OPINI
Posko Pilihan Rakyat: Bersama Rakyat Melawan Kudeta Konstitusi
Bagi lawan politiknya, Anies memang ancaman. Tidak hanya karena survey menempatkan Anies teratas dari sisi elektabilitas, tetapi juga karena fakta lapangan terlihat lebih menyeramkan, melampaui ekspektasi hasil survey. Oleh: Tamsil Linrung, Anggota DPD RI ADA tiga hal signifikan yang membuat isu perpanjangan masa jabatan dengan modus penundaan Pemilu perlu direspon rakyat secara super serius. Pertama, bakal dilantiknya 272 penjabat kepala daerah. Kedua, isu Kitab Undang-Undang hukum Pidana (KUHP) yang disinyalir terkait dengan rencana busuk ini. Dan ketiga, informasi bahwa mayoritas Anggota DPR dan DPD telah sepakat penundaan Pemilu. Jelang Pemilu 2024 jumlah Pj kepala daerah yang akan dilantik sebanyak 272. Ini bukan angka kaleng-kaleng, karena bobotnya separuh dari total 548 kepala daerah di tanah air. Pertanyaannya, bila selama ini presiden begitu sibuk dan terbuka mendukung calon tertentu, bagaimana dengan 272 Pj kepala daerah itu? Pertanyaan berikutnya, apa jadinya bila mereka dikonsolidasi mendukung perpanjangan masa jabatan presiden? Pj kepala daerah berpotensi menjadi perpanjangan tangan kekuasaan untuk kepentingan politiknya. Potensi itu muncul karena Sang Pj ditunjuk penguasa, bukan dipilih rakyat melalui Pemilu. Gelagatnya terlihat dari gerilya Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menghapus jejak Anies Rasyid Bawedan. Sulit menepis tudingan, kebijakan kontroversial Pj Gubernur hasil penunjukan Presiden Joko Widodo ini tidak terkait dengan Pemilu 2024. Ini sama sulitnya menepis dugaan bahwa Heru akan ikut mendukung penundaan Pemilu kalau-kalau ada perintah. Sekali lagi, penundaan Pemilu adalah soal yang harus direspon rakyat secara keras. Bisik-bisik beberapa kawan, lebih dari 75 persen Anggota DPR telah setuju ²penundaan Pemilu. Itu artinya, perkara perpanjangan masa jabatan melalui penundaan Pemilu tinggal menunggu momentum yang tepat. Rakyat tidak boleh lengah. Terlebih, pengesahan KUHP disinyalir terkait pula dengan gagasan upaya melawan konstitusi secara berjamaah ini. Dalam rapat antara Komisi III DPR dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly, Benny K. Harman mendengar KUHP yang cepat-cepat disahkan karena tahun depan akan ada \'Dekrit Penundaan Pemilu\' dan yang protes-protes akan ditangkap semuanya. Konsitusi tegas bahwa, presiden dan wakil presiden, kepala daerah, dan anggota legislatif hanya bisa menduduki jabatannya lima tahun sekali melalui Pemilu, titik. Tidak ada ruang lebih dari lima tahun dan tidak ada mekanisme lain untuk menjabat kembali kecuali melalui Pemilu, baik melalui Dekrit Presiden, Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (PERPPU), dan lain-lain. Bila penundaan Pemilu dipaksakan, maka itu adalah perbuatan melawan konstitusi. Apapun alasan penundaan itu, satu-satunya pihak yang rugi adalah rakyat. Sementara presiden, wakil presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD semuanya untung, termasuk lembaga-lembaga tinggi negara lainnya, seperti MK, MA, KY, KPK karena mendapat jatah waktu tambahan menduduki jabatannya. Rakyat rugi karena selama ini rezim gagal menampilkan prestasi signifikan. Yang ada, tanah air malah semakin dalam memasuki jurang kehancuran. Hutang negara menumpuk, korupsi merajalela, oligarki menguat, politik dinasti mencuat, pembangunan infrastruktur tidak tepat sasaran, dan seterusnya. Sayangnya, tidak terlihat perbaikan signifikan. Sebaliknya, kebijakan yang memunggungi rakyat terus diproduksi. Subsidi Bahan Bakar Minyak, pupuk, atau listrik dipangkas tetapi subsidi kendaraan listrik digelontorkan. Import bahan pangan dilakukan, tapi sedikit yang mengkritisi hasil dari program food estate yang dulu digembar-gemborkan itu. Itu hanya sedikit contoh, dari sekian banyak yang bisa diurai. Posko Pilihan Rakyat Kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat. Jika elit tidak lagi dapat menjadi panutan berkonstitusi dengan baik, rakyat berhak “meluruskannya”. Bila elit memaksakan pelanggaran kostitusi berjamaah, rakyat berhak memberontak. Perbuatan inkonstitusional kita lawan dengan cara konstitusional. Menjadi kewajiban kita menjaga tegaknya konstitusi. Untuk itu, kami menginisiasi Posko Pilihan Rakyat (PPR). Fokusnya pada tiga hal. Pertama, saling berjejaring (bersama posko lain yang akan dibentuk di daerah-daerah) melawan upaya kudeta konstitusi. Kedua, bahu-membahu mengawal Pemilu jujur, Adil, dan tepat waktu. Ketiga, menjadi wadah silaturahim, diskusi, dan konsolidasi relawan Anies Rasyid Baswedan. Kenapa harus Anies? Karena Anies Bacapres yang sarat karya dan prestasi. Anies pula dikenal sebagai Bacapres yang mengusung perubahan. Beberapa Bacapres lainnya yang masuk dalam hitungan lembaga survey cenderung berposisi sebagai penerus Jokowi, sementara Jokowi sendiri terbukti tidak membawa bangsa ke arah yang lebih baik. Bagi lawan politiknya, Anies memang ancaman. Tidak hanya karena survey menempatkan Anies teratas dari sisi elektabilitas, tetapi juga karena fakta lapangan terlihat lebih menyeramkan, melampaui ekspektasi hasil survey. Di mana-mana, Anies disambut gegap gempita penuh sukacita. Lawatan terakhir Anies di Pangkep, Sulawesi Selatan, bahkan dihadiri puluhan atau seratusan ribu orang. Mereka datang sukarela, tanpa iming-iming amplop, goodybag, apalagi tipu-tipu kemasan acara. Menengok fakta itu, lawan politik jelas meriang. Lawan politik Anies bukan saja Bacapres yang diprediksi bertarung pada Pemilu 2024. Lawan politik Anies juga adalah mereka yang menghendaki menjabat lebih lama dari waktu yang ditentukan konstitusi, dengan mengorbankan pemilu tepat waktu. Dari Bintaro, Tangerang Selatan, semangat itu bermula. Rumah pribadi telah saya siapkan untuk mengawali perjuangan ini. Daerah lain akan kita konsolidasi masif, semasif upaya berjamaah kudeta konstitusi. Kita melawan kudeta konstitusi karena kesadaran bernegara. Kita mendukung Anies karena gagasan, karya, dan potensinya, bukan sekadar urusan uban dan kerutan di wajah. (*)
Merekalah “Pengkhianat Konstitusi”
