OPINI

Batalkan Proyek IKN Nusantara

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  SEJAK awal rencana perpindahan Ibukota Negara ke Kalimantan Timur itu diragukan baik di lihat dari sisi lokasi maupun kemampuan pembiayaan. Sudah banyak suara yang meminta Pemerintahan Jokowi untuk mempertimbangkan kembali agenda tersebut karena dinilai tidak rasional, minim urgensi dan memaksakan. Hanya berdasar pada mimpi dan ambisi. Lucunya yang pertama ingin dibangun adalah Istana Kerajaan eh Kepresidenan.  Membangun di tanah kosong berbiaya 466 trilyun dengan 20 % dana APBN. Hitungan ke depan diprediksi membengkak hingga mencapai 1000 trilyun, bahkan lebih. Sejak awal sombongnya Jokowi adalah kemampuan untuk mendatangkan investor. Hingga kini setelah rencana tersebut ditetapkan dalam Undang-Undang dan masa jabatan Jokowi sendiri hampir habis, ternyata investor yang serius belum juga datang.  Tidak ada kontrak yang ditandatangani. Hanya sekedar basa basi melalui Letter of Intent.  Sulit untuk merealisasikan pembangunan IKN sesuai rencana yang diprediksi akan mengalami kegagalan. Baiknya secepatnya dibatalkan sebelum menderita kerugian.  Ada alasan untuk itu, antara lain : Pertama, dukungan rakyat minim. Hingga kini terus menuai pro dan kontra. Proyek besar bangsa semestinya mendapat dukungan penuh dari seluruh rakyat Indonesia. Keputusan DPR dinilai berbau konspirasi dan tidak mencerminkan aspirasi publik yang murni.  Kedua, memindahkan dan membangun Ibukota Negara dari nol adalah sangat tidak rasional. Menjadi pekerjaan berat di tengah kemampuan ekonomi negara yang pas-pasan atau sesak nafas. Rasionalnya adalah pembangunan pengembangan Kota yang sudah ada.  Ketiga, biaya besar dengan mengandalkan investasi asing di situasi resesi global menyebabkan kalkulasi ketat. Keuntungan berjangka waktu panjang menyebabkan membangun IKN di Indonesia bukan pilihan bisnis yang bagus.  Keempat, Presiden Jokowi yang bersemangat luar biasa hingga perlu membawa nuansa  mistik ternyata usia jabatannya sudah pendek. Siapapun akan mempertanyakan kelanjutan dan keamanan proyek Jokowi tersebut. Meski sudah ada UU yang melandasinya, tetap saja kelanjutan proyek diragukan. Presiden berikut belum tentu mau merelisasikan.  Kelima, Jokowi sendiri sudah menunjukkan kegelisahan dan kepanikan sehingga terkesan menjadi pengobral proyek dan lahan. Izin HGB 160 tahun adalah luar biasa dan melanggar hukum. Bebas pajak hingga 30 tahun dan diskon 350 % merupakan ocehan sales promotion. Presiden bagai pedagang bukan Kepala Negara yang berkarakter negarawan.  Batalkan segera proyek pemindahan IKN. Dunia juga sudah membaca agenda ini bakal dan sudah berantakan. Media Ekonomi Bloomberg Amerika dan Strait Times Singapura serta Japan Times sudah menyoroti proyek buruk ini.  Konklusinya adalah \"ambitious plans to build Indonesia a brand new capital city are falling apart\". Nah berantakan bapak-bapak. Stop sekarang juga sebelum kerugian membengkak. Bapak nanti harus bertanggungjawab. Rakyat tentu tidak.  Perpindahan IKN bukan kehendak rakyat. (*)

Tercium Prediksi Rencana Jahat Perpanjangan Masa Jabatan Presiden dan Penundaan Pemilu

