OPINI
DPR Menolak PERPPU Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) PEMBUATAN undang-undang semakin buruk, terkesan semakin semaunya, dan semakin tirani. Perintah Mahkamah Konstitusi diabaikan. UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional (bersyarat) dan harus diperbaiki, dijawab pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) pada 30 Desember 2022. Terkesan, pemerintah tidak menghormati Mahkamah Konstitusi, bahkan terkesan membangkang perintah Mahkamah Konstitusi, sebuah lembaga yudikatif yang mempunyai wewenang “memberhentikan” presiden, atas permintaan DPR. Seolah-olah pemerintah sebagai lembaga eksekutif lebih berkuasa dari lembaga yudikatif, dan lembaga legislatif. PERRPU merupakan wewenang yang diberikan kepada Presiden dalam hal ada kondisi darurat, dan tidak ada undang-undang yang memadai untuk menghadapi kondisi darurat tersebut. PERPPU Cipta Kerja tidak memenuhi kriteria untuk diterbitkan PERPPU, karena memang tidak ada kondisi darurat atau kegentingan memaksa, yang kemudian dimanipulasi untuk diada-adakan. Setelah PERPPU diterbitkan, PERPPU hanya berlaku sementara sampai mendapat persetujuan dari DPR untuk disahkan menjadi UU. Karena PERPPU terkait kondisi darurat, maka DPR wajib memberi persetujuan secepatnya, yaitu, dalam persidangan yang berikutnya. Pasal 22 konstitusi berbunyi: (1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang. (2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. (3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut. Kalau DPR tidak menyetujui PERPPU dalam persidangan berikutnya, berarti DPR berpendapat tidak ada kondisi darurat seperti dimaksud dalam PERPPU. Artinya, DPR menolak PERPPU. PERPPU Cipta Kerja diterbitkan pada 30 Desember 2022. Ketika itu DPR sedang reses sampai 9 Januari 2023, dan baru kembali ke masa persidangan berikutnya, masa persidangan III, pada 10 Januari hingga 16 Februari 2023. Ternyata, sidang paripurna DPR pada 16 Februari 2023 tidak membahas PERPPU No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Artinya, DPR menolak PERPPU Cipta Kerja, dan menurut konstitusi PERPPU tersebut harus dicabut. Sebagai konsekuensi, UU terkait Cipta Kerja sudah tidak berlaku lagi: UU Cipta Kerja dan PERPPU Cipta Kerja tidak berlaku lagi. Yang berlaku saat ini adalah semua undang-undang awal tersebut, seperti sebelum ditetapkan UU Cipta Kerja maupun PERPPU Cipta Kerja yang inkonstitusional dan tidak disahkan menjadi UU. (*)
Perpanjangan Jabatan Jokowi Lihatlah Robert Mugabe, Maduro, Kabila
Oleh: Agusto Sulistio - Pegiat Sosmed, Pendiri The Activist Cyber. MESKI sejauh ini belum ada pernyataan resmi dan tindakan konkrit yang dilakukan langsung oleh Presiden Jokowi terkait perpanjangan masa jabatan dirinya sebagai Presiden, namun hal ini telah menimbulkan pro-kontra diberbagai lapisan masyarakat. Gagasan mengenai perpanjangan masa jabatan Presiden dan Jokowi 3 periode mengapung kembali setelah sebelumnya sempat meredup. Dukungan disampaikan oleh Nyoman Pasek, relawan Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP). Nyoman berharap Joko Widodo bisa kembali menjadi presiden setelah 2024 atau Jokowi 3 periode. Saat beruluk salam dengan Presiden di The Westin Resort & Spa Ubud, Bali, 2 Februari 2023 (Tempo 8/2/2023) . Berlanjut bulan Maret 2022, Ketua Umum DPP Asosiasi Pemerintah Desa Indonesia (APDESI) Surta Wijaya juga menyerukan dukungan kepada Presiden Jokowi 3 periode. Seruan tersebut dikumandangkannya saat aksi di Istora Senayan pada Selasa 29 Maret 2022 lalu. Pihaknya menilai dukungan kepada Jokowi harus didukung lantaran kepala desa merasa terbantu dengan pemerintahan Jokowi. Salah satunya Jokowi telah mengabulkan tuntutan para Kepala Desa (Kades) yakni mengubah aturan mekanisme gaji kepala desa dari tiga bulan sekali menjadi sebulan sekali. Pernyataan Jokowi membingungkan. Dibeberapa kesempatan dirinya menyatakan penolakan wacana itu, namun disisi lain ia menyampaikan \"bahwa dalam demokrasi kita tak boleh melarang jika ada yang usulkan masa jabatan presiden diperpanjang\", kira-kira demikian singkatnya kalimatnya. Jokowi jangan malu-malu soal wacana perpanjangan jabatan dirinya. Justru dengan dia malu atau ragu malah akan membuat suasana kebangsaan jadi terganggu. Sebab kelompok satu dan lainnya saling- silang pendapat yang belum terucap langsung dari Jokowi dihadapan publik bahwa Jokowi inginkan perpanjangan masa jabatannya. Baiknya jujur saja katakan jika keinginan perpanjangan jabatan presiden itu ada pada dirinya. Soal keinginannya nanti dikabulkan rakyat/DPR atau tidak itu soal lain. Paling tidak publik tak dibuat bingung setiap hari yang akibatnya cenderung bisa menimbulkan konflik. Kasian rakyat yang sudah susah hidupnya menghadapi kenaikan harga2, pengangguran, dll harus dihadapkan