap Anies? Jawabnya ada pada upaya Firli mengkriminalkan Anies atau upaya Moeldoko merampas Partai Demokrat. Cara yang paling mudah adalah gembosi Demokrat maka bubarlah koalisi Perubahan untuk Persatuan dan akhirnya gagallah Anies Rasyid Baswedan menjadi capres. Bila upaya itu dengan menggunakan tangan besi Jokowi maka hal yang tidak mungkin menjadi mungkin, Anies gagal jadi calon presiden. Terjadilah keinginan Jokowi bahwa Ganjar didukung jadi calon Presiden, Anies berhasil disingkirkan, cadangan calon presiden Prabowo dimainkan. Lalu apakah Presiden Jokowi akan Happy Landing? Sebenarnya Jokowi tidak perlu gusar. Apapun yang akan dilakukan oleh presiden penggantinya adalah sepenuhnya tanggung jawab presiden pengganti tersebut dan apapun yang telah dilakukan Jokowi Ketika menjabat sebagai presiden adalah sepenuhnya tanggung jawab Jokowi. Jokowi tidak berhak mengatur seperti apa ke depanya Negara Republik Indonesia nantinya. Setelah Jokowi lengser madheg pandhito atau tersobek-sobek seperti Donald Trump? Janganlah menggantungkan nasibmu pada penggantimu karena siapapun penggantimu sesungguhnya tidak ada persahabatan yang abadi, yang adalah adalah kepentingan. Rakyatlah yang menentukan, bila apa yang dikerjakan Jokowi adalah benar maka rakyat akan menjaga Jokowi ke manapun berada. Jangan cemas gagal landing Jokowi karena tanggung jawab itu memang ada, bahkah sampai ke liang kuburpun tetap dikejar. (*)
Mega Mengorbankan Trah Soekarno hanya untuk Politik Praktis
Oleh : Indra Adil - Eksponen PKM IPB 77/78 \"Aku Dikutuk Sebagai Bandit sekaligus Dipuja Sebagai Dewa\" (Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat). SOEKARNO dimakamkan tidak seperti yang diinginkannya : \"Di antara bukit yang berombak, di bawah pohon rindang, di samping sebuah sungai dengan udara segar\". Permintaan terakhirnya untuk dimakamkan di halaman rumahnya di Batutulis, Bogor, ditolak pemerintah Orde Baru. Kemungkinan sangat besar bahwa makam Bung Karno akan menjadi tempat ziarah populer yang sangat dekat dengan Jakarta, jelas menjadi alasan kuat bagi Soeharto untuk tidak mengizinkan permintaan terakhir Bung Karno. Akhirnya izin diberikan hanya untuk dimakamkan di Blitar, di samping makam ibu Bung Karno. Betapa gentarnya Orde Baru pada kharisma Soekarno, bahkan setelah mati sekalipun. Salah Paham Terhadap Soekarno Akan terlalu panjang bila kita mengupas Soekarno secara lengkap. Penulis hanya berpretensi memperkenalkan Soekarno sebagai Bapak Bangsa yang tak mungkin dibantah oleh siapa pun, betapa pun bencinya seseorang kepadanya. Soekarno adalah murid ideologis Tjokroaminoto, seorang yang sesungguhnya lebih besar dibanding siapa pun di negeri ini. Tjokroaminoto adalah Bapak Ideologis Soekarno, di samping Ahmad Hasan, pendiri Persatuan Islam (atau Persis) di Bandung. Ahmad Hasan adalah tokoh Islam Nasional yang paling intens berdialog dengan Soekarno tentang Islam. Korespondensi yang sungguh memikat di antara mereka saat Soekarno dibuang ke Ende, dicatat di dalam sejarah sebagai Surat-surat Islam Endeh: Dari Ir. Sukarno kepada Tuan A. Hassan Guru Persatuan Islam Bandung. Dari korespondensi tersebut terdapat total 12 surat yang tercatat rapih sepanjang 21 halaman dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I halaman 325-344. Jadi di awal-awal kariernya, secara ideologis Soekarno adalah tokoh Islam. Tjokroaminoto bukan saja Bapak Ideologis Soekarno, tetapi juga Bapak Ideologis tokoh-tokoh besar nasional lainnya seperti Kartosuwiryo dan Muso. Tetapi pada akhir karier masing-masing, mereka bertiga bersimpangan jalan, Soekarno mengambil Jalan Nasionalisme, Kartosuwiryo mengambil Jalan Islam Fundamentalis dan Muso mengambil Jalan Komunisme. Dalam pertarungan Ideologis ketiga sahabat ini dimenangkan oleh Soekarno dalam