Skenario di atas sudah ada, apakah akan berjalan mulus atau berantakan di jalan, tergantung kesadaran seluruh rakyat Indonesia sebagai bangsa pejuang, diam tertindas atau bangkit melawan. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih TIDAK seperti biasa diskusi kajian politik Merah Putih berjalan santai, kali ini sedikit tegang dan anehnya kebanyakan anak-anak mahasiswa hampir semua memiliki data yang sama. Sekalipun mereka mendapatkannya dengan cara dari sumber yang berbeda-beda. Konon, negara akan mengeluarkan pernyataan bahwa negara dalam kondisi krisis. Atas dasar itu, Istana ajukan PERPPU tunda Pemilu ke DPR RI. Isi Perppu yang akan diajukan ke DPR RI dan direpon DPR RI adalah meminta Presiden mengeluarkan Dekrit terkoordinasi, kembali ke UUD 1945 melalui mekanisme DPR/MPR. Setelah itu keluarlah Perppu yang isinya perpanjangan masa jabatan Presiden dan lembaga tinggi negara, yang di dalamnya ada: DPR RI, MA, MK, DPD RI, Kejagung, Kapolri, Panglima TNI, dst. Selama 2 atau 3 tahun. Hingga UUD 1945 asli di berlakukan kembali maka Pemilu pada 2027. MPR akan kembali sebagai lembaga tertinggi negara tapi pemilihan Presiden melalui sidang MPR RI lagi. Pemilu baru akan dilaksanakan sesuai kehendak rezim setelah semua skenario pertahanan dan rencana cengkeraman oligarki nampak terbebas dari semua gangguan dan mara bahaya. Skenario pertama: adalah percepatan lahirnya RKUHP, dan akan dilanjutkan dengan skenario skenario konfrontasi kondisi perut rakyat lapar, krisis, maka dana Pemilu yang sengaja di buat fantastis akan digunakan untuk mengatasi krisis perut lapar, alasan pertama Pemilu akan ditunda. Skenario kedua: melakukan cipta kondisi kerusuhan terukur, kepanikan, yang mendukung suasana. Perut rakyat lebih penting dari pada perebutan kursi kekuasaan. Siapa yang menentang akan dicap haus kekuasaan, radikal, anti Pancasila, teroris, dan kadrun pecinta khilafah. Yang tak peduli dengan perut rakyat. Skenario ketiga: Mengesahkan RKUHP sebagai pentungan pemukul bagi oposisi atau siapa saja yang coba melawan akan dihabisi. Dalam RKHUAP negara punya hak menahan seseorang atas penghinaan kepada negara selama 6 bulan tanpa proses peradilan dan diisolasi di suatu tempat terpencil tak bisa dihubungi. Negara yang dimaksud: Presiden, Kapolri, Panglima TNI, dan pejabat negara lainnya. Skenario keempat: adalah akan ada keributan tentang stok pangan langka. Rakyat akan dimobilisasi untuk melawan siapapun yang menentang penundaan pemilu dengan alasan rezim sedang menolong rakyat yang kelaparan. Skenario kelima: rezim akan meminta KPU sengaja buat anggaran yang fantastis 162 triliun. Sebagai BB alasan negara tak sanggup adakan pemilu. Dan dana ini yang akan dikonversi menjadi biaya stok Banyan (BLT) dan biaya sosial lainnya. Skenario ke enam: 275 Kepala Daerah yang akan ditunjuk langsung pada tahun 2022 dan 2023 akan ditunjuk menjadi kepala daerah, sudah dibaiat tunduk, loyal total dan bertanggung jawab mengamankan semua skenario pemerintah. Skenario ketujuh: Untuk menjaga keamanan dan stabilitas daerah TNI/Polri/BIN, mutlak harus back up kebijakan pemerintah. Skenario kedelapan: KPU, Bawaslu, dan MK atas dukungan media akan mengeluarkan statement bersama untuk tak sanggup melaksanakan Pemilu dalam waktu dekat dan setuju Pemilu ditunda. Skenario kesembilan: kondisi keamanan dan potensi lahirnya protes rakyat melalui demo-demo maka program PPKM dihidupkan kembali Covid di Indonesia. Skenario kesepuluh: semua pejabat negara dari pusat sampai daerah akan dijaga dengan imbalan insentif. Termasuk tokoh oposisi akan penetrasi dengan transaksi politik uang, jabatan sekaligus dengan ancaman. Tujuan akhir dari semua skenario tersebut adalah Presiden boneka tetap aman di singgasana dengan pengawalan ketat Oligarki dan jaminan keamanan dari negara China (PKC) dengan segala tanggung jawab dan resikonya. Kendali negara saat itu persis seperti politbiro (model China) dengan kendali sistematis dan hukum besi. Full power memiliki kekuasaan dan fasilitas dan kendali tanpa batas untuk menaklukkan lawan politiknya. Skenario di atas sudah ada, apakah akan berjalan mulus atau berantakan di jalan, tergantung kesadaran seluruh rakyat Indonesia sebagai bangsa pejuang, diam tertindas atau bangkit melawan. Apabila rakyat ahirnya melawan maka pada saat itulah terjadi Ludiro. Pasti akan terjadi pertumpahan darah antar bangsa sendiri. Selebihnya hanya Allah SWT yang Maha Tahu dan akan menentukan takdir bagi bangsa Indonesia kedepan. (*)

Sebaiknya Jokowi Lakukan Tes Opini Publik Langsung di Lapangan

Oleh Asyari Usman - Jurnalis Senior FNN  BIKIN acara di stadion Gelora Bung Karno (GBK) memang tampak keren. Seolah rakyat berbondong-bondong datang untuk mendengarkan paparan Presiden Jokowi. Jumlahnya bisa diklaim 150,000 orang. Terlihat fantastis. Acara di GBK itu tentunya bisa digunakan untuk menguji opini publik. Ternyata dukungan masih kuat dan solid. Boleh-boleh saja. Tetapi, ada cara yang paling murni tampilan opini publiknya. Bukan rekayasa. Mudah dan murah pula. Tak banyak pengeluaran. Dan paling murni opini publik yang dihasilkannya. Yaitu, Pak Jokowi minta relawan di daerah-daerah untuk membuat acara jumpa rakyat. Syaratnya dua saja. Pertama, jangan sediakan biaya dan fasilitas apa pun kecuali pengadaan teknis seperti pentas dan sound system. Kedua, jangan ada bagi-bagi apa pun juga, termasuk sembako, kaus oblong, atau hadiah-hadiah lainnya. Juga jangan ada bagi-bagi sertifikat tanah dan lain sebagainya. Biarkan acara jumpa rakyat, silaturhami, atau apa pun namanya, berlangsung secara alami. Tidak boleh ada pengerahan lewat kepala desa, lurah maupun aparat lainnya. Jangan pula ada pengerahan oleh tim relawan dengan berbagai iming-iming. Biarkan massa datang dengan kemauan sendiri. Biarkan mereka datang dengan angkutan sendiri, konsumsi sendiri. Semuanya serba sendiri. Yang perlu dilakukan tim Jokowi hanya pemberitahuan ke publik saja; bahwa Jokowi akan datang ke kota ini atau kota itu pada tanggal yang ditentukan. Buatkan jadwal kunjungan; kalau perlu ke semua daerah. Siarkan seluas mungkin. Nanti kita lihat hasilnya. Kalau massa rakyat berbondong-bondong datang dengan kemauan sendiri dan biaya sendiri, itu artinya publik sangat senang pada Jokowi. Bisa pula ditafsirkan bahwa publik masih ingin Jokowi menjadi presiden.  Kalau sambutan massa di mana-mana membludak, bandara penuh-sesak, lapangan tempat acara berdesak-desak, barulah enak mengklaim Jokowi tiga periode atau tambah 2-3 tahun. Cukup katakan bahwa sukses besar acara Jokowi adalah pertanda rakyat berkehendak.  Silakan atur jadwal Jokowi jumpa rakyat. Mulai dari Aceh sampai Papua. Tidak apa-apa kalau harus menggunakan pesawat kepresidenan. Tidak masalah kalau jumpa rakyat itu dilakukan pada hari-hari kerja. Jika ternyata kunjungan Jokowi tak mendapat sambutan, sebagaimana rakyat menyambut kedatangan Anies Baswedan di mana-mana dengan gegap gempita, maka Jokowi harus menerima itu sebagai opini publik tentang dirinyan, dan tentang kepemimpinannya. Opini penolakan itu harus diterima dengan lapang dada. Jokowi haruslah ikhlas menerima realitas bahwa publik tidak mendukung dia lagi. Artinya, bersiap-siaplah dengan ikhlas pula untuk mengikuti keinginan rakyat akan perubahan.  Inilah cara menguji pendapat umum (public opinion) tentang Jokowi. Hasilnya langsung terlihat seketika. Tidak ada rekayasa. Semua dibiarkan berlangsung secara natural. Tidak perlu keluar biaya untuk pengerahan massa. Persoalannya, siap dan beranikah Jokowi mengetes dukungan publik melalui jumpa rakyat di seluruh daerah? Ini yang menjadi masalah. Hampir pasti Jokowi akan merasa gamang. Tapi, Presiden harus berani. Inilah kesempatan baik untuk membungkam orang-orang yang mengatakan Jokowi tidak lagi disukai. Bisa jadi masyarakat mau berkumpul dengan keinginan sendiri, biaya sendiri, tanpa imbalan apa pun. Sangat perlu dites. Jokowi harus yakin. Anies dalam posisi mantan gubernur saja bisa menjadi magnet massa. Apatah lagi Jokowi yang masih menjabat sebagai presiden. Tambahan lagi survei oleh Poltracking yang diterbitkan hari ini (8/12/2022) menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap Jokowi naik dari 66.2% menjadi 73.2%. Ini modal besar untuk menguji opini publik. Ayo, Pak Jokowi, bikin safari jumpa rakyat. Masa kalah sama Anies?[]

