OPINI

Laksamana Yudo Harus Prioritaskan Penegakan Kedaulatan NKRI

Di situ Panglima TNI jangan bersinggungan dengan Kepala Staf Angkatan. Dia harus fokus dengan tugas menyelenggarakan penggunaan kekuatan TNI bagi kepentingan operasi militer dan memelihara kesiagaan operasional. Oleh: Selamat Ginting, Analis Komunikasi Politik dan Militer dari Universitas Nasional – UNAS LAKSAMANA TNI Yudo Margono harus bisa cepat mengambil keputusan dalam memimpin TNI. Terutama harus dapat memilih dengan tepat mana yang mesti didahulukan, sesuai dengan asas kepemimpinan TNI. Termasuk bisa membatasi penggunaan dan pengeluaran dana sesuai prioritas yang diperlukan TNI. Kalau dalam 11 asas kepemimpinan TNI yang tertulis, Laksamana Yudo harus memprioritaskan Ambeg Parama Arta, yakni memilih dengan tepat mana yang harus didahulukan. Juga Gemi Nastiti, yakni kesadaran dan kemampuan untuk membatasi penggunaan dan pengeluaran segala sesuatu kepada yang benar-benar diperlukan. Diharapkan juga, Laksamana Yudo fokus pada tiga tugas pokok TNI, yakni menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Selanjutnya, barulah Yudo menjalankan tugas sebagai Panglima TNI yang secara normatif, kurang dari satu tahun. Dengan catatan apabila tidak ada perpanjangan masa dinas aktif militer. Setidaknya, yang utama selain memimpin TNI, Panglima TNI juga mesti  melaksanakan kebijakan pertahanan keamanan negara, menyelenggarakan strategi militer dan melaksanakan operasi militer, serta mengembangkan doktrin TNI. Di situ Panglima TNI jangan bersinggungan dengan Kepala Staf Angkatan. Dia harus fokus dengan tugas menyelenggarakan penggunaan kekuatan TNI bagi kepentingan operasi militer dan memelihara kesiagaan operasional. Dan, jangan masuk wilayah pembinaan dan penyiapan matra, itu tugas Kastaf Angkatan. (*)

Anies Dilarang dan Diteror Karena Mereka Sekeluarga Takut Masuk Penjara

Mau larang atau mau teror rakyat tetap tidak bergeming untuk mendukung ARB jadi Presiden ke-8 NKRI. Siapa suruh ARB gak jadi Gubernur lagi. Jadi banyakkan waktunya blusukan sebelum musim kampanye. Oleh: Moh. Naufal Dunggio, Aktivis dan Ustadz Kampung Hilang akal sehat tentang bagaimana mau membendung Anies Rasyid Baswedan (ARB). Diisukan dengan radikal-radikul gak mempan. Juga, disematkan dengan bahwa Capres harus orang Indonesia asli karena gak berani bilang Capres bukan harus orang Arab gak tepat karena Jokowi juga bukan orang Indonesia asli, karena dia orang China. Dibilang jangan bawa-bawa agama di politik alias gak boleh ada politik identitas dan SARA di kontestasi Capres juga gak nendang karena Jokowi sendiri bawa-bawa identitas, bahkan lebih parah lagi bawa politik identitas untuk menipu emak-emak agar bisa hadir di GBK kemarin dengan alasan Istighosah tapi nyatanya cuma lihat pantat maksiat bergoyang alias goyang ngebor Inul “Darahsetan”. Sekarang pakai jalur penguasa daerah dengan menekan dan melarang ARB melalui Gubernur dan Kapolda agar ARB tidak diberi ijin untuk berkegiatan dan menemui penggemarnya di daerah tersebut. Seperti yang terjadi di beberapa daerah di Jawa Barat dan Aceh (Nangroe Aceh Darussalam). Tapi masyarakat tetap berkerumun menyambut idola calon presiden baru mereka, yakni ARB. Anies sekarang bukan hanya milik keluarganya saja tapi dia menjelma jadi milik bangsa dan rakyatnya. Belum ada seorang pemimpin dari zaman kemerdekaan dielu-elukan, dan ditunggu kedatangannya seperti ARB. Pas di waktu bukan bulan kampanye lagi. Hampir di setiap provinsi kedatangan dan blusukan ARB disambut dengan meriahnya bak seorang pahlawan yang ditunggu-ditunggu kehadirannya. Tidak ada Capres yang segitu dinantikan selain Anies. Aduh kalau ane itu gak kuat lagi melayani warga yang segitu banyak mengajak Selfi. Semoga ARB sehat selalu dan aman sampai Pemilu nanti dan sampai memimpin kita 5 tahun lagi seperti di DKI. Capres lain pilihan penguasa lagi sibuk nonton bokep dan main baronsai. Gak kuat Istana menahan laju pergerakan ARB maka dipakai cara-cara kotor dengan Meneror ARB dengan cara-cara busuk. ARB itu karateka dan pendekar. Dia gak akan mundur dengan teror anak-anak kecil gitu. Itu hanya pil pemanis saat berjuang. Pantang mundur kalau layar sudah berkembang. Pantang kapal jalan mundur jika jangkarnya sudah diangkat. Selamat menikmati dinginnya ubin penjara kalau kalian tidak berkuasa lagi. Karena rakyat sudah siap berkas-berkas kasus korupsi selama kalian menjabat. Kau dan keluarga kau, ingat itu. Bayangkan anak yang belum lempeng kencingnya saja sudah punya 26 perusahan besar di negeri ini? Itu karena bapaknya penguasa. Ada karena adiknya jadi pejabat jadi menteri dan Abangnya suka-suka dengan leluasa korupsi melalui BUMN Telkomsel dan mereka gak diapa-apain. Yang seperti ini siap-siap nanti tidur di penjara. Mau larang atau mau teror rakyat tetap tidak bergeming untuk mendukung ARB jadi Presiden ke-8 NKRI. Siapa suruh ARB gak jadi Gubernur lagi. Jadi banyakkan waktunya blusukan sebelum musim kampanye.  Rakyat dukung ARB sampai para penghuni istana ngekos di Hotel Prodeo dan para oligarki jadi miskin atau mereka mati karena penyakit jantung. Negeri ini dibangun dengan do\'a para santri dan Ulama. Jadi orang-orang laknat seperti kalian diharamkan hidup berlama-lama di Indonesia. Diatas langit masih ada langit. Jadi jangan jumawa dengan kekuasaan dan uang. Semua akan berakhir pada saatnya. Wallahu A\'lam ... (*)