Mengapa Muhaimin, Airlangga, dan Zulhas terkesan ngotot menginginkan ada penundaan Pemilu 2024? Saya yakin, data tipikor yang diduga dilakukan oleh mereka sudah ada di KPK, sehingga ketiganya perlu “carmuk” ke Presiden. Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Forum News Networ-FNN SEOLAH ada sebuah \'orkestra\' yang tengah berjalan, wacana untuk “Jokowi 3 Periode” ternyata masih berjalan. Dengan sedikit modifikasi di sana-sini, maka wacana itu menjelma menjadi bermacam-macam wacana turunan. Ada yang mengusulkan dekrit, ada pula yang telah mengusulkan penundaan pemilu. Tak hanya itu, wacana memperpanjang sedikit waktu masa jabatan presiden juga mengemuka, seperti penambahan 2-3 tahun masa jabatannya. Teraktual, dua pimpinan lembaga tinggi negara, Ketua DPD LaNyala Mahmud Mattalitti dan Ketua DPR Bambang Soesatyo serta disusul Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi, yang ikut mengusulkan wacana-wacana tersebut. Hal itu semakin menguatkan bahwa “orkestra sumbang” kontra-konstitusi sebenarnya masih berjalan di tengah penolakan “malu-malu atau pura-pura” yang dilakukan Presiden Joko Widodo sendiri. Seperti, saat mengumpulkan relawannya yang dikemas “Musyawarah Rakyat” di Gelora Bung Karno, tiba-tiba muncul spanduk “Presiden 3 Periode”. Usulan terkait perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi kembali mengemuka. Kali ini datang dari Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Disusul dari Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Inilah yang mengundang kegaduhan politik nasional, meski Presiden Jokowi sendiri tidak tegas menolaknya. Bahkan, Ketua Umum Pro Jokowi (ProJo), Penanggung Jawab Musra, Budi Arie Setiadi menyebut, di wilayah Indonesia timur masyarakat mendukung Presiden Jokowi untuk menjadi presiden selama tiga periode. “Indonesia timur masih menginginkan pak Jokowi lagi tiga periode, bahkan di Indonesia Timur, seperti Papua dan Maluku bisa seumur hidup. Bukan tiga periode lagi,” ungkap Budi dalam diskusi Total Politik secara daring, Ahad (18/12/2022). Hanya saja Ketua Umum Projo ini menegaskan, pihaknya tunduk terhadap konstitusi yang membatasi masa jabatan presiden hanya dua periode. Tapi, sebagai aspirasi tentunya tidak dilarang. Menurut Budi, Musra Relawan Jokowi ini juga bukan dimaksudkan untuk mendorong wacana tiga periode. Namun, hanya digunakan oleh relawan Jokowi untuk menyerap aspirasi terkait calon presiden di 2024. “Saya mau menjelaskan posisi musra ini sebagai laboratorium politik untuk menyerap aspirasi rakyat. Tidak didesain untuk tiga periode tidak,” tegasnya. Usulan terkait perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi kembali muncul. Usulan kali ini datang dari Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Dia punya alasan tersendiri menyerukan perpanjangan dua tahun masa jabatan Presiden Jokowi. Pasalnya, masa pemerintahan Jokowi, menurutnya, habis untuk menangani pandemi Covid-19. Untuk itu, dia mengusulkan agar masa jabatan Presiden Jokowi diperpanjang 2 tahun untuk menggantikan atau \'menebus\' kinerjanya yang terhambat selama pandemi Covid-19. Menurutnya, melihat Jokowi sudah dua tahun karena situasi Covid-19, belum menunjukkan hasilnya. “Sekarang dua tahun sudah dilewati, ya kenapa nggak ditambah saja 2 tahun lagi untuk nebus yang Covid-19 kemarin,” ujar Nyalla saat memberikan sambutan pada Munas XVII HIPMI, Senin (21/11/2022). Selain alasan itu, Nyalla juga menyebut penyelenggaraan pemilu 2024 hanya akan membuang waktu. Ia juga menyebut ada “kelompok” yang mengontrol atau menguasai pemilu, sehingga ada baiknya juga jika ditunda. “Kalau kita pakai yang namanya pemilu coblos-coblos, ini palsu semua. Ini kita sudah bisa hafal sudah dikuasai oleh satu kelompok ini,” ungkapnya tanpa menyebut kelompok yang dimaksud itu. Oligarkikah? “Nanti hasilnya sudah ditentukan di atas. Daripada buang-buang uang untuk pemilu, lebih baik ditunda saja, saya bilang gitu,” lanjut LaNyalla. Sebagai solusinya, LaNyalla menyarankan agar pemilihan presiden kembali dilakukan oleh MPR, bukan melalui suara rakyat, karena menurutnya, pilpres dengan menggunakan coblos-coblosan hanya akan membebani rakyat. Nyalla melanjutkan, ia juga mengeluarkan pernyataan yang meminta Presiden Jokowi untuk mengeluarkan dekrit mengembalikan Konstitusi ke Undang-Undang Dasar \'45 sesuai dengan naskah aslinya. “Nanti dari adendum itu, bisa sambil diperbaiki. Kita persilakan presiden (bisa) memperpanjang, mau 2 tahun, mau 3 tahun silakan, yang penting adendum di dalamnya selesai. Jadi pemilihan presiden cukup melalui MPR, nggak usah lagi coblos-coblosan, kasihan rakyat,” pungkas Nyalla. Gayung bersambut. Ketua MPR yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengelak disebut menginginkan penundaan Pemilu 2024. Bamsoet balik menuding komentar terhadap pernyataannya terlalu jauh. “Pertama, apa yang disampaikan dalam komentar berita-berita itu melintirnya terlalu jauh. Yang minta pemilu ditunda siapa? Saya hanya mengajak berpikir. Masa berpikir saja tidak boleh,” kata Bamsoet, Ahad (11/12/2022). Bamsoet menjelaskan, tahapan Pemilu 2024 sedang berjalan. Kecuali ada sesuatu hal yang luar biasa sebagai mana diatur dalam konstitusi dan undang-undang (UU), seperti faktor alam dan nonalam, perang dan lain-lain yang membuat pemilu tidak bisa dilaksanakan seluruhnya atau sebagian. “Saya kan hanya mengajak berpikir. Masa berpikir saja tidak boleh,” ujarnya. Menurut mantan Ketua DPR ini, dirinya hanya membuka diskursus publik. Ia pun mempersilakan orang lain untuk mengutarakan tanpa kemarahan. Yang pasti, konstitusi yakni UUD 1945 sudah mengatur dengan jelas, pemilu dilakukan setiap lima tahun dan masa jabatan presiden lima tahun dengan maksimal menjabat dua periode. Usul Tunda Adalah Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang pertama kali menggulirkan usulan penundaan Pemilu 2024. Gayung bersambut. Dua ketua umum parpol lainnya juga ikut mendukung usulan agar Pemilu 2024 ditunda. Mereka adalah Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketum PAN Zulkifli Hasan. Ketiga partai politik yang mendukung usulan tersebut adalah parpol pendukung pemerintahan Presiden Jokowi. Bahkan dua di antaranya adalah pengusung Jokowi – Ma\'ruf Amin saat Pilpres 2019, yaitu PKB dan Golkar. Muhaimin yang akrab dipanggil Imin ini mengusulkan Pemilu 2024 ditunda setelah mengaku mendengar masukan dari para pengusaha, pemilik usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), hingga analis ekonomi. “Dari semua (masukan) itu saya mengusulkan Pemilu 2024 ditunda satu atau dua tahun,” kata Muhaimin dalam keterangan persnya, seperti dilansir dari Kompas.com, Rabu (23/2/2022). Menurut