bentuk fisik. Muso dihancurkan Soekarno saat Pemberontakan Pertama Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1948 di Madiun. Bahkan Muso ditembak mati Pasukan Soekarno-Hatta pada bulan Oktober 1948. Sementara Kartosuwiryo dengan DI/TII-nya (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) yang justru memulai pembangkangan terhadap Pemerintahan Soekarno Hatta di tahun 1949, baru mampu dihancurkan di tahun 1962 di Jawa Barat. Saat itu Hatta sudah mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden RI. Tetapi Soekarno pada akhir-akhir karier politiknya disalahpahami sebagai Pembela Partai Komunis Indonesia yang pada tahun 1948 justru dihancurkannya. Soekarno sesungguhnya hanya ingin membela Idealismenya tentang Konsep Persatuan Indonesia yang digagasnya melalui NASAKOM, Nasionalis, Agama dan Komunis. Ia yang pernah merasakan pahitnya perpecahan dengan melakukan pembunuhan terhadap sahabat-sahabat terdekatnya sendiri, Muso dan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, sudah tidak lagi merasa nyaman dengan pertarungan terus menerus terhadap saudara sesama bangsa. Entah berapa kali ia menghadapi pemberontakan saudara-saudaranya sesama bangsa di samping yang dilakukan Muso dan Kartosuwiryo. Di antaranya Pemberontakan Daud Bereuh di Aceh, Simbolon dan Ahmad Husein (PRRI) di Sumatra Tengah, PERMESTA di Sulawesi Utara, RMS di Maluku, Andi Sele di Sulawesi Selatan dan lain-lain, belum lagi Pembangkangan Angkatan Darat kepadanya di tahun 1957 saat Meriam dan Senjata-senjata berat ditujukan ke Istana. Karena itu semualah ia berpikir bahwa harus ada satu konsep kebersamaan di negeri ini. Itulah konsep NASAKOM, Persatuan Tiga Aliran ideologi terkuat di Indonesia. Akan tetapi konsep tinggal konsep, meski sudah disosialisasikan ke seluruh masyarakat Indonesia bahkan Internasional, syahwat Kekuasaan tetap menang melawan syahwat kebersahajaan. PKI untuk kedua kalinya melakukan kudeta berdarah di tahun 1965. Entah karena apa hipotesis yang dominan adalah karena ketakutan akan sakitnya Soekarno yang menurut mereka (atas informasi dokter-dokter Tiongkok yang khusus datang ke Indonesia untuk mengobatinya), Soekarno akan wafat dalam waktu dekat. PKI dihantui ketegangannya dengan militer, menjadi khawatir bila Soekarno betul wafat, maka mereka merasa tidak akan ada yang melindungi mereka dari keganasan militer seperti peristiwa Pemberontakan Madiun tahun 1948. PKI dibantai habis saat itu justru atas perintah Soekarno-Hatta yang menyerukan, \"Mau ikut Muso atau mau ikut Soekarno-Hatta?\" Oleh karenanya -menurut beberapa pengamat kali ini PKI mencoba MENDAHULUI dengan melakukan penculikan sekaligus pembunuhan terhadap 7 Jenderal dan 1 Perwira Pertama Militer Angkatan Darat. Kudeta berdarah ini kemudian dikenal sebagai Gestapu, Gerakan Tigapuluh September. Tetapi sekali lagi PKI gagal total dan bahkan mengalami kehancuran jauh lebih parah dibanding 1948. Begitulah sekilas pandang tentang Soekarno sebagai tokoh bangsa kontroversial sepanjang zaman. PDIP Saat Ini Secara sosiologis dan historis, PDIP memang bisa dinukilkan sebagai pewaris nasionalis Soekarno (Soekarnoisme), tetapi sungguh ceroboh seseorang yang berani mengatakan PDIP adalah Partai Nasionalis dalam pengertian ideologis. Meskipun Ketua Umumnya bahkan anak biologis Soekarno. Karena secara nyata lebih tepat PDIP itu disebut partai praktis, sama dan sebangun dengan partai-partai lain di negeri ini. Partai yang mengutamakan kepentingan pemimpin-pemimpinnya ketimbang mengutamakan kepentingan rakyat, bahkan juga tidak mengutamakan kepentingan anggotanya sekalipun. Memang begitulah suasana kepartaian saat ini. Organisasi-organisasi massa tradisional justru jauh lebih idealis ketimbang partai-partai yang ada saat ini. Meskipun ada