Qatar Bukan Hanya Menunjukkan Kemeriahan Sepak Bola, Tapi Menunjukkan Ajaran Islam yang Sebenarnya

Orang-orang Barat telah menyaksikan langsung kehebatan ajaran Islam yang diperlihatkan Qatar selama melaksanakan piala dunia sepak bola. Oleh: Moh. Naufal Dunggio, Aktivis dan Ustadz Kampung DI kala di dalam negeri Indonesia masih seksi juga menampilkan Islamophobia dengan teror kepada sesama manusia dengan Bom \'Jihad\'nya tapi di luar sana mereka mendakwakan Islam benar-benar menjadi rahmatal lil\'alamin. Belum pernah terjadi di dunia ini, setelah menonton sepak bola piala dunia kemudian para penontonnya disuguhkan dengan gahwah asli Qatar dan sejumlah makanan lainnya. Orang-orang Barat benar-benar enjoy habis menyaksikan bola kaki lantas mereka disuguhin hidangan yang lezat ala Qatar. Wah, bagaimana kalau Maroko sampai ke Final? Apalagi bisa menjuarai sepak bola ini? Itu hadiah Umat Islam yang terbesar buat Palestina. Silakan kalau Kalian Mau Iri. Bagaimana dengan Indonesia dalam piala dunia sepak bola U20? Semoga Indonesia seperti Qatar dalam menjamu tamu. Itulah wajah Islam yang hakiki yang ditampilkan Qatar. Tidak ada itu setingan dengan Kamera Action. Itu bukan pencitraan tapi itulah ajaran Islam yang sebenarnya. Kita di dalam negeri masih sibuk mau menjelekkan Islam tapi di dunia lain lagi mempertontonkan realita Islam yang sebenarnya. Silakan kalian para Islamophobia mencari-cari kejelekan Islam apa saja. Umat Islam tetap akan menunjukkan kemurnian ajaran ini kepada mereka yangg mau selamat di dunia dan akhirat. Orang-orang Barat telah menyaksikan langsung kehebatan ajaran Islam yang diperlihatkan Qatar selama melaksanakan piala dunia sepak bola. Dan, ini akan dikenang seumur hidup oleh warga dunia bahwa apa yang telah mereka jelekkan tentang Islam Ternyata Tidak Terbukti semuanya. Qatar benar tidak lolos ke babak berikut tapi nilai dakwahnya sudah melebihi kelolosannya ke babak berikut. Namun, Alhamdulillah Umat Islam diwakili oleh Maroko. Tim underdog tapi bisa mengalahkan tim raksasa sepak bola. Bola bundar dan tidak mustahil Maroko sampai ke Final. Para Islamophopobia gak bisa tidur dengan pencapaian Umat Islam di dunia. Matilah kalian karena kebencian kalian. Jika Qatar sukses dan Insya’ Allah di Indonesia, Anies Rasyid Baswedan akan Sukses juga jadi Presiden. Aaaaamiiiiinnn. Wallahu A\'lam ... (*)