Pahlawan Dalam Al-Quran

Maryam berkata, “Bagaimana akan ada seorang anak laki-laki, padahal tak seorang pun yang pernah menyentuhku, dan aku bukan pezina”. Jibril berkata, “Demikianlah, Tuhanmu berfirman, ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku, untuk Kami jadikan tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu perkara yang sudah diputuskan”. (QS 19:16-21) Oleh: Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, MAg, Guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta PAHLAWAN adalah pejuang yang gigih dan gagah berani, rela berkorban untuk sesama, dan memiliki rasa tanggung jawab kepada orang-orang di sekitarnya. Pahlawan itu juga identik dengan pemrakarsa, penggagas, dan penggerak. Istilah pahlawan dari kata pahalawan, orang yang memperoleh pahala atas jasanya menyumbangkan ide, gagasan, dan tindakan untuk kemaslahatan. Pejuang di barisan terdepan lebih mulia daripada para cendekiawan yang ada di barisan paling belakang. Kriteria kepahlawanan dalam Al-Quran, yaitu pertama, satu kata dengan perbuatan. “Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan. Allah menyukai orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan bangunan yang tersusun kokoh”. (QS Ash-Shaff/61:2-4) Kedua, berada di baris depan. “Jangan sekali-kali kamu menyangka, orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan; jangan menyangka mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.” (QS Ali Imran/3:188) Ketiga, beramar makruf nahi mungkar. “Allah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. Itulah janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janji selain daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan, dan itulah kemenangan yang besar”. “Mereka itulah orang-orang yang bertobat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang ruku\', yang sujud, yang menyuruh berbuat makruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin demikian”. (QS At-Taubah/9:111-112) Beberapa pahlawan di dalam Al-Quran, selain para nabi dan rasul, ialah Dzulkarnain, Thalut, Ashabul Kahfi, istri Fir’aun, Maryam, dan Ibu Musa. Mereka bertanya kepadamu tentang Dzulkarnain. Katakanlah, “Aku akan bacakan kepadamu cerita tentang dia”. Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di bumi, dan Kami berikan kepadanya jalan untuk mencapai segala sesuatu, maka dia pun menempuhnya. Ketika sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di laut berlumpur hitam, dan mendapati segolongan umat. Kami berkata, “Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau berbuat kebaikan kepada mereka”. Dzulkarnain berkata, “Orang yang aniaya akan kami azab, kemudian dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya tiada tara. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, baginya pahala terbaik sebagai balasan, dan akan Kami titahkan kepadanya perintah yang mudah”. (QS 18:83-88) “Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu, demikianlah. dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya. Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi).  Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan. Mereka berkata: “Hai Dzulkarnain, Ya\'juj dan Ma\'juj pembuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami bayar kepadamu, untuk membuat dinding antara kami dan mereka?” Dzulkarnain berkata: “Apa yang telah dikuasakan Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan; aku buatkan dinding antara kamu dan mereka, beri aku potongan-potongan besi”. Apabila besi itu telah rata dengan kedua puncak gunung itu, Dzulkarnain berkata, “Tiuplah api itu”. Apabila besi itu sudah memerah seperti api, dia pun berkata: “Berilah aku tembaga yang mendidih agar kutuangkan ke atas besi panas itu”. Maka mereka tidak bisa mendakinya dan tidak bisa pula melobanginya. Dzulkarnain berkata: “Dinding ini adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia menghancur-luluhkan; dan janji Tuhanku itu benar”. (QS 18:89-98) Nabi mereka mengatakan, “Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu”. Mereka menjawab. “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi mereka berkata, “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa”. Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. Tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata, “Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Siapa di antara kamu meminum airnya, ia bukan pengikutku, dan siapa yang tidak meminumnya, kecuali seceduk tangan, dia adalah pengikutku”. Mereka meminumnya kecuali beberapa orang. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersamanya telah menyeberangi sungai itu, mereka yang telah minum berkata, “Kami tak sanggup melawan Jalut dan tentaranya”. Orang-orang yang yakin akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah, dan Allah beserta orang-orang yang sabar”. Tatkala Jalut dan tentaranya telah tampak, Thalut dan tentaranya berdoa, “Tuhan, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami, dan menangkanlah kami atas orang-orang kafir”. Tentara Thalut mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah, dan Daud membunuh Jalut. Kemudian Allah memberikan kepadanya pemerintahan dan hikmah, dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak keganasan sebagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia atas semesta alam”. (QS 2:247-251) Ashabul Kahfi adalah para pemuda pahlawan penyelamat iman. Mereka menghadapi penguasa yang otoriter, mereka hijrah dan mengasingkan diri dalam sebuah gua. Allah SWT mengisahkan dan memberikan testimoni sekaligus menarasikan doa mereka sebagai berikut. “Apakah kamu mengira orang-orang yang mendiami gua dan mempunyai prasasti termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan? Ingatlah tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa, “Tuhan, berikanlah rahmat kepada kami dari hadirat-Mu, dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami ini”. Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu, kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lama mereka tinggal di dalam gua. Kami kisahkan kepadamu cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan untuk mereka petunjuk. Dan Kami meneguhkan hati mereka ketika mereka bangun, lalu berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia; kalau demikian kami telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran”. (QS Al-Kahfi/18:9-14) “Allah membuat perumpamaan bagi mereka yang kafir istri Nuh dan istri Luth. Mereka masing-masing berada di bawah dua hamba dari antara hamba-hamba Kami yang saleh, tetapi kemudian mereka mengkhianati suaminya, dan keduanya tak berdaya sedikit pun terhadap Allah, Dikatakan kepada keduanya, “Masuklah kamu ke dalam api neraka Bersama mereka yang masuk”. Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang beriman istri Firaun, ketika berkata, “Tuhan, buatkanlah untukku sebuah rumah di taman surga, dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya, dan selamatkan aku dari kaum yang zhalim.” Dan Maryam putri Imran yang memelihara kesuciannya, maka Kami tiupkan ke dalam tubuhnya ruh Kami, dan dia membenarkan kata-kata Tuhannya dan Kitab-Kitab-Nya, dan dia termasuk hamba-hamba yang taat”. (QS 66:10-12) “Ceritakanlah kisah Maryam di dalam Al Quran, ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, lalu ia mengadakan tabir dari mereka. Kami mengutus roh Kami kepadanya menjelma di hadapannya berbentuk manusia yang sempurna. Maryam berkata, “Aku berlindung darimu kepada Tuhan Yang Maha pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa.” Jibril berkata, “Aku utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci”. Maryam berkata, “Bagaimana akan ada seorang anak laki-laki, padahal tak seorang pun yang pernah menyentuhku, dan aku bukan pezina”. Jibril berkata, “Demikianlah, Tuhanmu berfirman, ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku, untuk Kami jadikan tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu perkara yang sudah diputuskan”. (QS 19:16-21) “Hati ibu Musa menjadi kosong. Hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya. Ibu Musa berkata kepada saudara perempuan Musa, “Ikutilah dia.” Maka ia melihat Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya, dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusuinya. Saudara Musa berkata, “Maukah aku tunjukkan kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya dan berlaku baik kepadanya?” Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita, dan supaya ia tahu bahwa janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan manusia tidak tahu”. (QS 28:10-13) Mereka pahlawan sepanjang zaman. (*) 