Muhaimin, usulan tersebut muncul karena dia tidak ingin ekonomi Indonesia mengalami pembekuan setelah dua tahun stagnan akibat pandemi Covid-19. Imin mengatakan, akan ada banyak momentum untuk memulihkan ekonomi selama 2022-2023. Sementara itu, gelaran pemilu ia nilai bisa mengganggu prospek ekonomi. Alasan lain untuk menunda pemilu, kata Muhaimin, mengacu pada analisis big data perbincangan di media sosial. Dari 100 juta subyek akun di media sosial, sebanyak 60 persen mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak. “Big data mulai jadi referensi kebijakan dalam mengambil keputusan,” ujarnya. “Pengambilan sikap bergeser dari sebelumnya mengacu pada survei, beralih pada big data,” kata Muhaimin dalam keterangannya, Sabtu (26/2/2022). Elit parpol kedua yang mendukung usulan penundaan Pemilu 2024 adalah Airlangga Hartarto. Airlangga mengaku mendapat aspirasi dari kalangan petani di Kabupaten Siak, Riau, terkait wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Airlangga pun berjanji akan membicarakan usulan tersebut dengan pimpinan partai politik lainnya. “Kami akan bicarakan aspirasi ini dengan pemimpin partai politik yang lain, dan bagi kami, bagi Partai Golkar, aspirasi rakyat adalah aspirasi partai,” kata Airlangga. “Oleh karena itu, kami akan terus menerima aspirasi rakyat dan tentu akan disalurkan,” ujarnya dalam kunjungan kerja di Siak, Kamis (24/2/2022), dikutip dari siaran pers. Ketum parpol ketiga yang turut mendukung usulan penundaan pemilu adalah Zulkifli Hasan. Terkait alasan penundaan pemilu 2024, Zulhas menjelaskan lima alasannya. Di antaranya karena situasi pandemi yang masih berlangsung dan perlu ada perhatian khusus, serta kondisi perekonomian yang belum stabil, sehingga pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat perlu melakukan pemulihan untuk kembali bangkit. Zulhas juga menyinggung perkembangan situasi konflik global yang perlu diantisipasi, antara lain perang Rusia-Ukraina dan tidak menentunya harga minyak dunia. Lalu, anggaran pemilu yang membengkak dari rencana efisiensi. Sehingga, menurutnya lebih baik dikonsentrasikan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat. Alasan lainnya adalah masih adanya keberlangsungan program-program pembangunan nasional yang tertunda akibat pandemi. “PAN setuju bahwa pemilu perlu dipertimbangkan untuk diundur,” ungkap Zulhas dalam keterangan tertulis, Jumat (25/2/2022). Mengapa Muhaimin, Airlangga, dan Zulhas terkesan ngotot menginginkan ada penundaan Pemilu 2024? Saya yakin, data tipikor yang diduga dilakukan oleh mereka sudah ada di KPK, sehingga ketiganya perlu “carmuk” ke Presiden. Bagaimana dengan Nyalla dan Bamsoet? Meski tidak ada maksud keduanya tunda pemilu, namun perpanjangan 2-3 tahun seperti yang dirumuskan oleh Nyalla itu tetap saja bisa mengubah agenda pemilu menjadi penundaan. Jadi, tetap saja, sebenarnya mereka itulah “pengkhianat konstitusi”. Mereka khianati amanat konstitusi yang sudah jelas isinya. (*)
Sekenario Kudeta Konstitusi
Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dab Pemerhati Bangsa GAK kapok. Wacana tunda pemilu muncul kembali. Sudah berulang kali. Aktornya itu-itu saja. Rakyat tahu mereka adalah para petualang yang terus berupaya cari keberuntungan. Gagasan tunda pemilu buat alat negosiasi. Gak puas dengan jabatan saat ini. Gak puas dengan posisi sekarang. Lalu, target posisi lain, tentu yang lebih tinggi dan punya pengaruh. Ada yang ingin jadi ketum partai. Ada yang ingin jadi presiden. Ada yang ingin terus dipakai jadi konsultan politik dan lembaga survei jalan. Begitulah cara berpikir petualang. Bertindak sesuai target pribadinya. Gak mikir rakyat. Gak peduli bangsa. Negara dikorbankan. Sungguh, rasa malu sudah ada di lutut. Mayoritas rakyat menolak. Itu hasil sejumlah survei. Mereka tetap cuek. Peduli apa dengan suara rakyat. Masa bodoh. Yang penting, target tercapai. Begitulah karakter pecundang. Pecundang tetap pecundang. Diam-diam, sekenario jalan. Test the water. Cek ombak. Imajinasikan tahun depan resesi dan krisis. Alasan uang negara tipis. Tapi, kereta cepat bisa selesai. IKN jalan terus. Kenapa pemilu mau diganjal karena alasan uang negara yang menipis? Alasan pandemi dibuat. Katannya, kerja dua tahun (2020-2021) gak efektif. Kalau begitu, kenapa 271 kepala daerah yang juga alami pandemi gak diperpanjang? Kenapa diganti PJ? Apakah para kepala daerah itu gak terdampak pandemi? Bukankah mereka dua tahun juga gak efektif bekerja? Begitulah kualitas otak ketika sudah dieksploitasi ambisi. Logikanya ngawur. Kalau bisa tunda pemilu, tunda. Begitu sekenarionya. Lihat reaksi rakyat. Jika gak ada gejolak, lanjut. Ada gejolak, masuk sekenario kedua: pemilihan presiden oleh MPR. Lebih mudah kendalikan. Jumlah anggota MPR terbatas. Siapkan logistik sekian, semua mau diberesin. Calon boneka dipasangkan. Mirip gubernur jadi-jadian. Pintunya? Lewat amandemen UUD. Sekali dibuka pintu amandemen, sekenario jalan. Lobi- lobi untuk cari kompromi makin intens. Ada uang, ada juga jabatan. Tinggal dibagi-bagi. Semua pasti kebagian. Buat semuanya merasa menang. Ini akal-akalan. Tujuannya? Singkirkan lawan dan perpanjang masa kekuasaan. Hanya ganti para figurannya. Rakyat mesti paham. Rakyat mesti tahu ada orang-orang yang sedang sekenariokan ini. Bahaya! Negara dikorbankan demi ambisi dan nafsu tetap berkuasa. Aturan diotak-atik supaya jadi jalan untuk terus menikmati kekuasaan. Gak peduli orang mau bilang apa. Gak peduli sejarah akan mencatat apa. Hari ini berkuasa, besok bagaimana caranya agar tetap bisa berkuasa. Politik untuk politik. Politik semata untuk berkuasa. Halalkan semua cara. Gak ada kepentingan negara yang hadir disana. Sebagian besar rakyat sudah lelap kena hipnotis BLT (Bantuan Langsung Tunai). Rakyat yang lain berhasil ditakut-takuti dengan kelompok yang diimajinasikan radikal dan mengerikan. Lalu muncul iblis-iblis membawa bendera ideologi. Dan rakyat pun asik menikmati drama tipuan ini. Dalam situasi ini, dibutuhkan kumpulan orang-orang waras. Mahasiswa dan aktifis waras. Mereka harus mencegah sekenario busuk ini. Pertama, suarakan kebenaran. Terus suarakan, sehingga semua telingga anak bangsa mendengar. Kedua, sadarkan rakyat. Sentuh logikanya. Ketiga, lakukan semua langkah untuk melawan segala upaya kudeta terhadap konstitusi. Jakarta, 19 Desember 2022
Fatal: Presiden Memberi Karpet Merah Oligarki!