Pangeran Kaesang

Oleh Ady Amar - Kolumnis  Pangeran Cendana masanya sudah lewat. Lewat dilumat sejarah. Tapi kenangan akan Pangeran Cendana tak pupus dimakan masa. Tanpa namanya perlu disebut, cukup dengan menyebut Pangeran Cendana, orang sudah bisa menunjuk pada putra bungsu Presiden RI ke-2, Soeharto, Hutomo Mandala Putra. Akrab dipanggil Tommy Soeharto. Pangeran Cendana tetap jadi label Tommy Soeharto, sepertinya tidak akan berubah sampai kapan pun. Tentu makna \"pangeran\" yang disebut itu tidak mengacu sistem monarki. Hanya sekadar julukan pada lelaki istimewa, yang punya privilage di zamannya dengan serba tak terbatas. Disebut Pangeran Cendana, itu bisa jadi karena wajahnya yang tampan rupawan bak Arjuna dalam kisah pewayangan, dan dengan postur tubuh ideal. Masa keemasan Pangeran Cendana memang sudah lewat, dan yang tinggal hanya kisah kebesarannya di masa lalu. Yang jika diceritakan tak akan habis-habis, meski sudah melewati 1001 malam. Tapi sebutan Pangeran Cendana masih kerap terdengar, meski tidak sekerap dulu lagi. Sulit bisa dihapus untuk tak diucapkan. Masa berganti, dan sejarah mencatat kemunculan pangeran baru, Pangeran Kaesang. Tidak ada embel-embel kediaman sang bapak, seperti Cendana yang menunjuk pada kediaman Soeharto yang ada di Jalan Cendana Jakarta. Juga pada penyebutan Pangeran Kaesang tidak lalu sampai perlu dicarikan tempat tinggal yang pas untuk menjulukinya. Cukup sebut Pangeran Kaesang saja. Memang belum ada yang menyebut Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi-Iriana, ini dengan sebutan pangeran. Tapi tidak apa juga jika dipanggil dengan Pangeran Kaesang, karena memenuhi persyaratan untuk disebut demikian. Itu tampak dari perlakuan istimewa yang didapatnya, itu sudah cukup bisa disebut Pangeran Kaesang. Dengan Pangeran Cendana memang ada kemiripan atau keserupaan, yang bisa dilihat. Sama-sama anak bungsu dari orang nomor satu di negeri ini. Sama-sama punya tabiat, meski tidak sama selera yang dipunya, yaitu sama-sama bisa jika mau dijuluki play boy, karena kerap berganti pasangan. Meski juga hitungannya gak sama. Tidaklah perlu sampai dihitung dan dijumlah segala. Itu tidak penting. Terpenting dari itu semua adalah persamaan yang dipunya, sama-sama bisnisman. Pangeran Cendana dengan holding company Humpuss, siapa yang gak kenal Humpuss kala itu. Bahkan saat ini pun Humpuss masih tetap geliat dengan bisnisnya, meski tak segemerlap masa kejayaannya yang lalu. Sedang bisnis Pangeran Kaesang, ini juga tidak bisa disebut kecil. Bayangkan, ia yang masih begitu muda sudah punya 60 perusahaan--sebagaimana data yang disampaikan pengamat ekonomi Rizal Ramli (RR). Sebut RR, baru 7 tahun bapaknya, maksudnya Joko Widodo (Jokowi), menjabat sebagai presiden, anaknya sudah punya 60 perusahaan. Soal didapatnya perusahaan itu dari sumber nepotisme, atau kreativitas Pangeran Kaesang yang mumpuni dalam berbisnis, itu memang tidak ada yang bisa memastikan. Membicarakan hal yang belum pasti, meski 60 perusahaan yang disampaikan RR itu benar adanya, itu tetap belum bisa disebut pasti didapat dari aji mumpung. Alkisah, Pangeran Cendana sudah tidak terdengar lagi disebut play boy, itu setelah menikah dan memiliki satu anak, meski lalu bercerai. Bahkan tak pernah lagi terendus berdekatan dengan perempuan lain. Hidupnya tampak lebih adem-ayem. Sesekali tampil dengan baju koko putih, dan songkok juga putih, wajahnya makin bling-bling, tampak ganteng sempurna. Sedang Pangeran Kaesang dalam beberapa hari ke depan akan melangsungkan pernikahannya. Mengakhiri masa lajangnya. Meminang gadis asal Yogyakarta. Erina Gudono, namanya. Cantik manis, konon eks finalis Putri Indonesia. Akad nikah dilangsungkan 10 Desember 2022, di Pendopo Ambarukmo, Yogyakarta. Keesokan harinya, 11 Desember 2022, digelar ngunduh mantu, di Pendopo Pura Mangkunegaran, Solo. Terlihat persiapan hajatan itu sungguh aduhai, sampai mesti melibatkan para menteri negara pasang badan jadi panitia dadakan. Erick Thohir, Menteri BUMN, perlu datang ke lokasi yang sedianya akan dipakai acara resepsi ngunduh mantu, apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan--lumayan Pura Mangkunegaran disulap jadi kinclong, yang tadinya suram kurang terurus. Bahkan ET, inisialnya, menyebut Kaesang itu seperti kemenakan sendiri buatnya. Ehem ehem... Tampak pula mendampingi ET, Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi Indonesia, yang dikenal juga punya kekuatan jilat tak kalah dengan api yang menyambar-nyambar. Bahkan Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, yang teramat sibuk itu pun sempat meluangkan waktu dengan mendatangi rumah calon besan Presiden Jokowi, menanyakan kesiapan keluarga itu dalam hajatan pernikahan Pangeran Kaesang. Entah kedatangan para menteri itu sepengetahuan Jokowi, atau inisiatif sendiri. Tidak penting. Dan, makin tidak penting lagi sikap para oposan yang teriak-teriak mempertanyakan urgensi para menteri itu mesti sibuk dengan perkawinan anak Jokowi. Sepertinya para oposan, dan para pengkritik seakan lupa, bahwa para pembantu presiden itu juga perlu melakukan hal-hal bersifat entertain yang bisa menyenangkan Pak Bos. Maka, ketaklaziman pada kondisi tertentu bukan dianggap sebuah pelanggaran. Melihat itu semua, maka makin menjadi pantas sebutan pangeran itu disematkan pada Kaesang, tidak sedikit pun terasa menjadi berlebihan. Setidaknya, ia oleh para pembantu bapaknya di pemerintahan diperlakukan selayaknya pangeran. Maka hajatan kemegahan resepsi unduh mantu dengan menyebar 6.000 undangan, dalam hitungan hari lagi akan kita saksikan bersama, itu sebagai hajatan nasional. Sudah dipastikan, bahwa saya tidak termasuk dari mereka yang diundang. Hehehee... iya lah, memang saya itu siapa... Bahkan RR yang mantan menterinya dulu kala itu, belum tentu juga diundang. Baiklah dicukupkan saja opini ini, supaya tidak ngelantur ke mana-mana. Selamat untuk mempelai berdua, semoga mencapai keluarga sakinah, mawaddah warahmah... Aamiin. (*)