Modernisasi, Sekularisasi, Liberalisasi, Deradikalisasi, dan Moderasi Beragama

Kita lupa ayat Al Quran menyatakan bahwa ‘sesungguhnya kaum Mukmin itu bersaudara’. Kita lupa Muslim adalah saudara Muslim lainnya. Kita ini sedang terperangkap dengan jeratan kelompok-kelompok anti Islam. Oleh: Nuim Hidayat, Direktur Akademi Dakwah Indonesia, Kota Depok SEBELUM Tragedi WTC 2001, Tidak Ada Istilah \"Islam Moderat\" atau “Moderasi Beragama”. Sekarang ini pemerintah mempunyai program “deradikalisasi”. Program ini sebenarnya bagus. Yaitu, melarang masyarakat untuk berbuat kekerasan seenaknya. Tapi, nyatanya program ini juga mengarah kepada pluralisme agama. Program ini tentu berbahaya bagi aqidah Islam. Dalam Islam, agama yang benar hanyalah Islam. Agama lain salah. Menurut Prof. Naquib al Attas, hanya Islam yang agama wahyu. Selain Islam, agama budaya. Maknanya, hanya Islam agama yang bersumber dari Yang Maha Kuasa. Sedangkan agama lain hanya karangan manusia. Bibel misalnya, menurut ahli teologi dari mereka sendiri, diduga hanya sekitar 19% yang dipercaya dari Nabi Isa. Selain itu karangan manusia (‘murid-murid atau apostolos Yesus Kristus’). Dalam QS Ali Imran dijelaskan bahwa hanya yang menganut agama Islam yang bisa selamat dari api neraka. Harga iman kita adalah emas sepenuh bumi. Mungkinkah orang kafir mendatangkan emas sepenuh bumi? Tidak mungkin. Ini maknanya bahwa harga iman kita adalah nyawa kita. Lebih baik kita mati daripada kita menganut agama lain (murtad). Istilah wasathiyah (moderat) dalam Islam atau Islam moderat kurang tepat. Islam selain ‘moderat’ juga adil, penuh hikmah, ihsan dan lain-lain. Apakah akan dikembangkan juga Islam adil, Islam hikmah, Islam ihsan dan lain-lain? Karena itu Rasulullah, para sahabat maupun ulama-ulama yang shalih, tidak pernah mengembangkan Islam Moderat. Islam itu kadang moderat kadang tidak. Pada orang kafir yang memerangi Islam, maka kita tidak boleh moderat. Kita harus keras seperti mereka. Pada orang kafir yang tidak memerangi Islam (‘dzimmi), kita bersikap lunak juga. Ketika kita dijajah Portugis dan Belanda, tidak ada tokoh-tokoh Islam yang bersifat moderat. Mereka berani bersikap radikal. Kedua penjajah itu telah banyak membunuh manusia dan menyebarkan misi Katolik/Kristen, maka kaum Muslim saat itu juga bersikap keras terhadap mereka. Nyawa dibalas nyawa (jihad/qital/qishash). Jadi, bilamana kaum kafir tidak memerangi kita secara fisik, kita juga tidak memeranginya dengan fisik. Bila mereka memerangi dengan pemikiran –seperti yang terjadi saat ini – kita juga harus bisa memeranginya dengan pemikiran. Bukan malah ikut agenda mereka, jadi gak turut ikut-ikutan memberi istilah “Islam Moderat”. Istilah Islam Moderat itu, bila kita telaah asalnya dari pemerintah Amerika Serikat, setelah tragedi WTC (2001). Saat itu Amerika membagi Islam kepada dua kelompok, yaitu Islam Radikal dan Islam Moderat. Islam Radikal adalah mereka yang melawan pemerintah Amerika, sedang Islam Moderat adalah mereka yang ‘tunduk’ kepada agenda-agenda pemerintah Amerika. Amerika meluncurkan jutaan dolarnya ke seluruh dunia untuk program ini. Agenda mereka Islam Moderat itu agar berkawan dengan mereka, turut pada mereka dan setuju dengan pluralisme agama (penyamaan agama, faham bahwa semua agama sama akan masuk surga). Tentu kaum Muslim seharusnya menolak program ini. Kita bukan Islam Radikal, bukan pula Islam Moderat. Islam ya Islam. Dalam Al Quran dan Hadits, tidak ada istilah Islam Moderat atau Islam Radikal. Para ulama sebelum tragedi WTC 2001 tidak pernah ada yang menamakan dirinya penganut Islam moderat. Bila kita telaah sejarah dunia, justru Islam-lah yang mengenalkan toleransi (tasamuh). Lihatlah bagaimana toleransinya umat Islam di abad 8 sampai 15 di Andalusia. Para ilmuwan dan pendeta saat itu belajar pada ilmuwan atau ulama di Andalusia. Kaum Muslimin saat itu tidak ada yang membunuh orang non Muslim seenaknya. Kecuali kalau mereka menzalimi atau memerangi fisik umat Islam. Tapi apa yang terjadi kemudian? Justru air susu dibalas dengan air tuba. Kaum Muslim yang tasamuh, justru malah diradikali/diperangi oleh kaum Nashrani. Raja Ferdinand dan Ratu Isabella (‘Katolik’) justru melakukan pembunuhan sadis kepada umat Islam. Ratusan ribu kaum Muslim terbunuh saat itu. Mereka dipaksa dengan tiga pilihan: masuk agama Katolik, keluar dari Andalusia atau tetap beragama Islam dan dibunuh. Kasus besar dalam sejarah ini, menyebabkan Paus kemudian minta maaf. Pemerintah Amerika juga harusnya minta maaf atas kelakuannya saat ini terus mendukung Israel dan telah membunuh lebih dari satu juta kaum Muslim Irak. Jadi, kalau kita telaah, prinsip Islam itu kalau dalam perang fisik ‘defensif’, kalau dalam dakwah harus agresif. Lihatlah bagaimana Rasulullah bersabar sekitar 15 tahun, sebelum terlibat dalam Perang Badar. Tapi dalam dakwah Rasul agresif. Renungkanlah bagaimana Rasul sendiri dalam berdakwah, sehingga kemudian Khadijah, Ali dan Abu Bakar masuk Islam. Dan sebelum 100 tahun Rasulullah SAW wafat, Islam telah menyebar ke seluruh dunia. Jadi, Islam itu menentang paham penyamaan agama. Jika agama sama, untuk apa Rasulullah SAW berjuang lebih dari 23 tahun di Makkah dan Madinah? Perjuangan Rasul adalah perjuangan dakwah. Perjuangan agar kaum kafir masuk Islam dengan kesadarannya. Perjuangan agar kaum Muslim menjadi lebih baik Islamnya (akhlak mulia dan cerdas). Paham membelah Islam Radikal dan Islam Moderat, menyebabkan pembelaan yang minim ketika HTI dan FPI dibubarkan. Opini dibuat pemerintah supaya kaum Muslim tidak membela keduanya, karena keduanya adalah radikal. Kelompok radikal wajar dibubarkan, Islam di Indonesia adalah Islam Nusantara atau Islam Moderat. Begitu pula ketika Dr. Zain an Najah, Ustadz Farid Okbah, dan Dr. Anung al Hamad ditangkap, kaum Muslim juga minim pembelaannya. Ketiganya kan radikal, untuk apa dibela? Begitulah pernyataan yang dibuat kelompok Islam Moderat. Itulah program yang dibuat Presiden Josh Bush dengan para pendeta yang mengelilinginya. Mereka membuat program Islam Radikal dan Islam Moderat. Mereka membelah umat Islam dengan tujuan mengadu domba keduanya. Program itu berhasil dan kita menjadi turut membebeknya. Kita lupa ayat Al Quran menyatakan bahwa ‘sesungguhnya kaum Mukmin itu bersaudara’. Kita lupa Muslim adalah saudara Muslim lainnya. Kita ini sedang terperangkap dengan jeratan kelompok-kelompok anti Islam. Kata penyair besar Mohammad Iqbal, “Barat tempatmu bergantung; Telah menipu otakmu dan menyihir jiwamu; Barat tempatmu bergantung; Telah menipu dirimu; Sekali dengan bujuk halus dan rayuan; Sekali dengan belenggu dan jeratan”. (*)