dengan bisingnya pro-kontra perpanjangan jabatan presiden, penundaan pemilu, dll. Perpanjangan tiga periode masa jabatan presiden tidak dapat dilakukan secara sembarangan, melanggar konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Akan tetapi ruang untuk menentukan ini diatur dalam UU. Mekanisme untuk melakukan perubahan masa jabatan presiden tercantum dalam Pasal 7A dan Pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa perubahan konstitusi hanya dapat dilakukan melalui Pemilihan Umum Konstituante dan melalui referendum yang dilakukan oleh rakyat. Pembahasan perpanjangan masa jabatan presiden, harus dilakukan secara terbuka / jujur, melalui mekanisme konstitusi. Hal ini memerlukan konsensus dan kesepakatan yang luas di antara seluruh elemen masyarakat dan pihak-pihak terkait, dengan memperhatikan kepentingan nasional dan prinsip-prinsip demokrasi yang berlaku di Indonesia. Jika perpanjangan masa jabatan tidak melewati proses keterbukaan, mekanisme konstitusi, maka hal tersebut akan melanggar konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Hal itu dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, yakni melemahnya demokrasi menjadi lemah, dan prinsip-prinsip keadilan menjadi hilang, terjadinya ketidakpuasan dan ketidakstabilan yang berpotensi memicu protes dan konflik, merusak citra negara di mata dunia internasional yang berdampak pada hubungan bilateral dan kerjasama internasional Indonesia dengan negara lain. Oleh karena itu, maka sangat penting bagi Presiden Jokowi (pemerintah) dan DPR untuk tetap menghormati konstitusi dan aturan yang berlaku, dengan jalankan segala tindakan secara transparan dan akuntabel untuk memastikan keamanan, kestabilan, dan kemajuan Indonesia sebagai negara demokratis. Sebagai bahan pertimbangan, berikut fakta sejarah negara-negara yang telah melaksanakan perpanjangan masa jabatan presiden secara inkonsitusional yang mengakibatkan kekacauan didalam negerinya. 1. Republik Demokratik Kongo Pada tahun 2015, Presiden Joseph Kabila memperpanjang masa jabatannya setelah masa jabatannya habis. Keputusan ini menimbulkan protes di seluruh negeri dan memicu kekerasan di beberapa wilayah Kongo. 2. Venezuela Pada tahun 2017, Presiden Nicolas Maduro memperpanjang masa jabatannya selama dua tahun. Keputusan ini memicu protes besar-besaran di Venezuela dan meningkatkan ketegangan politik di dalam negeri. 3. Zimbabwe Pada tahun 2017, Presiden Robert Mugabe memperpanjang masa jabatannya selama 5 tahun. Keputusan ini memicu protes di Zimbabwe dan membuat militer mengambil alih kekuasaan dalam kudeta yang akhirnya menggulingkan Mugabe. (*)
Skandal Infrastuktur Jokowi
Oleh Farid Gaban - Ekspedisi Indonesia Baru PRESIDEN Jokowi getol membangun jalan tol. Itu sering dibangga-banggakan sebagai satu tonggak sukses pembangunan infrastruktur pada masa pemerintahannya. Salah satu pertanyaan penting di sini: bagaimana ambisi jalan tol dibiayai? Ini rahasianya: Pemerintah meminta BUMN \"karya\" seperti Waskita Karya membangun tol dari utang. Tak cuma jalan tol, Presiden juga menugasi BUMN membangun infrastruktur lain seperti bandara dan fasilitas pariwisata. Alasan Presiden Jokowi memberi penugasan pada BUMN jelas: jalan tol dan bandara bisa dibangun tanpa memakai uang APBN (setidaknya bukan secara langsung). Dan karena tidak dibiayai langsung dari APBN, proyek infrastruktur tidak perlu mendapat persetujuan DPR dan kelayakannya tidak harus diperdebatkan secara publik. Dengan cara itu, jalan tol bisa dibangun sesuai keinginan Presiden; bahkan jika keinginannya tak masuk akal. Jalan pintas seperti itu menimbulkan \"moral hazard\" dalam diri Presiden: ambisi mewariskan legacy infrastruktur yang makin memabukkan, seperti pembangunan IKN, tanpa peduli dampaknya. Kini, akibat penugasan membangun infrastruktur, Wakita Karya terancam bangkrut. Untuk menutup utang, Waskita menjual pengelolaan jalan-jalan tol kepada swasta, baik swasta asing maupun dalam negeri. Angkasa Pura, BUMN lain, kini juga menawarkan pengelolaan Bandara Soekarno-Hatta dan Ngurah Rai, dua bandara terpenting di Indonesia, ke investor swasta asing. Itu belum akan cukup. Pemerintah sepertinya harus menambal utang-utang BUMN dari dana APBN. Artinya rakyat lah yang menanggung utang itu. Apa yang bisa kita simpulkan dari situasi ini? Upaya menjual pengelolaan jalan tol dan bandara ke swasta pada dasarnya adalah proses privatisasi layanan transportasi. Di situ, investasi publik dipakai untuk memberi swasta peluang menjadikan publik sebagai pasarnya. Kongketnya: rakyat menanggung utang (BUMN), sementara pengusaha jalan tol dan bandara diberi kesempatan menghisap uang rakyat dari tarif tol atau tarif bandara. Cara mana lagi yang lebih buruk dari itu? ((*)
Maaf, Goblok dan Tololnya Luhut Panjaitan
