OPINI
Amanat Pendidikan Untuk Kemajuan
Nun. Demi pena dan demi catatan yang ditulis manusia. Dengan karunia Tuhanmu, engkau bukanlah orang gila. Sungguh, bagimu pahala yang tiada putusnya. Sungguh, engkau mempunyai akhlak yang agung. (QS 68:1-4). Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta PENDIDIKAN adalah proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang untuk mendewasakan mereka melalui pembelajaran. Bangsa Indonesia mengenal berbagai jenis, tingkat, dan bidang pendidikan, yakni pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan keagamaan, pendidikan formal, pendidikan informal, pendidikan kedinasan, pendidikan kejuruan, pendidikan moral, pendidikan nasional, dan pendidikan profesional. Pendidikan merupakan usaha sadar manusia dewasa untuk mengenalkan seseorang terhadap dirinya, orang-orang di sekitarnya, dan alam semesta, serta Tuhannya agar dapat menjaga eksistensinya sebagai ciptaan terbaik dan berperan sebagai khalifah di bumi, serta memenuhi rencana Tuhan untuk dirinya. Maha Besar Allah Pemelihara semesta alam dan Pencipta manusia dengan curahan kasih sayang-Nya. Dia membekali manusia dengan potensi-potensi diri untuk menggapai pengertian, pengetahuan, dan pandangan rohani, agar dapat memahami alam semesta dan dirinya sendiri serta mengenal-Nya lewat isyarat-isyarat yang mengagumkan, dan mengagungkan-Nya dalam kebenaran. Potensi utama untuk mengenal dunia adalah pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam Al-Quran; Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS 16:78) Sejak dalam kandungan setiap insan sudah berikrar kepada Allah SWT bahwa Dia adalah Tuhan Pemeliharanya. Itulah fitrah tauhid yang disematkan Allah SWT dalam diri manusia. Sementara ilmuwan menyebutnya God spot, titik ketuhanan, yang berada pada belahan tertentu otaknya. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran; Ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman, “Bukankah Aku Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Ya, kami bersaksi!” Demikianlah supaya kamu pada hari kiamat tidak berkata, “Ketika itu kami lalai.” Atau agar kamu tidak mengatakan, “Leluhur kami mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedangkan kami anak keturunan sesudah mereka. Apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?” Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat itu agar mereka kembali kepada kebenaran. (QS 7:172-174) Manusia mengetahui Allah SWT Tuhan semesta alam. Atas dasar itu manusia mengakui kewajiban dan tanggung jawab kepada-Nya. Allah SWT pun telah mengilhami manusia tentang ketakwaan dan kedurhakaan. Beruntunglah mereka yang menyucikan jiwanya, dan gagallah mereka yang mengotorinya. 1. Demi matahari dan cahayanya di pagi hari; 2. dan bulan bila mengiringinya; 3. dan siang bila menampakkannya; 4. dan malam bila menutupinya; 5. dan langit serta pembinaannya; 6. dan bumi serta penghamparannya; 7. dan jiwa serta penyempurnaan ciptaannya; 8. Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaannya; 9. Beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya; 10. dan merugilah orang yang mengotorinya. (QS 91:1-10). Kemampuan yang tersembunyi dalam diri setiap orang dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, dan mengingatkan tentang bahaya yang mengancam hidupnya. Akan tetapi untuk membangkitkan kemampuan itu perlu imbauan kepada setiap orang melalui “suara yang sayup-sayup” dalam dirinya. Siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, dialah yang mendapat petunjuk, dan siapa yang dibiarkan sesat, mereka itu menganiaya diri sendiri (QS 7:178) Pendidikan perdana Tuhan kepada Adam ialah mengenal nama-nama segala sesuatu sebagai simbol pengatahuan. Kemampuan belajar merupakan keunggulan tertentu manusia dibandingkan dengan malaikat dan makhluk-makhluk-Nya. Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (sifat-sifat) semua benda; lalu semua diperlihatkan kepada para malaikat dan Dia berfirman, “Beritahukanlah kepada-Ku nama-nama semua ini jika kamu benar.” Mereka berkata, “Mahasuci Engkau. Tiada ilmu pada kami kecuali apa yang sudah Kauajarkan kepada kami. Engkaulah Yang Mahatahu lagi Maha Bijaksana.” (QS 2:31-32). Pendidikan perdana pada Nabi pungkasan ialah membaca dengan wahyu lima ayat pertama. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah yang menggantung. Bacalah, dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajar manusia menggunakan pena. Mengajar manusia apa yang tak ia ketahui. (QS 96:1-5). Dalam wahyu perdana tersebut Allah SWT mengulang perintah membaca dua kali, dan mengulang kosakata mengajar dua kali pula tanpa menyebutkan apa yang mesti dibaca. Maknanya, agar manusia proaktif membaca apa saja yang bisa menambah ilmu, iman, dan amal, serta meningkatkan kearifan hidupnya. Bukankah Allah SWT menciptakan manusia tanpa tahu apa-apa? Jangan kau ikuti apa yang tidak kau ketahui, karena setiap pendengaran, penglihatan dan hati akan dimintai pertanggungjawaban. (QS 17:36). Seseorang tidak cukup hanya baik untuk dirinya sendiri, tetapi ia harus membawa keselamatan dan kemaslahatan bagi sesama. Allah SWT berpesan dalam Al-Quran; Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia kafir dan batu. Penjaganya malaikat yang keras lagi kasar, dan tidak mendurhakai Allah tentang apa yang diperintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS 66:6). Para Nabi membimbing umat untuk mendengarkan ajakan orang yang menuntun ke jalan Allah. Hai kaum kami, penuhilah seruan Allah dan berimanlah kepada-Nya. Dia akan mengampuni segala dosa kamu dan menyelamatkan kamu dari azab yang pedih. Siapa yang tidak mendengarkan ajakan orang yang menyeru ke jalan Allah, ia tak dapat menggagalkan rencana Allah di bumi dan tak ada pelindung selain Dia. Mereka dalam kesesatan yang nyata. (QS 46:31-32). Allah SWT mendidik melalui jalan dakwah para da’i-Nya. Ajaklah mereka ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan pesan yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik. Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan siapa yang mendapat petunjuk. (QS 16:125). Allah SWT sekaligus memberikan rambu-rambu seruan para rasul-Nya. Engkau tak pernah mengharap Al-Quran diturunkan kepadamu, kecuali sebagai rahmat dari Tuhanmu. Janganlah menjadi penolong orang kafir. Jangan ada apa pun yang akan merintangi kau dari ayat-ayat Allah sesudah diturunkan kepadamu. Ajaklah mereka kepada Tuhanmu, dan janganlah masuk golongan kaum musyrik. Janganlah kamu seru tuhan lain selain Dia. Segala yang ada akan binasa, kecuali wajah-Nya. Segala ketentuan ada pada-Nya, dan kepada-Nya kamu dikembalikan. (QS 28:86-88). Para Rasul mendidik umat secara optimal lalu berserah diri kepada Allah swt. Syu’aib berkata, “Wahai kaumku, bagaimana pendapatmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan ia member aku rezeki yang baik dari-Nya? Aku tidak ingin menentangmu atas apa yang aku larang; yang kuinginkan hanyalah kerukunan semampuku. Keberhasilanku dalam tugas ini hanya dari Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya aku kembali. (QS 11:88). Para Nabi mendidik dan mengajar dengan tindakan dan keteladanan. Allah swt memberikan testimoni dan rekomendasi kepada para rasul-Nya. Sungguh, dalam diri Rasulullah kamu mendapatkan teladan yang baik; bagi bagi siapa yang mengharapkan Allah dan hari kemudian, dan banyak mengingat Allah (QS 33:21). Nun. Demi pena dan demi catatan yang ditulis manusia. Dengan karunia Tuhanmu, engkau bukanlah orang gila. Sungguh, bagimu pahala yang tiada putusnya. Sungguh, engkau mempunyai akhlak yang agung. (QS 68:1-4). Allah SWT meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan terdidik dengan saksama. Hai orang-orang beriman, bila dikatakan kepadamu berilah tempat dalam pertemuan, berilah tempat, Allah akan memberi tempat yang lapang kepadamu, dan bila dikatakan berdirilah, maka berdirilah. Allah akan mengangkat derajat orang beriman di antara kamu dan mereka yang diberi ilmu. Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS 58:11) Orang-orang yang terdidik dan berpngetahuan luas bertakwa kepada Allah SWT. Demikian pula di antara manusia, binatang melata, dan hewan ternak, terdiri atas berbagai macam warna. Yang benar-benar takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah mereka yang berpengetahuan. Sungguh Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun. (QS 35:28) Pendidikan diharapkan menjadi proses memanusiakan manusia sehingga semua manusia dapat menjadi warga Negara yang lebih baik. Para pendidik niscaya mendidik, bukan menghardik, mengajar, bukan menghajar, mengajak, bukan mengejek; memandu, bukan mengadu; merangkul, bukan memukul. (*)
Novum KM 50 Itu Ya Acay
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan BERITA HU Republika Jum\'at 28 Oktober 2022 bertitel \"JPU Sebut Ada Peluang Bukti Baru Km 50\" cukup menarik dan memperkuat dapat terjawabnya tantangan dan janji Kapolri Jenderal Listyo Sigit di depan DPR yang menyatakan siap membuka kembali kasus Km 50 jika ada novum atau bukti baru. Meski sudah diajukan secara resmi novum berupa Buku Putih dan fakta persidangan Habib Bahar Smith di PN Bandung tetapi Kepolisian tetap bergeming. Tidak ada tanda-tanda untuk segera melakukan proses penyidikan. Namun dakwaan JPU dalam kasus obstruction of justice Brigjen Pol Hendra Kurniawan menyebut bahwa AKBP Ari Cahya Nugraha alias Acay terlibat dalam rekayasa CCTV kasus Km 50 menyebabkan Acay menjadi novum atau bukti baru. Acay terlibat dalam menghilangkan atau mengedit atau melakukan rekayasa CCTV sebagai bukti penting yang selama ini ditutupi. Acay sendiri mengaku bukan bagian dari tim penyidik akan tetapi ia belum diperiksa dalam kasus Km 50 tersebut. Akibat hukumnya adalah Acay harus dapat diterima sebagai novum. Kapolri Listyo Sigit tidak bisa menghindar atas janjinya untuk membuka kembali kasus Km 50. Penyidikan Kepolisian harus mulai dilakukan. Ini salah satu jalan yang dapat ditempuh. Jalan lain adalah Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan pro justisia. Landasannya adalah UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Komnas HAM merupakan penyelidik untuk penyidikan yang langsung dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Polisi tidak terlibat dalam proses ini. Hal ini sangat pas mengingat pelaku kejahatan di antaranya adalah aparat Kepolisian. Menurut UU 26 tahun 2000, Komnas HAM dapat membentuk tim ad hok yang terdiri dari Komnas HAM dan unsur masyarakat. Obyektivitas lebih kuat. Pembantaian 6 anggota Laskar Pengawal HRS adalah pelanggaran HAM berat. Dilakukan secara sistematik yang dimulai dari disain \"Operasi Delima\", penguntitan \"Sentul\", pembantaian \"Km 50\" dan rekayasa \"Obstruction of Justice\". Terkuak ada operasi Satgassus Sambo yang melibatkan Kapolda Fadil Imran. Kerja Komnas HAM lama sesungguhnya sia-sia karena kebodohannya sendiri yang bekerja hanya berdasarkan UU No 39 tahun 1999 tentang HAM. Melakukan penyelidikan tidak pro justisia dan sekedar pemantauan atau penyelidikan piknik. Kesana-kemari tanpa mutu dan efektif. Kini untuk membuka kembali kasus Km 50 menjadi sebuah keniscayaan. Dua pilihan yang dapat dilakukan untuk memulai yaitu Penyidikan Kepolisian berdasarkan Novum atau Komnas HAM segera bekerja berdasar UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Simultan tentu lebih baik. Kejahatan kemanusiaan pembantaian 6 anggota Laskar FPI adalah hutang Pemerintahan Jokowi yang harus segera dibayar. Bandung, 30 Oktober 2022
Posisi Megawati Sebagai Ketua Umum PDI-P Terancam Dikudeta
Oleh: Tjahja Gunawan - Penulis Wartawan Senior FNN Secara mengejutkan para relawan yang tergabung dalam Koalisi Aktivis dan Milenial Indonesia untuk Ganjar Pranowo (Kami-Ganjar) menyatakan hendak menjadikan Presiden Jokowi sebagai Ketua Umum PDIP menggantikan Megawati Soekarnoputri pada tahun 2024. Untuk mematangkan rencana politik tersebut, relawan Kami-Ganjar mengadakan konsolidasi pada Ahad 30 Oktober 2022 di Bogor, Jabar. Mereka saat ini tengah merancang skenario politik untuk menjatuhkan Megawati dari kursi Ketua Umum DPP PDI-P. Padahal, Megawati telah lama berjuang dan berkorban mempertahankan partai sejak era Orde Baru. Tapi mereka sepertinya cuek dengan sejarah tersebut. Kelompok relawan ini juga seolah tidak peduli dengan pemanggilan dan teguran yang telah dilakukan DPP PDI terhadap Ganjar Pranowo yang dianggap telah melanggar aturan partai karena sudah menyatakan kesediaannya menjadi capres 2024. Sementara penentuan Capres PDI-P tahun 2024, sepenuhnya merupakan hak prerogatif Megawati. Sebagaimana diberitakan berbagai media massa, Koordinator Nasional Kami-Ganjar Joko Priyoski menyampaikan bahwa PDIP bukan partai kerajaan sehingga Jokowi layak menduduki kursi ketua umum partai tersebut. Kalau Jokowi bisa mengambil alih kursi Ketua Umum DPP PDI-P, akan memuluskan transisi kepemimpinan dari Jokowi ke Ganjar Pranowo. Begitulah desain politik yang dirancang kelompok relawan ini. Mereka juga menilai Ganjar sebagai sosok paling layak untuk menggantikan Jokowi sebagai presiden. Gerilya Politik Relawan Dalam peta politik kekenian, skenario politik yang tengah dirancang Kami-Ganjar ini terbilang berani. Betapa tidak, saat ini Megawati boleh dibilang dalam posisi status quo, dialah generasi kedua pelanjut pimpinan partai dari trah Soekarno. Parpol pendukung penguasa ini memang mengklaim sebagai partai penganut demokrasi, namun dalam prakteknya sosok ketua umum Megawati Soekarnoputri tetap merupakan figur sentral yang menjadi penentu dalam proses alih generasi pimpinan partai termasuk sosok yang menentukan capres 2024. Sementara relawan Kami-Ganjar adalah kelompok eksternal diluar PDI-P. Keberadaan mereka ini bisa saja dianggap lemah dan tidak ada apa-apanya. Tetapi sebaliknya, eksistensi relawan Ganjar ini bisa juga mengobrak-abrik faksi-faksi yang ada di dalam tubuh partai banteng ini. Kelompok relawan ini dapat dipastikan mendapat dukungan kuat dari pemilik modal (oligarki) yang menjadi sponsor Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024. \"Kami yakin jika Pak Jokowi maju menjadi Ketua Umum PDIP dan Pak Ganjar terpilih menjadi Presiden RI 2024-2029, semua program Nawacita Jokowi ... akan bisa diwujudkan secara utuh oleh Pak Ganjar,\" ujar Joko Priyoski. Sejak pernyataan tertulis Joko Priyoski tanggal 26 Oktober 2022 sampai tulisan ini saya buat Sabtu 29 Oktober 2022, tidak ada pernyataan keberatan atau bantahan dari Presiden Jokowi maupun Gubernur Jateng Ganjar atas keberadaan maupun pernyataan kelompok relawan Kami-Ganjar tersebut. Jika demikian maka dapat disimpulkan bahwa kelompok tersebut patut diduga berhubungan dengan kepentingan politik Jokowi dan Ganjar Pranowo. Sehingga acara konsolidasi relawan Kami-Ganjar