Rocky dan Kawan yang Berganti, Tapi Tidak Pilihan Sikapnya

Oleh Ady Amar - Kolumnis  ROCKY Gerung, pengamat sosial politik yang filsuf, atau apapun gelaran yang disandangkan padanya, memang \"nakal\". Suka berterus terang, yang terkadang kelewatan untuk ukuran tidak biasa. Narasi yang dipilihnya, yang orang lain menghindar untuk menyebut, tapi diambil untuk dikonsumsikan pada khalayak. RG nama inisialnya--selanjutnya kita pakai inisialnya saja untuk menyebut lelaki yang seperti memilih jarak dengan kekuasaan. Memilih berkhidmat di pinggir lapangan diskursus, agar bisa melihat semuanya dengan seksama dan mampu menyebutnya tanpa basa-basi. Berjarak dengan kekuasaan, itu identik dengan pilihan sebagai oposan. Di tiap harinya RG seperti disibukkan menghadirkan narasi tidak sekadar untuk menghidupkan suasana, tapi lebih pada memberi kesadaran baru pada publik, bahkan sampai ke tingkat menggedor publik, menularkan keresahan menjadi milik bersama. Meski tidak semua setuju dengannya, bahkan yang menghardiknya dengan umpatan pun tidak sedikit. Keterusterangannya mengumbar narasi, seperti menyenangkan satu pihak dan menohok pihak lainnya. Menyenangkan kelompok yang dianggap \"mustadzafin\" dalam akses politik, dan menohok pihak yang bermanja dengan kekuasaan. Dalam konteks politik kekinian, RG seperti memanjakan Anies Baswedan sebagai pihak yang patut dibelanya, dan otomatis memberondong Jokowi dan pendukungnya. Maka, muncul narasi-narasi menggelitik dibuatnya. Buzzer pada saat yang lalu disebutnya, punya IQ 200 tapi sekolam. Teranyar narasi yang dibaginya berkenaan Anies dan Ganjar Pranowo. Ganjar yang memang digadang-gadang sebagai penerus Jokowi. RG membanding keduanya dengan narasi, Orang menunggu Anies datang, kalau (pada) Ganjar orang nunggunya untuk bagi amplop. Sepertinya cuma RG yang berani berterus terang mengungkap suatu hal yang tabu untuk disebut dengan senyatanya. Apa yang dituturkan, tentu itu bukan sesuatu yang tidak dipahami publik. Tapi RG berani mengungkapnya, yang orang lain tak sanggup berani berterus terang mengungkapnya. Tentu tidak cukup keberanian yang dipunya. Kemampuan RG meracik kata lalu memadukannya dengan kata lain, menjadi kalimat yang tidak perlu berpanjang, tapi mengena pada apa yang disasarnya. Sedang yang mendengar, atau membacanya menyambut dengan beragam respons. Setidaknya ada sungging senyum pada yang bersetuju dengannya, atau hanya senyum terpaksa, bagi mereka yang masih hidup \"sekolam\", sebagaimana RG biasa sebut--julukan untuk buzzer. RG seperti bebas saja mengeritik apa yang patut dikritiknya, bahkan mengeritik kekuasaan yang tampil garang. Jokowi pun seperti jadi bahan senda gurauannya. Bebas-bebas saja, seperti cuma RG yang boleh menghantam kekuasaan sesukanya, bahkan dengan telanjang. Menjadi seperti manusia tak tersentuh hukum. Memunculkan adagium, bahwa negeri ini akan disebut otoriterianisme, jika RG dan RR ditangkap dan diprodeokan. RR inisial nama Rizal Ramli, pengamat ekonomi yang kritis. RG dan RR seperti jadi simbol \"monumen negeri\", bahwa masih ada demokrasi dan kebebasan berbicara di negeri ini. Setidaknya Prof Mahfud MD pernah menyebut, bahwa dua orang itu, maksudnya RG dan RR, kan aman-aman saja mengeritik pemerintah. Itu simpulan absurd Prof Mahfud memaknai masih adanya demokrasi di negeri ini. RG memang punya kemampuan bicara di atas rata-rata. Bicara dengan pilihan kata yang pas dalam menggambarkan sebuah obyek yang disasarnya. Suasana jadi semarak oleh argumen yang dibangunnya. Seperti mengajak berpikir publik dengan cakrawala baru yang ditawarkan. Meski itu bukan hal yang baru, tapi disampaikan dengan pilihan kata-kata seksi filsafati, di luar yang biasa kita dengar. Suasana menjadi hangat jika dalam satu perdebatan politik di televisi misalnya, jika salah satu nara sumber yang dihadirkan adalah RG. Maka muncul istilah menggambarkan itu semua, No Rocky No Party. Perdebatan berkelas dihadirkannya, meski lawan debat mengumbar narasi  sampah untuk menutupi kelemahannya. Memotong-motong pembicaraan RG, seperti menutupi ketaksanggupan mendengarkan narasi yang dihunjamkan. RG tak pernah terjebak pada sikap emosional meski lawan debatnya mengungkit hal personal yang tak layak dan tak ada sangkut paut dengan tema diskusi. RG seperti manusia nyaman memilih tempatnya, yang justru dijauhi mereka yang berharap bisa berdekatan dengan kekuasaan. Hari ini ia \"berkawan\" dengan Anies, dan terus membelanya. Tapi saat  Anies nantinya ada dalam kekuasaan, jika takdir membawanya menghuni istana, RG seperti biasanya akan menjauh-menjaga jarak dengan kekuasaan, dan memulai aktif mengeritik apa yang seharusnya. Begitu seterusnya, sehingga nilai \"kawan\" bagi seorang RG akan berganti entah pada siapa nantinya, tapi tidak sikapnya sebagai oposan yang sepertinya kekal selamanya. (*)