Suara Relawan

Kalau situasinya tidak menunjukkan perkembangan yang berarti, boleh jadi tahun depan Anies Baswedan akan bersilaturrahim dengan Prabowo untuk memulai penjajakan koalisi. Dalam politik, hal itu mungkin saja terjadi. Oleh: Sulung Nof, Penulis SECARA psikologis, saya lebih dekat dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Bersama rekan-rekan, kita turut membangun parpol ini sejak 1998 ketika masih berwujud Partai Keadilan (PK). Ikatannya lebih emosional. Sementara kedekatan saya dengan Partai Demokrat (PD) lebih didasarkan pada hubungan kekeluargaan, karena ada saudara yang aktif juga menjadi kadernya. Selain itu juga respek dengan sosok Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Semalam (6/12) saya menyaksikan Catatan Demokrasi di TVOne bertajuk “Pilpres 2024: Mungkinkah Anies Terganjal?” Adapun bahasan diskusinya terkait pembatalan lokasi acara Anies Baswedan di Aceh dan penolakan di Riau. Jika resistensi itu terus berlangsung, baik berupa pelarangan, spanduk bernuansa provokatif, ataupun pelemparan telur busuk, maka yang lebih \'diuntungkan\' adalah Anies Baswedan dan yang \'dirugikan\' adalah rezim. Namun yang lebih mencemaskan para relawan adalah jika PKS dan/atau PD memilih balik arah. PT 20% adalah mekanisme yang mesti dipenuhi setiap parpol maupun gabungan parpol agar bisa mencalonkan Capres – Cawapres. Komunikasi yang sudah terbangun antara Anies Baswedan bersama Nasdem, PD, dan PKS tampaknya muncul gejala kebuntuan. Bisa jadi aspirasi masing-masing parpol masih belum terakomodir, sehingga terjadi stagnasi. Mari kita buka data sejarah Pilpres 2014. Secara empiris bahwa PD itu tidak menyatakan dukungan kepada pasangan Prabowo Subianto – Hatta Rajasa, meskipun siasat PS untuk meraih dukungan SBY adalah dengan menjadikan besannya sebagai Cawapres. Kemudian pada Pilpres 2019, PD agaknya setengah hati dalam mendukung pasangan Prabowo Subianto – Sandiaga Uno karena diduga proposal untuk menjadikan AHY sebagai Cawapres tidak terkabul. Ketika itu SBY sempat dilematis. Mengapa AHY tak direstui mendampingi Prabowo? Dugaan saya, ganjalannya ada di PKS. Seperti yang kita ketahui, Ijtima Ulama menyodorkan Dr. Salim Segaf AlJufri dan Ust. Abdul Somad (UAS) sebagai Cawapres. Maka ketika PD meng-endorse AHY untuk mendampingi Prabowo, PKS pun mendaulat bahwa kadernya lebih berhak karena direkomendasikan dalam Ijtima Ulama. Jika begitu kenyataannya, maka suasana batin saat ini pun rasanya mirip. Ketika PD menunjukkan sinyal dukungan kepada Anies Baswedan – selama wakilnya adalah AHY, maka PKS mengajukan pembanding dengan mendorong Prabowo – disandingkan Aher (Ahmad Heriawan) untuk menjadi pendamping mantan Gubernur DKI tersebut. Sehingga konfigurasinya menjadi dua opsi, yakni: Anies Baswedan – AHY atau Anies Baswedan – Prabowo. Sekali lagi, jika kuncian ini yang sedang terjadi, maka sejarah mengulang dirinya sendiri dalam bentuk yang agak sedikit berbeda. Lalu bagaimana akhirnya? Tentu saja kita perlu bersabar menunggu sampai Bakal Capres – Cawapres didaftarkan ke KPU. Sepertinya Anies Baswedan masih memberikan waktu bagi PD dan PKS untuk menata ulang komitmen hingga akhir tahun ini. Pertanyaannya, apakah PKS rela memberikan tiket Cawapres untuk PD? Jika ya, maka ketiga parpol ini bakal segera deklarasi. Dan, insentif yang akan didulang PKS setidaknya posisi Mendagri untuk Aher dan pos menteri lainnya. Kalau situasinya tidak menunjukkan perkembangan yang berarti, boleh jadi tahun depan Anies Baswedan akan bersilaturrahim dengan Prabowo untuk memulai penjajakan koalisi. Dalam politik, hal itu mungkin saja terjadi. Ini adalah suara relawan yang sedang harap-cemas melihat situasi seperti ini. Dugaan yang dikemukakan dalam tulisan ini masih harus diuji karena hanya tafsir semata. Agar menjadi fakta, PD dan PKS dinantikan deklarasinya demi mendukung Anies Baswedan. Bandung, 07122022. (*)

Suar Kebebasan

Untuk membawa bangsa menuju jalan cahaya, kebebasan perlu dijaga dengan penguatan akal dan adab. Kebebasan beragama dan berkeyakinan perlu tuntunan fajar budi. Oleh: Yudi Latif, Cendekiawan Muslim, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia SAUDARAKU, hidup tanpa kebebasan bagaikan tubuh tanpa jiwa. Kebebasan tanpa akal-budi bagaikan jiwa yang linglung. Kebebasan itu ibarat anggur. Ia bisa menghangatkan darah kehidupan dengan ekses yang mengerikan. Apa yang bisa membawa spontanitas dan kegembiraan, tanpa kendali nalar dan nurani bisa menimbulkan kegilaan. Engkau saksikan sendiri, orde reformasi mendorong orang merayakan pesta demokrasi dengan menenggak anggur kebebasan. Saat orang menikmati anggur kebebasan, kekuatan daya pikir sedang berseluncur ke titik nadir. Kepekaan etik melapuk ke titik tumpul. Minat baca rendah, kedalaman pikiran dihindari. Kedangkalan dirayakan. Politik dan etik terpisah seperti air dan minyak. Ledakan anggur kebebasan dalam kebebalan pikiran dan perasaan membangkitkan kerumunan yang linglung. Elit semenjana berebut kekuasaan bukan berani karena mengerti, melainkan karena tak tahu. Orang-orang memilih pemimpin  bukan karena memahami apa-siapa yang dibutuhkan, melainkan karena “sihir” siapa yang paling kuat. Jiwa-jiwa yang bingung mudah dikendalikan para penggertak. Para penggertak itu bisa menakuti kerumunan dengan tongkat ancaman “minoritas” atau “mayoritas”, ekstrem kanan atau ekstrem kiri, kampret atau cebong , tanpa memberikan kompas jalan keluar yang terang. Untuk membawa bangsa menuju jalan cahaya, kebebasan perlu dijaga dengan penguatan akal dan adab. Kebebasan beragama dan berkeyakinan perlu tuntunan fajar budi. Kemerdekaan kebangsaan perlu penguatan nalar kemanusiaan. Kebebasan demokrasi harus dipimpin hikmat kebijaksanaan. Kebebasan pasar perlu haluan nilai dan visi keadilan. Hanya dengan kompas nalar dan nurani,  kebebasan bisa membawa kita menuju keselamatan dan kebahagiaan hidup bersama. (*)