di Bogor pun sangat boleh jadi sudah sepengetahuan Jokowi dan Ganjar. Dalam dunia politik praktis, apapun manuver dan gerilya yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang berseteru sah-sah saja. Yang jelas, manuver politik relawan Kami-Ganjar ini sudah menjadi trending topic di Twitter dengan hastag #MegaDikudeta. Gerilya politik yang dilakukan relawan Ganjar ini tidak hanya dilakukan melalui media konvensional tetapi juga melalui media sosial. Bahkan sangat mungkin mereka melakukannya melalui akun-akun robot agar bisa menjadi trending topic. Pola seperti pula yang dilakukan para relawan Jokowi sejak 2014 sampai sekarang. Dan sesungguhnya relawan Ganjar sebagian besar adalah para relawan Jokowi juga. Bagaimana Megawati dan elite pimpinan PDI-P menyikapi serangan politik dari para relawan Ganjar Pranowo ? Sampai sejauh ini para petinggi PDI-P nampaknya masih adem ayem menghadapi manuver politik kelompok relawan Ganjar. Atau bisa juga banyak diantara kader PDI-P yang memang lebih pro pada Ganjar Pranowo daripada Puan Maharani yang juga ngebet untuk nyapres. Akankah nanti Megawati turun dari kursi Ketua Umum DPP PDI-P secara tidak terhormat? Diawali dengan gerakan politik yang dilakukan kelompok relawan Kami-Ganjar. Kita liat saja drama politik selanjutnya. Yang jelas, berdasarkan pengalaman tahun 2014, Megawati akhirnya luluh dengan desakan dari berbagai pihak untuk mencalonkan Jokowi sebagai Capres dari PDI-P. Awalnya, Megawati tidak dan belum setuju tapi setelah didesak oleh berbagai kalangan akhirnya waktu itu dia menyerah dan mau mencalonkan Jokowi sebagai Capres PDI-P. Sekarang Megawati bukan hanya menghadapi tuntutan untuk mencalonkan Ganjar Pranowo sebagai Capres PDI-P tetapi juga menghadapi rencana kudeta atas dirinya sebagai Ketua Umum DPP PDI-P. Wajarlah para kader dan petugas partai mengincar posisi Ketua Umum PDI-P karena Megawati Soekarnoputri sekarang sudah berusia 75 tahun. ****
Wacana Politik Identitas di Indonesia, Sebuah Analisis dari Perspektif Studi Budaya
Oleh Darlis Azis - Ketua KNPI Turki TULISAN ini dimulai dengan sebuah bayangan terhadap negara kita yang sangat besar. Kalau kita letakkan peta Indonesia di atas benua Eropa, maka panjang peta kita dari ujung barat ke ujung timur adalah sama dengan jarak dari Inggris hingga ke ujung perbatasan Irak. Indonesia adalah negara dengan gugusan pula terluas di muka bumi. Jumlah pulaunya lebih dari 17.000, yang terdata lebih dari 16.000 lebih menurut data BPS. Dari berbagai macam etnis, sub-kultur, dan lebih dari 300-an bahasa lokal. Bahkan di Papua saja misalnya, tidak kurang dari 252 suku (Muhammad Habibie; 2017) dengan berbagai bahasa khasnya masing-masing. Dari segi pluralitas ini saja merupakat mukjizat yang luar biasa yang harus kita syukuri karena telah bisa bertahan hingga usia Republik ini menjelang 78 tahun pada 17 Agustus mendatang. Oleh sebab itu, apa yang bernama politik identitas yang sering muncul ke permukaan sejarah modern Indonesia harus ditangani dan dikawal secara bijak oleh nalar historis yang dipahami secara benar dan cerdas. Saat proklamasi, jumlah penduduk Indonesia adalah sekitar 70 juta; sekarang di awal abad ke-21 sudah menjadi sekitar 250 juta, membengkak lebih tiga kali lipat sejak 1945, telah muncul sebagai bangsa terbesar keempat di dunia sesudah Cina, India, dan Amerika Serikat.Dengan masyarakat yang terdiri dari beranekaragam etnis, agama, dan budaya yang berbeda, masyarakat Indonesia dapat saling menghargai dan toleransi antar perbedaan yang ada. Oleh karenanya hal ini penting menjadi starting point untuk diskusi kita selanjutnya. Lantas, apakah politik Identitas itu sendiri? Kata politik sendiri berasal dari Bahasa Yunani, politeia, yang mengacu pada pengertian bahwa para individu dalam sebuah komunitas dalam batas geografis tertentu berkehendak untuk melakukan pengelolaan wilayahnya. Misalnya, dengan membuat hukum-hukum, kebijakan-kebijakan, serta lembaga kebijakan politik. Sedangkan kata identitas yang diambil dari Bahasa Inggris Identity memiliki arti ciri-ciri atau tanda yang khas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), identitas merupakan ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang atau jati diri. Bisa dikatakan, manusia yang memiliki identitas adalah mereka yang mampu menyadari tanda khusus atau ciri-ciri yang melekat pada dirinya. Berdasarkan dua pengertian di atas, bisa disimpulkan bahwa politik identitas adalah politik yang menekanan pada perbedaan-perbedaan yang didasarkan pada asumsi fisik tubuh, kepercayaan, dan bahasa yang menjadi ciri atau tanda khas dari seseorang. Contoh populer adalah Politik Apertheid di Afrika yang membagi warganya menjadi dua golongan masyarakat berdasarkan ciri fisik, yakni mereka yang berkulit hitam dan mereka yang berkulit putih; atau juga perbedaan suku yang ada di Indonesia misalnya dia orang Aceh, saya Jawa; dan juga gender dia cowok, sedangkan saya cowok. Menurut pakar Culture Studies Stuart Hall menjelaskan identity politics sebagai the politics of location (Hall, 1996:1). Artinya politik menempatkan individu ada lokasi-lokasi (realitas sosial) tertentu yang telah dikontruksi dengan sengaja. Menurut Hall, politik Identitas selalu berhubungan dengan the definition of self/subject dalam konstruksi tersebut. Sebagai contoh ketika kita belajar sebuah bahasa maka kita selalu diajarkan tentang Subjek-Predikat-Objek-Keterangan dan seterusnya. Maka dari contoh ini bisa kita lihat posisi sentral subjek sebagai fungsi utama dalam pembentuk sebuah kalimat (state-ment). Dengan kata lain, politik identitas merupakan pemahaman bahwa identitas-identitas merupakan pemahaman bahwa identitas-identitas individu didasarkan pada tempat atau posisi dimana individu itu diletakkan (place-based identity). Pada penjelasan selanjutnya Stuart Hall mengatakan bahwa identitas merupakan sesuatu yang yang tidak “selesai” dalam artian ia merupakan sebuah produksi yang akan terus terjadi secara terus menerus Hall menyampaikan bahwa identity is also not a \"finished\" process, it is never complete or perfect, or it will never end. Identity is always in the process of formation. Identity means the process of identification where the structure of identification itself is always constructed through ambivalence. Like between \"us\" and \"other\", or \"us\" and \"them\", “real” and “unreal”. \"Other\" also exists within us, in the sense that other is also part of the process of identifying our own identity. Because we see other in our view. Our self is also seen in the view of the other. And this idea that separates the boundary between the outside and inside, between the producer and the consumer, etc. Dalam kajian Media dan Cultural Studies kata “identitas” sendiri merupakan “politik” itu sendiri. Culture Studies mencoba mengggoyang kemapanan berfikir kita tentang “realitas” yang ada di hadapan kita tidak hanya dalam konteks bernegara. Kita dipaksa untuk menjawab apa yang dimaksud dengan yang “real” sebenarnya dalam kehidupan budaya kita sehari-hari?. Dalam dunia yang sudah dipenuhi dengan gambar-gambar dan tulisan-tulisan yang kita temukan di media komunikasi massa seperti koran, televisi, film, video, novel, radio, bahkan iklan-iklan dalam kehidupan sehari-hari telah membentuk cara pandang (worldview) yang berbeda-beda dan membentuk persepsi kita masing-masing dalam