Oligarki bergerak taktis untuk menguasai Jakarta sebagai Center of Gravity Indonesia untuk dikuasai dan memindah Ibukota Jakarta ke Kalimantan (IKN). Semua dalam kendali Oligarki. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih KEKUATAN Oligarki ini sudah muncul di Indonesia sejak abad ke-13 sangat mungkin sudah muncul pada masa sebelumnya untuk menguasai Indonesia. Sejak masa kerajaan, penjajahan, kemerdekaan dari Presiden Sukarno sampai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) para oligarki terus merangsek masuk pada jaringan kekuasaan secara langsung, sehingga mereka ingin (bisa) mengatur, mengendalikan dan menguasai ekonomi dan politik negara. Tetap tertutup masuk ikut menentukan kebijakan negara. Jembatan emas baru terbuka pada era Joko Widodo. Oligarki diberi karpet merah tanpa pertempuran, dipersilahkan masuk mengendalikan Indonesia. Inilah kesalahan fatal dan akan menjadi catatan hitam sejarah Indonesia. Tapak sejarah oligarki terus bergerak akan menguasai Indonesia sejak abad ke-13 Khubilai Khan utusan yang bernama Meng Khi menemui Kertanegara pada tahun 1289, dan memintanya takluk kepada Kubilai Khan. Pertengahan abad ke-19, para Oligarki di bawah kontrol pemerintah Hindia-Belanda, sudah membuat kekuatan luar biasa disebut Pecinan dan sampai sekarang sebagai pusat kendali ekonomi. Pada abad 21 oligarki sudah menyusun “Mind Mapping” meliputi: ekonomi, budaya, dan politik, masuk untuk tujuan imperium di Indonesia. Sifat ekspansionisme dan semangatnya dalam geopolitik adalah bagian dari konsep China Raya, masuk di Indonesia. Kebijakan ini dikunci dengan doktrin One China. Pada masa penjajahan Belanda, oligarki sudah melakukan penyuapan kepada pegawai kompeni sudah dipraktikkan. Dengan minum-minuman keras hingga memberikan regognitiegeld (uang-uang dibayar setiap tahun yang dibayarkan sebagai pengakuan atas hak). Belanda tidak akan mampu menguasai Nusantara selama 350 tahun tanpa adanya bantuan opsir dari para oligarki itulah sebenarnya yang melakukan dan melaksanakan order penindasan. Berabad-abad Belanda mewariskan struktur ekonomi yang didominasi para oligarki. Saat itu warga pribumi sudah disingkirkan dengan sebutan Inlander sehingga digolongkan dalam kelas terbawah. Oligarki ini memegang teguh ajaran dan filsafat Sun Tsu bahwa politik bisnis, bisnis itu perang. Kalau pasar adalah medan perang maka diperlukan strategi dan taktik. “Serang mereka di saat mereka tidak menduganya, di saat mereka lengah. Haruslah agar kau tak terlihat. Misteriuslah agar kau tak teraba. Maka kau akan kuasai nasib lawanmu. Gunakan mata-mata dan pengelabuhan dalam setiap usaha. Segenap hidup ini dilandaskan pada tipuan”. Satu dari 36 teori Sun Tsu (jie dao sha ren) (“Bunuh dengan pisau pinjaman. Pinjam tangan orang-orang lain untuk membunuh musuhnya”). Teori ini sedang terjadi saat ini. Dalam strategi dagang, baik berupa investasi, operasi bisnis, juga diperlukan penyamaran. Semua harus dilakukan secara halus dan terduga. Tujuannya bisa cengkerama ekonomi dan merambah ke ranah politik. Sejak Indonesia merdeka pada masa Presiden Sukarno, ketika dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1959: Isinya melarang mereka berdagang di daerah-daerah di bawah tingkat kabupaten. Semua pedagang eceran China harus menutup usahanya di pedesaan. Ratusan ribu WNA dipulangkan ke negeri leluhur. Paska tragedi G 30 S PKI/1965 tersebut muncullah Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967: tentang pembatasan dan perayaan China. Disusul Surat Edaran Nomor 06/Preskab/6/67: tentang penggunaan nama China dan istilah Tionghoa/Tiongkok ditinggalkan. Muncullah Keputusan Presiden Kabinet Nomor 127/U/KEP/12/1966: tentang nama bagi masyarakat China. Beruntun keputusan Presiden Kabinet Nomor 37/U/IV/6/1967: tentang Kebijakan Pokok Penyelesaian masalah China. Pada tahun yang sama muncul Surat Edaran Presidium Kabinet RI Nomor SE.06/PresKab/6/1967: tentang kebijakan pokok WNI asing dalam proses asimilasi terutama mencegah kemungkinan terjadinya kehidupan eksklusif rasial. WNI yang masih menggunakan nama China diganti dengan nama Indonesia. Keadaan sangat penyakitkan ketika Pribumi sedang terus terkena gempuran, keluarlah Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi. Sebuah Keputusan yang menghilangkan akar sejarah terbentuknya NKRI. Pada masa Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur mencabut Instruksi Presiden Nomor 14/1967: melarang etnis China merayakan pesta agama dan penggunaan huruf China dicabut, dengan lahirnya Keputusan Presiden Nomor 6/2000, yang memberikan warga China kebebasan melaksanakan ritual keagamaan, tradisi, dan budaya kepadanya. Pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri juga mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2002, hari Imlek menjadi hari libur Nasional. Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, lahir Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 tentang pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE - 06/Pred.Kab/6/1967: isinya “kita tidak boleh menyebut China diganti Tionghoa atau komunitas Tionghoa”. Sebelumnya pada 1991 Lee Kuan Yew kerja sama dengan RRC di Singapura mengumpulkan China perantauan (Overseas Chinese) 800 oligarki (penguasaan besar) dari 30 negara, termasuk penguasaan China dari Indonesia. China berhasil melahirkan budaya kapitalisme sendiri. Dalam perkembangannya, para oligarki China dengan cerdik menawarkan pada ASEAN satu traktat perdagangan yang dikenal dengan CAFTA (China - ASEAN Free Trade Area), untuk menciptakan Sinosentrismo sesuai kepentingan ekonomi dan politiknya. Ini adalah permainan jangka panjang oligarki yang cerdik berlindung ingin ASEAN secara otomatis memperhitungkan kepentingan dan ketergantungan kepada China, termasuk Indonesia. Dan, saat ini kita kenal dengan strategi dengan nama One Belt One Road (OBOR). China memberi hutang dan menawarkan investasi kepada Indonesia bukan hanya bermotif ekonomi tetapi jelas ada motif politik ketergantungan Indonesia kepada China. Pada masa Presiden Joko Widodo, Oligarki telah sampai ada pintu gerbang kemerdekaannya. Rezim saat ini tak paham sejarah Karpet Merah disediakan oleh oligarki dan RRC. Semua nota kesepahaman dari China yang diatur dan dikendalikan oligarki ada beberapa implikasi strategis dan membahayakan keselamatan anak cucu, khususnya tentang hutang, investasi dan kedatangan jutaan warga China dengan alasan untuk kerja di proyek yang didanainya, semua diberi karpet merah tanpa kendala masuk ke Indonesia. Saat ini oligarki di Indonesia sudah sudah mulai masuk dalam pertarungan politik praktis telah mampu membeli semua perangkat UU, mendirikan partai politik dan menguasai perlemen serta sudah menguasai pada penguasa pengambil kebijakan negara. Oligarki sudah berhasil mengubah UUD 45, selangkah lagi target warga China harus bisa jadi Presiden Indonesia. Mereka sudah berhasil mengubah psl 6 (1) UUD 45 adalah prestasi gemilang sebagai pintu masuk China sebagai penguasa di Indonesia. Oligarki bergerak taktis untuk menguasai Jakarta sebagai Center of Gravity Indonesia untuk dikuasai dan memindah Ibukota Jakarta ke Kalimantan (IKN). Semua dalam kendali Oligarki. Geliat Oligarki melilit Garuda telah terjadi. Kecepatan China menguasai Indonesia berperan besar karena kelemahan Presiden Jokowi yang minim kapasitas dan minim pemahaman sejarah dan lemah dalam pengetahuan geopolitik yang sedang dimainkan China. Parahnya, indikasi begitu kuat semua kebijakan negara sudah dalam kendali oligarki. Saat ini bahwa Indonesia sudah dikuasi oligarki dan telah menguasai semua lembaga negara. Menguasai semua sektor ekonomi dan arah politik negara Indonesia dan saat ini oligarki sedang berjuang memperpanjang masa jabatan Jokowi bahkan ada skenario untuk masa 3 periode. Diduga kuat para pejabat tinggi negara di era Jokowi saat ini sudah terbeli dan harus bekerja sebagai “Satgas Pelaksana” dari semua rencana dan sasaran ekonomi dan politik Oligarki. (*)