Tsunami Realitas Anies

Oleh Yarifai Mappeaty - Pemerhati masalah sosial politik, tinggal di Makassar REALITAS Anies yang selama ini disembunyikan melalui survey framing, mulai terkuak. Kunjungannya di beberapa daerah selama November 2022 yang disambut hingga puluhan ribu massa, menunjukkan bahwa Anies tak hanya diterima, tetapi malah menjelma menjadi sosok yang dirindukan. Lihat massa yang menyambut Anies  di Medan, Jogja, Tasikmalaya, Ciamis, Aceh, Padang, dan Riau. Padahal ia datang tidak membawa apa-apa, selain hanya membawa diri, ingin bertemu dan menyapa.  Anies datang tidak membawa sembako atau pun amplop untuk dibagikan, apatah lagi bagi-lagi door prize. Tidak. Namun masyarakat tetap saja tumpah-ruah menyambutnya. Bahkan meski diguyur hujan deras sekalipun, tidak menjadi penghalang untuk datang bertemu Anies, seperti terjadi di Padang. Menariknya, kunjungan Anies bertajuk silaturrahmi kebangsaan itu, tidak hanya disambut  masyarakat umum, tetapi juga oleh kader-kader parpol. Padahal parpolnya sendiri tak mendukung Anies. Di Jogja, sejumlah besar kader PPP yang tergabung dalam Forum Ka’bah Membangun (FKM), malah mendeklarasikan diri sebagai relawan Anies. Hal sama terjadi di Riau. Kunjungan Anies di Pekanbaru, dimanfaatkan oleh sejumlah kader PAN untuk mendeklarasikan dukungannya kepada Anies. Mereka bahkan membentuk organisasi relawan bernama PANIS, akronim dari PAN – ANIES.  Hal ini mengingatkan kita pada kaum muda Golkar yang mendeklarasikan Go – Anies, beberapa waktu lalu di Jakarta.  Sungguh paradoks. Karena realitas Anies, mereka lebih memilih berseberangan dengan partainya dengan risiko dipecat. Habis, mau apa lagi. Sebab bagi mereka, menjadi caleg namun tak sejalan dengan arus Anies, jangan pernah berharap akan dipilih. Sebaliknya, kalaupun pada akhirnya dipecat, mereka tetap bisa menjadi caleg dengan bergabung partai pendukung Anies. Bagi kader-kader partai itu, yang paling penting adalah dikenal di daerah pemilihannya sebagai pendukung Anies. Itulah password yang mereka perlukan agar dapat diterima berkampanye. Sehingga tidak heran kalau seorang kader partai anggota KIB di Aceh, nekad memasang baliho besar bergambar dirinya bersama Anies. Passwordnya, saya ulangi : Pendukung Anies. Sebenarnya, kunjungan Anies ke berbagai daerah, dapat pula dilihat sebagai suatu cara paling mudah namun presisi untuk menakar seberapa besar dukungan rakyat terhadap dirinya. Sekaligus memverifikasi tingkat elektabilitas dirinya secara faktual, yang selama ini selalu ditaruh paling buncit di bawah Ganjar dan Prabowo oleh semua lembaga survei. Berdasar pada kondisi faktual yang kita saksikan bersama tentang realitas Anies, maka sebenarnya, skenario framing mengecilkan dirinya melalui utak-atik angka-angka data survei, telah terbukti gagal total. Pada gilirannya, lembaga survei menjadi gamang dan dilematis untuk terus memainkan skenario itu.  Dilamatisnya di mana? Di satu sisi, mereka dibayar untuk tetap memainkan skenario itu. Kalau tidak, bahaya. Kontrak puluhan milyar bisa putus. Sementara di sisi lain, mereka juga tetap berkepentingan menjaga kredibilitasnya. Jika sampai rusak di mata publik, berarti kiamat bagi Lembaga survei bersangkutan.   Sebagai jalan tengahn, ke depan, jangan heran bila kita akan disuguhi laporan survei, di mana elektabilitas Anies selalu di bawah Ganjar di atas Prabowo. Tapi jaraknya tak melebihi angka margin of error (MOF).  Masalahnya, apakah logika publik dapat menerimanya? Jika jarak Ganjar dan Anies tak terlalu jomplang, maka tak sulit menjelaskannya. Apalagi dibumbui narasi seolah-olah ilmiah, publik akan tidak terlalu peduli. Misalnya, Ganjar stagnan, Prabowo turun tajam, dan Anies naik drastis. Makin tak terbendung, realitas Anies kini bak tsunami, melanda hingga dinding tembok istana. Untuk menghentikannya, cara fasis pun tak urung digunakan. Mulai dari cara  halus hingga kasar. Baik menggunakan tangan orang maupun dengan tangan sendiri. Semuanya sudah muncul di permukaan. Mula-mula muncul gerakan tolak Anies berkunjung. Saat artikel ini ditulis, di Makassar, tempat mukim penulis, juga muncul aksi segelintir orang menolak kunjungan Anies. Lalu setelah itu, Anies dicekal berbicara di acara-acara nasional, seperti di Muktamar Al Irsyad. Kemudian di Aceh, izin tempat acara Anies, tiba-tiba dicabut. Yang paling tak logis adalah ketika Pak Jokowi batalkan membuka Munas Kahmi di Palu. Konon,  hanya karena Anies ada di sana. Padahal, sebagai kepala negara, Pak Jokowi adalah pemimpin bagi semua, dan Anies hanya salah seorang rakyatnya. Tetapi memperlakukan Anies seperti itu, justeru Pak Jokowi sendiri membuat pamor dan nilai seorang Anies kian melesat. Tetapi, alih-alih menjadi seorang negarawan, Pak Jokowi malah memilih menjadi sektarian, ketika secara terbuka mengendorse bakal capres tertentu. Sungguh tak bijak. Meski tak menyebut nama, namun semua tahu siapa yang dimaksud ‘kulit berkerut dan berambut putih’. Pastinya bukan Anies. Tampaknya, tsunami realitas Anies, memang benar-benar telah menimbulkan kepanikan. (*)

Kasih Uang Habis Perkara (KUHP)

Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI  SELAIN omnibus law, KUHP begitu kental memberi isyarat kematian konstitusi dan demokrasi. Beraroma kapitalistik dan transaksional, pemerintah dan DPR kembali memunculkan kecenderungan tabiat korup, represif, diktator dan otoriter. Kedua institusi pelayan rakyat itu, secara telanjang mempertontonkan perannya berada dalam naungan oligarki baik korporasi maupun partai politik. Hukum tak lagi memiliki kehormatan dan  kepercayaan di hadapan publik. Bukan sekedar tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Peraturan di negeri ini terlanjur dianggap sebagai alat untuk menghukum rakyat sekaligus sebagai strategi untuk mempertahankan jabatan. Konstitusi dan demokrasi direkayasa sedemikian rupa oleh penyelenggara negara berdasarkan nafsu, selera dan tujuan-tujuan kekuasaan. Rakyat hanya bisa pasrah, menerima semua undang-undang dan ketentuan yang berlaku bahkan sekalipun produk politik dan hukum itu menindas dan menyengsarakan rakyat. Rakyat yang dengan segala  pengorbanannya melahirkan, membangun dan merawat NKRI, harus menerima kenyataan-kenyataan pahit menjadi rakyat dari sebuah negara gagal sebagai sebuah takdir. Negara yang kaya dan subur tanahnya, tak mampu mengangkat derajat kehidupan rakyatnya sebagai sebuah bangsa yang sejahtera dan bermartabat. Alih-alih menghadirkan kemakmuran dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Rezim kekuasaan cenderung menguras kekayaan negara, memiskinkan kehidupan bangsa dan merendahkan harga diri bangsa sendiri dihadapan bangsa asing dan aseng. Praktek-praktek korupsi, jual beli hukum dan kebijakan pemerintahan yang terus merugikan dan terkadang mengancam keselamatan rakyat. Tak cukup melakukan pembelahan sosial yang beresiko pada degradasi sosial dan disintegrasi bangsa, pemerintah terus membawa rakyat, negara dan bangsa pada jurang kehancuran. Mengubur semua impian dan harapan seluruh rakyat akan negeri yang gemah ripah loh jinawi yang mengusung Pancasila, UUD 1945 dan NKRI sebagai entitas peradaban dari kebudayaan adiluhung sebuah bangsa. Rakyat baru saja menyaksikan drama sidang paripurna pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi UU antara pemerintah dan DPR. Dengan esensi pembahasan yang menjadi supreme dari konstitusi sekaligus jantung kehidupan demokrasi. Rapat paripurna yang digelar pada tanggal 6 Desember 2022 di gedung Nusantara 2 komplek parlemen Senayan,  yang dipimpin Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad. Seperti menghasilkan paduan suara secara nyaring menyetujui KUHP yang dinilai publik banyak mengandung pasal-pasal bertendensi  represi dan membuka peluang menghasilkan pemerintahan yang diktator dan otoriter. Meskipun ada protes keras dari perwakilan PKS, namun RKUHP tetap bulat disahkan. Keputusan DPR soal itu lebih kental sebagai tirani minoritas terhadap mayoritas terkait suara dan aspirasi rakyat yang ada di parlemen. Dengan realitas hanya 18 anggota yang hadir langsung dan 285 anggota absen. Tercatat , hanya 18 anggota yang hadir secara fisik, 108 anggota secara virtual dan ijin sebanyak 164 anggota. Sementara sisanya 285 anggota absen. Sangat memprihatinkan, dianggap main-main dan terkesan begitu menyepelekan. Hanya dihadiri oleh 18 anggota secara fisik, wakil Ketua DPR sufmi Dasco menyatakan bahwa rapat telah memenuhi kuota forum alias kuorum. Pembahasan DPR terkesan memaksakan dan terburu-buru mengesahkan RKUHP. Tanpa mengindahkan aspirasi rakyat dan rasa keadilan masyarakat terhadap penegakkan hukum. KUHP terus mendapatkan protes dan penolakan yang luas dari rakyat. Pemerintah dan DPR melalui produk politik KUHP semakin meyakinkan rakyat bahwa di negeri ini demokrasi dan konstitusi telah mati. Wajah hukum di Indonesia semakin tercoreng dan menyisakan potret hitam masa depan pembangunan politik demokrasi dan politik konstitusi. Rezim kekuasaan melalui pilar kekuatan  eksekutif, legislatif dan yudikatif cenderung dianggap telah melakukan konspirasi kejahatan terselubung yang menjauhkan proses penyelenggaraan negara dari pondasi dan fundamental implementasi Pancasila dan UUD 1945. Dengan dalih telah melakukan reformasi hukum pidana yang diklaim sebagai warisan hukum kolonial. Pemerintah malah mengokohkan pemikiran dan tindakan yang persfektif hukumnya jauh lebih buruk da  terbelakang dari hukum kolonial sekalipun. Misalnya yang pada pasal- pasal penghinaan presiden, pemerintah dan DPR. Pasal-pasal karet itu dipastikan akan menghidupkan tabiat kekuasaan yang anti kritik dan anti demokrasi. Rakyat bukan hanya akan semakin terancam oleh hukum pidana karena bersikap kritis dan korektif terhadap pemerintah. Lebih dari itu rakyat bagai berhadapan dengan intimidasi, ancaman dan teror berupa hukum kekuasaan yang secara sepihak dan subyektif leluasa bisa dilakukan rezim. Untuk kesekian kalinya, setelah mamaksakan omnibus law dan UU minerba. RKUHP yang pernah mendapatkan penolakan keras dari rakyat akhirnya sah diberlakukan. Pemerintah dan DPR pada akhirnya secara transparan dan faktual, telah membuktikan keberadaan dan eksistensinya telah berhasil mengamputasi kedaulatan rakyat. Konstitusi dengan pelbagai produk hukumnya termasuk KUHP begitu mengakomodir dan  memanjakan kepentingan bangsa asing dan aseng atas nama pembangunan dan investasi. Pemerintah dan DPR telah membuktikan kehadiran mereka tak bisa dilepaskan dari peran oligarki korporasi dan oligarki partai politik. Oligarki puas dan rakyat terhempas. Kepentingan negara dan bangsa kalah oleh irisan dan domain kapitalisme dan komunisme global.  Politik hukum di Indonesia, semakin sulit menghindari sikap skeptis dan apriori publik dari harapan dan keinginan mewujudkan rasa keadilan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali. Rasanya rakyat tak bisa disalahkan ketika bicara dan mengeluh  soal hukum di republik ini. Jual beli hukum begitu marak, perdagangan hukum telah mewabah. Dari mulai rakyat kecil hingga petinggi negara, dari orang biasa hingga yang terhormat dan dari tingkat RT hingga ke DPR juga pada menteri dan presiden. Termasuk pada aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan kehakiman. Hukum  terasa begitu kapitalistik dan transaksional. Bukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang dipahami dan berlaku. Namun seakan telah menjadi pameo di masyarakat, kenyataan yang ada rakyat hanya mengerti  Kasih Uang Habis Perkara (KUHP).(*)

