OPINI

Langkah Prabowo, dan Manuver Sandiaga Uno yang Tak Berdiri Sendiri

Oleh Ady Amar - Kolumnis  Sandiaga Salahuddin Uno, politisi Partai Gerindra, kabarnya pindah gerbong. Meninggalkan Partai Gerindra, memilih berlabuh di Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sandi, sapaan akrabnya, menjabat sebagai Wakil Dewan Pembina Partai Gerindra. Perannya memang tak menonjol. Ia seperti ditempelkan saja namanya di sana, tanpa punya peran berarti. Setidaknya itu yang tampak. Kepindahannya itu memang belum pasti benar. Tapi setidaknya elite Gerindra menyatakan  kebenaran kepindahannya itu. Bahkan sudah dilaporkannya pada Prabowo. Mendapat laporan itu, Prabowo hanya senyum saja. Tak persis tahu apa makna senyumnya itu. Diangkatnya Sandi sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) di Kabinet Indonesia Maju, seperti tidak mewakili Gerindra. Lebih sebagai sikap Presiden Jokowi untuk merangkul capres dan cawapres pesaingnya pada Pilpres 2019--Prabowo-Sandi--untuk berjuang bersama dalam kabinetnya. Prabowo memang lebih dulu bergabung, menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan). Prabowo dipastikan akan maju lagi sebagai capres di 2024. Meski usia bisa dibilang tidak mudah lagi, tapi semangat ingin mencicipi jabatan presiden tidak pernah kendor. Belum tahu persis siapa yang akan berpasangan dengannya. Sebelumnya, deklarasi Gerindra bersama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sudah dilakukan. Terkesan Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB, seolah otomatis jadi cawapresnya. Belakangan, sepertinya itu tidak akan terjadi. Deklarasi koalisi dua partai itu seakan pupus sebelum berkembang. Wajar jika Prabowo berharap dapat cawapres yang \"menjual\", yang setidaknya punya elektabilitas memadai, yang bisa menyumbang suara signifikan untuk kemenangannya. Memang koalisi Gerindra dan PKB telah mencukupi persyaratan parliament threshold 20% untuk mengikuti Pilpres. Tapi buat Prabowo Subianto, itu belum cukup, yang diharap tentu lebih jauh lagi, yaitu memenangkan kontestasi Pilpres 2024. Prabowo dan para pendukungnya pastilah tidak berharap hanya sekadar sebagai capres dan capres lagi--jika Prabowo Subianto mengikuti Pilpres 2024, ini keikutsertaan ketiganya untuk capres (2014 dan 2019). Sedang sebelum itu, Prabowo pernah menjadi cawapres (2009) mendampingi Megawati Soekarnoputri. Era keemasan Prabowo, juga Sandi, memang tidak segemerlap saat mengikuti Pilpres 2019. Gemerlap Prabowo saat itu utamanya lebih didasarkan pada status Gerindra yang memilih di luar kekuasaan. Prabowo disebut oposan terdepan rezim Jokowi. Sedang Sandi, menjadi populer karena sebelumnya berjuang bersama Anies dalam Pilkada DKI Jakarta. Dan tentu, tampilan Sandi yang modis, tampan, dan kaya melintir, itu pula yang menaikkan popularitasnya. Sandi muncul jadi idaman emak-emak muda dan bahkan emak-emak yang tidak muda lagi. Setelah kalah di Pilpres 2019, Pilpres yang dianggap sarat manipulasi, bukannya Prabowo makin keras sikap oposannya, tapi justru memilih pilihan sebaliknya, bergabung dengan Jokowi-Ma\'ruf Amin. Jokowi saaat itu menginginkan satu paket, Prabowo-Sandi masuk kabinetnya. Sandi masih memilih di luar kabinet, mungkin pekewuh dengan pendukungnya, khususnya emak-emak. Tapi tidak perlu waktu lama, ia pun bergabung dengan Jokowi, mengikuti jejak Prabowo. Meninggalkan kekecewaan mendalam para pendukungnya. Langkah pragmatis yang dipilih tanpa melihat perasaan massa pendukungnya, itu seolah hal biasa. Tapi tidak sebagaimana suasana batin yang dirasakan massa pendukungnya, yang semula mengelu-elukan beralih mengumpat sumpah serapah. Langkah pragmatis yang dipilih, itu menegaskan seolah mereka memang ingin mencukupkan perjuangan sampai disitu saja. Tidak berharap menjajal peruntungan maju lagi di Pilpres berikutnya. Maka, bergabung bersama Jokowi jadi pilihan. Sedang suasana batin massa pendukungnya tidaklah perlu jadi pertimbangan. Seiring perjalanan waktu, tampaknya keinginan maju lagi, baik Prabowo maupun Sandi tak bisa dibendung untuk ikut dalam kontestasi Pilpres 2024. Taklah mengapa. Pastilah keduanya punya hitungan-hitungannya sendiri. Setidaknya lembaga survei menguatkan, bahwa Prabowo masih punya tingkat keterpilihan cukup tinggi. Setidaknya ia ada di 3 besar (Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo). Bahkan tidak sedikit lembaga survei meletakkan Prabowo di posisi pertama. Sandiaga Uno ditempatkan lebih sebagai cawapres, pun punya elektabilitas lumayan, meski belum yang teratas. Itu dimungkinkan, karena ia belum benar-benar resmi diusung partai tertentu untuk maju dalam Pilpres yang akan datang. Meski masa keemasan keduanya, memang sudah lewat bersama pilihan pragmatis saat memilih bergabung dengan rezim Jokowi. Itu tidaklah jadi kekhawatiran berarti bagi keduanya. Meski pernah meninggalkan massa pendukungnya, yang bahkan berdarah-darah membelanya. Kematian sekitar 859 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), itu pun disinyalir dalam rangkah membelanya. Janji Prabowo saat itu untuk menyelidiki kematian petugas KPPS, cuma pepesan kosong, itu amat diingat pendukungnya. Beberapa ulama kritis, yang dianggap masuk dalam barisan pendukung Prabowo-Sandi, mengalami kriminalisasi pasca Pilpres 2019, beberapa diantaranya dipenjarakan dengan tuduhan mengada-ada, tidak muncul pembelaan dari keduanya. Seolah penangkapan ulama, itu tidak ada korelasi dengannya. Habib Rizieq Shihab dizalimi dan FPI dibubarkan, tidak muncul pembelaan dari mulut mereka, meski hanya sekadar pernyataan empati.  Manuver Rasa Istana Sandiaga Uno tidak tampak perannya di Gerindra. Tidak ada peran yang bisa dimainkannya. Seperti tertutup oleh kebesaran Prabowo Subianto, yang tidak saja sebagai Ketua Umum, tapi juga Ketua Dewan Pembina. Kekuatan Gerindra absolut ada di tangan Prabowo. Tak menyisakan sedikit ruang untuk Sandi. Sulit bagi Sandi bisa menggeliat lebih besar lagi, yang dimungkinkan. Pilihan politiknya meninggalkan Gerindra, itu bisa jadi dalam rangka pembuktian, bahwa ia masih punya kans berkontestasi dalam Pilpres 2024. Karenanya, ia siap bersimpangan jalan dengan Prabowo, setidaknya orang yang sedikit banyak mengajarkan a,b,c nya politik dengan mengajaknya bergabung di Gerindra. Tak ada kawan abadi dalam politik, meski itu tak diharap Sandi, setidaknya adagium itu membuktikan. Maka, manuver Sandi hengkang dari Gerindra dan berlabuh di PPP, jika itu benar, itu jadi pilihan yang seharusnya. Entah nantinya diusung sebagai Capres atau Cawapres, itu menjadi lebih punya kemungkinan, ketimbang ia masih bersama Gerindra. Manuver Sandi itu diyakini tidak lepas dari peran istana dibelakangnya. PPP bagian dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB)--konon terbentuknya KIB pun ditengarai ada peran istana di sana--yang mempertemukan Golkar, PPP, dan PAN. Lewat KIB itu peruntungan Sandi mengikuti Pilpres 2024 dimungkinkan. Analisa pun bisa dibuat, bahwa ini cara istana menggerogoti Prabowo (Gerindra), dan juga mengambil ceruk suara Anies, jika takdir membawa Anies, juga Prabowo dalam Pilpres yang akan datang. Basis suara Anies, Prabowo dan tentunya Sandi, itu lebih kurang sama. Seolah istana  cukup memasang kail berupa Sandi, berharap mengambil suara Anies dan Prabowo. Manuver Sandi memang tidak sekadar ingin menunjukkan bahwa eksistensinya masih ada, masih diperhitungkan, meski di Gerindra keberadaannya cuma dilihat sebelah mata. Sandi dan Erick Thohir, Menteri BUMN, bisa disebut dua menteri kesayangan Jokowi, yang sepertinya akan dipasangkan dengan si rambut putih, Ganjar Pranowo. Ganjar yang akan dipasangkan dengan Sandi atau pun Erick, itu bisa disebut representasi dari kehendak istana. Semuanya masih dimungkinkan bisa berubah. Politik memang cair, dan kejutan-kejutan menuju 2024 akan terus menghiasi pemberitaan. Tapi satu hal patut dicatat, bahwa rakyat makin pintar, itu berkat pengalaman masa lalu, yang terus disimpan dalam memorinya. (*)

