OPINI
Sekenario Kudeta Konstitusi
Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dab Pemerhati Bangsa GAK kapok. Wacana tunda pemilu muncul kembali. Sudah berulang kali. Aktornya itu-itu saja. Rakyat tahu mereka adalah para petualang yang terus berupaya cari keberuntungan. Gagasan tunda pemilu buat alat negosiasi. Gak puas dengan jabatan saat ini. Gak puas dengan posisi sekarang. Lalu, target posisi lain, tentu yang lebih tinggi dan punya pengaruh. Ada yang ingin jadi ketum partai. Ada yang ingin jadi presiden. Ada yang ingin terus dipakai jadi konsultan politik dan lembaga survei jalan. Begitulah cara berpikir petualang. Bertindak sesuai target pribadinya. Gak mikir rakyat. Gak peduli bangsa. Negara dikorbankan. Sungguh, rasa malu sudah ada di lutut. Mayoritas rakyat menolak. Itu hasil sejumlah survei. Mereka tetap cuek. Peduli apa dengan suara rakyat. Masa bodoh. Yang penting, target tercapai. Begitulah karakter pecundang. Pecundang tetap pecundang. Diam-diam, sekenario jalan. Test the water. Cek ombak. Imajinasikan tahun depan resesi dan krisis. Alasan uang negara tipis. Tapi, kereta cepat bisa selesai. IKN jalan terus. Kenapa pemilu mau diganjal karena alasan uang negara yang menipis? Alasan pandemi dibuat. Katannya, kerja dua tahun (2020-2021) gak efektif. Kalau begitu, kenapa 271 kepala daerah yang juga alami pandemi gak diperpanjang? Kenapa diganti PJ? Apakah para kepala daerah itu gak terdampak pandemi? Bukankah mereka dua tahun juga gak efektif bekerja? Begitulah kualitas otak ketika sudah dieksploitasi ambisi. Logikanya ngawur. Kalau bisa tunda pemilu, tunda. Begitu sekenarionya. Lihat reaksi rakyat. Jika gak ada gejolak, lanjut. Ada gejolak, masuk sekenario kedua: pemilihan presiden oleh MPR. Lebih mudah kendalikan. Jumlah anggota MPR terbatas. Siapkan logistik sekian, semua mau diberesin. Calon boneka dipasangkan. Mirip gubernur jadi-jadian. Pintunya? Lewat amandemen UUD. Sekali dibuka pintu amandemen, sekenario jalan. Lobi- lobi untuk cari kompromi makin intens. Ada uang, ada juga jabatan. Tinggal dibagi-bagi. Semua pasti kebagian. Buat semuanya merasa menang. Ini akal-akalan. Tujuannya? Singkirkan lawan dan perpanjang masa kekuasaan. Hanya ganti para figurannya. Rakyat mesti paham. Rakyat mesti tahu ada orang-orang yang sedang sekenariokan ini. Bahaya! Negara dikorbankan demi ambisi dan nafsu tetap berkuasa. Aturan diotak-atik supaya jadi jalan untuk terus menikmati kekuasaan. Gak peduli orang mau bilang apa. Gak peduli sejarah akan mencatat apa. Hari ini berkuasa, besok bagaimana caranya agar tetap bisa berkuasa. Politik untuk politik. Politik semata untuk berkuasa. Halalkan semua cara. Gak ada kepentingan negara yang hadir disana. Sebagian besar rakyat sudah lelap kena hipnotis BLT (Bantuan Langsung Tunai). Rakyat yang lain berhasil ditakut-takuti dengan kelompok yang diimajinasikan radikal dan mengerikan. Lalu muncul iblis-iblis membawa bendera ideologi. Dan rakyat pun asik menikmati drama tipuan ini. Dalam situasi ini, dibutuhkan kumpulan orang-orang waras. Mahasiswa dan aktifis waras. Mereka harus mencegah sekenario busuk ini. Pertama, suarakan kebenaran. Terus suarakan, sehingga semua telingga anak bangsa mendengar. Kedua, sadarkan rakyat. Sentuh logikanya. Ketiga, lakukan semua langkah untuk melawan segala upaya kudeta terhadap konstitusi. Jakarta, 19 Desember 2022
Fatal: Presiden Memberi Karpet Merah Oligarki!
Oligarki bergerak taktis untuk menguasai Jakarta sebagai Center of Gravity Indonesia untuk dikuasai dan memindah Ibukota Jakarta ke Kalimantan (IKN). Semua dalam kendali Oligarki. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih KEKUATAN Oligarki ini sudah muncul di Indonesia sejak abad ke-13 sangat mungkin sudah muncul pada masa sebelumnya untuk menguasai Indonesia. Sejak masa kerajaan, penjajahan, kemerdekaan dari Presiden Sukarno sampai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) para oligarki terus merangsek masuk pada jaringan kekuasaan secara langsung, sehingga mereka ingin (bisa) mengatur, mengendalikan dan menguasai ekonomi dan politik negara. Tetap tertutup masuk ikut menentukan kebijakan negara. Jembatan emas baru terbuka pada era Joko Widodo. Oligarki diberi karpet merah tanpa pertempuran, dipersilahkan masuk mengendalikan Indonesia. Inilah kesalahan fatal dan akan menjadi catatan hitam sejarah Indonesia. Tapak sejarah oligarki terus bergerak akan menguasai Indonesia sejak abad ke-13 Khubilai Khan utusan yang bernama Meng Khi menemui Kertanegara pada tahun 1289, dan memintanya takluk kepada Kubilai Khan. Pertengahan abad ke-19, para Oligarki di bawah kontrol pemerintah Hindia-Belanda, sudah membuat kekuatan luar biasa disebut Pecinan dan sampai sekarang sebagai pusat kendali ekonomi. Pada abad 21 oligarki sudah menyusun “Mind Mapping” meliputi: ekonomi, budaya, dan politik, masuk untuk tujuan imperium di Indonesia. Sifat ekspansionisme dan semangatnya dalam geopolitik adalah bagian dari konsep China Raya, masuk di Indonesia. Kebijakan ini dikunci dengan doktrin One China. Pada masa penjajahan Belanda, oligarki sudah melakukan penyuapan kepada pegawai kompeni sudah dipraktikkan. Dengan minum-minuman keras hingga memberikan regognitiegeld (uang-uang dibayar setiap tahun yang dibayarkan sebagai pengakuan atas hak). Belanda tidak akan mampu menguasai Nusantara selama 350 tahun tanpa adanya bantuan opsir dari para oligarki itulah sebenarnya yang melakukan dan melaksanakan order penindasan. Berabad-abad Belanda mewariskan struktur ekonomi yang didominasi para oligarki. Saat itu warga pribumi sudah disingkirkan dengan sebutan Inlander sehingga digolongkan dalam kelas terbawah. Oligarki ini memegang teguh ajaran dan filsafat Sun Tsu bahwa politik bisnis, bisnis itu perang. Kalau pasar adalah medan perang maka diperlukan strategi dan taktik. “Serang mereka di saat mereka tidak menduganya, di saat mereka lengah. Haruslah agar kau tak