proses berfikir dan menentukan sikap. Masing-masing kita mungkin telah menarik makna tersendiri dalam menerjemahkan dunia imajiner dalam fikiran mereka. Hal senada juga disampaikan oleh Benedict Anderson mengenai faktor-faktor signifikan pendorong nasionalisme dalam karyanya “Imagined Communities: Reflections of The Origin and Spread of Nationalism” adalah menguatnya kapitalisme, yang ditandai dengan adanya komunikasi massa dan migrasi massal. Komunikasi massa ditandai dengan adanya print capitalism. Standardisasi kalender nasional, jam dan bahasa ada dalam buku dan surat kabar. Hal ini akan membuat siapapun yang membaca akan aware terhadap kejadian yang ada di dalam dan luar negeri. Nantinya, pengaruh dari surat kabar sangat besar. Menurut Benedict,“ Newspapers made it possible for rapidly growing numbers of people to think about themselves, and relate themselves to others in profoundly new ways.” Migrasi massal juga memiliki pengaruh tersendiri dalam menumbuhkan nasionalisme. Terdapat tipe nasionalis baru yaitu long distance nationalist yang umumnya dimiliki oleh kaum ekspatriat, seperti kaum Creeole dari Amerika Utara dan Selatan pada masa itu. Jika kaum ini tidak merasakan kedekatan dengan negara yang ditinggali, maka kelompok ini akan memainkan politik identitas dengan berpartisipasi dalam konflik yaitu melalui senjata, uang dan propaganda. Berkenaan dengan persepsi dan cara pandang ini Stephene Robbins (2008), menjelaskan bahwa persepsi adalah sebuah proses ketika manusia mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan hasil pencitraan indrawi mereka dalam upaya memaknai dunia di sekitarnya. Pendapat Robbins di bawah ini : “Perception is defined as the process by which people organize and interpret their sensory impressions in order to give meaning to the world around them. Perception is basically how each individual views the world around them. What one perceives can be very different from actually reality. The perception of one person will vary greatly from that of another person. Perception can have a huge impact on decision-making and on an organization\'s behavior in whole.\" Robbins ingin menyampaikan bahwa dari hasil persepsi masyarakat terhadap realitas disekitarnya akan berpengaruh besar terhadap pembuatan keputusan sekaligus bentuk prilaku kelompok tersebut secara keseluruhan. Proses terbentuknya persepsi banyak dipengaruhi oleh beragam referensi. Oleh sebab itulah, biasanya cepat atau lambat mereka akan mencermati kelompok referensi terdekat dengannya. Bisa jadi persepsi tersebut dibangun berdasarkan aspek kultural yang melingkupi lingkungan dan sejarah mereka, misalnya berdasarkan etnisitas, budaya dan agama. Bangunan persepsi inilah yang kelak memunculkan subyektivitas masyarakat dalam melihat kehidupan mereka. Bertrand Russell (2008) mengatakan bahwa masyarakat hanya ingin melihat apa yang mereka inginkan berdasarkan interaksinya dengan masyarakat lain juga pengalaman-pengalamannya. Aspek budaya berperan penting dalam menumbuhkan data-data yang berhubungan dengan perasaan.” Dalam perspektif sejarah juga, persepsi menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya konflik baik inter maupun antar negara. Bertrand Russels menjelaskan kondisi ini sebagai berikut:“These fine lines which allow the perception of entities and categories (and thereby giving order and meaning to the chaotic experiences of everyday life) are largely social in origin. They create the boundaries between what\'s mine and yours, between “us” and “them,”what\'s sacred and profane, and what\'s “real” and “unreal.” Jadi dalam proses terbentuknya persepsi dan pengambilan keputusan, disamping berasal dari organ sensorik manusia yang diolah dalam otak juga berdasarkan faktor perorangan (personal factors) semacam tipe kepribadian, kedewasaan teori, status secara emosional dan pengalaman-pengalaman sosial. Artinya lingkungan sosial sebagian besar menentukan apa yang kita rasa (perceive) dan apa yang kita abaikan (ignore), tinggal dengan cara apa manusia memproses informasi tersebut secara teori. \"Shaping perceptions is, as will be seen, the key to social power\" ungkap Bertrand Russell. Apa yang terjadi negeri kita tercinta hari ini tidak jauh-jauh dari apa yang disampaikan oleh para pakar diatas, dimulai dengan kekayaan budaya dan latar belakang (backround) identitas kita yang tidak dikelola dengan baik, sehingga berujung pada kesalahan dalam mengimplementasikan persepsi itu baik yang dimulai dari perang terbuka di alam sosial media terhadap anti-persepsi yang berada pada kelompok lain (others) sehingga efek ini secara terus-menerus tidak hanya dalam socmed namun juga di alam nyata sebagaimana yang kita saksikan akhir-akhir ini terutama dalam pilpres terakhir dan juga Pilkada Jakarta 2017 yang lalu, dimana telah berhasil memperkuat Politik Identitas yang negatif terhadap keharmonisan (kohesifitas) kita dalam berbangsa dan bernegara. Kalau dikelola dengan baik, seharusnya hal ini tidak seharusnya berdampak demikian. Beberapa hal yang positif dalam Pemaknaan politik identitas antara Faucoult dan Fukuyama misalnya sangat berbeda sangat berbeda. Fukuyama dalam bukunya Identitiy: The Demand for Dignity and the Politics of Resentment (dalam Farrar, Straus &Giroux; 2018), Menyatakan bahwa politik identitas adalah sebuah tuntutan martabat, dimana sebuah perjuangan terhadap adanya sebab utama ketidakpuasan global pada kapitalisme liberal: Vladimir Putin, Osama bin Laden, Xi Jinping, live matter, gerakan #MeToo, pernikahan gay, ISIS, Brexit, kebangkitan nasionalisme Eropa, gerakan politik anti-imigrasi, politik kampus, dan terakhir pemilihan Donald Trump menurut Fukuyama merupakan beberapa contoh perwujudan politik identitas dalam berbagai penampakannya. Gerakan politik identitas pada dasarnya membangun kembali \"narasi besar\"\' yang prinsipnya ditolak dan kritik membangun terhadap suatu teori yang mengendalikan (hegemoni) terhadap faktor-faktor biologis sebagai penyusun perbedaan-perbedaan mendasar sebagai realitas kehidupannya; Dalam gerakan politik identitas ada suatu tendensi untuk membangun sistem apartheid terbalik. Ketika kekuasaan tidak dapat ditaklukkan dan pembagian kekuasaan tidak tercapai sebagai tujuan gerakan, pemisahan dan pengecualian diri diambil sebagai jalan keluar. Beberapa hal positif yang dapat diambil dari politik identitas adalah ada upaya untuk tetap melestarikan nilai budaya yang menjadi ciri khas bangsa kita yang beragam (majemuk), sehingga penguatan akan budaya tidak akan luntur dan hilang. Penguatan identitas tersebut muncul apabila identitas yang dikonsepkan untuk mewadahiya dirasa tidak dapat mewakili atau menyatukan kelompok-kelompok tersebut. Bahkan, kekuatan kolompok tersebut menimbulkan juga ketegangan antar kelompok untuk memperoleh dominasi dari sebuah konsep yang akan dibangun. Penguatan identitas kelompok untuk menjadikannya sebagai dominasi dalam sebuah wadah atau bahkan keluar dari wadah disebut sebagai Politik Identitas. Tujuan sebenarnya dari politik adalah mencapai kebaikan bersama. Maka menurut hemat penulis bagaimana pun caranya, entah dengan menggunakan politik identitas atau identitas politik, asalkan pemerintahan yang dibangun atas dasar politik tersebut mampu mewujudkan kebaikan bersama maka ia menjadi baik. (*)
Renungan Sumpah Pemuda: Pemuda, Bangkit Melawan atau Mati Kelaparan!