Peran Ulama dan Tentara dalam Kepemimpinan NKRI

Di bawah Panglima Yudo, mungkin kepiawaian berkuda dan memanah laskar Pangeran Diponegoro perlu diperkuat dengan kepiawaian pelaut Majapahit di bawah asuhan Patih Gajahmada untuk menjaga negara kepulauan ini. Oleh: Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS Surabaya, @Rosyid College of Arts KITA sudah mendengar kabar suksesi kepemimpinan TNI beberapa hari ini. Kepemimpinan Panglima Jenderal Andhika akan dilanjutkan oleh Panglima Laksamana Yudo KSAL saat ini. Menjelang tahun politik 2023, umat Islam sebagai takeholders terbesar bangsa ini perlu mencermati agenda politik nasional ini. Panglima Yudo telah berjanji akan bersikap netral dalam Pemilu 2024 nanti, sementara Presiden Joko Widodo tampak tidak netral. Sementara itu tudingan politik identitas dialamatkan ke umat Islam, terutama setelah pencapresan Anies Baswedan oleh Partai Nasdem. Sulit untuk tidak melihat kesan bahwa rezim Jokowi ini telah menempatkan umat Islam dalam posisi yang sulit, jika bukan bermusuhan. Hujan di hulu belum teduh, luka Pilgub DKI Anies vs Ahok dulu belum sembuh. Tentara, memang harus lebih taat pada komando, bukan komandan, yaitu taat pada konstitusi. Namun, ini telah menimbulkan problematika karena UUD 2002 telah mengganti UUD 1945. Akibatnya, national misgovernance kita saat ini telah melahirkan banyak deformasi kehidupan berbangsa dan bernegara karena telah memunculkan banyak free riders dalam penyediaan polity as public goods, sehingga pasar politik kita, menurut Mulyadi, dimonopoli oleh para bandit, bandar dan badut politik. Akibatnya Pemilu hampir selalu berujung pada kepiluan publik. Tata kelola pemerintahan saat ini telah menyebabkan Polri yang langsung di bawah Presiden gagal mengemban misi untuk melindungi dan mengayomi masyarakat, bahkan makin brutal dan mematikan bagi masyarakat. Kasus Satgasus Merah Putih yang dipimpin Irjen Ferdy Sambo saat ini hanya menyisakan pertanyaan reformasi Polri. Mestinya, Polri seperti TNI, berada di bawah kepemimpinan sipil seorang menteri. Mungkin bukan Mendagri, tapi Menteri Keamanan Dalam Negeri, seperti TNI di bawah Menhankam. Polri makin mudah diperalat oleh kekuasaan untuk kepentingan-kepentingan politik jangka pendek oleh para free riders politik itu. Suksesi kepemimpinan nasional saat ini memiliki dua dimensi agar NKRI bisa lolos menjadi kekuatan baru di Asia baik secara ekonomi, politik maupun militer di tengah pergeseran pusat-pusat ekonomi dan politik dunia, ancaman stagflasi dan kehancuran ekosistem global. Dimensi pertama adalah pergantian komandan, yaitu presiden. Dimensi kedua adalah pergantian komando, yaitu konstitusi. Pergantian komandan tanpa pergantian komandan hanya akan melahirkan presiden boneka para bandit, bandar dan badut politik. Kita membutuhkan TNI yang lebih setia pada UUD 1945 daripada pada UUD 2002. Banyak pihak telah mencoba mengkerdilkan peran ulama dalam pembentukan NKRI. Padahal Ulama kita telah terbukti memiliki peran instrumental dalam penyiapan komando proklamasi, yaitu UUD 1945, juga penyiapan Badan Keamanan Rakyat sebagai embrio ABRI lalu TNI. Laskar Sabilillah dan Hizbullah binaan para ulama berbasis pesantren adalah komponen utama BKR di samping PETA binaan Jepang dan KNIL binaan Belanda. Sabilillah dan Hizbullah diinspirasi oleh peran Pangeran Diponegoro sebagai ulama dalam melawan penjajah Belanda. Laskar Pangeran Diponegoro barangkali adalah tentara paling terlatih yang pernah ada di zaman pra-kemerdekaan. Laskar Pangeran Diponegoro ini telah mengagetkan Jenderal de Kock karena telah mengadopsi struktur, simbol, dan strategi tentara Kekhalifahan Ustmany di Turki. Hampir semua laskar dan angkatan perang di dunia selalu minta dukungan spiritualitas dari Langit melalui doa para tokoh agama. Mereka ingin gugur syahid, bukan mati sangit. Oleh karena itu siapapun panglima TNI perlu menyadari fakta sejarah ini. Di bawah Panglima Yudo, mungkin kepiawaian berkuda dan memanah laskar Pangeran Diponegoro perlu diperkuat dengan kepiawaian pelaut Majapahit di bawah asuhan Patih Gajahmada untuk menjaga negara kepulauan ini. Kita berharap Panglima Yudo menyatakan kesetiaannya kepada komando warisan para ulama negarawan pendiri bangsa agar pergantian komandan yang akan datang ini akan melahirkan seorang mandataris MPR untuk mewujudkan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. Yaitu sebuah bangsa yang merdeka, bersatu,  berdaulat, adil dan makmur yang diberkati Allah swt. Bukan petugas partai, apalagi boneka oligarki para bandit, bandar dan badut politik. Bandung, 4 Desember 2022. (*)