terlihat. Misteriuslah agar kau tak teraba. Maka kau akan kuasai nasib lawanmu. Gunakan mata-mata dan pengelabuhan dalam setiap usaha. Segenap hidup ini dilandaskan pada tipuan”. Satu dari 36 teori Sun Tsu (jie dao sha ren) (“Bunuh dengan pisau pinjaman. Pinjam tangan orang-orang lain untuk membunuh musuhnya”). Teori ini sedang terjadi saat ini. Dalam strategi dagang, baik berupa investasi, operasi bisnis, juga diperlukan penyamaran. Semua harus dilakukan secara halus dan terduga. Tujuannya bisa cengkerama ekonomi dan merambah ke ranah politik. Sejak Indonesia merdeka pada masa Presiden Sukarno, ketika dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1959: Isinya melarang mereka berdagang di daerah-daerah di bawah tingkat kabupaten. Semua pedagang eceran China harus menutup usahanya di pedesaan. Ratusan ribu WNA dipulangkan ke negeri leluhur. Paska tragedi G 30 S PKI/1965 tersebut muncullah Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967: tentang pembatasan dan perayaan China. Disusul Surat Edaran Nomor 06/Preskab/6/67: tentang penggunaan nama China dan istilah Tionghoa/Tiongkok ditinggalkan. Muncullah Keputusan Presiden Kabinet Nomor 127/U/KEP/12/1966: tentang nama bagi masyarakat China. Beruntun keputusan Presiden Kabinet Nomor 37/U/IV/6/1967: tentang Kebijakan Pokok Penyelesaian masalah China. Pada tahun yang sama muncul Surat Edaran Presidium Kabinet RI Nomor SE.06/PresKab/6/1967: tentang kebijakan pokok WNI asing dalam proses asimilasi terutama mencegah kemungkinan terjadinya kehidupan eksklusif rasial. WNI yang masih menggunakan nama China diganti dengan nama Indonesia. Keadaan sangat penyakitkan ketika Pribumi sedang terus terkena gempuran, keluarlah Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi. Sebuah Keputusan yang menghilangkan akar sejarah terbentuknya NKRI. Pada masa Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur mencabut Instruksi Presiden Nomor 14/1967: melarang etnis China merayakan pesta agama dan penggunaan huruf China dicabut, dengan lahirnya Keputusan Presiden Nomor 6/2000, yang memberikan warga China kebebasan melaksanakan ritual keagamaan, tradisi, dan budaya kepadanya. Pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri juga mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2002, hari Imlek menjadi hari libur Nasional. Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, lahir Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 tentang pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE - 06/Pred.Kab/6/1967: isinya “kita tidak boleh menyebut China diganti Tionghoa atau komunitas Tionghoa”. Sebelumnya pada 1991 Lee Kuan Yew kerja sama dengan RRC di Singapura mengumpulkan China perantauan (Overseas Chinese) 800 oligarki (penguasaan besar) dari 30 negara, termasuk penguasaan China dari Indonesia. China berhasil melahirkan budaya kapitalisme sendiri. Dalam perkembangannya, para oligarki China dengan cerdik menawarkan pada ASEAN satu traktat perdagangan yang dikenal dengan CAFTA (China - ASEAN Free Trade Area), untuk menciptakan Sinosentrismo sesuai kepentingan ekonomi dan politiknya. Ini adalah permainan jangka panjang oligarki yang cerdik berlindung ingin ASEAN secara otomatis memperhitungkan kepentingan dan ketergantungan kepada China, termasuk Indonesia. Dan, saat ini kita kenal dengan strategi dengan nama One Belt One Road (OBOR). China memberi hutang dan menawarkan investasi kepada Indonesia bukan hanya bermotif ekonomi tetapi jelas ada motif politik ketergantungan Indonesia kepada China. Pada masa Presiden Joko Widodo, Oligarki telah sampai ada pintu gerbang kemerdekaannya. Rezim saat ini tak paham sejarah Karpet Merah disediakan oleh oligarki dan RRC. Semua nota kesepahaman dari China yang diatur dan dikendalikan oligarki ada beberapa implikasi strategis dan membahayakan keselamatan anak cucu, khususnya tentang hutang, investasi dan kedatangan jutaan warga China dengan alasan untuk kerja di proyek yang didanainya, semua diberi karpet merah tanpa kendala masuk ke Indonesia. Saat ini oligarki di Indonesia sudah sudah mulai masuk dalam pertarungan politik praktis telah mampu membeli semua perangkat UU, mendirikan partai politik dan menguasai perlemen serta sudah menguasai pada penguasa pengambil kebijakan negara. Oligarki sudah berhasil mengubah UUD 45, selangkah lagi target warga China harus bisa jadi Presiden Indonesia. Mereka sudah berhasil mengubah psl 6 (1) UUD 45 adalah prestasi gemilang sebagai pintu masuk China sebagai penguasa di Indonesia. Oligarki bergerak taktis untuk menguasai Jakarta sebagai Center of Gravity Indonesia untuk dikuasai dan memindah Ibukota Jakarta ke Kalimantan (IKN). Semua dalam kendali Oligarki. Geliat Oligarki melilit Garuda telah terjadi. Kecepatan China menguasai Indonesia berperan besar karena kelemahan Presiden Jokowi yang minim kapasitas dan minim pemahaman sejarah dan lemah dalam pengetahuan geopolitik yang sedang dimainkan China. Parahnya, indikasi begitu kuat semua kebijakan negara sudah dalam kendali oligarki. Saat ini bahwa Indonesia sudah dikuasi oligarki dan telah menguasai semua lembaga negara. Menguasai semua sektor ekonomi dan arah politik negara Indonesia dan saat ini oligarki sedang berjuang memperpanjang masa jabatan Jokowi bahkan ada skenario untuk masa 3 periode. Diduga kuat para pejabat tinggi negara di era Jokowi saat ini sudah terbeli dan harus bekerja sebagai “Satgas Pelaksana” dari semua rencana dan sasaran ekonomi dan politik Oligarki. (*)
Argentina Juara: Belajar Politik Kompetensi Dari Piala Dunia 2022