Persoalannya adalah bagaimana pemuda ini akan mampu menjadi Avant Garde bagi penjaga nasionalisme jika mereka sendiri dihantui kecemasan yang berjangka panjang. Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle BERBAGAI berita hari-hari ini bicara tentang Sumpah Pemuda mengharapkan kejuangan pemuda untuk membangun persatuan nasional, sebagaimana yang diharapkan bangsa ini jika merujuk pada sejarahnya, Sumpah Pemuda 1928. Persoalannya adalah apakah pemuda kita saat ini, mempunyai kemampuan untuk berbicara nasionalisme? Atau sebaliknya, pemuda saat ini menjadi beban negara yang harus diselamatkan? Dalam tulisan saya terdahulu, “Gelombang PHK dan Perfect Storm: Buruknya Nasib Buruh Indonesia” (12/10/2022), yang dapat diakses beberapa media online, telah dibahas lebih dari satu juta pengangguran baru selama 9 bulan tahun ini. Hal itu dapat dilihat dari 2,2 juta pencairan JHT. Banyak diantara mereka kaum muda, karena tabungan JHT-nya masih beberapa tahun. Pertanyaannya seberapa besar pengangguran kaum muda? Dalam data bank dunia, https://data.worldbank.org/indicator/SL.UEM.1524.ZS?locations=ID, pengangguran kaum muda usia 15-24 tahun berada pada angka 16% tahun 2021. Jauh di atas kelompok usia lainnya atau angka total 5,8 % (Februari 2022). Angka usia 15-24 ini berada pada 15,9% pada saat Jokowi mulai berkuasa. Pada saat SBY berkuasa, pengangguran kaum muda usia itu berkisar 26%, turun hampir 10% ketika SBY turun. Artinya, selama Jokowi berkuasa pengangguran kaum muda usia ini tetap begitu saja, secara rerata. Jumlah usia 15-24 berjumlah 21,3 juta jiwa dan usia 15-44 tahun berjumlah 88,61 juta jiwa. Jika kita asumsikan usia muda itu di bawah 45 tahun, maka jumlah usia sangat muda telah memasuki dunia kerja hampir mencapai 25%. Pengalaman buruk mereka sebagai pencari kerja di awal kehidupannya, seperti susah mendapatkan pekerjaan dan gaji yang tidak bisa mencukupi, membuat kemungkinan adanya krisis kehidupan pada hidup mereka kelak. Secara kualitatif sulitnya sarjana mendapatkan pekerjaan dan sulitnya mempunyai penghasilan yang cukup dalam bekerja diuraikan dalam artikel CNN Indonesia (28/10/2022), dalam “Sarjana Susah Cari Kerja, Siapa Yang Salah?” dan “Barisan Para Perantau Muda Ke Jakarta: Sulit Menabung, Dibunuh Sepi”. Memang pemerintah mengklaim telah terjadi penyerapan tenaga kerja sebanyak 4,45 juta selama kuartal Indonesia/2022, namun angkatan kerja baru yang masuk mencari kerja mencapai 4,2 juta, pada saat yang sama (merdeka.com, 9/5/2022). Dari penyerapan naker itu mayoritas pada pertanian, yang hampir 1,9 juta pekerja, lalu sektor pengolahan dan perdagangan, masing-masing 840 ribu dan 640 ribu. Tapi, gelombang PHK yang terjadi saat ini telah menunjukkan secara total terlihat tidak terjadi pertumbuhan lapangan kerja di Indonesia. Bagaimana dengan pemuda yang bekerja? Pada tulisan terdahulu saya, yang saya singgung di atas, saya sudah membahas temuan “Mekari White Paper”, April 2022 yang dilansir Kompas (10/10/2022), di mana terjadi kemerosotan daya beli karyawan sebesar 74%, 61% tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari dan 15% saja yang masih punya tabungan jika di-PHK, serta uraian survei Litbang Kemenhub (Kompas, 9/10/2022) tentang penghasilan Ojek online, berkisar Rp 50.000 – Rp 100.000 per hari yang langsung habis dalam sehari. Mereka adalah kaum muda, yang sebesar 40,6% berusia 20-30 tahun. Data kuantitatif ini jika kita sambungkan dengan laporan CNN Indonesia di atas, yang menggambarkan sosok-sosok pekerja muda di Jakarta, yang bertahan hidup tanpa tabungan, namun harus bertahan di Jakarta, karena tidak punya alternatif kerja dengan penghasilan lebih baik, apalagi balik ke desa, tentu lebih semakin nyata, bahwa kaum muda sudah terjebak dalam kehidupan pas-pasan. Kesulitan menciptakan lapangan kerja, sebenarnya juga dapat terlihat dari laporan CNN Indonesia (27/10/2022), dalam judul \"Turun Naik Nasib BLK dan Asa Pemuda Mengejar Mimpi”. Berita ini menggambarkan upaya pemerintah menciptakan pelatihan berorientasi kerja. Di mana disebutkan bahwa dari anggaran yang disalurkan pemerintah pada Balai Latihan Kerja (BLK) di Bandung, Sidoarjo, dan Solo masing-masing Rp 100 miliar hanya mampu menciptakan naker terserap sebanyak 674 orang, 1.257 orang, dan 1.432 orang. Sejumlah 3.000-an orang pekerja dengan anggaran lebih 300 miliar pelatihan menunjukkan susahnya menciptakan “link and match” antara pencari kerja (skill and competence) dan penyedia kerja. Gambaran tentang buruknya nasib kaum muda sudah kita gambarkan. Kita masih melihat ini dalam standar resmi pengangguran. Jika kita bicara riil, maka cakupan defenisi pengangguran dapat diperluas lagi. Jika di Amerika, BPS mereka menentukan angka pengangguran standar dengan ukuran U3, namun ukuran riil dengan U6, angkanya berbeda jauh. Dalam kamus Britannica, “How is the U.S. Unemploynent Rate Calculated”, yang memuat pengertian U3 dan U6 tersebut, disebutkan bahwa angka standar pengangguran Amerika 2022 adalah 4,4%, namun secara riil sesungguhnya 8,7%. Secara umum kita sudah memperlihatkan bahwa kaum muda dan pemuda mengalami persoalan besar bagi dirinya sendiri. Mereka menjadi bagian dari sistem perekonomian kita yang menempatkan mereka sebagai alat produksi semata, yang digunakan untuk memenuhi rumus-rumus pembangunan ekonomi ala neoliberal. Mengapa demikian? Sistem ekonomi kapitalis yang berkembang di Indonesia memang dijalankan dengan prinsip sebagai berikut: pertama, ekonomi harus bertumbuh tanpa memikirkan pertumbuhan untuk siapa. Yang pasti pertumbuhan ekonomi selama ini lebih menguntungkan kaum kapitalis oligarki yang segelintir jumlahnya. Kedua, jika inflasi tidak terkendali, maka pemerintah dan Bank Sentral harus merem inflasi dengan menaikkan suku bunga. Dengan suku bunga yang tinggi uang beredar berkurang. Namun, resikonya adalah PHK. Mengatur inflasi pada tingkat 2-3 % adalah rumusan yang tidak perduli nasib pekerja. Ketiga, Flexicurity. Ini sebuah prinsip di mana hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja diusahakan pada titik kepentingan terbatas sekali. Kapan merekrut pekerja dan mem-PHK dipersilakan pada pengusaha. Ini disebut Flexiblity Labour Market. Aspek Security, yakni kesejahteraan pekerja atau pekerja yang di PHK, diserahkan pada negara. Pengusaha tidak mau terlibat. Pekerja Indonesia sudah masuk pada fase ini, sehingga pekerja tidak punya lagi kepastian hidup dan karir. Bangkit Melawan atau Mati Kelaparan Krisis ekonomi yang akan melanda Indonesia, sudah pasti akan (dijadikan alasan) memperburuk nasib kaum muda pekerja. PHK, pembayaran upah jam-jaman, penurunan upah riil, dan lain sebagainya akan terus terjadi dan bertambah buruk. Banyak orang memprediksi akan terjadi tahun depan. Persoalannya adalah bagaimana pemuda ini akan mampu menjadi Avant Garde bagi penjaga nasionalisme jika mereka sendiri dihantui kecemasan yang berjangka panjang. Ini adalah pertanyaan besar bagi kaum muda ketimbang orang-orang meminta kaum muda menjaga persatuan nasional. Sebab, pula perpecahan nasional selama ini bukanlah tanggung jawab pemuda, melainkan pertarungan politik kaum tua. Tanggung jawab pemuda saat ini adalah merebut Indonesia untuk mereka miliki demi masa depan mereka. Merebut artinya tidak membiarkan Indonesia berjalan tanpa memastikan kepentingan kesejahteraan kaum muda meningkat dan berkelanjutan. Sedangkan memiliki artinya memastikan mereka bukan sekedar buruh murah yang tergantung pada kepentingan segelintir kapitalis pemilik kekuasaan. Di sinilah letak kepentingan kita membicarakan kaum muda dan pemuda kita. Bukan menyerahkan urusan politik perpecahan, isu persatuan dan tetek bengek lainnya. Pemuda harus kita sadarkan untuk bangkit melawan kaum kapitalis atau mati kelaparan. Salam. (*)
Lawan Kebijakan Kelistrikan Liberal: Hentikan Skema Power Wheeling!