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan LUHUT memang Binsar \'bincang kasar\'. Dengan alasan sebagai tentara ia merasa biasa dan perlu untuk menyematkan predikat goblok, bodoh dan tolol kepada orang yang tidak melanjutkan apa yang telah dicapai oleh Jokowi. Hal Itu Luhut sampaikan dalam wawancara dengan IDN Times. Sebagai Menteri Jokowi tentu boleh saja ia membanggakan kerja pimpinannya. Namanya juga pembantu. Akan tetapi menggoblok-goblokkan dan mentololkan orang dengan mengumbar emosi sangatlah tidak pantas dilakukan oleh seorang Menteri. Bahkan dapat dinilai kurang ajar. Itu bukan bahasa anak sekolahan. Apalagi Jenderal. Menko itu jabatan tinggi dalam pemerintahan yang selalu dituntut untuk bijak dan santun. Kecuali memang telah bermimikri sebagai preman. Banyak orang, baik awam maupun terpelajar, justru menilai sebaliknya bahwa Jokowi itu gagal dan buruk dalam memimpin. Tukang bohong dan janji yang tidak ditepati. Sulit mendata atas prestasinya. Yang terbaca gemar pencitraan, ambivalen, hutang dan hutang melulu, meminggirkan moral, menjauhkan agama, mistik, otoriter serta ringan dalam menjual aset negara. IKN dan Kereta Cepat adalah proyek yang mendahulukan ambisi ketimbang kemampuan diri. Para pemimpin negara ini payah. Prabowo sibuk jikat-jilat untuk melanjutkan \"prestasi\" Presiden yang \"maha sempurna\". Erick Thohir dan Zaenudin Amali menggulung-gulung bola yang membuat rakyat geleng-geleng kepala. Menteri keserakahan jabatan. Nadiem membuat ambrol pendidikan bersama Yaqut yang membuat sulit jama\'ah menjalankan agama. Ongkos haji dibuat melejit. Ketua Dewan Pengarah BRIN dan BPIP yang juga Ketum PDIP Megawati \"cantik dan karismatik\" menempeleng ibu-ibu pengajian. Pengajian dianggapnya menelantarkan anak. Tanpa riset dan data yang jelas seenaknya ia menyebut pengajian sebagai penyebab penelantaran. Apa hubungan pengajian dengan stunting, nek?. Mantan Presiden yang menyatakan \"pernah\" ikut pengajian ini semakin \"manja\" dalam menyudutkan. Sebelumnya ia meminta anaknya agar tidak menikah dengan orang mirip tukang baso. Cucunya agar tidak berpacaran dengan orang jelek dan pendek. Megawati menangis atas jokowi yang kurus dan masih disebut kodok. Tanpa PDIP, menurut Megawati \"Jokowi kasihan dah\". Megawati walau sama dalam mendukung Jokowi akan tetapi tidak sekubu dengan Luhut Binsar Panjaitan. Adu pengaruh antara keduanya sering terjadi. Megawati suka menyemprot Jokowi karena lebih mau mendengar LBP ketimbang dirinya. Dukungan Jokowi pada Ganjar menjadikannya bagai anak durhaka. Ini tak bisa dilepaskan dari peran LBP. Begitu juga \"pemukulan\" KPK kepada kader-kader PDIP. Megawati belum terdengar secara lantang memuji sukses Jokowi dan siap untuk melanjutkannya. Jangan-jangan memiliki agenda sendiri dalam pembangunan Indonesia ke depan. Tidak berbasis pada bantalan \"prestasi\" Jokowi. Gengsi Megawati itu tinggi. Jika demikian maka \"goblok\" dan \"tolol\" nya Luhut Binsar Panjaitan bisa kena juga pada Megawati dan PDIP. Dan Megawati tentu tidak akan tinggal diam, kata-katanya bisa lebih pedas dan tak terkendali. Ketika prestasi Jokowi itu biasa-biasa saja bahkan buruk, maka justru melanjutkannya adalah \"goblok\" dan \"tolol\". Nanti ada yang menjuluki Pak LBP sebagai Bapak \"goblok\" dan \"tolol\" Indonesia. Makanya, Opung ke depan harus agak hati-hati dalam berkata-kata. Jangan menyatakan bahwa hal itu karena dirinya adalah tentara. Tentara itu tidak \"bodoh\", \"goblok\" dan \"tolol\", Hut eh Pung. Bandung, 20 Februari 2023
Jokowi Sedang Galau
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih \"Saya sudah lelah dan capek.\" Tidak diketahui dengan pasti maknanya lelah fisik atau lelah pikiran. \"Saya ingin segera mundur untuk bebas dari beban yang sangat berat. Sebagai manusia biasa keluh kesah bersama keluarga hal yang wajar, dan itu bukan hoak .. memang terjadi\" Hanya berbeda suasana ketika itu diketahui LBP, dimaknai ini sangat berbahaya dan harus dicegah. Sedangkan kekuasaan harus diperpanjang. Berahir hanya dua periode saja sangat riskan dan resiko politiknya sangat besar. Kena apa harus JW yang di korbankan, sekalipun beda makna dikorbankan dengan nekad mengorbankan diri . Mengorbankan diri karena tidak tahu diri ketika kapasitas, kapabilitas dan integritas tidak memadai memaksakan diri. \"Dalam politik, tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Jika itu terjadi, Anda bisa bertaruh itu direncanakan seperti itu, \" kata Franklin D. Roosevelt.