Argentina Juara: Belajar Politik Kompetensi Dari Piala Dunia 2022
Oleh Asyari Usman - Jurnalis Senior FNN MENDEBARKAN sekali final Piala Dunia di Qatar, malam tadi. Argentina unggul 2-0 di babak pertama. Fantastis! Berat bagi Prancis untuk mencetak tiga gol di babak kedua supaya bisa menang. Melihat kehebatan Argentina di babak pertama, rasanya tak mungkin Prancis bisa membobol gawang lawan di babak kedua. Tapi, begitulah rupanya kalau final kelas dunia. Kedua tim yang bertemu untuk memperebutkan gelar juara, bukanlah tim yang diloloskan ke final lewat intervensi –entah oleh siapa. Argentina dan Prancis berjumpa di final karena mereka memang hebat. Mereka bukan boneka yang permainannya diatur oleh dalang-dalang seperti yang selama ini mengatur semua lini kehidupan di Indonesia. Kedua tim naik ke pucak pertarungan di final melalui seleksi pertadingan penyisihan yang berat tetapi fair. Bukan seperti seleksi presiden Indonesia 2014 dan 2019 yang penuh dengan rekayasa. Jauh dari itu. Dan bukan pula seperti seleksi presiden berikutnya yang sedang diintervensi oleh Jokowi. Piala Dunia jauh dari itu. Dan itulah sebabnya ratusan juta penonton sangat menikmati setiap operan umpan dan tendangan maupun sundulah penghasil gol. Tidak ada satu pun pertandingan yang tercemar kenaturalannya. Tidak ada tim boneka atau pemain boneka. Tidak ada wasit boneka maupun hakim garis boneka. Dan tidak ada seorang pun presiden atau perdana menteri boneka yang turun langsung ke Qatar untuk mendukung tim negaranya. Suasana tanpa boneka maupun dalang di final malam tadi, membuat semua kita yang menonton bisa mengambil kesimpulan bahwa skor 2-0 yang sangat kuat bagi Argentina di babak pertama, tidak dijamin akan bertahan sampai pluit penutup. Itulah yang terjadi. Manajer Prancis, Didier Deschamps, tampak tegang. Namun, kompetensinya sebagai pimpinan tim mampu membalikkan situasi. Prancis menyamai kedudukan 2-2 di babak kedua. Deschamps membangkitkan semangat juang dan mengeluarkan instruksi yang tepat dan berbasis analisis. Ini diikuti oleh kemampuan timnya untuk menerjemahkan instruksi-instruksi menjadi cara bertahan dan cara menyerang yang efektif. Deschamps adalah manajer yang tahu mengatasi krisis. Ini semua logis. Sebab dia adalah pemimpin yang memiliki literasi komprehensif tentang sepakbola. Dia adalah sepakbola itu sendiri. Deschamps menjadi kapten tim nasional Prancis sebelum pensiun dan menjadi pelatih. Dia tidak gamang. Ibarat Jokowi, Deschasmp tidak perlu bantuan Luhut Binsar Panjaitan –kalau LBP dimisalkan sebagai asisten pelatih-- untuk mengatasi krisis skor malam tadi. Bagi Deschamps, posisi “Luhut Panjaitan” sebagai pembantu hanya sekadar melengkapi keharusan untuk mengisi struktur manajemen tim nasional Prancis. Laga final 120 menit berakhir 2-2. Dilanjutkan dengan ‘extra time’ (tambahan waktu) 2x15 menit untuk memutuskan pemenang. Tapi, karena kedua tim hebat ini memang handal dan ‘bandal’, waktu tambahan tidak dianggap formalitas menuju adu penalti (penalty shootout) untuk memutuskan pemenang. Keduanya bermain serius. Karena mentalitas mereka memang ditempa untuk selalu serius. Mereka tidak santai dengan harapan adu penalti akan menghasilkan kemenangan. Pada menit ke-108, Argentina membukukan satu gol dari kaki Lionel Messi. Mengubah skor menjadi 3-2. Messi menunjukkan kualitasnya. Malam tadi tampaklah bahwa dia bukan “Menko” sembarangan di kabinet Argentina. Dia bukan seorang “omong-kosonger” seperti Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang meneriakkan tiga periode atau tambahan waktu 2-3 tahun bagi Jokowi. Messi tidak mau dan tak pernah ngawur dalam mengemban amanah. Prancis juga serius sepanjang 2x15 menit itu. Merka tidak ciut meskipun waktu tambahan nyaris habis. Pada menit ke-118, Kylian Mbappe mencetak gol yang membuat fans Argentina lemas. Skor 3-3. Argentina dan Prancis adalah dua tim kampiun yang dipimpin oleh orang-orang yang paham sepakbola. Yang punya kompetensi untuk urusan sepakbola. Sebagaimana Deschamps, Manajer Argentina Lionel Scaloni adalah juga orang yang memiliki pengalaman dan literasi sepakbola yang luar biasa hebat. Scaloni bermain untuk Argentina dengan macam-macam posisi. Dia pernah ditugaskan sebagai bek kanan, penyerang tengah, dll. Dia juga bermain untuk klub-klub profesional di berbagai negara asing termasuk, West Ham di Inggris, Lazio dan Atlanta di Italia, Racing Santander dan Mallorca di Spanyol. Dari sini terlihat bahwa seorang manajer tim bola wajib pernah sebagai pemain dan sebagai pelatih di berbagai klub. Deschamps dan Scaloni membuktikan itu. Tidak bisa disodor-sodorkan begitu saja oleh para dalang, para penguasa, dan para pemodal. Biografi kesepakbolaan kedua pemimpin tim raksasa ini, tentunya juga para manajer tim-tim lain yang ikut di Qatar, menunjukkan bahwa kompetensi selalu linear dengan kesuksesan mereka di kompetisi mana pun. Argentina dan Prancis dipimpin oleh dua orang yang kompetensinya tinggi. Mereka membangun tim tidak didasarkan pada kompetensi palsu yang dipoles oleh para oportunis dan kemudian dijual dengan iklan yang menyesatkan. Pastilah banyak pejabat legislatif, eksekutif, dan yudikatif Indonesia yang menikmati permainan hebat Argentina dan Prancis malam tadi. Sayangnya, hanya segelintir saja, atau bahkan tidak ada, yang memahami bahwa kedua tim nasional super hebat itu lahir dari kompetensi yang di dalamnya ada kejujuran atau integritas, kapabilitas, kapasitas, kecakapan dan kemahiran. Mereka tidak lahir dari kebohongan, kekosongan isi kepala dan kebebalan atau kedablegan dalam sifat (attitude). Dari Piala Dunia 2022 di Qatar, seharusnya kita bisa belajar tentang Politik Kompetensi. Siapa tahu, kompetisi pilpres 2024 nanti bisa menyenankan dan melahirkan pemimpin yang kompeten.[]
Sang Messias