Oleh Asyari Usman - Jurnalis Senior FNN MENDEBARKAN sekali final Piala Dunia di Qatar, malam tadi. Argentina unggul 2-0 di babak pertama. Fantastis! Berat bagi Prancis untuk mencetak tiga gol di babak kedua supaya bisa menang. Melihat kehebatan Argentina di babak pertama, rasanya tak mungkin Prancis bisa membobol gawang lawan di babak kedua. Tapi, begitulah rupanya kalau final kelas dunia. Kedua tim yang bertemu untuk memperebutkan gelar juara, bukanlah tim yang diloloskan ke final lewat intervensi –entah oleh siapa. Argentina dan Prancis berjumpa di final karena mereka memang hebat. Mereka bukan boneka yang permainannya diatur oleh dalang-dalang seperti yang selama ini mengatur semua lini kehidupan di Indonesia. Kedua tim naik ke pucak pertarungan di final melalui seleksi pertadingan penyisihan yang berat tetapi fair. Bukan seperti seleksi presiden Indonesia 2014 dan 2019 yang penuh dengan rekayasa. Jauh dari itu. Dan bukan pula seperti seleksi presiden berikutnya yang sedang diintervensi oleh Jokowi. Piala Dunia jauh dari itu. Dan itulah sebabnya ratusan juta penonton sangat menikmati setiap operan umpan dan tendangan maupun sundulah penghasil gol. Tidak ada satu pun pertandingan yang tercemar kenaturalannya. Tidak ada tim boneka atau pemain boneka. Tidak ada wasit boneka maupun hakim garis boneka. Dan tidak ada seorang pun presiden atau perdana menteri boneka yang turun langsung ke Qatar untuk mendukung tim negaranya. Suasana tanpa boneka maupun dalang di final malam tadi, membuat semua kita yang menonton bisa mengambil kesimpulan bahwa skor 2-0 yang sangat kuat bagi Argentina di babak pertama, tidak dijamin akan bertahan sampai pluit penutup. Itulah yang terjadi. Manajer Prancis, Didier Deschamps, tampak tegang. Namun, kompetensinya sebagai pimpinan tim mampu membalikkan situasi. Prancis menyamai kedudukan 2-2 di babak kedua. Deschamps membangkitkan semangat juang dan mengeluarkan instruksi yang tepat dan berbasis analisis. Ini diikuti oleh kemampuan timnya untuk menerjemahkan instruksi-instruksi menjadi cara bertahan dan cara menyerang yang efektif. Deschamps adalah manajer yang tahu mengatasi krisis. Ini semua logis. Sebab dia adalah pemimpin yang memiliki literasi komprehensif tentang sepakbola. Dia adalah sepakbola itu sendiri. Deschamps menjadi kapten tim nasional Prancis sebelum pensiun dan menjadi pelatih. Dia tidak gamang. Ibarat Jokowi, Deschasmp tidak perlu bantuan Luhut Binsar Panjaitan –kalau LBP dimisalkan sebagai asisten pelatih-- untuk mengatasi krisis skor malam tadi. Bagi Deschamps, posisi “Luhut Panjaitan” sebagai pembantu hanya sekadar melengkapi keharusan untuk mengisi struktur manajemen tim nasional Prancis. Laga final 120 menit berakhir 2-2. Dilanjutkan dengan ‘extra time’ (tambahan waktu) 2x15 menit untuk memutuskan pemenang. Tapi, karena kedua tim hebat ini memang handal dan ‘bandal’, waktu tambahan tidak dianggap formalitas menuju adu penalti (penalty shootout) untuk memutuskan pemenang. Keduanya bermain serius. Karena mentalitas mereka memang ditempa untuk selalu serius. Mereka tidak santai dengan harapan adu penalti akan menghasilkan kemenangan. Pada menit ke-108, Argentina membukukan satu gol dari kaki Lionel Messi. Mengubah skor menjadi 3-2. Messi menunjukkan kualitasnya. Malam tadi tampaklah bahwa dia bukan “Menko” sembarangan di kabinet Argentina. Dia bukan seorang “omong-kosonger” seperti Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang meneriakkan tiga periode atau tambahan waktu 2-3 tahun bagi Jokowi. Messi tidak mau dan tak pernah ngawur dalam mengemban amanah. Prancis juga serius sepanjang 2x15 menit itu. Merka tidak ciut meskipun waktu tambahan nyaris habis. Pada menit ke-118, Kylian Mbappe mencetak gol yang membuat fans Argentina lemas. Skor 3-3. Argentina dan Prancis adalah dua tim kampiun yang dipimpin oleh orang-orang yang paham sepakbola. Yang punya kompetensi untuk urusan sepakbola. Sebagaimana Deschamps, Manajer Argentina Lionel Scaloni adalah juga orang yang memiliki pengalaman dan literasi sepakbola yang luar biasa hebat. Scaloni bermain untuk Argentina dengan macam-macam posisi. Dia pernah ditugaskan sebagai bek kanan, penyerang tengah, dll. Dia juga bermain untuk klub-klub profesional di berbagai negara asing termasuk, West Ham di Inggris, Lazio dan Atlanta di Italia, Racing Santander dan Mallorca di Spanyol. Dari sini terlihat bahwa seorang manajer tim bola wajib pernah sebagai pemain dan sebagai pelatih di berbagai klub. Deschamps dan Scaloni membuktikan itu. Tidak bisa disodor-sodorkan begitu saja oleh para dalang, para penguasa, dan para pemodal. Biografi kesepakbolaan kedua pemimpin tim raksasa ini, tentunya juga para manajer tim-tim lain yang ikut di Qatar, menunjukkan bahwa kompetensi selalu linear dengan kesuksesan mereka di kompetisi mana pun. Argentina dan Prancis dipimpin oleh dua orang yang kompetensinya tinggi. Mereka membangun tim tidak didasarkan pada kompetensi palsu yang dipoles oleh para oportunis dan kemudian dijual dengan iklan yang menyesatkan. Pastilah banyak pejabat legislatif, eksekutif, dan yudikatif Indonesia yang menikmati permainan hebat Argentina dan Prancis malam tadi. Sayangnya, hanya segelintir saja, atau bahkan tidak ada, yang memahami bahwa kedua tim nasional super hebat itu lahir dari kompetensi yang di dalamnya ada kejujuran atau integritas, kapabilitas, kapasitas, kecakapan dan kemahiran. Mereka tidak lahir dari kebohongan, kekosongan isi kepala dan kebebalan atau kedablegan dalam sifat (attitude). Dari Piala Dunia 2022 di Qatar, seharusnya kita bisa belajar tentang Politik Kompetensi. Siapa tahu, kompetisi pilpres 2024 nanti bisa menyenankan dan melahirkan pemimpin yang kompeten.[]
Sang Messias