segelintir yang mulai juga mengikuti arus utama politik praktis, tetapi penyakit kronis ini lebih diderita oleh sebagian kecil pemimpin mereka, berbeda dengan partai yang menderita penyakit politik praktis secara organik, seluruh pemimpin bahkan sampai kepada pemimpin-emimpin di tingkat bawah turut terpapar. Nah adakah yang bisa diharapkan dari partai sejenis ini, khususnya PDIP? Keputusan hanya diambil oleh Ketua Umum seorang diri dan entah siapa pembisik paling dominan, kita tidak tahu. Kita tidak bisa membayangkan, seorang Puan Maharani, Puteri Mahkota PDIP sendiri, yang adalah Puteri Kandung Ketua Umum PDIP, tidak bisa mengetahui keputusan yang notabene paling menyangkut dirinya? Dia pasti merasa sangat terkena prank ibu kandungnya sendiri! Jadi siapakah sosok paling dekat dengan Megawati yang mampu mengubah niat yang sudah tertanam hampir satu dekade untuk menerbitkan Puan menjadi Capres dari PDIP? Yang sudah menanamkan investasi dana, waktu, tenaga, personil dan energi lain yang tak ternilai harganya selama 10 tahun, setidaknya di lingkungan PDIP tetapi dengan mudah dicampakkan begitu saja modal investasi tersebut? Buat apa? Buat apa bersusah payah telah menaikkan posisi Puan Maharani ke Ketua DPR yang sejajar dengan Presiden RI hanya untuk dilepeh begitu saja? Bukankah Puan Maharani memiliki hak yang sama dengan Megawati terhadap status pewaris trah Soekarno? Apakah karena status seorang ibu, Megawati lalu bisa bertindak semaunya terhadap Putrinya? Semua pertanyaan ini PASTI BERKELINDAN DI BENAK PARA ANGGOTA PDIP DAN PENDUKUNGNYA. Begitupun di kalangan dunia Kangouw Perpolitikan Indonesia. Pasti juga banyak di kalangan PDIP sendiri terutama, yang kecewa kepada Megawati atas tindakan semena-mena terhadap Puan Maharani. Meskipun Puan adalah Puteri kandungnya sendiri. Penulis tergerak untuk membuat Dialog Imajiner atas peristiwa tersebut sebagai berikut : Kejadiannya sudah pasti di rumah pribadi mereka, beberapa jam setelah Megawati mengumumkan Capres dari PDIP adalah Ganjar Pranowo, Capres yang digadang-gadang taypan Tiongkok melalui proxy mereka Jokowi. Puan (sambil berlinang air mata) : \"Ibu mohon dijelaskan dengan jernih kepadaku, apa alasannya Ibu memperlakukan aku seperti ini?\" Megawati (terdiam beberapa saat) : \"Apa kamu tidak mempercayai Ibu lagi?\" Puan : \"Kenapa Ibu bertanya demikian?\" Megawati : \"Karena kamu bertanya seperti itu?\" Puan : \"Lalu harusnya seperti apa?\" Megawati terdiam, lama ia berpikir. Sesungguhnya ia juga heran, kenapa ia mengambil Keputusan yang pasti akan sangat melukai putri kesayangannya ini? Puan : \"Tolong dijawab Ibu. Agar hati ini bisa menerima alasannya. Aku berhak mendapat jawaban itu?\" Megawati : \"Pokoknya niat Ibu baik untuk kita semua? Untuk partai dan untuk kelanjutan partai!\" Puan : \"Dengan mengorbankan Aku?\" Mega kembali terdiam, ia sendiri heran atas sikapnya mencalonkan Ganjar Pranowo yang selama ini ia anggap mbalelo kepada dirinya dan juga terhadap partai. Ia memang sudah mempersiapkan Puan jauh hari untuk menjadi pewaris satu-satunya dari trah Soekarno yang akan mampu mempertahankan marwah trah Soekarno sepeninggalnya yang memang sudah lanjut umur ini. Kini Puan tinggal selangkah lagi untuk mencapai posisi eksekutif tertinggi di negeri ini, dan bila ia berhasil, puaslah ia bila pun tidak sampai umur pada Pilpres setelah 2024. Tetapi elektabilitas Puan menurut survei jeblok. Sekali lagi ia dikalahkan oleh survei yang padahal belum tentu benar, bahkan hampir pasti salah, karena semua survei yang ada di negeri ini sejak era SBY adalah survei abal-abal. SBY adalah orang paling bertanggung jawab terhadap amburadulnya survei-survei elektabilitas apa pun di negeri ini. Seburuk-buruk Megawati, ia tetap juiur dalam melakukan Pemilu dan Pilpres