Kontribusi Muslim untuk Negara Pancasila

Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  MUSLIM adalah mayoritas dan para pejuang kemerdekaan tentu mayoritas umat Islam. Hassanudin, Diponegoro, Cut Nyak Dien, Sisinga Mangaraja, Pattimura hingga Christina  Tiahohoe adalah pahlawan muslim. Logis agama seperti Kristen lebih minim bukan saja karena komposisi penduduk tetapi juga penjajah itu baik Portugis maupun Belanda  adalah Kristen. Kemerdekaan adalah kulminasi perjuangan umat Islam sejak pembentukan BPUPKI (dibentuk 29 April 1945 rapat 29 mei-1Juni), PPKI (dibentuk 7 Agustus tapi rapat 18 Agustus) maupun menjelang Kemerdekaan.  11 Agustus Soekarno, Hatta, Rajiman ke Dalat Vietnam bertemu Marsekal Terauchi. Menyiapkan Kemerdekaan. Terkesan berkompromi.  BPUPKI seru membahas dasar negara \"Islam\" ataukah \"Kebangsaan\". Negara Islam adalah aspirasi muslim pada tataran kenegaraan. Saat itu. 1 Juni 1945 tim perumus 9 orang akhirnya dibentuk dengan komposisi proporsional (4 Islam, 4 Kebangsaan, 1 Kristen) dan 22 Juni \"Piagam Jakarta\" ditandatangani. Baru pada 18 Agustus Pancasila dirumuskan final, berbeda sedikit dengan rumusan \"Piagam Jakarta\". Negara Pancasila dalam proses bernegara tetap bertahan, yang berubah adalah UUD. Sidang Konstituante dibentuk untuk membuat UUD di Bandung pada November 1956 hingga 5 Juli 1959 akan tetapi tidak berhasil. Berakhir dengan Dekrit Presiden. Konsideran Dekrit menyatakan Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945. Negara Pancasila adalah kesepakatan bersama yang menurut Muhammadiyah disebut \"Darul Ahdi wa Syahadah\" Negara Kesepakatan dan Pembuktian.  Kontribusi muslim untuk negara Pancasila, antara lain : Pertama, umat Islam konsisten menerima Pancasila dan UUD 1945. Mempertahankan dari penjajahan ulang Belanda melalui fasilitasi Inggris dalam Agresi I, 10 Nov 1945 Bung Tomo  pekik takbir. Terbunuh Jenderal Mallaby. Agresi ke II tokoh Masyumi Mr Syafrudin Prawiranegara 1948-1949 menjadi Presiden PDRI setelah Soekarno-Hatta ditangkap dan dibuang ke Bangka.  Kedua, 1959-1965 berhadapan dengan kekuatan Komunis. Pembantaian umat Islam Madiun, Magetan 1948. Tokoh Masyumi banyak dibunuh. PKI ingin mendirikan negara Komunis mengubah negara Pancasila. Umat Islam mempertahankan hingga kasus 1965 PKI.  Pembubaran Masyumi tahun 1960 dengan alasan terlibat PRRI sesungguhnya adalah hasil lobby PKI.  Ketiga, tahun 2020 Pancasila dicoba digerus melalui RUU HIP yang berbau kiri. Beberapa ciri antara lain tidak memasukkan Tap MPRS No 25/MPRS/1966, asas gotong royong untuk eka sila, agama yang dipinggirkan atau disejajarkan dengan kebudayaan dan rohani. Pancasila yang dimaksudpun ternyata rumusan 1 Juni 1945. Upaya penelikungan ideologi.  Keempat, muslim berkontribusi untuk memperkuat civil society. Negara Pancasila adalah negara \"masyarakat madani\" membangun welfare state. Menafikan dominasi negara (state) atas rakyat/masyarakat. Ormas Islam bergerak dalam lapangan keagamaan dan kemasyarakatan. Amal-amal usaha Ormas Islam sebagai sarana penguatan civil society.  Kelima, negara Pancasila adalah negara anti Islamophobia. Kontribusi muslim yang senantiasa menekankan pemaknaan Islam sebagai agama rahmatan lil \'alamin, karenanya Negara Pancasila harus mewaspadai penyimpangan makna moderasi beragama untuk sekularisasi, liberalisasi, dan de-Islamisasi.  Adalah suatu kejahatan politik bila ada upaya untuk mengaburkan kontribusi umat Islam dalam sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara. Meminggirkan kekuatan politik keumatan atau menjadikan umat Islam dalam kiprah politiknya sebagai musuh atau lawan yang harus dilumpuhkan.  Adalah kebodohan luar biasa jika ingin memajukan Indonesia untuk segala bidang dengan tidak menjadikan umat Islam dan nilai-nilai kejuangannya sebagai mainstream kemajuan bangsa.  Bandung, 4 Desember 2022

Kenapa Harus Iri Hati ke Partai Nasdem?