\" Ini artinya sejak awal ada skenario untuk mengacaukan negara atau ada hegemoni yang ingin menguasai negara ini dan sistem mobokrasi harus diciptakan, pemerintahan yang dipegang dan dipimpin oleh rakyat jelata yang tidak tahu seluk-beluk pemerintahan. Lahirlah pemimpin, unconstitutional and plain stupid (inkonstitusional dan bodoh). Terjadilah peristiwa negara dipimpin oleh Pemimpin Boneka. Dari sinilah awal petaka terjadi seorang pemimpin yang ucapan, peran, dan sikapnya dikendalikan orang lain. Saat manggung, dikendalikan peran panggungnya oleh sutradara. JW sangat mungkin ingin jujur tetapi keadaan tidak memungkinkan terpaksa harus berperan antagonis. Lahirlah gaya kepemimpinan yang mencela mencle serta peran kepemimpinannya yang hanya sebagai pemimpin boneka.. sangat mudah di lihat pada panggung depan (front stage), dan panggung belakang (back stage), berbeda 180 derajat . Dalam waktu yang panjang akan menekan nurani dan bathinnya terus terguncang dan hidup dalam ketidak pastian , hilang stabilitas diri larut dalam skenario pemaksaan sebagai boneka. Kekejaman sang sutradara adalah The wrong man in the wrong place with the wrong idea and idealism. (Orang yang salah di tempat yang salah dengan ide dan cita-cita yang salah) Dampaknya bagi JW adalah kegalauan, semua sudah terlambat karena negara dari semua parameter Ipoleksosbud hankam sudah carut marut. Sangat panjang kalau diurai satu-persatu. JW sudah tidak ada lagi tempat bersembunyi semua sudah berada dialam terbuka jejak digital tidak bisa ditipu. Dan Fabel Aesop mengatakan : \"mempersiapkan diri setelah bahaya datang adalah sia-sia\". Fenomena kebohongan dan ketidakjujuran sudah merambah ke mana mana. “Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun tidak jujur sulit diperbaiki!!”. Apabila rakyat tak berani mengeluh itu artinya sudah gawat dan apabila omongan penguasa tidak boleh dibantah dengan kebenaran itu artinya pasti terancam. Semua terperangkap dengan skenario Oligargi. JW terus dihadapkan pada sebuah rekayasa politik Oligarki yang ugal-ugalan. Negara bukan hanya menjauh dari cita cita dan tujuan negara tetapi sudah mengarah kearah kehancurannya. Kecerdasan Oligarki menyatukan bersatunya Bandit, Bandar dan Badut Politik organik dengan Bandit, Bandar dan Badut politik non-organik, adalah gambaran peta perselingkuhan dan pelacuran politik yang melibat semua jejaring kekuasaan masuk dalam kolam yang sama. Mampu meluluhlantakkan peran dan fungsi hampir di semua institusi dan lembaga negara dalam satu kekuasaan dan genggaman Oligarki. Kuasa dan kekuasaan mereka sangat besar dan dalam menentukan kebijakan negara muncul stigma rakyat istilah SSK (Suka Suka Kita). JW harus berhadapan dengan kenyataan ancaman rakyat menggugat menuntut negara kembalikan pada kondisi normal harus lepas dari genggaman Oligargi. Bisa terjadi kudeta di tengah jalan kekuasaan JW. Setiap kudeta bisa bermakna Ilegal, hanya satu kudeta yang legal. Yaitu kudeta dalam rangka menegakkan kedaulatan rakyat. Dalam rangka menggulingkan tirani. Adalah hak rakyat untuk mengubah atau menghentikan pemerintahan tirani, dan mengganti dengan pemerintahan sesuai dengan cita-cita kemerdekaan. Karena, karakter pemimpin tirani tidak bisa diterima untuk memimpin bangsa yang merdeka. Semua terpulang pada JW kalau hanya menyesali atau galau sudah tidak ada gunanya. Mengendalikan negara pada kondisi normal sesuai rambu rambu UUD 45 dan Pancasila justru pondasi tersebut telah rusak dan dirusak. Prof. Anthony Budiawan mengatakan ciri orang galau, ketakutan, tidak tenang, berbuat apa saja tapi blunder. Mundur kena maju kena itulah takdirnya, resiko hukum paska lengser dari kekuasaan sangat besar dan berat. Rekayasa perpanjangan jabatan hanya akan menambah resiko politik makin membesar. Kembali berembuglah dengan keluarga dengan jujur dan ikutilah nurani dengan jujur, taubatlah dan mintalah petunjuk dengan sang pencipta manusia, siapa tahu masih ada petunjuk dari Tuhan YME, jalan untuk kebaikan hidupnya. ****
Wahai Surya Paloh Tegarlah dengan Hati yang Kokooh
Oleh: Sulung Nof - Kolumnis Harus diakui, mungkin saja sebagian dari yang membaca tulisan ini ada sepenggal keraguan terhadap Surya Paloh ketika meminang H. Anies Baswedan, Ph.D. sebagai Calon Presiden Republik Indonesia 2024 - 2029. Argumentasi yang menjadi sandaran berpikirnya cukup logis, sebab menggunakan referensi sejarah yang cukup panjang. Apalagi Surya Paloh dikenal sebagai aktor politik kawakan yang sudah eksis selama empat dekade. Sebagai penulis, kami tentu menghormati pandangan tersebut sebagai khazanah demokrasi yang menjamin kebebasan sipil, yakni menyatakan pendapat. Ini tandanya dialektika tumbuh secara sehat. Namun demikian, setelah kami menyimak pidato dan dialog Ketua Umum Nasdem —sedikitnya tiga kali sejak mendeklarasikan H. Anies Baswedan, Ph.D., maka kepercayaan kepada Surya Paloh makin menguat. Mari kita tarik garis waktu ke Oktober 2022. Saat itu, waktu adalah komoditi yang sangat berharga, terutama tanggal 3 Oktober 2022. Ada isu yang ramai diperbincangkan publik yaitu \"Kuningan\" sudah siapkan rompi