di era pemerintahannya. Kini, di Era Jokowi \"The Lips Service President\", lembaga sjrvei menjadi lembaga kesanan yang sama sekali tidak bisa dipercaya produknya. Lembaga brengsek yang mengikuti kebrengsekan Rezim yang menaunginya. Megawati sama sekali tak tahu bahwa Tingginya Elektabilitas Ganjar dan Rendahnya Elektabilitas Puan bisa dipesan hanya dengan mengeluarkan dana beberapa Milyar. Semua ini demi untuk membuat PDIP (Mega) terpaksa mencalonkan Ganjar menjadi Capres PDIP. Persis seperti yang pernah dilakukan Para Taypan bersangkutan terhadap Jokowi satu dekade yang lalu. Kenapa Ganjar? Karena Ganjar adalah Calon Proxy Pengganti Jokowi yang paling menguntungkan bagi Taypan-Taypan Tionghoa. Intelejensia pas-pasan kalau tidak bisa dikatakan rendah, Intelektual tak tergambarkan sama sekali dari penampilan sosoknya sebagaimana juga Jokowi, mudah disuap seperti pernah dilakukannya saat ia menjadi Anggota DPR dan memiliki Rasa Rendah Diri yang cukup kuat yang tergambarkan dari sikap sombong yang dibuat-buat. Persis Jokowi saat pertama Masuk Jakarta. Para Taypan sudah hafal luar kepala tentang ilmu ini, ilmu pemeliharaan Tukang Pukul yang tahunya cuma memukul. Megawati : \"Ya gak begitu dong. Kamu percaya saja pada Ibu.\" Puan : \"Percaya...??? Setelah Ibu Ngeprank aku habis-habisan seperti ini?\" Megawati : \"Puan!\" Emosi Megawati mulai terpancing dan menguasai dirinya tanpa Reserve. Puan : \"Ya...!!! Ibu mau bilang apa? Mau bilang Aku harus berkorban untuk hal yang lebih besar bagi Negara? Mau bilang bahwa Partai lebih penting dari diri Aku? Bilang saja! Aku kan anak kandung Ibu yang memang berkewajiban mengikuti orang tua. Begitu menurut agama dan budaya Jawa kita!\" Puan merajuk. Tetapi kali ini dengan gestur tubuh dan nada suara menantang. Megawati terkesima. Ia terdiam, tak menduga putri kesayangannya akan bicara setegas dan sekeras itu kepadanya. Megawati : \"Bukan begitu sayang...\" Puan : \"Atau Ibu mau bilang Elektabilitasku rendah dan tak mungkin kita menang dalam Pemilu maupun Pilpres bila menampilkanku?\" Megawati kembali terdiam. Tidak mungkin ia akan bilang iya. Karena hanya akan menambah kemarahan Puteri Tercintanya saja. Tetapi diamnya Megawati dianggap Puan sebagai terpojoknya Ibunya atas berondongan kata-katanya. Puan : \"Bukankah Ibu sendiri yang bilang cukup satu kali kita dikadali Para Taypan itu dan Jokowi. Cukup kita satu kali dibohongi oleh Survei-Survei Pesanan Abal-Abal itu. Kenapa sekarang Ibu menelan ludah Ibu sendiri?\" Megawati masih diam. Ia tidak mau jawaban yang ia berikan nanti akan menambah kemarahan dan kesedihan Puteri Tercintanya. Puan semakin berani, mungkin lebih tepat semakin emosi melihat Ibunya tak mampu menjawab semua pertanyaan-pertanyaannya. Ia anggap Ibunya merasa bersalah. Puan : \"Ingatkah Ibu ketika Ayah bertanya kepada Ibu sepuluh tahun lalu, kenapa mau mengorbankan Posisi Ibu untuk Capres kepada Jokowi? Ibu cuma menjawab itu Hak Ibu. Ayah mengalah. Tetapi kini Ibu Ambil begitu saja Hak Aku sebagai Capres dan Ibu kembali percaya kepada mereka dengan kebohongan-kebohongan mereka dan janji-janji mereka akan tetap Menentukan Aku sebagai Ketua Umum PDIP Mendatang. Memangnya yang Menentukan Ketua Umum PDIP itu siapa? Jokowi...?\" Megawati akhirnya tak tahan juga mendengar semua komplain Putri Kesayangannya itu. Rambutnya tegak berdiri, sehingga menampilkan bentuk yang unik, laksana Kribo... gitu... Megawati : \"Puan...!!! Cukup kamu bicara, sekarang Ibu mau istirahat. Kamu boleh pulang...!\" Puan pun pulang dengan tegas dan mengatakan : \"Baik... aku pulang dan jangan panggil-panggil aku lagi. Aku mengundurkan diri dari Dunia Politik yang penuh kebusukan ini!\" Megawati kembali terkesima, tetapi tak bisa berbuat apa-apa... Bekasi, Kamis 11 Mei 2023.