Dan, seorang Messi adalah Gandhi-nya sepakbola. Dari pelayanannya dalam dunia sepakbola, ia menghipnotis dan memberi penghiburan bagi bumi kering, awan mendung. Oleh: Yudi Latif, Cendekiawan Muslim, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia SAUDARAKU, TV langsung kumatikan saat kesebelasan Perancis berhasil menyamakan kedudukan, 3 : 3. Bayangan buruk menghantuiku. Tak siap membayangkan kisah kejuaraan dunia berakhir pilu. Dunia yang dirundung kemalangan-ketentanan memerlukan juru selamat (messias). Seorang magician yang bisa menyulap hal tidak mungkin menjadi mungkin. Dalam sepakbola, sosok pesulap itu mewujud dalam diri “Si Kutu” Lionel Messi. Seorang penyintas yang lolos ujian kerentanan hidup. Saat kecil, Messi didiagnosis mengalami growth hormone deficiency (GHD) yang menghambat pertumbuhannya. Namun, dengan tubuh mungilnya, ia tampil sebagai pahlawan lintas-negara, lintas-identitas, berkat permainan sepakbolanya yang cerdas, indah dan lincah dengan melahirkan berbagai keajaiban dan raihan. Ia pun tetap berperilaku sederhana, tanpa tendensi pamer diri. Meski telah menunjukan keistimewaan serta mendulang banyak prestasi dan trofi, masih banyak yang ragu menasbihkannya sebagai the greatest of all time (GOAT). Alasannya karena dia belum berhasil mengangkat trofi piala dunia, kejuaraan terakbar dalam dunia sepakbola. Namun, seorang magician sanggup menjalani berbagai ujian untuk menunggu momentum. Seorang magician menjalani hidup innocent, tapi dia lebih aktif melakukan terobosan, dan bersedia bangkit berdiri, bahkan jika penuh risiko pengorbanan. Dengan terlibat dalam permainan, seorang magician dapat membaca arus dan arah pergerakan lebih jernih hingga memberi efek perubahan lebih dahsyat, bak magic. Para magician percaya kekuatan visi dan kualitas diri akan menciptakan momentumnya tersendiri. Karakter demikian tampak dari para magician dunia, seperit Mohandas K Gandhi, Martin Luther King, Ali Shariati, dan Nelson Mandela. Dan, seorang Messi adalah Gandhi-nya sepakbola. Dari pelayanannya dalam dunia sepakbola, ia menghipnotis dan memberi penghiburan bagi bumi kering, awan mendung. Bertepatan dengan momen keberhasilannya mengangkat trofi dan penghargaan terbesar dalam sepakbola, komunitas Kristen sejagad pada hari-hari ini sedang menjalani prosesi adven jelang Natal: merayakan Minggu penantian akan Messi-as. Pada momen inilah, Lionel Messi tampil sebagai sang messias; magician terbesar dunia sepakbola; the greatest of all time. (*)
Catatan Akhir Tahun, Episode Perlawanan Generasi Z
Oleh Ubedilah Badrun - Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) TIDAK ada yang menduga gelombang besar gerakan perlawanan generasi Z terjadi sepanjang tiga tahun terakhir ini, mereka tak kenal henti sejak tahun 2019 bergerak dengan tagar #reformasidikorupsi, tagar #mositidakpercaya, #semuabisakena dan terus menyuarakan aspirasi rakyat hingga akhir tahun 2022 ini bahkan mungkin akan terus terjadi hingga tahun-tahun berikutnya. Pelabelan sebagai \'generasi rebahan\' atau \'generasi manja\' berubah menjadi generasi yang melawan yang menginginkan perubahan. Setidaknya itu catatan penting jika kita mencermati generasi Z di Indonesia saat ini dengan menggunakan perspektif generation theory (Mind The Gap, Graeme Codrington,2012) dan perspektif social movement theory (Power in Movement, Sidney Tarrow,1998). Dalam banyak studi yang fokus pada teori generasi menyimpulkan bahwa generasi Z atau generasi yang lahir dalam rentang tahun 1996 sampai dengan 2009 yang disebut juga iGeneration ini di antara cirinya yang paling menonjol adalah open mind dan individualistik. Cara berpikir yang terbuka mendorong mereka mudah menerima ide-ide baru atau pikiran-pikiran baru. Sementara ciri individualistik membuat mereka cenderung egois. Ciri individualistik ini dalam kehidupan nyata membuat mereka terkesan anti-sosial. Sering mengurung diri bersama gawai berselancar didunia maya dan apati terhadap kehidupan sosial disekitarnya adalah realitas generasi Z yang sering ditemui di Indonesia pada sekitar tahun 2014. Saat 2014 itu mereka kebanyakan sedang duduk di bangku SMP-SMA-SMK. Tiga sampai lima tahun kemudian mereka banyak yang sudah menempuh pendidikan di perguruan tinggi menyebar di berbagai universitas. Karakteristik open mind dan kemewahan hidup no gadget no life membuat mereka menemukan tantanganya di universitas, mereka mudah melakukan konfirmasi antara teori dengan realitas yang mereka temukan melalui berselancar di media sosial dan mengamati realitas diluar kampus. Karakteristik individualistik telah terkikis seiring tumbuhnya kepekaan sosial mereka terhadap realitas di sekitarnya termasuk terhadap situasi politik yang sedang terjadi. Sikap kritis mereka tumbuh subur di universitas dan dunia maya yang membuat mereka mau tidak mau terlibat dalam diskursus isu-isu aktual. Daya kritis dan daya sebar di media sosial membuat generasi Z ini mudah melakukan konsolidasi berbasis media sosial atau instrumen media digital lainya. Situasi ini yang membuat mereka berani speak up, bersuara lantang ketika DPR ingin melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2019. Mereka paham bahwa korupsi adalah musuh bersama rakyat Indonesia sejak 1998 ketika reformasi dikumandangkan. Maka bagi mereka melemahkan KPK sama saja mengkorupsi agenda reformasi. Tagar #reformasidikorupsi menjadi simbol perlawanan mereka pada 2019 lalu.Generasi Z juga menolak perilaku kekuasaan yang represif yang bertentangan dengan prinsip-prinsip negara demokrasi. RUU KUHP yang diajukan untuk menjadi UU sejak 2019 dinilai generasi Z sebagai instrumen represifnya kekuasaan karena di dalamnya masih memuat pasal-pasal karet yang bisa menjadi instrumen represif negara terhadap rakyatnya. Protes generasi Z yang sangat militan pada tahun 2019 terhadap revisi UU KPK dan terhadap RUU KUHP telah membuat lima rekan mereka gugur akibat represifnya aparat. Yusuf Kardawi (mahasiswa), Immawan Randi (mahasiswa), Maulana Suryadi (pemuda), Akbar Alamsyah (pelajar), dan Bagus Putra Mahendra (pelajar) adalah lima generasi Z yang gugur di medan perjuangan untuk memberantas korupsi dan menegakan demokrasi. Mestinya DPR dan Presiden tidak lupa ada lima nyawa yang melayang dibalik pengesahan revisi UU KPK dan RUU KUHP. Dalam perspektif studi gerakan sosial di antaranya dikemukakan bahwa setidaknya gerakan sosial itu memiliki empat kata kunci penting yaitu tantangan kolektif, tujuan bersama, solidaritas sosial dan interaksi berkelanjutan (Tarrow,1998). Sementara menurut Singh (2001) gerakan sosial biasanya merupakan mobilisasi (tidak selalu menggunakan kekerasan) untuk menentang negara. Apa yang dilakukan oleh generasi Z melalui gerakan #reformasidikorupsi pada 2019 menolak revisi UU KPK, penolakan mereka terhadap RUU KUHP, penolakan mereka terhadap UU Ciptakerja hingga gerakan bentangkan kertas putih menolak UU KUHP pada akhir tahun 2022 ini menunjukkan sebuah gerakan sosial yang tidak putus sepanjang tiga tahun tersebut. Tantangan kolektif, tujuan bersama, solidaritas sosial, interaksi berkelanjutan, mobilisasi dan menentang regulasi pemerintah dan parlemen yang merusak demokrasi adalah kata kunci penting yang melekat pada gerakan mahasiswa generasi Z di Indonesia dalam tiga tahun terahir ini. Generasi Z menghadapi tantangan kolektif yang sama bahwa mereka memghadapi kekuasaan dan parlemen yang tidak mau mendengarkan aspirasi mereka dan tidak mendengarkan aspirasi rakyat banyak. Aspirasi generasi Z yang menghendaki KPK dikuatkan dan korupsi diberantas