Menggumuli Kebiadaban

Disampaikan Oleh *Yusuf Blegur* *Soekarno  adalah pemimpin yang begitu besar jasa dan kesalahannya. Begitupun dengan Soeharto yang dipuja sekaligus dihujat rakyatnya. Keduanya menjadi presiden yang sempat membawa ketinggian dan kejatuhan republik dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia.  Sementara mulai dari Habibie, Gusdur, Megawati hingga SBY, relatif biasa-biasa saja prestasi dan kegagalannya, tak menonjol terlalu tajam  kelebihan dan  kelemahannya. Lain halnya dengan semua itu, sepanjang era reformasi bergulir, baru kali ini ada rezim yang luar biasa berlumur kemudharatan.  Penyelenggara kekuasaan yang identik dengan kedunguan namun sarat kebengisan, kerap dipenuhi kejahatan dan menggumuli kebiadaban.*     Tak pernah rakyat, negara dan bangsa Indonesia mengalami begitu keterpurukan yang amat sangat seperti yang sekarang terjadi. Cukup 2 periode kepemimpinan, rezim kekuasaan yang kemunculannya penuh kontroversi dan polemik, berhasil meluluh-lantahkan sektor vital dan fundamental kebangsaan. Kegagalan menahkodai perahu besar bernama Indonesia, seperti menjadi anti klimaks bagi kepemimpinan yang pernah ada dalam sejarah negeri ini. Selain menjauh dari perwujudan negara kesejahteraan, prinsip-prinsip kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia terus dihina dan diolok-olok rezim. Perilaku menyimpang kekuasaan, bukan saja menghianati keinginan para \"the founding fathers\" dan cita-cita prokmasi kemerdekaan Indonesia. Lebih dari itu, pemerintahan yang gandrung memerankan boneka oligarki ini, telah mengancam keberadaan dan eksistensi Pancasila, UUD 1945 dan keutuhan NKRI.   Memuncaki kekuasaan penyelenggaraan negara, presiden yang dijuluki oleh majalah Tempo sebagai Pinokio. Nyaris dan kemungkinan bisa dipastikan publik sebagai presiden terburuk yang pernah ada di Indonesia. Dijuluki \"The King of Lip Service\" oleh BEM UI, presiden dan gerombolan kekuasaan dalam kabinet pemerintahan menjadi identik dengan komunitas  kebohongan dan hipokrit. Ahli menyamar dan pencitraan, rezim yang tampilan dan isinya bobrok ini terlalu piawai untuk menyampaikan kata-kata yang sangat bertolak-belakang dengan faktanya. Manipulatif dan sarat kamuflase, aparatur elit negara sering menyalahkan kebenaran dan  membenarkan kesalahan. Nilai-nilai dan hukum ditentukan oleh keinginan serta bergantung dari selera kekuasaan. Rakyat begitu miris dan memprihatinkan, memberikan semua  kewenangan dan otoritas penyelengaraan negara kepada para penjahat dengan legalitas dan legitimasi yang bersumber dan  memanfaatkan demokrasi.   Kekuasaan yang korup, gaya kepemimpinan diktator dengan membajak konstitusi dan mengebiri demokrasi.  Tak cukup hanya meminggirkan peran agama, rezim juga membawa rakyat pada kecenderungan  totatalitas kapitalisme dan komunisme. Liberalisasi dan sekulerisasi terus dipaksakan mulai dari pikiran, hati sanubari dan gaya hidup rakyat yang tidak lagi berpijak pada keyakinankeyakiban spitritualitas. Rakyat terus diprovokasi oleh budaya hedon tapi sejatinya terbelakang mengalami kemunduran peradaban. Sistem dan kepemimpinan yang tidak perform, membuat rakyat hanya pada pilihan menjadi hidup tunduk tertindas sebagai budak di negeri sendiri atau mati karena menolak dan melawan todongan laras senjata syahwat kekuasaan. Pemerintahan yang gila harta dan jabatan, sejatinya lemah namun berlagak seperti Tuhan menjadi pengikut dan menyerupai Firaun zaman modern. Seperti itulah realitas yang dihadapi rakyat, menghadapi pemimpin dan para kolaboratornya yang susah payah dilahirkan dan dibesarkan dari rahimnya sendiri.   Kesedihan dan kepiluan rakyat karena luka perih yang menyayat hati, jiwa dan raga yang terkadang tak luput dari kematian. Harus dihadapi begitu represif dan berkesinambungan karena ulah segelintir perwakilan kedaulatannya sendiri. Rezim kekuasaan 2 periode bagaikan menghadirkan penderitaan rakyat berabad-abad seperti masa kolonialisme dan imperialisme lama. Utang negara yang terus membengkak menjadi beban yang mencekik rakyat. Eksploitasi kekayaan alam  membabi-buta yang tak pernah dinikmati rakyat. Upeti tinggi bak rentenir yang dipungut dari rakyat diperhalus dengan istilah pajak. Daya beli rakyat yang lemah tak sebanding dengan kenaikan harga sembako, tarif listrik dan BBM.  Wabah PHK dan angka kemiskinan yang semakin melonjak menjadi paralel dengan peningkatan kekayaan dan gaya hidup mewah para pejabat.   Belum lagi kriminalisasi para  ulama, tokoh dan aktifis pergerakan yang kritis, seakan mempertontokan perilaku rezim kekuasan yang angkuh dan arogan.  Pemberlakuan KUHP yang baru dan pemaksaan omnibus law menumpang PERPPU, semakin paripurna menghancurkan  konstitusi dan membunuh demokrasi. Tak cukup sekedar bertangan besi, rezim kekuasaan bersama ternak-ternak oligarki lainya seperti buzzer dan haters terus melakukan pembelahan pada rakyat. Rakyat diadu domba dan membuat konflik horizontal, menggiring dan semakin memicu degradasi sosial dan disintegrasi bangsa. Islam sering dihina dan dinista. Namun terlalu banyak potensi ekonomi umat Islam yang dimanfaatkan dan dieksploitasi untuk kepentingan politik praktis rezim, seperti dana haji, zakat, pengumpulan swadaya dan pemberdayaan dana sosial dlsb.   Framing nenyudutkan, agitasi dan propaganda jahat dari kelompok  Islamophobia di negerinya sendiri yang mayoritas muslim. Terlihat rajin memproduksi intrik dan fitnah politik identitas, tindakan intoleran, gerakan radikalis dan identik dengan teroris. Sedangkan dunia internasional mulai tarik-ulur mengangkat narasi tersebut dan isu-isu sensitif seputar Islam. Pemerintah terus mengakomodir aliran sesat agama dan ideologi,  makanan haram dan berbahaya terus disusupkan menjadi konsumsi rakyat. LGBT intens dikembang-biakan,  pelbagai penyimpangan serta gerakan amoral masif dikampanyekan dan dipertontonkan. Masih banyak lagi disorientasi kebijakan penyelenggara negara yang harus diikuti rakyat meskipun banyak menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan rakyat. Rezim kekuasaan  hanya butuh kurang dari satu dasawarsa untuk menghadirkan neraka di bumi pertiwi. Pemerintahan yang nyata dan terbukti menghadirkan realitas obyektif dari mimpi buruk potensi ketiadaan Indonesia.   Belum puas 2 perode memimpin negara yang penuh kemudharatan. Rezim semakin asyik memamerkan libido kekuasaan yang tinggi, getol melakukan masturbasi politik dengan gairah 3 periode atau perpanjangan jabatan. Sambil mesum memikirkan menunda pemilu 2024 demi kepuasan syahwat kekuasaannya.  Pemerintah yang telah menjadikan KPU dan instrumen politik lainnya sebagai kacung jabatan telah merekayasa dan melakukan sabotase untuk memenangkan kontestan tertentu dalam pilpres 2024. Preseden buruk dari keberadaan rezim kekuasaan yang pernah ada di negeri ini yang ingin memiliki kekuasaan jika perlu sampai seumur hidup. Seakan tak terpuaskan dengan kehidupan dunia yang tak ada ada habis- habisnya, segelintir orang dari rezim kekuasaan begitu  gandrung menggumuli kebiadaban. Sungguh malang Indonesia tercinta,  yang berangsur-angsur perlahan tapi pasti, tiada keberadaban.     *Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan.*     *Bekasi Kota Patriot.* *6 Januari 2023/13 Jumadil Akhir 1444 H.*