Dan, seorang Messi adalah Gandhi-nya sepakbola. Dari pelayanannya dalam dunia sepakbola, ia menghipnotis dan memberi penghiburan bagi bumi kering, awan mendung. Oleh: Yudi Latif, Cendekiawan Muslim, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia SAUDARAKU, TV langsung kumatikan saat kesebelasan Perancis berhasil menyamakan kedudukan, 3 : 3. Bayangan buruk menghantuiku. Tak siap membayangkan kisah kejuaraan dunia berakhir pilu. Dunia yang dirundung kemalangan-ketentanan memerlukan juru selamat (messias). Seorang magician yang bisa menyulap hal tidak mungkin menjadi mungkin. Dalam sepakbola, sosok pesulap itu mewujud dalam diri “Si Kutu” Lionel Messi. Seorang penyintas yang lolos ujian kerentanan hidup. Saat kecil, Messi didiagnosis mengalami growth hormone deficiency (GHD) yang menghambat pertumbuhannya. Namun, dengan tubuh mungilnya, ia tampil sebagai pahlawan lintas-negara, lintas-identitas, berkat permainan sepakbolanya yang cerdas, indah dan lincah dengan melahirkan berbagai keajaiban dan raihan. Ia pun tetap berperilaku sederhana, tanpa tendensi pamer diri. Meski telah menunjukan keistimewaan serta mendulang banyak prestasi dan trofi, masih banyak yang ragu menasbihkannya sebagai the greatest of all time (GOAT). Alasannya karena dia belum berhasil mengangkat trofi piala dunia, kejuaraan terakbar dalam dunia sepakbola. Namun, seorang magician sanggup menjalani berbagai ujian untuk menunggu momentum. Seorang magician menjalani hidup innocent, tapi dia lebih aktif melakukan terobosan, dan bersedia bangkit berdiri, bahkan jika penuh risiko pengorbanan. Dengan terlibat dalam permainan, seorang magician dapat membaca arus dan arah pergerakan lebih jernih hingga memberi efek perubahan lebih dahsyat, bak magic. Para magician percaya kekuatan visi dan kualitas diri akan menciptakan momentumnya tersendiri. Karakter demikian tampak dari para magician dunia, seperit Mohandas K Gandhi, Martin Luther King, Ali Shariati, dan Nelson Mandela. Dan, seorang Messi adalah Gandhi-nya sepakbola. Dari pelayanannya dalam dunia sepakbola, ia menghipnotis dan memberi penghiburan bagi bumi kering, awan mendung. Bertepatan dengan momen keberhasilannya mengangkat trofi dan penghargaan terbesar dalam sepakbola, komunitas Kristen sejagad pada hari-hari ini sedang menjalani prosesi adven jelang Natal: merayakan Minggu penantian akan Messi-as. Pada momen inilah, Lionel Messi tampil sebagai sang messias; magician terbesar dunia sepakbola; the greatest of all time. (*)
Catatan Akhir Tahun, Episode Perlawanan Generasi Z
Oleh Ubedilah Badrun - Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) TIDAK ada yang menduga gelombang besar gerakan perlawanan generasi Z terjadi sepanjang tiga tahun terakhir ini, mereka tak kenal henti sejak tahun 2019 bergerak dengan tagar #reformasidikorupsi, tagar #mositidakpercaya, #semuabisakena dan terus menyuarakan aspirasi rakyat hingga akhir tahun 2022 ini bahkan mungkin akan terus terjadi hingga tahun-tahun berikutnya. Pelabelan sebagai \'generasi rebahan\' atau \'generasi manja\' berubah menjadi generasi yang melawan yang menginginkan perubahan. Setidaknya itu catatan penting jika kita mencermati generasi Z di Indonesia saat ini dengan menggunakan perspektif generation theory (Mind The Gap, Graeme Codrington,2012) dan perspektif social movement theory (Power in Movement, Sidney Tarrow,1998). Dalam banyak studi yang fokus pada teori generasi menyimpulkan bahwa generasi Z atau generasi yang lahir dalam rentang tahun 1996 sampai dengan 2009 yang disebut juga iGeneration ini di antara cirinya yang paling menonjol adalah open mind dan individualistik. Cara berpikir yang terbuka mendorong mereka mudah menerima ide-ide baru atau pikiran-pikiran baru. Sementara ciri individualistik membuat mereka cenderung egois. Ciri individualistik ini dalam kehidupan nyata membuat mereka terkesan anti-sosial. Sering mengurung diri bersama gawai berselancar didunia maya dan apati terhadap kehidupan sosial disekitarnya adalah realitas generasi Z yang sering ditemui di Indonesia pada sekitar tahun 2014. Saat 2014 itu mereka kebanyakan sedang duduk di bangku SMP-SMA-SMK. Tiga sampai lima tahun kemudian mereka banyak yang sudah menempuh pendidikan di perguruan tinggi menyebar di berbagai universitas. Karakteristik open mind dan kemewahan hidup no gadget no life membuat mereka menemukan tantanganya di universitas, mereka mudah melakukan konfirmasi antara teori dengan realitas yang mereka temukan melalui berselancar di media sosial dan mengamati realitas diluar kampus. Karakteristik individualistik telah terkikis seiring tumbuhnya kepekaan sosial mereka terhadap realitas di sekitarnya termasuk terhadap situasi politik yang sedang terjadi. Sikap kritis mereka tumbuh subur di universitas dan dunia maya yang membuat mereka mau tidak mau terlibat dalam diskursus isu-isu aktual. Daya kritis dan daya sebar di media sosial membuat generasi Z ini mudah melakukan konsolidasi berbasis media sosial atau instrumen media digital lainya. Situasi ini yang membuat mereka berani speak up, bersuara lantang ketika DPR ingin melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2019. Mereka paham bahwa korupsi adalah musuh bersama rakyat Indonesia sejak 1998 ketika reformasi dikumandangkan. Maka bagi mereka melemahkan KPK sama saja mengkorupsi agenda reformasi. Tagar #reformasidikorupsi menjadi simbol perlawanan mereka pada 2019 lalu.Generasi Z juga menolak perilaku kekuasaan yang represif yang bertentangan dengan prinsip-prinsip negara demokrasi. RUU KUHP yang diajukan untuk menjadi UU sejak 2019 dinilai generasi Z sebagai instrumen represifnya kekuasaan karena di dalamnya masih memuat pasal-pasal karet yang bisa menjadi instrumen represif negara terhadap rakyatnya. Protes generasi Z yang sangat militan pada tahun 2019 terhadap revisi UU KPK dan terhadap RUU KUHP telah membuat lima rekan mereka gugur akibat represifnya aparat. Yusuf Kardawi (mahasiswa), Immawan Randi (mahasiswa), Maulana Suryadi (pemuda), Akbar Alamsyah (pelajar), dan Bagus Putra Mahendra (pelajar) adalah lima generasi Z yang gugur di medan perjuangan untuk memberantas korupsi dan menegakan demokrasi. Mestinya DPR dan Presiden tidak lupa ada lima nyawa yang melayang dibalik pengesahan revisi UU KPK dan RUU KUHP. Dalam perspektif studi gerakan sosial di antaranya dikemukakan bahwa setidaknya gerakan sosial itu memiliki empat kata kunci penting yaitu tantangan kolektif, tujuan bersama, solidaritas sosial dan interaksi berkelanjutan (Tarrow,1998). Sementara menurut Singh (2001) gerakan sosial biasanya merupakan mobilisasi (tidak selalu menggunakan kekerasan) untuk menentang negara. Apa yang dilakukan oleh generasi Z melalui gerakan #reformasidikorupsi pada 2019 menolak revisi UU KPK, penolakan mereka terhadap RUU KUHP, penolakan mereka terhadap UU Ciptakerja hingga gerakan bentangkan kertas putih menolak UU KUHP pada akhir tahun 2022 ini menunjukkan sebuah gerakan sosial yang tidak putus sepanjang tiga tahun tersebut. Tantangan kolektif, tujuan bersama, solidaritas sosial, interaksi berkelanjutan, mobilisasi dan menentang regulasi pemerintah dan parlemen yang merusak demokrasi adalah kata kunci penting yang melekat pada gerakan mahasiswa generasi Z di Indonesia dalam tiga tahun terahir ini. Generasi Z menghadapi tantangan kolektif yang sama bahwa mereka memghadapi kekuasaan dan parlemen yang tidak mau mendengarkan aspirasi mereka dan tidak mendengarkan aspirasi rakyat banyak. Aspirasi generasi Z yang menghendaki KPK dikuatkan dan korupsi diberantas tidak didengar oleh parlemen dan pemerintah. Parlemen dan pemerintah telah bersepakat melakukan revisi UU KPK yang melemahkan KPK, pelaksanaan revisi UU KPK itu telah menelan korban puluhan penyidik yang memiliki integritas tinggi, para penyidik tersebut diberhentikan melalui sebuah tes wawasan kebangsaan yang tidak fair dan tidak obyektif. Parlemen (DPR) dan eksekutif (Presiden) juga berperilaku sama mengabaikan aspirasi mahasiswa, mengabaikan aspirasi publik, mengabaikan aspirasi kaum cendekiawan dan buruh saat mereka memaksakan diri mengesahkan UU Omnibuslaw Cipta Kerja pada tahun 2020. Perilaku yang sama juga ditampakan DPR dan Presiden saat terburu-buru mengesahkan UU IKN dan UU KUHP pada 2022 ini. Secara substansial tampak dari dinamika gagasan yang diusung mereka bahwa gerakan perlawanan generasi Z juga sesungguhnya memiliki tujuan yang sama untuk menghadirkan pemerintahan yang demokratis, pemerintahan yang terbebas dari praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme, pemerintahan yang mampu membuat rakyatnya sejahtera, pemerintahan yang merawat lingkungan, pemerintahan yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan pemerintahan yang mendengarkan aspirasi rakyat banyak. Ini semacam cita-cita bersama generasi Z. Aktor Gerakan dan Makna Perlawanan Dalam perspektif social movement theory sebuah gerakan sosial selalu ada aktor-aktor di dalamnya. Di antara aktor-aktor gerakan mahasiswa generasi Z yang dapat penulis catat dari sejumlah pemberitaan berturut-turut dari tahun 2019 hingga 2022 diantaranya Manik Marganamahendra (Ketua BEM UI) Muhammad Atiatul Muqtadir (Ketua BEM UGM), Royyan A Dzaky (Presiden Keluarga Mahasiswa ITB), Sultan Rivandi (Ketua DEMA UIN), Remy Hastian (Korpus BEM SI / Ketua BEM UNJ), Muhammad Nurdiansyah (Koorpus BEMSI/KM IPB), Nofrian Fadhil Akbar (Korpus BEMSI/BEM UNRI), Wahyu Suryono (Korpus BEMSI Kerakyatan/BEM UNNES), Kaharudin (Korpus BEM SI Rakyat Bangkit/BEM UNRI), Leon Alvinda Putra (Ketua BEM UI), Abdul Kholiq (Korpus BEM SI Kerakyatan/BEM UNNES), Muhammad Yuza Agusti (Korpus BEM SI Rakyat Bangkit/KM BEM IPB), Virdian Aurellio (Ketua BEM UNPAD), Delpedro Marhaen (Blok Politik Pelajar/BPP), Affandi Ismail (HMI MPO), Muhammad Irwansyah (Front Millenial Jabodetabek/FMJ/UNPAM), Bayu Satria Utomo (Ketua BEM UI), M.Yogi Ilmawan (Korwil BEM Kalsel), Imam Monilingo (BEM KM UNHAS), Syahdan (Gejayan Memanggil-Yogyakarta), Febriditia Adit Ramadhan (KRL-KKN), Ilyasa Ali Husni (Poros Revolusi Mahasiswa Bandung/PRMB) dan lain-lain. Terlepas dari sejumlah kekurangan mereka, tokoh-tokoh mahasiswa tersebut telah memberi pengaruh cukup signifikan sepanjang dinamika gerakan mahasiswa sejak 2019 hingga 2022 ini.Sebuah episode perlawanan generasi Z. Artikel singkat ini tentu belum utuh merepresentasikan dinamika perlawanan generasi Z di Indonesia tetapi setidaknya publik dan para cendekia yang memberi perhatian terhadap studi gerakan sosial setidaknya menangkap enam hal penting. Pertama, generasi Z menunjukkan dirinya sebagai generasi yang peduli terhadap masa depan negaranya. Ini membantah generation theory yang menyebut karakteristik generasi Z yang individualistik yang cenderung tidak peduli terhadap realitas di sekitarnya apalagi masa depan bangsanya. Kedua, generasi Z mampu menegaskan cita-cita substansialnya sebagai tujuan bersama mereka yang disusung dalam setiap gerakan mereka yang menginginkan wajah negara yang demokratis, rakyat yang sejahtera, hukum yang tidak tebang pilih, hak asasi manusia yang dihormati, pemerintahan yang bersih, pemerintahan yang merawat lingkungan dan lain-lain. Secara teoritik, indikator sebagai suatu social movement yang memiliki tujuan terlihat dengan jelas. Mereka memiliki mimpi yang secara umum sama. Ketiga, generasi Z menunjukkan kemampuannya untuk merawat idealismenya yang konsisten dalam memperjuangkan tujuan kolektifnya sejak tahun 2019 hingga 2022 ini. Keempat, generasi Z menunjukkan kreativitasnya dalam setiap dinamika pergerakannya. Mulai dari meramaikan tagar perlawanan digital secara nasional hingga membentangkan kertas putih sebagai simbol perlawanan. Kelima, generasi Z mampu menunjukkan daya tahannya yang panjang dalam dinamika pergerakan mereka sejak tahun 2019 hingga saat ini. Ini juga menunjukkan ada semacam regenerasi yang masih merawat ketersambungan gagasan di antara mereka dari generasi ke generasi, Keenam, generasi Z mampu secara tegas dan berani menunjukkan bahwa ada semacam pengkhianatan yang dilakukan DPR dan pemerintah terhadap rakyatnya. Ini terlihat ketika mereka melambungkan tagar #mositidakpercaya dan menyimpulkan pemerintah berada pada puncak pengkhianatan. Hal itu ditemukan di media sosial resmi organisasi mereka. Episode perlawanan generasi Z yang kini berselimut kecemasan tentang masa depan republik yang makin menjadi kleptokratif dan Machtstaat! Panjang umur perjuangan!