Bom Bunuh Negeri

Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI  KALAU  terorisme begitu menakutkan dan menggalang kekuatan dunia untuk mencegah dan menangkalnya. Kalau bencana mampu menyadarkan diri akan kekuasaan Tuhan yang membuat manusia ingin  lebih dekat dan merasa membutuhkan pertolonganNya. Bagaimana dengan kapitalisme dan komunisme global yang telah nyata daya rusaknya dan menjadi bom bunuh negeri bagi bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa lainnya? Musibah bencana alam dan teror seakan menjadi jadwal tetap hampir di setiap penghujung tahun. Bedanya, Gempa, tsunami, tanah longsor dlsb., bisa dipahami sebagai peristiwa luar biasa dari fenomena alam dan sebuah takdir yang tidak bisa dihindari umat manusia. Sedangkan kegiatan teror yang juga hebat daya rusaknya dan menyebabkan korban luka dan kematian, terkadang sulit dirasionalisasi apakah itu berasal dari teroris yang sesungguhnya atau menjadi rekayasa demi kepentingan politik atau agenda tertentu. Kedua peristiwa yang mampu memporak-porandakan peradaban manusia itu, seakan menjadi tamu tetap yang datang setiap menjelang pergantian tahun. Indonesia tak akan pernah lupa bagaimana gempa dan tsunami Flores (Desember 1992), gempa dan tsunami Aceh (Desember 2004), gempa, tsunami dan likuifasi Donggala (September 2018) dan gempa Cianjur (Novemver 2022). Bahkan di bulan Desember tahun ini, rakyat Indonesia masih diselimuti bahaya erupsi gunung Semeru dan Merapi. Belum lagi info dari BMKG  tentang peringatan akan  potensi gempa dan bencana lain yang mengancam dan sewaktu-waktu dapat terjadi. Rakyat Indonesia seperti tak pernah berhenti menghadapi musibah demi musibah. Mirisnya, bencana alam dan kegiatan teroris yang sering terjadi menjelang bergantinya tahun. Pada tahun ini seakan melengkapi penderitaan rakyat Indonesia yang baru reda menghadapi pandemi serta menuju kemerosotan ekonomi dan politik. Keadaan itu juga diperparah dengan munculnya krisis moral dan krisis kepemimpinan yang membuat kehidupan rakyat, negara dan bangsa semakin terpuruk. Rendahnya prinsip-prinsip kemanusiaan dan langkanya ketaatan pada Tuhan Sang Pencipta, membuat bangsa ini semakin bertingkah destruktif, jauh dari kemaslahatan. Entah sudah menjadi proses natural berupa suratan takdir dari kehendak Tuhan, atau ini menjadi semacam peringatan dan teguran kepada manusia. Semua bencana alam dan kerusakan di negeri ini yang diakibatkan oleh perilaku manusia sendiri. Hendaknya menjadi refleksi dan evaluasi mendesak bagi seluruh rakyat Indonesia terlebih bagi para pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan publik. Bahwa baik buruk akibat sangat tergantung pada baik buruk sebabnya. Apa yang ditanam, maka ia akan menuainya. Peristiwa bom bunuh diri yang terjadi di Mapolsek Astana Anyar Bandung di tengah negeri sedang beruntun digelayuti bencana, apapun motif dan latarbelakangnya. Sepatutnya menghentak kesadaran para pemimpin agar segera menghentikan perilaku menyimpang dalam penyelenggaraan negara. Segera mungkin meninggalkan perilaku kekuasaan yang dzolim, yang menindas dan membuat penderitaan rakyat. Harus ada perubahan baik secara sistem maupun perform, yang mampu menampilkan restorasi Indonesia. Sudah menjadi sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi oleh bangsa ini untuk secepatnya kembali kepada jati diri sebenarnya menjadi masyarakat yang religius dan kaya spiritual. Rakyat dan pemimpin yang hidupnya terpikul dan terpikul natur, peduli pada alam semesta dan mencitai sesama manusia serta sebenar-benarnya mengagungkan Tuhan. Maka sistem politik, ekonomi dan hukum yang tercerabut dari nilai-nilai hakiki Pancasila, UUD 1945 dan NKRI tak lagi bisa memisahkan kehidupan agama dari negara. Dengan kata lain,  sekulerisasi dan liberalisasi yang menjadi bagian utuh dari ideologi kapitalis dan komunis, sejatinya tak relevan bahkan bertentangan dengan karakteristik bangsa Indonesia yang nasionalis religius. Okeh karena itu sudah menjadi \"to be or not to be\" atau \"to be kill or to be killed\" meminjam istilah Luhut Binsar Panjaitan yang terbata-bata integritasnya, semua bentuk dari anasir kapitalisme dan komunisme harus hengkang dari tanah air Indonesia. Globalisasi yang mengusung penghisapan manusia atas manusia dan penghisapan bangsa atas bangsa harus enyah dari muka bumi khususnya di bumi nusantara. Jika tidak ada nasionslisme dan patriotisme serta membiarkan kapitalisme dan komunisme terus mencengkeram republik ini. Maka sesungguhnya rakyat, negara dan bangsa Indonesia hanya akan menerima ledakan dan guncangan kemanusiaan dan peradabannya. Menerima teror dan musibah dari bom bunuh negeri akibat menghirup udara kapitalisme dan komunisme terlalu dalam. Ya, bom bunuh negeri yang paling dahsyat dan mengerikan dari penjajahan oleh bangsa asing dan bangsanya sendiri. (*)