Dewan Kudeta Konstitusi Harus Dihancurkan

Oleh Sutoyo Abadi  - Koordinator Kajian Politik Merah Putih HAMPIR semua opini masyarakat tanpa kecuali dari masyarakat awam sampai level ahli dan spesifikasi ahli di bidangnya masing-masing larut dan masuk pada masalah limbah yang dimuntahkan oleh rezim dan oligarki yang telah dengan berani menamakan diri Dewan Kudeta Konstitusi. Terang benderang mereka hanya akan membawa rekayasa opini pada satu tujuan untuk tetap melanggengkan kekuasaan. Sudah buta dan membutakan diri urusan konstitusi yang membatasi kekuasaan akan dijebol menjadi kekuasaan  untuk selamanya. Teringat drakor berjudul The Emperor: Owner of the Mask. Kisahnya tentang raja palsu yang dijadikan boneka. Namun ketika raja asli hendak kembali ke istana, justru terjadi perebutan tahta antara keduanya. Dewan Kudeta Konstitusi mestinya menyadari bahwa jabatan publik itu amanah, tidak untuk dikejar apalagi diperpanjang dengan segala cara, alasan dan menabrak konstitusi. Cukup satu periode telah bawa keburukan - ketika membolehkan dua periode justru membuka incumbent syndrome memaksa ingin tiga periode.  Para diktator sering lupa kapan harus  lengser keprabon, cuaca kekuasan sering menjadi lain ingin berkuasa selamanya. Sehingga untuk turun dari kekuasaan  harus diturunkan paksa oleh rakyat atau dilengserkan dengan paksa.  Pertarungan perpanjangan masa jabatan dan  membuka kedok bahwa Pemilu 2024 akan disulap menjadi operasi bendera palsu tetap masih akan berlangsung, dan mereka tetap pada tujuan kekuasaan mereka tidak ingin dilepaskan apapun alasannya. Terjadi pertarungan antara wacana menunda Pemilu dan perpanjangan masa jabatan. Virus kekuasan Xi Jinping sangat tampak menjadi inspirasi rezim saat ini. Kekerasan dan memaksakan kehendak tidak dapat dihindari. Bahaya akan membelah kekuatan rakyat dengan amunisi keuangan yang maha kuasa sedang terjadi. Tiba-tiba muncul kekuatan Anies Baswedan jelas menjadi duri bagi mereka akan dimusnahkan. Kekhawatiran mereka Anies Baswedan bisa muncul sebagai presiden dan lambang kekuatan people power. Mobilisasi perlawanan terhadap Anies Baswedan tampak dari semua arah dan alasan yang dibuat, diperbesar untuk dihempaskan  Incumbency membawa moral hazard yang terbukti telah mendorong para diktator yang lupa kapan harus lengser keprabon. Terus merekayasa dan memperkeruh keadaan semata jabatan saat ini tidak boleh lepas dari genggamannya. Kondisi seperti ini jelas membutuhkan kesadaran semua masyarakat harus bersatu melawan dan memusnahkan Dewan Kudeta Konstitusi. Kalau rakyat atau masyarakat lengah, negara akan menjadi taruhan hancur bahkan bisa lenyap dari muka bumi. (*)