Bambang Terus Memacul
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan NAMANYA mencuat dalam perseteruannya dengan sesama kader PDIP yang menjadi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Bambang Wuryanto yang dikenal dengan panggilan Bambang Pacul adalah Ketua Bappilu PDIP. Kelahiran Sukoharjo Jawa Tengah dan lulusan Teknik Kimia UGM. Anggota DPR ini sering menyuarakan aspirasi partai dengan mempersoalkan langkah politik Ganjar Pranowo yang dinilai \"offside\". \"Cuma saya, Ganjar, ini sama-sama orang Jawa, orang Jawa itu harus ngerti karakter orang Jawa, gitu lho\", seru Bambang, maksudnya jangan mendahului Megawati Ketum PDIP. Teguran kepada Ganjar oleh Bambang Pacul menurutnya berdasarkan arahan tegas Ketum Megawati Soekarnoputri. Bambang Wuryanto dipanggil Bambang Pacul karena menurutnya mengingatkan dirinya sebagai orang desa yang keluarganya adalah petani. Ia menyindir dan menyebut langkah Ganjar soal pencapresannya sebagai celeng. \"Adagium yang di luar barisan bukan banteng, itu namanya celeng. Jadi apapun alasan itu yang deklarasi di luar barisan ya celeng\", tegasnya. Meski ia bersama Ganjar pernah melakukan salam komando di arena Rakernas PDIP namun hal itu tidak mengurangi perseteruan antara keduanya. Bambang Pacul sendiri menganggap salam komando adalah salam untuk siap menerima komando dari Ketum PDIP Megawati. Terakhir, sebagai Ketua Bappilu PDIP Bambang menyatakan bahwa seluruh kader PDIP dilarang untuk mendukung Ganjar Pranowo dalam pencapresan Pemilu 2024. Larangan ini menjadi sinyal bahwa memang sejak awal PDIP tidak memberi restu kepada Ganjar Pranowo untuk maju sebagai Capres. Suara Bambang adalah suara Ketum PDIP yang lebih kuat kecenderungannya untuk mencalonkan Ketua DPP PDIP Puan Maharani sebagai Capres. Semua pihak mengetahui bahwa Ganjar Pranowo adalah figur yang digadang-gadang untuk menjadi Capres boneka atau kepanjangan tangan dari Presiden Jokowi. Sebelumnya kader PDIP lain Masinton Pasaribu pernah menyatakan tiga skenario Jokowi dalam kaitan dengan kursi kepresidenan yaitu menjabat tiga periode, memperpanjang masa jabatan atau mengajukan calon boneka sebagai kepanjangan tangan. PDIP tentu tidak menyetujui ketiga skenario Jokowi tersebut. Tiga periode maupun perpanjangan masa jabatan adalah inkonstitusional. Rakyat dipastikan akan menentang skenario ini. Jokowi harus berhenti selambat-lambatnya tahun 2024. Ketiga skenario Jokowi yang ditentang PDIP menunjukkan PDIP memang sedang berseberangan dengan Jokowi. Megawati sebagai Ketum tidak mampu mengendalikan petugasnya. Atau dapat juga dikatakan bahwa petugasnya sedang membangkang kepada partai yang menugaskannya. Jika Jokowi secara terang-terangan mendukung dan mengajukan Ganjar \"rambut putih\" Pranowo sebagai Capres dan mengabaikan kebijakan PDIP yang mendorong Puan Maharani, maka bukan mustahil PDIP dalam waktu dekat akan mengambil langkah memecat Ganjar Pranowo dari keanggotaan PDIP. \"Warning\" PDIP mengancam kedudukan Jokowi sebagai Presiden. Kini di samping ada tiga skenario Jokowi maka ada pula tiga skenario Megawati. Adapun skenario Megawati adalah melawan skenario tiga periode dan perpanjangan, memecat Ganjar Pranowo serta \"memecat\" Jokowi dari kursi Presiden. Nah, kedatangan Megawati ke penghelatan pernikahan putera Jokowi dengan \"hidung ber-anting\" adakah sinyal bahwa banteng tengah bersiap untuk mengamuk? Setelah viral pernyataan Masinton Pasaribu soal tiga skenario Jokowi dan oligarki, maka sikap Bambang Pacul yang terus memacul Ganjar Pranowo nampaknya menjadi bagian dari realisasi skenario Megawati. Jokowi sebenarnya diujung masa jabatannya ini sedang \"berkerut kening\" pusing berhadapan dengan kekuatan oposisi dan Megawati. Jokowi akan \"mati\" lebih cepat jika kekuatan oposisi ternyata berkoalisi dengan PDIP dan Megawati. Semua tahu bahwa dalam politik peristiwa itu dapat terjadi tanpa kalkulasi karena hukum kepastian politik adalah ketidakpastian akan terjadinya perubahan. Perubahan yang cepat dan di luar prediksi. Bandung, 19 Desember 2022
Sesaat Bersama Anies
Ketika serah-terima puisi “Anies Baswedan Pemimpin Masa Depan”, beliau menerimanya dengan penuh hormat dan senyum. “Terima kasih,” diulangi lagi responnya sebagai wujd apresiasi kepada rakyat biasa. Oleh: Sulung Nof, Penulis “AL-mahabbah asasul-ma\'rifah,” ungkap Khatib Jum\'at kemarin yang masih terngiang dalam benak saya. Konsep Mahabbah diperkenalkan oleh Rabiah Al-Adawiyah. Sedangkan Makrifat diperkenalkan oleh Imam Al-Ghazali. Sederhananya, “mahabbah” artinya “cinta mati”, sedangkan “makrifat” artinya “kenal banget”. Dalam literatur tasawuf, definisi yang lebih tepat adalah hubungan antara hamba dengan Tuhannya yang dilandasi cinta dan pemahaman. Mana yang lebih dulu antara mahabbah atau makrifat? Sebagian ahli sufi berbeda pandangan dalam hal ini. Boleh jadi karena pengalaman spiritual masing-masingnya berbeda. Namun ada istilah, “Tak kenal maka tak cinta”. Pendekatan mahabbah