Ketika Alumni Unpad Menghajar Ganjar
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan SETELAH deklarasi Alumni Unpad mendukung Ganjar Pranowo di Hotel Preanger yang dimotori oleh Drs. Deddy Djamaludin Malik, MSi dan Budi Hermansyah hari Minggu 7 Mei 2023 maka muncul sikap bersama Alumni UNPAD Tolak Ganjar Pranowo di Gedung Kadin Bandung tanggal 9 Mei 2023 yang dimotori oleh DR. Ir. Memet Hakim, MM dan Prof. DR. Herman Susanto, SpOG (K) Onk. Alumni UNPAD Tolak Ganjar Pranowo memiliki sikap awal yang asasi yaitu menolak pihak manapun yang mengatasnamakan Alumni UNPAD dalam dukung mendukung Capres untuk Pemilu 2023. Membawa-bawa UNPAD dalam politik praktis dapat menimbulkan friksi sekaligus merusak nama baik UNPAD sebagai lembaga pendidikan tinggi ternama. Di sisi lain penolakan yang ditujukan pada figur Ganjar Pranowo oleh Alumni UNPAD didasarkan pada penilaian bahwa yang bersangkutan memang tidak pantas untuk menjadi Presiden. Terlalu banyak kelemahan yang diprediksi tidak akan mampu membawa bangsa dan rakyat Indonesia menggapai kemajuan dan kesejahteraan. Apalagi kemandirian dan kedaulatan. Dalam Pernyataan Sikap Alumni UNPAD Tolak Ganjar Pranowo terdapat butir-butir yang menjadi alasan dari penolakan. Kekhawatiran utama adalah Ganjar Pranowo akan menjadi kepanjangan tangan dari oligarki baik politik maupun bisnis. Ganjar Pranowo adalah Capres yang berada dalam cengkeraman oligarki. Analisis Majalah Tempo 30 April 2023 cukup menarik dan mengena. Ganjar diragukan akan mampu memimpin gerakan pemberantasan korupsi di segala bidang. Ia sendiri disebut-sebut di Pengadilan Tipikor telah menerima uang 500 ribu US Dolar dalam kasus e-KTP. Tuntutan agar ada pengusutan serius akan semakin bergaung. Kasus Wadas belum tuntas begitu juga kasus Kendeng yang membuat rakyat \"ora mudeng\". Merusak lahan pertanian untuk investasi yang tidak berorientasi pada kemakmuran rakyat setempat. Lingkungan pegunungan di Kendeng rusak. Alih-alih menjalankan Putusan MA malah bersiasat dengan membuat izin operasi baru. Rakyat selalu dikalahkan dan Gubernur tetap bisa manari-nari dan berlari pagi. Tidak peduli. Ketika ada kelompok yang mengatasnamakan Balad Ganjar lalu berlindung di balik predikat Alumni UNPAD mendeklarasikan dukungan kepada Ganjar Pranowo sebagai Capres, maka wajar jika ada yang tidak suka dan berjuang untuk membela nama baik UNPAD dari seretan politik praktis. Ganjar yang \"hadir\" dalam deklarasi itu akhirnya terpaksa harus dihajar. Dengan berbagai kelemahan yang ada padanya, maka Alumni UNPAD khawatir akan terjadinya kerusakan negara yang lebih parah jika dipimpin oleh figur yang tidak layak dan kapabel. Tindakan preventif untuk hal itu adalah penolakan Ganjar Pranowo sebagai Calon Presiden. Hal ini adalah bagian dari bentuk tanggungjawab akademisi untuk memulihkan dan menyelamatkan bangsa dari kerusakan berkelanjutan. Kini di \"ruang\" UNPAD deklarasi dukungan Ganjar Pranowo sudah dilakukan, entah dengan agenda lanjutan apa. Begitu juga dengan penolakan yang tentu menyiapkan agenda berikut. Bila Alumni UNPAD tetap dibawa ke ranah politik praktis maka prediksi friksi mungkin semakin terbukti. Maka sebaiknya ke depan dalam tarikan atau kompetisi politik praktis jangan membawa nama atau gerbong almamater. UNPAD bukan lembaga atau partai politik. Berlindung dalam status Alumni UNPAD untuk sekedar mendukung Calon Presidennya adalah sikap ketidakpercayaan diri, manipulatif dan pengecut. Tampil saja sebagai relawan sebagaimana yang lainnya. Bandung, 11 Mei 2023
Presiden Linglung di Bawah Kendali Kaum Neolib