Fahri Main-main

Oleh Ady Amar - Kolumnis  Main-main Fahri Hamzah, itu main-main penuh risiko. Tidak persis tahu apakah ia menimbangnya baik-baik, atau semata yakin pada apa yang keluar dari mulutnya, itu pastilah sesuatu yang benar dan bisa diterima publik. Fahri memang politisi cerdas--saat ini sebagai Wakil Ketua Partai Gelora--yang jika bicara memang memukau pendengarnya. Intonasi suaranya bisa dibuat naik-turun. Terkadang meledak-ledak, sesuai narasi yang dimunculkan. Fahri sepertinya sama sekali tidak menimbang main-mainnya, itu sebagai sesuatu yang serius. Nyinyir  menghajar Anies itu seakan kesengajaan yang dilakukan intens, bagian langkah strategis yang dipilihnya. Main-mainnya Fahri, menjadikan siapa saja yang melihat menganggapnya, itu tidak berdiri sendiri. Nyinyir menyerang Anies, mustahil semata sikap pribadinya. Bisa jadi bagian dari skenario partainya, Partai Gelora. Simpulan itu bisa jadi pembenar, karena intensitas \"penyerangan\" terus dilakukan Fahri tanpa henti. Jika itu sikap pribadi Fahri yang kelewat \"nakal\", pastilah partai akan mengingatkan-menjewernya, bahwa langkah-langkahnya itu keliru. Kontra produktif buat partai. Tapi sepertinya itu tidak terjadi, Fahri tetap bebas-bebas saja, seperti yang terlihat ia tetap nyinyir menghajar Anies tanpa jeda. Main-mainnya Fahri, itu disikapi publik dengan umpatan yang pastinya merugikan keberlangsungan Partai Gelora, yang basis massanya lebih rasional. Di mana pilihan politiknya pada Anies Baswedan. Partai Gelora, yang digawangi eks elite Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang diketuai Anis Matta, punya basis massa yang sama. Bahkan suara yang diunduh Partai Gelora, utamanya akan mengambil ceruk suara PKS. Jika aspirasi massa pemilihnya, berkenaan dengan Pilpres tidak sebangun dengan Partai Gelora, maka mustahil eksodus suara massa PKS itu bisa didapat. Sedang PKS, sikap politknya jelas memilih Anies, yang akan berkoalisi dengan NasDem dan Partai Demokrat. Koalisi Perubahan, menjadi nama yang dipilih. Menunggu waktu yang tepat untuk dideklarasikan. Apa yang dilakukan Fahri, itu sesuatu yang memang absurd di tengah Partai Gelora yang sedang berjuang menapakkan kaki dalam perpolitikan nasional. Main-mainnya Fahri, itu tidak bisa dilepaskan dari partainya, sulit bisa dinalar. Apa faedah dari sikap nyinyirnya menghajar langkah-langkah Anies mendatangi kantong-kantong pemilihnya di daerah, yang resmi diusung Partai NasDem sebagai capresnya. Nyinyir Fahri, yang menyebut Anies bakal gagal nyapres, Anies hanya dipakai mendulang massa bagi Partai NasDem, bahkan Fahri menyebut bandar bakal gagalkan pencapresan Anies, itu bisa disebut suara sekadar mengumbar asumsi saja Pengamat politik Jamiluddin Ritonga, menyebut ocehan Fahri itu bagai \"obrolan di warung kopi\". Apa yang disampaikan Fahri katanya, itu spekulatif. Jika salah, maka konsekuensi merugi buat partainya. Anies hanya dipakai mendulang suara bagi Partai NasDem, itu pernyataan menyederhanakan, seakan Fahri tak paham bahwa tanpa didukung partai politik, mustahil Anies bisa maju dalam kontestasi Pilpres. Dan, NasDem memilihnya tentu punya perhitungan, dan itu pastilah keuntungan yang akan didapat. Soal-soal beginian semua orang pastilah tahu. Tapi saat Fahri mengungkitnya, itu sama sekali tidak strategis. Sedang bandar yang disebut Fahri akan menggagalkan pencapresan, itu ditanggapi Anies dengan canda sekadarnya. Anies mengembalikan dengan tanya, \"Kalau begitu tanya pada beliau saja (Fahri Hamzah), apa itu bandar, siapa bandar itu?\" Komen itu disampaikan Anies, dalam wawancara di kanal YouTube Total Politik, 4 Januari 2023. Pengamat kebijakan publik Gigin Praginanto, pun tampak kesal menanggapi Fahri, saat menyebut Anies bakal gagal nyapres. Sergahnya, \"Penerawangan saya, justru Partai Gelora yang akan tenggelam karena kelakuan Fahri\". Jamiluddin Ritonga dan Gigin Praginanto, seperti mewakili suara netizen yang muncul dengan maha sadis, banyak ditemukan di berbagai grup perkawanan WhatsApp dengan komen tidak sepantasnya atas sikap Fahri, yang juga menyentil Partai Gelora. Main-main Fahri Hamzah, itu bukan main-main sembarangan. Tapi punya konsekuensi tidak kecil. Setidaknya Fahri, dan itu Partai Gelora, menampakan sikap politiknya saat ini, ada di posisi mana ia berdiri. Seolah pilihannya antitesis dengan PKS. Biarlah dalam Pemilu 2024, pilihannya itu diuji. Benar tidaknya sikap politiknya itu. Semua memang masih punya kemungkinan serba berkebalikan. Main-main Fahri itu bisa jadi sekadar main-main yang tak sebenarnya, meski penuh risiko, yang itu akan terus diingat dalam memori publik. Sulit bisa diurai, jika bandul politik ingin diubah dimainkan pada saatnya. Wallahu a\'lam. (*)

Pileg Tertutup, Akankah Pilpres Juga Tertutup?

Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa PDIP sangat bersemangat ikut mendorong pileg tertutup. Apa alasan? Dan apa kepentingannya? Dua pertanyaan yang berbeda bobot.  Alasan ke publik akan selalu normatif, rasional dan ideal. Meminimalisir money politics, katanya. Bukankah money politics itu pelanggaran hukum? Ada pidananya? Mengapa sistemnya yang diubah, bukan penegakan hukumnya yang ditegakkan sebagai upaya pencegahan?  Apakah ketika hukum tidak berhasil mengawal sebuah sistem, lalu sistemnya yang diubah?  Sampai kapan cara berpikir seperti ini terus menjadi solusi? Apakah negara sudah terlalu apatis terhadap penegakan hukum? Apakah hukum sudah tidak bisa lagi mengontrol pelanggaran pemilu? Ketika security tak lagi bisa mengamankan rumahmu, jangan pindah rumah. Tapi, ganti security-nya. Itu cara berpikir yang bener. Masalahnya ada di security, bukan di lokasi rumahmu. Paham? Lalu, apa kepentingan PDIP mendorong pileg tertutup? Dan mengapa 8 partai lainnya kekeuh menolaknya? Ini soal elektabilitas. Cermati berbagai survei. Elektabilitas PDIP paling stabil. Mengapa? Karena semua kader PDIP, baik di DPRD maupun DPR, lebih dominan identitas partainya. Kader PDIP tidak menonjolkan identitas personalnya. Ketika ada survei partai, maka elektabilitasnya stabil. Sementara di partai lain, faktor siapa caleg yang maju akan sangat mempengaruhi elektabilitas partai tersebut. Karena itu, partai-partai ini butuh person. Butuh ketokohan yang bisa dijual. Butuh sosok yang bisa meraup suara untuk partainya. Butuh caleg yang bisa menghasilkan kursi di DPR maupun DPRD. Pindah partai dan munculnya tokoh baru di sejumlah partai menjadi fenomena yang akrab di setiap pemilu. Artis ini masuk partai anu, mantan pejabat ini jadi caleg  partai di sana, dll. Jika sejumlah tokoh yang diharapkan mampu menjadi pendongkrak perolehan suara partai ini tidak muncul namanya di pemilu, maka sulit bagi partai itu menambah kursi di DPR maupun DPRD. Jadi, wajar jika di luar PDIP, semua partai yang punya kursi di DPR menolak pileg tertutup. Di sisi lain, usul pemilu tetutup untuk anggota legislatif berpotensi menjadi tujuan antara. Bukan tujuan finalnya. Jika pileg tertutup goal di Mahkamah Konstitusi (MK), kemungkinan akan merember ke pilpres tertutup. Tugas berikutnya adalah mengamandemen UUD. Arahnya? Pilpred 2024, presiden dipilih oleh MPR.  Jika pemilu.legislatif tertutup, maka semakin terbuka untuk mendorong pilpres tertutup. Presiden tidak dipilih oleh rakyat lagi, tapi oleh MPR. Kembali seperti masa Orde Baru. Bagi bakal capres non-potensial, pilpres tertutup lebih menguntungkan. Bakal capres yang ektabilitasnya gak bergerak, gak naik-naik, selalu rendah dan tertinggal dari bakal capres yang lain, mereka dengan kekuatan partai dan uangnya lebih berpeluang untuk menang pada pemilihan di MPR.  Dalam pilpres terrutup, yang dibutuhkan bukan lagi dukungan rakyat, tapi dukungan partai. Yang diperlukan bukan suara rakyat, tapi suara anggota MPR. Di sini, transaksinya akan lebih simpel. Jual beli suara lebih mudah dikondisikan. Suara rakyat? Tidak penting lagi. Capres tidak butuh. Nasib lembaga survei? Nganggur! Sepi job. Ini bukan hanya soal pileg tertutup. Ini bukan sekedar sabotase suara caleg oleh partai. Tapi, ini bisa merembet ke pilpres tertutup dimana suara rakyat juga akan disabotase oleh partai melalui anggota MPR.  Pemilu tertutup layak dicurigai sebagai bagian dari sekenario untuk mengembalikan pilpres model lama yaitu presiden dipilih oleh MPR. Jakarta, 5 Januari 2023