tidak didengar oleh parlemen dan pemerintah. Parlemen dan pemerintah telah bersepakat melakukan revisi UU KPK yang melemahkan KPK, pelaksanaan revisi UU KPK itu telah menelan korban puluhan penyidik yang memiliki integritas tinggi, para penyidik tersebut diberhentikan melalui sebuah tes wawasan kebangsaan yang tidak fair dan tidak obyektif. Parlemen (DPR) dan eksekutif (Presiden) juga berperilaku sama mengabaikan aspirasi mahasiswa, mengabaikan aspirasi publik, mengabaikan aspirasi kaum cendekiawan dan buruh saat mereka memaksakan diri mengesahkan UU Omnibuslaw Cipta Kerja pada tahun 2020. Perilaku yang sama juga ditampakan DPR dan Presiden saat terburu-buru mengesahkan UU IKN dan UU KUHP pada 2022 ini. Secara substansial tampak dari dinamika gagasan yang diusung mereka bahwa gerakan perlawanan generasi Z juga sesungguhnya memiliki tujuan yang sama untuk menghadirkan pemerintahan yang demokratis, pemerintahan yang terbebas dari praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme, pemerintahan yang mampu membuat rakyatnya sejahtera, pemerintahan yang merawat lingkungan, pemerintahan yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan pemerintahan yang mendengarkan aspirasi rakyat banyak. Ini semacam cita-cita bersama generasi Z. Aktor Gerakan dan Makna Perlawanan Dalam perspektif social movement theory sebuah gerakan sosial selalu ada aktor-aktor di dalamnya. Di antara aktor-aktor gerakan mahasiswa generasi Z yang dapat penulis catat dari sejumlah pemberitaan berturut-turut dari tahun 2019 hingga 2022 diantaranya Manik Marganamahendra (Ketua BEM UI) Muhammad Atiatul Muqtadir (Ketua BEM UGM), Royyan A Dzaky (Presiden Keluarga Mahasiswa ITB), Sultan Rivandi (Ketua DEMA UIN), Remy Hastian (Korpus BEM SI / Ketua BEM UNJ), Muhammad Nurdiansyah (Koorpus BEMSI/KM IPB), Nofrian Fadhil Akbar (Korpus BEMSI/BEM UNRI), Wahyu Suryono (Korpus BEMSI Kerakyatan/BEM UNNES), Kaharudin (Korpus BEM SI Rakyat Bangkit/BEM UNRI), Leon Alvinda Putra (Ketua BEM UI), Abdul Kholiq (Korpus BEM SI Kerakyatan/BEM UNNES), Muhammad Yuza Agusti (Korpus BEM SI Rakyat Bangkit/KM BEM IPB), Virdian Aurellio (Ketua BEM UNPAD), Delpedro Marhaen (Blok Politik Pelajar/BPP), Affandi Ismail (HMI MPO), Muhammad Irwansyah (Front Millenial Jabodetabek/FMJ/UNPAM), Bayu Satria Utomo (Ketua BEM UI), M.Yogi Ilmawan (Korwil BEM Kalsel), Imam Monilingo (BEM KM UNHAS), Syahdan (Gejayan Memanggil-Yogyakarta), Febriditia Adit Ramadhan (KRL-KKN), Ilyasa Ali Husni (Poros Revolusi Mahasiswa Bandung/PRMB) dan lain-lain. Terlepas dari sejumlah kekurangan mereka, tokoh-tokoh mahasiswa tersebut telah memberi pengaruh cukup signifikan sepanjang dinamika gerakan mahasiswa sejak 2019 hingga 2022 ini.Sebuah episode perlawanan generasi Z. Artikel singkat ini tentu belum utuh merepresentasikan dinamika perlawanan generasi Z di Indonesia tetapi setidaknya publik dan para cendekia yang memberi perhatian terhadap studi gerakan sosial setidaknya menangkap enam hal penting. Pertama, generasi Z menunjukkan dirinya sebagai generasi yang peduli terhadap masa depan negaranya. Ini membantah generation theory yang menyebut karakteristik generasi Z yang individualistik yang cenderung tidak peduli terhadap realitas di sekitarnya apalagi masa depan bangsanya. Kedua, generasi Z mampu menegaskan cita-cita substansialnya sebagai tujuan bersama mereka yang disusung dalam setiap gerakan mereka yang menginginkan wajah negara yang demokratis, rakyat yang sejahtera, hukum yang tidak tebang pilih, hak asasi manusia yang dihormati, pemerintahan yang bersih, pemerintahan yang merawat lingkungan dan lain-lain. Secara teoritik, indikator sebagai suatu social movement yang memiliki tujuan terlihat dengan jelas. Mereka memiliki mimpi yang secara umum sama. Ketiga, generasi Z menunjukkan kemampuannya untuk merawat idealismenya yang konsisten dalam memperjuangkan tujuan kolektifnya sejak tahun 2019 hingga 2022 ini. Keempat, generasi Z menunjukkan kreativitasnya dalam setiap dinamika pergerakannya. Mulai dari meramaikan tagar perlawanan digital secara nasional hingga membentangkan kertas putih sebagai simbol perlawanan. Kelima, generasi Z mampu menunjukkan daya tahannya yang panjang dalam dinamika pergerakan mereka sejak tahun 2019 hingga saat ini. Ini juga menunjukkan ada semacam regenerasi yang masih merawat ketersambungan gagasan di antara mereka dari generasi ke generasi, Keenam, generasi Z mampu secara tegas dan berani menunjukkan bahwa ada semacam pengkhianatan yang dilakukan DPR dan pemerintah terhadap rakyatnya. Ini terlihat ketika mereka melambungkan tagar #mositidakpercaya dan menyimpulkan pemerintah berada pada puncak pengkhianatan. Hal itu ditemukan di media sosial resmi organisasi mereka. Episode perlawanan generasi Z yang kini berselimut kecemasan tentang masa depan republik yang makin menjadi kleptokratif dan Machtstaat! Panjang umur perjuangan!
Bambang Terus Memacul
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan NAMANYA mencuat dalam perseteruannya dengan sesama kader PDIP yang menjadi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Bambang Wuryanto yang dikenal dengan panggilan Bambang Pacul adalah Ketua Bappilu PDIP. Kelahiran Sukoharjo Jawa Tengah dan lulusan Teknik Kimia UGM. Anggota DPR ini sering menyuarakan aspirasi partai dengan mempersoalkan langkah politik Ganjar Pranowo yang dinilai \"offside\". \"Cuma saya, Ganjar, ini sama-sama orang Jawa, orang Jawa itu harus ngerti karakter orang Jawa, gitu lho\", seru Bambang, maksudnya jangan mendahului Megawati Ketum PDIP. Teguran kepada Ganjar oleh Bambang Pacul menurutnya berdasarkan arahan tegas Ketum Megawati Soekarnoputri. Bambang Wuryanto dipanggil Bambang Pacul karena menurutnya mengingatkan dirinya sebagai orang desa yang keluarganya adalah petani. Ia menyindir dan menyebut langkah Ganjar soal pencapresannya sebagai celeng. \"Adagium yang di luar barisan bukan banteng, itu namanya celeng. Jadi apapun alasan itu yang deklarasi di luar barisan ya celeng\", tegasnya. Meski ia bersama Ganjar pernah melakukan salam komando di arena Rakernas PDIP namun hal itu tidak mengurangi perseteruan antara keduanya. Bambang Pacul sendiri menganggap salam komando adalah salam untuk siap menerima komando dari Ketum PDIP Megawati. Terakhir, sebagai Ketua Bappilu PDIP Bambang menyatakan bahwa seluruh kader PDIP dilarang untuk mendukung Ganjar Pranowo dalam pencapresan Pemilu 2024. Larangan ini menjadi sinyal bahwa memang sejak awal PDIP tidak memberi restu kepada Ganjar Pranowo untuk maju sebagai Capres. Suara Bambang adalah suara Ketum PDIP yang lebih kuat kecenderungannya untuk mencalonkan Ketua DPP PDIP Puan Maharani sebagai Capres. Semua pihak mengetahui bahwa Ganjar Pranowo adalah figur yang digadang-gadang untuk menjadi Capres boneka atau kepanjangan tangan dari Presiden Jokowi. Sebelumnya kader PDIP lain Masinton Pasaribu pernah menyatakan tiga skenario Jokowi dalam kaitan dengan kursi kepresidenan yaitu menjabat tiga periode, memperpanjang masa jabatan atau mengajukan calon boneka sebagai kepanjangan tangan. PDIP tentu tidak menyetujui ketiga skenario