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih PANGGUNG politik nasional sedang mengalami turbulensi, ada juga yang menyebut fenomena itu sebagai era gangguan (disruption). Kalangan intelektual lain menyebutnya sebagai volatile-vulnerable, uncertain, complex, ambigue, atau dikenal dengan VUCA . Menggambarkan keadaan yang tidak dapat diprediksi, menantang, dan tidak menguntungkan atau menggambarkan situasi politik - keamanan yang berubah cepat Dinamika perpolitikan nasional, sedang menapaki situasinya gonjang-ganjing, akibat keteguhan sikap politik presiden yang terus mengalami guncangan. Hal ini ditandai dengan kondisi amanah kekuasaan tergadai, penegakan hukum terbeli, dan kondisi sosial-politik yang mengindikasikan kepemimpinan nasional hanya mengikuti remote kekuatan neolib yang telah menjelma menjadi bandit dan bandar politik Situasi percaturan politik nasional juga tidak akan bisa lepas terseret pengaruh politik global yang terus mengalami perubahan menjadi unipolar dari multipolar. Seperti Presiden Vladimir Putin menunjukkan bahwa masa depan bersama untuk semua akan membutuhkan dialog antara Barat dan \"pusat-pusat baru tatanan internasional multipolar \". Mereka menebar dan memasarkan situasi kecemasan (shock doctrine) yang melahirkan ketakutan, lalu menjual perlindungan. Tujuan mereka jelas, mempertahankan situasi dan kondisi unipolar. Indonesia ikut terbawah arus politik global, telah mengubah UUD 1945 naskah aslinya menjadi UUD 2002 yang menganut prinsip demokrasi liberal dan sistem check and balance (yang semu) sesuai dengan arahan Menlu AS Madeleine Albright dan UNDP. Sementara Indonesia, sejak terpilihnya Megawati sebagai Presiden RI ke-4 hingga saat ini, tetap asyik bercengkerama dengan penerapan sistem ekonomi neoliberal, terus berlanjut sampai saat ini Muncul macam macam regulasi yang bertentangan dengan semangat, nilai-nilai, dan cita-cita perjuangan sebagaimana ditegaskan dalam Kata Pembukaan UUD 1945, dan pasal-pasal 23, 27 (2), 31, 32, 33 (1,2,3), 34 dan pasal 29 UUD 1945 naskah asli. Berganti rezim terus tenggelam dalam pengaruh dan tekanan neoliberal. Pijakannya adalah amandemen UUD 1945 sehingga mengukuhkan sistem demokrasi korporasi. Prof Ihsanudin salah satu tokoh berkali kali mengirim artikel pencerahan bahaya neolib yang tetap eksis dalam praktek ketata negara ini. Pada kecamuk panggung internasional, Indonesia tidak banyak mengambil sikap. Karakter follower (janitor, operator, dan manager) dari kalangan neoliberal yang berkuasa terus berlanjut. Ironinya masyarakat kita khususnya masyarakat Islam di Indonesia seakan abai dengan fakta ini. Kokohnya sistem dan model ekonomi politik barat dan cina seakan tidak mengganggu kehidupan Jika pada 2024 kita kembali mencari pemimpin dengan rujukan sistem itu, maka hasilnya adalah ultra neoliberal-lah yang menjadi penguasa, siapapun presidennya. Kesalahan sistem ekonomi politik kita sudah pada kondisi sistemik struktural. Seolah olah kita masih merdeka, di alam penjajahan gaya baru. Ketika rujukan kata dalam Pembukaan serta Batang Tubuh UUD 1945 naskah asli, sudah menghilang. Pemimpin ke depan, apakah Anies, Prabowo dan Ganjar, sepatutnya dan sepantasnya adalah pejuang dan negarawan yang memberi keteladanan baik dan benar, serta bukan keteladanan yang buruk. Sebab kegagalan kepemimpinan juga merupakan kegagalan sistem kehidupan. sistemnya gagal, dan pemimpinnya juga memberi keteladanan yang buruk ( secara spiritual, moral dan intelektual), hasilnya adalah prahara bangsa). Semua abai, presiden justru bingung dan linglung dalam mengelola dan mengendalikan negara ini, sehingga negara terus terperosok lebih dalam negara hirup dikendalikan kaun neolib dan kapitalis. *****
Sang Pagar