oranye. Harus diakui pula, Partai Nasdem adalah satu-satunya parpol yang mengambil inisiatif untuk \'melindungi\' H. Anies Baswedan, Ph.D dari atraksi hukum. Bisa jadi ini terkait dengan sosok beliau sebagai Deklarator Nasional Demokrat. Bahkan untuk menyempurnakan ikhtiar tersebut, Pimpinan Media Group itu menghendaki agar bisa segera diwujudkan deklarasi Koalisi Perubahan: Nasdem, PD, dan PKS pada momen Hari Pahlawan, yaitu 10 November 2022. Tapi sepertinya publik masih harus menunggu kapan pastinya deklarasi itu dieksekusi. PKS tampak mengulur waktu (buying time) dengan dalih akan diputuskan dalam Rakernas yang dilangsungkan pada akhir Februari mendatang. Dari linimasa di atas sesungguhnya sudah terang-benderang komitmen Pemilik Metro TV terhadap kebangsaan. Beliau rela menempuh jalan ninja yang berbuah rundungan dari lingkungan istana dan pendukungnya. Namun langkahnya tidak juga mundur meskipun sudah dilobi setingkat menteri paling banyak urusan. Berhubung \"wortel\" tidak membuat takluk, maka sepertinya \"tongkat\" adalah pilihan pamungkas yang digunakan untuk menggebuk. Hari ini anak buah kesayangannya diperiksa selama 10 jam dengan 51 pertanyaan. Akankah politisi kelahiran Aceh itu masih tetap setia dan istiqamah? Wallahu a\'lam. Adapun yang bisa kita mohonkan sebagai relawan adalah: \"Wahai Bapak Prof. Dr. Drs. H. Surya Dharma Paloh, mohon tegarlah dengan hati yang kokoh. Mohon ingatlah, pada tanggal yang sama di tahun depan (Pilpres 2024), nasib Indonesia ditentukan sejak hari ini. Semoga Allah Yang Maha Kuasa senantiasa menolong kita semua dan bangsa Indonesia. Aamiin Yaa Rabb.\"
Ramai Rangkap Jabatan, Sepi Ungkap Kegagalan
Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI Harga sembako naik, BBM naik, listrik naik, pajak naik dan pelbagai kepentingan hajat hidup orang banyak terdongkrak dan ikut meroket setingi-tingginya. Hanya harga diri pejabat dan elit politik yang drastis turun dan jatuh terjun bebas. Luar biasanya lagi, di tengah amburadulnya dan bahkan terjadi kejahatan dalam penyelenggaraan negara, banyak pemangku kepentingan publik yang ramai rangkap jabatan dan sepi ungkap kegagalan. Negeri yang kaya ini, memang tak boleh membuat rakyatnya sejahtera. Sumber daya alam yang berlimpah, hanya diperuntukan bagi bangsa asing dan segelintir penguasa lokal. Hidup mewah dan berlebih-lebihan bagi kelompok kecil warga negara, pongah membusungkan dada sambil terus memelihara kemiskinan pada sebagian besar rakyat. Kemakmuran dan keadilan sosial memang ada, meski hanya di dalam dompet para pejabat dan pemilik modal. Uang, harta dan semua aset negara menjadi bancakan para pengusaha dan elit pemerintahan. Keduanya yang mengatur negara, melakukan konspirasi dan kesepakatan jahat dalam rupa oligarki korporasi dan partai politik. Kelakuan penyelenggara negara semakin mempertontonkan ketelanjangan moral dan ahlak. Tak sekedar gagal mengemban amanat penderitaan rakyat, pemegang regulasi malah ikut melakukan hal-hal yang tak pantas. Tak sekedar tradisi korup, kebijakan dan implementasi di lapangan juga berkontribusi menyengsarakan kehidupan rakyat. Penderitaan hidup yang bertubi-tubi memaksa rakyat menjadi korban harta benda dan jiwa akibat tabiat penguasa. Keringat, darah dan nyawa harus bergelimang menghadapi rezim kekuasaan yang tamak, rakus dan menghalalkan segala cara demi memenuhi syahwat duniawi. Tak peduli rakyat atau siapapun, yang menghalangi harus dilobi dan dibujuk, jika tak bisa disingkirkan jika perlu dibasmi. Dalam trend kebobrokan penyelenggaraan pemerintahan dan kecenderungan negara gagal. Rezim kian tak tahu diri, tak punya malu dan kehormatan. Bukan mundur dari jabatan dari ketidakbecusan mengurus rakyat, banyak pejabat malah bangga rangkap jabatan. Hanya karena terlanjur asik menggumuli nikmatnya kekuasaan, banyak pejabat ingin memperpanjang jabatan dan menambah lagi kewenangannya. Sungguh miris dan begitu memalukan, sudah gagal tapi begitu percaya diri serakah pada jabatan. Tal ada lagi pikiran, ucapan dan tindakan yang bersandar pada keberadaban, pemangku kepentingan publik bahkan juga sudah melakukan kejahatan, baik secara personal maupun institusional. Teruskan saja memuaskan dahaga dan lapar akan jabatan, sampai Tuhan menunjukkan sejatinya kekuasaan. Sudah tak becus merasa paling bagus di republik ini. Jelang hajatan demokrasi terbesar pada pilpres 2024, kebanyakan penjahat berbaju pejabat, bernafsu mencalonkan diri sebagai presiden. Menambah jabatan menjadi strategi sekaligus mengincar jabatan orang nomor satu di negeri ini. Silahkan sebebas-bebasnya dan semaunya, sekarepe dewe dan seudelnye. Akan ada waktunya datang hukuman, bagi yang ramai rangkap jabatan dan sepi ungkap kegagalan. (*)
Replika Korupsi Kebijakan Thailand Di Indonesia, Akankah Berakhir Sama?