Oleh Marwan Batubara - IRESS SEBAGAI inisiator, DPR telah menyiapkan draft RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) sejak Januari 2021. Naskah akhir diserahkan DPR kepada pemerintah pada 29 Juni 2022. Namun pemerintah lamban menyampaikan daftar isian masalah (DIM) kepada DPR, sampai-sampai batas waktu penyampaian DIM yang seharusnya dibatasi maksimum 60 hari, telah terlampaui. Terkesan pemerintah tidak serius menuntaskan RUU tersebut. Namun di sisi lain, UU EBET ditargetkan terbit sebelum gelaran KTT G20 di Bali pada November 2022. Ternyata salah satu penyebab keterlambatan adalah tidak solidnya lembaga-lembaga terkait memberi tanggapan dan masukan. Salah satunya adalah keinginan Kementrian Energi Sumber Daya Mineral (KESDM) memasukkan ketentuan tentang skema power wheeling. Konon usulan KESDM tersebut “tidak atau belum” disetujui Kementrian keuangan (Kemkeu). Dalam hal ini sikap Kemkeu sejalan dengan sikap DPR yang sebelumnya memang tidak mencantumkan ketentuan tentang power wheeling dalam RUU yang diserahkan ke pemerintah 29 Juni 2022. Perusahaan swasta yang dikenal sebagai Independent Power Producers (IPP) selama ini telah dibolehkan membangun pembangkit listrik dan menjual daya listriknya kepada PLN sesuai konsep multi buyers single sellers (MBSS). Dalam hal ini, yang berhak melayani dan menjual listrik kepada konsumen hanyalah PLN, meskipun dalam prakteknya, dengan alasan absurd dan sarat rekayasa, konsumen atau bisnis PLN tersebut telah digrogoti karena “diperbolehkannya” IPP berbisnis di kawasan-kawasan atau kelompok konsumen tertentu. Setelah konsep MBSS, RUU EBT akan menambah “kemampuan” IPP untuk menjual listrik langsung kepada konsumen dimana pun berada, melalui konsep multi buyers multy sellers (MBMS) dengan skema power wheeling. Dengan demikian, meski tidak memiliki jaringan transmisi dan distribusi sendiri, pasokan listrik IPP dapat sampai kepada konsumen, dimana saja berada. Sebab, dengan skema power wheeling, IPP “diberi kesempatan” untuk memanfaatkan sarana yang dimiliki PLN untuk menjangkau konsumen dimaksud. Ketentuan tentang Konsep MBMS dengan skema power wheeling semula tidak tercantum dalam draft RUU EBET yang dikirim DPR kepada pemerintah (29/6/2022). Ketentuan tersebut disusupkan dalam Pasal 29 A, Pasal 47 A dan Pasal 60 ayat 5). KESDM telah dengan sengaja memasukkan ketentuan siluman tersebut. Namun rencana busuk KESDM tersebut “belum” berjalan mulus di lingkungan internal pemerintah sendiri. Diharapkan Kemkeu bersikap konsisten menolak skema power wheeling, meski harus berhadapan kekuasan oligarkis, karena skema power wheeling akan meugikan negara, PLN dan rakyat sebagai konsumen listrik. Sebenarnya, secara faktual saat ini negara dan rakyat sudah sangat dirugikan dengan kebijakan dan peraturan perlistrikan Indonesia pro oligarki yang diambil pemerintah dan “didukung atau dibiarkan” DPR. Kerugian ini terutama terjadi pada: 1) peningkatan subsidi listrik di APBN dan 2) mahalnya tarif listrik, yakni lebih mahal dari yang seharusnya jika kebijakan yang diambil sesuai konstitusi dan kepentingan mensejahterakan rakyat. Kerugian akan bertambah jika skema power wheeling diterapkan. Mengapa negara dan rakyat rugi? *Pertama,* dengan konsep MBSS, IPP yang umumnya dimiliki oleh pengusaha oligarkis, dibolehkan membangun pembangkit-pembangkit listrik, dan PLN wajib membeli listrik yang diproduksi IPP. Karena biaya pokok penyediaan (BPP) listrik harus memperhitungkan seluruh daya yang dibangkitkan, maka over supply listrik swasta tersebut telah membuat BPP listrik naik, dan ujungnya rakyat konsumen listrik dan APBN harus membayar tarif lebih mahal. *Kedua,* setelah wajib menerima pasokan listrik IPP, PLN pun harus membeli listrik tersebut dengan harga sesuai skema take or pay (TOP). Dengan TOP, PLN harus membeli listrik IPP lebih lebih besar dari yang dibutuhkan. Hal ini pun menambah beban biaya operasi yang berujung pada kenaikan BPP, tarif listrik dan beban subsidi APBN. Bahkan dalam kondisi kahar (force majeure) akibat pandemi korona, yang mestinya bisa menjadi alasan pengurangan beban biaya, pemerintah tak mampu memaksa IPP mengoreksi skema TOP. *Ketiga,* dengan skema power wheeling, di samping over supply listrik yang telah mencapai 50% s.d 60% (seharusnya cukup sekitar 20%) tidak akan terserap atau berkurang signifikan, maka pelanggan premium PLN yang biasanya mengkonsumsi daya besar pun dan menguntungkan PLN, akan dimangsa oleh IPP. Maka, pangsa pasar atau pendapatan PLN akan turun dan sebaliknya: 1) tarif listrik akan naik, 2) kemampuan cross-subsidy PLN ke daerah-daerah terpencil atau rendah konsumen akan berkurang, dan 3) beban subsidi listrik APBN akan naik. *Keempat*, pemanfaatan sarana jaringan transmisi dan distribusi PLN oleh IPP akan membuat IPP penyedia listrik EBT memperoleh untung besar (transfer profit). Padahal PLN harus menanggung beban investasi sarana tersebut secara berkepanjangan, termasuk jika kurs US$/Rp terus naik. Apalagi jika tarif power wheeling yang diterapkan sesuai daya yang disalurkan, dan bernilai “alakadarnya”, namun sekaligus mengandung unsur pemaksaan seperti pada skema TOP. Maka PLN sebagai objek berburu rente oligarki akan berlangsung massif. *Kelima*, konsep MBMS dan skema power wheeling merupakan kelanjutan dari agenda “liberalisasi terselubung” kelistrikan Indonesia yang sebelumnya telah dimulai dengan konsep MBSS dan penjualan listrik kawasan dan lingkungan tertutup. Dengan MBMS dan power wheeling, liberalisiasi kelistrikan Indonesai menjadi lengkap dan sempurna. Maka rezim oligarkis dengan sangat berani dan terbuka akan mengkhianati Pancasila dan UUD 1945. KESDM mengatakan kondisi over supply listrik tidak ada kaitan dengan implementasi power wheeling. Sebab, katanya kelebihan listrik berasal dari pembangkit eksisting yang didominasi PLTU batubara PLN sendiri (21/10/2022). Padahal pemerintahlah yang memaksa PLN membeli listrik PLTU batubara milik IPP, sehingga terjadi over supply. Bahkan dalam proyek 35.000 MW, lebih dari 90% menggunakan PLTU batubara yang mayoritas dibangun IPP. Proyek 35.000 MW dibangun setelah terbitnya PP No.79/2014 tentang Kebijakan Eneergi Nasional (KEN). Dalam KEN tersebut telah tercantum ketentuan porsi EBT 23% dalam bauran listrik nasional. Namun demi kepentingan oligarki, kebijakan tersebut tidak digubris. Kelima alasan yang diuraikan di atas menunjukkan bahwa masalah kelistrikan nasional dan tarif listrik yang mahal merupakan akibat kebijakan pemerintah yang sarat kepentingan pengusaha/IPP. Pemerintah harus bertanggungjawab! Kita bukan tidak paham tentang perlunya penyediaan energi bersih dan mitigasi perubahan iklim atau target net-zero emissions 2060. Namun target tersebut bukanlah alasan yang bisa diterima rakyat begitu saja, termasuk dengan menyeludupkan konsep liberal MBMS dan power wheeling ke dalam RUU EBET. Pertemuan G-20 pada 15-16 November 2022 bukan pula dasar yang relevan untuk menjustifikasi penetapan UU EBET. Sangat absurd dan memprihatinkan jika kebijakan tidak adil dan menyengsarakan rakyat tersebut dijadikan ajang pamer dan unjuk gigi kampanye mitigasi perubahan iklim, serta insentif investasi bagi peserta Pertemuan G-20. Saat ini yang sangat prioritas dibutuhkan rakyat adalah penurunan tarif listrik akibat over supply pasokan listrik dan skema TOP, bukan skema power wheeling. PLN pun perlu diselamatkan dari wadah tempat berlangsungnya penghisapan uang rakyat dan APBN. Sebelum rakyat bergolak, maka segera hentikan kebijakan liberal anti UUD 1945: konsep MBMS, skema power wheeling dan turunkan tarif listrik melalui koreksi kontrak listrik IPP skema TOP.[]
FIFA Tidak Mau KLB, Mahfud Bisa Apa?