Jokowi tersebut. Tiga periode maupun perpanjangan masa jabatan adalah inkonstitusional. Rakyat dipastikan akan menentang skenario ini. Jokowi harus berhenti selambat-lambatnya tahun 2024. Ketiga skenario Jokowi yang ditentang PDIP menunjukkan PDIP memang sedang berseberangan dengan Jokowi. Megawati sebagai Ketum tidak mampu mengendalikan petugasnya. Atau dapat juga dikatakan bahwa petugasnya sedang membangkang kepada partai yang menugaskannya. Jika Jokowi secara terang-terangan mendukung dan mengajukan Ganjar \"rambut putih\" Pranowo sebagai Capres dan mengabaikan kebijakan PDIP yang mendorong Puan Maharani, maka bukan mustahil PDIP dalam waktu dekat akan mengambil langkah memecat Ganjar Pranowo dari keanggotaan PDIP. \"Warning\" PDIP mengancam kedudukan Jokowi sebagai Presiden. Kini di samping ada tiga skenario Jokowi maka ada pula tiga skenario Megawati. Adapun skenario Megawati adalah melawan skenario tiga periode dan perpanjangan, memecat Ganjar Pranowo serta \"memecat\" Jokowi dari kursi Presiden. Nah, kedatangan Megawati ke penghelatan pernikahan putera Jokowi dengan \"hidung ber-anting\" adakah sinyal bahwa banteng tengah bersiap untuk mengamuk? Setelah viral pernyataan Masinton Pasaribu soal tiga skenario Jokowi dan oligarki, maka sikap Bambang Pacul yang terus memacul Ganjar Pranowo nampaknya menjadi bagian dari realisasi skenario Megawati. Jokowi sebenarnya diujung masa jabatannya ini sedang \"berkerut kening\" pusing berhadapan dengan kekuatan oposisi dan Megawati. Jokowi akan \"mati\" lebih cepat jika kekuatan oposisi ternyata berkoalisi dengan PDIP dan Megawati. Semua tahu bahwa dalam politik peristiwa itu dapat terjadi tanpa kalkulasi karena hukum kepastian politik adalah ketidakpastian akan terjadinya perubahan. Perubahan yang cepat dan di luar prediksi. Bandung, 19 Desember 2022
Sesaat Bersama Anies
Ketika serah-terima puisi “Anies Baswedan Pemimpin Masa Depan”, beliau menerimanya dengan penuh hormat dan senyum. “Terima kasih,” diulangi lagi responnya sebagai wujd apresiasi kepada rakyat biasa. Oleh: Sulung Nof, Penulis “AL-mahabbah asasul-ma\'rifah,” ungkap Khatib Jum\'at kemarin yang masih terngiang dalam benak saya. Konsep Mahabbah diperkenalkan oleh Rabiah Al-Adawiyah. Sedangkan Makrifat diperkenalkan oleh Imam Al-Ghazali. Sederhananya, “mahabbah” artinya “cinta mati”, sedangkan “makrifat” artinya “kenal banget”. Dalam literatur tasawuf, definisi yang lebih tepat adalah hubungan antara hamba dengan Tuhannya yang dilandasi cinta dan pemahaman. Mana yang lebih dulu antara mahabbah atau makrifat? Sebagian ahli sufi berbeda pandangan dalam hal ini. Boleh jadi karena pengalaman spiritual masing-masingnya berbeda. Namun ada istilah, “Tak kenal maka tak cinta”. Pendekatan mahabbah dan makrifat ini saya coba bawa pada spektrum politik dalam momen “Sesaat bersama Anies”. Misalnya, bagaimana sosok beliau, seperti apa perawakannya, serta berapa tinggi dan berat badannya. Alhamdulillahirabbil\'alamin. Atas izin Allah, Rekanan bisa silaturrahim dengan Pak Anies Baswedan – yang difasilitasi “Orang Dalam”. Interaksi dalam jarak yang sangat dekat itu adalah hal yang patut disyukuri dan dimaknai. Ketika Pak Anies masuk ke ruang pertemuan, kami pun berdiri untuk menyambutnya. Ibu Dra. Hj. Ratnaningsih, MPd maju selaku Bendahara Umum. “Serasa mimpi,” ucapnya bergetar. Disalaminya Bakal Calon Presiden itu dengan eratnya. Lalu disusul Bapak Ir. Saiful Halim selaku Ketua DPP Bidang Strategi dan Pengembangan turut menyalami Gubernur DKI periode 2017-2022 tersebut. Sekiranya terwujud, alumni ITB ini akan maju sebagai Caleg DPR RI dari Partai Nasdem. Usai menembus hujan deras menaiki sepeda motor, roknya yang kuyup menjadi saksi pertemuan Ibu Nurhusnah, SPd selaku Wasekjen dengan suami dari Ibu Fery Farhati. Momen itu memberi kesan yang kuat bagi teman sekampus saya tersebut. Sementara itu saya larut dalam suasana saat menciumi halusnya punggung tangan Pak Anies. Merasakan telapak tangannya yang lembut. Posturnya tegap, layaknya sedang menaruh buku di atas kepala. Tinggi badan kisaran 180 cm dan beratnya sekira 85 kg. Ketika serah-terima puisi “Anies Baswedan Pemimpin Masa Depan”, beliau menerimanya dengan penuh hormat dan senyum. “Terima kasih,” diulangi lagi responnya sebagai wujud apresiasi kepada rakyat biasa. Pada kesempatan itu kita buat vlog. Bakal Capres yang diusung Nasdem – dan insya’ Allah disusul Demokrat dan PKS menitip pesan kepada Rekan Anies Baswedan: “Salam hormat, jaga stamina, jaga soliditas, insya’ Allah dimudahkan.” (*)
Pulau Jawa Memang Spesial
Sosok Gatot yang dari nama dan wajahnya sangat njawani. Sosok lainnya, AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) yang merupakan cucu dari Jenderal Purn Sarwo Edy Wibowo yang asli Purworejo. Oleh: Andrianto, Aktivis Gerakan 98 PADA Pemilu 2019 lalu, Pulau Jawa memiliki mata pilih terbesar sampai 110,686,810 juta, dari 192,866,254 juta total mata pilih. Artinya, total di Pulau Jawa 57,29 % mata pilih nasional. Pada pemilu terakhir Jokowi juga berjaya karena menang tebal di Jateng dan Jatim. Nampaknya dua palagan Jateng dan Jatim masih jadi basis PDIP yang solid. Makanya, sosok Ganjar Pranowo seperti dalam survei bisa mengungguli Anies Baswedan di Jateng dan Jatim. Namun, di wilayah lain sudah jauh tertinggal. Artinya, domain PDIP lebih menonjol ketimbang sosok Figur. Memang Jateng ini istimewa. Dulu saat pilpres 2004 dan 2009 Megawati Soekarnoputri selalu menang. Jadi sosok Mega sangat terpatri sebagai putri Bung Karno di Jateng. Buat Anies sendiri menjadi tantangan tersendiri. Apakah masih ada peluang di Jateng dan Jatim? Menurut hemat penulis peluang ada jikalau sosok pendamping Anies adalah yang punya basic kuat. Sosok itu ada pada Jenderal Purn Gatot Nurmantyo yang asli kelahiran Tegal, Jateng. Sosok Gatot yang dari nama dan wajahnya sangat njawani. Sosok lainnya, AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) yang merupakan cucu dari Jenderal Purn Sarwo Edy Wibowo yang asli Purworejo. Jejak langkah Sarwo Edy juga cukup populer di Jateng. Tentu tidak mudah bagi Anies putuskan siapa Cawapres diantara kedua sosok yang berlatar militer tersebut. Kalo sosok sipil tentu Khofifah Indarparawansa layak di pertimbangkan. Dia untuk ambil suara di Jatim. Selebihnya pilpres masih dinamis. Potret hasil survei selama ini hanya jadi tolak ukur sementara. Apalagi lembaga sure pay sudah menjelma pula jadi konsultan yang artinya penuh interest. Namun kontestasi pilpres akan berujung pada Capres yang direstui Istana melawan Capres yang direstui Rakyat. Berikut ini hasil survei ketiga calon presiden terkuat di 5 provinsi di Pulau Jawa: DKI Jakarta: Anies Baswedan 49,6%; Ganjar Pranowo 27,5%; Prabowo Subianto 15,7%; TT/TJ 7,2%. Banten: Anies Baswedan 47,6%; Prabowo Subianto 28,5%; Ganjar PRanowo 16,1%; TT/TJ 7,8%. Jawa Barat: Anies Baswedan 36,3%; Prabowo Subianto 30,8%; Ganjar Pranowo 18,7%; TT/TJ 14,2%. Jawa Tengah: Ganjar Pranowo 71,4%; Prabowo Subianto 10,8%; Anies Baswedan 9%; TT/TJ 8,8%. Jawa Timur: Ganjar Pranowo 36,1%; Prabowo Subianto 25,5%; Anies Baswedan 19,6%; TT/TJ 18,8%. (*)