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Thaksin Shinawatra terpilih menjadi Perdana Menteri Thailand pada pemilu 2001, dan kemudian terpilih lagi pada pemilu 2005. Thaksin sangat populer khususnya di pedesaan. Sebelumnya, Thaksin yang mempunyai later belakang seorang polisi, menjabat Menteri Luar Negeri pada 1994, dan kemudian Wakil Perdana Menteri pada 1995-1997. Thaksin sukses mendirikan partai politik, Thai Rak Thai, pada 1998 yang kemudian membawanya menjadi Perdana Menteri pada 2001, dan kemudian 2005. Pemerintahan Thaksin mengalami krisis politik setelah terpilih kedua kalinya pada 2005, hingga 2006. Rezim Thaksin dikenal otoriter sehingga menuai banyak protes khususnya dari kalangan demokrat yang menuntut Thanksin mundur. Dengan latar belakang pengusaha yang sukses, menjadi orang terkaya di Thailand, Thaksin dituduh melakukan kecurangan pemilu dan korupsi selama berkuasa. Thaksin dituduh menyalahgunakan kekuasaan, dengan menerapkan “Korupsi Kebijakan”, *Policy Corruption*, yang menguntungkan dan memperkaya bisnisnya, dengan merugikan keuangan negara. Pengadilan Thailand mendefinisikan “Korupsi Kebijakan” sebagai penyalahgunaan kekuasaan dengan menerapkan kebijakan ekonomi yang, meskipun terlihat legal dan berpotensi menguntungkan masyarakat dan ekonomi, tetapi juga menguntungkan perusahaan yang sebagian dimiliki oleh pejabat pembuat kebijakan. Pengadilan memutuskan Thaksin bersalah melakukan “Korupsi Kebijakan” yang merugikan keuangan negara dan menguntungkan perusahaannya, dan menyita kekayaannya senilai 46 miliar baht, atau setara 1,3 miliar dolar AS dengan kurs saat ini. Puncak kegaduhan politik ini ketika Thaksin menjual kepemilikan sahamnya, Shin Corp., pada Februari 2006 kepada perusahaan Singapore, Temasek Holdings. Penjualan ini dianggap sebagai pengkhianatan kepada negara, menjual assets strategis kepada pihak asing. Penjualan assets strategis ini seharusnya melanggar hukum. Tetapi Thaksin mengubah hukum agar bisa menjual assets strategis ke pihak asing seolah-olah sesuai peraturan. Thaksin akhirnya diturunkan, alias dikudeta, oleh militer Thailand pada September 2006, ketika yang bersangkutan sedang berada di New York, Amerika Serikat, menghadiri pertemuan PBB. Saat ini, terjadi juga di Indonesia hal yang mirip dengan peristiwa di Thailand tersebut di atas, yaitu penjualan assets strategis nasional kepada pihak asing. Kementerian BUMN saat ini sedang “menjajakan” aset strategis nasional bandar udara Soekarno-Hatta ke operator pihak asing. Sebelumnya, bandar udara Kualanamu, Medan, dan Kertajati, Majalengka, sudah terlebih dahulu diserahkan kepada asing. Kebijakan ini sangat bahaya, karena pengelola bandar udara internasional mengetahui secara detil lalu lintas penumpang, dan mudah membocorkan kepada pihak asing. Contohnya, salah satu pegawai (orang thailand), Sivarak Chutipong, seorang teknisi yang bekerja di bandar udara Kamboja, yang dikelola pihak swasta, dituduh mata-mata dan membocorkan jadwal penerbangan Thaksin dan PM Kamboja Hun Sen kepada kedutaan besar Thailand di Kamboja. Sivarak Chutipong ditangkap dan dihukum penjara 7 tahun. Selain itu, banyak kebijakan yang juga terindikasi koruptif, policy corruption, terjadi di Indonesia, seperti kebijakan harga test PCR, pemulihan ekonomi nasional, kartu prakerja, IKN, kereta cepat, pembangunan jalan tol oleh “Karya”, dan lainnya. Akankah Korupsi Kebijakan dan penjualan assets strategis bandar udara internasional ini memicu protes besar dari kaum nasionalis dan militer? (*)
Politik Identitas untuk Menyudutkan, Melemahkan dan Menyerang Umat Islam
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih DALAM diskusi kajian politik Merah Putih, seorang mahasiswa UIN mendapatkan giliran pertama, untuk presentasi topik Politik Identitas, langsung ambil secarik kertas dari sakunya dengan gaya dan percaya diri, langsung membaca sebuah pantun : \"Membeli panci hitam - tiba dipasar tiban. Waktu dulu membenci islam, dekat pemilu ikut pengajian\" \"Mengaku pendekar silat - kaki dilipat membaca ayat. Beredar foto pejabat sholat - agar dapat simpati rakyat.\" \"Orang dituntun naik kereta - si Minah menuju Jakarta. Saya berpantun sesuai fakta. Bukan fitnah tapi nyata“ Merekalah pendekar politik identitas. Tanpa rasa malu, begitu keluar berkamonflase kumat lagi cuap cuap bahwa penggunaan politik identitas adalah berbahaya, praktik politik identitas bisa merusak sendi-sendi persaudaraan antar anak anak bangsa. Langganan kesurupan setiap saat tanpa merasa risi dan berdosa. Inkubasi dari ingatan rasa dendam kekalahan Ahok di Pilkada DKI melahirkan narasi politik identitas Penguasa pendendam kering negawaran. Istilah “politik identitas” pertama kali dicetuskan oleh feminis kulit hitam Barbara Smith dan Combahee River Collective pada tahun 1974. Kalau didefinisikan dalam kalimat sederhana, politik identitas adalah ketika orang-orang dari ras, etnis, jenis kelamin, atau agama tertentu ini membentuk aliansi dan berorganisasi secara politik untuk membela kepentingan kelompok mereka secara bersama sama. Para aktor politik sadar betul bahwa para setiap Pemilu/Pilpres untuk menang tidak cukup mengandalkan adu gagasan dan tawaran-tawaran rasional tentang bagaimana menciptakan lapangan kerja, memberantas korupsi, memerangi