Rekomendasi dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) besutan Mahfud MD ternyata tidak \'dianggap\' oleh Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Ketua Umum Mochamad Iriawan alias Iwan Bule dan anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI tidak mau mundur dan Kongres Luar Biasa (KLB) tidak akan digelar. Konon itu juga kemauan FIFA Oleh: Rahmi Aries Nova Wartawan Senior FNN SEBAGAI pemilik kompetisi berlabel Liga 1, PSSI disebut sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas tragedi yang menewaskan 135 orang di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, Sabtu 1 Oktober 2022. Itu tertuang dalam Laporan Investigasi Tim TGIPF yang diserahkan kepada Presiden Joko Widodo di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Jumat, 14 Oktober 2022. Pada Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi di halaman 123, poin pertama Kesimpulan, tertulis bahwa kerusuhan pasca pertandingan sepakbola antara Arema FC vs Persebaya itu terjadi karena PSSI dan para pemangku kepentingan liga sepakbola Indonesia tidak profesional, tidak memahami tugas dan peran masing-masing, cenderung mengabaikan berbagai peraturan dan standar yang sudah dibuat sebelumnya, serta saling melempar tanggung jawab pada pihak lain. Sikap dan praktik seperti ini merupakan akar masalah yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun dalam penyelenggaraan kompetisi sepak bola kita, sehingga dibutuhkan langkah-langkah perbaikan secara drastis namun terukur untuk membangun peradaban baru dunia sepakbola nasional. Untuk itu sebagai rekomendasinya Tim TGIPF pada poin 1.b menyebutkan bahwa untuk menjaga keberlangsungan kepengurusan PSSI dan menyelamatkan persepakbolaan nasional, pemangku kepentingan PSSI diminta untuk melakukan percepatan Kongres atau menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) untuk menghasilkan kepemimpinan dan kepengurusan PSSI yang berintegritas, profesional, bertanggung jawab, dan bebas dari konflik kepentingan. Pemerintah tidak akan memberikan izin pertandingan liga sepakbola profesional di bawah PSSI yaitu Liga 1, Liga 2, dan Liga 3, sampai dengan terjadinya perubahan dan kesiapan yang signifikan oleh PSSI dalam mengelola dan menjalankan kompetisi sepakbola di tanah air. Adapun pertandingan sepakbola di luar Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 tetap berlangsung dengan memperhatikan ketertiban umum dan berkoordinasi dengan aparat keamanan. Sayangnya PSSI bukan FPI (Front Pembela Islam), yang saat Mahfud sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, hanya dengan sekali ia menggelar jumpa pers, organisasi itu langsung dinyatakan bubar dan terlarang. Padahal FPI tidak pernah melakukan kegiatan yang memakan korban jiwa, sebaliknya enam anggota mereka dibunuh secara keji oleh kelompok yang kini bisa disimpulkan sebagai Satgassus Merah Putih POLRI yang dipimpin Ferdy Sambo. PSSI justru sebaliknya, rekomendasi Mahfud tidak digubris. Himbauan agar Iwan Bule dan Exco dianggap angin lalu. Bahkan anggota Exco Ahmad Riyadh bahwa rekomendasi itu ditujukan untuk Presiden. Mungkin maksudnya selagi Jokowi tidak menghimbau mereka untuk mundur ya mereka santai aja. Terlebih Presiden FIFA Gianni Infantino usai bertemu Jokowi juga telah memiliki kantor di Jakarta dan justru melibatkan Iwan Bule cs dalam Tim Transformasi Sepakbola Nasional yang akan bekerja hingga akhir November mendatang. Dan Mahfud pun makin tak berdaya. (*)
Inisiasi-Inisiasi “Nekad” Nusantara
Proyek pendirian Pondok pesantren ini sendiri terdorong oleh semangat itu. Nusantara termotivasi melakukan sesuatu, dan “quite big and ambitious”, untuk mengenalkan Indonesia khususnya dalam konteks sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia. Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation SEKIRANYA Saya ingin menyimpulkan Nusantara Foundation itu dalam satu kata, mungkin kata yang tepat: “determinasi” atau “nekad”? Kata determinasi mungkin terlalu positif. Karenanya saya lebih cenderung untuk memakai kata “nekad”. Memang sejak berdirinya pada bulan September 2013 lalu Nusantara telah melakukan banyak gebrakan yang secara sederhana dapat dilihat berani, bahkan mungkin sangat “nekad”. Penamaan Nusantara itu sendiri sesungguhnya terbangun di atas semangat itu; berani (nekad)? Kata Nusantara di Amerika sangat tidak populer. Orang tidak mengenal apa Nusantara itu. Sehingga penamaan yayasan ini dengan Nusantara riskan untuk tidak mendapat atensi dari masyarakat. Nusantara didirikan pertama kali oleh sekolompok muallaf murid-murid saya ketika itu dengan tujuan utamanya: pengadaan “Muallaf Center” di Kota New York. Dengan dukungan Dompet Dhuafa ketika itu dengan berbagai kegiatan diluncurkan, termasuk kelas-kelas khusus untuk muallaf. Namun di awal berdirinya Nusantara telah menginisiasi sebuah kegiatan yang lagi-lagi terasa “nekad”. Kegiatan itu adalah mensponsori pelaksanaan World Zakat Forum (WZF) bekerjasama dengan Badan Zakat Nasional (Baznas) dan banyak Laznas dari dunia Islam. Hadir di acara tersebut 70 peserta dari 25 negara. Beberapa bulan kemudian Nusantara menginisiasi pelaksanaan Seminar Islam di PBB New York. Seminar yang membahas sejarah dan pengaruh Islam di bumi Nusantara lagi-lagi “nekad”. Hadir sebagai pembicara ketika itu beberapa professor dan ahli Indonesia (Indonesianis) dari beberapa Universitas Amerika. Bahkan dari Indonesia hadir juga Bapak Dahlan Iskan, Aa Gym, dan beberapa tamu lainnya. Berselang beberapa bulan kemudian Nusantara kembali “nekad” mengadakan sebuah acara seminar besar dengan tema: “Challenging extremism together globally”. Hadir sebagai pembicara beberapa professor dan ahli di bidang ini. Salah satunya adalah Prof. Robert Hefner dari Boston University yang sangat populer itu. Berbagai acara “nekad” Nusantara berhasil dilaksanakan, termasuk beberapa kegiatan dialog antar pemeluk agama, out-reach programs (mengenalkan Islam ke beberapa Universitas Amerika), dan beberapa kegiatan sosial/keagamaan lainnya. Bahkan beberapa kali mengadakan “Muslim fashion show” bersama Dian Pelangi, Elzatta, dan lain-lain. Inisiatif “nekad” terbesar Nusantara dimulai pada penghujung tahun 2018 lalu. Langkah ini oleh sebagian orang dianggap tidak masuk akal, minimal over ambisius. Tapi itulah realitanya. Nusantara menginisiasi pendirian pondok pesantren di Amerika Serikat. Dan ini dilakukan di saat Islam mengalami tekanan yang luar biasa di bawah kepemimpinan Donald Trump. Saya tidak membahas lagi inisiatif “nekad” ini di sini. Karena saya yakin banyak yang telah mendengar dan mengenalnya. Walau proyek itu masih dalam proses dan sedang berjalan, tapi berita yang menggembirakan adalah bahwa derap langkah juang itu terus bergerak. Berbagai inisiatif “nekad” juga dilakukan di lokasi Pondok. Termasuk acara-acara sosial, buka puasa, dengan mengundang tetangga-tetangga non Muslim yang belum pernah sama sekali bersentuhan dengan Islam. Juga kegiatan “nekad” boarding school selama dua bulan di tahun 2019 dan 2021 dengan peserta yang harus dibatasi. Program GLP for students dan GLP for Ustadz juga sebuah program kepemimpinan yang terasa “nekad”. Beberapa hari lalu US Department of State (Kemenlu US) meminta Nusantara menjadi host pertemuan antara tokoh-tokoh agama Timur Tengah (Middle East) dan Amerika. Pertemuan ini disponsori oleh Kemenlu Amerika untuk membahas beberapa kemungkinan kerjasama di bidang pendidikan. Diakui Isu Islamophobia dan anti semitisme selalu menjadi tema utama pertemuan itu. Annual talk on the Prophet (pbuh). Di tahun 2019 lalu, persis sebelum terjadi pandemi covid Nusantara kembali menginisiasi kegiatan “nekad” lainnya. Kegiatan itu adalah pertemuan tahunan di bulan Rabiul Awal dengan nama: “Annual talk on the Prophet Muhammad (pbuh)”. Acara tersebut sekaligus dirangkaian dengan penggalangan dana bagi kesinambungan berbagai kegiatan Nusantara, khususnya pembangunan pondok pesantren yang dimaksud. Covid menutup pintu untuk kegiatan ini selama dua