Oleh Yarifai Mappeaty - Pemerhati Masalah Sosial dan Politik SECARA harfiah, pagar dapat diartikan sebagai suatu penghalang atau pembatas. Fungsinya untuk melindungi, memisahkan, atau membatasi. Tetapi pagar sebenarnya dapat dimaknai dengan berbagai cara, tergantung konteks dan budaya. Dalam budaya kita, pagar digunakan untuk memisahkan antara ruang publik dan ruang privat. Atau pemisah pelbagai hal yang bersifat sakral dan yang profan. Dalam konteks ini, pagar dianggap sebagai simbol pembatas antara hal-hal yang bersifat dikotomis. Seperti dalam Bahasa Qur’an, pagar dapat bermakna furqan, pembeda antara haq dan batil. Pada masyarakat Bugis, misalnya, pagar kadang disebut sebagai ‘pallawa’, artinya pembatas. Rumah panggung tradisional orang Bugis, pada umumnya memiliki pembatas ruang antara bagian dalam dan luar. Pembatas itu disebut ‘pallawa tengnga’ yang dianggap sakral. Tetamu tidak boleh melewatinya tanpa izin empunya rumah. Lain lagi di Republik Amnesia, sebuah negeri di dunia khayal, terdapat konsep pagar yang tak kalah unik. Pagar dimaknai sebagai sosok pelindung yang merupakan pemimpin tertinggi. ‘Sang Pagar’, begitu atribut yang dilekatkan kepadanya, dipilih secara demokratis. Sama persis dengan sistem yang berlaku di negeri kembarnya di dunia nyata, Indonesia. Suatu waktu rakyat Amnesia resah, lantaran sang pagar tiba-tiba bertingkah aneh di ujung-ujung masa kekuasaannya. Mungkin karena terlalu enak berkuasa membuatnya enggan kehilangan kekuasaan, sehingga ingin berkuasa lebih lama. Ah, sungguh kekuasaan benar-benar nikmat paling melenakan. Masalahnya, ambisi sang pagar terbentur oleh konstitusi yang membatasi masa jabatan hanya dua periode. Oleh karena itu, sang pagar lalu mengupayakan agar konstitusi diamandemen. Untuk itu, maka seluruh kepala dusun di Amnesia diperintahkan membuat pernyataan mendukung. Namun upaya itu gagal karena ditolak oleh partai pendukung utamanya sendiri. Tapi sang pagar belum kehabisan akal. Ia lantas melontarkan jurus baru dengan sejumlah alasan konyol yang menggelikan, yaitu, tunda pemilu. Antara lain, pemilu perlu ditunda untuk mencegah ekonomi tak semakin memburuk. Kemudian diperkuat dengan melibatkan mega data. Katanya, lebih dari separuh rakyat Amnesia ingin pemilu ditunda. Siapa percaya? Kandas. Harapan berkuasa lebih lama pun sirna, membuat sang pagar tampak bertingkah makin aneh. Bahkan tindakannya dianggap sudah di luar pagar kepatutan. Tak patutnya di mana? Kekuasaannya yang tersisa digunakan untuk mengatur siapa yang boleh dan siapa yang tak boleh menggantikannya. Padahal, mestinya kekuasaan itu digunakan untuk menemukan calon-calon pemimpin terbaik, sebagai wujud pengabdian terakhirnya kepada rakyat. Selebihnya, biarkan rakyat memilih sebagai pemilik kedaulatan tertinggi. Tidak justeru sebaliknya. Kekuasaan digunakan untuk mengkanalisasi pilihan rakyat dengan cara meng-endorse kandidat yang diingini, dan berusaha mematikan kandidat yang tak dikehendaki. Bukankah perlakuan semacam ini, mengebiri hak rakyat? Sedangakan pemimpin yang mengebiri hak rakyat, bukan lagi bersalah, tetapi telah melakukan sebuah dosa besar. Mengapa sang pagar sampai melakukan itu? Sebab ia tak mau jika yang dipilih oleh rakyat menggantikannya kelak, adalah sosok yang dipersepsi sebagai anti tesa dirinya. Itu sebabnya sampai ia menggunakan pelbagai cara menghentikannya. Mulai dari ide frustasi perpanjangan masa jabatan dan tunda pemilu, hingga upaya kriminalisasi terhadapnya. Tapi sial bagi sang pagar. Sebab, semakin dicoba dikriminalisasi, semakin rakyat percaya bahwa yang bersangkutan adalah sosok bersih. Logika rakyat sederhana. Sebab sekiranya ia ditemukan melakukan korupsi, betapapun kecilnya, ia sudah lama mendekam di balik jeruji besi. Apatah lagi, sang pagar memang begitu bernafsu memenjarakan demi menghentikannya. Sebenarnya, sang pagar juga tahu kalau sosok itu bersih dan lurus. Maklum, pernah berjuang bersama. Tetapi justeru itulah yang membuatnya ketakutan jika sosok itu benar-benar dipilih oleh rakyat. Pikirnya, begitu meninggalkan istana, keamanan diri dan keluarganya tak terjamin. Mengapa? Mungkin sang pagar menyadari terlalu banyak makan tanaman selama berkuasa. Seorang bijak datang padaku. “Mengebiri hak rakyat untuk mendapatkan pemimpin terbaik adalah salah satu wujud pengkhianatan terhadap rakyat,” katanya kemudian menghilang. Selepas itu, saya pun terjaga di antara kumandang azan subuh. Ah, ternyata saya baru saja bermimpi berada di negeri khayal. Makassar, 09 Mei 2023