terorisme, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan seterusnya. Mereka merasa perlu jualan identitas untuk menarik calon pemberi suara. Apakah cara menjual identitas seperti itu memang diharamkan di Indonesia sehingga penguasa begitu bernafsu dan masif melarang praktek politik identitas dan harus dihindarkan oleh setiap orang yang berkampanye untuk menarik simpati massa? Sesungguhnya politik identitas sah sah saja diterapkan di Tanah Air kita karena memang tidak ada ketentuan yang melarangnya. Sebab, Indonesia menganut paham demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam Konstitusi UUD 1945 Pasal 28, menghargai atas hak asasi manusia, yang isinya merupakan penguatan identitas warga negara. Sementara itu UU Nomor 2 tahun 2008, dinyatakan bahwa asas partai politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, ayat kedua, parpol dapat mencantumkan identitas tertentu yang mencerminkan parpolnya. Dengan demikian sah sah saja orang memilih calon pemimpinnya karena jujur, sederhana, dia tampan, karena dia taat dalam menjalankan perintah agamanya dan sebagainya. Sehinga masyarakat boleh boleh saja jika memilih berdasarkan suku, ras dan agama. Yang tidak boleh dilakukan adalah memaksa orang untuk memilih yang bukan pilihannya. Bahkan dalam sejarahnya politik identitas ini dipakai oleh elite politik bangsa kita untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Waktu itu Politik identitas digunakan sebagai salah satu strategi untuk melepaskan Indonesia dari Belanda. Identitas tersebut menegaskan bahwa fenomena ini menjadi bingkai dasar tentang kemerdekaan Indonesia. Jong Islamic Bond yang melibatkan diri ke dalam Sumpah Pemuda, kian memperkuat bahwa identitas Islam memiliki pengaruh dalam kemerdekaan Indonesia. Jangankan di Indonesia, di negara yang penuh sesak dengan sentimen-sentimen komunal, isu-isu identitas masih berperan penting dalam kontestasi pemilu seperti yang terjadi di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Di negara-negara Barat itu, pertarungan politik tidak hanya ditentukan oleh isu-isu rasional seperti layanan kesehatan dan cara mengatasi pengangguran, tetapi juga diwarnai oleh isu-isu yang kental muatan identitas seperti keberadaan imigran, aborsi, homoseksualitas, pemakaian hijab dan cadar, dan seterusnya. Dalam buku yang berjudul “kewargaan multicultural” karya Willy Kylmlicka maka akan tergambar disana betapa soal identitas ini menjadi jualan untuk menarik simpati massa dalam pemilihan calon pemimpinnya. Mereka mengamalkan politik identitas dan itu sah sah saja karena memang bagian dari dinamika demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Demikian pula dalam Buku Politics and International relations comparative politics, yang ditulis oleh Pippa Norris (Editor), 1997, Harvard University, Massachussset yang juga membicarakan soal politik identitas dalam perekrutan caleg oleh partai politik di banyak negara di Eropa. Mengapa sekarang politik identitas itu di Indonesia tiba-tiba menjadi sesuatu yang haram dan salah, seakan saat ini politik identitas itu bertentangan dengan dasar negara sehingga harus dilarang. Asal usul larangan politik identitas di Indonesia adalah pasca pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta yang berhasil mengantarkan Anis-Sandi sebagai pemenangnya. Paska kemenangam Anies partai partai pengusung beserta elemen pendukungnya sering diserang oleh para buzzer sebagai pihak yang mengusung kampanye identitas. Para buzzer itu begitu rajin menyerang elemen elemen pendukung Pilkada Jakarta 2017 dengan sebutan “kadrun” yang identik ke arab araban, penjual ayat dan penjual agama untuk menangguk suara. Mereka bahkan menyerang pribadi seorang Anies Baswedan sebagai keturunan Yaman yang numpang tinggal di Indonesia. Narasi narasi yang bernada kebencian tersebut bisa jadi merupakan wujud sakit hati setelah kandidat yang mereka usung selama Pilkada DKI 2017 berhasil dikalahkan oleh politik identitas yang memang lebih murah harganya. Ahok saat itu yang didukung penguasa bahkan terang terangan didukung Jokowi sebagai presiden dan sumberdaya finansial (uang), sembako dan buzzer dalam kampanyenya, harus tumbang. Rupanya kekalahan tersebut begitu membekas sehingga menimbulkan luka yang mendalam, sulit sekali disembuhkan sehingga menimbulkan dendam yang terus terpelihara. Dari rasa dendam itulah lahir larangan Politik Identitas. Munculah framing macam-macam bahwa tokoh-tokoh yang berbicara soal agama atau mengenakan atribut agama Islam seperti jilbab, baju gamis atau sejenisnya dianggap sebagai radikal, intoleran bahkan dituduh sebagai penjual agama. Tetapi anehnya ketika pemilu akan tiba, tanpa rasa malu para penguasa yang melarang politik identitas justru menggunakan politik identitas untuk menjual diri menarik simpati. Tiba tiba berganti penampilannya. Bagi tokoh wanitanya, yang biasanya tidak mengenakan jilbab langsung memakai jilbab. Sementara yang laki laki memakai songkok atau gamis sebagai simbol perubahan perilakunya biar terkesan islami dan taat agama. Mereka juga mulai rajin mendatangi tempat tempat ibadah seperti masjid atau mushola. Tidak lupa datang ke pesantren, panti asuhan dan lembaga lembaga keagamaan lainnya. Untuk mengesankan bahwa dirinya identik dan sejalan dengan aspirasi target yang