Yaqut Jadi Presiden? Wow

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  ULANG tahun Menag Yaqut Cholil Qaumas tanggal 4 Januari cukup heboh. Banjir do\'a dan harapan judulnya. Banyak ucapan selamat sebagaimana diberitakan berbagai media. Variasi narasi dari \"mengawal NKRI\", \"umat beragama tidak fanatik\", hingga do\'a agar Pak Yaqut \"menjadi Presiden tahun 2024\".  Adalah Muanas Alaidid Ketua Cyber Indonesia dan mantan Caleg PSI pada Pemilu 2019 yang berharap itu melalui cuitannya \"Met Milad Gus@Ansor_Satu sehat selalu dan terus menginspirasi, semoga di tahun 2024 nanti kita do\'akan antum maju dan terpilih sebagai Presiden\". Jika do\'a dan harapan Muannas itu hanya basa-basi ya tidak masalah, biasa saja. Akan tetapi jika ucapannya serius ya lucu dan tepok jidat juga. Tidak kebayang Menag Yaqut yang kontroversial dalam banyak kasus keagamaan itu menjadi Presiden menggantikan Jokowi. Terakhir saja ia bercanda dan berani untuk mentertawakan seorang Rektor yang berzikir di sebelahnya.  Yaqut Cholil akan menjadi Presiden RI yang mengenaskan dan mengkhawatirkan.  Pertama, khawatir ia akan mengakui Baha\'i sebagai agama yang diakui dan merayakan hari raya Naw Ruz 178 EB secara nasional setiap ,tahun. Kalender merah.  Kedua, khawatir menjadi tukang pancing. Mengafirmasi Syi\'ah dan Ahmadiyah sehingga memancing konflik tajam di masyarakat khususnya di kalangan umat Islam.  Ketiga, mengatur ketat suara azan Masjid karena dinilai menyaingi gonggongan anjing. Umat lain terganggu sekurang-kurangnya lima kali sehari. Nanti azan itu dianggap bentuk intoleransi.  Keempat, dikhawatirkan akan mengeluarkan Perpres agar Ormas Islam bergantian menjaga Gereja, Vihara atau Kelenteng. Mengenaskan.  Kelima, dikhawatirkan keluar Perppu \"do\'a semua agama\" bukan saja untuk di lingkungan pemerintahan tetapi juga dimasyarakat. Sinkretisme sebagai tafsir resmi dari moderasi beragama.  Jika Yaqut jadi Presiden maka Menteri Menteri harus ikut Diklatsar Banser. Erick Thohir adalah model, perintis dan teladan. Ilmu kebal konon telah didapat Erick. Lalu siapa Wapres yang patut mendampingi? Tidak sulit mencarinya karena ada tokoh yang hebat bergerilya dan mampu melompat sana sini. Siapa lagi kalau bukan Cak Imin.  Mungkin Yaqut-Cak Imin menjadi pasangan ideal untuk rating tertinggi survey esok. Jika responden anak TK.  Yaqut-Cak Imin adalah solusi bangsa untuk masa depan kelam. Dunia yang semakin pikun.  Sudahlah tak usah bermimpi tentang Yaqut jadi Presiden sebab mengulangi masa \"Petruk dadi ratu\" kembali. Tapi kita tetap yakin bahwa Muannas Alaidid hanya berbasa-basi.  Atau, apa salahnya sekedar berharap dan berdoa? Toh Iibadah juga.  Cuma saja, bagi negeri dan bangsa ini dengan Jokowi menjadi Presiden saja sudah terasa sebagai musibah.  Apalagi kalau Presiden RI 2024 itu adalah Yaqut Cholil Qoumas.  Nah, Yaqut jadi Presiden? Wow.  Bandung, 5 Januari 2023