dan makrifat ini saya coba bawa pada spektrum politik dalam momen “Sesaat bersama Anies”. Misalnya, bagaimana sosok beliau, seperti apa perawakannya, serta berapa tinggi dan berat badannya. Alhamdulillahirabbil\'alamin. Atas izin Allah, Rekanan bisa silaturrahim dengan Pak Anies Baswedan – yang difasilitasi “Orang Dalam”. Interaksi dalam jarak yang sangat dekat itu adalah hal yang patut disyukuri dan dimaknai. Ketika Pak Anies masuk ke ruang pertemuan, kami pun berdiri untuk menyambutnya. Ibu Dra. Hj. Ratnaningsih, MPd maju selaku Bendahara Umum. “Serasa mimpi,” ucapnya bergetar. Disalaminya Bakal Calon Presiden itu dengan eratnya. Lalu disusul Bapak Ir. Saiful Halim selaku Ketua DPP Bidang Strategi dan Pengembangan turut menyalami Gubernur DKI periode 2017-2022 tersebut. Sekiranya terwujud, alumni ITB ini akan maju sebagai Caleg DPR RI dari Partai Nasdem. Usai menembus hujan deras menaiki sepeda motor, roknya yang kuyup menjadi saksi pertemuan Ibu Nurhusnah, SPd selaku Wasekjen dengan suami dari Ibu Fery Farhati. Momen itu memberi kesan yang kuat bagi teman sekampus saya tersebut. Sementara itu saya larut dalam suasana saat menciumi halusnya punggung tangan Pak Anies. Merasakan telapak tangannya yang lembut. Posturnya tegap, layaknya sedang menaruh buku di atas kepala. Tinggi badan kisaran 180 cm dan beratnya sekira 85 kg. Ketika serah-terima puisi “Anies Baswedan Pemimpin Masa Depan”, beliau menerimanya dengan penuh hormat dan senyum. “Terima kasih,” diulangi lagi responnya sebagai wujud apresiasi kepada rakyat biasa. Pada kesempatan itu kita buat vlog. Bakal Capres yang diusung Nasdem – dan insya’ Allah disusul Demokrat dan PKS menitip pesan kepada Rekan Anies Baswedan: “Salam hormat, jaga stamina, jaga soliditas, insya’ Allah dimudahkan.” (*)
Pulau Jawa Memang Spesial
Sosok Gatot yang dari nama dan wajahnya sangat njawani. Sosok lainnya, AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) yang merupakan cucu dari Jenderal Purn Sarwo Edy Wibowo yang asli Purworejo. Oleh: Andrianto, Aktivis Gerakan 98 PADA Pemilu 2019 lalu, Pulau Jawa memiliki mata pilih terbesar sampai 110,686,810 juta, dari 192,866,254 juta total mata pilih. Artinya, total di Pulau Jawa 57,29 % mata pilih nasional. Pada pemilu terakhir Jokowi juga berjaya karena menang tebal di Jateng dan Jatim. Nampaknya dua palagan Jateng dan Jatim masih jadi basis PDIP yang solid. Makanya, sosok Ganjar Pranowo seperti dalam survei bisa mengungguli Anies Baswedan di Jateng dan Jatim. Namun, di wilayah lain sudah jauh tertinggal. Artinya, domain PDIP lebih menonjol ketimbang sosok Figur. Memang Jateng ini istimewa. Dulu saat pilpres 2004 dan 2009 Megawati Soekarnoputri selalu menang. Jadi sosok Mega sangat terpatri sebagai putri Bung Karno di Jateng. Buat Anies sendiri menjadi tantangan tersendiri. Apakah masih ada peluang di Jateng dan Jatim? Menurut hemat penulis peluang ada jikalau sosok pendamping Anies adalah yang punya basic kuat. Sosok itu ada pada Jenderal Purn Gatot Nurmantyo yang asli kelahiran Tegal, Jateng. Sosok Gatot yang dari nama dan wajahnya sangat njawani. Sosok lainnya, AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) yang merupakan cucu dari Jenderal Purn Sarwo Edy Wibowo yang asli Purworejo. Jejak langkah Sarwo Edy juga cukup populer di Jateng. Tentu tidak mudah bagi Anies putuskan siapa Cawapres diantara kedua sosok yang berlatar militer tersebut. Kalo sosok sipil tentu Khofifah Indarparawansa layak di pertimbangkan. Dia untuk ambil suara di Jatim. Selebihnya pilpres masih dinamis. Potret hasil survei selama ini hanya jadi tolak ukur sementara. Apalagi lembaga sure pay sudah menjelma pula jadi konsultan yang artinya penuh interest. Namun kontestasi pilpres akan berujung pada Capres yang direstui Istana melawan Capres yang direstui Rakyat. Berikut ini hasil survei ketiga calon presiden terkuat di 5 provinsi di Pulau Jawa: DKI Jakarta: Anies Baswedan 49,6%; Ganjar Pranowo 27,5%; Prabowo Subianto 15,7%; TT/TJ 7,2%. Banten: Anies Baswedan 47,6%; Prabowo Subianto 28,5%; Ganjar PRanowo 16,1%; TT/TJ 7,8%. Jawa Barat: Anies Baswedan 36,3%; Prabowo Subianto 30,8%; Ganjar Pranowo 18,7%; TT/TJ 14,2%. Jawa Tengah: Ganjar Pranowo 71,4%; Prabowo Subianto 10,8%; Anies Baswedan 9%; TT/TJ 8,8%. Jawa Timur: Ganjar Pranowo 36,1%; Prabowo Subianto 25,5%; Anies Baswedan 19,6%; TT/TJ 18,8%. (*)
Pribadi Istimewa