Ini keinginan pendukungmu yang dulu berjuang untukmu PS, tapi kalah dua kali. Kalau ARB sebagai Presiden dan PS sebagai Wapres, maka selesailah konflik di bawah selama memasuki 10 tahun terakhir ini. Oleh: Moh. Naufal Dunggio, Aktivis dan Ustadz Kampung GAK salah yang agama sudah bilang. Berbuat baiklah lebih dulu dan jangan tunggu orang lain yang lakukan lebih dulu hal yang baik itu. Karena Partai Nasdem lebih dahulu yang calonkan Anies Rasyid Baswedan, maka gak salah kalau elektabilitasnya naik secara otomatis. Itu karena rakyat sedang Demam Anies. Lihat saja kasus di Aceh. Dilarang di lapangan terbuka, Anies malah datang ke masjid dan ribuan rakyat tanpa dibayar datang menyambutnya. Kalau bakal Capres lain datang rakyat sambut karena dibayar tapi kalau Anies yang datang rakyat sambut dengan teriakan presiden-presiden-presiden tanpa harus dibayar. Ini yang menjadikan pihak Istana demam goyang. Setiap Anies ke daerah, pihak Istana dan para bakal Capres yang lain sudah siap di kantongnya obat Parasetamol menurunkan panas dalam karena melihat Anies disambut gegap-gempita oleh jutaan warga. Bahkan di acara partai Garida, maksudnya Gerinda nama Anies diteriakan sebagai presiden. Ini alamat yang tujuannya jelas agar Partai Gerinda koalisi dengan Nasdem mencalonkan Anies Rasyid Baswedan (ARB) sebagai presiden dengan Prabowo Subianto (PS) sebagai wakil presiden. Kalau ARB gak mau dengan Jenderal Budi Gunawan (BG), maka tidak salah kalau ARB berpasangan dengan PS. Cuma hilangkan keegoan diri pribadi demi membangun bangsa dan tanah air ini. Prabowo sudah 3 kali ikut kontestasi Capres dan Cawapres dan kalah. Nah, kalau ikut lagi keempat kali sebagai Capres ada kemungkinan kalah juga dan partainya akan terpuruk menjadi nol koma. Sebagai prajurit sejati tidak salah kalau PS jadi Wapres Anies. Itu bukan penghinaan, tapi itu marwah bangsa yang diutamakan. Persetan orang di luar mau bilang apa. Yang penting NKRI tetap terjaga utuh seperti semula. Sebab NKRI sudah terjual sama Jokowi dan gengnya. PS harus turun langsung membenahi itu. Hanya bisa kalau berpasangan dengan ARB. Buang jauh-jauh rasa tinggi hati dan sombong demi Ibu Pertiwi. Maaf ya, secara logika PS sudah gak laku lagi dan sudah tue. Berikan kepada yang lebih muda dalam menjalankan amanah ini. Yang tue-tue berdzikir saja sambil memberikan support kepada yang muda dari belakang. Ini keinginan pendukungmu yang dulu berjuang untukmu PS, tapi kalah dua kali. Kalau ARB sebagai Presiden dan PS sebagai Wapres, maka selesailah konflik di bawah selama memasuki 10 tahun terakhir ini. Dan ini pasangan Maut dunia akhirat bilkhusus di dunia, lebih khusus lagi di Asia Tenggara. Jadi dech kita jadi Macan di Asia. Semoga tulisan ini sampai ke tangan PS dan jadi kenyataan dua pasangan maut ini. Kalau Malaysia punya Anwar Ibrahim kita punya ARB dan PS. Cakeeep…. (*)

De-Aniesasi Itu Jahat

Oleh Ady Amar - Kolumnis  Ini bukan sekadar perkara menghilangkan jejak kinerja yang ditinggalkan Anies Baswedan sebagai gubernur DKI Jakarta, tapi lebih dari itu. Lebih pada hak-hak warga yang dihilangkan, atau dihapus lewat kebijakan dengan berbagai alasan dimunculkan. De-Aniesasi namanya, seperti dihadirkan lewat Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, yang seperti punya tugas khusus untuk itu. Heru Budi memang pilihan Presiden Joko Widodo (Jokowi), bukan langsung pilihan warga Jakarta lewat Pilkada. Maka keterikatan Heru Budi seolah menempel hanya pada Presiden Jokowi. Menjadi keharusan jika  Heru Budi cukup hanya menjalankan kebijakan yang dibuat gubernur sebelumnya, Anies Baswedan, yang dipilih lewat Pilkada. Meneruskan pembangunan jangka panjang, khususnya yang dibuat lewat Peraturan Gubernur (Pergub). Heru Budi mestinya cukup merawat dan memastikan kelanjutan keberlangsungan pembangunan yang telah dicanangkan. Tapi yang terjadi tidak demikian. Anggaran jalur sepeda dihapus dari APBD 2023. Padahal pembangunan perpanjangan jalur sepeda, itu tertuang dalam Pergub Nomor 25 Tahun 2022, tentang Rencana Pembangunan Daerah (RPD) DKI Jakarta, Tahun 2022-2023, yang ditandatangani Anies pada 10 Juni 2022. Upaya Heru Budi menghapusnya, itu mengabaikan Pergub yang sudah dibuat, bahkan tanpa alasan bisa disampaikan, itu mengherankan. Heru Budi mestinya sadar bahwa sebagai pejabat gubernur, ia hadir dari hasil penunjukan penguasa. Artinya, ia tidak punya legitimasi secara demokratis. Makna yang lebih jauh lagi, ia tidak boleh melakukan langkah sesukanya. Tapi langkah yang dilakukan Heru Budi, justru langkah sebaliknya. Melakukan langkah sepuas yang ia inginkan. Merasa diri tidak terbebani oleh janji kampanye. Karenanya, luput dari diskursus publik untuk setiap kebijakan yang dibuat. Meski langkah yang dilakukannya itu offside, jika dilihat dari asas kepatutan, dan lebih jauh lagi dari etika demokrasi. Heru Budi seperti tidak perduli oleh itu semua, tetap nekat mengotak-atik anggaran APBN. Berani karena pastilah punya beking tidak sembarangan. Bekingnya tidak tanggung-tanggung, Presiden Jokowi, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, dan anggota DPRD DKI Jakarta dari partai penguasa, yang memang menguasai suara mayoritas. Seperti koor mempreteli hasil kerja yang dibuat Anies Baswedan, itulah de-Aniesasi. Dampak dari de-Aniesasi juga merambat pada para pekerja profesional di lingkungan Pemprof DKI Jakarta. Pertama, menyasar mengena Mohamad Aprindy, yang dicopot dari Direktur Utama MRT Jakarta, yang baru 3 bulan dijabatnya. Alasan pencopotan bisa diberi sekenanya. Tapi publik lebih percaya, bahwa itu upaya bersih-bersih pejabat yang diangkat Anies Baswedan. Bersih-bersih itu berlanjut pada semua pejabat Jakpro yang terlibat dalam ajang Formula E, dan juga yang terlibat dalam pembangunan Jakarta International Stadium (JIS), menerima nasib diberhentikan. Mestinya mengangkat dan memberhentikan pejabat, itu berdasar pada profesionalitas kerja yang bersangkutan. Tapi yang dilakukan Heru Budi lebih tampak sebagai pemenuhan syahwat de-Aniesasi. Tidak salah jika orang menyebut, diangkatnya Heru Budi itu semata cara Jokowi membalas dendam menggebuk Anies dengan nyilih tangan orang lain. Tangan Heru Budi yang dipakainya. Anies memang punya salah apa, sehingga diperlakukan demikian, sulit untuk bisa dijawab. Itulah de-Aniesasi, sebuah proyek yang jika mungkin menjadikan tidak ada lagi peninggalan Anies yang bisa dilihat di Jakarta. Sulit diharap bisa berpikir sehat, dan bahkan tanpa merasa risih, bahwa yang dihilangkan itu hak-hak publik, yang dibangun dengan uang dari pajak rakyat. Bertindak dengan nafsu de-Aniesasi, seolah dengan itu karya Anies di Jakarta tidak lagi bisa dilihat jejaknya. Padahal tidak demikian. Karya Anies yang utama sebagai Gubernur DKI Jakarta tidak semata hadirnya bangunan fisik, tapi juga keberhasilan dalam  membahagiakan warganya--lihat survei tentang kepuasan publik Jakarta atas kerja Anies Baswedan selama 5 tahun selaku Gubernur DKI Jakarta, yang dilakukan LSI 80,5 Persen, dan Populi Centre 83,5 Persen--soal itu mustahil bisa dihapus. De-Aniesasi itu laku jahat. Sikap jumawa seolah bisa melakukan apa saja tanpa melihat urgensinya. Sepertinya itu yang terus serius dilakukan, tanpa perlu risih sedikit pun. Nafsu de-Aniesasi bisa disudahi, jika ada perlawanan keras warga Jakarta untuk menghentikannya. Warga yang merasa hak-hak individunya dirampas dan dihabisi, semata karena Anies pernah menjadi gubernurnya. Absurd. Di era Presiden Jokowi berkuasa, absurditas memang mendapatkan tempat, bukan lagi sesuatu yang aneh, justru diadopsi jadi hal biasa. Semua yang tidak mungkin bisa dimungkinkan. Etika dan asas kepatutan dibuat tidak punya rumus baku lagi. Saya dan tentu Anda pun merasakannya, tapi tetap mentolerir. Tapi pada saatnya semua akan mempertanyakan itu semua, dan bahkan dengan cara yang absurditas pula. Itulah lonceng kemarahan yang digerakkan oleh perasaan yang sama, yang mestinya tidak perlu terjadi. (*)