didatanginya. Bahkan ada diantaranya yang nekad jadi imam sholat pada hal tidak terpenuhi syarat dan rukunnya. Fenomena tersebut tentu saja merupakan bagian dari pengamalan dari politik identitas yang selama ini di-framing oleh mereka dilarang. Mereka semua manusia munafik. Kampanye anti politik identitas yang marak akhir akhir ini hanya bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan dan untuk menjegal calon yang tidak dikehendaki penguasa karena minim prestasi. Kampanye anti politik identitas digunakan oleh kelompok pro-status quo untuk modus stereotyping, stigmatisasi serta labelisasi pada kelompok kritis di luar pemerintahan yang tidak sejalan dengan kebijakan penguasa. Tujuannya, menutup keran aspirasi kelompok kritis untuk membungkam suara korektif kepada penguasa. Di samping ada agenda besar digunakan untuk menyerang Capres yang menurut mereka berbau agama Islam . Bahkan untuk, menyudutkan, melemahkan dan menyerang umat Islam Indonesia yang mayoritas. ****
Politik Identitas - Politik Tipuan
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih DEMOKRATISASI yang menjunjung tinggi kebebasan jadi landasan kita dalam mengaktualisasikan diri termasuk dalam persoalan politik elektoral seperti pentas demokrasi pemilu periodik lima tahunan, sedang dirusak Kebebasan individu yang dijamin konstitusi mencerminkan tingginya popularitas sistem demokrasi, akan di bonsai, dikerdilkan bahkan dinihilkan. Kebebasan berpolitik seharusnya tetap dijaga dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika. Tugas negara sesuai rambu rambu Pancasila adalah menjaga kebebasan dalam keseimbangan dan tetap terjaganya keutuhan, kesetaraan, kebersamaan bukan justru menjadi komprador memperbesar friksi-friksi perpecahan yang sebelumnya memang menjunjung tinggi setiap perbedaan yang melingkupi medan kehidupan Indonesia yang serba multi ( agama - etnis - ras suku, aliran dll ). Masyarakat makin curiga ketika kekuasaan justru terlibat penyebaran isu-isu dan wacana sampiran hingga membatasi ruang gerak demokrasi, dengan narasi atau dalih politik identitas. Politik identitas, adalah gerakan politik yang didasarkan pada kesamaan identitas suatu kelompok, kelas sosial, dan lainnya. Politik identitas sejatinya lebih identik dengan minoritas atau mereka yang tertindas dibersamai perasaan senasib sepenanggungan karena ditindas akibat identitas mereka yang berbeda dengan para pemegang kekuasaan, membuat mereka bersatu dan bergerak menuntut hak-hak politik yang setara. Kilas balik penguasa justru melawan balik kelompok yang kurang searah, atau sebaliknya. Bahkan ingin memaksa semua harus sejalan dengan keinginan politik Identitas penguasa. Saat bersama sebagian rakyat sudah ada stigma bahwa penguasa saat ini tak lebih hanya sebagai kekuatan politik identitas sekularis dan kapitalis yang hanya satu arah ingin terus menggenggam dan memperkuat kekuasaannya untuk terus berkuasa. Macam macam isu dimuntahkan , radikalis, ekstrimis, teroris, terahir narasi politik identitas di kemas sedemikian buruk bukan hanya untuk melemahkan kawan tetapi menghancurkan lawan yang tidak sejalan dengan nafsu penguasa. Politik Identitas tidak akan muncul seperti amunisi nuklir untuk menyerang Anies Baswedan hanya awalnya karena Ahok kalah dalam pilkada DKI. Saat ini menjadi sirkuit propaganda untuk menyerang Anies Baswedan - bahkan melebar akan menyerang kelompok minoritas yang termarjinalkan bahkan terlihat akan menyerang mayoritas umat Islam. Rekayasa narasi politik identitas dari penguasa terlihat jelas akan mengadu domba dan mencetak kesan capres yang tidak sesuai dengan penguasa adalah musuh negara dan harus dihabisi dengan cara apapun. Masyarakat yang telah tenang dengan damai dan terus hidup dalam alam perbedaan Bhinneka Tunggal Ika justru di porak porandakan dengan dalil politik identitas penguasa. Merasa sebagai pemilik makna kebenaran mutlak . Ini akibat penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila yang kering berubah menjadi negara sekularis dan kapitalis. Rezim sadar atau tidak sedang menjalankan politik identitas kapitalisnya dengan masif terus menyerang lawan khususnya Capres Anies Baswedan atau Capres siapapun yang tidak dikehendaki penguasa. Ketika merasa berkuasa setelah menang kontestasi pemilu, mereka ramai-ramai menabur dan melanggengkan kekhawatiran , curiga dan mengganggap bahwa terhadap capres yang berpotensi bisa merugikan bahkan menghancurkan politik identitas kelompoknya. Politik identitasnya terus-menerus dihembuskan penguasa, kelompok yang sudah mapan menikmati apa yang dimaui dan diinginkan, mengaku dan menyatakan diri demokrat sejati yang syah sesuai ukuran dan syahwat ngawurnya ingin terus berkuasa. Tanpa disadari negara sudah jatuh dalam lingkaran setan sektarianisme karena kaum minoritas dianggap ancaman nyata. Bahkan mayoritas umat Islam pun juga diserang dengan modalitas yang sama: \"Politik Identitas\". Situasi ini tiba waktu bisa berubah terjadi sebaliknya ketika panduan Bhineka Tunggal Ika, yang seharusnya dijaga justru dirusak dengan dalih politik identitas sebagai alat menyerang lawan politiknya. Akan terbongkar inilah rezim atau penguasa yang sudah lalai dan mengabaikan UUD 45 dan menihilkan Pancasila, makna Bhineka Tunggal Ika dalam hidup dan kehidupan bernegara. (*)