tahun (2020-2021). Alhamdulillah di tahun 2022, tepatnya Sabtu 29 Oktober ini Nusantara kembali melangsungkan acara “nekad” itu. Persiapan acara dilakukan dengan lebih matang. Berbagai inisiatif Nusantara yang saya sebut “nekad” ini memang terasa nekad. Selain karena saya sadar dengan segala keterbatasan, baik tenaga SDM dan dana, juga karena keterbatasan kesempatan di tengah berbagai tanggung jawab di kota New York. Acara annual talk Sabtu ini menjadi sangat penting karena selain akan menghadirkan seseorang yang saya sebut “a Muslim by heart”, Dr.Craig Considine, juga akan hadir beberapa pejabat Amerika. Di antaranya anggota Kongress Grace Meng, NY Senator John Lui, NY Rep. David Weprin, perwakilan kantor Walikota dan Kepolisian New York. Tentu akan sangat baik bagi upaya promosi Indonesia jika pejabat perwakilan pemerintah RI juga hadir. Undangan telah dikirimkan kepada semua. Semoga mereka melihat acara ini sebagai ajang yang baik, tidak saja untuk memperlihatkan dukungan kepada warganya. Tapi juga sebuah kesempatan untuk PR dan networking yang saya yakin sangat diperlukan oleh Indonesia di luar negeri. Proyek pendirian Pondok pesantren ini sendiri terdorong oleh semangat itu. Nusantara termotivasi melakukan sesuatu, dan “quite big and ambitious”, untuk mengenalkan Indonesia khususnya dalam konteks sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia. Bukan dengan kata-kata dan slogan. Tapi dengan aksi dan kenyataan. Kata seorang teman: “jika mereka membangun imej dengan asumsi-asumsi, kita respon dengan aksi dan fakta”. See you all this Saturday, 29 October. Starts at 4:30 PM, ends by 9:30 PM. Venue: Agra Palace: 116-33 Queens BLVD Forest Hills, NY 11735. New York, 27 Oktober 2022. (*)
Langkah Kecil Menuju Revolusi
Langkah kecil perlu menciptakan ilusi perlaha-lahan menggerogoti sedikit demi sedikit. Jangan khawatirkan ketika ada reaksi mereka marah karena itu tanda emosi mereka terlibat. Habisi mereka pada saat masih kecil. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih KETIKA Jenderal Charles de Gaulle melarikan diri ke Inggris ia mempunyai satu sasaran – memulihkan kehormatan Prancis, akan memerdekan Prancis. Seandainya de Gaulle mengumumkan niatnya ia pasti sudah dipandang sebagai campuran berbahaya antara ilusi dsn ambisi. Sebagai gantinya dengan luar biasa sabar dengan tetap fokus pada sasarannya de Gaulle menggerogoti sedikit demi sedikit. Kunci untuk menjadikan efektif adalah mempunyai kesadaran yang jelas pada sasarannya, lalu mengidentifikasi area kecil yang harus dikuasai. Untuk setiap gigitan harus mempunyai gigitan yang mempunyai logika strategi keseluruhan, sehingga tidak seorangpun mencium niatnya. Kalau gigitan terlalu besar, tidak akan sanggup menangani dan kewalahan dengan berbagai masalah. Cara kerja strategi: ambil tanpa diskusi dan peringatan – musuh akan bereaksi entah melawan atau memberi kerugiannya tanpa melawan. Ambil yang benar-benar berharga. Mainkan naluri konservatif mereka pada umumnya lebih kuat daripada naluri akuisitif mereka. Melakukan Fait accomply, kuncinya adalah bereaksi cepat tanpa diskusi. Bagian dari konservatifme adalah memilih diskusi yang tidak ada habis- habisnya tanpa mengambil tindakan. Diskusi sudah berlalu sudah tiba saatnya mengambil tindakan adalah kehormatan serta bobot. Semua kita tidak pernah mengetahui kapan Oligarki berdiskusi, semua kekuatan politik dan ekonomi sudah dalam genggamannya. Bahkan gabah (beras) lokal petani sudah dalam kendalinya. Masalah terbesar ada manusia terperangkap pada impian besar hanya impian dan kesulitan fokus pada sasaran dan tidak ada langkah langkah kecil yang diperlukan. Nafsu selalu ingin ada lompatan raksasa menuju sasaran. Dalam dunia sosial (alam) apapun untuk sampai pada besar dan stabil tumbuh secara perlahan lahan. Langkah kecil adalah tindakan berhubungan dengan manfaat psikologis tak terukur, terhubung dengan langkah besar. Langkah kecil bersifat terapeutik (pengobatan) dari pada tindakan. Langsung saja Fait accomply cara terbaik untuk mengambil kendali. Langkah kecil perlu menciptakan ilusi perlahan-lahan menggerogoti sedikit demi sedikit. Jangan khawatirkan ketika ada reaksi mereka marah karena itu tanda emosi mereka terlibat. Habisi mereka pada saat masih kecil. Mustahil akan terjadi People Power atau Revolusi tanpa langkah kecil yang mendahuluinya. (*)
Pemuda itu Bernama Anies
Oleh Nuim Hidayat - Kolumnis ANIES bukan seperti Jokowi. Bila Jokowi tidak ketahuan prestasinya ketika mahasiswa, Anies sebaliknya. Sejak mahasiswa ia sudah berprestasi. Ia biasa berorganisasi dan memecahkan masalah di kampus dan negerinya. Hingga akhirnya ia menduduki sebagai Ketua Senat Mahasiswa UGM. Ia bukan mahasiswa yang anut grubyuk. Musim demo, semua ikut demo. Di tahun 90-an ketika mahasiswa ramai demo Orde Baru, Anies dan kawan-kawan mencari jalan sunyi yang lebih sulit. Yaitu meneliti monopoli cengkeh saat itu yang dikuasai jaringannya oleh Tommy Soeharto. Hasil penelitiannya membuat merah pemerintah Orba saat itu. Di masa mudanya Anies juga menjadi reporter atau wartawan yang andal. Ia telah mewawancarai sejumlah menteri dan pejabat. Ia juga membuat program yang menarik di TVRI Yogya, sehingga namanya melambung tinggi di daerah pusat budaya Jawa itu. Banyak gadis-gadis berkirim surat kagum kepadanya Anies tak puas hanya mencari ilmu di dalam negeri saja. Untuk meningkatkan ilmu dan wawasannya ia kemudian melanglang buana ke Amerika. Ia menyelesaikan master dan doktornya di sana. Keinginannya sebenarnya ingin menjadi dosen sebagaimana orang tuanya. Ia pun akhirnya berhasil menjadi rektor di Universitas Paramadina. Tapi latar belakang ilmu ekonomi dan politik yang ditekuninya menyebabkan ia harus ikut serta dalam proses politik di Tanah Air. Maka ketika tahun 2014 Presiden Jokowi menunjuknya sebagai Menteri Pendidikan ia pun menerimanya. Ia heran kenapa presiden memecatnya di tengah jalan. Mungkin presiden dan kroninya tidak ingin sistem pendidikan yang dibuat Anies menguntungkan umat Islam Indonesia di masa depan. Namun yang jelas, pembawaannya yang kalem dan cermatnya dalam bertutur dan bertindak menjadikan kaum minoritas pun nyaman dengannya. Anies tidak dianggap ancaman bagi mereka. Bahkan diantara mereka kini banyak yang mendukung Anies karena keteduhan dan keamanan yang diwariskan Anies dalam lima tahun memimpin Jakarta. Kini Anies tidak muda lagi. Meski ada sebagian kalangan yang menyatakan ia masih muda karena belum berumur 60 tahun. Apapun kata orang, Anies adalah contoh pemuda yang baik dan berprestasi di negeri ini. Pemahaman Islam dan kebangsaan Anies tidak diragukan. Ia ingin mewarisi jejak kakeknya yang sangat berprestasi dalam kemerdekaan bangsa ini. Anies ingin melunasi janji kemerdekan, agar masyarakat benar-benar bisa tenteram, adil dan makmur. Sejak mahasiswa Anies telah mengenal pemikiran tokoh-tokoh pendiri bangsa ini. Tjokroaminoto, Soekarno, Hatta, Sjahrir, Mohammad Natsir dan lain-lain. Anies kaya pengetahuan dan pengalaman. Tahun 2024 adalah tahun menentukan bangsa ini. Apakah bangsa ini akan mandiri atau terus disetir asing, seperti saat ini. Mendukung Anies sebagai calon presiden, bukan hanya memilih calon yang tepat untuk memimpin bangsa ini. Memilih Anies juga bermakna memberikan pelajaran kepada para pemuda. Jadilah pemuda seperti Anies. Jadilah pemuda yang berprestasi, giat mencari ilmu, senang berorganisasi, memberikan solusi kepada masyarakat dan mempunyai keimanan yang kuat. Saatnya 2024 kita mempunyai presiden yang bisa menjadi teladan bagi generasi muda. Presiden yang kata-kata dan tindakannya mencerahkan bagi bangsa Indonesia Bukan mencari calon presiden lain yang tidak jelas prestasinya dan hanya bisa membuat ruwet bangsa. Selamat hari Sumpah Pemuda. Selamat mencari, membentuk dan menemukan pemuda-pemuda yang hebat di negeri ini. Pemuda yang shalih, cerdas dan kreatif. Pemuda yang akan membawa bangsa ini dihormati dan sejajar dengan bangsa-bangsa besar di dunia. Wallahu azizun hakim. (*)