Janganlah keunggulan pribadi menimbulkan kacau-khaos, melainkan beres-kosmos bagi kehidupan bersama. Jangan pula jaringan kolektif jadi kuburan massal bagi kematian potensi-kebaikan pribadi. Oleh: Yudi Latif, Cendekiawan Muslim, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia SAUDARAKU, jangan pernah merasa dirimu hanyalah partikel sia-sia di tengah hamparan ruang-waktu tak terhingga. Bukankah setitik nuklir sezarah tuah memiliki daya ledak yang meluluhlantakkan? Setiap pribadi adalah miniatur istimewa dari semesta. Bila kau tak percaya pada kekuatan seseorang, lihatkan kesebelasan Argentina tanpa Messi “La Pulga”. Maka mikraj-kan potensi kedirianmu, melambung tinggi, hingga menembus langit impian; jadi pemancar pencerahan bagi pembebasan manusia; tumpuan banyak orang menggantungkan harapan. Namun, tetaplah berjejak di bumi. Sesakti apapun taji pribadi, hanyalah percik kecil dari ketakbertepian jagad raya. Kedigdayaan seorang Messi tidaklah berkutik tanpa dukungan para pemain yang lain. Setiap pribadi laksana satu huruf dalam deretan abjad, yang mengukir satu karakter istimewa. Betapapun dahsyatnya nilai penting setiap karakter, tidaklah bermakna tanpa berjejaring dengan huruf lain membentuk kata dan kalimat bersama. Janganlah keunggulan pribadi menimbulkan kacau-khaos, melainkan beres-kosmos bagi kehidupan bersama. Jangan pula jaringan kolektif jadi kuburan massal bagi kematian potensi-kebaikan pribadi. Jadilah bibit unggul individualitas di atas tanah sosialitas-Pancasila yang subur. (*)
PPR dan Upaya Penegakan Konstitusi
Penolakan terhadap upaya pengkhianatan konstitusi atau layaknya disebut teroris konstitusi semakin meluas. Bukan hanya dari kalangan oposisi, bahkan sejumlah orang dalam pemerintahan juga keras menyuarakan agenda presiden 3 periode atau perpanjangan jabatan oleh rezim kekuasaan. Tamsil Linrung salah satunya, wakil ketua MPR itu bahkan mendirikan Posko Pilihan Rakyat (PPR), membangun konsolidasi kekuatan rakyat demi menyelamatkan demokrasi dan konstitusi. Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI WAKIL Ketua MPR RI Tamsil Linrung sekaligus pendukung Calon Presiden Partai NasDem Anies Baswedan, semakin gencar menyerukan tentang perlunya keterlibatan masyarakat dalam mengawal Pemilu 2024, sekaligus mengawal ketentuan konstitusional yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu agar berjalan sesuai dengan semestinya. Hal ini menjadi kekhawatiran Tamsil karena belakangan ini muncul berbagai wacana yang melahirkan isu yang kemudian bergulir terus menerus dan kemudian membesar tak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya pelanggaran dari konstitusi (UUD 45). Wacana-wacana liar seperti penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden adalah contoh dari upaya pelanggaran konstitusi yang sedang digenjot oleh elit dan kelompok tertentu, tetapi ini seolah dibiarkan oleh pemerintah dengan tidak adanya tindakan tegas terhadap individu yang mencetuskannya. Sebagai contoh Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dengan Big Data terkait isu penundaan Pemilu 2024, yang sampai saat ini LBP belum berani untuk membuka “Big Data” itu dan baru-baru ini statement Ketua MPR RI Bambang Soesatyo agar penyelenggaraan Pemilu 2024 difikirkan kembali. Tamsil Linrung mengatakan, banyak pihak yang diuntungkan jika ada perpanjangan masa jabatan presiden atau penundaan pemilu. Sedangkan satu-satunya pihak yang dirugikan adalah rakyat Indonesia itu sendiri. “Ini (perpanjangan masa jabatan presiden/penundaan pemilu) tidak hanya menguntungkan presiden, tapi juga anggota DPR, DPD, DPRD, hampir semuanya untung. Satu-satunya yang rugi adalah rakyat.” Kata Tamsil dikutip dari Republika.co.id, Rabu (4/03/2022). Pria kelahiran Pangkep Sulawesi Selatan ini menerjemahkan kekhawatirannya dengan membuat sebuah program yang bernama Posko Pilihan Rakyat (PPR). Pembentukan PPR dibuat karena melihat fenomena dimana rakyat indonesia bersatu, tanpa dorongan partai politik dan organisasi apapun. Mereka bergerak karena panggilan hati nurani yang rindu akan keadaan yang lebih baik dibawah panji Anies Baswedan. Tamsil merasakan betul benih-benih kedewasaan rakyat dalam berdemokrasi telah tumbuh sumbur sampai ke akar rumput, namun mirisnya upaya-upaya penjegalan terhadap sosok Anies seakan tumbuh tumbang silih berganti tanpa henti. Tamsil mengatakan Posko Pilihan Rakyat (PPR) berdiri bersama rakyat sebagai wadah komunikasi, kordinasi dan konsolidasi melawan upaya-upaya kudeta terhadap konstitusi. “Selain menjadi wadah komunikasi, kordinasi dan konsolidasi para relawan Anies, PPR bisa menjadi gerakan rakyat yang kritis dan mampu menjaga dan mengawal pemilu 2024 agar bisa berjalan secara demokratis dan sesuai kaidah konstitusi UUD 1945.” Jelas Tamsil. Mantan anggota DPR RI tiga periode ini mengatakan hadirnya Anies Baswedan kedalam konstelasi politik nasional seolah menciptakan momentum kedaulatan rakyat dan PPR bersama simpul relawan diharapkan mampu menjadi rumah perjuangan untuk menegakan konstitusi dan memenangkan Anies pada Pilpres 2024. Tidak lupa Tamsil mengajak kepada seluruh relawan untuk membuat rumahnya sebagai posko pemenangan Anies Baswedan. Harus meningkatkan militansi dan totalitas terhadap Anies karena Kompetitor Anies bukan hanya kandidat-kandidat calon presiden tetapi ada tangan-tangan oligarki yang siap untuk menjegal langkah Anies menuju pilpres 2024 nanti dengan cara apapun. *) Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan. Bekasi Kota Patriot, 18 Desember 2022/24 Jumadil Awal 1444 H.