Menggugat PERPPU NO.2/2022: Makzulkan Presiden Jokowi Segera

Oleh Marwan Batubara, FKN-UI Watch PEMERINTAH telah menerbitkan Perppu Ciptaker No.2/2022 pada 30 Desember 2022, yang bertujuan membentuk UU baru tentang Ciptaker, sebagai pengganti UU No.11/2020 yang seharusnya masih dalam proses pembentukan oleh pemerintah bersama DPR, akibat dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Banyak kalangan,  pakar dan aktivis menyatakan penerbitan Perppu tersebut melanggar konstitusi. Karena itu mereka menuntut agar Presiden Jokowi segera menjalani proses pemakzulan. Sebelum membahas mengapa proses pemakzulan relevan, perlu diingatkan bahwa melalui Putusan No.91/PUU XVII/2020, MK telah menyatakan pembentukan UU No.11/2020 tentang Ciptaker cacat formil, sehingga statusnya inkonstitusional bersyarat. Meskipun dinyatakan berlawanan dengan UUD 1945, UU Ciptaker No.11/2020 masih dianggap berlaku, dengan syarat dalam dua tahun ke depan (November 2023) harus diperbaiki. Jika tidak, maka UU No.11/2020 menjadi inkonstitusional dan tidak berlaku secara permanen. Sebenarnya, karena cacat formil, maka UU Ciptaker No.11/2020 seharusnya otomatis batal demi hukum, karena inkonstitusional. Sebab, yang digugat rakyat dalam judicial review UU No.11/2020 ke MK terutama adalah proses pembentukannya, bukan materi muatannya. Tampaknya guna memenuhi kepentingan oligarki yang terus memaksakan agenda UU Ciptaker, maka MK mengaitkan putusan uji formil (mestinya mudah diputuskan) dengan materi muatan UU. Sehingga diperoleh putusan “yang sengaja dibuat ambigue”: inkosntitusional bersyarat. Ternyata Putusan MK No.91/2020 yang diduga sarat rekayasa, by designed dan moral hazard tersebut masih juga belum memuaskan dan mengamankan kepentingan oligarki. Maka diambillah langkah inskonstitusional berikut, yakni penerbitan Perppu Ciptaker No.2/2022. Karena merasa sangat berkuasa di satu sisi, serta lumpuhnya DPR, lembaga-lembaga penyeimbang dan para pakar di sisi lain, maka pemerintah sangat confident bahwa dalam waktu dekat Perppu No.2/2022 akan segera berubah menjadi UU. Terlepas sikap confident di atas, kita perlu memahami masalah dan sekaligus mengusung sikap perlawanan. Pertama, dengan menerbitkan Perppu dan mengeliminasi Putusan MK No.91/2020, maka Presiden Jokowi secara terang-terangan telah melakukan tindakan melawan hukum dan pembangkangan terhadap UUD 1945. Meskipun ada alasan lain, alasan pertama berupa pembangkangan terhadap  UUD 1945 ini merupakan kejahatan konstitusional sangat fatal. Sehingga pelakunya, terutama Presiden Jokowi, sangat layak dan konstitusional untuk segera dimakzulkan! Kedua, kondisi kegentingan memaksa sesuai ketentuan Pasal 22 ayat 1 UUD 1945 yang menjadi dalih penerbitan Perppu sangat absurd, mengada-ada dan sarat kebohongan. Dikatakan, Perppu perlu terbit karena kondisi ekonomi global bermasalah di satu sisi, serta kondisi keuangan negara dan minat investasi yang tidak terjamin di sisi lain. Padahal sebelum Perppu tebit, pemerintah dan DPR telah menyetujui pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023, seperti tercantum dalam UU APBN 2023, adalah 5,3%. Presiden Jokowi pun telah menandatangani UU No.28 Tahun 2022 tentang APBN 2023 pada 27 Oktober 2022. Sambil merujuk kondisi dan prospek ekonomi global, Kemenkeu pun telah menyatakan ekonomi Indonesia 2023 masih sangat kuat (20/12/22). Menkeu Sri Mulyani pernah mengatakan (1/12/22) pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 berkisar antara 5,1% hingga 5,3%. Kemarin (3/1/23), karena kondisi global dan berbagai faktor lain, disebutkan pertumbuhan eknomi nasional memang bisa turun menjadi 4,7%. Meski demikian, angka 4.7% ini masih sangat besar untuk menunjukkan ekonomi nasional jauh dari kondisi darurat.  Pada tahun 2021 pertumbuhan ekonomi Indonesia 3,39%, dan meskipun petumbuhan ini cukup rendah, kondisi ekonomi dan investasi Indonesia ternyata tidak genting. Apalagi jika proyeksi pertumbuhan 2023 naik menjadi 4,7%. Maka kondisi ekonomi nasional 2023 akan menjadi tetap baik, dan tidak akan mengalami kondisi kegentingan memaksa. Sehingga faktor ekonomi dan investasi menjadi sangat tidak relevan menjadi alasan penerbitan Perppu Ciptaker. Ketiga, diyakini yang menjadi motif utama penerbitan Perppu Ciptaker, seperti yang telah kami ungkap berulang-ulang, adalah bagaimana memenuhi kepentingan dan target-target oligarki: tetap mendominasi kekuasaan dan dapat meraih rente sebesar mungkin. Guna meraih target tersebut, maka tampaknya bagi rezim oligarkis, prinsip-prinsip moral Pancasila, amanat konstitusi, kehidupan demokrasi, prinsip GCG dan suara rakyat menjadi faktor-faktor remeh temeh yang akan diterabas dengan manghalalkan segala cara.  Sikap hipokrit rezim sudah menjadi hal yang lumrah. Guna menarik simpati rakyat, dan target Presiden periode ke-3, meski sangat minim prestasi, indikator ekonomi dinyatakan baik, terus diumbar dan dibesar-besarkan. Namun guna menjustifikasi dibentuknya UU Ciptaker yang sarat kepentingan oligarki dan sekaligus memeras rakyat, faktor ekonomi digambarkan bermasalah. Sikap ini sangat memalukan sekaligus menunjukkan kekuasaan semau gue dan otoriter.   Autoritarianisme telah mencengkeram hampir semua lembaga negara. Maka tak heran jika DPR, MK, MA, Polri, KPK, dan lembaga-lembaga terkait lain nyaris tak terdengar membela kepnentingan negara dan rakyat. SDA minerba bernilai lebih dari Rp 5000 triliun milik rakyat sudah dirampok pengusaha oligarkis melalui UU Minerba No.3/2020. MK sudah dibungkam dan disuap/gratifikasi dengan berbagai fasilitas pada UU No.7/2020. Industri nikel dikuasai oligarki dan China dengan berbagai insentif fiskal/keuangan dan penjajahan TKA China. IKN melalui UU No.2/2022 akan dibangun untuk menjadi lahan bisnis oligarki dan asing, yang sekaligus menggadaikan objek vital nasional. Minimal hanya berlandas pada butir pertama di atas, maka sudah sangat layak jika rakyat menuntut Presiden Jokowi menjalani proses pemakzulan sesuai Pasal 7 UUD 1945. Difahami bahwa secara ringkas proses tersebut harus dimulai dari langkah DPR mengajukan usul kepada MK perihal adanya pelanggaran oleh presiden. MK kemudian melakukan persidangan. Jika MK memutuskan presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum, DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk memutuskan dan meneruskan usul pemberhentian presiden kepada MPR. MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut paling lama 30 hari sejak MPR menerima usul dari DPR.  Menilik peta politik di DPR dan MPR, kemungkinan terjadinya proses pemakzulan sangat kecil, bahkan sejak langkah pertama pengajuan usul dari DPR ke MK. Faktanya sebagian besar pimpinan partai telah “tersandera”. Pengusaha oligarkis pun akan cepat beraksi meredam jika ada move untuk memulai penggalangan usul ke MK. Namun demikian, rakyat tidak boleh putus asa. Mari terus hidupkan aspirasi dan semangat proses pemakzulan. Rakyat tidak boleh kalah dan hanya jadi objek penguasa-pengusaha oligarkis. Akhirnya, bisa saja tiba saatnya, pemakzulan bukan melalui MPR, tetapi melalui pengadilan jutaan rakyat yang menuntut diakhirinya rezim otoriter pembangkang konstitusi. Jakarta, 4 Januari 2023