Capres Hulahop Taipan
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih HULAHOP atau lenggang rotan adalah sebuah permainan yang menggunakan gelang berukuran besar untuk diputar di bagian perut, pinggul atau leher. Capres hulahop adalah capres yang diputar di perut, pinggul dan leher Taipan. Capres ini tidak aka bisa keluar dari sumbu permainan. Ketika Taipan tidak berkepentingan dengan kualitas, etika, moral seorang capres. Menjadi tidak penting soal kapasitas, kapabilitas atau kepribadian yang memiliki standar keharusan dimiliki seorang capres. Taipan akan menyihir Capresnya, cukuplah memiliki kesadaran dan kemauan untuk dikendalikan. Ditanam dalam otaknya hanya sebagai simbol untuk menang dan menang, selebihnya mengikuti panduan pemilik hulahop. Skenario bandar hulahop Oligarki adalah permainan perebutan kekuasaan urusannya hanya menang dan kalah, tidak ada urusan, hukum, etika / moral , kearifan dan kebenaran. Untuk menang adalah segalanya harus diraih dengan segala cara apapun. Fatsun mereka \"pemenang bisa mengubah yang salah menjadi benar. Pemenangan akan mengatur dan mengendalikan yang kalah\" Ketika strategi kemenangan ada ancaman maka Taipan akan mengancam kalau perlu dilakukan pembunuhan terhadap lawan politiknya. Ketika ancaman pembunuhan saja sudah tidak patut dipandang sebelah mata, keji dan biadab, di perparah jika ancaman itu diekspresikan dalam bentuk hate crime (karena kebencian atau kejahatan kebencian). Watak politik mereka dikenal sebagai kejahatan bermotifkan bias, karena memburu asal menang dan harus menang, dengan cara apapun . Kalau ada Presiden mengancam Capres yang bukan pilihannya hanya karena bermotif prasangka, dipastikan Presiden tersebut dalam kondisi tidak normal. Dia presiden yang sedang terganggu psikis, kering kerontang dari jiwa seorang negarawan. Dalam situasi hate crime, para korban tidak sebatas direct victim (korbannya langsung), tetapi bahkan mencakup vicarious victims (korban pengganti) adalah masyarakat. Bagaimana logikanya kalau hanya karena ketakutan muncul capres yang berpotensi di luar kendalinya, dalam benak pikirannya penuh prasangka akan membahayakan dirinya, maka harus habisi. Bisa terjadi mereka tidak menyadari atau bahkan tidak peduli bahwa sasaran bias korbannya bukan Capres lawan politiknya yang harus dimatikan, rakyat bahkan negara akan menjadi korban. Tergambar denga sangat jelas ini akibat reaksi psikis seorang Presiden dengan direct victim. Itu sangat mudah diketahui akibat ganggu psikis ketakutan akibat macam macam masalah termasuk adanya gambaran resiko hukum yang akan menimpanya paska lengser dari jabatannya. Sibuk luar biasa, istana menjadi posko pemenangan Pilpres 2024, menyusun kekuatan perlawanan kumpulkan para Ketua Umum partai untuk bersama sama menghadang Capres Prabowo Subianto dan Capres Anies Baswedan jangan sampai menjadi Cawapres 2024. Reaksi mereka sudah minus akal sehat, psikisnya terus terguncang. Hebatnya di permak dengan bahasa politik abal abal : \"ini untuk menjaga kelangsungan pembangunan kedepan\", semua hanya tipuan belaka. Prof Din Syamsudin mengingatkan : \"harus ada prakondisi untuk mengatasi 5 masalah besar di negara ini bukan hanya soal capres, yaitu tentang: korupsi yang meraja lela, sinyal kebangkitan PKI, utang negara yang sudah ada level membahayakan, jualan aset negara dan rezim yang terus menerus mengkriminalisasi umat Islam\" \"Lima masalah besar tersebut harus diselesaikan dan rakyat mutlak harus terus menerus di beri pencerahan dan harus bergerak, jangan sampai pada Pilpres 2024 justru muncul kembali Presiden hulahop atau Presiden boneka yang lebih buruk\" (*)