Anies Bapak Politik Identitas, Katanya

“Anies Bapak Politik Identitas”, katanya. Khawatirnya itu ada yang kurang memahami bahwa dalam diri setiap orang sudah melekat identitasnya. Apa yang ingin mereka hilangkan? Agamanya? Jenis kelaminnya? Sukunya? Oleh: Sulung Nof, Penulis ANIES Baswedan sedang dilabel sebagai “Bapak Politik Identitas”. Serangan ini lucu sekaligus pandir. Mengapa? Sebab tuduhan yang diarahkan kepada Anies tampak inkonsisten dan selalu berubah sesuai pesanan. Mantan pemimpin dan pelayan warga DKI Jakarta tersebut dianggap sebagai gubernur penjual ayat. Padahal yang jelas-jelas membawa ayat adalah Basuki Tjahaja Purnama-BTP alias Ahok saat menyebut “jangan mau dibohongi pakai surat Al-Maidah”. Anies juga dituding gubernur yang jual mayat gegara ada spanduk di sebuah masjid yang menolak untuk menyalati jenazah pendukung penista agama. Faktanya, justru beliau yang menawarkan diri menjadi imam shalat jenazah. Bakal Calon Presiden itu juga dituduh sebagai pemimpin sektarian. Faktanya, Anies justru diusung pertama kali oleh Partai Nasdem. Konsekuensinya parpol ini dimusuhi Istana dan para pendengung. Jadilah ia disebut Nasdrun. “Anies Bapak Politik Identitas”, katanya. Bahkan, sebelumnya Anies disebut beraliran Syiah, Salafi/Wahabi, dan lainnya. Padahal semua sebutan itu saling bertentangan. Kita jadi meragukan nalar mereka karena racauan tersebut. Anies Baswedan sendiri adalah aset penting yang entah mengapa dilepas oleh penguasa. Tengoklah videonya saat beliau berikan arahan kepada relawan di Pilpres 2014. Semua menyimak dengan rasa kagum, betapa hebatnya sosok pembicara itu. Maka ketika posisinya berhadapan pada Pilgub DKI 2017, amarah mereka jadi tidak terkendali sampai ubun-ubun. Tahu sendirilah kalau orang emosi, yang keluar dari mulutnya tidak diayak. Orang Betawi menyebutnya “ngebacot”. “Anies Bapak Politik Identitas”, katanya. Tapi mengapa saat putrinya menikah tempo hari tidak \'dipaksa\' menggunakan hijab? Sebab, beliau tahu bahwa hal itu baiknya lahir dari keyakinan diri sendiri, bukan dari tekanan dan paksaan. Hanya karena cucu dari Pahlawan Nasional Indonesia itu didukung oleh Imam Besar Habib Rizieq Syihab dan organisasinya ini lantas Anies dituduh menjual agama? Bukankah beliau juga dekat dengan semua pemuka agama yang ada tanpa kecuali? Sehingga beliau lebih tepat digelari Bapak Kesetaraan. Serangan sporadis yang ditujukan kepada Anies tampak ambivalen saat beliau dianggap tidak satupun membangun masjid. Namun, faktanya di masa beliau beberapa masjid terbangun. Buktinya adalah Masjid Amir Hamzah. Ditambah lagi ada kebijakan dana BOTI. “Anies Bapak Politik Identitas”, katanya. Khawatirnya itu ada yang kurang memahami bahwa dalam diri setiap orang sudah melekat identitasnya. Apa yang ingin mereka hilangkan? Agamanya? Jenis kelaminnya? Sukunya? Jangan berlindung di balik propaganda politik identitas, tapi sebenarnya ada agenda tersembunyi melawan konstitusi. Dalam Pembukaan UUD 1945 jelas disebut bahwa kemerdekaan Indonesia diraih “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa”. Anies sudah membuktikan kinerja dan prestasinya di ibukota. Saat ini beliau ingin menunaikan janji kemerdekaan dalam cakupan yang lebih besar, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Selama Anies menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, adakah rumah ibadah dirobohkan? Atau adakah deretan rumah warga dibuldozer? Atau adakah kebijakan yang diskriminatif? Atau adakah perilaku beliau yang intoleran dan radikal? Jika hanya katanya bukan faktanya, maka jangan terjebak pada propaganda. Sebab, faktanya, di masa kepemimpinan Pak Anies, Jakarta meraih indeks demokrasi, toleransi, dan kohesivitas yang terbaik. Dan alhamdulillah tingkat kepuasan publik mencapai 83%. Bandung, 03122022. (*)