Segunung Etika Cara Anies Berpolitik

Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI  Begal jalanan merampas harta,  melukai dan terkadang menghilangkan satu atau dua nyawa korbannya. Sementara rezim kekuasaan  telah menjadi begal konstitusi dan demokrasi. Gemar korupsi, hobi merampok kekayaan alam dan senang mengebiri hak rakyat. Bertindak sewenang-wenang dan dzolim, menyebabkan penderitaan dan kematian rakyat dengan jumlah massal. Merugikan rakyat se-tanah air, adakah pemimpin-pemimpin yang miskin moral dan ahlak ini, sedikit saja punya etika politik? Menarik dan banyak hikmah yang bisa dipetik, saat penulis berkesempatan mengikuti diskusi terbatas antar simpul relawan Anies yang diadakan pada tgl. 3 Januari 2022 di Rumah Harmoni, salah satu wadah berkumpul Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES). Pemaparan analisa politik hukum dan politik ekonomi yang cukup exciting, disampaikan Awalil Rizki selaku pembelajar ekonomi progresif dan Bambang Wijayanto  yang pengamat sekaligus praktisi hukum. Acara itu benar-benar memenuhi dahaga para relawan Anies terkait keingintahuan situasi aktual dan faktual negara, khususnya menyangkut  ekonomi dan hukum. Awalil Rizki dan Bambang Wijayanto menghantar pemahaman relawan Anies pada realitas politik dalam sektor ekonomi dan hukum secara telanjang  gamblang dan tanpa tedeng aling-aling. Peserta diskusi begitu dimanjakan dengan perspektif yang rigid, holistik dan kaya akan angka dan data, namun mudah,  sederhana, renyah  dan asyik dicerna pengertiannya. Tidak seperti mengikuti kelas mekanika teknik dalam jurusan teknik sipil atau praktek kimia di laboratorium yang rumit dan sarat ketelitian. Penyampaian materi yang diikuti diskursus tersebut, mengungkap kebenaran fakta yang sering ditutup-tutupi pemerintah, membongkar kebohongan pelayanan publik  yang selama ini tercermin dari sistem, kebijakan dan argumentasi serta justifikasi pemerintah. Audiens seperti dibuka mata dan telintanganya dengan betapa compang-camping dan karut-marutnya wajah rezim kekuasaan dalam tata kelola negara. Memanipulasi konstitusi, semakin  mewujud rezim tirani dan diktator yang represif, terus merampok uang rakyat dan termasuk upaya menjegal Anies sebagai presiden yang didukung rakyat dalam pilpres 2024 mendatang.  Seakan menunjukan hanya itu yang bisa dilakukan pemerintah. Mulai dari omnibus law, KUHP hingga trend negara mengalami krisis dan resesi, eksploratif disampaikan kedua nara sumber itu. Menjadi penting juga ketika Awalil Rizki, pembedah struktur APBN  paling detail dan komprehensif yang disebut-sebut begawan ekonom berkarakter era reformasi ini, menyinggung figur Anies dan korelasinya dengan politik kontemporer dan perangai rezim kekuasaan kekinian. Dengan kegagalan kalau tak mau disebut kehancuran dalam mengurus negara, rezim kekuasaan yang anti Anies melakukan pelbagai cara untuk menjegal Anies mengikuti kontestasi Anies dalam pilpres 2024. Pun demikian, Awalil Rizki menyampaikan Anies bergeming menghadapi tekanan dan teror dari politik kekuasaan. Tak sedikitpun Anies reaksioner menghadapi upaya menjegalnya. Konspirasi jahat yang terstuktur, sistematik dan masif dalam membunuh karakter dan menggagalkan pencapresannya, membuat Anies semakin tegar dan  tak goyah, tetap tenang, sabar dan cerdas menghadapinya. Kemampuannya menderita untuk menghadapi semua tekanan kejahatan politik dan perlakuan tak adil,  justru itu yang menjadikan kekuatan Anies. Bagi Anies, para buzzer dan haters bahkan lawan-lawan politiknya yang kini mengusung kekuasaan, menjadikan dirinya semakin eling dan perform untuk memimpin NKRI berbasis tujuan meraih negara kesejahteraan sebagaimana amanat pancasila dan UUD 1945 yang asli. Upaya  menjegalnya, menjadikan Anies mampu meningkatkan kesadaran reffektif dan evaluatif dari situasi kebangsaan demi memimpin negara yang mampu menghadirkan kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain tetap menjaga kesantunan sambil merangkul perbedaan baik dalam pemikiran dan sikap yang berasal dari lawan politiknya. Anies teguh mengedepankan etika politik, sesuatu yang langka bisa  ditemui pada figur-figur pemimpin yang lain. Bahwasanya, ada politik moral dan ahlak yang tetap harus dijunjung tinggi saat menghadapi konstelasi dan dinamika politik seberat apapun. Tidak sekedar merebut kekuasaan, proses meraihnya mutlak mengutamakan integritas yang berlandaskan nilai-nilai kejujuran dan keadilan, tegas Awalil Rizki meneruskan pandangan Anies. Awalil juga mengangkat prinsip-prinsip politik dan ekonomi mendasar terkait kehadiran dan peran oligarki yang kini disorot rakyat sebagai kekuatan yang ofensif dan ekspansionis. Menurut Awalil, Anies selalu aware dengan politik keseimbangan. Tak ada pemikiran untuk mematikan dunia usaha skala dan modal besar, imbuhnya. Jika Anies presiden tidak serta-merta, menyulitkan atau mematikan konglomerasi. Tak ada upaya di dunia manapun yang dapat meniadakan kehadiran orang kaya dan orang miskin. Keduanya menjadi keniscayaan dan akan terus menghidupi peradaban manusia. Bagi Anies, yang menjadi problem esensi dan substantif adalah bagaimana memperkecil atau mempersempit jaraknya agat tidak terjadi ketimpangan sosial yang berpotensi menimbulkan pertentanga  kelas dan akhirnya menimbulkan konflik sosial. Setidaknya, oligarki korporasi dapat terus eksis selama berada di bawah kendali pemerintah. Bukan sebaliknya, korporasi yang mengatur negara. Dunia usaha harus bisa menjadi faktor  penguatan pemerintah dalam melayani kepentingan publik seluas-luasnya. Pentingnya mengadakan sinergi dan elaborasi antara pemerintah dan dunia usaha, terutama dengan kebijakan politiknya. Anies akan didorong untuk memimpin perubahan yang lebih baik, mana yang harus ditinggalkan  mana yang harus diperbaiki dan mana yang perlu dibuat regulasinya yang baru, itu akan  menjadi bagian penting dan strategis dalam melanjutkan kesinambungan pembangunan nasional. Anies bukanlah musuh, Anies bukanlah ancaman dan berbahaya bagi siapapun. Anies hanyalah seseorang yang punya talenta dan kemampuan serta didukung rakyat untuk memimpin republik yang besar dan kompleks. Anies seperti tak bisa menghindari takdirnya,  mengabdikan dirinya sebagai pemimpin bagi cita-cita  kemaslahatan Indonesia. Begitulah  paparan Awalil  memotret Anies dengan pemikirannya yang bernas, tajam  namun tetap solutif bagi persoalan rakyat  negara dan bangsa. Seperti tak akan pernah cukup untuk menuntaskan pembahasan negara, kontestasi capres dan fenomena politik ekonomi dan politik hukum dalam satu hari. Acara diskusi yang juga dihadiri Michael Sianipar eks petinggi Partai Solideritas Indonesia (PSI), Rumah Harmoni akan terus menggelar diskusi kebangsaan lanjutan dan mengangkat tema- tema lain. Penulis yang kini terus mengamati dan menyadari betapa  besarnya gelombang dukungan rakyat,  dan antusiasnya pelbagai entitas sosial politik yang telah menjadi instrumen  supporting sistem Anies dalam kontestasi  pilpres 2024. Hanya bisa membatin, rasanya dengan integritas yang tinggi dan figur pemimpin  yang kaya prestasi penuh penghargaan, Anies tak lagi bisa dibendung. Hanya kecurangan yang bisa menjegal Anies menjadi presiden. Hanya ketidakjujuran, ketidakadilan dan kedzoliman yang membuat segunung etika cara Anies berpolitik,  terus dilakukan untuk menyingkirkan Anies dari kursi presiden  oleh  rezim kekuasaan. Akankah upaya mendorong presiden 3 periode atau perpanjangan jabatan dan manuver tunda pemilu mampu menjegal Anies?. Kita tunggu dan lihat saja, mana yang lebih besar dan lebih kuat, kekuasaan rezim atau kekuasaan Tuhan yang membersamai rakyat tertindas. *) Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan. Bekasi Kota Patriot, 4 Desember 2023/11 Jumadil Akhir 1444 H.

Jokowi Sedang Meracik Bom Bunuh Diri?

Oleh Deddy S Budiman - Mayjen TNI Purn, Pakar Pertahanan Lembaga Pemikir FKP2B FAKTA menunjukkan beberapa bendungan jebo, tak mampu menahan air bah raksasa atau seperti banjir bandang zaman Nabi Nuh. Tanggul tak berkualitas dibangun dengan KKN dan sistem irigasi tak berfungsi. Akhirnya bahan-bahan tanggul sarana irigasi ikut derasnya air bah raksasa menuju laut. Presiden Jokowi meracik bom bunuh diri? Ia meninggalkan bom waktu bagi penerus kepemimpinan bangsa selanjutnya. Secara pelan selama dua periode berkuasa, Presiden melakukan penumpukan utang negara, tercatat sudah tembus Rp 7.554 triliun atau 38,65 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk bayar bunga dan pokoknya, setiap tahun besarnya hampir sepertiga dari APBN.  Pembayaran utang dengan berutang lagi. Gali lubang tutup jurang, kata tokoh Nasional Rizal Ramli. Tidak saja melalui utang lagi, rakyat pun “dicekik” untuk bayar utang dengan memperbanyak dan meningkatkan pajak buat rakyat, serta  memotong / menghilangkan subsidi yang berakibat rakyat jadi miskin.  Sementara Perppu Cipta Kerja yang memanjakan para pemilik modal, diterbitkan dengan cara inskonstitusional. Mengandung sifat kediktatoran konstitusional, sehingga mengabaikan kontrol legislasi maupun yudisial.  Sebenarnya banyak Undang-Undang yang melanggar konstitusi UUD 45, dibuat secara otoriter seperti Undang-Undang Minerba, UU KPK, UU IKN. Sangat menguntungkan bagi oligarki Neo Komunime dan Neo Liberalisme & Kapitalisme. Racikan tersebut niscaya akan menjadi bom waktu. Diktator dan otoriter melindungi kekuasaan melalui Undang-Undang KUHP yang lebih kolonial dari UU KUHP zaman penjajahan Belanda. Rusaknya Kepolisian karena adanya lembaga illegal Satgas Merah Putih, kekuasaan tanpa batas bisa menumpuk harta secara tidak halal dan memperlakukan hukum sesuai selera rezim, seperti membunuh rakyat tak berdosa pada kasus KM 50.    Usaha memperpanjang tiga priode diduga dalam rangka membungkam rakyat, melestarikan isu Islamophobia, melestarikan KKN, melestarikan ketidakadilan, dan melestarikan pemerintahan diktator otoriter guna melanjutkan penjajahan oligarki Neo Komunisme & Neolib, serta memperkuat hegemoni asing, melalui pro terhadap RRC dengan privilege banjir tenaga kerja dari RRC serta bebas turis masuk walaupun saat ini RRC kembali dilanda wabah Covid.  Penunjukan Pejabat (PJ) 272 kepala daerah yang sudah habis masa jabatannya di Indonesia dinilai berbahaya bagi demokrasi. Sebab, dalam sebuah negara Indonesia notabene adalah negara republik bukan sistem kerajaan yang absolute.  PJ yang diangkat diberi pula kekuasaan yang sama melalui Peraturan Mendagri sebagai Pejabat Definitif yang  dipilih rakyat sangatlah keterlaluan. Karena pejabat tersebut tidak dipilih rakyat melalui Pilkada, mereka akan menghamba kepada kekuasaan yang mengangkatnya. Sehingga Gustika Fardani Jusuf cucunya M. Hatta Pahlawan Proklamasi Kemerdekaan RI yang masih muda tapi berpikiran waras menggugatnya ke PTUN. Semoga berhasil. Sebaiknya rezim Jokowi, belajar dari sejarah Revolusi Perancis, jika sudah pada puncakya terjadi kemarahan rakyat Perancis marah, antara lain akibat utang kerajaan menumpuk, pajak meningkat untuk bayar utang kerajaan, tidak ada keadilan, akibat rakyat menjadi miskin dan tertindas, berujung Raja Louis ke XVI dan  Marie Antoinette (permaisuri), dihukum pancung dengan dengan Giloutine oleh rakyatnya sendiri. Ingat, ingat, ingat, sadarlah, bahwa aparat hukum dan keamanan yang terpapar oligarki Neo Komunisme & Neolib jumlahnya terbatas. Masih sangat banyak aparat hukum dan aparat keamanan dan pertahanan yang baik yang setia kepada nilai-nilai luhur Pancasila,  Saptamarga dan Tribrata. Mereka dalam diam menunggu waktu dan kondisi yang tepat, untuk menegakkan kejujuran,  kebenaran dan keadilan sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila.  Masih ada waktu bagi rezim untuk segera bertobat kembali dengan mengeluarkan kebijaksanaan yang pro-rakyat, mencabut semua Undang-Undang dan Perppu Cipta Kerja yang tidak sesuai nilai-nilai luhur Pancasila dan nilai-nilai luhur pembukaan UUD45.  Jika demikian, Presiden Jokowi akan husnul khotimah menghakiri jabatannya, keluarga juga akan selamat di kemudian hari, seperti halnya Presiden sebelumnya. Semoga. Cimahi, 4 Januari 2023

Menurut Kemenkeu Ekonomi 2023 Kuat: PERPPU Cipta Kerja Tidak Sah dan Sewenang-wenang

Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) BANYAK pihak, termasuk IMF dan Bank Dunia, memperkirakan ekonomi dunia tahun 2023 akan melemah. Perkiraaan ini sudah disampaikan sejak beberapa waktu yang lalu. Artinya bukan perkiraan mendadak. Bahkan resesi mungkin tidak terelakkan bagi sebagian negara di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang.  Namun demikian, pemerintah dan DPR masih sangat optimis terhadap perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi 2023 ditetapkan 5,3 persen di dalam UU APBN tahun 2023, yang disahkan dan disetujui oleh DPR pada 29 September 2022, dan diundangkan oleh Presiden Jokowi pada 29 Oktober 2022. Pada konferensi pers tentang APBN (Kita) tanggal 20 Desember 2022, Kementerian Keuangan mengatakan ekonomi Indonesia 2023 masih sangat kuat meskipun ada ancaman resesi dan, tentu saja, perang Rusia-Ukraina. Sri Mulyani memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 akan berada pada kisaran 5 persen. Artinya, ekonomi 2023 dalam keadaan baik-baik saja, tidak ada kondisi yang mengkhawatirkan. https://www.cnbcindonesia.com/news/20221220211043-4-398660/ramalan-terbaru-sri-mulyani-soal-ekonomi-ri-di-2023-simak/amp Perkiraaan pertumbuhan ekonomi 2023 sebesar 5 persen ini setara dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun, yang juga mencapai 5 persen, selama lima tahun pertama Jokowi berkuasa, 2015-2019. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu bahkan mengatakan ekonomi Indonesia akan tumbuh kuat di tahun 2023 dan 2024. Menurut Febrio, kuatnya pertumbuhan ekonomi ini hasil dari transformasi ekonomi dalam menciptakan nilai tambah, melalui hilirisasi, meningkatkan ekspor, yang pada akhirnya membuat pertumbuhan ekonomi menguat. Selain itu, Febrio juga sangat yakin pemerintah dan Bank Indonesia mampu menjaga inflasi di tengah ketidakpastian ekonomi global, sehingga dapat menjaga pertumbuhan konsumsi domestik dan ekonomi.  \"Dengan demikian, kita punya ruang, pemerintah dan masyarakat mendorong potensi pertumbuhan yang masih terlihat cukup kuat di Indonesia bukan hanya 2023 tapi untuk 2024, dan seterusnya,\" jelas Febrio, seperti dikutip dari CNBC. Pernyataan optimisme Kementerian Keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi 2023 ini disampaikan pada 20 Desember 2022, hanya 10 hari menjelang ditetapkan PERPPU Cipta Kerja. Kementerian Keuangan pada hakekatnya menyatakan bahwa ekonomi Indonesia 2023 (dan 2024) dalam keadaan baik-baik saja. Artinya, tidak ada “kegentingan yang memaksa” yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang atau PERPPU Cipta Kerja. Sehingga, artinya, penetapan PERPPU Cipta Kerja tidak sah.  Dalam pembelaannya, Menteri Polhukam Mahfud MD mengatakan bahwa penetapan status “kegentingan yang memaksa” merupakan hak subyektivitas presiden, yang tersirat seolah-olah bisa sesukanya.  Maka itu, pembelaan Mahfud MD ini justru bisa berakibat fatal, karena menunjukkan sifat otoriter. Mahfud MD seharusnya paham bahwa hak subyektivitas presiden tersebut tentu saja harus masuk akal, bukan asal-asalan atau akal-akalan. Kalau hak subyektivitas presiden tersebut diterjemahkan menjadi hak “semau gue”, di mana tidak ada kegentingan yang memaksa dipaksakan menjadi ada, maka hak subyektivitas tersebut menjelma menjadi otoriter. Oleh karena itu, DPR tidak ada pilihan lain kecuali wajib menolak PERPPU Cipta Kerja yang terindikasi kuat bersifat otoriter. (*)